demokrasi dan ham (1)

13
Peran Mahasiswa dalam Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia Mar 3, 2013 Hak asasi manusia menjadi salah satu wacana publik yang berkembang seiring runtuhnya rezim Orde Baru pada Mei 1998. Demokrasi dan HAM menjadi isu yang amat sensitif di masa pemerintahan Presiden Soeharto dan beresiko tinggi bagi siapa saja yang berani terlibat di dalamnya. Kelompok organisasi non pemerintah (ornop) pun tidak banyak yang berani terlibat. LPHAM (Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia) dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) merupakan dua ornop yang berani bergelut dalam berbagai pelanggaran HAM oleh pemerintah dan aparatnya (Howard, 2000:9). Kegigihan dua ornop tersebut patut diapresiasi karena mereka tidak hanya mengembangkan wacana publik, litigasi maupun advokasi bersama rakyat yang menjadi korbannya. Berbagai dokumentasi pelanggaran HAM, pengalaman investigasi dan advokasi di lapangan merupakan bahan pelajaran berharga yang dapat dijadikan acuan untuk memperjuangkan hak asasi manusia. Sebuah pelajaran penting untuk memperjuangkan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Seiring berjalannya era reformasi, tidak hanya ornop atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terlibat, namun berbagai kalangan yang memiliki perhatian dengan politik cenderung semakin peduli dengan isu-isu hak asasi manusia. Mahasiswa adalah aset bangsa yang diharapkan menjadi agen perubahan, termasuk sebagai pembela hak asasi manusia. Esai ini berupaya menggali potensi peran mahasiswa dalam upaya pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

Upload: dies

Post on 25-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kn

TRANSCRIPT

Page 1: Demokrasi Dan Ham (1)

Peran Mahasiswa dalam Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Mar 3, 2013

Hak asasi manusia menjadi salah satu wacana publik yang berkembang seiring runtuhnya rezim Orde Baru pada Mei 1998. Demokrasi dan HAM menjadi isu yang amat sensitif di masa pemerintahan Presiden Soeharto  dan beresiko tinggi bagi siapa saja yang berani terlibat di dalamnya. Kelompok organisasi non pemerintah (ornop) pun tidak banyak yang berani terlibat. LPHAM (Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia) dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) merupakan dua ornop yang berani bergelut dalam berbagai pelanggaran HAM oleh pemerintah dan aparatnya (Howard, 2000:9).

Kegigihan dua ornop tersebut patut diapresiasi karena mereka tidak hanya mengembangkan wacana publik, litigasi maupun advokasi bersama rakyat yang menjadi korbannya. Berbagai dokumentasi pelanggaran HAM, pengalaman investigasi dan advokasi di lapangan merupakan bahan pelajaran berharga yang dapat dijadikan acuan untuk memperjuangkan hak asasi manusia. Sebuah pelajaran penting untuk memperjuangkan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

Seiring berjalannya era reformasi, tidak hanya ornop atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terlibat, namun berbagai kalangan yang memiliki perhatian dengan politik cenderung semakin peduli dengan isu-isu hak asasi manusia. Mahasiswa adalah aset bangsa yang diharapkan menjadi agen perubahan, termasuk sebagai pembela hak asasi manusia. Esai ini berupaya menggali potensi peran mahasiswa dalam upaya pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

 

Sejarah Pemikiran HAM di Indonesia

Selama ini sebagian masyarakat awam menganggap bahwa isu penegakan hak asasi manusia adalah “proyek Barat” yang dijalankan bersamaan dengan demokratisasi dan liberalisasi perdagangan internasional. Oleh karena itu, baik di Indonesia maupun berbagai belahan dunia lain menilai bahwa seolah-olah masalah HAM adalah pemikiran asing yang sepenuhnya “menguntungkan” Barat dan “dipaksakan” untuk diterima oleh negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia. Hal ini didorong oleh dua faktor. (1) kekuasaan negara selama puluhan tahun berhasil menyingkirkan pemikiran HAM yang melekat dalam sejarah perjuangan bangsa dan (2) kealpaan kalangan kaum intelektual dan akademisi untuk mengali atau menelusuri isu hak asasi manusia dalam mozaik pemikiran bangsa sendiri.

Anak bangsa harus mengakui bahwa wacana anti HAM dalam perdebatan dan perumusan Undang-Undang Dasar 1945 di BPUPKI memang mendominasi. Atas jasa Mohammad Hatta dan

Page 2: Demokrasi Dan Ham (1)

Yamin, beberapa pasal tentang HAM seperti jaminan atas kebebasan beragama dan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara tertulis dan seterusnya mampu terakomodasi dalam konstitusi tersebut. Jika ditelusuri lebih jauh, substansi HAM ini terkait dan mengilhami denyut perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebagaimana muncul secara dominan saat perumusan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) tahun 1948, primus interpares hak-hak asasi manusia adalah dignity of man, kemuliaan manusia (Nadj dan Naning, 2000:20).

Sesungguhnya wacana martabat dan inti kemuliaan manusia sudah mengemuka di Eropa sejak abad ke 12 dan berkembang pesat pada abad ke 15 dan 16. Hal itu didorong oleh absolutisme kekuasaan raja-raja yang menindas rakyatnya. Lahirnya DUHAM 1948 dinilai sebagai pencapaian besar atas keprihatinan bersama bangsa-bangsa akan terinjak-injaknya martabat manusia dalam Perang Dunia I dan II. Kesadaran bangsa Indonesia akan kejamnya penindasan penguasa kolonial meningkat sejak abad ke 15 bersamaan dengan tumbuhnya pemikiran HAM di Eropa yang sekaligus “sarang penjajah” negara-negara Dunia Ketiga. Dari sinilah benih-benih bangsa Indonesia untuk kemerdekaan lahir dengan munculnya Budi Utomo pada 1908 yang bertujuan awal untuk memajukan pendidikan  “orang Jawa” (maksudnya “orang Indonesia”) menjadi bangsa yang setara atau sederajat dengan bangsa-bangsa lain yang beradab di dunia.

Pergulatan dalam perumusan cita-cita perjuangan bangsa mencapai puncaknya dengan lahirnya Sumpah Pemuda 1928, sebuah peristiwa besar yang memimpikan sosok keindonesiaan dengan Satu Bangsa, Satu Tanah Air dan Satu Bahasa Indonesia. Sebuah “negara impian” yang mengedepankan kedaulatan rakyat dan terwujudkan dalam bentuk negara republik sebagai alternatif model kerajaan maupun sistem pemerintahan penjajah yang tidak sesuai dengan prinsip universal HAM.

 

Esensi Hak Asasi Manusia

Sesungguhnya yang dimaksud dengan HAM adalah hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia “manusia”. Sejak lahir, manusia bermartabat tinggi. Ajaran Islam misalnya menjelaskan bahwa setiap manusia adalah khalifah di bumi (At Tiin: 7) atau sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya (Al Baqarah: 30). Sebagaimana ditulis Jack Donnelly bahwa fungsi utama hak asasi manusia adalah memperbaiki hubungan sosial (Donnelly, 1989:21). The Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM). Sebuah deklarasi yang diterima oleh Sidang Umum PBB pada 1948 memuat  macam-macam hak yang dapat dikategorikan ke dalam: hak personal, hak legal, hak sipil, hak politik, hak subsistensi, hak ekonomi, hak sosial, dan hak kultural.

Hak personal diartikan sebagai jaminan minimum yang perlu ada untuk kebutuhan jasmaniah manusia seperti hak untuk hidup; perlindungan dari diskriminasi atas dasar seks, warna kulit, ras, agama, bahasa atau pandangan politik; pelarangan atas perbudakan; perlindungan atas tindakan kekerasan seperti penyiksaan serta hukuman yang merendahkan martabat manusia serta

Page 3: Demokrasi Dan Ham (1)

perlakuan yang tidak manusiawi; persamaan di depan hukum; dan hak untuk menjadi warga suatu bangsa termasuk mengubah kewarganegaraannya.

Hak legal merupakan perlidungan bagi seseorang yang berhubungan dengan sistem hukum dalam suatu negara. Ke dalam hak legal ini termasuk: untuk tidak diperlakukan dalam penangkapan dan penahanan sewenang-wenang atau dibuang; pengadilan yang adil; perlakuan terhadap seseorang sebagai tidak bersalah sampai kesalahannya dibuktikan; untuk tidak mencampuri kehidupan seseorang seperti keluarga, rumah tangga, surat-menyurat, mencemarkan. Hak subsistensi yaitu menjamin adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan minimum, seperti hak untuk mendapatkan makanan dan pelayanan kesehatan.

Hak ekonomi termasuk diantaranya hak akan social security, hak untuk memperoleh dan memiliki pekerjaan, membentuk serikat buruh, hak untuk memperoleh pembayaran yang sama untuk pekerjaan yang sama, upah yang adil dan layak untuk kehidupan diri dan keluarganya sebagaimana layaknya manusia yang bermartabat, serta berbagai perlindungan sosial lainnya, hak untuk beristirahat dan bersenang-senang, termasuk pembatasan jam kerja dan hak cuti dan liburan dengan pembayaran. Sedangkan hak sosial mencakup hak untuk kehidupan pribadi, hak untuk menikah dan membina rumah tangga, dan hak memperoleh pendidikan.

 

Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan

Saat ini sudah menjadi jargon umum bahwa mahasiswa adalah “Agent of Change” yaitu sekelompok pembaharu yang akan mengubah kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik (transformer). Jargon tersebut biasanya diwujudkan dengan gerakan kemahasiswaan. Sehingga tidak jarang mendapatkan label “aktivis”. Dalam dunia kampus kontemporer, aktivis kampus dihadapkan pada situasi di mana jumlah mahasiswa “kupu-kupu” (kuliah pulang-kuliah pulang) dan “kunang-kunang” (kuliah nangkring-kuliah nangkring) semakin meningkat. Kenyataan ini menjadi tantangan mengingat gerakan mahasiswa berkontribusi besar sebagai salah satu kekuatan sosial dan politik dalam menumbangkan rezim Orde Baru.

Gerakan mahasiswa adalah faktum perubahan. Sesuai dengan predikat yang disandangnya, mahasiswa merupakan sebuah elemen strategis yang dapat dilihat dari dua dimensi utama sebagai berikut: Pertama , sebagai bagian dari lapisan angkatan muda, terutama karena tingkat pendidikan tinggi dimiliki, mereka merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki nasib negara dan bangsanya. Sebagai pelaku perubahan sosial, oleh karena itu mahasiswa ingin melibatkan diri untuk menyelesaikan dan mencari jalan keluar terhadap permasalahan-permasalahan yang praktis dialami oleh masyarakat. Kedua, sesuai dengan jenjang pendidikannya, mahasiswa merupakan sekelompok intelektual yang merasa keberadaannya dituntut untuk memusatkan diri guna memikirkan ide dan masalah non-material dengan menggunakan kemampuan penalaran ilmiahnya. (Adi Suryadi Culla, 2002: 233)

          Mahasiswa sebagai pemegang estafet kepemimpinan bangsa. Di Indonesia, pergerakan mahasiswa berkembang pesat sejak tahun 1960-an dan terus berkembang hingga kini, sehingga peristiwa penting apapun yang berlaku di tataran kebangsaan maupun antar bangsa juga

Page 4: Demokrasi Dan Ham (1)

melibatkan kelompok mahasiswa. Keterlibatan mahasiswa ini dinilai sebagai suatu yang positif menangani berbagai isu yang dialami bangsa dan negara. (Akhi Masrawi, 2003: 20)

Sayangnya, kenyataan di lapangan harus diakui bahwa gerakan mahasiswa sebagai salah satu “pembela reformasi” bukanlah kekuatan yang solid. Keragaman latar belakang, motivasi, visi politik serta orientasi masing-masing kesatuan aksi telah menjadikan gerakan mahasiswa tidak bisa dilihat sebagai identitas yang homogen.

 

Mahasiswa Sebagai Pembela HAM

Keaktifan mahasiswa dalam berbagai organisasi luar kampus tidak dapat dianggap remeh dalam ranah politik maupun dalam membawa aspirasi masyarakat akar rumput. Singkatnya, mahasiswa adalah bagian dari masyarakat sipil yang dapat diandalkan untuk mengontrol pemerintah agar kebijakan yang diambil sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Menjamurnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada tahun 1980-an juga tidak dapat dilepaskan oleh peran mahasiswa sebagai “penyambung lidah” yang memihak masyarakat. Posisi LSM dapat dikatakan sebagai titik singgung yang menghubungkan dunia kampus dengan dunia riil (nyata) dalam masyarakat, Karena memang melalui LSM inilah mahasiswa belajar mengadvokasi massa Sehingga ketika terjadi gelombang gerakan mahasiswa, ada sebagian pusat-pusat advokasi massa yang dijadikan basis penyatuan mahasiswa dengan rakyat.

Beberapa LSM hak asasi manusia yang sering menjadi tempat mahasiswa aktif dalam upaya penegakan HAM dan demokratisasi Indonesia adalah Centre for Human Rights in Action (Churia), Cakrawala Timur, Demos, Elsam, Foundation for keeping Moluccan Civil and Political Rights (FKMCPR), Kalyanamitra, Forum Asia, Inside Indonesia, Redress, VHR, APT, Amnesty International, Jaringan Kerja LSM, PSHK, CETRO, ICRC, ICTJ, LSPP, KASUM, Witness, YLBHI, Human Rights First, Human Rights Internet, Yayasan Hak, Yappika, Islamic Center for Democracy and Human Rights Empowerment (ICDHRE), Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI), Imparsial, Institute for Migrant Worker (Iwork), Koteka dan Prakarsa Rakyat. Bahkan banyak mahasiswa asal Indonesia yang tergabung dalam Indonesia‘s Forum for Human Dignity yaitu sebuah LSM HAM Indonesia yang berbasis di Belanda (Kontras, 2010).

Berdasarkan Pasal 1 Deklarasi Pembela Hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disahkan pada 9 Desember 1998 dinyatakan bahwa “Setiap orang mempunyai hak, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, untuk memajukan dan memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan kebebasan dasar di tingkat nasional dan internasional”. Untuk itu, menjamurnya LSM sejak era reformasi bergulir patut diapresasi karena dapat mendorong demokratisasi dan mewujudkan terbentuknya masyarakat madani.

Para pembela HAM adalah individu, kelompok dan organ masyarakat yang secara universal mendukung dan melindungi HAM dan kebebasan dasar yang diakui. Para pembela HAM mencari dukungan dan perlindungan terhadap hak-hak sipil dan politik serta dukungan,

Page 5: Demokrasi Dan Ham (1)

perlidungan dan realisasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Para pembela HAM juga mendukung dan melindungi hak-hak para anggota kelompok seperti penduduk asli. Definisi tersebut tidak mencakup individu atau kelompok yang melakukan atau menyebarkan kekerasan.

Secara umum, para pembela HAM dapat membantu upaya pemerintah dalam memajukan dan melindungi HAM. Sebagai bagian dari proses konsultasi, mereka dapat memainkan peranan penting dalam membantu menyusun undang-undang yang tepat, dan dalam membantu menyusun rencana dan strategi nasional terkait dengan HAM. Bagi mahasiswa “pembela HAM”, beberapa peran tersebut tentunya sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu: pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Untuk mewujudkan peran mulia tersebut, maka idealnya sebuah perguruan tinggi memiliki kultur kebebasan akademis untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa.

Hal ini tidak terlepas dari karakter khas dan fungsi perguruan tinggi itu sendiri yaitu membentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan  kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi (sensitively involved) terhadap masyarakat. Sehingga, terdapat dua manfaat yang mendasar yaitu pertama untuk meningkatkan kepekaan kualitas intelektual mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat (lingkungannya). Semua itu dapat terwujud jika didukung oleh kebebasan belajar (freedom to learn) dan kebebasan berkomunikasi (freedom to communicate). Kedua kebebasan ini adalah sisi dari kebebasan akademik dan merupakan upaya tepat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa.

Mahasiswa yang “pantas” disebut sebagai pembela HAM biasanya memiliki sejumlah kegiatan yang mendukung antara lain:

1. Mendokumentasikan pelanggaran;2. Mencari upaya hukum bagi para korban pelanggaran hak tersebut melalui pemberian

bantuan hukum, psikologis, kesehatan atau lainnya; dan3. Menolak budaya impunitas yang menyamarkan pelanggaran terhadap

HAM dan kebebasan dasar yang sistematis dan berulang.

Menurut penulis, beberapa poin di atas dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk program sebagai berikut:

1. Aktif sebagai anggota LSM hak asasi manusia. Melalui jalan ini, mahasiswa dapat melakukan sejumlah kegiatan seperti kampanye hak asasi manusia, kampanye advokasi hak asasi manusia, pembuatan laporan HAM, investigasi, strategi dan teknik pemantauan HAM dan seterusnya

2. Mendirikan komunitas atau organisasi peduli HAM di kampus. Upaya sederhana ini merupakan salah satu bentuk kampanye hak asasi manusia di lingkungan kampus. Berbagai program yang dapat dikembangkan dalam lingkup ini antara lain: diskusi rutin mingguan/bulanan, majalah dinding kampus, publikasi jurnal, majalah HAM kampus, seminar, lomba penulisan esai tentang hak asasi manusia bagi siswa SMA, maupun workshop atau pelatihan diseminasi hak asasi manusia yang dapat dilakukan bekerja

Page 6: Demokrasi Dan Ham (1)

sama dengan Komisi Nasional HAM Indonesia, AICHR (ASEAN Intergovernmental Commision on Human Rights), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, maupun mengajak mitra LSM seperti Kontras yang juga telah memiliki program seHAMA (Sekolah Hak Asasi Manusia).

3. Aktif menulis  melalui media baik koran, majalah, buku, blog, situs ataupun jurnal di dalam dan luar negeri.

4. Kampanye kreatif hak asasi manusia melalui film, komik, karikatur, lukisan, foto, novel, stiker, kalender, kaos, dan berbagai pernik lainnya.

5. Aktif memperjuangkan atau membantu korban HAM maupun keluarganya baik langsung maupun tidak langsung.

 

Penutup

Jejak-jejak upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah berkembang jauh sebelum lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948. Sayangnya, penghormatan dan perlindungan HAM menurun drastis sepanjang Orde Baru yang otoriter. Seiring berjalannya era reformasi, wacana penegakan hak asasi manusia kembali menghirup angin segar sejalan dengan proses demokratisasi.

Runtuhnya Soeharto pada tahun 1998 dari tampuk kepemimpinan tidak lain dipelopori oleh gerakan mahasiswa.  Peristiwa tersebut merupakan salah satu wujud kesuksesan mahasiswa sebagai pembela hak asasi manusia. Setelah 12 tahun reformasi berjalan bukan berarti negara tidak membutuhkan kontribusi mahasiswa. Sebaliknya, mahasiswa dituntut lebih aktif dalam upaya pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan aktif menjadi pegiat LSM HAM, mendirikan komunitas peduli HAM di kampus, publikasi tulisan melalui media, kampanye kreatif HAM maupun membantu korban HAM dan keluarganya.

 

Referensi

Culla, Adi Suryadi , 2002, Masyarakat Madani; pemikiran, teori dan relevansinya dengan cita-cita reformasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Donnelly, Jack. 1989. Universal Human Rights in Theory and Practice. Ithaca & New York: Cornell University Press.

Howard, Rhoda E. 2000. HAM: Penjelajah Dalih Relativisme Budaya. Jakarta: Grafiti.

Masrawi, Akhi. 2003. ”Gerakan mahasiswa dan demokrasi Indonesia” dalam Wahyu Triyuda. Budaya Politik Kampus Studi Terhadap Aktivis Mahasiswa di Lingkungan Universitas Negeri Semarang. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Page 7: Demokrasi Dan Ham (1)

Nadj, E.Shobirin dan Naning Mardiniah. 2000. Diseminasi Hak Asasi Manusia. Jakarta: CESDA-LP3ES.

Nasution, Adnan Buyung. Implementasi Perlindungan Hak Asasi Manusia Dan Supremasi Hukum. Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang berlangsung 14- 18 Juli 2003 di Bali.

Tim Al Huda, 2005. Mushaf Al Quran Terjemah. Depok: Al Huda.

http://www.kontras.org/data/Kronik_Kasus_Munir.pdf diakses pada 12 Juli 2010 pukul 14.45 WIB.

http://www.endonesia.com/mod.php?mod=katalog&op=viewlink&cid=339 diakses pada 14 Juli 2010 pukul 13.45 WIB.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/664/1/anak-chairuddin24.pdf diakses pada 16 Juli 2010 pukul 15.32 WIB.

Deklarasi Pembela Hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam http://www.prakarsa- rakyat.org/ download/HAM/DEKLARASI_Pembela %20Hak%20Asasi%20 ManusiaPBB.rtf diakses pada 17 Juli 2010 pukul 12.12 WIB.

 

peran mahasiswa dalam mewujdakan demokrasi dan masyarakt yang aman dan nyaman Mewujudkan bingaki demokrasi dalam bingkai pergerakan mahasiswa

Demokrasi, sebuah kata yang menunjuk pada keperkasaan rakyat, karena memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan negara berdasarkan kedaulatan yang dimilikinya, telah puluhan tahun kehilangan makna di Indonesia. selama orde baru demokrasi tidak hanya mengalami reduksi makna, melainkan telah jungkir balik dari arti yang sebenarnya dan malah dipakai untuk menghalalkan praktik-praktik politik yang represif dan menindas rakyat.Menyelenggarakan sistem yang demokratis tidak mudah, dan bahkan tidak semua negara yang mengalami masa transisi berhasil mencapai konsolidasi demokrasi. membangun demokrasi tidak sekedar hanya mengandalkan aturan formal saja. Alam demokrasi memerlukan masyarakat yang mampu menerapkan nilai-nilai demokratis seperti toleransi, kesetaraan, membangun konsesus, mengelola konflik, dan lain sebagainya.Setelah lebih dari satu dekade menjalani satu masa liberalisasi politik, perjalanan demokratisasi di Indonesia belum menunjukkan perkembangan yang ideal. Reformasi yang bergulir sejak 1998 ternyata tidak serta merta mendorong terjadinya transformasi demokrasi di Indonesia. Beberapa prasyarat transformasi demokrasi belum terpenuhi dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.

Page 8: Demokrasi Dan Ham (1)

Di antara beberapa prasyarat demokrasi itu adalah terwujudnya kebebasan, kesetaraan dan perlindungan terhadap hak hak manusia.Dalam kenyataannya, pelbagai kasus yang menghambat kehidupan ke arah yang lebih demokratis kerapkali terjadi. Berbagai pelanggaran HAM, misalnya, penggusuran yang semena-mena, dan pengusiran, begitu telanjang dan intens. Pascareformasi kita memang mencatat ada beberapa pencapaian yang cukup signifikan. Di antaranya adalah terwujudnya kebebasan pers, terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pencabutan dwifungsi ABRI, sistem multipartai, pilkada, dll. Namun, semua itu masih berkutat pada dimensi yang prosedural dan seremonial belaka. Sementara pada dimensi yang lebih substansial, seperti kedaulatan rakyat, kesetaraan, toleransi, dan keadilan, masih jauh dari yang dicita-citakan.Alih-alih menghasilkan demokrasi seperti yang diangankan selama ini, wacana dan praksis demokrasi di Indonesia cenderung berkembangdengan suatu sistem yang ciri, pola, logika dan dinamika mendasarrnya dibentuk dan dijalankan oleh politik uang dan kekerasan. Tak ayal, jika kemudian kita melihat munculnya gejala tirani minoritas dimana panggung politik kita didominasi segelintir elite, baik pada tingkatan pusat maupun daerah. Inilah yang menjelaskan mengapa praktik desentralisasi atau otonomi daerah yang seharusnya menciptakan demokratisasi di Indonesia dalam konteks situasi sekarang menjadi desentralisasi kekuasaan kepada sekelompok elite lokal yang juga cenderung korup (Hadiz, 2003). Tirani modal yang kian menggurita juga membuat demokratisasi di Indonesia mengalami distorsi.Berbagai cacat-cacat yang menghambat terwujudnya praksis demokratisasi di Indonesia tersebut, membawa kita pada persoalan, apakah proses transformasi demokrasi sebagai agenda reformasi benar-benar mengalami kebuntuan.

Posisi dan Peran Mahasiswa dalam Proses Demokrasi di Indonesia Kini

Dalam sejarahnya, mahasiswa melalui pergerakannya telah meneguhkan dirinya sebagai bagian yang tidak pernah terpisah dari perkembangan mutakhir ruang dan waktu dimanapun dan kapanpun ia berada (khususnya dalam proses demokrasi). Mahasiswa selalu mencoba menjadi simbol sebagai bagian tidak terpisahkan dari seluruh upaya penciptaan sistem pemerintahan dan politik yang demokratis seperti yang selama ini dicita-citakan oleh para founding fathers negeri.Namun, itu semua hanyalah sebagian kecil dari wajah mahasiswa yang realitasnya kini patut kita pertanyakan apa masih tetap berlangsung. apakah mahasiswa masih ajeg dengan idealisme dan kritismenya seperti yang ternaung dalam dokumen-dokumen sejarah perjuangannya? Apakah mereka masih memiliki kemampuan menghadapi gelombang sejarah baru yan gsama sekali berbeda dengan situasi sebelumnya?Disadari atau tidak, semua fenomena itu sekarang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari cara berfikir, sikap hidup dan perilaku sosial sehari-hari yang dianut oleh para elit politik dan mulai merambah pada masyarakat kebanyakan. Inilah produk dari sistem sosial, politik, dan ekonomi di masa lalu yang tak bisa dielakkan. Maksud luhur untuk membangun tata kehidupan keindonesiaan yang baru, terhenti pada utopia, bila cara berfikir bangsa sudah rusak.Dari sinilah salah satu letak kesulitan utama bagi gerakan mahasiswa dalam proses mewujudkan demokrasi di Indonesia. idealisme juga mesti diselamatkan dalam bingkai demokrasi dan perjuangan atas nama kepentingan rakyat.Menurut J. Benda, ia mengungkapkan bahwa posisi mahasiswa dalam proses demokrasi adalah peran idealism yang tak kenal lelah menjunjung tinggi nilai-nilai seperti: kebenaran (la verite), keadilan (la justice) dan pencerahan (la rasion). Karena itu, mudah dipahami bahwa peran-peran

Page 9: Demokrasi Dan Ham (1)

idealisme mahasiswa itu akan tetap diakui, sepanjang mereka masih lantang menyuarakan cita-cita ideal bagi tatanan sosial. Dalam konteks ini, idealism dimakanai sebagai proses jangka panjang mahasiswa dalam meretas dirinya secara kontinyu tanpa ada kepentingan yang sempit dan temporal. Apabila mahasiswa sudah tidak lagi mementingkan tertanamnya nilai-nilai ilmu pengetahuan, dan justru mengutamakan kepentingan pribadi maupun praksis lainnya, maka hal itu adalah bentuk pengkhianatan intelektual (la trahison des cleres).Ke depan, diharapkan peranan mahasiswa dalam proses demokrasi, mampu tampil sebagai organ bangsa yang memiliki kredibilitas dan kualitas mahasiswa yang bisa dibanggakan. Yaitu mahasiswa yang mampu memberikan kontribusi nyata kepada bangsa untuk mewujudkan demokratisasi yang sesungguhnya. Mahasiswa yang memiliki sifat dinamis, kreatif, responsive dan peka terhadap problema-problema kemasyarakatan.