esensi ham dalam islam dan relevansinya dengan demokrasi

19
A. Pendahuluan Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi Hatamar Rasyid Hak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yang berarti "sesuatu yang tetap dan kokoh". Atas dasar ini al-Qur'an telah menyifati Allah SWT dengan al-Haq. Penyifatan ini terdapat di dalam al-Qur’an al-Hajj:62. ("Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah itulah yang bathil" (QS. 22:62). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, telah disebutkan beberapa arti untuk hak, yaitu: "benar, milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu, kata kunci: HAM, Islam, Demokrasi Abstract Keywords : Human Rights, Islam, Democration Abstrak Some Islamic political figures and commentators provide a comprehensive explanation of the essence of Islamic teachings (al-Qur'an) which emphasizes the recognition and protection of human rights (HAM). Islam has a genuine concept of human rights, which has been formulated even since the 7th century AD, namely since the emergence of Islam brought by the Prophet Muhammd, SAW which was later declared as human rights in Islam. All the contents of the Islamic version of the declaration are formulated based on the Qur'an and Sunnah. The actual effect of human rights in Islam, what humans have is not the rights they have brought from birth, as they arise in the notion of human rights in the Western world, but prescriptions that are given to humans, obtained or derived from sources interpreted as divine commands which includes rights and obligations. Therefore, what is called HAM is basically a human obligation to God, or God's rights to humans. In addition to owning a unique doctrine that is unique to Islamic human rights, of course it has values and essences that are similar to modern human rights which are now defeated, and even have values that are also present in the modern democratic system. universal values that support democracy, namely human rights, also have a central and essential place in Islamic teachings. Key Word: Essence, human rights in Islam and democracy. Beberapa tokoh politik Islam dan pakar Tafsir memberikan penjelasan yang komprehensif tentang esensi ajaran Islam (al-Qur'an) yang menegaskan mengenai pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM). Islam mempunyai konsep HAM yang asli, yang sudah dirumuskan bahkan sejak abad ke-7 M, yaitu sejak munculnya agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammd,SAW yang kemudian dideklarasikan sebagai HAM dalam Islam. Seluruh kandungan deklarasi versi Islam itu dirumuskan berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah. Esesnsi HAM dalam Islam sesungguhnya, apa yang dimiliki manusia bukanlah hak-hak yang sudah dibawanya sejak lahir, sebagaimana yang timbul dalam pengertian HAM di dunia Barat, melainkan preskripsi yang dititahkan kepada manusia, yang didapat atau diturunkan dari sumber-sumber yang ditafsirkan sebagai titah Ilahi yang meliputi hak dan kewajiban. Oleh karenanya, apa yang disebut dengan HAM pada dasarnya adalah kewajiban manusia kepada Tuhan, atau Hak-hak Tuhan atas manusia. Selain memiliki doktrin sendiri yang unik HAM Islam tentu saja memiliki nilai dan esensi yang juga sama dengan HAM modern yang berkebang saat ini, dan bahkan juga memiliki nilai-nilai yang juga ada di dalam sistem demokrasi moderen. nilai-nilai universal yang menopang demokrasi, yaitu HAM, juga mendapat tempat yang sentral dan esensial dalam ajaran Islam. Key Word: Esensi, HAM dalam Islam dan demokrasi. Jurusan Syari'ah STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung Bangka, Indonesia [email protected]

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

A. Pendahuluan

Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Hatamar Rasyid

Hak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yang berarti "sesuatu yang tetap dan kokoh". Atas dasar ini al-Qur'an telah menyifati Allah SWT dengan al-Haq. Penyifatan ini terdapat di dalam al-Qur’an al-Hajj:62. ("Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah itulah yang bathil" (QS. 22:62). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, telah disebutkan beberapa arti untuk hak, yaitu: "benar, milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu,

kata kunci: HAM, Islam, Demokrasi

Abstract

Keywords : Human Rights, Islam, Democration

Abstrak

Some Islamic political figures and commentators provide a comprehensive explanation of the essence of Islamic teachings (al-Qur'an) which emphasizes the recognition and protection of human rights (HAM). Islam has a genuine concept of human rights, which has been formulated even since the 7th century AD, namely since the emergence of Islam brought by the Prophet Muhammd, SAW which was later declared as human rights in Islam. All the contents of the Islamic version of the declaration are formulated based on the Qur'an and Sunnah. The actual effect of human rights in Islam, what humans have is not the rights they have brought from birth, as they arise in the notion of human rights in the Western world, but prescriptions that are given to humans, obtained or derived from sources interpreted as divine commands which includes rights and obligations. Therefore, what is called HAM is basically a human obligation to God, or God's rights to humans. In addition to owning a unique doctrine that is unique to Islamic human rights, of course it has values and essences that are similar to modern human rights which are now defeated, and even have values that are also present in the modern democratic system. universal values that support democracy, namely human rights, also have a central and essential place in Islamic teachings. Key Word: Essence, human rights in Islam and democracy.

Beberapa tokoh politik Islam dan pakar Tafsir memberikan penjelasan yang komprehensif tentang esensi ajaran Islam (al-Qur'an) yang menegaskan mengenai pengakuan dan perlindunganhak-hak asasi manusia (HAM). Islam mempunyai konsep HAM yang asli, yang sudah dirumuskan bahkan sejak abad ke-7 M, yaitu sejak munculnya agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammd,SAW yang kemudian dideklarasikan sebagai HAM dalam Islam. Seluruhkandungan deklarasi versi Islam itu dirumuskan berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah. Esesnsi HAM dalam Islam sesungguhnya, apa yang dimiliki manusia bukanlah hak-hak yang sudah dibawanya sejak lahir, sebagaimana yang timbul dalam pengertian HAM di dunia Barat, melainkan preskripsi yang dititahkan kepada manusia, yang didapat atau diturunkan dari sumber-sumber yang ditafsirkan sebagai titah Ilahi yang meliputi hak dan kewajiban. Oleh karenanya, apa yang disebut dengan HAM pada dasarnya adalah kewajiban manusia kepada Tuhan, atau Hak-hak Tuhan atas manusia. Selain memiliki doktrin sendiri yang unik HAM Islam tentu saja memiliki nilai dan esensi yang juga sama dengan HAM modern yang berkebang saat ini, dan bahkan juga memiliki nilai-nilai yang juga ada di dalam sistem demokrasi moderen. nilai-nilai universal yang menopang demokrasi, yaitu HAM, juga mendapat tempat yang sentral dan esensial dalam ajaran Islam. Key Word: Esensi, HAM dalam Islam dan demokrasi.

Jurusan Syari'ah

STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung

Bangka, Indonesia

[email protected]

andi_arif
Typewritten text
EDUGAMA: Jurnal Kependidikan Dan Sosial Keagamaan Vol. 3 No. 2 Desember 2017 ISSN: 2598-8115 (print), 2614-0217 (electronic)
Page 2: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

derajat atau martabat, dan wewenang menurut hukum".1 Menurut penulis,

beberapa arti di atas merupakan ranting-ranting yang dapat dikembalikan pada arti

aslinya dalam bahasa Arab.

Pada prinsipnya, hak-hak asasi manusia merupakan istilah khusus yang

menunjuk pada hak-hak setiap manusia dalam kehidupan sosialnya. Hak-hak

manusia tersebut merupakan nilai universal yang disepakati oleh setiap orang

untuk dihormati, seperti hak untuk hidup, hak beragama, hak berpendapat, hak

mengenyam pendidikan, hak berkarya, dan lain-lain. Konsep HAM memiliki

karakteristik pokok, yaitu setiap orang menikmati hak-hak dasar tersebut

berdasarkan kenyataan bahwa ia adalah manusia tanpa diskriminasi atas dasar ras,

warna kulit, bahasa, agama, dan lainnya.2

Formulasi paling terkenal dari HAM versi Islam ini adalah al-Bayàn al-

`Àlam ‘an Huqùq al-Insàn fi al-Islàm (Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi

Manusia dalam Islam). Deklarasi yang diumumkan pada September 1981 di Paris

ini dipersiapkan oleh beberapa pemuka muslim dari Mesir, Pakistan, dan Arab

saudi di bawah pengawasan Islamic Council of Europe (Dewan Islam Eropa),

sebuah organisasi swasta bermarkas di Londos dan berafiliasi pada Liga Dunia

Islam. Ada beberapa karakteristik pokok dari rumusan HAM Versi ini. Pertama,

klaimnya bahwa Islam mempunyai konsep HAM yang asli, yang sudah

dirumuskan bahkan sejak abad ke-7. Kedua, seluruh kandungan deklarasi versi

Islam itu dirumuskan berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah. Ketiga, apa yang dimiliki

manusia bukanlah hak-hak yang sudah dibawanya sejak lahir, sebagaimana yang

timbul dalam pengertian HAM di dunia Barat, melainkan preskripsi yang

dititahkan kepada manusia, yang didapat atau diturunkan dari sumber-sumber yang

ditafsirkan sebagai titah Ilahi yang meliputi hak dan kewajiban. Oleh karenanya,

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Depdikbud, 1982), hal. 154. 2 Ihsan Ali Fauzi, "Hak Asasi Manusia", dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam:

Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992), hal.161. Lihat juga Miriam Budiardjo,

Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta:PT.Gramedia, 1983) hal.121.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 128

Page 3: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

apa yang disebut dengan HAM pada dasarnya adalah kewajiban manusia kepada

Tuhan, atau Hak-hak Tuhan atas manusia.3

Formulasi mengenai HAM di atas umumnya hampir sama dengan yang

dirumuskan oleh para ulama terdahulu, yang cenderung tidak ingin sama dengan

Barat. Sementara itu, kalau kita melihat lebih jauh dalam fatwa terakhir Nabi yang

diwasiatkan pada Peristiwa Haji Wada', 1400 tahun yang lalu di Mekkah, kita akan

mendapati bahwa sesungguhnya hak-hak yang dideklarasikan dalam UDHR

(Universal Declaration of Human Right) pada piagam PBB, memiliki korelasi

yang signifikan antara keduanya, bahkan bisa dikatakan jauh sebelum adanya

UDHR tersebut, Islam telah menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dalam

sistem ajarannya. Berikut adalah petikan dari khotbah Nabi tersebut:

"Dengarlah ucapanku wahai Manusia, karena saya tidak tahu apakah saya

akan melihat kamu di sini tahun depan. Semua kebiasaan menyembah

berhala telah dilenyapkan di bawah kaki saya. Orang arab tak lebih tinggi

dari bangsa non-Arab, dan kaum non-Arab tidak lebih tinggi dari bangsa

Arab. Kamu semua adalah anak Adam, dan Adam diciptakan dari tanah.

Sungguh, seluruh Muslim adalah bersaudara. Budak-budakmu, berilah

makan sebagaimana kamu makan, dan berilah pakaian sebagaimana kamu

berpakaian. Permusuhan berdarah yang terjadi zaman jahiliyah telah

dilarang. Ingatlah Allah ketika kamu menggauli wanita. Kamu

mempunyai hak atas mereka dan mereka pun berhak atas kamu.

Sesungguhnya, kamu harus mempertimbangkan darah kamu masing-

masing, hak milik, dan kehormatan yang tak dapat diganggu gugat hingga

hari Pengadilan. Dengan sesungguhnya, seorang manusia hanya

bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Anak-anak tidak

bertanggung jawab atas tindakan ayahnya, tidak juga ayahnya

3 Ihsan Ali Fauzi, Ibid., hal.167.

Tulisan ini mencoba mengekplorasi esensi HAM dalam Islam dan

Relevansinya dengan demokrasi. Diskusi tentang relasi HAM dan Demokrasi

dalam tulisan ini lebih bersifat analitik emperisme ketimbang deskriptif

normativisme.

B. Esensi HAM dalam Islam

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 129

Page 4: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

bertanggung jawab atas kejahatan anaknya. Apabila seseorang budak

Abesinia yang cacat memegang kekuasaan atas kamu dan memimpin

kamu sesuai dengan kitab Allah, maka taatilah ia".4

Dari isi khotbah Nabi di atas, tampak nyata bahwa khotbah tersebut

mengandung wasiat yang berisi penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan

secara luas (HAM), termasuk terhadap para budak yang secara tidak langsung

mengisyaratkan untuk memerdekakan mereka, karena diperintahkan untuk makan

dan berpakaian yang sama seperti makan dan berpakaian majikannya. Di dalam

khotbah Nabi itu pun terkandung hak hidup, hak pemilikan harta, dan hak

kehormatan lain yang merupakan hak bagi setiap manusia yang dilindungi oleh

hukum Islam.5

Senada dengan itu, Azhary mengemukakan bahwa dalam sistem politik

Islam, hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi juga dilindungi

sepenuhnya. Karena itu, dalam hubungan ini ada dua prinsip yang sangat penting,

yaitu prinsip pengakuan hak asasi manusia dan prinsip perlindungan terhadap hak-

hak tersebut. Prinsip-prinsip itu secara tegas digariskan dalam al-Qur'an antara lain

dalam Surah Al-Isrà’ [17]: 70( "Dan sungguh Kami telah memuliakan anak-anak

Adam, Kami hamparkan meeka daratan dan lautan serta Kami anugerahi mereka

rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang

sempurna daripada kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." ). 6

"Dan sungguh Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami

hamparkan meeka daratan dan lautan serta Kami anugerahi mereka rezeki yang

baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna daripada

kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."

4 Imam Bukhori, Op.Cit., dalam "Kitabul Hajj". 5 Lihat Abu A'la Mawdudi, Op.Cit., hal.272-273. Lihat pula Abdul Hamid Isma'il al-Anshari,

Nizham al-Hukm fi al-Islam, (Qatar: Dar Qatri Ibn al-Faja'ah, 1985), hal.90. 6 Muhammad Tahir Azhary, Op.Cit., hal.95.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 130

Page 5: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Yang dimaksud dengan anak-anak Adam di sini adalah manusia sebagai

keturunan Nabi Adam. Ayat tersebut di atas, dengan jelas mengekspresikan

kemuliaan manusia yang di dalam teks al-Qur'an disebut karàmah (kemuliaan).

Mohammad Hasbi Ash-Shiddieqiy membagi karàmah itu ke dalam tiga kategori,

yaitu: (1) kemuliaan pribadi atau karàmah fardiyah; (2) kemuliaan politik

masyarakat atau karàmah ijtimàiyah; dan (3) kemuliaan politik atau karàmah

siyàsiyah. Dalam kategori pertama, manusia dilindungi baik pribadinya maupun

hartanya. Dalam kategori kedua "status persamaan manusia dijamin sepenuhnya"

dan dalam kategori ketiga sistem hukum Islam meletakkan hak-hak politik dan

menjamin hak-hak itu sepenuhnya bagi setiap warga negara, karena kedudukannya

yang di dalam al-Qur'an sebagai "khalifatullah di bumi".7

Proklamasi al-Qur'an melalui ayat tersebut di atas mengandung prinsip

pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia sebagai hak-hak dasar yang

dikaruniakan Allah kepadanya. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak

tersebut dalam sistem politik Islam ditekankan pada tiga hal utama, yaitu (1)

persamaan manusia; (2) martabat manusia; dan (3) kebebasan manusia.8 Dalam

persamaan manusia, sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan yang lalu

mengenai prinsip "persamaan", al-Qur'an telah menggariskan dan menetapkan

suatu status atau kedudukan yang sama bagi semua manusia. Karena itu al-Qur'an

menentang dan menolak setiap bentuk perlakuan dan sikap yang mungkin dapat

menghancurkan prinsip persamaan, seperti diskriminasi dalam segala bidang

kehidupan, feodalisme, kolonialisme, dan lain-lain. Tentang martabat manusia,

berkaitan erat dengan prinsip karàmah atau kemuliaan yang dikaruniakan Allah

kepadanya, sebagaimana termaktub dalam ayat di atas. Manusia diciptakan dengan

suatu martabat yang sangat berbeda dengan makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya.

7 Hasbi Asshidieqy sebagaimana dikutip Syafi'i Ma'arif, Islam dan Masalah Kenegaraan:

Studi tentang Percaturan dalam Konstituante (Jakarta: LP3ES, 1985), hal. 40. 8 Muhammad Tahir Azhary, Op.Cit., hal.95.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 131

Page 6: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Manusia memiliki atribut atau perlengkapan fisik dan rohani tersendiri yang tidak

terdapat pada makhluk-makhluk lainnya.

Salah satu prinsip pengakuan dan perlindungan yang berkaitan dengan

martabat manusia itu telah digariskan dalam al-Qur'an, Surah Al-Isra [17]: 33

("Dan janganlah kamu membunuh nyawa yang diharamkan Allah, kecuali dengan

suatu alasan yang benar").

Yang dimaksud dengan "alasan yang benar" dalam ayat itu ialah alasan

yang dibenarkan oleh hukum Islam seperti qishàs yang merupakan salah satu

bentuk hukuman dalam hukum pidana Islam.9 Dari ayat tersebut di atas dapat

ditarik suatu garis hukum bahwa manusia dilarang menghilangkan baik nyawa

orang lain maupun nyawanya sendiri (bunuh diri). Di sini tampak jelas bahwa hak

untuk hidup dan hak atas perlindungan untuk hidup diwajibkan pada

penyelenggara negara.

Jaminan perlindungan terhadap nyawa manusia sangat diperhatikan,

sebagaimana tercantum dalam al-Qur'an, Surah al-Maidah [5]:32("Barangsiapa

yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain

atau bukan karena membuat kekacauan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah

membunuh manusia seluruhnya").

Dari ayat ini dapat ditarik satu garis hukum, yaitu manusia dilarang

membunuh sesamanya, kecuali berdasarkan alasan yang dibenarkan. Suatu tindak

pidana pembunuhan dalam ayat itu diumpamakan bahwa seorang pembunuh

seakan-akan telah melakukan pembunuhan terhadap seluruh manusia. Logika al-

Qur'an di sini terletak pada bahwa manusia itu adalah anggota masyarakat dan

membunuh seorang masyarakat berarti juga membunuh keturunannya.

9 Periksa Allahbukhsh K Brohi., “Hak dan Kewajiban Manusia dalam Islam: Suatu

Pendekatan Filsafat” dalam Harun Nasution dan Bachtiar Effendy (Ed.) Hak Azasi Manusia dalam

Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1987) hal. 64-65. Lihat juga Haliman, Hukum Pidana Syari'at

Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hal. 273.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 132

Page 7: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Rasulullah Saw juga telah menetapkan adanya perlindungan bagi setiap

nyawa manusia. Beliau bersabda, "Seseorang yang membunuh orang yang di

bawah perjanjian, tidak akan merasakan surga walaupun hanya mencium

wanginya".10

Selain pengakuan dan perlindungan terhadap nyawa manusia, dalam al-

Qur'an pun terdapat pengakuan dan perlindungan terhadap hak milik (harta)

manusia. Hal itu tertuang dalam dua ayat berikut ini ("Dan janganlah sebagian

kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil"

)11

Al-Qur'an, bersamaan dengan perlindungan persamaan hidup dan nyawa

manusia telah menganugerahkan jaminan keamanan terhadap pemilik harta benda

bagi setiap manusia. Namun, menurut Syaukat Hussain, hal ini hanyalah berlaku

bagi harta benda yang didapatkan dengan jalan yang sah menurut hukum.12 Nabi

Muhammad SAW dalam khotbahnya di Haji wada', sebagaimana telah dikutip di

atas, juga telah menetapkan dalam perlindungan harta manusia. Beliau bersabda,

"Hidupmu dan harta bendamu adalah haram bagi tiap-tiap orang terhadap yang

lainnya sampai kamu bertemu dengan Tuhanmu pada hari kebangkitan".13

Hak dalam perlindungan harta benda mencakup hak-hak untuk dapat

menikmati atau membelanjakan harta, hak untuk investasi dalam berbagai usaha,

hak untuk mentransfer, serta hak perlindungan penduduk mendiami tanah

miliknya. Negara tidak dapat memperoleh tanah milik warga tanpa persetujuan dan

membayar kompensasi yang cukup. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw

mendapatkan tanah milik beberapa penduduk Madinah dalam rangka

pembangunan masjid dan beliau telah membayar uang penggantian kerugian

kepada pemiliknya menurut harga yang berlaku, meskipun mereka tidak menuntut

10 Imam Bukhori, Op.Cit., dalam "Kitab-Dzimma". 11 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam, diterjemahkan oleh Abdul

Rochim dari kitab Human Rights in Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 61. 12 Ibid. 13 Imam Bukhori, Op.Cit., "Dalam Kitabul-Hajj".

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 133

Page 8: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

harga berapapun atas tanah miliknya. 14 Dari contoh konkret perilaku Rasulullah

Saw tersebut jelaslah bahwa hak milik atau harta benda dijamin oleh Islam bagi

setiap manusia tanpa diskriminasi apapun.

Selain hak milik atas harta benda, ada juga hak untuk bekerja dan

kebebasan untuk memilih jenis pekerjaan. Hal ini, menurut Afzalur Rahman dan

senada dengan itu juga Tahir Azhary, bukan hanya hak bagi setiap individu, tetapi

juga kewajiban individu. Tuhan memberikan bumi dan sumber-sumber alamnya

ini supaya manusia memproses dan mengaturnya sesuai dengan kemampuan ilmu

dan teknologi mereka, sebagaimana dinyatakan oleh ayat al-Qur'an di bawah ini

("Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala

penjurunya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah

kamu (kembali setelah) dibangkitkan(Al-Mulk:15)".15

Mengenai hak untuk bekerja, Ma’arif dengan mengutip Hasbi ash-

Shiddieqy, menyatakan bahwa hal ini bukan hanya hak bagi individu untuk

mendapatkan pekerjaan dan memproses sumber-sumber alam, tetapi juga

kewajiban pemerintah untuk menghilangkan semua bentuk pengangguran dan

memberi makan kepada para penganggur hingga mereka mendapatkan pekerjaan.16

Hak lainnya adalah hak "perlindungan kehormatan". Hak ini tertuang

dalam dua ayat berikut ini ("Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu

kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka (kaum yang diolok) lebih

baik daripada kamu (yang mengolok), jangan pula para wanita saling mengolok

terhadap wanita lain, boleh jadi mereka lebih baik dari kamu, dan janganlah kamu

mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar

yang buruk. "Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan prasangka,

sesungguhnya prasangka buruk itu adalah termasuk dosa, janganlah kamu

mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing

sebagian yang lain" (Al-Hujurat:11 dan 12)".17

14 Syekh Syaukat Hussain, Op.Cit., hal.62. 15 Lihat Afzalur Rahman., Op.Cit.,hal.212-213.Lihat juga Muhammad Tahir Azhary, Op.Cit.,

hal.102. 16 Hasbi Asshidieqy sebagaimana dikutip Syafi'i Ma'arif, Op.Cit., hal.172. 17 Syekh Syaukat Hussain, Op.Cit., hal.63.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 134

Page 9: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Dari ayat di atas, hak penting lain yang dianugerahkan Islam kepada

manusia adalah berupa perlindungan kehormatan. Kaum Muslim dilarang untuk

saling menyerang kehormatan orang lain dengan cara apapun. Kaum Muslim

terikat untuk menjaga kehormatan orang lain. Seseorang yang mengganggu

kehormatan orang lain dapat dihukum oleh pengadilan. Perlindungan terhadap hak

kehormatan ini berlaku bagi siapapun dan tanpa diskriminasi apapun.

Selain hak kehormatan di atas, Islam pun telah menggariskan hak lain

yang lebih bersifat privacy setiap manusia, yaitu "hak keamanan dan kesucian

kehidupan pribadi". Hak ini tertuang dalam ayat berikut ini ("Wahai orang-orang

yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum

meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih

baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat (An-Nur:28)". )18

Islam mengakui adanya hak keleluasaan hidup pribadi (privacy) setiap

orang. Islam melarang ikut campur tangan dan melanggar batas secara tidak wajar

atas kehidupan pribadi seseorang. Begitu ketat larangan ini hingga ada hadits

Rasulullah Saw yang menyebutkan bahwa jika seseorang mendapatkan ada orang

lain mengintip secara diam-diam ke dalam rumah seseorang, maka orang itu boleh

dicolok matanya.19 Seperti diungkapkan oleh Syaukat Hussain, negara juga

dilarang untuk ikut campur dalam urusan-urusan pribadi warganya.20

Relasi Antara Islam, Demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia

Pembicaraan mengenai relasi Islam, demokrasi dan HAM pada dataran

normatif sebetulnya tidak terlalu mengganggu para pengkaji HAM, karena konsep

teoritis dalam ajaran Islam tentang HAM cukup kaya ditemukan, terutama dalam

ajaran kitab suci al-Qur’an maupun sunnah Nabi. Perdebatan dan diskusi dari

18 Ibid., hal. 64. 19 Abul A'la al-Maududi, Op.Cit., hal. 28. 20 Syekh Syaukat Hussain, Op.Cit., hal.65.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 135

Page 10: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

kalangan Islam sendiri telah banyak dilakukan, bahkan beberapa deklarasi HAM

Islam pun telah dikeluarkan. Namun secara ontologis memang masih terdapat

perdebatan antara konsep HAM Barat dan konsep HAM dalam Islam, karena

adanya perbedaan landasan pijaknya21. Misalnya konsepsi hak-hak negatif yang

dewasa ini diperluas kepada hak-hak positif yang berasal dari konsepsi kebebasan

negatif dan kebebasan positif, masih terdapat perbedaan antara HAM Barat dan

Islam. Pada bagian ini penulis tidak menganalisis pada persoalan konsepsi

normatif kedua tradisi HAM itu; Barat dan Islam, tetapi lebih memfokuskan

analisis pada perkembangan HAM moderen dalam Islam sebagai bagian dari

pencanangan gerakan penegakan nilai-nilai hak asasi manusia dewasa ini.

Sejumlah organisasi dan individu muslim telah memainkan peran besar

dalam membela dan mengampanyekan nilai-nilai HAM di dunia Islam. Terutama

sejak tiga dekade terakhir, peningkatannya secara kualitatif maupun kuantitatif

cukup tajam. Isu pokok yang diperjuangkan amat beragam, dari soal keharusan

demokratis di dunia Islam hingga soal persamaan gender.

Sebagai contoh, pada 1961 di Iran didirikan Liberation Movement Of Iran

(LMI/gerakan pembebasan Iran). Organisasi ini bertujuan mengakhiri dominasi

negara asing di Iran, dan dihormatinya kembali undang-undang dasar, demokrasi,

dan HAM. Salah satu figur penting dalam organisasi ini adalah Mehdi Bazargan

(1907), tokoh liberalisme Islam Iran yang menjabat perdana menteri pertama di

negara itu menyusul kemenangan Revolusi Islam Iran (1979). Keterlibatan

Bazargan dalam memperjuangkan demokrasi dan HAM di Iran terus berlanjut

setelah ia bersama sejumlah koleganya tersingkir dari pemerintahan karena

21 Beberapa tulisan dalam seminar internasional misalnya menghadirkan tokoh-tokoh

peminat HAM;seperti Sidey Hook, Jean Claude Vatin, Allahbukhs K.Barohi, Hamidullah Siddiqi dan

beberapa intelektual dunia Islam lainnya, sebagian besar dalam tulisan mereka memaparkan tentang

HAM Islam dalam perspektif yang luas;filsafat, politik, ekonomi, hukum dan gender. Disini HAM

dalam Islam dibahas sejak konsepsi yang paling fundamental,yaitu mengenai Hak-Hak Asasi Universal

Manusia dan Konsepsi Universalitas tentang Hak-hak Asasi Manusia. Periksa Hamidullah Siddiqi.,

“Sebuah Dialog Tentang Islam dan Hak-Hak Asasi Manusia” dalam Harun Nasution dan Bachtiar

Effendy (Ed.)., Hak Azasi Manusia dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1987) hal.75-89.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 136

Page 11: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

berbeda pendapat dengan para mullah. Pada 1984, ia ikut mendirikan dan aktif

menyokong Association for the Defense of the Freedom and Sovereignty of the

Iranian Nation (ADFSIN) (Asosiasi Pembela Kebebasandan Kedaulatan Bangsa

Iran). Organisasi yang secara eksplitis menyatakan afiliasinya pada Islam ini

dibentuk dengan melibatkan beberapa tokoh agama. Tujuan pokoknya adalah

mengupayakan demokratisasi dan dihapuskannya praktek penyiksaan terhadap

tahanan politik serta ditayangkan pengadilan politik mereka melalui televisi.22

Pada tingkat regional, salah satu organisasi HAM yang terpenting adalah

Association et des Liberte's Democratiques dans le Monde Arabe (Asosiasi untuk

pembelaan HAM dan kebebasan Demokratis di Dunia Arab). Oleh para sarjana

dan aktivis penyokong HAM dan demokrasi di dunia Arab, asosiasi ini didirikan di

Paris pada Januari 1983, dan diinaugurasikan di dunia Arab pada November 1983

bersamaan dengan dilaksanakannya konferensi dengan tema 'Azmah ad-

Dimuqràtiyyah fi al-Wathan al-Arabi (krisis Demokrasi di Negara-negara Arab)

yang diselenggarakan oleh Markaz Diràsàt al-Wahdah al-`Arabiyyah (lembaga

kajian persatuan Arab) yang berbasis di Beirut. Salah satu kegiatan penting

organisasi ini adalah penerbitan laporan tahunan Huqùq al-Insàn fi Al-Wahtan al-

`Arabi (HAM di Negara-Negara Arab). Organisasi itu menyuarakan standar HAM

seperti yang ditetapkan dalam hukum internasional, dan bekerjasama dengan

organisasi HAM internasional lain. Sementara itu, beberapa negara Islam kini

sudah mempunyai komisi pemantau HAM di tingkat nasional. Yang menonjol

adalah di Mesir, Tunisia, dan Maroko. Komisi sejenis juga memainkan peran

penting dalam penegakan nilai-nilai HAM di Indonesia.23

22 Ihsan Ali Fauzi, "Hak Asasi Manusia", dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam:

Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992), hal.161. Lihat juga Miriam Budiardjo,

Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta:PT.Gramedia, 1983) hal.168. 23 David Little, John Kelsay amd Abdulaziz A. Sachedina, Human Rights and the Conflict of

Cultures: Western and Islamic Perspectives on Religius Liberty. (South Carolina: The University of

South Caronila Press, 1988), hal. 5-9.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 137

Page 12: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Dewasa ini, gerakan HAM di dunia Islam juga ditandai oleh tampilnya

sejumlah pemikir dan aktivis yang menonjol tidak saja di dunia Islam, melainkan

juga di dunia internasional. Figur-figur dalam barisan ini misalnya Abdullahi

Ahmed an-Na'im, Roger Garaudy, Riffat Hassan, dan Chandra Muzaffar. Secara

ringkas, pemikiran mereka mengenai Islam, Demokrasi dan HAM dapat disarikan

dalam tiga butir berikut ini.

Pertama, penghormatan atas HAM adalah cita-cita luhur semua agama

manusia, termasuk Islam. Sementara itu, UDHR adalah salah satu wujud

perumusan modernnya dalam bentuk prinsip-prinsip. UDHR adalah sebuah prinsip

modern yang dirumuskan sains untuk melindungi kebebasan individu dalam

konteks negara modern tempat kekuasaan cenderung makin dominan. Prinsip itu

juga disusun dengan merujuk pada sifat hubungan internasional yang makin lama

makin intensif.

Riffat Hassan (1940), tokoh gerakan feminisme Islam asal Pakistan,

menegaskan:

"Meskipun dalam kenyataannya tidak diakui secar auniversal, tidak

dijalankan secara universal, atau tidak didesakkan pemberlakuannya

secara universal, HAM tetaplah amat penting. Meskipun banyak orang

tidak memahami atau mendesakkannya, hak-hak itu tetap merupakan hak-

hak yang setiap manusia harus memilikinya. Hak-hak itu berakar sangat

kuat dalam kemanusiaan kita, sehingga setiap penolakan atau pelanggaran

atasnya merupakan penegasian atau pendegradasian atas apa yang

membuat kita manusia".24

Kedua, harmonisasi antara tradisi Islam dan konsep HAM modern adalah

sesuatu yang niscaya. Dengan demikian, hukum Islam pramodern yang

menghambat kemungkinan itu harus ditafsirkan ulang. Bukan dalam rangka

menundukkannya di bawah prinsip HAM modern, melainkan karena memang ada

masalah di sekitarnya, yang menjadikan kaum muslimin sulit merealisasikan cita-

24 Riffat Hassan, "On Human Rights and The Qur'anic Perspectives", dalam Arlene Swidler

(ed.), Human Rights in Religious Traditions, (New York: The Pilgrim Press, 1982), 54-55.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 138

Page 13: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

cita Islam. Di sini diyakini bahwa huku-hukum itu adalah rumusan manusia. Oleh

karena itu, perumusannya kembali tidak saja dibolehkan, melainkan malah

diperlukan. Itu justru untuk menunjukkan bahwa syariat memang benar-benar

berkompeten, sesuai dengan klaimnya, yaitu universal dan kebal waktu.

Roger Garaudy (1913), menunjuk tiga sebab yang mengakibatkan

mandulnya syariat dewasa ini sehingga realisasi cita-cita HAM sulit dijalankan.

Pertama, literalisme yang terlalu, yakni kaum muslim membaca al-Qur'an dengan

mata orang-orang terdahulu; seolah menjadi muslim berarti hidup dengan tata cara

Arab abad ke-10 yang tunduk pada Dinasti Abbasiyyah dan hukum-hukumnya.

Kedua, pertumbuhan hadis palsu yang tak terkontrol, yang mulai terjadi pada masa

berkembangnya despotisme dan dengan hati-hati dilindungi seluruh pemegang

kekuasaan dan para komentator yang steril. Ia menambahkan, bahwa hal itu telah

membantu lebih dari seribu tahun dan membentuk dinding yang mencegah massa

kebanyakan untuk kembali pada al-Qur'an sebagai sumber yang paling pokok.

Ketiga, didominasinya pikiran kaum muslim oleh orientasi yang berlebihan pada

hukum positif, yang mengikis nilai-nilai cinta kasih yang ada di dalam Islam,

seperti yang dikembangkan para sufi agung.25

Sementara itu, Abdullahi Ahmed an-Na'im (1949), sarjana-pemikir

muslim kelahiran Sudan dan mantan direktur Africa Human Rights Watch

(Pemantau HAM Afrika), melangkah lebih terinci lagi dengan mengajukan

pandangan-pandangannya yang radikal. Dengan penilaian tentang syari'at yang

hampir sama dengan penilaian Garaudy di atas, mengusulkan agar dilakukan

reformulasi atau bahkan dekonstruksi syariat dengan acuan pokok ayat-ayat al-

Qur'an periode Mekkah. Secara tegas, ia menyatakan bahwa ayat-ayat al-Qur'an

periode Mekkah-lah yang bernilai universal dalam masalah HAM ini. Sementara

itu, menurut an-Na'im ayat-ayat al-Qur'an periode Medinah, yang antara lain berisi

25 Roger Garaudy dalam Ann Elizabeth Mayer, Islam and Human Rights: Traditions and

Politics. (Colorado: Westview Press, 1991), hal. 57-60.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 139

Page 14: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

ayat-ayat yang secara tekstual bertentangan dengan kandungan HAM modern,

tidaklah bernilai universal. Ayat-ayat ini dimaksudkan untuk memperlihatkan

kontekstualitas wahyu dengan kondisi saat itu.26

Ketiga, sangat disadari bahwa sebagai prinsip, baik Islam maupun HAM

yang terkandung dalam Demokrasi sangat dapat dimanfaatkan untuk keperntingan

yang sebenarnya bersifat non-Islam dan non-Demokrasi HAM. Maksudnya,

retorika pro-Islam dan pro-HAM sangat dapat dimanipulasi untuk kepentingan

yang sebaliknya. Dalam hal ini, maka tinjauan kritis harus terus-menerus

diarahkan baik pada pengatasnamaan prinsip Islam maupun Demokrasi dan HAM.

Sebagai contoh, an-Na'im menegaskan bahwa kepercayaan akan

terdapatnya nilai-nilai HAM harus diterjemahkan ke dalam kebijakan dan tindakan

konkret sehari-hari. Kepada penguasa harus selalu didesak agar cita-cita dan

prinsip HAM dipendekkan jaraknya dari realitas konkret, dengan pembentukan

lembaga-lembaga (infrastruktur sosial, ekonomi, politik, dan hukum) yang

memang memungkinkan realisasinya. Dengan kata lain, an-Na'im menyatakan

bahwa orang harus mendesak agar para penguasa membangun "teknik-teknik

HAM" (human right techniques) untuk mempertahankan hak-hak mereka. Untuk

itu, menurut an-Na'im, selain mengusahakan agar penguasa tunduk pada kewajiban

legal di bawah hukum internasional, yang lebih penting adalah menumbuhkan

opini publik di dalam negeri tentang keharusan mendesakkan realisasi HAM

mereka.27

Tinjauan kritis yang sama juga harus terus dialamatkan kepada para aktor

yang mengaku sebagai aktivis HAM, termasuk negara Barat yang kini

mengampanyekan universalisasi Demokrasi dan HAM. Ini, misalnya,

dikemukakan oleh Roger Garaudy sehubungan dengan bahaya laten demokrasi

26 Lihat Abdullahi Ahmed an-Na'im, Dekonstruksi Syari'ah: Wacana Kebebasan Sipil, Hak

Asasi Manusia dan Hubungan Internasional dalam Islam, diterjemahkan dari buku Toward an Islamic

Reformation: Civil Liberties, Human Rights and International Law oleh Ahmad Suaedy (Yogyakarta:

LKIS, 1994), hal. 108-110. 27 Ibid., hal. 173-180.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 140

Page 15: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

liberal Barat. Menurut Garaudy, meskipun mengacu kepada filsuf Perancis, J.J

Rouseau yang memberi landasan filosofis bagi konsepsi modern dan HAM

modern, para pembela HAM telah melupakan peringatan yang penting tentang

sebuah demokrasi yang berjalan lancar tetapi mempunyai dua perangkap utama

yang ia kecam. Pertama, ketidaksamaan kekayaan yang merusak kehendak umum

dalam arah yang menguntungkan orang kaya. Kedua, ketiadaan kepercayaan

terhadap nilai-nilai absolut, yang menyebabkan nafsu individu dan nafsu

kelompok (yang secara eksternal mewujud sebagai negara-bangsa) akan

kekuasaan, eksploitasi, ekspansi, dan kesenangan selalu berada dalam konflik yang

terus-menerus.28

Dalam konteks yang lebih konkret dan kontemporer, kritik terhadap

negara Barat ini disuarakan oleh Chandra Muzaffar, direktur Just World Order

(Tata Dunia yang Adil), Malaysia. Menurutnya, ada dua kesulitan besar yang

saling berkaitan dalam hal upaya penegakan nilai HAM dewasa ini.

Pertama, ukuran pelanggaran terhadap hak untuk membangun (rights to

development). Menurut Chandra, meski hak untuk membangun diakui, hingga kini

tidak terlalu jelas bahwa bagaimanakah pelanggaran terhadap hak ini diukur dan

dimonitor. Sebab, tidak seperti pelanggaran atas hak-hak sipil dan politik, yang

relatif lebih mudah diukur dan dipastikan, pelanggaran terhadap hak membangun

harus diuji dalam periode yang relatif lebih panjang dan melibatkan banyak faktor,

seperti ekonomi, sosial, politik, dan historis. Ini berarti, dalam pemantauan

terhadap kinerja HAM, yang terutama ditekankan adalah pelanggaran atas hak-hak

sipil dan politik. Hal ini akan merugikan negara berkembang, termasuk negara

muslim, yang memandang hak untuk membangun sebagai prasyarat bagi keadilan

sosial, tetapi sebaliknya akan dapat mendukung tujuan demokrasi liberal di Barat

yang memandang HAM melalui hak-hak sipil dan kebebasan politik.

28 Roger Garaudy, Op.Cit., hal. 65.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 141

Page 16: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Kedua, timpangnya struktur global yang memungkinkan negara Barat

mendominasi wacana mengenai HAM dan mendikte PBB untuk bertindak menurut

keinginan mereka. Ketimpangan inilah yang menyebabkan PNN aktif hanya dalam

situasi HAM yang menguntungkan posisi negara kuat. Contohnya, adalah kasus

Bosnia Herzegovina. Di sini, Komisi Tinggi HAM PBB terbukti tidak berhasil

mendesak PBB untuk membatalkan embargo senjata kepada pihak Bosnia agar

rakyatnya dapat membela diri, seperti yang dijamin dalam Piagam PBB.

Kemungkinan itu dimentahkan Inggris, Perancis, dan Rusia yang memiliki hak

veto di Dewan Keamanan PBB.29

Secara tegas Chandra menyatakan, ia tidak menolak total tradisi HAM

Barat. Diakuinya bahwa ada unsur-unsur dalam tradisi HAM Barat, dari konsep

pengadilan yang independen hingga prinsip keabsahan berbeda pendapat, yang

telah berjasa memperkukuh martabat manusia dan nilai mulai peradaban manusia.

Yang menurutnya buruk adalah sementara ada keinginan pada pihak non-Barat

untuk mengakui kekuatan unik dalam tradisi Demokrasi dan HAM-Barat, tidak

banyak pemikir dan aktivis HAM di Barat atau Timur yang siap membela martabat

manusia dari ancaman dominasi global Barat.

Itulah beberapa pemikiran dari beberapa tokoh politik Islam dan

kandungan dari khazanah esensi ajaran Islam (al-Qur'an) yang menegaskan

mengenai pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Menjadi lebih jelas

bagi kita bahwa nilai-nilai universal yang menopang demokrasi, yaitu HAM, juga

mendapat tempat yang sentral dan esensial dalam ajaran Islam.

29 Chandra Muzaffar, Hak Asasi Manusia dalam Tata Dunia Baru: Menggugat Dominasi

Global Barat, terjemahan Poerwanto (Bandung: Mizan, 1995), hal. 20-23.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 142

Page 17: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri. Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respons Intelektual

Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993). Yogyakarta:

Tiara Wacana, 1999.

al-Anshari, Abdul Hamid Isma'il. Nizhàm al-Hukm fi al-Islàm, Qatar: Dar Qatri

ibn al-Faja'ah, 1985.

----------------------------------------. Al-Syùrà wa Atsaruhà fi al-Dimuqratiyyah,

Kairo: Al-Matba'ah al-Salafiyyah, 1980.

Ashhiddiqie, Jimly. Ibn Khaldun: Pribadi, Pemikiran, dan Pengaruhnya di

Indonesia, Jakarta: Khalaqah Ilmiah al-Hurriyyah, 1985.

Azhary, Muhammad Tahir. Negara Hukum:Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya

Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Peiode Negara

Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Aziz, M.Imam (Ed.), Agama, Demokrasi dan Keadilan. Jakarta: Gramedia, 1993.

Azzam, Salem (ed.), Concept of Islamic State. Kuala Lumpur: Angkatan Belia

Islam Malaysia, tt.

Berlin, Isaiah “Two Concept of Liberty” dalam ‘Four essays on Liberty (Oxford:

Oxford Univ. Press, 1970.

Bukhori, Imam. Al-Shahìh, Mesir: Dar asy-Syu'b, tt.

Cranston, Maurice. Human Right Today. Bombay: Manaktana and Sons, 1962.

Cranston, Mourice What Are Human Right? London: The Bodley Head, 1973.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Depdikbud, 1982.

Dewey, John. Individualism Old and New. New York: GP.Putnam’s Sons, 1962.

Dworkin, Ronald. Taking Right Seriously. Cambridge, Havard University Press:

1978.

Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru, 1980.

Fadhlullah, M. Husein. Dunyà al-Mar’ah, Beirut: Dar-al-Ma'arif, tt.

Fauzi, Ihsan Ali. "Hak Asasi Manusia", dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam:

Dinamika Masa Kini, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 143

Page 18: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

Gauhar, Altar. Tantangan Islam, terjemahan Anas Mahyuddin. Bandung: Pustaka

Salman ITB, 1993.

Graudy, Roger. dalam Mayer, Ann Elizabeth. Islam and Human Rights: Traditions

and Politics. (Colorado: Westview Press, 1991), hal. 57-60.

Graudy, Roger. Mencari Agama pada Abad XX: Wasiat Filsafat Roger Graudy.

Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

Hassan, Riffat. "On Human Rights and The Qur'anic Perspectives", dalam Swidler,

Arlene (ed.), Human Rights in Religious Traditions, New York: The

Pilgrim Press, 1982.

Held, Virginia. Right and Goods. New York: The Free Press, 1984.

Hook, Sidney.,”Renungan tentang Hak Asasi Manusia” dalam Harun Nasutian dan

Bachtiar Effendy (Ed.)., Hak Azasi Manusia dalam Islam. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 1987

Human Right Nomor. XXIII. New York: NY.University Press, 1981.

Hussain, Syekh Syaukat. Hak Asasi Manusia dalam Islam, diterjemahkan oleh

Abdul Rochim dari kitab Human Rights in Islam, Jakarta: Gema Insani

Press, 1996.

K.Brohi, Allahbukhsh.,”Hak dan Kewajiban Manusia dalam Islam: Suatu

Pendekatan Filsafat” dalam Harun Nasutian dan Bachtiar Effendy (Ed.).,

Hak Azasi Manusia dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi, Juz IV Kairo: Mustafa al-Babi

wa Auladuhu, 1962.

Al-Mawdudi, Abu A'la. The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic

Publication, Ltd., 1975.

Al-Mawdudi, Abu A’la., “Syari’ah dan Hak-Hak Asasi Manusia” dalam Harun

Nasutian dan Bachtiar Effendy (Ed.)., Hak Azasi Manusia dalam Islam.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987

May, Barlene., “Wanita dalam Islam: Kemaren dan Hari Ini” dalam Harun

Nasutian dan Bachtiar Effendy (Ed.)., Hak Azasi Manusia dalam Islam.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987

Medcalf, Linda J. dan Dolbeare, Kenneth M. Neopolitics: American Political

Ideas in the 1980s, Philadelphia: Temple University Press, 1965.

Muzaffar, Chandra. Hak Asasi Manusia dalam Tata Dunia Baru: Menggugat

Dominasi Global Barat, terjemahan Poerwanto, Bandung: Mizan, 1995.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 144

Page 19: Esensi HAM dalam Islam dan Relevansinya Dengan Demokrasi

An-Na'im, Abdullahi Ahmed. Dekonstruksi Syari'ah: Wacana Kebebasan Sipil,

Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional dalam Islam,

diterjemahkan dari buku Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties,

Human Rights and International Law oleh Ahmad Suaedy Yogyakarta:

LKIS, 1994.

Phillips, Derek L. Equality, Justice and Rectification: An Exploration in

Normative Sociology. London, New York and San Fransisco: Academic

Press. Piscatori, James P. 1983.

Rahman, Afzalur., “Hak-hak Muslim dalam Sistem Ekonomi” dalam Harun

Nasutian dan Bachtiar Effendy (Ed.)., Hak Azasi Manusia dalam Islam.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987

Shihab, M.Quraish. Wawasan Al-Qur’an Tentang Pelbagai Persoalan Umat.

Bandung: Mizan, 1996.

Syamsuddin, M. Mahdi. Masàil Harijah fî Fiqh al-Mar’ati. Jilid I.

Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan JenderPerspektif al-Qur'an, Jakarta:

Paramadina, 1999.

Vatin, Jean Claude., “Hak Asasi Manusia dalam Islam” dalam Harun Nasutian dan

Bachtiar Effendy (Ed.)., Hak Azasi Manusia dalam Islam. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 1987

Wahid Wafi, Ali Abdul. Kebebasan dalam Islam, diterjemahkan oleh Said Agil

Husain al-Munawar dari kitab "Al-Hurriyyah fi al-Islàm". Semarang: Dina

Utama, tt.

| HATAMAR RASYID | HAM dalam Islam dan Relevansinya...

EDUGAMA Vol 3 No 2 Desember 2017 | 145