defisiensi dan komplikasi
TRANSCRIPT
VITAMIN DAN DEFISIENSI VITAMIN
Viitamin merupakan bahan makanan organik yang dalam jumlah kecil diperlukan untuk pertumbuhan
normal dan kesehatan tubuh. Jumlah yang diperlukan sehari-hari demikian kecilnya, sehingga dapat
diperkirakan bahwa vitamin bekerja sebagai katalisator. Telah dapat dibuktikan bahwa beberapa vitamin
merupakan bahan esensial pada sistem oksidasi karbohidrat, protein dan lemak. Tubuh tidak dapat
membuat vitamin akan tetapi harus memilikinya. Terutama organ yang sedang tumbuh sangat rentan
akan defisiensi vitamin. Oleh karena itu gejala defisiensi suatu vitamin sangat penting dalam Ilmu
Kesehatan Anak. Lebih penting pula ialah mengetahui bentuk laten dan bentuk dini dari penyakitnya.
Kecurigaan akan hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaaan biokimia. Anamnesis makanan yang
cermat dapat menolong dugaan kemungkinan penyakit defisiensi. Sebaliknya dengan munculnya banyak
pabrik farmasi yang menyodorkan bermacam-macam vitamin kepada rakyat, maka kemungkinan
timbulnya hipervitaminosis tidak dapat diabaikan pula.
Biasanya vitamin digolongkan dalam 2 golongan, yaitu:
1. Golongan yang larut dalam air, misal: vitamin B kompleks dan vitamin C
2. Golongan yang larut dalam lemak, misal: vitamin A, D, E dan K.
Defisiensi vitamin A (Xeroftalmia)
Defisiensi vitamin A dalam diet seseorang yang berlangsung lama akan menimbulkan penyakit yang
disebut defisiensi vitamin A atau xeroftalmia. Bersama-sama dengan penyakit Malnutrisi Energi Protein
(MEP), penyakit tersebut merupakan penyakit yang sangat penting di antara penyakit gangguan gizi di
Indonesia dan di banyak negeri yang sedang berkembang. Ia mempunyai peranan yang penting sebagai
penyebab kebutaan.
Faktor etiologis
Gejala defisiensi vitamin A akan timbul bilamana:
1. Dalam jangka waktu yang lama dalam diet terdapat kekurangan vitamin A atau provitamin A.
2. Terdapat gangguan resorpsi vitamin A atau provitamin A.
3. Terdapat gangguan konversi provitamin A menjadi vitamin A.
4. Kerusakan hati.
5. Kelainan kelenjar tiroidea.
Peranan vitamin A pada fungsi penglihatan
Telah dapat ditentukan bahwa retina mata yang normal mengandung pigmen yang dikenal sebagai
rodopsinatau visual puple. Pigmen tersebut mengandung vitamin A yang terikat pada protein. Jika mata
menerima cahaya maka akan terjadi konversi rodopsin menjadi visual yellow dan kemudian visual white.
Pada konversi demikian akan menghilang sebagai vitamin A. Regenerasi visual purple hanya akan terjadi
bila tersedia vitamin A. Tanpa regenerasi maka penglihatan pada cahaya remang setelah mata
menerima cahaya yang terang akan terganggu.
Patologi
Pada defisiensi vitamin A, kelainan yang dapt timbul pada manusia ialah:
1. Buta senja.
Kelainan sebagai akibat dari gangguan regenerasi rodopsin. Merupakan gejala pertama
defisiensi vitamin A dan timbul sebelum gejala lainnya tampak.
2. Xeroftalmia
Dimulai dengan timbulnya perubahan pada jaringan epitel yang menjadi kering dan keras.
Kadang-kadang terlihat bercak Bitot yang merupakan bercak putih berbuih dan berbentuk
segitiga, terdapat di daerah nasal atau temporal dari kornea mata. Fotofobia dan konjungtivitis
timbul lebih dahulu disusul oleh pigmentasi coklat muda dari konjungtiva. Perubahan jaringan
epitel konjungtiva dapat menjalar ke kornea dan disusul oleh ulserasi, perforasi dan destruksi
total mata (keratomalasia). Kerusakan demikian dapat timbul dengan cepat, sehingga diagnosis
dini dari tanda-tanda defisiensi tersebut sangat penting.
3. Kelainan kulit
Dapat ditemukan kelainan berupa hiperkeratosis folikularis dan biasanya terdapat pada bagian
lateral dari lengan, tungkai bawah dan bokong.
4. Metaplasia jaringan epitel di bagian tubuh lain seperti di trakea, pelvis renalis, kelenjar ludah,
ureter dan sebagainya.
5. Konsentrasi vitamin A dan karotin dalam plasma rendah (normal 30-50 mikrogram per-100 ml
untuk vitamin A dan 60-240 gama untuk karotin).
Kebutuhan akan vitamin A.
Oleh Food and Nutrition Board of te National Research Council of the United States of America
dianjurkan pemberian vitamin A dalam diet sebagai berikut:
Bayi : 1.500 SI
Umur 1 – 3 tahun : 2.000 SI
Umur 4 – 6 tahun : 2.500 SI
Umur 7 – 9 tahun : 3.500 SI
Umur 10 – 12 tahun : 4.500 SI
Umur 13 – 19 tahun : 5.000 SI
Defisiensi vitamin B1 (Atiaminosis)
Faktor etiologis.
Defisiensi tiamin menyebabkan penyakit beri-beri. Bilamana diet wanita yang sedang mengandung tidak
cukup mengandung vitamin B1, maka anak yang dilahirkan dapat menderita beri-beri kongenital atau
gejala beri-beri akan timbul pada bayi yang sedang disusui.
Penyakit ini dapat pula timbul pada anak dengan penyakit gastrointestinal yang menahun, misalnya
diare kronis dan sindrom seliak. Gejala penyakit beri-beri pada bayi dan anak umumnya sama dengan
gejala yang terjadi pada orang dewasa. Manifestasi penting ialah kelainan saraf, mental dan jantung.
Kadang-kadang ditemukan kasus beri-beri bawaan, akan tetapi sebagian besar terdapat dalam triwulan
pertama.
Gejala antiaminosis.
1. Beri-beri infantil.
Umumnya ditemukan dalam keadaan akut. Gejala prodormal ringan saja atau tidak tampak
sama sekali. Anak yang tampaknya sehat selama 1-2 minggu tidak menunjukkan bertambahnya
berat badan, kadang-kadang tampak gelisah, menderita pilek atau diare. Perubahan jantung
datang tiba-tiba dengan takikardia dan dispne yang dapat mengakibatkan kematian mendadak.
Pada pemeriksaan ditemukan jantung yang membesar terutama bagian kanan. Paru
menunjukkan tanda kongesti, kadang-kadang terdapat edema, yang disertai oliguria sampai
anuria.
Pada kasus yang lebih menahun terdapat edema yang jelas, sering ditemukan efusi perikardial
dan kadang-kadang asites. Muntah merupakan gejala yang sering ditemukan. Sistem urat saraf
tidak mengalami banyak perubahan, hanya mungkin ditemukan atonia, refleks lutut mungkin
negatif, meninggi atau berubah. Kadang-kadang terdapat kejang.
2. Kasus menahun sering ditemukan pada anak yang lebih besar (late infancy dan childhood).
Penderita demikian umumnya lebih kecil dibandingkan anak yang sehat, keadaan gizinya kurang
dan tedapat edema. Sering gejala yang menarik perhatian ialah atonia yang disebabkan oleh
edema pita suara. Kadang-kadang perutnya membuncit karena meteorismus. Paralisis seperti
yang tampak pada orang dewasa jarang terlihat pada anak, walaupun atonia tampak jelas dan
refleks lutut berkurang atau menghilang.
Pencegahan.
Diet anak yang baik umumnya mengandung cukup tiamin. Pemberian vitamin B1 tambahan diperlukan
untuk para ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Dianjurkan untuk memberikan 1,8 mg vitamin
B1 setiap hari pada para ibu yang sedang mengandung dan 2,3 mg vitamin B1 pada ibu yang sedang
menyusui, 0,4 mg untuk bayi dan 0,6-2 mg pada anak yang lebih besar. Anak dengan penyakit
gastrointestinal menahun atau yang sedang mendapat makanan parenteral, harus diberi tiamin
tambahan.
Pengobatan.
Bayi : 5-10 mg/hari
Anak : 10-20 mg/hari
Pengobatan diberikan untuk beberapa minggu lamanya. Bilamana penderita mengalami diare atau
muntah yang lama, maka vitamin tersebut harus diberikan secara intramuskulus atau intravena. Pada
penderita yang masih mendapat ASI, maka ibunya harus pula diberi vitamin B1 tambahan.
Defisiensi vitamin B2 (Ariboflavinosis)
Faktor etiologis.
Gejala defisiensi vitamin B2 akan tampak bilamana:
1. Stomatitis angularis.
Pada sudut mulut terdapat maserasi dan retak-retak (fisura) yang memancar ke arah pipi.
Kadang-kadang luka sudut mulut tersebut tertutup keropeng. Bilamana luka demikian berulang-
ulang timbul pada akhirnya akan menimbulkan jaringan parut.
2. Glositis.
Lidah akan tampak merah jambu dan licin karena struktur papil hilang.
3. Kelainan kulit.
Perubahan pada kulit berupa luka seboroik pada lipatan nasolabial, alae nasi, telinga dan
kelopak mata. Kadang-kadang ditemukan juga dermatitis pada tangan, sekitar vulva, anus dan
perineum.
4. Kelainan mata.
Dapat timbul fotofobia, lakrimasi, perasaan panas. Pada pemeriksaan dengan slitlamp akan
tampak vaskularisasi kornea dan keratitis interstitialis.
Pencegahan dan pengobatan.
Ariboflavinosis dapat dicegah dengan diet yang mengandung cukup susu, telur, sayur-mayur dan daging.
Dianjurkan pemberian sehari-hari 0,6 mg untuk bayi, 1-2 mg untuk anak dan 2-3 mg untuk dewasa.
Pada anak dengan tanda-tanda ariboflavinosis dapat diberikan 10 mg/hari vitamin B2 untuk beberapa
minggu lamanya.
Defisiensi asam follat
Patofisiologis.
Bayi yang baru dilahirkan mempunyai persediaan asam folat yang cukup akan tetapi persediaan tersebut
lambat laun menurun oleh sebab tambahan dari susu tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tanda
defisiensi asam folat dapat timbul pada bayi yang tumbuh cepat, terutama bayi prematur atau anak
dengan kelainan resorpsi.
Gejala
Gejala terpenting adalah timbulnya anemia makrositik, megaloblastik yang disebabkan kelainan sintesis
asam nukleat. Dapat timbul pula granulositopenia dan trombositopenia. Gejala lainnya ialah perubahan
selaput lendir gastrointestinal yang menimbulkan kelainan resoprsi dan diare sehingga penderita jadi
kurus.
Defisiensi niasin (Pelagra)
Gejala
Terutama dermatitis kadang-kadang disertai kelainan saraf dan psikis.
Pengobatan
Dapat diberikan niasin 0,02 g/kgbb/hari, peroral, subkutan atau intramuskular.
Defisiensi vitamin B6
Gejala
Gejala defisiensi piridoksin ialah cengeng, mudah kaget, kejang (tonik-klonik). Pemberian INH yang lama
pada orang dewasa tanpa tambahan vitamin B6 dapat menimbulkan polineuritis. Ada yang berpendapat
bahwa vitamin B6 dapat menyembuhkan dermatitis seberoik.
Kebutuhan akan vitamin B6
Bayi: 0,2 – 0,5 mg/hari. Anak yang lebih besar 1,5 – 2 mg/hari. Banyak vitamin B6 yang diperlukan
bertalian dengan banyaknya pemberian protein, sehingga makin besar anak makin banyak vitamin B6
yang diperlukan. Adakalanya terdapat gejala defisiensi vitamin B6 pada seorang penderita, walaupun
makanannya mengandung cukup vitamin B6
Defisiensi vitamin B12
Fisiologi
Vitamin B12 dianggap sebagai komponen antianemia dalam faktor ekstrinsik. Getah lambung orang
normal mengandung substansi yang disebut faktor intrinsik yang bereaksi dengan faktor ekstrinsik yang
terdapat dalam daging, susu atau bahan makanan lain untuk membuat substansi antianemia. Faktor
antianemia tersebut diserap dan disimpan dalam hati. Pada anemia pernisiosa biasanya faktor intrinsik
tidak terdapat dalam getah lambung.
Walaupun daging mengandung vitamin B12, namun tidak dapat digunakan oleh penderita anemia
pernisiosa, karena faktor intrinsik tidak ada. Vitamin B12 terikat pada protein dan hanya dapat dileaskan
oleh faktor intrinsik untuk kemudian diserap.
Patologi
Defisiensi vitamin B12 dapat timbul bila:
a. Terdapat kekurangan vitamin B12 dalam diet (seperti orang vegetarian)
b. Tidak terdapat faktor intrinsik seperti pada penderita anemia pernisiosa.
c. Terdapat gangguan resorpsi vitamin B12.
Gejala
Defisiensi vitamin B12 menimbulkan anemia dengan gejala lidah yang halus dan mengkilap, tidak
terdapat asam hidroklorida dalam asam lambung (pada penderita anemia pernisiosa), perubahan saraf,
anemia makrositik hiperkromik. Sel darah membesar dan berkurang jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan atau proses pematangan sel darah merah.
Kebutuhan: 1 – 2 gama/hari.
Pengobatan
Pemberian vitamin B12 pada penderita anemia pernisiosa akan merangsang sumsum tulang membuat
sel darah merah. Pada anemia makrosistik lain, vitamin B12 akan memberikan perbaikan seperti halnya
dengan asam folat. Vitamin B12 digunakan pula masa rekovalensi penyakit berat sebagai perangsang
metabolisme.
Defisiensi vitamin E
Gejala
Vitamin E digunakan sebagai pencegahan abortus habitual, partus prematur habitual, juga pada
sklerodermia, penyakit neuromuskulus dan muskulus terutama distrofia muskulorum progresiva.
Adakalanya vitamin E digunakan pada penderita hipoproteinemia karena vitamin E mempunyai daya
anabolik pada metabolisme protein.
1. Komplikasi Marasmus dan Kwashiorkor
KOMPLIKASI MARASMUS
Defisiensi Vitamin A
Dermatosis
Kecacingan
diare kronis
tuberkulosis
KOMPLIKASI KWASHIORKOR
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem
imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai
oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa
kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ
secara permanen.
• Komplikasi jangka pendek
- hipoglikemia
- hipotermia
- dehidrasi
- gangguan fungsi vital
- gangguan keseimbangan
elektrolit asam basa
- infeksi berat
- hambatan penyembuhan penyakit
penyerta.
• Komplikasi jangka panjang:
- stunting (tubuh pendek)
- berkurangnya potensi
tumbuh kembang