deni apriyanda program studi kesehatan masyarakat …
TRANSCRIPT
GAMBARANKEJADIANGEJALA CARPAL
TUNNELSYNDROME(CTS) PADA PEKERJA
PEMARUT KELAPADI PASAR-PASAR
TRADISIONAL
KOTA PONTIANAK
SKRIPSI
Oleh :
DENI APRIYANDA
NPM : 101510229
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2017
ii
GAMBARAN KEJADIAN GEJALA CARPAL
TUNNELSYNDROME(CTS) PADA PEKERJA
PEMARUT KELAPA DIPASAR-PASAR
TRADISIONAL
KOTA PONTIANAK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Menjadi
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)
Oleh :
DENI APRIYANDA
NPM : 101510229
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
iii
2017
PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pontianak dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian
Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)
pada Tanggal 29Agustus 2017
Dewan Penguji :
1. Tedy Dian Pradana, S.K.M., M.Kes : ……………………..
2. Selviana, S.K.M., M.P.H : ……………………..
3. Rochmawati, S.K.M., M.Kes : ……………………..
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
DEKAN
(Dr. Linda Suwarni, S.K.M., M.Kes)
iv
NIDN. 1125058301
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
GelarSarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)
Peminatan Kesehatan Lingkungan
Oleh :
DENI APRIYANDA
NPM : 101510229
Pontianak, 29Agustus 2017
Mengetahui,
Pembimbing I
(Tedy Dian Pradana, S.K.M, M.Kes)
NIDN.1204097901
Pembimbing II
(Selviana, S.K.M, M.P.H)
NIDN.1122028801
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Segala proses dalam
penyusunan skripsi saya jalankan melalui prosedur dan kaidah yang benar serta
didukung dengan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Jika di kemudian hari ditemukan kecurangan, maka saya bersedia untuk menerima
sanksi berupa pencabutan hak terhadap ijasah dan gelar yang saya terima.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Pontianak, 29Agustus 2017
DENI APRIYANDA
NPM : 101510229
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Pengetahuan adalah kekuatan, dan pengalaman adalah
guru yang terbaik”
Alhamdulillah,
Karya ilmiah ini untukmu
Ayah, Ibu, yang tak pernah lelah
memperjuangkankuuntuk terus maju
IDENTITAS
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
vii
BIODATA PENULIS
: Deni Apriyanda
Tempat, Tanggal Lahir : Mempawah, 19April 1989
: Laki-laki
: Islam
viii
Nama Orang Tua
1. Bapak : Suhaidi Bakiran
2. Ibu :Suparni
Alamat : Jl. Bardannadi, RT 002, RW 001, Kecamatan
Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah
JENJANG PENDIDIKAN
1. SD : 1997 – 2003 di SDN 15 Mempawah
2. MTs : 2003 – 2006 di MTsN 1 Mempawah
3. MA :2006 – 2009 di Ponpes Darussalam Sengkubang
4. S1 Kesehatan Masyarakat : Tahun 2010 – 2017 di Universitas Muhammadiyah
Pontianak
PENGALAMAN KERJA
Tenaga Teknis : Tahun 2012 – sekarang di PDAM Mempawah
ABSTRAK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
SKRIPSI, 29 AGUSTUS 2017
DENI APRIYANDA
GAMBARAN KEJADIAN GEJALA CARPAL TUNNEL SYNDROME
(CTS) PADA PEKERJA PEMARUT KELAPA DI PASAR-PASAR
TRADISIONAL KOTA PONTIANAK
xix + 97 Halaman + 27 Tabel + 6 Gambar + 9 Lampiran
Gejala CTSditemukan pada sejumlah pekerja informal sebagai operator mesin
parut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak. CTSadalah salah satu
gangguan neurologispada pergelangan tangan yang paling umum terjadi
akibatadanya penekanan terhadap nervus medianus di terowongan karpus. Tujuan
penelitian ini untukmengetahui gambaran kejadian gejala CTS pada pekerja
pemarut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.Penelitian ini
menggunakan rancangan deskriptif. Sebanyak 50 orang didatasebagaitotal
populasi pekerja pemarut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak. Data
diolah menggunakan analisis statistik univariat. Variabel penelitian meliputi masa
kerja, lama kerja, intensitas getaran, riwayat penyakit/gangguan klinis lainnya,
ix
pengobatan dan kejadian gejala CTS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18,0%
pekerja masa kerjanya > 10 tahun; 36,0% pekerja lama kerjanya > 8 jam per hari;
28,0% pekerja terpapar getaran mekanissetara dengan intensitas > 4 m/s2; 24,0%
pekerja mengalamipenyakit/gangguan klinis lainnya; 12,0% pekerja
mengkonsumsi obat anti nyeri dan piridoksin; serta 72,0% pekerja didiagnosis
mengalami gejala CTS. Pemerintah setempat harus memberi perhatian kepada
pekerja pemarut kelapa melalui pembinaan kesehatan kerja dan pengawasan
kelayakan mesin yang mereka gunakan. Pekerjajuga harus memperhatikan
kecepatanputaran mesin, lama kontak dan giliran penggunaan mesin sebaik
mungkin untuk mengurangi paparan getaran mekanis terutama saat kebutuhan
kelapa parut segar meningkat, sertaberkonsultasi dengan dokter atau fisioterapis
untuk mencegah kelumpuhan saraf medianus atau kecacatan akibat pekerjaannya.
Kata Kunci : Gejala CTS, Getaran Mekanis, Pekerja Pemarut Kelapa.
Pustaka : 63 (1995 – 2017).
ABSTRACT
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
THESIS, AUGUST 29th
2017
DENI APRIYANDA
THE FIGURES OFCARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) SYMPTOMS
OCCURRED ON GRATED COCONUT WORKERS AT TRADITIONAL
MARKETS IN PONTIANAK CITY
xix + 97 Pages + 27 Tables + 6 Figures + 9Attachments
CTS symptoms were foundin a number of informal workers as the operator of
coconut grater machines at traditional markets in Pontianak. CTSis one of
common neurologicdisorders atwristdue to compressionon median nervein carpal
tunnel.The purpose of this study wasgettingthe figures of CTS symptoms occurred
ongrated coconut workersat traditional markets in Pontianak.This study uses
descriptive design. A number of 50 personswere recordedas total population
ofgrated coconut workersat traditional markets in the City of Pontianak. Data
were analyzed statistically into univariate. The variables are years of working,
length of work time, vibration intensity, the other disease/medical disorders
x
history, treatment and the CTS symptom. The results show there are 18,0% of
them worked> 10 years; 36,0% of themworked> 8 hours a day; 28,0% of them
were exposured by vibration with intensity equal to > 4 m/s2; 24,0% of them has
the other disease/medical disorders; 12,0% of them consuming analgesic and
piridoksin; and 72,0% of them were diagnosedas workers withCTS symptom. The
local goverment should be aware to these grated coconut workers
throughoccupational health promotion and supervising their machines feasibility.
The workers should also consider their rotary engine speed, length of exposure
timeand the turning time of handlingas good as possibleto reducemechanical
vibration exposure, especiallywhile fresh grated coconut in increasing demand,
and thenconsultwith a physicianorphysiotherapistto preventmedian nerve paralysis
or disability due to their work.
Keywords : CTS Symptoms, Mechanical Vibration, Grated Coconut Workers.
Bilbliography : 63 (1995 – 2017).
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
karuniadan rahmat-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapatmenyelesaikan
penyusunanskripsiyang berjudul“Gambaran Kejadian GejalaCarpal Tunnel
Syndrome (CTS) pada Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar TradisionalKota
Pontianak”.
Skripsiini merupakan wujud dari upaya penulis dengan dukungan dari
berbagai pihak sehingga dapat terlaksana sebagaimana yang direncanakan.Untuk
itu penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Helman Fachri, S.E., M.M,.selaku RektorUniversitas Muhammadiyah
Pontianak.
2. IbuDr. Linda Suwarni, S.K.M., M.Kes.,selakuDekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pontianak.
xi
3. Bapak Abduh Ridha, S.K.M., M.P.H., selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak.
4. Bapak Tedy Dian Pradana, S.K.M., M.Kes., selaku pembimbing utama yang
penuh kesabaran, ketekunan dan kesungguhan dalam memberikan bimbingan
selama menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Selviana, S.K.M., M.P.H., selaku pembimbing pendamping yang penuh
kesabaran, ketekunan dan kesungguhan dalam memberikan bimbingan
selama menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Rochmawati, S.K.M., M.Kes.,selaku penguji yang bersedia membimbing,
memberikan kritik dan masukan kepada saya dalam menyempurnakan skripsi
ini.
7. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan
dukungan dan bantuan yang sangat berharga selama mengikuti pendidikan.
8. Teman-teman mahasiswa/i kelas regular B angkatan 2010 dan kelas pindah
jalur angkatan 2012, khususnya kelas peminatan Kesehatan Lingkungan yang
turut memberikan semangat hingga kini.
9. Orang tuadan keluarga tercinta yangsenantiasa memberi dukungan moril
dannasehat yang sangat berarti bagi saya untuk terus menimba ilmu dan
mengembangkan kemampuan diri.
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, saya ucapkan
terima kasih.
Semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah penulis terima,
senantiasamendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin ya Rabbal
‘alamin.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunanskripsi ini tentunya tidak
luput dari kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan bimbingan lebih
lanjut dari berbagai pihak, serta kritik yang membangun demi kesempurnaan
penyusunanskripsi ini.Wassalam.
Pontianak, 29Agustus 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL DALAM ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi
BIODATA PENULIS ...................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah Penelitian ............................................... 8
I.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 8
I.3.1 Tujuan Umum .......................................................... 8
I.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 8
I.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 9
I.4.1 Bagi Pekerja Pemarut Kelapa .................................. 9
I.4.2 Bagi Pemerintah Kota Pontianak ............................. 9
I.4.3 Bagi Institusi Keilmuan dan Peneliti Lainnya ........ 10
I.5 Keaslian Penelitian ............................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 12
II.1 Carpal Tunnel Syndrome (CTS) ........................................ 12
II.1.1 Anatomi Pergelangan Tangan ................................ 12
II.1.2 Definisi CTS .......................................................... 13
II.1.3 Etiologi CTS .......................................................... 14
II.1.4 Patofisiologi CTS ................................................... 16
II.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi CTS ............... 17
II.1.6 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ................ 31
II.1.7 Mesin Pemarut Kelapa ........................................... 32
II.1.8 Penegakan Diagnosis ............................................. 33
II.1.9 Penatalaksanaan ..................................................... 39
II.2 Kerangka Teori .................................................................. 42
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL .................................................... 43
III.1 Kerangka Konsep ............................................................... 43
xiv
III.2 Variabel Penelitian ............................................................. 44
III.3 Definisi Operasional .......................................................... 44
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................. 48
IV.1 Desain Penelitian ............................................................... 48
IV.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................ 48
IV.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................... 49
IV.3.1 Populasi Penelitian .................................................. 49
IV.3.2 Sampel Penelitian .................................................... 49
IV.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data .......................... 51
IV.4.1 Sumber Data ........................................................... 51
IV.4.2 Cara Pengumpulan Data ........................................ 52
IV.4.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................ 53
IV.4.4 Pelaksanaan Pengumpulan Data ............................ 54
IV.5 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data ............................. 54
IV.5.1 Teknik Pengolahan Data ........................................ 54
IV.5.2 Teknik Penyajian Data ........................................... 56
IV.6 Teknik Analisa Data .......................................................... 56
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 58
V.1 Gambaran Umum ............................................................... 58
V.1.1 Gambaran Umum Lokasi ....................................... 58
V.1.2 Gambaran Umum Pekerja Pemarut Kelapa ........... 60
V.1.3 Gambaran Kegiatan Penelitian .............................. 62
V.2 Hasil Penelitian .................................................................. 64
V.2.1 Karakteristik Individu Pekerja Pemarut Kelapa ..... 64
V.2.2 Karakteristik Penggunaan Mesin Parut Kelapa ..... 69
V.2.3 Hasil Analisa Univariat ........................................... 73
V.3 Pembahasan ........................................................................ 82
V.3.1 Gambaran Karaketristik Pekerja Pemarut Kelapa .. 82
V.3.2 Gambaran Penggunaan Mesin Parut Kelapa .......... 84
xv
V.3.3 Gambaran Faktor CTS ............................................ 85
V.3.4 Keterbatasan Penelitian .......................................... 93
BAB VI PENUTUP ................................................................................. 95
VI.1 Kesimpulan ........................................................................ 95
VI.2 Saran ................................................................................. 96
VI.2.1 Bagi Pekerja Pemarut Kelapa ................................ 96
VI.2.2 Bagi Pemerintah Kota Pontianak ........................... 97
VI.2.3 Bagi Institusi Keilmuan dan Peneliti Lainnya ......... 97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
I.1 Keaslian Penelitian ............................................................................... 10
II.1 Pengulangan Risiko Tinggi oleh Bagian Tubuh .................................. 26
II.2 Pengendalian Waktu Pemaparan Menurut Nilai Percepatan Getaran
Mekanis Tangan-Lengan ....................................................................... 30
III.1 Definisi Operasional Penelitian ........................................................... 44
V.1 Distribusi Umur Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional
Kota Pontianak ..................................................................................... 64
V.2 Distribusi Frekuensi Relatif Tingkatan Umur Pekerja Pemarut
Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 64
V.3 Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal, Status
Kehamilan dan Menopause pada Pekerja Perempuan Pemarut
Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak .............................. 65
xvi
V.4 Distribusi Frekuensi Relatif Tingkat Pendidikan Pekerja Pemarut
Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 66
V.5 Distribusi Lingkar Pergelangan Tangan Pekerja Pemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 67
V.6 Distribusi Frekuensi Relatif Lokasi Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya ........................................................................................... 68
V.7 Distribusi Frekuensi Relatif Jumlah Mesin Parut Kelapa di Setiap
Lokasi Pasar Tradisional Kota Pontianak ............................................ 69
V.8 Distribusi Frekuensi Relatif Jumlah Operator Mesin Parut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 70
V.9 Distribusi frekuensi Penggunaan Tangan Dominan Pekerja Pemarut
Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 71
V.10 Distribusi Bobot Daging Buah Kelapa yang Diolah oleh Pekerja
Pemarut Kelapadi Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
Berdasarkan Jenis Kelaminnya ............................................................ 71
V.11 Distribusi Masa Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar
Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis Kelaminnya ............... 72
V.12 Distribusi Frekuensi Relatif Masa Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 73
V.13 Distribusi Frekuensi Relatif Hari Kerja Pekerja Pemarut Kelapadi
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 73
V.14 Distribusi Lama Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar
Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis Kelaminnya ............... 74
xvii
V.15 Distribusi Frekuensi Relatif Lama Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya ........................................................................................... 75
V.16 Distribusi Intensitas Getaran Mekanis yang Terukur pada Mesin
Parut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak ..................... 76
V.17 Distribusi Frekuensi Relatif Intensitas Getaran Mesin yang Terukur
pada Mesin Parut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak . 76
V.18 Distribusi Intensitas Getaran Mekanis yang Terpapar pada Pekerja
Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
Berdasarkan Jenis Kelaminnya ............................................................ 77
V.19 Distribusi Frekuensi Relatif Intensitas Getaran yang Terpapar pada
Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
Berdasarkan Jenis Kelaminnya ............................................................ 78
V.20 Distribusi Frekuensi Relatif Riwayat Penyakit/Gangguan Klinis
Lainnya pada Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional
Kota Pontianak Berdasarkan Jenis Kelaminnya .................................. 78
V.21 Distribusi Frekuensi Relatif Konsumsi Obat dan Suplemen oleh
Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
Berdasarkan Jenis Kelaminnya ............................................................ 79
V.22 Distribusi Skor Keluhan Klinis CTS pada Pekerja Pemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis
Kelaminnya .......................................................................................... 80
V.23 Distribusi Frekuensi Relatif Hasil Tes Phalen dan Diagnosa Gejala
CTS pada Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota
Pontianak Berdasarkan Jenis Kelaminnya ........................................... 81
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
II.1 Nervus Medianus, (A) Anatomi Terowongan Karpal, (B) Distribusi
Sensorik ................................................................................................ 13
II.2 Phalen’s Maneuver ............................................................................... 36
II. 3 Kerangka Teori .................................................................................... 42
III.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 43
V.1 Peta Kota Pontianak .............................................................................. 59
V.2 Alur Tahapan Penelitian ...................................................................... 60
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Permohonan Kepada Calon Responden.
Lampiran 2 : Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden Penelitian (Informed
Consent).
Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian.
Lampiran 4 : Daftar Tilik dan Pengukuran Penelitian.
Lampiran 5 : Lembar Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Lampiran 6 : Laporan Diagnosis.
Lampiran 7 : Hasil Pengujian Getaran.
Lampiran 8 : Hasil Analisis Statistik.
Lampiran 9 : Dokumentasi Penelitian.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Setiap orang perlu bekerja sebagai sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.Pekerjaan yang layak dan bersifat
manusiawimemungkinkan pekerja berada dalam kondisi selamat, bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Namun, estimasi global
yang dipublikasikan oleh International Labor Organization (ILO) pada
tahun 2002 salah satunya bahwa setiap tahun terjadi 160 juta penyakit
terkait kerja. Oleh karena itu, kesehatan kerja sebagai bagian dari
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perlu terus diupayakan dengan
tujuan agar pekerja selamat, sehat, produktif dan sejahtera (Kurniawidjaja,
2007).
Benezech dan L’Epee (1983) dalam Nurminto (2004) menyatakan
telah banyak penelitian ahli medis pada operator dengan suatu kondisi
kerja tertentu yang menggambarkan kecenderungan mengalami keluhan
muskuloskeletal, yang mana kebanyakankasusyang terjadi menimpa
pergelangan tangannya.Gangguan yang sering ditemukan pada areaini
adalah kelainan sendiatau kelainan sistem saraf (neurologis).Salah satu
gangguan neurologis pada area tersebut yang paling umumterjadi adalah
Carpal Tunnel Syndrome atau disingkat CTS(Rubenstein dkk, 2007).
Prevalensi CTS pada pekerja di Amerika Serikat dirilis oleh
National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) yang
2
mengutip dari hasil kegiatan National Health Interview Survey (NHIS) di
tahun 2010 melalui pengumpulan data Occupational Health Supplement
(OHS) yang secara retrospektif menggali kejadian CTS yang pernah
dialami responden dalam 12 bulan terakhir. Hasil estimasi prevalensi CTS
yang dilaporkan sendiri dari studi di tahun 2010 itu sebesar 3,1% atau
sekitar 4,8 juta dari populasi pekerja dewasa di sana (NIOSH, 2014).
NIOSH juga mempublikasikan sebuah studi literatur terbaru oleh
Dale dkk (2014) yang memberikan estimasi prevalensi CTS sebesar 7,8%
pada pekerja di Amerika Serikat. Studi itu dilakukan dari enam buah studi
prospektif pada pekerja di sana (NIOSH, 2014). Kedua publikasi di atas
menunjukkan kecenderungan peningkatan proporsi kasus CTS antara
tahun 2010 hingga 2014, sehingga pencegahan dan penanganan CTS
diperlukan guna menunjang produktivitas pekerja.
CTS diakibatkan terjadinya penekanan terhadap nervus medianus
di terowongan karpus (carpal tunnel) pada pergelangan tangan.Biasanya
timbul dengan gejala nyeri, baal dan atau kelemahan pada tangan yang
terkena (Gleadle, 2007).CTS umumnya bersifat unilateral di awal, tetapi
kemudian bisa menjadi bilateral, dan biasanya lebih berat terjadi pada
tangan yang dominan (Rambe, 2004).Tahap awal dari CTS umumnya
berupa gangguan sensorik saja, sedangkan gangguan motorik hanya terjadi
pada keadaan berat.Gejala awal berupa parestesia, kurang merasa
(numbness), atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan
setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi sensorik nervus
3
medianus.Pada tahap lanjut, dapat dijumpai atrofi (penyusutan) otot-otot
thenar dan otot-otot lainnya yang diinervasi oleh nervus medianus (Davis
dkk, 2005).
Kasus CTS umumnya bersifat ringan dan dapat hilang
sendiri.Namun, sindrom ini dapat pula menimbulkan kecacatan pada
pekerja.Selain menyebabkan rasa nyeri, CTS dapat pula membatasi fungsi-
fungsi pergelangan tangan dan tangan sehingga berpengaruh terhadap
pekerjaan sehari-hari.Pada kasus berat, jika tidak diobati maka otot-otot
ibu jari dapat mengalami atrofi dan gangguan sensorik pada jari bisa
menetap (Tana dkk, 2004).
American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyatakan
terdapat beberapa komorbiditas atau faktor manusia yang berpotensi
meningkatkan risiko CTS, terutama usia lanjut, jenis kelamin perempuan,
diabetes dan obesitas. Faktor risiko lainnya meliputi kehamilan, pekerjaan
tertentu, cedera karena gerakan berulang dan kumulatif, riwayat keluarga
yang kuat dan gangguan medis tertentu.Gangguan medis tersebut seperti
hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit
ginjal, trauma, predisposisi anatomi pergelangan tangan dan tangan,
penyakit menular dan penyalahgunaan zat (AAOS, 2008).
Sebagian besar kasus CTS tidak diketahui penyebabnya (Rambe,
2004).Penyebab CTS seringkali sukar dibedakan, apakah pengaruh
pekerjaan atau kondisi penyakit tertentu.Patogenesis CTS masih belum
jelas. Beberapa teori yang paling populer berupaya menjelaskan gejala dan
4
gangguan konduksi saraf ini, antara lain teori kompresi mekanik,
insufisiensi mikrovaskular dan getaran (Bahrudin, 2011).
Yanri (2001) menyatakan bahwa prevalensi CTS di Indonesia
dalam masalah kerjabelum diketahui secara pasti.Hingga kini, masih
sangat sedikit penyakit akibat kerja yang dilaporkan karena berbagai hal,
antara lain karena sulitnya diagnosis.Begitu pula dalam lingkup yang lebih
sempit, yaitu di tingkat provinsi maupun wilayah kabupaten/kota di
Kalimantan Barat.Mungkin penderita CTS umumnya menganggap
sindrom ini sebagai gangguan yang ringan kemudian dibiarkan sembuh
sendiri, atau dapat langsung diterapi melalui pemijatan atau terapi lainnya
sehingga tidak perlu berkonsultasi dengan dokter, atau tidak terdiagnosis
sebagai CTS di pelayanan kesehatan.Oleh karena itu, prevalensi kasus
CTS pada pekerja umumnya diperoleh melalui penelitian-penelitian yang
sudah dilakukan pada populasi pekerja tertentu.
Prevalensi kasus CTS tidak hanya diperoleh melalui penelitian
pada pekerja formal, tetapi juga diperolehmelalui penelitian pada pekerja
informal.Salah satu penelitian di sektor informal dilakukan oleh
Wahyuningrum dkk (2013) pada wanita pelinting jenang di tiga buah
industri rumahan di Desa Kaliputu, Kabupaten Kudus.Dalam proses
pembuatan jenang terdapat proses pemarutan kelapa menggunakan mesin
pemarut kelapa. Dari penelitian itu 44,4% pekerja mengalami CTS.
Sebagai pembanding, penelitian di sektor formal dilakukan oleh
Rusdi dan Koesyanto (2010) pada operator mesin bagian produksi di
5
industri pengolahan kayu Brumbung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Hasil penelitian menyatakan 57,6% pekerja mengalami CTS, dan terdapat
hubungan antara getaran mesin dengan kejadian CTS (p = 0,001). Begitu
pula penelitian Pangestuti dan Widajati (2014) pada pekerja gerinda di PT.
DPS yang bergerak di bidang dok dan perkapalan di Surabaya, didapati
87,2% pekerja mengalami CTS. Keluhan terbanyak pada usia 26-45 tahun
dengan masa kerja > 10 tahun, lama kerja 2-4 jam/hari, serta intensitas
getaran melebihi NAB sebesar 10-12 m/s2. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat hubungan antara usia (p = 0,009), masa kerja (p = 0,001),
penggunaan APD (p = 0,000) dan intensitas getaran (p = 0,000).
Salah satu kelompok pekerja informal yang juga terpapar getaran
mekanik pada lengan tangan adalah pekerja pemarut kelapa menggunakan
mesin pemarut kelapa.Tingginya kebutuhan kelapa parutterutama untuk
kebutuhan rumah tangga dan industri makanan menyebabkan tingginya
permintaan akan produksi kelapa parut segar setiap harinya dalam jumlah
massal.Penggunaan mesin pemarut kelapa menjadi alat utama yang sangat
diandalkan bagi para wirausahawan pemarut kelapa untuk memenuhi
permintaan pasar. Semakin tinggi kebutuhan pembeli untuk memperoleh
kelapa parut segar maka kinerja mesin semakin dipercepat, sehingga
menimbulkan getaran mesin yang semakin kuat. Paparan getaran mesin
pemarut kelapa pada tangan pekerja menjadi suatu hal yang tidak bisa
dihindari, karena prosedur penggunaan mesin yang menuntut hal
6
demikian.Oleh sebab itu, para pekerja ini berpotensi terkena CTS akibat
pekerjaannya.
Getaran merupakan salah satu faktor fisik yang ada di lingkungan
kerja yang berasal dari peralatan dan mesin yang bergetar dan dapat
menjalar ke tubuh manusia melalui lengan tangan pekerja (Budiono,
2003).Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
Nomor Per.13/MEN/X/2011, Nilai Ambang Batas (NAB) getaran alat
kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan
tangan pekerja ditetapkan sebesar 4 m/s2
untuk 8 jam kerja/hari atau 40
jam kerja/minggu.
Peneliti menemukan sejumlah kasus CTS pada pekerja informal
yang bergerak di bidang pemarutan kelapa di pasar-pasar tradisional Kota
Pontianak.Sebagai gambaran awal, pengamatan dan pengukuran
dilakukanterhadap10 orang pekerja pemarut kelapa dan 7 unit mesin
pemarut kelapa di 2lokasi pasartradisionalyang berbeda di wilayah
Pontianak Barat, yaitu Pasar Teratai dan Pasar Nipah Kuning. Sebanyak 4
orang pekerja menggunakan 1 unit mesin secara bergantian, sedangkan 6
orang lainnya menggunakan 1 unit mesinnya masing-masing.
Pengukuran intensitas getaran dilakukan oleh petugas Hiperkes
Provinsi Kalbar pada 4 unit mesindi Pasar Teratai dan 3 unit lainnya
diPasar Nipah Kuning.Adapun rata-rata intensitas getaran alat padabagian
yang kontak dengan tangan pekerja yaitu 3,62 m/s2 (2,91-4,03 m/s
2), yang
mana 42,9% (3 unit) mesin memiliki intensitas getaran mekanik melebihi
7
NAB yaitu > 4,0 m/s2 untuk 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu,dan
57,1% (4 unit) mesin memiliki intensitas getaran di bawah NAB tersebut.
Jumlah pekerja terdiri dari 6 orang laki-laki dan 1 orang
perempuandi Pasar Teratai,serta2orang laki-laki dan 1 orang perempuan di
Pasar Nipah Kuning.Rata-rata usia pekerja ialah 34 tahun (18-52 tahun).
Rata-rata lingkar pergelangan tangan pekerja adalah 18,4 cm (rata-rata
pergelangan tangan kanan 18,43 cm dan kiri 18,37 cm) dengan rentang
15,0-23,1 cm. Rata-rata masa kerja mereka yaitu 3 tahun 10 bulan (dari 5
bulan hingga 16 tahun) dan mereka berjualan selama4-7 jam
seharisebanyak 6-7 hari setiap minggu.Sebanyak 3 orang (30%) pekerja
menggunakan kedua tangannya dan 7 orang (70%) lainnya hanya
menggunakan tangan kanannya.
Gejala CTSdiskriningberdasarkan anamnesis dan tes Phalen yag
dilakukan oleh seorang dokter yang turut serta dalam studi
pendahuluan.Berdasarkan teknik skrining tersebut ditemukan 8 orang
(80%) menderita CTS.Ditemukan juga 1 orang pekerja dengantelapak
tangan dan jari yang memucat, sehingga ia sering merendam tangannya
dengan air hangat setelah selesai bekerja.Untuk menghilangkan rasa nyeri
di tangan, 2 orang (25%)di antara merekasering mengkonsumsi obat anti
nyeri.
Kecenderungan kasus CTS yang cukup banyak pada pekerja
pemarut kelapa menggunakan mesin mengindikasikan adanya sejumlah
faktor yang mempengaruhinya.Apalagi, para pekerja ini mengalami
8
paparan getaran yang kontinyu dalam waktu yang tidak sedikit dan
dilakukan hampir setiap hari.Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan
penelitian terhadap gambaran kejadian gejala CTS pada pekerja pemarut
kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.
I.2 Rumusan Masalah Penelitian
CTS merupakan suatu gangguan neurologis di area pergelangan
tangan yang dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dialami oleh berbagai
macam bidang pekerjaan, salah satunya ditemukan pada pekerja pemarut
kelapa yang menggunakan mesin pemarut kelapa.Berdasarkan latar
belakang tersebut,rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana gambarankejadiangejala Carpal Tunnel Syndrome(CTS) pada
pekerja pemarut kepala di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak?”
I.3 Tujuan Penelitian
Secara garis besar, tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum
dan tujuan khusus.
I.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran
kejadiangejala Carpal Tunnel Syndrome(CTS) pada pekerja pemarut
kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.
I.3.2 Tujuan Khusus
Beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai dalampenelitian ini meliputi:
9
1. Mengetahui gambaran masa kerja pekerja pemarut kelapa di pasar-
pasar tradisional Kota Pontianak.
2. Mengetahui gambaran lama kerja pekerja pemarut kelapa di pasar-
pasar tradisional Kota Pontianak.
3. Mengetahui gambaran intensitas getaran mesin pemarut kelapa di
pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.
4. Mengetahui gambaran riwayat penyakit pekerja pemarut kelapa di
pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.
5. Mengetahui gambaran pengobatan pekerja pemarut kelapa di pasar-
pasar tradisional Kota Pontianak.
6. Mengetahui prevalensikejadian gejalaCTSpada pekerja pemarut kelapa
di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.
I.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain
meliputi :
I.4.1 Bagi Pekerja Pemarut Kelapa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan
memberikan pengetahuan bagi para pekerja pemarut kelapa terhadap CTS,
sehingga mereka mampu mengenali,mencegahdanmemperkecil risiko
terkenakeluhan CTS, atau mengurangi tingkat keparahan CTS, serta
mencari pengobatan dan pemulihan yang tepat apabila telah terkena CTS.
10
I.4.2 Bagi Pemerintah Kota Pontianak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi pemerintah daerah setempat untuk selalu mengedukasi, membina dan
mengawasi penerapan K3pada para pekerja informal pemarut kelapa
melalui instansi terkait agar para pekerja tersebut terhindar dari Penyakit
Akibat Kerja (PAK).
I.4.3 Bagi Institusi Keilmuan dan Peneliti Lainnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadibahan tambahan
literaturkepustakaan dan juga referensi bagi institusi, para pengajar, para
penelitilainnya maupun mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pontianak.
I.5 Keaslian Penelitian
Sepanjang yang peneliti telusuri, belum pernah ada peneliti yang
meneliti kejadian gejala CTS pada pekerja pemarut kelapa.Beberapa
penelitian lainnya yang mendukung ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Tabel I.1
Keaslian Penelitian
No. Nama (Tahun) Judul Variabel Tempat Hasil Perbedaan Persamaan
1.
Rusdi dan
Koesyanto
(2010)
Hubungan
Antara
Getaran Mesin Produksi
dengan
Carpal Tunnel Syndrome
Getaran
Industri
Pengolahan
Kayu Brumbung
Perum
Perhutani Unit I Jawa
Tengah
Sebanyak
57,6%
pekerja mengalami
CTS, dan
ada hubungan
antara
getaran mesin
dengan
CTS (p = 0,001,
OR = 39)
Terdapat
perbedaan
sektor pekerjaanan
tara formal
dan informal,
desain
penelitian antara
kasus
kontrol dan potong
lintang
Terkait
paparan
getaran mekanik
2.
Wahyuningrum
dkk (2013)
Beberapa
Faktor yang
1. Usia
2. Masa kerja
Industri
Rumahan
Sebanyak
44,4%
Terdapat
perbedaan
Terkait
paparan
11
Berhubungan
dengan Kejadian
Carpal Tunnel
Syndrome (CTS) pada
Wanita
Pelinting Jenang
3. Lama kerja
4. Frekuensi gerakan
repetitive
Produsen
Jenang di Desa
Kaliputu,
Kabupaten Kudus,
Jawa
Tengah
pekerja
mengalami CTS, dan
ada
hubungan antara usia
dengan
kejadian CTS
(p = 0,057)
jenis
pekerja antara
pelinting
jenang dan pemarut
kelapa,
objek penelitian
antara
homogen (wanita)
dan
heterogen (pria dan
wanita),
serta variabel
penelitian
yaitu terdapat
variabel
usia yang diteliti di
penelitian
referensi ini
getaran
mekanik dari mesin
pemarut
kelapa, sektor
pekerjaan
informal, desain
penelitian
potong lintang,
serta
terdapat variabel
masa kerja,
lama kerja dan
frekuensi
gerakan repetitif
yang diteliti
3.
Pangestuti dan Widajati (2014)
Faktor yang Berhubungan
dengan
Keluhan Carpal Tunnel
Syndrome
pada Pekerja Gerinda di PT
Dok dan
Perkapalan Surabaya
1. Usia 2. Masa kerja
3. Lama kerja
4. Kebiasaan merokok
5. Kebiasaan
olahraga 6. IMT
7. Posisi kerja
tangan 8. Penggunaan
APD
9. Intensitas getaran
PT. Dok dan
Perkapalan
Surabaya
Sebanyak 87,2%
pekerja
mengalami CTS.
Keluhan
terbanyak pada usia
26-45
tahun, masa kerja > 10
tahun, lama
kerja 2-4 jam/hari,
serta
intensitas getaran >
NAB
sebesar 10-12 m/s2.
Ada
hubungan antara usia
(p = 0,009),
masa kerja (p = 0,001),
penggunaan
APD (p = 0,000)
dan
intensitas getaran
(p = 0,000)
dengan keluhan
CTS
Terdapat perbedaan
jenis
pekerjaan antara
pekerja
gerinda dan pemarut
kelapa,
sektor pekerjaan
anatar
formal dan informal,
objek
penelitian antara
homogen
(pria) dan heterogen
(pria dan
wanita), serta
terdapat
variabel usia,
kebiasaan
merokok, kebiasaan
olahraga,
IMT yang ditelitidi
penelitian
referensi ini
Terkait paparan
getaran
mekanik, desain
penelitian
potong lintang,
serta
terdapat variabel
masa kerja,
lama kerja, posisi kerja
tangan ,
intensitas getaran dan
penggunaan
APD yang diteliti
58
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Gambaran Umum
Penelitian dilaksanakandi pasar-pasar tradisional Kota Pontianak di
bulan Juli - Agustus 2017.Sebanyak 50 orang didata sebagai pekerja
pemarut kelapa yang menggunakan mesin parut kelapa dari 7 lokasi pasar
tradisional di Kota Pontianak.
V.1.1 Gambaran Umum Lokasi
Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat.
Luas kota inisebesar 107,82 km2, yang mana di sisi Utara berbatasan
dengan Kabupaten Mempawah dan di sisi Selatan, Barat serta Timur
berbatasan dengan Kabupaten Kubu Raya. Secara astronomis,Kota
Pontianak dilalui garis khatulistiwa, terletak pada koordinat
0002’24”Lintang Utara – 0
005’37” Lintang Selatan dan 109
016’25” –
109023’01” Bujur Timur.Kota Pontianak terdiri dari 6 kecamatan dan 29
kelurahan, dengan ketinggian antara 0,10 – 1,50 mdpl(BPS Kota
Pontianak, 2017).
Kota Pontianak memiliki sejumlah pasar tradisional, namun
berdasarkan penelusuran peneliti hingga saat ini hanya ada 7 lokasi pasar
tradisional yang di dalamnya terdapat pekerja pemarut kelapa, antara lain :
1. Pontianak Barat : Pasar Dahlia,Teratai danNipah Kuning.
2. PontianakKota : Pasar Kemuning dan Mawar.
3. Pontianak Selatan : Pasar Flamboyan.
59
4. Pontianak Utara : Pasar Puring.
Sumber : BPS Kota Pontianak, 2017
Gambar V.1
Skala 1:150000
Pasar
Teratai
Pasar
Dahlia
Pasar
Kemuning
Pasar
Nipah
Kuning
Pasar
Puring
Pasar
Flamboyan
Pasar
Mawar
0000’22,8” LS
109017’16,8” BT
0000’25,2” LS 109018’41,7” BT
0001’08,7” LS
109019’29,8” BT
0002’55,7” LS
109019’03,7” BT
0001’05,0” LS 109020’29,1” BT
0001’46,6” LS 109070’13,4” BT
0002’26,7” LS
109020’43,9” BT
60
Peta Kota Pontianak.
Wilayah Pontianak Barat memiliki jumlah penduduk terbanyak di
Kota Pontianak (BPS Kota Pontianak, 2017).Wilayah ini juga memiliki
jumlah pasar tradisional terbanyak dibanding wilayah lainnya.Pasar-pasar
tradisional di Kota Pontianak secara umum berada di sekitar aliran Sungai
Kapuas, terkecuali Pasar Kemuning.Pasar-pasar tradisional di kota ini
umumnya ramai dikunjungi para pembeli di pagi hari, kecuali Pasar
Flamboyan yang kegiatan jual belinya terutama terjadi pada dini hari.
Lokasi Pasar Dahlia berada di Jln. H. Rais Abdul Rahman,
Kelurahan Sungai Jawi Dalam.Pasar Terataiberada di Jln. Komodor Yos
Sudarso, Kelurahan Sungai Jawi Luar.Sedangkan, Pasar Nipah Kuning
berada di Jln.Komodor Yos Sudarso, Kelurahan Sungai Beliung.Posisi
Pasar Dahlia berseberangan jalan dengan Sungai Jawi yang merupakan
anak Sungai Kapuas.
Pasar Kemuning berada di Jln. Prof Dr. M Yamin, Kelurahan Kota
Baru.Pasar Mawar terletak diJln. Hos Cokroaminoto,Kelurahan Darat
Sekip.Pasar Flamboyan berada di Jln. Gajahmada, Kelurahan Benua
Melayu Darat.Sedangkan, Pasar Puring berada di Jln. Gusti Situt Mahmud,
Kelurahan Siantan Tengah.Secara umum, Pasar-pasar tradisional Kota
Pontianak menempati posisi strategisuntuk memenuhi kebutuhan
penduduknya.
V.1.2 Gambaran Umum Pekerja Pemarut Kelapa
61
Jenis lapangan usaha di Kota Pontianak terutama diisi oleh pekerja
di sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebesar 35,7%
dari total penduduk angkatan kerja (BPS Kota Pontianak, 2017). Salah
satu jenis pekerja di sektor usaha tersebut adalah pekerja pemarut kelapa,
sebagai salah satu jenis pekerja informal yang umum ditemui di pasar-
pasar tradisional dan di toko atau kios kecil di wilayah Kota Pontianak.
Berdasarkan observasi peneliti, para pekerja di pasar-pasar
tradisional Kota Pontianak umumnya memulai pekerjaannya semenjak
matahari terbit hingga siang hari, atau hingga kelapa yang disediakannya
telah habis terjual. Umumnya, jenis pekerjaan ini dijalani oleh pekerja
laki-laki, karena membutuhkan kekuatan fisik, antara lain mulai dari
mengangkut buah kelapa, membelah buah kelapa, mencungkil daging
buah kelapa, membersihkannya hingga memarutnya dengan menggunakan
mesin parut kelapa, bahkan beberapa di antaranyajuga memeras sari
daging buah kelapa menjadi santan kental cair yang siap digunakan oleh
konsumen.
Untuk memperoleh kelapa parut segar, daging buah kelapa harus
diparut setiap hari, karena produknya tidak dapat bertahan lama di ruang
terbuka. Berdasarkan penuturan pekerja, kebutuhan kelapa parut segar
berubah-ubah bergantung kondisi permintaannya. Umumnya, terjadi
peningkatan permintaan kelapa parut segar di saat menjelang dan
sepanjang Bulan Ramadhan atau hari raya keagamaan. Permintaan yang
62
meningkat di saat itu mendorong pekerja pemarut kelapa bekerja lebih
lama dan memproduksi kelapa parut segar lebih banyak dari biasanya.
V.1.3 Gambaran Kegiatan Penelitian
Kegiatan pengumpulan data dari 50 orang pekerja pemarut kelapa
dilakukan pada tanggal 30 Juli, 3 Agustus dan 5-6 Agustus 2017,
sedangkan pengukuran getaran mekanis terhadap 29 mesin parut kelapa
dilakukan pada tanggal 28-29 Juli dan 4 Agustus 2017. Sebelum
pengambilan data dilakukan, peneliti memohon izin dengan pengelola
pasar.Dalam melaksanakan penelitian, peneliti dibantu oleh seorang dokter
umum serta dua orang pegawai Hiperkes Provinsi Kalimantan
Barat.Kegiatandilaksanakan pagi hari mulai pukul 06.00 WIB hingga
selesai, dengan mendatangi 7 lokasi pasar tradisional di Kota Pontianak.
Kegiatan dimulai dengan memperkenalkan diri kepada pekerja
pemarut kelapa, lalu menyampaikan maksud dan tujuan
penelitian.Konfirmasi dilakukan terlebih dahulu kepada responden untuk
memastikan statusnya sebagai pekerja pemarut kelapa dan sebagai
operator mesin parut kelapa. Setelah itu, responden yang akan didata
mengisi lembar persetujuan sebagai responden penelitian.
Peneliti kemudian melakukan wawancara langsung kepada pekerja
dan melakukan pengukuran lingkar pergelangan tangan kanan dan
kirinya.Setelah itu, pekerja dianamnesis oleh dokter dan diinstruksikan
untuk mengikuti posedur tes Phalen.Petugas Hiperkes Provinsi Kalimantan
63
Barat mengukur getaran mekanis pada alat parut kelapa yang digunakan
oleh pekerja, di bagian yang kontak dengan tangan pekerja dalam kondisi
mesin menyala layaknya pengoperasian mesin parut kelapa sehari-hari.
Observasi LokasiStudi
Pasar Tradisional di Kota Pontianak
(7 Lokasi Pasar)
Populasi Penelitian
Pekerja Pemarut Kelapa menggunakan Mesin Parut Kelapa
(50 orang pekerja dengan 29 Mesin Parut Kelapa)
Pengumpulan Data
Konfirmasi Kriteria Studi - Pekerja Pemarut Kelapa
- Sebagai Operator Mesin Parut Kelapa
Tidak Memenuhi
Kriteria Studi
Memenuhi
Kriteria Studi
Pengukuran
Intensitas Getaran
Anamnesis & Tes
Phalen
Pasar Dahlia
28 Juli 2017 30Juli 2017 Pasar Flamboyan
Pasar Kemuning
Pasar Teratai
Pasar Nipah Kuning
Pasar Puring
Pasar Mawar
30Juli 2017 28 Juli 2017
28 Juli 2017 03Agustus 2017
29Juli 2017 03Agustus 2017
05Agustus 2017
05Agustus 2017
06Agustus 2017
29Juli 2017
04Agustus 2017
04Agustus 2017
Dokter Hiperkes
Wawancara
Peneliti
64
Gambar V.2
Alur Tahapan Penelitian.
V.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini antara lain berupa gambaran karakteristik
responden dan hasil analisa univariat.
V.2.1 Karakteristik Individu Pekerja Pemarut Kelapa
Karakteristik individu pekerja pemarut kelapa disajikan pada tabel-
tabel di bawah ini.
1. Umur
Tabel V.1
Distribusi Umur PekerjaPemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional
Kota Pontianak
Subyek Umur (Tahun)
Mean Median Modus Minimal Maksimal
Pekerja 38,56 42,5 45 18 60 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.1 memberikan informasi bahwa secara umum pekerja
perempuan lebih tua daripada pekerja laki-laki. Rata-rata usia pekerja
yaitu 38,56 tahun, dengan nilai tengah berusia 42,5 tahun, usia
terbanyak yaitu 45 tahun, pekerja termuda berusia 18 tahundan pekerja
tertua berusia 60 tahun. Usia pekerja dihitung berdasarkan selisih
antara tanggal lahirnya dan tanggal penelitian.
Tabel V.2
Distribusi FrekuensiTingkatan UmurPekerjaPemarut Kelapa di Pasar-
Pasar Tradisional di Kota Pontianak Berdasarkan
Jenis Kelaminnya
Data Penelitian
65
Tingkatan Umur Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
Umur 30 tahun Ke Atas 12 24,0 24 48,0 36 72,0
Umur di Bawah 30 Tahun 2 4,0 12 24,0 14 28,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.2 memberikan informasi bahwa proporsi pekerja
perempuan (28,0%) lebih sedikit daripada pekerja laki-laki (72,0%).
Seorang pekerja berusia 30 tahun ke atas diketahui berisiko terkena
CTS. Oleh karena itu, usia pekerja dipisahkan menjadi 30 tahun ke
atas dan di bawah 30 tahun. Proporsi pekerjaberusia 30 tahun ke atas
lebih banyak daripekerja berusia di bawah 30 tahun.
2. Jenis Kelamin Perempuan
Karakteristik yang dimiliki oleh pekerja perempuan antara lain
penggunaan kontrasepsi hormonal, status kehamilan dan status
menopause.
Tabel V.3
Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal, Status
Kehamilan dan Menopause pada Pekerja Perempuan Pemarut
Kelapa diPasar-pasar Tradisional Kota Pontianak
Variabel Perempuan
F %
Kontrasepsi Hormonal Menggunakan 3 21,4
Tidak Menggunakan 11 78,6
Hamil
Ya 0 0,0
Tidak 14 100,0
Menopause Ya 2 14,3
Tidak 12 85,7
Total Setiap Variabel 14 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
66
Tabel V.3 memberikan informasi bahwa proporsi pekerja
perempuan yang menggunakan kontrasepsi hormonal yaitu sebanyak
21,4%, tidak ada yang sedang hamil dan yang sudah menopause yaitu
sebanyak 14,3%.
3. Tingkat Pendidikan
Tabel V.4
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pekerja Pemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota PontianakBerdasarkan
Jenis Kelaminnya
Tingkatan Pendidikan Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
Berpendidikan Rendah (0-9 Tahun) Tidak Bersekolah 3 6,0 3 6,0 6 12,0
Tidak Tamat SD/MI 1 2,0 4 8,0 5 10,0
Tamat SD/MI 3 6,0 3 6,0 6 12,0
Tamat SMP/MTs 5 10,0 16 32,0 21 42,0
Jumlah 12 24,0 26 52,0 38 76,0
Berpendidikan Tinggi (> 9 Tahun) Tamat SMA/SMK/MA 2 4,0 10 20,0 12 24,0
Jumlah 2 4,0 10 20,0 12 24,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.4 memberikan informasi bahwa secara umum proporsi
pekerja berpendidikan rendah lebih banyak daripada pekerja
berpendidikan tinggi. Proporsi terbesar tingkat pendidikan pekerja
adalah tamatan SMP/MTs (42,0%). Sedangkan, proporsi terkecilnya
adalah tidak tamat SD/MI (10,0%), terutama pada pekerja perempuan
(2,0%), tetapi pada pekerja laki-laki proporsi terkecilnya adalah tamat
SD/MI dan tidak bersekolah (masing-masing 6,0%).
Tingkat pendidikan dikategorikan berdasarkan adanya ijazah
tertinggi yang dimiliki oleh pekerja.Tingkat pendidikan pekerja
67
perempuan relatif lebih rendah daripada pekerja laki-laki. Hal ini dapat
dilihat dari rasio proporsi pendidikan tinggi dibandingkan pendidikan
rendah, pada pekerja perempuan rasionya 1:6 dan pada pekerja laki-
laki rasionya 1:2,6.
4. Lingkar Pergelangan Tangan
Tabel V.5
Distribusi Lingkar Pergelangan Tangan PekerjaPemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan
Jenis Kelaminnya
Variabel Lingkar Pergelangan Tangan (Cm)
Mean Median Minimal Maksimal StDev
Tangan Kanan
Perempuan 16,36 16,35 15,0 18,4 1,009
Laki-Laki 16,99 16,90 14,9 20,4 1,302
Total 16,81 16,65 14,9 20,4 1,250
Tangan Kiri
Perempuan 16,42 16,20 15,0 19,0 1,179
Laki-Laki 16,99 17,00 15,0 20,4 1,223
Total 16,83 16,90 15,0 20,4 1,226
Tangan Kanan & Kiri
Perempuan 16,39 16,28 15,0 18,5 1,086
Laki-Laki 16,99 16,85 14,9 20,4 1,247
Total 16,82 16,58 14,9 20,4 1,223 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.5 memberikan informasi bahwa secara umum ukuran
lingkar pergelangan tangan pekerja perempuan lebih kecil daripada
pekerja laki-laki.Sedangkan, ukuran lingkar pergelangan tangan kanan
dan kiri secara umum hampir sama. Rata-rata lingkar pergelangan
tangan yaitu 16,82 Cm,nilai tengahnyayaitu 16,58 Cm. Lingkar
pergelangan tangan terkecil yaitu 14,9 Cm dan lingkar pergelangan
tangan terbesar yaitu 20,4 Cm.
68
6. Lokasi Kerja
Berikut ini adalah sebaran jumlah pekerja pemarut kelapa di 7
lokasi pasar tradisional Kota Pontianak.
Tabel V.6
Distribusi Frekuensi Lokasi Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-
Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan
Jenis Kelaminnya
Lokasi Kerja Area Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F % Pasar Puring Utara 0 0,0 8 16,0 8 16,0 Pasar Flamboyan Selatan 0 0,0 5 10,0 5 10,0 Pasar Dahlia Barat 4 8,0 4 8,0 8 16,0 Pasar Teratai Barat 1 2,0 8 16,0 9 18,0 Pasar Nipah Kuning Barat 4 8,0 3 6,0 7 14,0 Pasar Kemuning Kota 3 6,0 4 8,0 7 14,0 Pasar Mawar Kota 2 4,0 4 8,0 6 12,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.6 memberikan informasi bahwa sebaran proporsi
pekerja di setiap lokasi pasar tradisional hampir berimbang (10,0-
18,0%). Pekerja pemarut kelapa terbanyak 48,0% bekerja di wilayah
Pontianak Barat. Proporsi terbesar pekerja pemarut kelapa bekerja di
Pasar Teratai (18,0) dan proporsi terkecilnya bekerja di Pasar
Flamboyan (10,0%).
Proporsi terbesar pekerja perempuan pemarut kelapa bekerja di
Pasar Dahlia dan Nipah Kuning (masing-masing 8,0%) dan proporsi
terkecilnya bekerja di PasarTeratai (2,0%), sedangkan di Pasar
Flamboyan dan Pasar Puring diketahui tidak ada pekerja perempuan
pemarut kelapa di sana. Proporsi terbesar pekerja laki-laki pemarut
69
kelapa bekerja di Pasar Teratai dan Puring (masing-masing 16,0%) dan
proporsi terkecilnya bekerja di Pasar Nipah Kuning (6,0%).
V.2.2 Karakteristik Penggunaan Mesin Parut Kelapa
Penggunaan mesin parut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota
Pontianak disajikan pada tabel-tabel di bawah ini.
1. Lokasi Mesin Parut Kelapa
Tabel V.7
Distribusi Frekuensi Jumlah Mesin Parut Kelapa di Setiap
Lokasi Pasar Tradisional Kota Pontianak
Lokasi Pasar Pontianak Total
F % Pasar Puring Utara 5 17,2 Pasar Flamboyan Selatan 3 10,3 Pasar Dahlia Barat 4 13,8 Pasar Teratai Barat 4 13,8 Pasar Nipah Kuning Barat 4 13,8 Pasar Kemuning Kota 5 17,2 Pasar Mawar Kota 4 13,8
Total 29 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.7 memberikan informasi bahwa proporsi sebaran
jumlahmesin parut kelapa di tiap lokasi pasar tradisional hampir
berimbang (10,3-17,2%). Jumlah mesin paling banyak berada di
wilayah Pontianak Barat (41,4%), sedangkan paling sedikit berada di
wilayah Pontianak Selatan (10,3%). Jumlah mesin parut kelapa paling
banyak berada di Pasar Puring dan Pasar Kemuning(masing-masing
70
17,2%), sedangkan jumlah mesin parut kelapa paling sedikit berada di
Pasar Flamboyan (10,3%).
2. Jumlah Operator Mesin Parut Kelapa
Berikut ini adalah sebaran jumlah pengguna setiap mesin parut
kelapa di 7 lokasi pasar tradisional Kota Pontianak.
Tabel V.8
Distribusi Frekuensi Jumlah Operator Mesin Parut Kelapa di Pasar-
Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan
Jenis Kelaminnya
Jumlah
Operator Lokasi
Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
1 Orang Semua Pasar 2 4,0 12 24,0 14 28,0
2 Orang
Semua Pasar,
kecuali Pasar
Teratai
6 12,0 14 28,0 20 40,0
3 Orang
Pasar Dahlia,
Teratai, Nipah
Kuning, Puring
5 10,0 7 14,0 12 24,0
4 Orang Pasar Teratai 1 2,0 3 6,0 4 8,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.8 memberikan informasi bahwa proporsi terbesar
pengguna sebuah mesin parut kelapa yaitu sebanyak 2 orang operator
(40,0%. Sedangkan, proporsi terkecilnya yaitu sebanyak 4 orang
operator (8,0%). Pekerja perempuan lebih cenderung menggunakan
sebuah mesin parut kelapa secara bersama, yaitu berjumlah 2-3 orang
operator (22,0%) daripada menggunakannya sendiri saja atau secara
bersama dengan jumlah 4 orang operator (6,0%). Tetapi, pekerja laki-
laki lebih cenderung menggunakan sebuah mesin parut kelapa sendiri
saja atau secara bersama dengan jumlah 2 orang operator (52,0%)
71
daripada menggunakannya secara bersama dengan jumlah 3-4 orang
operator (20,0%).
3. Penggunaan Tangan Dominan
Penggunaan jenis tangan pekerja saat memarut kelapa dengan
mesin parut kelapa dikategorikan antara lain sebagai unilateral
(menggunakan tangan kanan saja atau tangan kiri saja) dan bilateral
(menggunakan kedua tangannya, yaitu tangan kanan dan tangan kiri).
Tabel V.9
Distribusi Frekuensi Penggunaan Tangan Dominan Pekerja Pemarut
Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan
Jenis Kelaminnya
Tangan Dominan Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
Unilateral (salah satu tangan saja) Tangan Kanan 3 6,0 9 18,0 12 24,0 Tangan Kiri 2 4,0 6 12,0 8 16,0
Bilateral (kedua tangan) 9 18,0 21 42,0 30 60,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.9 memberikan informasi bahwa proporsi terbesar
tangan dominan pekerja adalah bilateral (60,0%). Sedangkan, proporsi
terkecilnya adalah unilateral kiri (16,0%). Sehingga, proporsi
penggunaan tangan kanan saat bekerja (84,0%) hampir berimbang
dengan penggunaan tangan kiri (76,0%).
4. Bobot Daging Buah Kelapa yang Diparut
Tabel V.10
Distribusi Bobot Daging Buah Kelapa yang Diparut oleh Pekerja
Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
BerdasarkanJenis Kelaminnya
Variabel Bobot Kelapa (Kg)
72
Mean Median Minimal Maksimal StDev
Perempuan 101,0 100 20 300 67,947
Laki-Laki 191,4 100 23 550 153,222
Total 166,1 100 20 550 140,270 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.10 memberikan informasi bahwa secara umum bobot
daging buah kelapa yang diparut oleh pekerja perempuan lebih sedikit
daripada yang diparut oleh pekerja laki-laki.Rata-rata bobot daging
buah kelapa yang diparut yaitu 166,1 Kg. Separuh dari pekerja
memarut sebanyak 100 Kg daging buah kelapa. Bobot daging buah
kelapa yang paling sedikit diparut oleh pekerja yaitu 20 Kg dan bobot
yang paling banyak diparut oleh pekerja yaitu 550 Kg.
V.2.3 Hasil Analisa Univariat
Variabel-variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian
ini disajikan pada tabel-tabel di bawah ini.
1. Masa Kerja
Tabel V.11
Distribusi Masa Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar
Tradisional Kota Pontianak BerdasarkanJenis Kelaminnya
Variabel Masa Kerja (Tahun)
Mean Median Minimal Maksimal StDev
Perempuan 10,43 10 2 30 7,812
Laki-Laki 7,94 7 1 25 6,215
Total 8,64 8 1 30 6,712 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.11 memberikan informasi bahwa secara umum masa
kerja pekerja perempuan lebih lama daripada pekerja laki-laki. Rata-
rata masa kerjapekerja pemarut kelapa yaitu 8,64 tahun (perempuan =
10,43 tahun; laki-laki = 7,94 tahun). Separuh dari mereka bekerja
73
selama 8 tahun (perempuan = 10 tahun; laki-laki = 7 tahun).Masa kerja
terpendek yaitu 1 tahun dan masa kerja terpanjang yaitu 30 tahun,
sehingga rentang masa kerjanya adalah 29 tahun.
Tabel V.12
Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-
Pasar Tradisiona Kota Pontianak BerdasarkanJenis Kelaminnya
Masa Kerja Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
Lama (> 10 Tahun) 3 6,0 6 12,0 9 18,0
Baru (0-10 Tahun) 11 22,0 30 60,0 41 82,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.12 memberikan informasi bahwa secara umum
proporsi masa kerja antara yang lama dan yang baru tidak sama.
Pekerja yang masa kerjanya di atas 10 tahun diketahui berisiko terkena
CTS, oleh karena itu masa kerja dibagi menjadi masa kerja yang lama
(> 10 tahun) dan masa kerja yang baru (0-10 tahun).Proporsi pekerja
lama (18,0%) lebih sedikit daripada pekerja baru (82,0%).
2. Lama Kerja
Tabel V.13
Distribusi Frekuensi Hari Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar
Tradisional Kota Pontianak BerdasarkanJenis Kelaminnya
Hari Kerja Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
6 Hari Seminggu 8 16,0 13 26,0 21 42,0
7 Hari Seminggu 6 12,0 23 46,0 29 58,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
74
Tabel V.13 memberikan informasi bahwa semua pekerja
pemarut kelapa bekerja > 5 hari seminggu.Secara umum, proporsi hari
kerja pekerja 6 hariseminggu (42,0%) lebih sedikit daripada pekerja 7
hari seminggu (58,0%). Proporsi pekerja perempuan dengan hari kerja
6 hari seminggu (16,0%) lebih banyak daripada yang hari kerjanya 7
hari seminggu (12,0%). Tetapi, proporsi pekerja laki-laki dengan hari
kerja 6 hari seminggu (26,0%) lebih sedikit daripada yang hari
kerjanya 7 hari seminggu (46,0%).
Tabel V.14
Distribusi Lama Kerja Pekerja Pemarut Kelapa Berdasarkan
Jenis Kelaminnya
Variabel Lama Kerja (Jam)
Mean Median Minimal Maksimal StDev
Jumlah JamBerjualan per Hari
Perempuan 10,36 11,0 7,0 12,0 1,646
Laki-Laki 9,86 11,0 6,0 12,0 2,140
Total 10,00 11,0 6,0 12,0 2,010
Jumlah Jam Kerja Operator per Hari
Perempuan 5,06 4,5 2,8 12,0 2,399
Laki-Laki 6,07 5,0 2,0 12,0 3,271
Total 5,78 4,5 2,0 12,0 3,063
Lama Kerja per Hari (Konversi 5 Hari Seminggu)
Perempuan 6,61 6,3 3,3 16,8 3,503
Laki-Laki 8,11 6,5 2,4 16,8 4,538
Total 7,69 6,3 2,4 16,8 4,293 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.14 memberikan informasi bahwa secara umum waktu
kerja antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki hampir sama.
Rata-rata pekerja berjualanselama10 jam per hari. Separuh dari mereka
berjualan selama 11jam per hari,sedangkan yang tersingkat
75
berjualanyaitu selama 6 jam per hari dan yang terlama berjualan yaitu
selama 12 jam per hari.
Rata-rata pekerja mengoperasikan mesin parut kelapanya
selama 5,78 jam per hari. Separuh dari mereka mengoperasikan mesin
parut kelapanya selama 4,5 jam per hari, sedangkan yang tersingkat
mengoperasikan mesin parut kelapanya yaitu selama 2 jam per haridan
yang terlama mengoperasikan mesin parut kelapanya yaitu selama 12
jam per hari.
Lama kerja standar adalah 8 jam sehari selama 5 hari seminggu
atau setara dengan 40 jam seminggu. Sedangkan, data pekerja
menunjukkan adanya beragam variasi hari kerja dan jam
pengoperasian mesin parut kelapa.Oleh karena itu, hari kerja dan jam
pengoperasian mesin parut kelapa dikonversikan terhadap standar lama
kerja 5 hari seminggu ini.
Hasil konversi menunjukkanrata-rata pekerja mengoperasikan
mesin parut kelapanya setara dengan 7,69 jam per hari dalam 5 hari
seminggu. Separuh dari mereka mengoperasikan mesin parut
kelapanya setara dengan 6,3 jam per hari dalam 5 hari seminggu,
sedangkan yang tersingkat mengoperasikan mesin parut kelapanya
yaitu setara dengan 2,4 jam per haridalam 5 hari seminggu dan yang
terlama mengoperasikan mesin parut kelapanya yaitu setara dengan
16,8 jam per hari dalam 5 hari seminggu.
Tabel V.15
76
Distribusi Frekuensi Lama Kerja Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-
Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan Jenis Kelaminnya
Lama Kerja Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
Tidak Aman
(> 8 Jam Sehari) 4 8,0 14 28,0 18 36,0
Aman
(≤ 8 Jam Sehari) 10 20,0 22 44,0 31 64,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.15 memberikan informasi bahwa proporsi lama
kerjayang tidak aman (36,0%) lebih sedikit daripada yang aman
(64,0%). Artinya, rasio proporsi lama kerja antara yang tidak aman dan
yang aman yaitu 9:16.
3. Intensitas Getaran Mekanis
Tabel V.16
Distribusi Intensitas Getaran Mekanis yang Terukur pada Mesin
Parut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
Subyek Intensitas Getaran Terukur (m/s
2)
Mean Median Minimal Maksimal StDev
Mesin 3,78 3,96 2,91 4,12 0,365 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.16 memberikan informasi bahwa rata-rata intensitas
getaran mekanis yang terukur pada mesin parut kelapa di titik yang
kontak dengan lengan tangan pekerja adalah 3,78 m/s2. Intensitas
getaran mekanis yang terukur dari separuh jumlah mesin parut kelapa
tersebut adalah 3,96 m/s2. Intensitas getaran mekanis yang terukur
paling rendah adalah 2,91 m/s2, sedangkan yang terukur paling
tinggiadalah 4,12 m/s2.
Tabel V.17
77
Distribusi Frekuensi Relatif Intensitas Getaran Mesin yang Terukur
pada Mesin Parut Kelapadi Pasar-Pasar Tradisional
Kota Pontianak
Intensitas Getaran Terukur Total
F %
Tidak Aman (> NAB 4 m/s2) 14 48,3
Aman (≤ NAB 4 m/s2) 15 51,7
Total 29 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.17 memberikan informasi bahwa rasio proporsi
intensitas getaran terukur antara yang tidak aman dan yang aman
hampir berimbang. Proporsi intensitas getaran terukur yang tidak aman
(48,3%) sedikit lebih rendah daripada yang aman (51,7%). Beberapa
pekerja bekerja dengan jumlah waktu kerja yang bervariasi. Oleh
karena itu, intensitas getaran mekanis yang terukur dikonversikan
terlebih dahulu terhadap paparan 8 jam sehari selama 5 hari seminggu.
Hasil konversi ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Tabel V.18
Distribusi Intensitas Getaran Mekanis yang Terpapar pada Pekerja
Pemarut Kelapadi Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
Berdasarkan Jenis Kelaminnya
Subyek Intensitas Getaran Terpapar (m/s
2)
Mean Median Minimal Maksimal StDev
Perempuan 3,30 3,33 1,89 5,83 0,977
Laki-Laki 3,68 3,45 1,89 5,84 1,120
Total 3,57 3,45 1,89 5,84 1,085 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.18 memberikan informasi bahwa rata-rata intensitas
getaran mekanis yang terpaparpada lengan tanganpekerja perempuan
sedikit lebih rendahdaripada pekerja laki-laki. Rata-rata intensitas
getaran mekanis yang terpapar pada lengan tangan pekerja adalah
78
setara dengan 3,57 m/s2. Intensitas getaran mekanis yang terpaparpada
separuh jumlah pekerja pemarut kelapaadalah setara dengan
3,45m/s2.Intensitas getaran mekanis yang terpapar paling rendah
adalah setara dengan 1,89 m/s2, sedangkan yang tertinggi adalah setara
dengan 5,84 m/s2.
Tabel V.19
Distribusi Frekuensi Intensitas Getaran yang Terpapar pada Pekerja
Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
Berdasarkan Jenis Kelaminnya
Intensitas
GetaranTerpapar
Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F % Tidak Aman(> NAB 4 m/s
2) 2 4,0 12 24,0 14 28,0
Aman(≤ NAB 4 m/s2) 12 24,0 24 48,0 36 72,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.19 memberikan informasi bahwa proporsi intensitas
getaran mesin yang tidak aman (28,0%) lebih sedikit daripada yang
aman (72,0%). Artinya, rasio proporsi intensitas getaran terpapar
antara yang tidak aman dan yang aman yaitu mendekati 1:5, yang
mana rasio proporsi tersebut pada pekerja perempuan (1:6) lebih kecil
daripada pekerja laki-laki (1:2).
4. Riwayat Penyakit/Gangguan Klinis Lainnya
Tabel V.20
Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit/Gangguan KlinisLainnya pada
Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
BerdasarkanJenis Kelaminnya
Penyakit / Gangguan
Klinis Lainnya
Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
Ada Keluhan 6 12,0 6 12,0 12 24,0 a. Kelenjaran 1 2,0 2 4,0 3 6,0
b. Diabetes Mellitus 1 2,0 0 0,0 1 2,0
c. Keseleo 1 2,0 1 2,0 2 4,0
79
(jari dan pergelangan tangan)
d. Nyeri Sendi
(area lutut, pergelangan kaki) 3 6,0 1 2,0 4 8,0
e. Terjatuh
(area pergelangan tangan) 0 0,0 2 4,0 2 4,0
Tidak Ada Keluhan 8 16,0 30 60,0 38 76,0
Total 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.20 memberikan informasi bahwa proporsi pekerja
yang memilikipenyakit/gangguan klinis lainnya (24,0%) lebih sedikit
daripada yang tidak memiliki penyakit/gangguan klinis lainnya
(76,0%), yang mana jenis gangguan terbanyak yaitu nyeri sendi di area
lutut dan pergelangan kaki (8,0%).Sedangkan, gangguan klinis lainnya
bervariasi dan tidak banyak.Secara umum, rasio proporsi pekerja yang
memiliki riwayat penyakit/gangguan klinis dibanding yang tidak
mengalaminya lebih besar dialami pekerja perempuan (3:4) daripada
pekerja laki-laki (1:5).
5. Pengobatan
Tabel V.21
Distribusi Frekuensi Konsumsi Obat dan Suplemen oleh Pekerja
Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar TradisionalKota Pontianak
BerdasarkanJenis Kelaminnya
Variabel Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
Konsumsi Obat Anti Nyeri Ada 2 4,0 1 2,0 3 6,0
Tidak Ada 12 24,0 35 70,0 47 94,0
Konsumsi Vitamin B6 (Piridoksin) Ada 0 0,0 3 6,0 3 6,0
Tidak Ada 14 28,0 33 66,0 47 94,0
Total Tiap Variabel 14 28,0 36 72,0 50 100,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.21 memberikan informasi bahwa proporsi pekerja
yang mengkonsumsiobat anti nyeri sangat sedikit (total = 6,0%;
80
perempuan = 4,0%; laki-laki = 2,0%). Proporsi pekerja yang
mengkonsumsivitamin B6 (Piridoksin) adalah pekerja laki-laki (6,0%)
juga sangat sedikit. Sehingga, total proporsi pekerja yang
mengkonsumsi obat anti nyeri dan Piridoksin sebanyak 12,0%. Rasio
proporsi pekerja yang mengkonsumsi obat anti nyeri dan piridoksin
dibandingkan yang tidak mengkonsumsinya lebih besar terjadi pada
pekerja perempuan (1:7)daripada pekerja laki-laki (1:9).
Hasil anamnesis menunjukkan tidak ada pekerja yang
mendapatkan suntikan kortikosteroid, menjalani fisioterapi,
pembedahan, pengambilan darah nadi di pergelangan tangan,terapi
hormonal, terapi antikoagulan, maupun tindakan hemodialisa pada
areatangan dan pergelngan tangan mereka.
6. Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Tabel V.22
Distribusi Skor Keluhan Klinis CTS pada Pekerja Pemarut Kelapa di
Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak Berdasarkan
Jenis Kelaminnya
Subyek Skor Keluhan Klinis CTS
Mean Median Minimal Maksimal StDev
Perempuan 4,64 5,5 0 8 2,590
Laki-Laki 4,14 4,0 0 9 2,748
Total 4,28 4,5 0 9 2,688 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.22 memberikan informasi bahwa secara umum skor
keluhan klinis CTS pada pekerja perempuan lebih tinggi daripada
pekerja laki-laki. Rata-rata skor keluhan klinis CTS pada pekerja
81
adalah 4,28. Nilai tengah skor yaitu 4,5). Skor terendah adalah 0 dan
skor tertinggi adalah 9.
Tabel V.23
Distribusi Frekuensi Hasil Tes Phalen dan Diagnosa Gejala CTS pada
Pekerja Pemarut Kelapa di Pasar-Pasar Tradisional Kota Pontianak
BerdasarkanJenis Kelaminnya
Variabel
Perempuan Laki-Laki Total
F % F % F %
14 28,0 36 72,0 50 100,0
Tes Phalen Positif 11 22,0 25 50,0 36 72,0
Negatif 3 6,0 11 22,0 14 28,0
Gejala CTS Ada Gejala 11 22,0 25 50,0 36 72,0
Normal 3 6,0 11 22,0 14 28,0 Sumber : Pengolahan data primer, 2017
Tabel V.23 memberikan informasi bahwa secara umum
proporsi hasil tes Phalen pada pekerja, sama banyaknya dengan
proporsi gejala CTS berdasarkan diagnosa dokter. Artinya, semua hasil
tes Phalen didukung oleh keluhan klinis CTS yang menyertainya.
Proporsi pekerja yang memiliki hasil tes Phalen positif (total = 72,0%;
perempuan = 22,0%; laki-laki = 50,0%) lebih banyak daripada yang
memiliki hasil tes Phalen negatif (total = 28,0%; perempuan = 6,0%;
laki-laki = 22,0%).
Begitu juga proporsi pekerja yang disimpulkan memiliki gejala
CTS. Artinya, rasio proporsi pekerja antara yang memiliki gejala CTS
82
dan yang normal yaitu mendekati 5:1, yang mana rasio proporsi
tersebut pada pekerja perempuan (mendekati 4:1) lebih besar daripada
pekerja laki-laki (mendekati 2:1).
V.3 Pembahasan
Nervus medianus adalah saraf utama kompartemen anterior
(flexor-pronator) lengan bawah.Nervus medianus masuk ke tangan melalui
canalis carpi. Sindrom canalis carpi atau yang disebut dengan CTS
disebabkan oleh lesi apapun yang secara signifikan mengurangi ukuran
canalis carpi, atau yang lebih sering adalah menambah ukuran dari struktur
atau lapisan yang ada di dalam terowongannya (Moore dkk, 2013).
Nervus medianus merupakan struktur yang paling sensitif dalam
canalis carpi, sehingga paling sering terkena.Saraf tersebut memiliki dua
cabang sensorik terminal yang menyuplai kulit tangan.Oleh karena itu,
parestesi, hipoestesi (sensasi berkurang), atau anestesi (tidak adanya
sensasi) dapat terjadi pada tiga setengah lateral jari.Saraf ini juga memiliki
satu cabang motorik terminal yang melayani tiga otot thenar (Moore dkk,
2013).
CTS dapat terjadi pada pekerja di sektor formal maupun
informal.Gejala CTSsalah satunyadialami oleh pekerja informal sebagai
pemarut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.Gangguan CTS
dapat timbul karena berbagai sebab, namun banyaknya gejala CTS yang
83
diderita oleh pekerja ini diduga terkait pekerjaan yang dilakukan mereka
sehari-hari, baik sebagai sebab utama atau sebagai faktor yang
memperparah.
V.3.1 Gambaran Karakteristik Pekerja Pemarut Kelapa
Pekerja pemarut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak
adalah pekerja dari berbagai kalangan usia (18-60 tahun). Rata-rata usia
mereka yaitu 38,5 tahun. Proporsi pekerja pemarut kelapa berusia 30 tahun
ke atas (72,0%) lebih banyak dari pekerja berusia di bawah 30 tahun
(28,0%). Menurut Ronald (2007), CTS umumnya terjadi pada usia 29-62
tahun. Begitu juga, menurut penelitian Darno (2011) bahwa usia 30 tahun
ke atas memiliki risiko terkena CTS.Artinya, semakin banyak pekerja
pemarut kelapa berusia 30 tahun ke atas maka semakin banyak yang
berpotensi mengalami gejala CTS.
Secara umum, pekerja perempuan mempunyai usia lebih tua
daripada pekerja laki-laki, baik ditinjau dari rata-rata usianya, usiapekerja
termudanyamaupunusia pekerja tertuanya. Lingkar pergelangan tangan
pekerja perempuan juga diketahui lebih kecil daripada laki-laki, dengan
rata-rata selisih sebesar 0,6 Cm lebih kecil dari lingkar pergelangan tangan
pekerja laki-laki.
Menurut Barton dkk dalam Harahap (2003), prevalensi CTS pada
perempuan diketahui lebih tinggi daripada laki-laki yaitu sebesar 3:1.Hal
ini berkaitan pula dengan lingkar pergelangan tangan perempuan yang
umumnya lebih kecil.Meskipun proporsi pekerja perempuan pemarut
84
kelapa (28,0%) lebih sedikit daripada pekerja laki-lakinya (72,0%), tetapi
banyaknya pekerja perempuan yang berusia lebih tua, sekaligus
memilikilingkar pergelangan tangan lebih kecil, maka semakin banyak
pekerja pemarut kelapa yang berpotensi mengalami gejala CTS.
Pekerja pemarut kelapa berpendidikan rendah (76,0%) diketahui
lebih banyak daripada pekerja yang berpendidikan tinggi (24,0%). Tingkat
pendidikan pekerja perempuan relatif lebih rendah daripada pekerja laki-
laki.Kecenderungan ini mungkin berkaitan dengan kondisi pendidikan di
zaman mereka dahulu, terutama pendidikan bagi kaum
perempuan.Seseorang yang tingkat pendidikannya rendah mungkin
memiliki pengetahuan yang relatif rendah pula tentang kesehatan.
Sehingga, mungkin banyak pekerja pemarut kelapa yang tidak mengerti
gangguan apa yang mereka derita pada pergelangan tangannya, tidak
mengerti bahaya dari gejala CTS yang terjadi pada tangan mereka,
sehingga umumnya mungkin membiarkan saja gangguan tersebut.
V.3.2 Gambaran Penggunaan Mesin Parut Kelapa
Rata-rata bobot daging buah kelapa yang diparut oleh pekerja
perempuan (101,0 Kg) lebih sedikit daripada yang diparut oleh pekerja
laki-laki (191,4 Kg). Saat bekerja, 60,0% pekerja pemarut kelapa
menggunakan kedua tangannya (bilateral). Sehingga, porsi penggunaan
tangan kanan dan kiri mereka saat bekerja tidak begitu berbeda.Besarnya
beban kerja para pekerja pemarut kelapa ini turut memperparah gejala
klinis CTS yang mereka derita.
85
Pekerja perempuan juga lebih cenderung menggunakan mesin
parut kelapa secara bergantian daripada pekerja laki-laki.Banyaknya
pekerja pemarut kelapa di area tersebut mungkin karena wilayah
Pontianak Barat memiliki jumlah penduduk terbanyak di Kota Pontianak.
Sehingga,kebutuhan kelapa parut segar setiap hari di kawasan itu juga
tergolong tinggi.
V.3.3 Gambaran Faktor CTS
Beberapa faktor tersebut antara lain :
1. Masa Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata masa kerja
pekerja pemarut kelapa adalah 8,64 tahun. Secara umum, pekerja
perempuan bekerja lebih lama daripada laki-laki, baik ditinjau darirata-
rata masa kerjanya, masa kerja terpendeknya dan masa kerja
terpanjangnya. Pekerja pemarut kelapa yang memiliki masa kerja > 10
tahun (18,0%) diketahui lebih sedikit daripada pekerja yang memiliki
masa kerja ≤ 10 tahun (82,0%).
Menurut penelitian Pangestuti dan Widajati (2014), pekerja
dengan paparan getaran dari mesin gerinda yang masa kerjanya di atas
10 tahun diketahui berisiko terkena CTS.Sehingga, dapat dikatakan
bahwa masa kerja pekerja pemarut kelapa di pasar-pasar tradisional
Kota Pontianak lebih dominan tergolong aman.
Rendahnya proporsi pekerja yang masa kerjanya di atas 10
tahun mengindikasikan bahwa banyaknya pekerja yang mengalami
86
gejala CTS mungkin bukan disebabkan masa kerjanya.Tetapi, tidak
menutup kemungkinan untuk tahun-tahun berikutnya jika pekerja ini
masih meneruskan usahanya di bidang pemarutan kelapa hingga masa
kerjanya melampaui 10 tahun.
Pekerja pemarut kelapa perlu mendapat edukasi kesehatan
kerja yang benar, terutama terkait dengan risiko dari
pekerjaannya.Pekerja pemarut kelapa sebaiknya berkonsultasi dengan
dokter atau fisioterapis terdekat guna mencegah efek lanjut dari
pekerjaannya dalam jangka panjang, karena dikhawatirkan semakin
lama masa kerjanya maka semakin banyak yang mengalami gejala
CTS dan semakin parah efek yang diterima oleh pekerja sebagai akibat
dari pekerjaannya dalam jangka panjang.
2. Lama Kerja
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerja
mengoperasikan mesin parut kelapanya setara dengan 7,69 jam per
hari untuk 5 hari seminggu. Secara umum, pekerja perempuan
mengoperasikan mesin parut kelapa lebih singkat daripada pekerja
laki-laki. Pekerja yang memiliki lama kerja > 8 jam per hari (36,0%)
lebih sedikit daripada yang memiliki lama kerja ≤ 8 jam per hari
(64,0%).
Menurut Suma’mur (2009), untuk pekerjaan yang biasa, tidak
terlalu ringan atau berat, produktifitas pekerja mulai menurun sesudah
4 jam bekerja. Istirahat setengah jam dapat memulihkan kembali
87
energi akibat menurunnya kadar gula darah di dalam tubuh.
Sedangkan, menurut UU No. 13 tahun 2003, lama seseorang bekerja
maksimal adalah 8 jam dalam 1 hari. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
lama kerja pekerja pemarut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota
Pontianak lebih dominan tergolong aman.
Semua pekerja pemarut kelapa diketahui bekerja selama 6-7 hari
dalam seminggu.Selain itu, beberapa pekerja menggunakan 1 mesin
parut kelapa secara bergantian dan beberapa lainnya menggunakan 1
mesin parut kelapanya sendiri.Oleh karena itu, jumlah jam berjualan
pekerja tersebut disesuaikan dengan jumlah operatornya, kemudian
dikonversikan terhadap hari kerja standar yaitu 5 hari dalam seminggu.
Rendahnya proporsi pekerja yang lama kerjanya di atas 8 jam
per hari mengindikasikan bahwa banyaknya pekerja yang mengalami
gejala CTS mungkin bukan disebabkan lama kerjanya. Tetapi, tidak
menutup kemungkinan dalam situasi tertentu dimana kebutuhan kelapa
parut sedang meningkat, terutama saat menjelang dan selama bulan
ramadhan dan menjelang hari raya, maka lama kerjanya dapat
meningkat seiring meningkatnya kebutuhan kelapa parut tersebut.Hal
ini diungkapkan oleh pekerja pemarut kelapa bahwa pada periode
seperti itu, gejala-gejala klinis yang mengarah CTS dirasakan lebih
kuat dari biasanya.
Pekerja pemarut kelapa sebaiknya mempertimbangkan jumlah
jam kerja mereka dalam berjualan kelapa parut. Hal ini penting karena
88
lama kerja sangat terkait dengan paparan dalam jangka waktu pendek
dan bersifat kontinyu.Sebisa mungkin pekerja pemarut kelapa
mempersingkat waktu kontak dengan mesin parut kelapa atau
mempersering giliran dengan operator pemarut kelapa lainnya. Saat
tidak kontak dengan mesin parut kelapa, pekerja tersebut dapat
mengistirahatkan tangannya atau beralih mengerjakan hal lain yang
lebih ringan.
3. Intensitas Getaran
Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata intensitas getaran
mekanis yang terukur pada mesin parut kelapa di titik yang kontak
dengan lengan tangan pekerja adalah 3,78 m/s2 (2,91-4,12 m/s
2).
Sehingga, intensitas getaran terukur yang tidak aman (48,3%) sedikit
lebih rendah daripada yang aman (51,7%). Hasil konversi
menunjukkan bahwa rata-rata intensitas getaran mekanis yang terpapar
pada lengan tangan pekerja adalah setara dengan 3,57 m/s2 (setara
dengan 1,89-5,84 m/s2). Secara umum, intensitas getaran terpapar yang
kontak dengan lengan tangan pekerja perempuan (setara dengan 3,30
m/s2) sedikit lebih rendah daripada pekerja laki-laki (setara dengan
3,68 m/s2). Sehingga, pekerja yang terpapar intensitas getaran mesin
yang tidak aman (28,0%) lebih sedikit daripada yang aman (72,0%).
Menurut Permenakertrans RI No. Per.13/MEN/X/2011, bahwa
NAB paparan getaran alat kerja adalah 4 m/s2 untuk 8 jam per hari
atau selama 40 jam seminggu. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
89
intensitas getaranyang diterima pekerja pemarut kelapa dari mesin
pemarut kelapa yag digunakannya di pasar-pasar tradisional Kota
Pontianak lebih dominan tergolong aman.
Terdapat variasihari kerja dan lama kontak dengan mesin parut
kelapa,oleh karena itu intensitas getaran mekanis yang terukur
dikonversikan terlebih dahulu terhadap paparan 8 jam sehari selama 5
hari seminggu. Rendahnya proporsi pekerja yang terpapar getaran
mekanis yang tidak aman mengindikasikan bahwa banyaknya pekerja
pemarut kelapa yang mengalami gejala CTS mungkin bukan
disebabkan oleh intensitas paparan getaran mekanis.
Meskipun lebih dominan tergolong aman, namun rasio proporsi
paparan getaran yang tidak aman dibandingkan yang aman pada
pekerja perempuan (1:6) lebih kecil daripada pekerja laki-laki (1:2).Ini
mengindikasikan bahwa pekerja laki-laki 3 kali lebih banyak
menerima paparan getaran mekanis yang tidak aman daripada pekerja
perempuan.Pekerja laki-laki memiliki kapasitas fisik relatif lebih kuat
dari pekerja perempuan, sehingga secara umum pekerja laki-laki
bekerja lebih giat dari pekerja perempuan, Apalagi, jika kebutuhan
kelapa parut segar sedang meningkat pada periode waktu tertentu.
Pekerja pemarut kelapa laki-laki dan perempuan sebaiknya
memperhatikan kecepatan putaran mesin parut kelapa yang
digunakannya.Selain itu, pekerja pemarut kelapa sebaiknya dapat
menggunakan sarung tangan dengan bantalan busa saat memarut
90
kelapa menggunakan mesin.Hal ini berguna untuk mengurangi
intensitas paparan getaran mekanis, sekaligus mencegah efek dari
paparan getaran mekanis terhadap lengan tangan pekerja, baik untuk
jangka waktu singkat maupun dalam jangka waktu panjang.
4. Riwayat Penyakit/Gangguan Klinis Lainnya
Sebanyak 24,0%pekerja memiliki penyakit/gangguan klinis
lainnya. Jenis gangguan terbanyak yaitu nyeri sendi di area lutut dan
pergelangan kaki (8,0%). Sedangkan, gangguan klinis lainnya
bervariasi dan tidak banyak.Secara umum, rasio proporsi pekerja yang
memiliki riwayat penyakit/gangguan klinis dibanding yang tidak
mengalaminya lebih besar dialami pekerja perempuan (3:4) daripada
pekerja laki-laki (1:5).
Sebagian besar gangguan klinis yang diderita pekerja bersifat
lokal. Penyebab utamanya antara lain keseleo dan terjatuh. Gangguan
yang bersifat lokal tersebut tentunya dapat menyebabkan gejala CTS
atau memperparah gejala CTS yang sudah ada. Sedangkan, penderita
dengan gangguan klinis lain yang bersifat sistemik hanya sedikit, yaitu
penyakit Diabetes Mellitus (DM). Gangguan metabolis tersebut dapat
memperparah gejala klinis CTS, karena sel-sel tubuh penderita DM
sulit menggunakan glukosa sebagai sumber energi, termasuk sel saraf
median.Kondisi kekurangan energi tersebut dapat membuat sel saraf
91
median sedikit demi sedikit mengalami kematian, yang dapat berujung
pada kecacatan area tangan dan pergelangan tangan.
5. Pengobatan
Sebanyak 6,0% pekerja mengkonsumsi obat anti
nyeri,sedangkan 6,0% lainnya mengkonsumsi vitamin B6 (Piridoksin).
Sehingga, total proporsi pekerja yang mengkonsumsi obat anti nyeri
dan Piridoksin sebanyak 12,0%. Rasio proporsi pekerja yang
mengkonsumsi obat anti nyeri dan piridoksin dibandingkan yang tidak
mengkonsumsinya lebih besar terjadi pada pekerja perempuan (1:7)
daripada pekerja laki-laki (1:9).
Obat-obat anti nyeridan piridoksin diketahui memperingan
gejala klinis CTS.Khasiat obat-obatan dan suplemen tersebut secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi saraf median, karena
zat-zat tersebut dikonsumsi dan beredar melalui pembuluh darah ke
seluruh tubuh.Pekerja sebaiknya tidak mengkonsumsi obat-obatan anti
nyeri sendiri, apalagi jika dikonsumsi dalam dosis yang tidak tepat dan
terus-menerus.Dalam jangka panjang, dikhawatirkan obat-obatan
tersebut dapat memberikan efek samping lainnya bagi tubuh
mereka.Pekerja pemarut kelapa sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
untuk mendapatkan penanganan yang tepat agar gejala klinis CTS
tidak semakin parah dan dapat sembuh total.
6. Gejala Carpal Tunnel Syndroms (CTS)
92
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor keluhan klinis
CTS pada pekerja perempuan (4,64) lebih tinggi daripada pekerja laki-
laki (4,14). Proporsi pekerja yang memiliki hasil tes Phalen positif
sekaligus memiliki gejala CTS berdasarkan kesimpulan dokter (72,0%)
lebih banyak daripada proporsi pekerja yang memiliki hasil tes Phalen
negatif atau normal berdasarkan kesimpulan dokter (28,0%), yang
mana rasio proporsi tersebut pada pekerja perempuan (mendekati 4:1)
lebih besar daripada pekerja laki-laki (mendekati 2:1).Artinya, pekerja
pemarut kelapa lebih dominan mengalami gejala CTS, terutama pada
pekerja perempuannya.
Menurut penelitian Pangestuti dan Widajati (2014), pekerja
dengan paparan getaran dari mesin gerinda di PT Dok dan Perkapalan
Surabaya sebanyak 87,2% mengalami CTS. Sedangkan, menurut
penelitian Rusdi dan Koesyanto (2010) menunjukkan bahwa pekerja
dengan paparan getaran mesin pengolahan Kayu Brumbung Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah sebanyak 57,6% mengalami CTS.
Berdasarkan dua penelitian di atas, proporsi gejala CTS dari hasil
penelitian ini hampir mendekati prevalensi CTS pada pekerja gerinda
dan pekerja mesin pengolahan Kayu Brumbung di atas.
Berdasarkan penelitian pembanding di atas, karakteristik
pekerjaan yang serupa, yaitu sama-sama terpapar getaran
mekaniskemungkinan besar menimbulkan gangguan saraf median di
pergelangan tangan.Meskipun metode diagnosis CTS yang digunakan
93
dalam penelitian ini bukan tergolong metode diagnosis yang pasti,
yaitu hanya berdasarkan anamnesis dan tes Phalen, tetapi
menunjukkan kecenderungan yang cukup banyak.Artinya, tes Phalen
dapat diandalkan untuk mendeteksi timbulnya CTS secara klinis.
Prevalensi pekerja pemarut kelapa yang mengalami gejala CTS
dari hasil penelitian ini (72,0%), tidak berbeda jauh dari hasil survei
pendahuluan pada 10 orang pekerja (80,0%).Pekerja pemarut kelapa
sebaiknya rutin berkonsultasi dengan dokter atau fisioterapis terdekat
guna mendapatkan diagnosis yang pasti melalui metode EMG
(Electromiografi), serta mendapatkan pengobatan yang tepat untuk
meredakan gejala CTS yang dideritanya.
V.3.4 Keterbatasan Penelitian
Peneliti berupaya mengetahui gambaran kejadian gejala CTS pada
pekerja pemarut kelapa di pasar-pasar tradisional Kota Pontianak.Namun,
tidak semua faktor dapat ditelusuri dan sanggup diamati oleh peneliti,
mengingat keterbatasan kemampuan peneliti dalam menjalankan
penelitian dan kelemahan rancangan penelitian. Oleh karena itu, mungkin
terdapat keterbatasan penelitian yang meliputi :
1. Adanya kemungkinan bias informasi, antara lain karena :
a. Pekerja menjawab pertanyaan dengan tidak jujur, mungkin karena
persepsinya yang negatif terhadap penelitian ini dan khawatir
berefek samping terhadap pekerjaannya, atau tidak paham dengan
94
pertanyaan yang diajukan karena keterbatasan pengetahuan pekerja
mengenai pertanyaan yang diajukan.
b. Beberapa jenis penyakit/gangguan lainnya terkadang sulit
disimpulkan hanya berdasarkan anamnesis, seorang dokter
sekalipun membutuhkan penunjang diagnosis untuk memastikan
ada tidaknya penyakit/gangguan lain tersebut.
c. Beberapa pertanyaan tertentu membutuhkan konfirmasi ulang
karena ditemukan jawaban yang ragu-ragu, ambigu dan tidak
bersesuaian. Hal ini mungkin karena kesibukan pekerja yang
sedang berjualan, sehingga mereka kurang fokus terhadap
penelitian ini meskipun peneliti telah mengajukan izin untuk
meminta kelonggaran waktu dari pekerja.
2. Adanya kemungkinan bias perancu, antara lain karena :
a. Metode diagnosis yang kurang spesifik.Sebaiknya menggunakan
alat EMG untuk lebih memastikan diagnosis CTS, tetapihal
tersebut sulitditerapkan dalam penelitian di lapangan dalam
penelitian ini.
b. Indeks massa tubuhtidak ditelitidalam penelitian ini, karena
sulitnya menerapkan pengukuran berat badan dan tinggi badan di
lapangan.
4. Adanya kemungkinan bias recall, antara lain karena :
95
a. Responden kesulitan mengingat kembali hal-hal yang sudah lama
terlewatkan, misalnya tentang masa kerja dan gejala-gejala klinis
lain yang ditanyakan oleh dokter.
b. Responden kesulitan mengingat sesuatu yang sudah rutin
dilakukan dan nilainya berubah-ubah, misalnya tentang bobot
daging buah kelapa yang diparut, jam kerja dan lama kontak
dengan mesin parut kelapa.
95
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berikutiniadalahbeberapakesimpulan yang
dapatditarikdarihasilpenelitianpada50 orang pekerjapemarutkelapayang
menggunakanmesinparutkelapa di pasar-pasartradisional Kota Pontianak,
antaralain :
1. Pekerjapemarutkelapayangmasakerjanyalama, yaitu> 10
tahunsebanyak18,0%. Secaraumum, masakerjapekerjaperempuan
(rata-rata 10 tahun) lebih lama daripadapekerjalaki-laki (rata-rata 7
tahun).
2. Pekerjapemarutkelapa yang lama kerjanyatidakaman, yaitubekerja> 8
jam sehariuntuk 5 hariseminggusebanyak 36,0%.Secaraumum,
lamakerjapekerjaperempuan (rata-ratasetaradengankerja6 jam per
hariuntuk 5 hariseminggu) lebihsingkatdaripadapekerjalaki-laki (rata-
rata setaradengankerja8jam per hariuntuk 5 hariseminggu).
3. Pekerjapemarutkelapayang
terkenapaparangetaranmekanisdenganintensitastidakamandarimesinpar
utkelapanya, yaitusetaradenganintensitas> 4 m/s2untuk 8 jam
sehariselama 5 hariseminggusebanyak 28,0%. Secaraumum,
intensitasgetaran yang terpaparpadapekerjaperempuan (rata-rata
setaradenganintensitas3,30 m/s2untuk 8 jam sehariselama 5
hariseminggu) lebihrendahdaripadapekerjalaki-laki (rata-rata
96
setaradenganintensitas 3,68m/s2untuk 8 jam sehariselama 5
hariseminggu).
4. Pekerjapemarutkelapa yang memilikiriwayatpenyakitlainnyasebanyak
24,0%.Secaraumum,
rasiopenyakit/gangguanklinisdideritalebihbanyakolehpekerjaperempua
n (3:4) daripadapekerjalaki-laki (1:5).
5. Pekerjapemarutkelapa yang menjalanipengobatan (obat anti
nyeridanpiridoksin) sebanyak 12,0%.Secaraumum, rasiokonsumsiobat
anti nyeridanpiridoksinlebihbesarterjadipadapekerjaperempuan (1:7)
daripadapekerjalaki-laki (1:9).
6. Prevalensipekerjapemarutkelapa yang didiagnosamengalamigejala
CTS yaitusebanyak72,0%. Secaraumum,
potensipekerjaperempuanmengalamigejala CTS
(rasiomendekati4:1)lebihbesardaripadapekerjalaki-laki
(rasiomendekati2:1).
VI.2 Saran
Adapunbeberapa saran yang
dapatpenulissampaikanberkaitandenganpenelitianiniantaralain :
VI.2.1 BagiPekerjaPemarutKelapa
Pekerjapemarutkelapa yang
menggunakanmesinparutkelapaharusmengontrolkekuatan/kecepatanputara
nmesinparutkelapa yang
97
digunakannya.Jikapermintaankelapaparutsedangmeningkat,
terutamamenjelangharirayaataumusim-musimtertentu,
parapekerjaharusmenambahjumlah operator pemarutkelapa,
ataumempersingkatkontakdenganmesinparutkelapa,
ataumemperseringgiliranpenggunaanmesinparutkelapa,
ataumenggunakansarungtangandenganbantalanbusasaatbekerjamemarutkel
apa.
Pekerjapemarutkelapasebaiknyarutinmemeriksakankesehatandirinyakedok
teratauberkonsultasidenganfisioterapisterdekatuntukmencegahterjadinyake
lumpuhansarafmedianusataukecacatanakibatpekerjaan yang dijalaninya.
VI.2.2 BagiPemerintah Kota Pontianak
Pemerintah Kota Pontianak,
khususnyaDinasKesehatansetempatdanjajaran di
bawahnyaturutaktifmengedukasipekerjapemarutkelapa di pasar-
pasartradisional agar memperhatikankesehatandirinyaterkaitpekerjaan
yang rutindijalaninyahampirsetiaphari.
PengecekanintensitasgetaransebaiknyadilakukansecaraberkalaolehjajaranD
inasPerdagangandanPerindustriansetempatuntukmengawasidanmenjamin
mesinparutkelapa yang adalayakdigunakan.
VI.2.3 BagiInstitusiKeilmuandanPenelitiLainnya
Penelitilaindapatmelakukanpenelitianbertemaserupadenganmemper
luas area studi, mempertegas diagnosis CTS
denganmetodeEMG,ataumenelitivariabel lain yang
98
belumditelitidalampenelitianini,
misalnyamendalamiaktivitasmengangkutbuahkelapa,
mencungkildagingbuahkelapaataumenelitiefektifitassarungtanganbantalan
busahasilrancangansendiribagipekerjapemarutkelapa.
DAFTAR PUSTAKA
Alfons, Gracia Deborah., dkk. 2015. Rancang Bangun Mesin Pemarut Portable
Menggunakan Motor Listrik AC dengan Variasi Kecepatan Putaran (Rpm).
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 3 No. 3, Oktober
2015, 349-355. Malang : Universitas Brawijaya.
American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS). 2008. Clinical Practice
Guideline on The Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. Rosemont : AAOS.
Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Aroori, Somaiah. Spence, Roy A.J. 2008. Carpal Tunnel Syndrome.Ulster
Medical Journal : 77 (1) 6-17.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pontianak. 2017. Kota Pontianak dalam Angka
2017. Kota Pontianak : BPS.
Bahrudin, Mochammad. 2011. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Saintika Medika
Jurnal Vol. 7. No. 14. Januari 2011. Malang : Universitas Muhammadiyah
Malang.
Barnardo, Jonathan. 2004. Carpal Tunnel Syndrome in Hands on Practical Advice
on Management of Rheumatic Disease. June no. 3 : 1-3.
Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : EGC.
Budiono, Sugeng. 2003. BungaRampaiHiperkesdan
KK.BadanPenerbitUniversitasDiponegoro. Semarang.
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Kencana. Jakarta.
Dale, A.M, dkk. 2014. General Population Job Exposure Matrix Apllied to a
Pooled Study of Prevalent Carpal Tunnel Syndrome. Am. Journal of
Epidemiology, December, 2014. 181(6):431-439.
Darno. 2011. Hubungan Karakteristik Pekerja dan Gerakan Berulang dengan
Kejadian CTS pada Pemetik Daun Teh di PT. Rumpun Sari Kemuning.
Skripsi.Surakarta : UNS.
Davis, Larry E. dkk. 2005. Carpal Tunnel Syndrome in Fundamentals of
Neurologic Disease. Demos Medical Publishing. New York : 61-63.
Dewanto, George. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. 2009;h.120-123.
Faisal, Yatim. 2006. PenyakitTulangdanPersendian (Arthritis atau
Arthralgia).Jakarta :PustakaPopulerObor.
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance : Anamnesis danPemeriksaanFisik. Jakarta
:PenerbitErlangga.
Harahap, Rudiansyah. 2003. Carpal Tunnel Syndrome. CerminDuniaKedokteran
No. 141. Semarang.
Hardono, Joko. 2017. Rancang Bangun Mesin Pemarut Kelapa Skala Rumah
Tangga Berukuran 1 Kg per Waktu Parut 9 Menit dengan Menggunakan
Motor Listrik 100 Watt. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin. Tangerang :
Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Harsono, W.R. 1995. Carpal Tunnel Syndrome at Workers Who Were Exposed by
Repeated Biomechanical Pressures at Hand and Wrist in Tire Industry RSIN
Company. Thesis. Jakarta : Universitas Indonesia.
Hastono, Sutanto Priyo dan Sabri, Luknis. 2010. Statistik Kesehatan, Edisi 1.
Rajawali Pers. Jakarta.
Katz, Jeffrey N& Simmons, Barry P. 2002. Clinical Ptactices :Carpal Tunnel
Syndrome. N Engl J Med. Vol. 346, No. 23 : 1807-12.
KeputusanMenteriNegara Lingkungan Hidup Nomor49/1996 tentang Baku
Tingkat Getaran.Jakarta : KEMENLH RI.
Kouyoumdjian, J.A. dkk. 2000. Body Mass Index and Carpal Tunnel Syndrome.
ArqNeuropsiquiatr, (58) : 252-256.
Kurniawan,Bina,dkk. 2008.
FaktorRisikoKejadianCarpalTunnelSyndrome(CTS)padaWanitaPemetikMelat
idiDesaKarangcengis,Purbalingga.Jurnal Promosi
KesehatanIndonesia.Vol.3, No. 1.
Kurniawidjaja, L. Meily. 2007.
FilosofidanKonsepDasarKesehatanKerjasertaPerkembangannyadalamPrakti
k. JurnalKesehatanMasyarakatNasional.Volume 1.Nomor 6.Juni 2007.
Latov, Norman. 2007. Peripheral Neuropathy. New York :Demos Medical
Publishing.
Moore, Keith L., dkk. 2013. AnatomiBerorientasiKlinis. EdisiKelima. Jilid 2.
(Diterjemahkanolehdr. HuriawatiHartanto). Jakarta :PenerbitErlangga.
Mumenthaler, Mark. dkk. 2006. Fundamentals of Neurologic Disease. Stuttgard
:Thieme.
National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH). 1997.
Musculoskeletal Disorders (MSDs) and Workplace Factor. Juli 1997.
https://www.cdc.gov/niosh/docs/97-141/pdfs/97-141.pdf
(Diaksespadatanggal 15 Januari 2016).
____________________________________________________________. 2014.
The Current Prevalence of CTS. Scandinavian Journal of Work,
Environment and Health.
http://www.sjweh.fi/show_abstract.php?abstract_id=3351&fullText=1(Diak
sespadatanggal 10 Maret 2015).
Nordstrom, D.I. dkk. 1997. Risk Factor for Carpal Tunnel Syndrome in a General
Population. Occup Environ Med. 80 (2) : 734-740.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi revisi.
Jakarta : Rineka Cipta.
Nugrahaeni, Dyan Kunthi. 2011. Konsep Dasar Epidemiologi. EGC. Jakarta.
Nurminto, Eko. 2004. Ergonomi :KonsepDasardanAplikasinya. EdisiKedua.
Surabaya :PenerbitGunaWidya.
Pangestuti, Angelia AyudanWidajati, Noeroel. 2014. Faktor yang
BerhubungandenganKeluhan Carpal Tunnel Syndrome padaPekerjaGerinda
di PT DokdanPerkapalan Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational
Safety and Health, Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2014:14-24. Surabaya
:UniversitasAirlangga.
Pecina, Marko M, dkk. 2010. Tunnel Syndromes: Peripheral Nerve Compression
Syndromes Third Edition. New York :CRC PRESS.
Permatasari, Nurindah. dkk. 2014. BeberapaFaktor yang
BerhubungandengaKejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
padaPengrajinTenunTradisional.Skripsi.Semarang
:UniversitasMuhammadiyah Semarang.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang
Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern. Jakarta :KementrianPerdagangan RI.
PeraturanMenteriTenagadanTransmigrasiNomorPER.13/MEN/X/2011
tentangNilaiAmbang Batas FaktorFisikadanFaktor Kimia di
TempatKerja.Jakarta :KementrianTenagaKerjadanTransmigrasi RI.
Purnawati, S. 2004. AplikasiErgonomiIndustri. Carpal Tunnel Syndrome dan
Repetitive Job dalam Seminar NasionalErgonomi.Yogyakarta.
Rahayu, EndangPurnawati. 2011.
HubunganAntaraPaparanGetaranLenganTangandenganKeluhanKesehatandan
Faktor-Faktor yang MempengaruhipadaSupir Bajaj di PasarKebayoran
Lama.Skripsi.Jakarta : UPN Veteran.
Rambe, Aldi S. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Medan :Bagian Neurologi
FK USU.
Ronald E, Pakasi. 2007. NyeridanKebasPergelanganTanganakibatPekerjaan.
Hati-Hati CTS.http://www.medicastore.com. Diunduhpadatanggal 15
Desember 2014.
Rosenbaum R. 1996. Occupational and Use Mononeuropathies. Dalam Evans
RW, editor. Neurology and Trauma. Philadelphia: WB Saunders Co; p.403-
405.
Rubenstein, David.,dkk. 2007. KedokteranKlinis. EdisiKeenam. Jakarta
:PenerbitErlangga.
Rusdi, Yusuf danKoesyanto, Herry.2010.
HubunganAntaraGetaranMesinProduksidengan Carpal Tunnel
Syndrome.JurnalKesehatanMasyarakat (2) 2010:89-94.Semarang
:UniversitasNegeri Semarang.
Salter, R.B. 2009. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; p.274-275.
Salvatore, R.Dinardi. 1997. The Occupational Environment - Its Evaluation and
Control. Amerika :Amerika Industrial Hygiene Association (AIHA) Press.
Standard Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004. NilaiAmbang Batas IklimKerja
(Panas), Kebisingan, GetaranTangan-LengandanRadiasiSinar Ultra Ungu di
TempatKerja. Jakarta :BadanStandardisasiNasional.
Statutory Instruments No. 1093. 2005. Health and Safety : The Control of
Vibration at Work Regulations. London, U.K.
Subaris, HerudanHaryono. 2007. Hygiene LingkunganKerja. Jogjakarta
:MitraCendekia Press.
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). CV.
Sagung Seto. Jakarta.
Syaiful, Saanin. 2009. Syndrome TerowonganKarpal.
http://www.angelfire.com/neurosurgery/nc/atas.html(Diaksespadatanggal 2
Januari 2016).
Tana,Lusianawaty. dkk. 2004. CarpalTunnelSyndrome
padaPekerjaGarmendiJakarta.BuletinPenelitianKesehatan 2004 vol. 32, no.
2: 73-82.
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi, UntukKeselamatan,
KesehatanKerjadanProduktivitas, Edisi ke-1. UNIBA Press. Surakarta.
Undang-UndangTenagaKerjaNomor 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan.
Urbano, Frank L. 2000. Tinel’s Sign and Phalen’sMaeuver : Physical Signs of
Carpal Tunnel Syndrome. Review of Clinical Signs. Hospital Physician July
2000. 39-44. Turner White Commnications Inc.
Verina, Y.D. 2006. Hubungan Karakteristik Pekerja, Frekuensi Gerakan
berulang dan Faktor Kesehatan dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
pada Pemetik Melati. Semarang: UNDIP.
Wahyuningrum, Airin.dkk. 2013. BeberapaFaktor yang
BerhubungandenganKejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
padaWanitaPelintingJenang.JurnalFakultasKesehatanMasyarakat. Semarang
: UNIMUS. Skripsi.
Werner, R.A. dkk. 2004. Influence of Body Mass Index in Median Nerve Function
Carpal Cannal Pressure and Crossectional Area of Median Nerve, Muscul
Nerve. 30 : 451-485.
Wibisono, Lily. 2007. KesemutanJanganDisepelekan.
http://www.medicastore.com. Diunduhpadatanggal 16 Desember 2014.
Wichaksana, AryawandanKartiena, A.
2002.PeranErgonomidalamPencegahanSindroma Carpal Tunnel
AkibatKerja.PPS. K, HiperkesMedis. FakultasKedokteranUniversitas
Indonesia.Jakarta :CerminDuniaKedokteran No. 136.
Yanri, Z. 2001. EvaluasiPelaksanaanPemeriksaanKesehatanTenagaKerjadi
Indonesia.Seminar SehariNasionalSurveilansKesehatanPekerja.Hal. 9.
Jakarta.