ddt

Upload: sabila-robbani

Post on 09-Mar-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sains

TRANSCRIPT

DDT

Biodegradasi Dikloro Difenil Trikloroetan oleh Fungi Phanerochaete ChrysosporiumAbstrak

Fungi Phanerochaete Chrysosporium digunakan sebagai organisme yang menyempurnakan mekanisme degradasi dikloro difenil trikloroetan dan beberapa jenis polutan lingkungan yang lain. Kemampuan biodegradasinya ini berhubungan dengan kemampuannya untuk mendegradasi lignin. Fungi ini mengeluarkan sejenis peroksidase yang digunakan untuk mengkatalisis reaksi oksidasi dan reduksi selama biodegradasi DDT ini. Biodegradasi DDT oleh fungi Phanerochaete Chrysosporium terjadi seperti ditunjukkan dengan hilangnya DDT dari kultur rendah nitrogen yang diamati, identifikasi metabolit DDT, analisis kesetimbangan massa dan studi mineralisasi (14C) DDT. Metabolit DDT yang diidentifikasi mencakup DDD, FW-152, dan DBP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siklus degradasi DDT pada fungi Phanerochaete Chrysosporium jelas berbeda dengan siklus pada mikrobial atau biodegradasi DDT oleh lingkungan.Kata kunci: biodegradasi, DDT, fungi, Phanerochaete Chrysosporium, lignin peroksidasePendahuluan

Dikloro Difenil Trikloroetane (DDT) pertama kali disintesis pada tahun 1874, sebagai penyelamat jutaan manusia dari serangan nyamuk malaria. Setelah tahun 1939 diketahui bahwa DDT mempunyai sifat insektisida. Akan tetapi setelah penggunaannya, kestabilan, keberadaan dan sifatnya yang tidak cepat terurai (persisten) terhadap lingkungan, juga sifatnya yang terakumulasi dalam jaringan tubuh, dan sifat estrogeniknya membuat perhatian dunia lebih terhadap kemungkinan kerugian yang ditimbulkan jika DDT digunakan untuk jangka panjang, ditambah lagi, DDT telah dilaporkan mengakibatkan efek karsinogenik terhadap fungsi sistem syaraf. Diperkirakan butuh waktu sekitar 10 sampai 20 tahun untuk menghilangkan DDT dari individu jika keberadaannya dihentikan secara total, sedangkan senyawa metabolit utamanya, DDE, kemungkinan akan tetap ada. Waktu paruh plasma DDE diperkirakan mendekati 10 tahun.

Ketidakmampuan menjelaskan metabolisme mikrobial pada pestisida persisten termasuk DDT dan senyawa biodegradasi lainnya memberikan penekanan pada pembuatan teknik-teknik metabolisme degradasi mikrobialnya.Biodegradasi DDT

Meskipun DDT ini merupakan polutan yang persisten di lingkungan, ia dapat terdegradasi secara perlahan oleh lingkungan. Degradasi mikrobial DDT dikatakan melukiskan fenomena ko-metabolisme, yaitu suatu fenomena di mana mikrobial memanfaatkan insektisida ini sebagai satu-satunya sumber karbon atau sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Suatu teknik pemilihan kultur organisme tertentu digunakan untuk melihat pemecahan cincin benzennya dan diperoleh hasil bahwa ternyata organisme yang diisolasi rupanya tidak mampu mengakibatkan pemecahan pada cincin benzen, hanya menghilangkan satu karbonnya saja.

Suatu penelitian pada kultur hydrogenomous sp dilakukan terhadap difenilmetan, sebagai analog DDT, di mana difenilmetan sebagai satu-satunya sumber karbon. Enzim yang terdapat di dalamnya mempengaruhi oksidasi dan pemecahan satu cincin benzen difenilmetan, dan asam fenil asetat ditemukan sebagai produk utama degradasinya. Sejumlah kecil fenilglioksida dan asam benzoat juga dihasilkan pada proses tersebut. Hasil penelitian ini relevan dengan metabolisme pestisida ketika dibandingkan dengan perolehan dalam ko-metabolisme DCM, metabolit yang diproduksi dalam biodegradasi DDT.

Penelitian Wedemeyer dan Alexander menunjukkan bahwa biodegradasi DDT dan metabolit DDT terjadi pada beberapa bakteri, dan jalur biodegradasi DDT dijelaskan seperti pada gambar 1. DDT secara umum diubah menjadi DDE, tetapi dengan munculnya bakteri mengawali reduksi deklorinasi kelompok triklorometil untuk membentuk DDD, yang dengan reaksi deklorinasi, oksidasi, dekarboksilasi, membentuk DDM, di mana DDm dapat berubah menjadi DBH atau DBP.

Gambar 1. Jalur biodegradasi utama untuk metabolisme DDt pada mikroorganisme.

Keterangan:DDMS = 1-kloro-2,2-bis 4-klorofenil etan, DDNS = 2,2-bis(4-klorofenil) etan, DDOH = 2,2-bis(4-klorofenil) etanol, DDA = asam 2,2-bis(4-klorofenil) asetat, DDMU= 1-kloro-2,2-bis(4-klorofenil)eten, DDNU = 1,1-bis(4-klorofenil)eten

Selain bakteri, ada makhluk hidup lain yang juga ditemukan dapat melakukan biodegradasi terhadap DDT yaitu golongan fungi atau jamur. Subba-rao dan Alexander telah menunjukkan bahwa jalur degradasi DDT untuk beberapa fungi yang telah dipelajarinya hampir sama dengan jalur utama degradasi oleh bakteri.

Salah satu jenis fungi yang mampu melakukan biodegrasai terhadap DDT adalah White Rot Fungi, Phanerochaete Chrysosporium. Fungi ini bertanggung jawab terhadap biodegradasi lignin pada kayu dan memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mendegradasi sejumlah polutan lingkungan yang lain. Kemampuan biodegradasinya ini berhubungan dengan kemampuannya untuk mendegradasi lignin. Reaksi oksidasi dan reduksi diperlukan untuk metabolisme lignin dan polutan lingkungan lainnya. Fungi ini mengeluarkan sejenis peroksidase untuk mengkatalisis oksidasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peroksidase ini juga dapat mengkatalisis reaksi reduksi menggunakan donor elektron untuk menghasilkan radikal reduktif. Kemampuan yang unik ini tergantung pada peroksidase yang dikeluarkan oleh fungi, akan tetapi, sistem dasar peroksidase tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk mendegradasi lignin. Lignin adalah suatu heteropolimer yang kompleks tanpa keteraturan stereokimia. Biodegradasi lignin mencakup mekanisme nonspesifik dan nonstereoselektif. Gambar 2 menunjukkan mekanisme oksidasi secara umum pada peroksidase.

Gambar 2. Siklus katalitik pada lignin peroksidase

Keterangan:

Bentuk ferri enzim, umumnya dikenal sebagai resting enzyme, dioksidasi dengan dua elektron oleh hidrogen peroksida untuk membentuk peroksidase, sebagai senyawa I. Senyawa I dapat direduksi dengan satu elektron yang secara kimia mempunyai potensial reduksi yang sesuai. Enzim direduksi menjadi bentuk yang disebut senyawa II sedangkan zat kimia dioksidasi oleh satu elektron. Satu elektron yang dioksidasi secara kimia ini dapat mereduksi kembali senyawa II ke resting enzyme. Untuk oksidasi dengan dua elektron (senyawa I) maka satu elektron dihilangkan dari ion besi untuk membentuk ferril, sementara elektron yang kedua diambil dari cincin porfirin. Potensial reduksi senyawa I lebih tinggi daripada senyawa 2.

Sistem degradasi lignin dari fungi Phanerochaete Chrysosporium ini mampu memineralisasi (14C) DDT, seperti sejumlah polutan lingkungan yang persisten lainnya, serta sejumlah metabolit antara terbentuk selama biodegradasi DDT oleh fungi ini. Studi ini juga memperlihatkan bahwa degradasi DDT, seperti degradasi lignin, dikembangkan oleh mekanisme awal metabolisme yang kekurangan nitrogen. Studi ini memperlihatkan bahwa jalur metabolit utama degradasi DDT oleh organisme ini sangat berbeda dengan jalur metabolit utama yang diperlihatkan oleh bakteri.

Degradasi DDT oleh fungi Phanerochaete Chrysosporium terjadi seperti ditunjukkan dengan hilangnya DDT dari kultur yang diamati, identifikasi metabolit DDT, analisis kesetimbangan massa dan studi mineralisasi (14C) DDT. Metabolit DDT yang diidentifikasi mencakup DDD, FW-152, dan DBP, menunjukkan bahwa fungi ini melakukan degradasi DDT melalui siklus yang ditunjukkan seperti pada gambar 3. Kecuali untuk DDD dan DBP, tidak ada metabolit umum mengandung bakteri utama yang ditemukan dalam ekstrak Phanerochaete Chrysosporium yang diinkubasi dengan (14C) DDT ini. Ini menunjukkan bahwa skema umum yang ditunjukkan pada gambar 3 ini adalah satu-satunya atau jalur utama biodegradasi DDT pada fungi Phanerochaete Chrysosporium. Metabolisme beberapa xenobiotik yang sulit terdegradasi, termasuk DDT tergantung pada sistem degradasi lignin dari Phanerochaete Chrysosporium yang ditambahkan pada media rendah nitrogen. Fungi Phanerochaete Chrysosporium adalah mikroorganisme pertama yang terlihat membuatkan jalur untuk melengkapi degradasi DDT dalam kultur axenik.

Gambar 3. Jalur degradasi DDT oleh fungi Phanerochaete Chrysosporium

Kemampuan Phanerochaete Chrysosporium untuk mengkatalisis permulaan oksidasi DDT dengan hidroksilasi karbon benzilik pada DDT menjadi dicofol , suatu alkohol tersier diharapkan menunjukkan efek kemampuan molekul untuk mengalami degradasi oksidatif berikutnya., karena pengenalan kelompok hidroksil pada C1-DDT dapat diharapkan membuat kelompok triklorometil lebih labil untuk membelah dan atau metabolisme berikutnya. Secara umum alkohol tersier sulit dioksidasi. Substitusi hidrogen benzilik pada DDT untuk membentuk dicofol dalam formasi alkohol tersier adalah untuk membentuk kelompok bulky dan elektrofilik, suatu kondisi yang diharapkan rentan terhadap pemecahan rantai karbon serta untuk mengurangi rintangan sterik.

Kelompok triklorometil dari dicofol sangat rentan terhadap pemecahan ikatan karbon-karbon untuk membentuk DBP. Belum diketahui apakah pemecahan kelompok triklorometil dari dicofol merupakan langkah utama dalam biodegradasi DDT oleh Phanerochaete Chrysosporium. Karena FW-152 merupakan produk reduksi alifatik dari deklorinasi dicofol, ditemukan sebagai metabolit utama, dapat dikatakan bahwa jalur antara dicofol dan DBP pada Phanerochaete Chrysosporium hampir sama dengan yang diamati pada sistem bakteri, dimana triklorometil berturut-turut mengalami reduksi deklorinasi yang diikuti dengan oksidasi asam karboksilat, yang akhirnya mengalami dekarboksilasi membentuk DBP. DBP mengalami reduksi deklorinasi pada cincin aromatik untuk membentuk 4-klorobenzofenon pada fungi Aspergilus niger. Fungi lain mengkatalisis pemecahan rantai aromatik DDM untuk membentuk asam p-klorofenil asetat. Kita tidak dapat mengidentifikasi produk pemecahan cincin aromatik atau produk reduksi deklorinasi pada kultur Phanerochaete Chrysosporium yang diinkubasi dengan (14C) DDT.

Studi terbaru menunjukkan bahwa fungi tanah Trichoderma Virida dan Mucor Alterans juga dapat mendegradasi (14C) DDT menjadi heksan dan metabolit yang larut dalam air. Dicofol dan DDD diidentifikasi sebagai metabolit DDT pada kultur Trichoderma Virida sedangkan jumlah metabolit yang tidak diidentifikasi diamati dalam kultur Mucor Alterans. Fusarium Oxysporum juga ditemukan dapat mendegradasi DDT melalui jalur yang sangat mirip dengan yang dilakukan oleh bakteri (Engst et. al.).

Kesimpulan

DDT sebagai polutan yang persisten terhadap lingkungan telah mampu didegradasi oleh fungi Phanerochaete Chrysosporium. Fungi ini mengubah DDT menjadi bentuk metabolitnya sehingga dapat lebih diterima oleh lingkungan.

Daftar PustakaBumpus, A. J. and Steven D. Aust. 1987. Biodegradation Of DDT (1,1,1-Trichloro-2,2-Bis(4-Chlorophenyl) Ethane] by the White Rot Fungus Phanerochaete Chrysosporium. Aplied and Environmental Microbiology Journal. Volume 5. No. 9. p. 2001-1008.Focht, D.D., and M. Alexander. 1970. Bacterial Degradation of Diphenylmethane, a DDT Model Substrate. Applied Microbiology Journal. Volume 20, No. 4. p. 608-611Steven D. Aust. 1995. Mechanisms of degradation by White Rot Fungi. Environmental Health Issues.