davira ves rere

4

Click here to load reader

Upload: molyna-ulfah

Post on 13-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pbl davira

TRANSCRIPT

Davira ves rere 1. HasilBerat Badan Kelinci A (untuk aquadest) = 1750 gramBerat Badan Kelinci B (untuk furosemed) = 1300 gramBerat Badan Kelinci C (untuk spironolakton) = 1500 gramBerat badan Kelinci D (untuk ekstrak teh) = (data tidak ada)10 menit pertama(Waktu I)10 menit kedua (Waktu II)10 menit ketiga(Waktu III)

Volume Urin kelinci A20 ml10,5 ml0

Volume Urin Kelinci B 1,4 ml0,4 ml0

Volum UrinKelinci C2,6 ml1 ml0

Volum Urin Kelinci D055,8

(Grafik perbandingan hasil kerja diuretic terhadap kelinci)

B. Pembahasan Furosemide merupakan salah satu contoh obat diuretik yang termasuk kedalam golongan diuretic kuat. Diuretik kuat (High-ceiling Diuretics) merupakan golongan diuretik yang efeknya sangat kuat dari pada golongan diuretik yang lainnya. Obat ini bekerja padaloop henle ascenden bagian tebal, sehingga dikenal juga dengan nama loop diuretic (Nafrialdi, 2009). Waktu paruh furosemid tergantung pada fungsi ginjal. Onset secara oral adalah dalam waktu 1 jam dan diuresis berlangsung sekitar 6-8 jam. Onset secara injeksi adalah 5 menit dan diuresis berlangsung selama 2 jam (Sunaryo, 2007). Furosemide secara senyawa merupakan senyawa 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat yang juga masih termasuk kedalam derivate sulfonamid. Obat ini bekerja dengan menghambat kotranspor Na+, K+, dan Cl-pada ansa henle. Secara farmakodinamik, obat ini meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai filtrasi glomerulus, sehingga reabsorpsi cairan dan elektrolit akan menurun serta terjadi peningkatan efek awal diuresis. Oleh karena proses tersebut, penggunaan furosemide juga dapat mengakibatkan peningkatan ekskresi ion K+, Na+, Ca2+, dan Mg2+dari dalam tubuh (Nafrialdi, 2009).Sprionolakton merupakan diuretik hemat kalium. Diuretik ini mencegah sekresi kalium dengan melawan efek aldosteron pada tubulus koligen renalis kortikal dan bagian akhir distal. Mekanisme kerja dapat melalui inhibisi langsung terhadap reseptor mineralokortikoid. Senyawa mineralokortikoid menyebabkan retensi garam dan air serta meningkatkan ekskresi dari K+ dan H+ dengan cara berikatan dengan reseptor mineralokortikoid tertentu. Spironolakton memiliki kemampuan diuretik terbatas jika digunakan secara tunggal. Hal ini dikarenakan dibagian distal tempat mereka bekerja hanya bisa mereabsorpsi filtrat Na+ sebanyak 2% (Hardman JG, 2010).Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Awitan dan durasi kerja spironolakton ditentukan oleh kinetik respons aldosteron di jaringan sasaran. Waktu paruh spironolakton dalam plasma hanya 10 menit, akan tetapi bentuk metabolit aktifnya, canrenone memiliki waktu paruh 16 jam. Spironolakton sebagian besar di inaktivasi di hati. Secara keseluruhan, awitan kerja spironolakton agak lambat, dibutuhkan beberapa hari sebelum efek terapi penuh dicapai (Hardman JG, 2010).Konsumsi teh dan semangka juga berperan terhada purinasi.Teh mengandung senyawa kafein yang dikenal sebagai trimetilsantin. Senyawa ini dapat meningkatkan tekanan darah, memicu detak jantung, dan memberikan efek diuretik (Dewi, 2009). Buah semangka mengandung banyak senyawa, di antaranya ialah sitrulin dan arginin. Sitrulin dan arginin berperan dalam pembentukan urea di hati dalam tubuh (Bijak, 2010). Urea merupakan salah satu zat yang tergolong diuretic osmotik, sehingga apabila jumlahnya meningkat dalam tubuh dapat memberikan efek diuretic dan meningkatkan volume urin (Nafrialdi, 2009).

Furosemide merupakan salah satu diuretic kuat, namun pada praktikum kali ini didapatkan hasil bahwa volume urin lebih besar ditemukan pada kelinci yang diberikan campuran ekstrak teh daripada furosemide, begitu juga dengan spironolakton yang merupakan golongan potassium sparing diuretic. Hal tersebut diduga karena kandungan campuran ekstrak teh yang mengandung senyawa kafein yang dikenal sebagai trimetilsantin. Senyawa ini dapat meningkatkan tekanan darah, memicu detak jantung, dan memberikan efek diuretik, dan meningkatkan volume urin (Dewi, 2009).. Namun, perbedaan hasil yang didapat dengan teori dasar mengenai diuretic mungkin juga karena ketidaktepatan praktikan dalam cara megosongkan kandung kemih tikus, cara memasukkan obat yang kurang tepat atau menghitung waktu dan volume (Nafrialdi, 2009).Dapus

Dewi, Febriana Ira., Faisal Anwar., Leily Amalia. 2009. Persepsi Terhadap Konsumsi Kopi dan Teh Mahasiswa TPB IPB Tahun Ajaran 2007-2008. Jurnal Gizi dan Pangan. 4(1) : 20-28

Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. 2010. Drugs Affecting Renal and Cardiovaskular Function. 11th Edition. California : McGraw-Hill. p. 735-62

Sunaryo. 2007. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Hal 380-387

Nafrialdi. 2009. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman