depresi pasca

13
Tatalaksana Depresi Pasca-Stroke Andri,* Mardi Susanto** *Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Departemen Psikiatri, RS Persahabatan, Jakarta Abstrak: Gangguan depresi dapat merupakan gangguan emosional yang sering dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien stroke mengalami depresi setelah serangan stroke. Banyak penelitian mengatakan bahwa pada pasien pasca stroke yang mengalami depresi, akan terjadi peningkatan persentase mortalitas. Pada pasien yang lebih muda dan tidak mempunyai penyakit kronis sebelumnya, angka kematian tetap tinggi pada pasien depresi pasca-stroke. Beberapa penelitian mengatakan bahwa lokasi jejas pada otak memegang peranan penting terhadap terjadinya depresi pasca- stroke. Penelitian melaporkan sebuah hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak dengan kejadian depresi pasca stroke pada lesi di hemisfer kiri. Depresi pasca stroke juga dapat terjadi sebagai hasil ketidakmampuan pasien melakukan kegiatan sehari-hari. Kondisi ini membuat pasien secara fisik dan mental tidak berdaya dan dapat mengarah ke perasaan tidak kompeten dan tertekan. Tatalaksana depresi pasca-stroke merupakan kombinasi psikofarmakoterapi dan psikoterapi. Kata kunci: depresi pasca-stroke, psikoterapi, SSRI Pendahuluan Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian ketiga di dunia. Di Amerika, stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan merupakan penyebab kematian yang umum pada orang dewasa. Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama 1-5 Laki-laki disebutkan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena stroke dengan perbandingan 1,33:1, tujuh puluh persen dari pasien yang selamat akibat stroke mempunyai disabilitas pekerjaan yang permanen dan sekitar 25% mengalami demensia vaskular.4 Stroke yang disebut juga gangguan perdarahan pembuluh darah otak adalah sindrom gangguan serebri yang bersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Gangguan tersebut akibat penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Proses ini dapat tidak menimbulkan gejala dan akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi otak.2

Upload: priskaapril

Post on 04-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Depresi Pasca

Tatalaksana Depresi Pasca-StrokeAndri,* Mardi Susanto***Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta**Departemen Psikiatri, RS Persahabatan, JakartaAbstrak: Gangguan depresi dapat merupakan gangguan emosional yang sering dihubungkandengan penyakit serebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien stroke mengalami depresi setelahserangan stroke. Banyak penelitian mengatakan bahwa pada pasien pasca stroke yangmengalami depresi, akan terjadi peningkatan persentase mortalitas. Pada pasien yang lebihmuda dan tidak mempunyai penyakit kronis sebelumnya, angka kematian tetap tinggi padapasien depresi pasca-stroke. Beberapa penelitian mengatakan bahwa lokasi jejas pada otakmemegang peranan penting terhadap terjadinya depresi pasca-stroke. Penelitian melaporkansebuah hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak dengan kejadian depresi pascastrokepada lesi di hemisfer kiri. Depresi pasca stroke juga dapat terjadi sebagai hasilketidakmampuan pasien melakukan kegiatan sehari-hari. Kondisi ini membuat pasien secarafisik dan mental tidak berdaya dan dapat mengarah ke perasaan tidak kompeten dan tertekan.Tatalaksana depresi pasca-stroke merupakan kombinasi psikofarmakoterapi dan psikoterapi.Kata kunci: depresi pasca-stroke, psikoterapi, SSRI

PendahuluanPenyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakansalah satu penyakit yang banyak menimbulkan kecacatandan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebabkematian ketiga di dunia. Di Amerika, stroke merupakanpenyebab kematian ketiga dan merupakan penyebab kematianyang umum pada orang dewasa. Di Indonesia, menurut SurveiKesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke jugamerupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatanutama 1-5 Laki-laki disebutkan mempunyai risiko yang lebihtinggi untuk terkena stroke dengan perbandingan 1,33:1,tujuh puluh persen dari pasien yang selamat akibat strokemempunyai disabilitas pekerjaan yang permanen dan sekitar25% mengalami demensia vaskular.4

Stroke yang disebut juga gangguan perdarahanpembuluh darah otak adalah sindrom gangguan serebri yangbersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Gangguantersebut akibat penyumbatan lumen pembuluh darah olehtrombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darahotak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah, danperubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Prosesini dapat tidak menimbulkan gejala dan akan muncul secaraklinis jika aliran darah ke otak turun sampai tingkat melampauibatas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitasfungsi otak.2

Faktor risiko penyakit ini adalah umur, jenis kelamin,suku bangsa, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus,genetik, obesitas, diet, hiperkolestrolemia, merokok dan

Page 2: Depresi Pasca

kurangnya aktivitas fisik.1-4

Etiologi Stroke1

Ada empat kategori stroke:1. Trombosis aterosklerotik: sering terjadi akibat interaksidinamik antara hipertensi dan aterosklerotik pada dindingpembuluh darah perifer, otak dan koroner2. Emboli serebri: stroke dapat disebabkan trombosis darijantung yang berjalan ke arteri karotis. Emboli bisa jugaakibat plak ateromatosus dalam karotis atau emboli udaradalam arteri karotis interna.3. Perdarahan: terjadi pada sekitar 25% penderita sroke.Dapat disebabkan oleh hipertensi, ruptur arteriovenousmalformation (AVM).4. Lakuna, terjadi pada sekitar 20% kasus. Biasanya terjadiakibat oklusi arteri serebri yang kecil. Sering terdapat ditalamus, ganglia basalis, kapsula interna dan batang otak.Diagnosis Stroke2

Stroke sebagai suatu proses penyumbatan darah otakmempunyai sifat klinik yang spesifik sebagai berikut:

a. Timbul mendadakb. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateralterhadap pembuluh yang tersumbatc. Kesadaran dapat menurun terutama jika terjadi perdarahanotak. Pada stroke iskemik hal ini jarang terjadi.Anamnesis dengan pasien dan keluarga pasien menunjukkanadanya kelumpuhan anggota sebelah badan,mulut mencong, bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasidengan baik. Pada pasien stroke sering dijumpai faktor-faktorrisiko yang menyertai misalnya penyakit diabetes, hipertensidan penyakit jantung.Gambaran klinik yang sering terdapat pada pasienstroke adalah defisit neurologis seperti hemiparese, afasia,gang-guan kognisis dan gangguan fungsi sensoris. Selainitu stroke juga dapat menyebabkan gangguan perilaku danemosi yang disebabkan oleh lesi di otak atau akibat reaksipsikologis akibat hendaya dan disabilitasnya.1

Pegangan klinisi untuk membuat diagnosis stroke masihmemiliki keterbatasan. Sebelum ditemukannya CT Scanketepatan diagnosis klinis mengenai stroke hemoragik 65%sedangkan untuk stroke non hemoragik adalah 57%. Setelahadanya CT Scan persentase penyebab stroke adalah sebagaiberikut :- 52%-70% : infark non embolik- 7%-25% : perdarahan intra serebral primer- 7%-9% : tidak diketahui sebabnya- 6% : TIA-5%-10% : perdarahan subarakhnoid- 3% : neoplasma- 2%-5% : embolusSetelah dilakukan CT Scan rutin dalam kasus-kasusstroke diketahui 19% berupa stroke hemoragik dan 81%berupa stroke non hemoragik.6

Page 3: Depresi Pasca

Depresi Pasca-StrokeGangguan depresi mungkin merupakan gangguanemosional yang paling sering dihubungkan dengan penyakitserebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien stroke mengalamidepresi setelah serangan stroke 1,4

Kepustakaan mengatakan bahwa gejala depresi pascastroke sama dengan gejala depresi fungsional seperti adanyarasa sedih atau gangguan afek, anhedonia, tidak bertenaga,sulit konsentrasi, nafsu makan menurun, penurunan libido,gangguan tidur pada malam hari dan adanya ide-ide bunuhdiri. Duapuluh enam persen depresi pasca-stroke adalahpenderita dengan sindrom depresi berat sedang sisanyaadalah dengan sindrom depresi ringan.1

Suatu penelitian mengatakan bahwa pada pasien pascastrokeyang mengalami depresi, akan terjadi peningkatanpersentase mortalitas, bahkan pada pasien yang lebih mudadan tidak mempunyai penyakit kronis yang terlalu banyakdibanding pasien yang tidak depresi, angka kematian tetap

tinggi pada pasien depresi pasca-stroke dan yang didiagnosisgangguan jiwa lain akibat stroke.EtiologiWalaupun penyebab depresi pasca-stroke tidak diketahuinamun beberapa penelitian mengatakan lokasi jejaspada otak memegang peranan penting. Penelitian melaporkansebuah hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otakdengan kejadian depresi pasca-stroke di lesi hemisfer kiri.Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya tingkatkeparahan depresi dengan jauhnya batas anterior lobus frontalis,walaupun demikian tidak semua lesi pada hemisfer kirimenyebabkan depresi pasca-stroke.4,7

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengandepresi mempunyai riwayat gangguan psikiatrik atau adanyakeluarga yang menderita gangguan psikiatrik. Sebagaitambahan, hubungan depresi dengan ketidakmampuanfungsi fisik. Hal ini tidak ditemukan pada semua penelitian,sehingga keparahan ketidakmampuan dalam fungsi fisik tidakada hubungannya dengan keparahan depresi.7

Depresi lebih sering terjadi pada pasien afasia non fluentdibanding yang afasia fluent, walaupun secara sebabakibat tidak ada hubungan antara depresi dengan afasia.Adanya hubungan antara afasia non fluent dengan depresipasca-stroke dapat dijelaskan dengan bukti adanya lesi otakyang menyebabkan afasia non fluent juga mungkinmenyebabkan depresi.7 Hal berbeda disebutkan olehkepustakaan lain bahwa pasien stroke dengan afasia ringanmenderita depresi lebih sering dibandingkan pasien strokedengan afasia global. Hal ini disebabkan pasien dengan afasiaringan mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap ketidakberdayaannya.1

DiagnosisTidak mudah mendiagnosis depresi pada penderitapasca-stroke terutama jika pasien tersebut mengalami afasia.Adanya ekspresi kesedihan akibat kelemahan otot wajah,apatis yang disebabkan lesi pada hemisfer kanan atau adanyaaprosodi akan menyesatkan diagnosis pada stroke.

Page 4: Depresi Pasca

Indikasi yang dapat membantu diagnosis depresi padastroke antara lain bila didapatkan perubahan kepribadian ataumood, kehilangan berat badan dalam waktu singkat, pola tiduryang kacau dan kemajuan minimal rehabilitasi.Dexamethason Suppression TestTes ini tidak menunjukkan kegunaan sebagai alat diagnostikyang meyakinkan. Beberapa penilitian menunjukkansebuah hubungan secara statistik antara gangguan depresipasca-stroke dengan kegagalan untuk menekan serumkortisol dengan pemberian deksametason namun spesifisitasnyasecara umum tidak terlalu berguna untuk digunakansebagai alat diagnostik. Telah dikemukakan pendapat bahwadepresi pasca-stroke berhubungan dengan hilangnya

norepinefrin dan serotonin yang disebabkan lesi frontal atauganglia basal.Sebuah studi tentang hormon pertumbuhan (growthhormone) menemukan bahwa respon hormon secarasignifikan menumpul pada pasien depresi pasca-stroke. Halini menunjukkan kehilangan fungsi reseptor adrenergik 2merupakan pertanda yang penting untuk depresi pascastroke.Sensitivitas tes ini 100% dengan spesifisitas 75%.7

PenatalaksanaanPsikofarmakoterapiPenderita depresi pasca-stroke dapat diberikan antidepresi.Penderita dianjurkan untuk mulai terapi dengan dosiskecil terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk meminimalkanefek samping. Perlu diingat penggunaan subterapeutik tidakdianjurkan. Tidak ada satupun jenis antidepresan yangkhusus untuk pengobatan depresi pasca-stroke.2 Kepustakaanlain mengatakan bahwa antidepresan trisiklik sepertiamitriptilin berguna juga untuk menghilangkan gejalapseudobulbar yaitu tertawa dan menangis patologis yangdikaitkan dengan stroke. Penggunaan golongan trisklik yangjuga mempunyai efek antiaritmia menyebabkan obatantiaritmia lain dapat dihentikan atau dikurangi dosisnya.Fluolestine merupakan SSRI dengan efek antikolinergikringan. Dikatakan fluolestine efektif untuk pasien depresipasca-stroke. Karena kurang menimbulkan kenaikan beratbadan, obat-obat ini dapat dipakai oleh pasien depresi yanggemuk atau ada riwayat penambahan berat badan selamapemakaian trisiklik. 1 Perlu diperhatikan obat yang diminumpenderita sebelum terkena stroke seperti obat anti hipertensimisalnya beta-blocker atau metildopa karena obat-obatantersebut dapat menimbulkan depresi.2

Penderita stroke yang mengalami depresi harusdiberikan antidepresan agar tidak terjadi peningkatanmortalitas akibat stroke ataupun depresi pasca-strokenya.Terjadi peningkatan mortalitas pada pasien stroke iskemikyang mengalami depresi. Penggunaan antidepresan telahterbukti dapat menurunkan angka mortalitas pasien depresipasca-stroke.8,9 Penelitian lain mengatakan adanyapenemuan yang mengejutkan bahwa pada pasien yangmenerima pengobatan aktif dengan antidepresan terdapatkecenderungan untuk selamat dari penyakitnya. Keuntungan

Page 5: Depresi Pasca

pemakaian antidepresan tetap siginifikan di atas keadaanlain yang menyertai keadaan stroke seperti usia, tipe stroke,adanya penyerta diabetes melitus dan kekerapan gangguandepresif.9

Terapi elektrokonvulsif bisa diberikan pada penderitadepresi pasca-stroke yang tidak ada komplikasi lainnya.Psikoterapi dan terapi lainnya seperti fisioterapi dan terapiokupasi diberikan bersama-sama dengan terapi medikamentosauntuk strokenya.2

PsikoterapiPsikoterapi individu, terapi keluarga, dan terapi

kelompok dapat diberikan kepada pasien stroke denganemosi.Psikoterapi IndividuAdanya gangguan kognitif, perjalanan penyakit yangkronis, dan perawatan di rumah sakit yang berulang dapatmenimbulkan gangguan emosional sehingga pasienmemerlukan ventilasi, dukungan, perbaikan mekanisme danmentolerir terhadap ketidakmampuannya dan ketergantungannya.Terapis dapat memberikan terapi suportif sepertimengangkat kembali harga diri pasien yang menurun.Psikoterapi KeluargaAdanya hubungan antara fungsi keluarga dengankesembuhan dari gangguan emosional pasca-stroke. Kritikanlingkungan atau lingkungan yang sangat terlibat dapatmemperlambat penyembuhan. Perbaikan atau penguranganperawatan di rumah sakit tergantung dari kemampuan keluargauntuk menurunkan ekspresi emosinya. Terapi keluargamerupakan komponen perencanaan terapi yang komprehensifpada pasien gangguan emosional pasca-stroke. Tujuan terapikeluarga adalah untuk mengurangi disfungsi tingkah lakupada anggota keluarga dalam berhubungan dengan pasien.Terapi KelompokTujuan terapi kelompok adalah untuk mengurangiisolasi, mendorong hubungan interpersonal. Terapi dapatmemperbaiki harga diri, orientasi, tingkah laku, pemecahanmasalah, mengurangi depresi dan ansietas. Suatu terapikelompok yang efektif ditandai dengan terbentuknya lingkunganterapeutik yang kohesif dan berkembangnya hubunganyang saling mendukung, sehingga dapat memberikankesempatan perbaikan adaptasi terhadap disabilitas yangsebenarnya dapat menimbulkan gangguan emosi.1

PrognosisTerdapat beberapa penelitian tentang prognosis pasiendepresi pasca-stroke. Penelitian di rumah sakit tidak menunjukkanprognosis yang baik, tetapi menurut penelitiankomunitas didapatkan perbaikan setelah 1 tahun. Penelitianlain mengatakan penderita stroke dengan depresi selama 1tahun akan sulit mengalami perbaikan.2

Peningkatan angka kematian pada penderita depresipasca-stroke juga berhubungan dengan ketidakpatuhanpasien dalam rangka pengobatan untuk keadaan akibatstrokenya. Pasien juga terkadang enggan dalam meelakukanupaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya

Page 6: Depresi Pasca

keberulangan stroke. Apalagi jika terdapat penyakit penyertalain seperti diabetes melitus, pasien biasanya mempunyaikepatuhan yang kurang untuk menerapkan dietnya dalamrangka mengontrol gula darah sehingga peningkatan guladarah menjadi tidak terkontrol dan komplikasi kardiovaskulerlebih mudah terjadi. Dengan demikian prognosis juga menjadikurang baik.9

Peranan keluarga maupun pengertian dari penderitasendiri mengenai stroke akan mempengaruhi prognosis,terutama pengertian tentang serangan stroke yang tiba-tibadan kondisi penyembuhan yang terjadi sangat lambat perluditerima dengan lapang dada oleh penderita dan keluarganya.Fisioterapi, formal psikoterapi dan terapi kognitif harusdirencanakan dengan baik untuk mendapatkan hasil akhiryang optimal.2

KesimpulanPenyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakansalah satu penyakit yang banyak menimbulkan kecacatandan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebabkematian ketiga di dunia. Depresi sebagai suatu sindromsangat sering dijumpai pada pasien pasca-stroke. Penelitianmelaporkan hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesiotak dengan kejadian depresi pasca-stroke pada lesi dihemisfer kiri. Ada hubungan depresi dengan ketidakmampuanfungsi fisik yang diderita pasien pasca-stroke. Pengobatanpasien depresi pasca-stroke dapat dengan cara farmakoterapiyaitu dengan obat-obatan anti depresan dan juga denganpsikoterapi terhadap pasien.

Daftar Pustaka1. Amir N. Penatalaksanaan Pasien Stroke dengan Gangguan Emosi.Jiwa Indon Psychiatry Quarter 1998;XXXI:2:169-72.2. Misbach J. Stroke Aspek Diagnosis Patofisiologi dan Manajemen.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1999.3. Lumempouw SF. Gangguan Neurobehavior dan Cedera Otak. EthicalDigest 2005 April; 14(III).4. Cummings JL, Trimble MR. Stroke and Brain Tumors in: Conciseguide to Neuropsychiatry and behavioral neurology. Washington:American Psychiatric Press;1995.5. Birkett DP. Psychiatry of Stroke. Washington: American PsychiatryPress;1996.9.416.6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. 6thed.DianRakyat;1994.7. Kaplan HI, Sadock BJ. Neuropsychiatric aspect of cerebrovasculardisease and tumor. Dalam: Comprehensive textbook of NeuropsychiatryVol. 17th ed. Baltimore: William&Wilkins;2000.p.187-94.8. Williams L, Ghose SS, Swindle RW. Am J Psychiatry 2004June;161:1090-95.9. Jorge RE, Robinson RG, Arndt S, Starkstein S. Am J Psychiatry.2003 Oct; 160:1823-9.HQ85

Page 7: Depresi Pasca

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.6

Gangguan neurologis yang sering diikuti depresi adalah multiple sclerosis, demensia Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, dan epilepsi. Lokasi paling sering dari stroke untuk munculnya depresi adalah lesi pada lobus frontal kiri.7,8

2.2 Stroke

Stroke atau disebut juga cerebrovascular disease (CVD) adalah simtom gangguan serebri yang bersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Gangguan sirkulasi otak tersebut dapat disebabkan oleh hipoperfusi ekstrakranial, trombosis, perdarahan intrakranial, emboli, hipertensi, arterosklerosis, anoksia, dan gangguan darah seperti polisitemia.9

World Health Organization (WHO) mendefinisikan stroke sebagai suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak, baik Universitas Sumatera Utara

Page 8: Depresi Pasca

sebagian ataupun menyeluruh, secara tiba – tiba disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.

Stroke terjadi ketika aliran suplai darah untuk otak tiba - tiba terganggu atau ketika pembuluh darah di otak menjadi pecah, sehingga darah tumpah disekitar sel pada otak. Gejala dari stroke tiba – tiba muncul dan sering lebih dari satu gejala pada waktu yang bersamaan, seperti : 12 5,10,11

• Tiba tiba kebas atau terjadi kelemahan pada wajah, lengan, kaki, khususnya pada salah satu bagian tubuh.

• Tiba – tiba menjadi bingung, sulit berbicara, atau perkataan yang sulit dimengerti. • Terjadi gangguan pada penglihatan pada salah satu atau kedua belah mata. • Tiba – tiba menjadi sulit berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau kordinasi. • Tiba – tiba terjadi sakit kepala yang hebat tanpa diketahui penyebabnya.

Faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya stroke adalah hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan perokok. Termasuk pengkonsumsi alkohol, tinggi kadar kolesterol, penggunaan obat terlarang, genetik, khususnya gangguan pembuluh darah. 12

Stroke dapat terjadi pada semua golongan usia namun tiga perempat serangan stroke terjadi pada orang – orang dengan usia 65 tahun keatas. 12 Menurut data statistik stroke terbanyak dijumpai pada usia diatas 55 tahun, Universitas Sumatera Utara

Page 9: Depresi Pasca

walupaun dapat terjadi pada semua golongan usia. Insidens stroke karena perdarahan lebih sering terjadi pada usia 40 – 60 tahun sedangkan akibat infark (emboli trombus) lebih sering dijumpai pada usia 60 – 90 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan Ecktstrorn dan kawan - kawan, juga penelitian yang dilakukan oleh Suharso, insiden menurut jenis kelamin tidak ada perbedaan bermakna antara pria dan wanita.

Depresi yang terjadi setelah stroke disebut juga sebagai depresi pasca stroke. Hal ini merupakan konsekuensi yang sering terjadi, dan mempunyai akibat yang negatif pada masa penyembuhan dari fungsi motorik dan kognitif. Prevalensi terjadinya depresi pasca stroke berkisar antara 5% hingga 63% pada beberapa penelitian cross sectional, dimana hal ini sering terjadi 3 hingga 6 bulan setelah stroke.7,18 Prevalensi depresi dapat menurun sampai 16% pada 12 bulan, 19% pada 2 tahun, dan meningkat sampai 29% pada 3 tahun. 4

Menurut Masdeu dan Solomon, penderita stroke cenderung mudah menderita gangguan jiwa karena adanya perubahan yang tiba – tiba terhadap seseorang akibat ketidakmampuannya untuk menggunakan anggota badan mereka, adanya ketidakmampuan mereka berkomunikasi, mudah menyebabkan timbulnya gangguan penyesuaian. Sedangkan menurut Horvath dan kawan - kawan, gejala psikiatri yang paling sering dijumpai pada penyakit pembuluh darah otak adalah gejala depresi. 4 4 2.3 Depresi Pasca Stroke Universitas Sumatera Utara

Page 10: Depresi Pasca

Dari 600.000 pria dan wanita Amerika mengalami stroke yang pertama atau berulang setiap tahunnya, diperkirakan 10-27% mengalami depresi berat, dan 15-40% mengalami beberapa gejala – gejala depresi.11 Menurut penelitian yang dilakukan Kaplan dan kawan - kawan, perubahan psikologi yang terjadi mempunyai kaitan dengan lokasi lesi di otak.4

Lokasi yang sering dihubungkan dengan simtom depresi adalah lesi pada lobus frontalis, lobus temporalis, dan bangsal ganglia terutama nukleus kaudatus.12 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi lebih sering dijumpai pada lesi stroke di hemisfer kiri.4,13,14

Mayer mengatakan bahwa ada hubungan antara kelainan emosi dengan lokasi kerusakan otak pada penderita stroke. Babinski juga menyatakan bahwa pasien stroke dengan kerusakan hemisfer kanan sering menampakkan gejala – gejala eforia dan sikap tidak peduli.9 Selain itu, Bleuer mengatakan bahwa terdapat melankolia selama beberapa bulan bahkan lebih lama pada pasien pasca stroke.9 Robinson menyatakan bahwa lesi pada left anterior cerebral lebih signifikan untuk terjadinya depresi daripada lesi left posterior.15,16

Tetapi hal ini berbeda dengan penelitian systemic review yang dinyatakan oleh Carson dan kawan - kawan, dimana mereka menemukan dari 34 kelompok penelitian yang dilakukan, lokasi lesi tidak selalu berhubungan dengan depresi.8,15

Penelitian tentang hubungan antara stroke dan penyakit psikiatri berfokus pada depresi yang merupakan efek dari stroke, yang menyebabkan munculnya insiden depresi pasca stroke yang berkisar 20 - 50% setelah 1 Universitas Sumatera Utara

Page 11: Depresi Pasca

bulan hingga 1 tahun setelah kejadian stroke.Bentuk dan perjalanan penyakit depresi pada pasien pasca stroke masih belum jelas,

tetapi tidak sekedar merupakan reaksi dari stres psikis, fisik ataupun hendaya fungsi kognitif saja. Penyebab depresi pada keadaan pasca stroke ini tidak sederhana atau multi faktorial. Beberapa faktor yang dianggap sebagai kausa depresi pasca stroke antara lain adalah pengaruh gangguan anatomik, gangguan neurohormonal / neurotransmiter, dan psikologis. 4

Munculnya atropi kortikal dan pembesaran dari ventrikel juga merupakan faktor risiko penting terjadinya depresi pasca stroke. Starkstein dan teman – teman melakukan penelitian terhadap atropi subkortikal pada otak melalui CT scan yang terjadi setelah stroke. Pasien yang mengalami depresi pasca stroke secara signifikan mengalami atropi yang besar dibandingkan pasien stroke yang tidak mengalami depresi. Sebagai tambahan, lesi subkortikal yang kecil pada hemisfer kiri lebih sering berhubungan dengan 15,17 Meta analisis dari faktor risiko timbulnya depresi setelah stroke diidentifikasi mempunyai riwayat depresi pada masa dahulu, riwayat penyakit psikiatri, disfasia, gangguan fungsional, hidup sendiri, dan social isolation merupakan prediksi terpenting munculnya depresi. Lesi pada sisi kiri, khususnya lesi pada lobus frontal kiri mempunyai frekuensi yang lebih besar sebagai faktor risiko munculnya depresi pasca stroke. Pada suatu analisis dari 48 penelitian dengan data yang adekuat, bagaimanapun juga, tidak ada bukti - bukti antara lokasi lesi dengan kemungkinan terjadinya depresi. 17

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Depresi Pasca

frekuensi yang tinggi terjadinya depresi dibandingkan lesi pada hemisfer kanan. Beck Depression Inventory (BDI) merupakan suatu skala yang dapat digunakan

sebagai alat skreening pada pasien depresi yang timbul akibat stroke. BDI terdiri dari 21 pertanyaan yang sering digunakan pada penelitian depresi pasca stroke. BDI mempunyai cutoff point optimal dengan nilai 10, sensitivitas 80.0, dan spesifisitas 61.4. 19

Pasien dengan depresi pasca stroke lebih lambat penyembuhan atau perbaikan fungsi fisik maupun kognitifnya dibandingkan dengan pasien stroke tanpa depresi. Juga 3 – 4 kali lebih cepat berakibat fatal dalam kurun waktu 10 tahun setelah mengalami stroke. Stroke merupakan suatu stressor psikososial yang berat bagi penderita maupun pasangannya, yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan baik. 4

Pasien Stroke : Depresi pasca stroke 18 2.4 Beck Depression Inventory (BDI) 2.5 Kerangka Konsep • Umur penderita • Jenis kelamin • Tingkat pendidikan • Pekerjaan • Status perkawinan • Lokasi lesi Universitas Sumatera Utara