davina azalia khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · web viewdiawali...

41
Davina Azalia Khan Perang itu Bodoh Perang (war) memiliki banyak sekali dampak. Entah baik ataupun buruk. Terlepas dari seluruh latar belakang dan alasan para pihak yang berperang, dapat diketahui bahwa perang telah membawa dampak negatif yang lebih besar daripada positifnya. Perang dunia contohnya. Diawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti senjata kimia dan bom. Di samping itu, banyak warga sipil yang menjadi korban akibat dari serangan-serangan yang dilakukan. Para orang tua menjadi korban, yang membuat banyak anak-anak menangis dan terlantar. Perang ini pun menjadikan stabilitas negara terganggu, akibatnya terjadi kelangkaan kebutuhan dasar bagi rakyat. Kelaparan dan wabah penyakit menjadi masalah utama yang juga memakan tidak sedikit warga sipil. Tercatat 6.493.000 jiwa (warga sipil) tewas karena korban perang, kelaparan, dan wabah penyakit. 1 Perang Dunia I sering disebut dengan Great War, War of the Nations, dan War to End All Wars (Perang untuk Mengakhiri Semua Perang). Namun, pada kenyatannya Perang Dunia I memicu lahirnya beberapa perang yang lain. Mereka yang kalah pada Perang Dunia I, merasa perlu membalas dendam dengan melancarkan serangan-serangan yang tidak kalah hebatnya sehingga lahir Perang Dunia II. Bahkan perang ini disebut-sebut sebagai perang terdahsyat sepanjang sejarah. Ini disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat manusia bergantung pada senjata. Semakin canggih senjata yang digunakan, manusia akan semakin tega untuk membunuh sesamanya. Karena dengan senjata, manusia bisa melakukan serangan dari jarak yang cukup jauh. Kecanggihan senjata juga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Infrastruktur, bangunan pribadi, dan fasilitas umum turut hancur. Makhluk hidup lain pun turut menjadi korban sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem. Pepohonan dan tumbuhan lain terbakar, tumbang, bermutasi (akibat bom nuklir) dan mengalami kerusakan lain. Sekawanan hewan juga harus bermigrasi menuju tempat yang lebih sehat dan nyaman. Perang juga membuat manusia saling mendendam, mengganggu mental para korban, serta menganggu populasi. Sebab perang telah merenggut banyak nyawa kaum pria. Terlebih para kaum muda yang “terseret” dan menjadi korban, akan membuat jumlah penerus bangsa berkurang.

Upload: truongtuyen

Post on 30-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Davina Azalia Khan

Perang itu Bodoh

Perang (war) memiliki banyak sekali dampak. Entah baik ataupun buruk. Terlepas dari seluruh latar belakang dan alasan para pihak yang berperang, dapat diketahui bahwa perang telah membawa dampak negatif yang lebih besar daripada positifnya. Perang dunia contohnya. Diawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti senjata kimia dan bom. Di samping itu, banyak warga sipil yang menjadi korban akibat dari serangan-serangan yang dilakukan. Para orang tua menjadi korban, yang membuat banyak anak-anak menangis dan terlantar. Perang ini pun menjadikan stabilitas negara terganggu, akibatnya terjadi kelangkaan kebutuhan dasar bagi rakyat. Kelaparan dan wabah penyakit menjadi masalah utama yang juga memakan tidak sedikit warga sipil. Tercatat 6.493.000 jiwa (warga sipil) tewas karena korban perang, kelaparan, dan wabah penyakit.1 Perang Dunia I sering disebut dengan Great War, War of the Nations, dan War to End All Wars (Perang untuk Mengakhiri Semua Perang). Namun, pada kenyatannya Perang Dunia I memicu lahirnya beberapa perang yang lain. Mereka yang kalah pada Perang Dunia I, merasa perlu membalas dendam dengan melancarkan serangan-serangan yang tidak kalah hebatnya sehingga lahir Perang Dunia II. Bahkan perang ini disebut-sebut sebagai perang terdahsyat sepanjang sejarah. Ini disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat manusia bergantung pada senjata. Semakin canggih senjata yang digunakan, manusia akan semakin tega untuk membunuh sesamanya. Karena dengan senjata, manusia bisa melakukan serangan dari jarak yang cukup jauh. Kecanggihan senjata juga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Infrastruktur, bangunan pribadi, dan fasilitas umum turut hancur. Makhluk hidup lain pun turut menjadi korban sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem. Pepohonan dan tumbuhan lain terbakar, tumbang, bermutasi (akibat bom nuklir) dan mengalami kerusakan lain. Sekawanan hewan juga harus bermigrasi menuju tempat yang lebih sehat dan nyaman. Perang juga membuat manusia saling mendendam, mengganggu mental para korban, serta menganggu populasi. Sebab perang telah merenggut banyak nyawa kaum pria. Terlebih para kaum muda yang “terseret” dan menjadi korban, akan membuat jumlah penerus bangsa berkurang.

Page 2: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Renatha Ayu Rossdiana

Perang…keren atau Bodoh ?

Pada awalnya saya merasa perang merupakan hal yang keren. Alasannya adalah perang seperti benda seni. Dalam tahap persiapan maupun perlaksanaannya perang menggunakan strategi tertentu yang bisa dibilang keren. Perhitungan tertentu, peralatan yang canggih dan kecerdikan aktor yang memainkannya membuat perang menjadi keren. Namun, sekarang saya merasa perang adalah sesuatu yang konyol atau bisa dibilang bodoh. Perang merupakan opsi yang tidak rasional ketika masih ada beberapa opsi lain diluar tindakan kekerasan. Opsi lain itu seperti diplomasi, resolusi konflik bersama yang nirkekerasan, dll. Perang bagi saya merupakan interpretasi dari tindakan suatu aktor yang berpikiran sempit terhadap penyelesaian suatu konflik. Perang dijalankan seolah-olah merpakan jalan terakhir yang dapat menyelesaikan konflik. Tetapi, perang bukanlah suatu mekanisme yang efektif untuk menyelesaikan konflik namun hanya akan menciptakan perang baru. Selain itu, mengutip dari salah satu peribahasa Indonesia yaitu kalah jadi abu menang jadi arang, perang hanya menyisakan penderitaan bagi pihak yang kalah dan (sebenarnya) juga merugikan pihak yang menang. Perang memang bisa membuat pihak yang menang dapat memaksa pihak yang kalah untuk memenuhi keinginannya namun cara seperti ini bukanlah cara yang smart untuk membuat ketundukan itu. Perang bukan cara yang smart karena dalam perang ada sebuah degradasi moral dan dehumanisasi disitu. Terkadang perang dijalankan (mungkin) untuk bermaksud baik namun seringkali kedaaan menjadi tidak terkendali dan yang ada hanyalah tembak menembak antar tentara atau dengan masyarakat yang sebenarnya bukanlah aktor sasaran dari perang itu. Ketika perang sudah selesai, aktor yang kalah bisa saja patuh terhadap kemauan pihak yang menang namun ada akibat jangka panjangnya. Merekonstruksi suatu negara butuh perjuangan keras apalagi ditengah keadaan masyarakat yang saat itu banyak sekali yang cacat fisik maupun yang trauma akibat perang (sehingga berpengaruh kepada bagaimana persepsi mereka memandang negara lain atau sistem internasional). Intinya adalah bagi saya perang atas nama apapun itu merupakan suatu tindakan bodoh yang tidak sepatutnya dilakukan mengingat cara yang dilakukan dan dampak yang dihasilkannya.

Page 3: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Andika Cahaya Utama

Perang, menurut saya tidak cool ataupun bodoh. Namun saya rasa perang diperlukan. Mengikuti aliran Realis yang berkata “civic pacem parabellum” (bila ingin berdamai beriaplah untuk berperang), tidak sema konflik di dunia ini yang dapat diselesaikan dengan damai. Damai yang fimaksud disini artinya tanpa konflik kelanjutan, masing-masing pihak merasa diuntungkan dan “fine” dengan itu. Ada kalanya perselisihan harus diselesaikan dengan perang. Selain itu disebutkan juga bahwa perang merupakan salah satu bentuk diplomasi. Contoh kecilnya adalah konflik antar Negara pada tahun 40-an tidak dapat diselesaikan dengan damai yang akhirnya berujung pada Perand Dunia II. Dan hasil akhirnya meskipun memakan korban yang tidak sedikit berhasil mendamaikan perselisihan antar negar tersebut. Ego pribadi seseorang tidak akan selamanya bisa mengalah demi kepentingan bersama. Kadang-kadang orang akan terus mempertahankan ide dan pendapatnya meski harus mengorbankan nyawa. Dan jika pihak-pihak yang bertikai terus berkeras maka jalan yang terpikirkan adalah perang. Perang ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan masing-masing dan mewujudkan kedamaian (yang tentu saja berbeda persepsinya diantara pihak yang bertikai). Sehingga dapat dikatakan bahwa perang itu salah satu cara menyelesaikan masalah dan mungkin merupakan juga salah satu cara untuk menciptakan kedamaian. Meskipun tentu saja perang sedapat mungkin dihindari dalam penyelesaian masalah.s

Page 4: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

M. Aditya Julianto

Dalam hubungan internasional, hal yang lumrah terjadi jika ada suatu negara yang memiliki konflik dengan negara lain. Yang sulit dalam konflik itu adalah bagaimana pihak-pihak yang berkonflik itu dapat menyelesaikan permasalahannya dengan bijak. Sehingga kerukunan dalam hubungan internasional tetap terjaga. Menurut saya, perang bisa dikatakan bodoh serta bisa juga dikatakan cool. Perang saya pikir bodoh jika alasan yang digunakan tidaklah jelas. Sangat bodoh karena perang bukanlah satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah. Masih banyak cara yang lebih elegan dalam menyelesaikan masalah dan konflik internasional selain perang. Perang juga menimbulkan banyak kerugian, tenaga, waktu, biaya sampai nyawa manusia. Jika perang dilakukan tanpa memikirkan dampak kehancuran pasca-perang , bisa dikatakan bodoh. Zaman sekarang sudah bukan masanya lagi menyelesaikan masalah dengan kekerasan atau pun perang, tapi menggunakan akal. Lalu perang juga bisa dikatakan cool jika alasan yang digunakan masuk akal dan logis serta mengikuti hukum perang. Alasan yang logis misalnya jalan damai yang telah diupayakan tidak menemui hasil. Mengikuti hukum perang misalnya tidak membunuh warga sipil serta tidak melukai petugas medis. Perang yang akhir-akhir ini terjadi seringkali mengabaikan hukum perang. Seperti terbunuhnya warga sipil dan petugas medis dalam perang. Hal itu sangat disayangkan, sehingga hal itu dapat membuat penyakit yang diakibatkan trauma karena perang pada warga sipil akan sangat sulit disembuhkan.

Page 5: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Cesty Nur Tribuana

Ketika mendengar kata perang, mungkin yang terlintas di benak kita adalah kehancuran infrastruktur, jatuhnya korban jiwa, desingan peluru dan berbagai macam hal lain yang mengerikan. Penyebab umum dari perang adalah keegoisan manusia. Setiap manusia memang memiliki ego yang tinggi. Namun di sisi lain, setiap manusia memiliki keinginan untuk hidup dalam suasana yang damai. Selama ini perang yang terjadi antara negara satu dan negara lain tidak hanya menyebabkan jatuhnya korban jiwa dari kalangan militer, tetapi juga dari rakyat sipil yang notabene tidak bersalah. Namun kita tidak bisa begitu saja menyebut perang sebagai tindakan yang bodoh dalam menyelesaikan suatu perselisihan. Menyebut suatu perang itu suatu yang cool atau bodoh bisa dilihat dari sudut pandang kita menilainya. Perang bisa disebut sebagai suatu tindakan yang bodoh apabila latar belakang dari perang tersebut dinilai 'bodoh' dan hanya mencari-cari alasan. Contohnya saja adanya keinginan untuk menguasai sumber daya alam dan menjajah di negara lain. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lain, perang juga bisa terlihat cool. Lihat saja pada perang dalam usaha mempertahankan kemerdekaan suatu negara. Jika kita melihat semangat para pejuang kemerdekaan tersebut, kita bisa melihat semangat kecintaan mereka pada tanah airnya. Dilihat dari sudut pandang manapun, perang tetap menyebabkan banyak kerugian, baik jiwa maupun harta benda. Kerugian tersebut bukan hanya diderita oleh pihak yang kalah saja, tetapi juga yang berhasil menang dalam peperangan. Untuk itu, semua bangsa harus bersatu untuk mewujudkan perdamaian. Mungkin perdamaian memang sulit unruk diwujudkan, namun bukan berarti kita tidak bersaha untuk mewujudkannya.

Page 6: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Dwi Putro Utomo

Kita tidak dapat mengatakan bahwa perang itu cool atau bodoh atau bisa juga baik atau buruk dengan begitu mudahnya. Perang memang akan akan selalu membawa dampak yang sangat besar, tidak hanya bagi orang-orang yang berada di medan pertempuran saja, bahkan orang-orang yang berada ribuan mil jauhnya dari lokasi pertempuran dapat turut merasakan akibatnya baik langsung maupun tidak langsung. Begitu besar dampak yang dihasilkan dari sebuah peperangan bagi mereka yang terlibat langsung didalamnya. Dalam sejarah umat manusia kita telah melihat begitu banyaknya peperangan yang telah dilakukakan oleh umat manusia dengan sejuta alasan dibelakangnya. Begitu banyak peperangan yang dicetuskan atas nama demi kebaikan suatu bangsa atau negara dengan mengorbankan negara serta bangsa yang lainnya. Mereka ada yang mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan dalam perang itu adalah sesuatu yang suci dan sakral atas nama tuhan mereka sambil bermandikan darah orang dari orang-orang yang mereka anggap kotor dan harus dibinasakan. Terkadang yang paling berbahaya dari suatu peperangan bukanlah senjata apa yang digunakan untuk membunuh fisik seseorang tapi apa yang mereka gunakan untuk membunuh nurani seorang manusia hingga tega untuk membunuh saudara mereka sendiri. Banyak peperangan yang telah terjadi begitu menentukannya bagi jalannya sejarah umat manusia. Perang menjadi sangat krusial dalam artiannya untuk membuat suatu sejarah yang baru. Pihak yang memenangkan suatu perang berhak untuk menuliskan kelanjutan dari suatu sejarah yang benar artiannya menurut mereka. Disinilah letak kebaikan dari suatu peperangan apabila kita bisa memenangkan suatu peperangan, hak untuk menuliskan kelanjutan dari sejarah umat manusia kedepannya. Seperti contoh, kekaisaran Romawi kuno harus memenangkan begitu banyak peperangan dalam perjuangannya untuk membentuk sebuah kekaisaran yang namanya akan selalu diingat oleh sebagian besar umat manusia hingga kini. Demikian juga dengan pihak sekutu ketika mereka memenangkan perang dunia ke II. Merekalah yang menuliskan sejarah umat manusia diatas kemenangan mereka dari apa yang kita anggap sebagai pecundang yang jahat (NAZI Jerman, Fasis Italia, dan Militerisme kekaisaran Jepang). Apapun yang menjadi kelebihan dari suatu peperangan dari pihak manapun, pastilah yang menjadi kekurangan dari suatu peperangan akan lebih banyak. Perang pada akhirnya hanya akan mendatangkan lebih banyak kehancuran, kengerian, kesedihan dan kekecewaan bagi banyak orang.

Page 7: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Wildan Mahendra Ramadhani

Sebelum melangkah lebih jauh ada bijaknya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ‘militerisme’. Militerisme dapat dipahami sebagai suatu kondisi dimana nilai-nilai, cara kerja, tata organisasi, penggunaan simbol dan sebagainya berinteraksi satu sama lain yang terintegrasi sebagai sebuah sistem yang bekerja di bawah kesadaran kolektif.[1] Dalam konteks Indonesia militerisme ditandai dengan terbangunnya kultur dan ideologi militer dalam kesadaran masyarakat sipil. Sangat paradoks ketika militer yang awalnya ‘hanya’ mengemban tugas terkait dengan pertahanan namun pada perkembangannya mulai mengintervensi ranah-ranah lain seperti politik, sosial, bahkan ekonomi. Lalu apa yang terjadi?

Dapat dipastikan jika militerisme yang bekerja dalam sistem pemerintahan suatu Negara serta hidup subur dalam kesadaran sipil niscaya di dalamnya muncul resiko dan watak Negara yang otoriter. Secara empiris jika Negara sudah otoriter maka kekerasan akan menjadi instrumen utama dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan. Kasus seperti Wiji Thukul, Marsinah, Theys Eluay (Ketua Presidium Dewan Papua), dan lain-lain yang sampai sekarang masih menjadi misteri cukup mencerminkan bagaimana strategi kekerasan struktural di Indonesia berkembang biak tanpa celah.

Ironisnya, militerisme ini tidak hanya terjadi pada tataran pusat namun juga lokal. Masih kental dalam ingatan kita pada apa yang terjadi di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) beberapa tahun lalu. Bagaimana militer yang seharusnya berperan untuk meresolusi konflik malah menjadi pemicu konflik. Ribuan pembantaian dan penyiksaan tanpa alasan berbasis prasangka (prejudice) terjadi, belum lagi pemerkosaan maupun terror psikis yang harus dialami perempuan dan anak-anak. Fakta-fakta tersebut semakin menguatkan bahwa militerisme sangat lekat dengan pelanggaran HAM.

Terlepas dari semua itu, di era reformasi yang sampai sekarang masih mencari bentuknya demiliterisasi politik sangat diperlukan. Militer harus dikembalikan sesuai kodratnya sebagai alat Negara untuk pertahanan. Ruang militer juga perlu dibatasi—dari yang semula mengintervensi ranah sosial, politik, dan ekonomi menjadi sebatas pertahanan saja--agar supremasi sipil dalam kerangka demokrasi dapat berjalan mandiri tanpa represi. Kondisi ini pun juga tidak dapat dilepas begitu saja, kontrol masyarakat akan kinerja militer juga perlu terus ditingkatkan agar kesalahan yang terjadi di masa lalu tidak terulang kembali. Di sisi lain strategi dan kualitas kepemimpinan dari pihak sipil yang sedang berkuasa juga dibutuhkan. Kita bukan keledai yang terperosok pada lubang yang sama. Militarism is stupid !!!

Page 8: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Rifcy Zulficar

Saya sendiri masih belum bisa menilai perang itu bodoh ataupun Cool, tapi yang pasti kecondongan yang ada dalam pemikiran saya, perang itu hampir menuju ke sebuah kebodohan, bagi saya, jika masih ada cara lain, daripada peperangan kenapa tidak menempuh cara tersebut. Tapi dalam beberapa Hal, peperangan dan militerisme itu bisa menjadi alat untuk mencapai perdamaian, ada yang bilang peperangan itu sebagai alat untuk penyeimbang power, dalam hal ini saya hampir setuju, dikarenakan pengalaman saya sendiri dalam dunia Game Online (Ragnarok Online), dimana para gamer sendiri membentuk sebuah Guild atau kelompok, nah dari kelompok kelompok inilah saya sering berkecimpung soal Negosiasi, saat negosiasi tersebut gagal, cara untuk menyelesaikanya ada 2, dalam PVP (Player Versus Player) ataupun WoE (War of Emperium), saya sendiri menyetarakan ini sebagai Perang dan Militer, dalam hal ini perang tersebut terjadi antara 2 Guild yang bertikai, dan Militernya sendiri adalah Para player yang sudah di persenjatai dengan berbagai equip layaknya prajurit dalam medan perang, lalu kembali pada soal perang, pada saat tertentu hasil perang tersebut sangat memuaskan, saat kedua belah pihak yang bertikai saling mengakui, tapi hampir kebanyakan dari yang saya alami, setiap peperangan menghasilkan peperangan selanjutnya, pihak yang tidak puas akan terus merongrong pada pemenang, terkadang juga bacot-membacot, adalah hal yang menjadi bumbu penyedap. Kembali ke soal perang itu Bodoh atau Cool, pendapat saya seperti yang di kemukakan sebelumnya, perang cenderung menuju ke suatu hal yang bodoh, meski pengalaman saya tersebut bukanlah pengalaman perang secara Real, saya sendiri mendapat pelajaran, kalau perang itu sendiri selalu menghasilkan perang selanjutnya, polanya pun selalu terulang, baik pihak yang kalah ataupun menang selalu berusaha mempersenjatai diri untuk peperangan selanjutnya. Oleh karena itu, kenapa perang harus di lanjutkan jikalau penderitaan, keegoisan, kebanggaan yang semu masih terus berlanjut?

Page 9: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Rizka Pramadita

Menurut saya perang, adalah sesuatu yang bodoh. Manusia hidup dalam sistem sosial yang mempunyai nilai, moral, dan etika. Perang bagi saya adalah ancaman terhadap kemanusiaan. Bila Carl Von Clausewitz, satu-satunya filsuf perang terkemuka, berkata bahwa perang merupakan politik dalam bentuk lain, maka perolehan yang dapat diraih melalui cara itu tidak sebanding dengan kerusakan serta penderitaan yang diderita manusia, alam, dan lebih lanjut akan mengakibatkan perubahan drastis pada sebuah peradaban. Dalam bukunya, On War, Clausewitz berargumen bahwa perang merupakan instrumen rasional dari kebijakan nasional; rasional karena perang didasarkan pada estimasi biaya (cost) dan perolehan (gain) yang didapat. Tetapi dari kacamata pacifist, terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang luar biasa besar. Kata-kata ”biaya” yang dipakai Clausewitz pada kenyataannya adalah tidak hanya uang, persenjataan, dan sumber daya alam, tetapi juga nyawa manusia, kebebasan, dan kebudayaan. Anggapan bahwa ada nyawa manusia, kebebasan, atau kebudayaan yang lebih inferior dari yang lain sehingga pantas untuk dikorbankan sebagai biaya perang merupakan hal yang menakutkan. Kemudian pertanyaannya sekarang adalah, apakah ada solusi lain selain perang yang dapat melindungi kepentingan nasional masing-masing negara? Gandhi telah membuktikan dengan empat gerakannya, Satya Graha, Ahimsa, Swadesi, dan bahwa non-violent resistance bisa berperan sebagai solusi terhadap konflik. Gerakan flower power di Amerika pada tahun 1960an juga menunjukkan bahwa yang dibutuhkan masyarakat di belahan dunia manapun adalah solusi konflik yang nir-kekerasan. Seringkali subyek dari konflik terlalu berkutat pada penyebab konflik, sehingga melupakan tujuan utama untuk menyelesaikan konflik tersebut. Hal itu menyebabkan cara penanganan konflik menjadi tidak damai dan menimbulkan banyak kerusakan. Kesimpulannya, perang merupakan cara yang digunakan oleh orang-orang skeptis yang ingin mengambil shortcut tanpa menimbang akibat yang ditimbulkannya.

Page 10: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Septyanto Galan Prakoso

Perang : Bodoh

Jika diberi kesempatan untuk memilih apakah perang itu cool atau bodoh, maka saya akan memilih bahwa perang itu bodoh, karena setelah melalui berbagai pemikiran dan melihat akibat yang ditimbulkan dari perang, saya menyimpulkan bahwa perang tidak ada manfaatnya, bahkan cenderung memiliki mudharat. Selain dipastikan memakan korban harta, bahkan nyawa, perang juga dapat mengacaukan tatanan kehidupan antar umat manusia di dunia, dan jika hal tersebut terjadi, maka akan timbul rasa untuk saling membedakan antar sesama manusia, entah berdasarkan agama, ras, status ekonomi, dan sebagainya. Permasalahan tersebut dapat mengakibatkan manusia di muka bumi hidup dengan perasaan curiga satu sama lain, dalam bentuk kewaspadaan yang berlebihan yang ditimbulkan akibat perbedaan, dimana satu pihak merasa khawatir jika diserang oleh pihak lain yang notabene lebih “unggul”, padahal hakikatnya apapun bagian yang berbeda, semua manusia adalah sama, yang membedakan hanya amal ibadahnya terhadap Tuhan Y.M.E. Persoalan ini sangat bertentangan dengan prinsip perdamaian, terutama perdamaian aktif, dimana umat manusia di seluruh dunia tidak hanya hidup damai tanpa adanya perang, namun kesejahteraan manusia juga terjamin. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian para pemimpin dunia. Akan tetapi, entah karena sifat dasar manusia yang tidak pernah puas akan sesuatu atau terkadang menganggap dirinya paling benar, masih saja terdapat pihak-pihak yang menginginkan terjadinya perang dengan alasan yang bermacam macam, yang lebih menyedihkan lagi, jika dibalik alasan yang dikemukakan tersebut, ternyata ada alasan lain yang sesungguhnya merupakan kepentingan utama pihak aggressor. Masih banyak bukti-bukti dan alasan yang apabila disebutkan akan semakin memberatkan keberadaan perang. Oleh karena itu, mengapa perang harus dianggap sebagai sesuatu yang cool?

Page 11: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Aldilla Dhika Velarasi

Menurut saya, militerisme itu COOL. Militerisme yang selama ini saya perhatikan, sangat menjunjung tinggi tujuan bersama sehingga dapat dijadikan sebuah jalan untuk menumbuhkan perasaan rela berkorban demi tanah air. Namun bukan berarti saya setuju untuk selalu menggunakan cara-cara militeristik dalam segala aktivitas masyarakat sipil karena pada dasarnya kehidupan berpolitik yang demokratis membutuhkan ruang bagi dengar pendapat dari rakyat yang tentu saja tidak didapatkan bila menggunakan cara-cara militeristik.Untuk itu militerisme hanya dapat dilakukan kepada masyarakat sipil ketika masyarakat sipil sebagai objek berada dalam suatu program khusus yang secara sadar diikutinya, seperti wajib militer. Militerisme dalam wajib militer dapat menumbuhkan perasaan waspada bahwa dalam hidup bernegara di dunia ini, kita selalu berada pada posisi yang diincar dan diperlukan untuk menjaga perdamaian di tempat kita tinggal.Secara pribadi, masayarakat sipil yang mengikuti progaram tersebut dapat terbentuk kepribadiannya menjadi lebih disiplin, cekatan, dan bertanggungjawab sementara negara pun mendapatkan peluang besar untuk memperbesar jumlah sukarelawan pembela bangsa.Militerisme juga memberikan bekal sebuah pemikiran analisis dan strategis, bukan untuk mencurigai kawan tetapi untuk memunculkan kewaspadaan bahwa harus ada sesuatu yang sangat berharga untuk dijaga, yaitu negara kita. Di sisi lain, saya menganggap, dengan banyaknya masyarakat sipil yang mengikuti wajib militer akan memberikan bargaining tersendiri ketika berhadapan dengan negara lain yang mempunyai konflik dengan kita. Jumlah warga negara yang besar seperti Indonesia tidak dapat mempunyai bargaining position jika hanya secara kuantitas tetapi haruslah dari kualitasnya dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, militerisme melalui wajib militer-lah yang mampu membentuk kualitas tersebut dengan memberikan mind set: Kita harus bersatu karena ada musuh (negara lain) yang selalu mengancam kedaulatan negara Indonesia.

Page 12: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Rise Prastika

Ketika mendengar kata perang, saya langsung membayangkan hal-hal yang mengerikan dan destruktif. Namun, saya tidak bisa mengecap perang sebagai suatu hal yang bodoh. Tetapi tidak juga mengatakan bahwa perang adalah suatu hal yang cool. Karena menurut saya, terkadang ada suatu keadaan di mana kita mau tidak mau harus berperang. Misalnya, ketika negara diserang oleh negara lainnya, tidak mungkin kita hanya berdiam diri saja. Meskipun demikian, saya lebih suka kalau perang tidak ada. Perang, dengan alasan “defense” sekalipun, lebih banyak membawa kerugian daripada keuntungan. Perang membutuhkan banyak dana untuk pembelian senjata, bahan makanan, obat-obatan, dan hal-hal lain yang mendukung keberlangsungan perang tersebut. Padahal dana tersebut bisa saja digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat untuk negara tersebut. Selain itu, perang juga menelan banyak korban jiwa, terutama di pihak sipil. Perang juga memberikan dampak psikologis yang kuat, karena banyak orang yang kehilangan hal-hal berharga yang dimiliknya. Dari sisi patriotisme perang itu cool. Perang dapat mengubah karakter seseorang yang tadinya tidak peduli terhadap negara menjadi lebih peduli dan bahkan rela mengorbakan nyawanya. Meskipun perang hampir selalu menyulutkan api kebencian, namun perang juga bisa membuat orang mempelajari tentang arti sebuah perdamaian. Perang memberikan pengalaman yang pahit sehingga orang akan berusaha menghindarinya dan mewujudkan perdamaian. Karena pada dasarnya setiap manusia ingin hidup dengan rasa aman dan bebas dari segala ketakutan, termasuk ketakutan terhadap perang.

Page 13: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Diwya Anindyacitta

"An eye for eye only ends up making the whole world blind." Mohandas Gandhi

Menurut saya, perang itu bodoh dan sama sekali tidak cool. Perang hanya akan mengakibatkan masalah-masalah baru. Bagaimana kita bisa mengatakan perang itu cool ketika kita melihat darah berceceran di mana-mana, anak kecil menjerit-jerit kelaparan dan ketika para wanita menangis kehilangan keluarganya? Perang seringkali merupakan kebijakan penguasa, namun nyatanya yang menjadi korban adalah rakyat sipil yang tidak berdosa. Selain memakan korban jiwa, perang juga mengakibatkan kerugian materi dan kelumpuhan perekonomian. Belum lagi dampak psikologis perang terhadap korban perang serta dampak terhadap lingkungan yang sama sekali tidak cool. Saya sangat tidak setuju terhadap adanya perang. Bila masih ada jalan lain--diplomasi--mengapa kita harus berperang? Saya juga tidak setuju dengan pernyataan bahwa perang itu boleh dilaksanakan bila diplomasi itu buntu. Bila diplomasi yang dilaksanakan itu buntu, maka sudah saatnya bagi para pembuat kebijakan untuk menawarkan konsesi baru yang lebih masuk akal dan bisa diterima semua pihak. Perang bukanlah jalan keluar terakhir , melainkan jalan keluar yang tidak boleh dilalui. Saya yakin tidak ada seorang pun di dunia ini yang benar-benar menginginkan perang. Saya rasa sudah cukup kita melihat betapa bodoh perang itu dari sejarah. Sehingga kita semestinya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Memang telah ada hukum humaniter internasional yang mengatur cara kita berperang sehingga akan meminimalisir dampak negatif dari perang. Tapi saya ragu itu akan benar-benar membuat perang itu 'aman'. Bagaimana kita bisa ingat isi pasal dari Konvensi Jenewa bila kita melihat musuh kita menghancurkan negara kita? Saya melihat yang bisa dilakukan hukum humaniter internasional hanya menindak pelanggaran hanya setelah jatuh korban. Satu-satunya jalan meminimalisir dampak perang adalah dengan tidak melakukan perang. War is not the way.

Page 14: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Assyifa Yolanda

Militerisme itu bodoh ? Saat ini praktek-praktek militerisme banyak dilakukan sebagai kedok untuk memuluskan rencana dalam mencapai suatu tujuan, karena jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militer dan mengklaim bahwa kekuatan militernya itu untuk tujuan damai, mereka menggunakan jumlah pasukan yang besar, persenjataan berat, dan tak ragu menembaki rakyat sipil. Militerisme merupakan kebijakan yang kontras dengan konsep mengenai kekuatan nasional yang komprehensif dan menggunakan soft power daripada hard power.Sebagian besar rezim-rezim otoriter menggunakan dominasi dalam militer untuk mencapai tujuannya. Kebijakan militerisme, untuk beberapa hal tertentu mewakili kepentingan kapitalisme, sebagai contohnya pada Perang Dunia dan Perang Dingin. Banyak hal yang diakibatkan oleh militerisasi, yaitu menghambat proses demokratisasi, dan salah satu hal yang paling nyata terlihat yaitu terjadinya instabilitas didalam negaranya. Banyak demonstasi-demonstrasi menentang kebijakan militerisme berakhir dengan pertumpahan darah. Penggunaan kekerasan untuk mencapai perdamaian yang menyebabkan saya tidak menyetujui kebijakan militerisme. Dilihat dari perang-perang yang menggunakan kekuatan militerisme, banyak masyarakat sipil menjadi korban tak berdosa hanya karena kepentingan negaranya. Negara imperialis juga banyak menggunakan militerisme untuk mencapai kepentingannya dan mengorbankan banyak nyawa. Salah satu contohnya adalah invasi AS ke Irak. Sebelum mengadakan serangan, AS mengajukan proposal ke Dewan Keamanan PBB yang berisi penggunaan militer untuk melucuti senjata pemusnah massal yang dimiliki Irak. Padahal proposal ini dibuat hanya untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan dari negara lain. Dalam hal ini terlihat militer juga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan AS atas ladang minyak di Irak.

Page 15: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Yohana M. Simamora

Perang boleh dilakukan ketika diplomasi mengalami stalemate atau dead lock. Perang dapat merubah keadaan yang ditandai dengan adanya perombakan sistem. Perang merupakan bentuk besar dari karakteristik natural manusia yaitu membela keinginannya. Perang dengan dasar yang benar dan niat yang baik adalah cara membela kepentingan dan mempertahankan apa yang kita anggap benar. Sementara militer tampak cool karena militer merupakan sumber kekuasaan, memiliki kapabilitas untuk meningkatkan posisi tawar suatu Negara, mampu membentuk kepribadian dan karakter dan berdisiplin tinggi. Pokok-pokok pikiran seperti ini akan muncul ketika kita menggunakan kacamata dari segi pandangan kaum militer atau siapapun yang mendukung perang dan militerisme. Perlu kita pertanyakan kepada mereka yang berperang atau mendukung peperangan,”apakah masih ada naluri kemanusiaan di hati mereka?” Peperangan hanya akan mendatangkan keserakahan, kekejaman, pengorbanan, penderitaan dan kengerian. Pihak yang memenangkan perang cenderung lupa daratan dan akan bernafsu untuk memenangkan perang-perang berikutnya. Sementara yang kalah perang akan merasakan kebencian yang sangat dalam terhadap musuh yang mengalahkannya. Akhirnya, peperangan menjadi lingkaran setan yang penuh dengan kekejaman yang luar biasa. Perang apalagi agresi, bukanlah penyelesaian, tetapi justru sumber masalah karena pada dasarnya perang menunjukkan sisi buruk kemanusiaan. Ia adalah kanker spiritual. Sebagai warga dunia, andaikan kita lepas sementara baju-baju identitas kita masing-masing, baik agama maupun kebangsaan, maka setiap kita adalah manusia. Sebagai manusia, hati nurani kita sepatutnya tidak membenarkan agresi militer yang menghancurkan masa depan kelompok-kelompok manusia tanpa alasan yang absah secara hukum dan etika internasional. Sebagai contoh adalah kasus invasi Amerika ke Irak. Hal ini sangat tidak bisa secara logika ketika pemerintahan AS – Inggris mengklaim mereka akan membebaskan Irak. Pertanyaannya yang timbul yakni adakah AS pernah bertanya pada rakyat Irak apakah mereka mau dibebaskan oleh orang asing dengan cara rumah mereka hancur berantakan, saudara-saudara mereka tewas, kelaparan, penyakit, harus mengungsi kesana-sini, dan sebagainya? Di dunia ini tidak ada manusia, bangsa dan agama yang dapat mengklaim bahwa dirinya paling benar dan yang lain pasti salah. Krisis di Irak adalah masalah kemanusiaan, bukan hanya sekedar masalah politik, minyak, ekonomi dan militer. Jikalau semua manusia di dunia saat ini mau menggunakan nurani kemanusiaan mereka maka mereka tidak menginginkan adanya peperangan dan mereka tidak akan menggunakan kekerasan. Perdamaian haruslah dicapai melalui cara-cara yang damai pula, bukan dengan perang.

Page 16: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

M Noor Indrawan

“Perang / Militerisme: Cool or Bodoh?”: Perang Dalam Film yang Bagus, Game on-line yang Keren, Permainan perang-perangan itu cool Melihat dari paparan moral, kita--tentunya sebagai manusia yang mempunyai hati nurani--tidak setuju terhadap perang dan segala jenis kekerasan. Dan juga pada dasarnya mata kuliah ini berisi tentang bagaimana agar kita bisa mewujudkan perdamaian. Is it right? Tetapi, dalam keseharian kita, kita disuguhi berbagai macam tontonan yang mengandung kekerasan, baik film-film perang maupun game on-line perang, yang sedikit banyak merubah pola pikir kita mengenai perang, militerisme maupun kekerasan, bisa saja kita berpendapat bahwa perang itu cool setelah kita menonton film perang yang dibalut dengan cerita yang menarik serta kecanggihan teknologi. Nah, dari pernyataan-pernyataan di atas, menurut saya jika dilihat secara global, yaitu dalam kehidupan bernegara, perdamaian adalah sesuatu yang layak dan perlu untuk diperjuangkan, tentunya dengan jalan negosiasi antar negara. Tetapi dalam kaitannya dengan teknologi, film ataupun game, menurut saya perang dapat dikatakan sebagai sesuatu yang cool. Militer itu sangat perlu untuk menjaga keutuhan negara. Militerisme, tentunya ok apabila diterapkan dalam militer, jika dalam kehidupan sehari-hari asal masih dalam batas kewajaran tentu tidak apa. Contoh: kasus STPDN merupakan penerapan militerisme yang salah; tonti(pleton inti)/latihan baris berbaris dalam SMA adalah kebebasan kita memilih sebagai ekstrakurikuler sekolah. Jadi menurut saya:

1. Militer itu perlu2. Militerisme dalam militer juga perlu3. Militerisme dalam sehari-hari merupakan pilihan4. Perang adalah jalan terakhir, tidak perlu dilakukan, (negotiation 1st)5. Perang dalam film yang bagus, game on-line yang keren, permainan perang-perangan itu cool, tetapi tentu saja tidak

perlu dilakukan secara sungguhan.

Page 17: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Dian Damaita Tanduk

Fascination of War

Memandang fenomena perang, harus juga melihat di perspektif mana konsep perang tersebut diletakkan. Dari sudut pandang siapa perang tersebut dilontarkan, latar belakang si pelempar pandangan, serta situasi yang terjadi dan mengelilingi saat pendapat dibentuk, merupakan hal-hal yang harus dipahami dalam menganalisa fenomena perang tersebut. Maka kiranya tulisan ini dapat diinterpretasikan secara tepat. Konsep perang itu sendiri masih terlalu abstrak untuk dapat saya raih dengan kapasitas pemikiran saya yang terbatas dan masih sangat dini usianya. Tanpa berusaha mendefinisikan secara tepat apa itu perang, saya akan menceritakan apa yang saya pikirkan maupun rasakan tentang perang. Saya, secara pribadi, menganggap perang sebagai suatu hal yang menarik. Dampak perang bagi human race memang sangat terasa. Apalagi jika diperhatikan, sesungguhnya perang memberi ruang bagi semua manusia di muka bumi ini--tiap-tiap orang dari segala kalangan--untuk beraspirasi, berbicara, berdiskusi, berwacana, mengkritisi, dan bahkan perang bisa mengikutsertakan seluruh kalangan untuk bertindak. Pada momen yang tepat, tanpa kita sadari ataupun tidak, perang menghubungkan seluruh manusia satu sama lain. Jika tidak, mengapa beberapa dari kita--misalnya mahasiswa HI UGM--bisa merasa sedih, maupun senang, ketika mendengar kata holocaust, padahal kejadian itu tidak terjadi di Indonesia. Perang bisa menjadi momen yang tepat bagi mereka yang terlibat dalam industri senjata untuk mengeruk laba. Perang bisa menjadi lahan research, yang pada akhirnya akan melahirkan konsep atau teori baru. Perang bisa menjadi saat yang tepat bagi mereka yang ingin menghapus rasa bersalah mereka, dengan menunjukkan aksi-aksi kemanusiaan demi mencapai peace of mind. Perang bisa menjadi ajang pamer kekuatan dan kekuasaan. Perang bisa menjadi ajang pamer kedermawanan dan kemurahatian. Perang bisa menjadi apa pun, sesuai dengan apa yang ingin kita lihat, kita bahas, kita ciptakan. Sangat menarik bukan? Kompleksitas dan paradoks yang ada di dalamnya membuat saya kagum, kegirangan, keasyikan, pusing, bingung, bahkan sampai berdebar-debar dalam mengamatinya. Namun jangan salah tangkap, saya tidak mengatakan perang itu sesuatu yang baik. Saya bukannya senang atas pertumpahan darah manusia, saya hanya beranggapan bahwa perang itu menarik. Simply fascinating. Whether it's in a good way or in a bad way. Yang berusaha saya kemukakan di sini adalah, bahwa perang memberi kita ruang yang begitu luas dan fleksibel untuk kita gunakan seturut kehendak masing-masing. Jika perang merupakan sesuatu yang menarik, bagi saya, maka militer merupakan salah satu unsur yang membuat perang menjadi sedemikian menariknya. Jika Alecia Moore melantunkan bahwa “God is a DJ, life is a dance floor, love is the rhythm, and we are the music”, maka menurut saya, We are the God who spin the military-rhythmic war- music in a dance floor of life. (cix)

Page 18: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Pani Zaristian V

Militerisme, Relevankah?

Ketika Indonesia dipimpin oleh Soeharto, tidak ada yang menyangkal adanya pengaruh besar militer dalam gaya kepemimpinannya. Sehingga sistem yang dirancang pun sangat feodalistik dan tersentral dari atas ke bawa. Koordinasi yang dilakukan sangat sarat dengan nilai ”asal bapak senang”. Mekanisme pemerintahan ini menjadikan rakyat Indonesia tidak memiliki cukup power dalam menyuarakan kepentingan politik, hukum, dan hak-hak yang lainnya. Meskipun tidak dapat disangkal juga adanya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang meningkat. Akan tetapi terlepas dari perdebatan di atas, satu hal yang harus digarisbawahi adalah sistem pemerintahan Soeharto yang jelas menggunakan dominasi militer pada saat memerintah. Dengan gaya memimpin yang semacam ini, tentu saja tidak dapat dinafikkan adanya stabilitas nasional yang tercipta. Satu sisi, sistem militeristik dapat menopang hal-hal yang sulit disatukan menjadi satu kesepakatan melalui mekanisme ”penekanan dan pemaksaan”. Hal ini tentu saja mempermudah terciptanya koordinasi yang ”mulus” dalam mencapai suatu tujuan. Namun, pertanyaannya adalah apakah hanya dengan cara itu percepatan capaian tujuan melalui penciptaan stabilitas dapat dilakukan. Satu hal yang harus dikaji lebih dalam, mekanisme semacam ini tidak akan berlangsung lama. Pertama, karena gaya memaksa dan menekan untuk menciptakan suatu kesepakatan bersama dapat melahirkan kekecewaan dan dendam yang menumpuk yang dapat meledak sewaktu-waktu. Kedua, manusia adalah tipe makhluk yang selalu belajar dan lebih mudah menerima sesuatu ketika terdapat proses pemahaman di dalamnya. Kedua alasan ini cukup untuk mengatakan bahwa proses militerisasi sangat jauh dari citra ”mendidik” dan memberikan pemahaman. Jika pun ada hasil yang dicapai, ia akan bersifat sementara dan sarat akan nilai-nilai yang kontra dengan paham kemanusiaan. Tidak lah mengherankan jika pasca kejatuhannya, semakin banyak pihak yang menuntut Soeharto untuk mempertanggungjawabkan tindakan pemaksaan, pembunuhan, penyekapan, dan tindakan yang tidak memanusiakan rakyat. Ini lah ongkos yang harus dibayar jika menerapkan sistem militeristik dalam memerintah dan mengatur negara. Pembelajaran ini menunjukkan bahwa mendidik untuk memberikan pemahaman dalam rangka mencapai kesepakatan adalah lebih baik dibandingkan memaksa pelbagai macam pihak untuk setuju pada satu kebijakan. Indonesia, tidak lah cocok lagi untuk sistem semacam itu. Proses peningkatan partisipasi dalam pendidikan dan paham-paham demokrasi yang semakin bertebaran di tanah air setidaknya dapat menjadi alasan utama untuk mengatakan bahwa militerisme itu tidak lagi relevan bagi Indonesia.

Page 19: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Theodora Retno S.U

Banyak orang di dunia ini, termasuk saya menginginkan hidup damai. Hidup yang menurut Galtung adalah tanpa kekerasan, dan saya juga setuju dengan hal itu. Tetapi, pada kenyataannya, damai tidak lagi dijadikan sebagai cara, melainkan tujuan. Dan perang/militerisme menjadi dibenarkan oleh negara karena tujuannya adalah untuk menciptakan perdamaian. Menurut saya, perang/militerisme yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan perdamaian adalah bodoh. Dengan perang, berbagai pihak dirugikan. Negara harus mengeluarkan banyak uang untuk membuat berbagai senjata dengan teknologi tercanggih. Keluarga harus rela melepas anak, saudara, atau suami untuk perang dengan konsekuensi kehilangan nyawanya. Lingkungan menjadi rusak karena bom,dan bahan kimia. Dan yang paling parah, masyarakat sipil yang paling menderita karena merekalah korban sebenarnya. Mereka tidak tahu apa-apa tetapi ikut menanggung akibat perang. Dan hal yang lebih bodoh dan tidak bisa dimaafkan adalah bila ternyata aktor-aktor negara menjadikan alasan perdamaian hanya sebagai kedok untuk mewujudkan kepentingan sendiri, misalnya penjajahan, eksploitasi, dan intervensi ke negara lain. Sebenarnya, hal yang harus diubah dalam pola pikir orang-orang adalah damai bukanlah tujuan, melainkan cara. Bila orang-orang telah melakukan hal-hal yang berhubungan dengan damai, tentu orang tidak akan berpikir untuk menciptakan konflik. Dan di tingkat negara, pemerintah tidak akan berpikir untuk perang. Banyak negara mempunyai angkatan bersenjata dan banyak alat militer yang canggih dengan alasan untuk menjaga keamanan dalam negri negaranya. Tetapi menurut saya, perdamaian bisa terjadi bila di dunia ini tidak ada senjata. Karena perdamaian tidak akan tercipta dengan senjata. Bila ingin damai, negara tidak perlu mempunyi militer. Dengan mempunyai militer, negara hanya berpikir untuk meningkatkannya agar tidak kalah dengan negara lain dan bersiap untuk perang. Mungkin hal ini dianggap tidak mungkin dan hanya khayalan. Tetapi bila ini hanya dijadikan khayalan dan tidak diwujudkan, Perdamaian juga akan tetap menjadi khayalan.

Page 20: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Rahma Lillahi

PERANG ITU BODOH!

Saya sedikit bimbang dengan pilihan yang diberikan untuk menyatakan argumen tentang perang, karena cool dan bodoh sama-sama relevan bagi sebagian besar individu yang memahami hakikat perang dan hubungannya dengan perdamaian, sehingga diperlukan sedikit pemikiran yang mendalam terhadap fenomena perang tersebut. Dalam hal ini definisinya tergantung pada pandangan individu terhadap perang maupun kondisi yang harus dihadapi dalam kehidupan (internasional). Hal ini kemudian yang akan menjadi tolok ukur perang sebagai sesuatu yang cool atau bodoh. Parameter pertama yaitu pandangan setiap individu dalam menyikapi perang menjadi begitu penting karena definisi perang sangat relatif. Pada awalnya saya berpikir perang itu cool hanya karena saya realis. ‘Civis pacem para bellum’ menjadi konsep utama yang pertama kali muncul dalam pikiran saya ketika mendengar kata ‘perang’. Setidaknya dari situ ada kesadaran bahwa sebenarnya perang adalah salah satu faktor/komponen perdamaian maupun semacam ‘proses’ yang dihadapi sebelum mencapai perdamaian itu sendiri, meskipun saya kira itu merupakan sesuatu yang tragis. Perdamaian adalah kebutuhan semua orang, tetapi kemudian sebagai realis saya berpikir bahwa kita sering harus dihadapkan pada kenyataan adanya ‘proses’ menuju kesana seperti perang. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Diah Kusumawardhani, MA bahwa perang juga merupakan semacam proses yang dilaksanakan oleh suatu negara untuk mendapatkan perdamaian. Kondisi politik internasional yang anarki menyebabkan hampir semua negara ‘terpaksa’ berperang, menyerang, dan menduduki negara lain hanya untuk mencegah diserang dan diduduki negara lain sehingga tetap dalam keadaan damai dan stabil. Jadi secara tidak langsung kita melihat perang sebagai komponen bagi perdamaian. Kemudian dalam realisme, kondisi/kenyataan yang harus dihadapi menjadi signifikan karena sikap kita akan ditentukan oleh kondisi tersebut. Hanya saja realis sering merasa pesimis dan cenderung pragmatis terhadap perang dan pencegahannya. Padahal masih banyak hal lain yang lebih baik untuk digunakan dalam mencapai perdamaian, dalam hal ini tidak melulu harus perang atau menyerang terlebih dahulu. Suatu negara dapat melakukan kerjasama atau setidaknya menjalin hubungan yang baik dengan berbagai negara. Karena bagaimanapun secara logika perang adalah sesuatu yang terlalu bodoh untuk dilakukan dalam mencapai perdamaian.

Page 21: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Afiq Iskandar

Menurut saya, langkah besar seperti perang, harus dihindari sebisa mungkin, dan menjadi langkah terakhir. Saya cenderung menganggap perang itu bodoh, walaupun dibeberapa kesempatan perang memang menjadi satu-satunya langkah yang harus diambil. Konsekuensi dari perang sangat besar. Bukan hanya nyawa manusia saja yang bisa hilang akibat perang, tetapi juga perang akan menimbulkan kehancuran ekonomi yang selanjutnya akan mempengaruhi hajat hidup jutaan orang banyak bertahun-tahun setelah perang berakhir. Perang sangat menyakitkan bagi keluarga yang anggota keluarganya yang mati disaat perang. Belum lagi pelanggaran HAM yang pasti akan terjadi disaat perang. Rakyat sipil yang tidak tahu apa-apa, banyak yang menjadi korban dari adanya perang. Lalu hancurnya peradaban karena perang yang hanya sebentar, padahal peradaban tersebut dibangun ratusan bahkan ribuan tahun lamanya. Banyak sekali dampak negatif dari perang, oleh karena itu, menurut saya selama masih ada langkah lain yang mungkin untuk dilaksanakan, sebisa mungkin perang harus dihindarkan. Memang, ada kondisi yang mengharuskan terjadinya perang. Contohnya ketika Indonesia yang baru saja merdeka, kembali diserang oleh Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. Kondisi seperti itu, menurut saya perlulah kita berperang untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. Perang diperlukan ketika kondisinya seperti itu. Namun dalam kasus perang yang dilancarkan Amerika Serikat di Iraq, dengan alasan untuk menghancurkan senjata pemusnah massal dan terrorisme, menurut saya adalah langkah bodoh yang dilakukan. Karena selain alasannya tidak jelas (karena ternyata tidak ada senjata pemusnah massal), akhirnya tujuan utama dari perang itu juga tidak jelas. Dan yang menjadi korban terbesar dari perang tersebut adalah, tidak lain dari ratusan ribu rakyat Iraq yang tidak berdosa. Anak-anak muda AS yang menjadi tentara juga banyak terkorbankan dalam perang tersebut, padahal mereka masih sangat muda, dan seharusnya masih mempunyai jalan yang panjang dalam hidup. Namun, perang merenggut semua itu. Pada akhirnya, semua keputusan kembali kepada para pemimpin dunia saat ini. Semoga masih banyak yang mau berusaha untuk menghindarkan terjadinya perang dan berusaha untuk menggunakan cara-cara lain yang lebih pintar, sehingga perang benar-benar menjadi pilihan terakhir untuk dipilih.

Page 22: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Ainur Rohmah

Militerisme = Bodoh

Militerisme menunjukkan upaya-upaya untuk membuat seseorang berpikir menurut rasionalitas militer. Militer dengan militerisme itu berbeda. Disadari atau tidak, kita semua sering menemukan militerisme dalam kehidupan sehari-hari, atau bahkan pernah mengalami. Dalam pandangan saya, militerisme itu hal yang keras dan bodoh (apabila nilai tersebut dibawa ke ranah publik dan mengandung pemaksaan/penekanan terhadap sisi otonom seseorang). Kenapa bodoh? Dengan cara-cara ala militer (misalnya pemaksaan, pemukulan dll) tersebut, berarti memangkas kreativitas orang lain untuk melakukan hal-hal dengan cara yang lebih kreatif dan pintar. Misal dalam upaya menyelesaikan masalah, nilai-nilai militerisme yang cenderung keras akan menuntun seseorang pada pemikiran sempit tentang “lawan/kawan” atau “menang/kalah”. Hanya orang-orang yang bodoh dan kalah lah yang selalu menggunakan otot daripada otak. Sehingga permasalahan yang dihadapi tidak terselesaikan, malah bertambah rumit karena tidak ada solusi.Cara-cara dan nilai yang mengarah pada kekerasan tersebut pastilah menimbulkan akibat bagi si korban baik jasmani maupun rohani walaupun dalam skala kecil. Sehingga konsekwensi selanjutnya dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan si korban untuk menggunakan tindakan (kekerasan) serupa. Atau sebaliknya, dapat menimbulkan ketakutan, trauma, atau cacat. Sehingga nilai-nilai militerisme tersebut, sebenarnya telah menimbulkan suatu kemunduran (degradasi intelektual) dalam cara berpikir manusia sehingga menganggap kekerasan lah sebagai solusi cepat menekan/ menyelesaikan masalah dengan orang lain. Kalau orang bilang militerisme itu mengarahkan orang lain untuk berperilaku disiplin, saya rasa itu juga tidak sepenuhnya benar. Masih ada daftar panjang cara-cara/nilai yang dapat digunakan seseorang untuk membuat dirinya sendiri atau orang lain disiplin, misal memberikan tanggung jawab yang lebih besar atau bernegosiasi. Namun semuanya tergantung pilihan masing-masing orang. Tapi saya rasa orang yang menerapkan militerisme itu sendiri sebenarnya tidak mau menjadi korban nilai-nilai militerisme.

Page 23: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Noor Laili Hikmah

Perang bisa dikatakan cool atau bodoh tergantung dari sudut pandang atau latar belakang yang dipakai. Tapi saya lebih setuju kalau perang dianggap bodoh karena di mana-mana perang akan membawa banyak dampak yang merugikan daripada menguntungkan. Perang selalu membuat banyak korban jiwa berjatuhan, kesengsaraan, ketakutan, penyiksaan, kelaparan, trauma, rasa kehilangan, dan berbagai bentuk penderitaan lainnya. Perang seolah-olah hanya digunakan untuk membela kepentingan kelompok tertentu saja. Jadi rakyat sipil terutama wanita, orang tua, dan anak-anak hanya menjadi korban dari keegoisan kelompok-kelompok tertentu. Sungguh sangat terlihat bodoh jika melihat orang-orang yang tidak bersalah justru menjadi korban akibat kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Meskipun begitu, perang juga bisa dibilang cool jika dilihat dari tujuan perang untuk meraih kemerdekaan, membela negara, mempertahankan kedaulatan suatu negara. Para pejuang-pejuang yang rela berkorban dengan rasa cinta tanah airnya yang begitu kuat demi bangsa yang diperjuangkannya. Perang hendaknya dipilih menjadi opsi terakhir jika jalur diplomasi sudah tidak bisa dilanjutkan lagi atau dengan kata lain jika tidak dengan perang masalah tidak akan usai. Kontak senjata sebaiknya diminimalisir dan diupayakan jalur diplomatik terlebih dahulu.

Page 24: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Angga Kusumo

Peradaban di dunia ini umumnya dimulai dengan peperangan terlebih dahulu guna mendapatkan kekuasaan atau wilayah. Konsep imperialisme dan kolonialisme menjadi awal tindakan sebuah bangsa atau negara dalam menduduki bangsa atau negara lain. Tak heran jika kegiatan berperang pada zaman-zaman kerajaan dahulu kala menjadi sesuatu hal yang sering dilakukan sebuah bangsa atau negara sebagai bentuk pencapaian perdamaian. Secara ekonomis, berperang tentu merugikan. Membutuhkan biaya yang besar guna melengkapi amunisi, mencukupi kebutuhan tentara, membangun infrastruktur yang hancur dan yang lainnya. Negara mengeluarkan anggaran besar yang berasal dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakatnya. Selain itu, secara moralis, perang sangat merugikan. Dari kasus yang pernah ada, banyak korban yang berjatuhan adalah masyarakat sipil. Efek traumatis jangka panjang yang ditimbulkan juga menjadi ketakutan tersendiri bagi sebuah bangsa atau negara. Pertumpahan darah yang ada tidak sebanding dengan apa yang sesungguhnya dicari. Peperangan tentu hanya menguntungkan bagi beberapa pihak yang menginginkannya, tidak menyentuh kepentingan masyarakat. Inilah yang kemudian menjadikan perang bersifat politis Pada masa kontemporer ini, harus digarisbawahi bahwa keamanan bukan hanya bersifat tradisional (perang fisik), dimana yang menjadi objek rujukan adalah negara. Definisi keamanan menjadi lebih luas ketika berkembang menjadi “human security”. Istilah ini sendiri digunakan dengan manusia/ individu sebagai objeknya. Keamanan ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, individu, komunitas, dan politik dirasa menjadi hal yang lebih penting yang didapatkan bukan melalui peperangan secara fisik. Keuntungan yang didapatkan pun menjadi lebih besar mengingat proses pencapaian tujuan hal-hal tersebut lebih bersifat damai dan memicu adanya kerjasama antar negara. Sehingga perang fisik bisa dikatakan tidak lagi signifikan. Kebanyakan orang berasumsi bahwa perang merupakan proses awal terbentuknya perdamaian. Namun yang terjadi kemudian adalah perdamaian sudah ternodai dengan kerugian-kerugian yang didapatkan, seperti kekerasan structural, kultural dan langsung. Menurut saya, perang dalam konteks perdamaian, bukanlah merupakan suatu solusi bagi penyelesaian masalah. Dengan kata lain, perang itu bodoh,

Page 25: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Tomy Nanda Aditias

Perang bisa dianggap keren apabila konotasi perang tersebut diartikan perang terhadap kekerasan, kejahatan, dan sejenisnya. Selain itu perang dianggap keren jika perang tersebut ditujukan untuk kebaikan orang banyak, bukan hanya segelintir orang, beberapa golongan tertentu atau hanya kepada beberapa orang saja, namun memberikan keburukan kepada yang lainnya. Perang juga bisa dianggap bodoh apabila konotasi perang tersebut diartikan dengan “perang” yang sebenarnya, atau “physical war” yang mengandung kekerasan di dalamnya. Dianggap bodoh karena banyak sekali kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh perang tersebut. Diantaranya adalah : akan timbul banyak korban jiwa yang terkadang mereka adalah orang-orang yang tidak ada sangkut putnya dengan permasalahan yang menimbulkan perang tersebut. Selainitu, akan banyak harta benda yang terbuang sia-sia karena untuk membiayai perang tersebut atau yang diakibatkan oleh perang tersebut, seperti rusaknya sarana dan prasarana publik. Namun physical war juga dapat dipandang sebagi sebuah hal yang keren, apabila perang tersebut dilakukan untuk membela diri dari serangan yang dilakukan pihak lain. Kedua gambaran mengenai perang itu keren atau bodoh memperlihatkan bahwa tidak selamanya perang itu bodoh atau tidak selamanya perang itu keren. Keren atau bodoh perang itu tergantung bagaimana perang itu dilakukan, perang apa itu, untuk apa perang tersebut, dan mengapa peramg tersebut bisa pecah. Namun banyak orang yang mengatasnamakan perang untuk mencapai tujuan pribadi maupun golongan dan memberikan ketidakjelasan apakah perang tersebut diperlukan atau tidak.

Page 26: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Bela Reza Tanjung

Perang maupun militerisme menurut saya, adalah sebuah pilihan jalan untuk mendapatkan peneyelesaian, yang mungkin bisa juga dimaksudkan untuk mendapatkan keadamaian. Dalam hal ini Perang dalam arti kata mendapatkan kedamaian merupakan jalan yang bodoh mneurut saya sekarang ini, pada awalnya saya menganggap perang maupun militerisme merupakan jalan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan penyelesaian, karena dengan demikian akan diketahui siapa yang akan menang sehingga tidak ada yang berani lagi untuk menimbulkan masalah yang serupa dan setelah itu tidak ada masalah lagi. Akan tetapi setelah saya mempelajari Pengantar Studi Perdamaian ini, saya mengetahui maka perang merupakan jalan yang bodoh untuk ditempuh demi meneyelesaikan masalah ataupun mendapatkan kedamaian. Saya katakan demikian karena perang merupakan jalan yang sangat berbahaya. Dengan konteks yang sangat luas. Bahaya perang sangatlah besar, walaupun perang ada karena atau untuk mendapatkan kedamaian, tetapi perang sangat merugikan. Perang dapat membawa kerugian yang sangat besar, seperti materil,korban jiwa yang padahal mungkin korban tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan perang tersebut. Perang lebih banyak membawa kesengsaraan setelahnya dari pada membawa keuntungan setelahnya. Menurut saya, seharusnya perang tidak di adakan, dengan tidak menggunakan jalan perang pun kita bisa mendapatkan penyelesaian contohnya dengan bermusyawarah ataupun sebagainya yang tidak menimbulkan bahaya dan kekerasan. Kita sebagai manusia diciptakan saling berdampingan. Walaupun memang kita tidak lepas dari pro/kontra, memang seperti itulah hidup manusia. Akan tetapi dalam hal dibalik kita tidak sependapat,kita tersinggung ataupun hal-hal yang menimbulkan permasalahan yang sangat besar, dibalik itu semua kita seharusnya sadar bahwa ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah selain perang mapun dengan cara miliiterisme, kita seharusnya ingat kita manusia hidup itu berdampingan dan tidak ada manusia yang selalu luput dai kesalahan, maka dengan ini kita sebaiknya ingat kepada hati nurani (nilai)kita sebagai “MANUSIA” yang mempunyai perasaan. Karena saya sangat yakin walaupun orang seburuk apapun pasti juga mempunyai hati nurani yang baik.

Page 27: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Shiela Riezqia

Perang, apakah dia merupakan sesuatu yang cool atau bodoh, bergantung pada konteksnya. Perang dapat disebut cool jika ia dilakukan untuk mempertahankan negara, merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, melawan perbudakan, dan lain-lain, dengan syarat, menaati hukum humaniter internasional (hukum perang), yang tertulis maupun yang tidak tertulis (berdasarkan kebiasaan) dan ia harus merupakan tindakan terakhir yang diambil (last resort). Jika kita melihat ke belakang, banyak bangsa atau pihak yang melakukan perang karena sesuatu yang masuk akal. Contohnya, Perang Sipil di Amerika Serikat yang terjadi karena pihak Amerika Utara ingin menghapuskan perbudakan, serta Perang Kemerdekaan, yang terjadi karena bangsa Indonesia ingin merebut kemerdekaan dari Belanda dan Jepang. Banyaknya pengorbanan yang dikeluarkan dalam peperangan ini menjadi tidak sia-sia bila dibandingkan dengan apa yang dihasilkannya. Sedangkan perang akan dapat menjadi sangat bodoh jika ia dilakukan hanya karena irredentism, chauvinism, untuk menunjukkan kekuasaan, memperbesar wilayah, klaim historis, dendam pribadi, dan yang lebih parahnya, dilakukan dengan tidak menaati hukum humaniter serta mengabaikan kecaman internasional. Beberapa perang yang sangat bodoh dapat dilihat dari beberapa dasawarsa terakhir, seperti Perang Teluk di tahun 1990 dan Perang Irak di tahun 2003. Meski demikian, terlepas dari apapun alasan dilakukannya perang, ia selalu dapat dipastikan membawa kerusakan materil maupun non-materil. Jutaan orang harus kehilangan nyawa, anak-anak dan wanita harus kehilangan ayah dan suami, infrastruktur negara mengalami kerusakan, trauma psikologis, hingga cacat permanen merupakan dampak buruk dari perang. Perang memang tidak dapat dihindarkan, tetapi kita dapat meminimalisasi dampak buruk perang dengan menaati hukum perang, atau bahkan mencegahnya. Bagaimanapun, bernegosiasi dan berdiplomasi merupakan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah dibandingkan dengan berperang.

Page 28: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Inta Arum Minarasa

“Perang Itu BODOH”

Menurut saya Perang itu Bodoh. Mengapa saya katakan demikian, karena masih ada cara lain untuk menyelesaikan masalah, terutama pada zaman sekarang setelah tahun 1990 an telah banyak bermunculan studi-studi tentang masalah perdamaian. Sebelum memikirkan antara menang atau kalah, mari kita pikirkan dahulu mengenai dampak yang ditimbulkan setelah selesainya perang, banyaknya koban jiwa, dampak psikologis yang buruk, dendam, Kerugian Materi serta kehancuran (baik fisik dari negara tersebut, maupun bidang-bidang seperti perekonomian, pemerintahan dll). banyaknya Pelanggaran HAM karena adanya perang juga merupakan pengalaman yang biasa. Menurut saya perang merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan rakyat banyak. Contohnya perang antara AS dan Irak, perang yang dilancarkan AS kepada Irak dengan mengerahkan kekuatan militernya membuat militer Irak terlihat sangat lemah, banyaknya korban jiwa yang tidak bersalah berjatuhan membuat perang tersebut dimata Internasional terlihat sangat tidak seimbang dan tidak masuk akal. Disini terlihat bahwa orang-orang yang berperang bahkan tidak memiliki urusan personal dan bahkan tidak saling mengenal sekalipun, namun mereka harus saling menembak dan membunuh satu sama lain, dengan pandangan bahwa mereka berperang demi membela dan mempertahankan negaranya masing-masing. Menurut saya Hal tersebut tidaklah lepas dari adanya unsur-unsur propaganda yang dilakukan oleh para pemimpin2 yang populis ataupun pihak2 tertentu yang menginginkan “sesuatu” dibalik perang tersebut. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa dalam perang, orang tersebut bagaikan pion-pion catur yang telah diatur sedemikian rupa agar mereka dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk mencapai tujuannya, tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan dari perang tersebut. Walaupun ada beberapa kasus, perang dapat juga dibenarkan, setelah melewati tahap-tahap negosiasi yang mengalami kebuntuan. Namun tetap menurut saya, Perang tidaklah menyelesaikan suatu masalah, namun kembali memunculkan masalah baru yang sama peliknya. Dan oleh karena itu saya mengatakan bahwa berfikir 2 kalilah sebelum memutuskan perang atau tidak. Karena hal tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, dan masa depan Bangsa dan Negara.

Page 29: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Theosa Dinar S

WAR IS SO STUPID

Suatu negara memutuskan untuk berperang terhadap negara lain adalah ketika persepsi suatu negara tentang kepentingan nasionalnya. Dimana pada satu saat terjadi perubahan bahwa pemimpin negara menganggap lebih baik bagi negaranya untuk menyerang daripada terus saja menjalankan diplomasi yang tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi negaranya. Persepsi itu akhirnya menimbulkan perkiraan bahwa keuntungan (akan perang) yang diperoleh jauh lebih banyak daripada korban yang jatuh.1 Kata perang bukan suatu kata yang baik untuk menjelaskan atau mencapai perdamaian, karena dalam benak saya war is so stupid and bad peace and who starts the war is moron. Segala bentuk perang adalah hal yang bodoh baik perang antar negera dan perang negara dengan masyarakatnya sendiri. Bagi saya, perang itu bukanlah cara yang paling oke untuk menyelesaikan suatu perkara yang serumit apapun, saya lebih percaya akan adanya kerjasama dan kekuatan diplomasi suatu negara, perang hanya dilakukan oleh anak kecil dan negara yang brutal. Bila George W. Bush bilang “No, I know all the war rhetoric, but it's all aimed at achieving peace”2, akan tetapi saya lebih memilih mencapai perdamaian dengan diplomasi antar negara dan srategi defensif, bukannya strategi ofensif untuk memulai perang, sebagai bentuk pertahanan demi menjaga pertahanan negara dan menjalankan kepentingan nasional. Oleh sebab itu, bagi saya suatu negara berhak untuk mempertahankan diri dari berbagai “serangan nyata (perang)” bukannya hanya baru berupa “perkiraan akan adanya ancaman bahaya” seperti yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak 2003 lalu. Amerika Serikat terbukti tidak menemukan adanya senjata pemusnah massal di negara singa dari Babilonia tersebut dan terbukti dalam rapat di tingkat Senat AS, dasar bagi Pemerintah Amerika untuk menyerang Irak hanyalah berdasarkan tesis seorang mahasiswa SI Irak yang bersekolah di Amerika Serikat. Disamping itu, perasaan kecewa meliputi saya ketika perintah untuk melakukan perang dicanangkan oleh segelintir kepentingan elit politis akan tetapi mereka tidak terlibat langsung membantai ribuan orang demi kepentingan mereka itu. Akan tetapi perasaan patriotisme dari para masyarakat kecil yang tergabung dalam kesatuan militer negara merekalah yang akhirnya harus membantai dan terbantai dalam perang tersebut. Penting untuk dipertimbangkan oleh para elit politis suatu negara sebelum menyerang dengan brutal terhadap lawannya adalah korban yang akan berjatuhan serta pertimbangan keadaan masa depan negaranya dan kondisi lawannya setelah perang itu terjadi. Bila yang menjadi pemenang perang adalah pihak yang memulai perang, bagi saya mereka adalah pencundang yang sebenarnya, akan tetapi korban yang berjatuhan yang berjuang hingga akhir akan kepentingan mereka adalah orang yang patut untuk dihormati (khususnya rakyat sipil yang menjadi korban). Alangkah baiknya bila kita semua, bagian dari masyarakat dunia, dapat dihidup berdampingan dengan damai dan dapat mencapai perdamaian dengan cara yang damai pula bukan dengan perang ataupun jalan kekerasan.

Page 30: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Novitasari Dewi S.

Perang itu Bodoh

Perang. Satu kata yang “mengerikan” menurut saya. Yang terlintas di pikiran saya ketika mendengar kata “perang” adalah senjata, korban jiwa, dan penderitaan. Namun entah mengapa di dunia ini tetap saja ada perang. Ada beberapa pihak yang menganggap bahwa perang merupakan sebuah solusi untuk memberantas kejahatan / terorisme. Menurut pandangan realisme, perang merupakan salah satu cara untuk mencapai kepentingan nasional dan survival dalam politik internasional. Setiap negara harus membangun kekuatan militer dengan sebaik-baiknya, sehingga mereka akan selalu berada dalam kondisi “siap perang”. Namun kondisi ini justru akan memunculkan perlombaan senjata (arms race). Setiap negara akan berlomba-lomba untuk meningkatkan kekuatan militer mereka. Di satu sisi, hal ini mungkin akan menciptakan kondisi yang stabil karena setiap negara menyadari bahwa negara lain juga memiliki kekuatan militer yang tidak kecil. Namun di sisi lain, kondisi ini - bagi masyarakat awam - juga bisa memunculkan kekhawatiran akan terjadinya perang yang besar. Bagi sebagian pihak, negara yang memiliki kekuatan militer yang besar sehingga bisa menyatakan perang, mungkin akan dianggap cool karena bisa menunjukkan tidak hanya kekuatan militernya, tapi juga kekuatan finansialnya. Namun menurut saya, hal itu tetap saja bodoh. Perang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Perang hanya menghambur-hamburkan uang. Mengapa tidak mengalokasikan uang itu untuk sektor yang lain saja...atau jika memang harus digunakan untuk menciptakan perdamaian, mengapa tidak menciptakan perdamaian itu dengan cara yang damai pula... Selain membuang-buang uang, perang juga hanya akan menimbulkan penderitaan. Banyak orang yang harus mengungsi karena perang. Banyak orang yang terluka karena perang. Banyak orang yang mati karena perang. Tidak akan ada orang yang bisa merasa tenang selama perang. Perang hanya akan mengancam, bahkan merusak, human security. Itulah mengapa saya katakan bahwa perang itu bodoh.

Page 31: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Adri Arlan

PERANG BUKANLAH SOLUSI PEMECAH MASALAH YANG TEPAT

Jika dihadapkan pada pertanyaan “perang itu cool atau bodoh?”,maka saya tidak ragu untuk menjawab bahwa perang merupakan suatu kebodohan yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai suatu jalan yang benar-benar efektif untuk menyelesaikan suatu masalah.Hal ini saya rasakan karena dalam perjalanan sejarah perang di dunia, dimulai dari zaman Perang Salib sampai Perang Dunia(PD) tidak ada satupun yang memberikan perubahan signifikan terhadap perdamaian di bumi ini,meskipun terdapat beberapa manfaat yang dirasakan selama perang berlangsung,namun saya beranggapan bahwa kerugian yang ditimbulkan lebih hebat lagi sebab tidak perlu dipertanyakan lagi akibat-akibat negatif yang ditimbulkan dalam suatu perang. Selain banyak menimbulkan korban jiwa dari pihak yang tidak berdosa(wanita dan anak-anak),perang juga melahirkan dampak psikologis(trauma) yang buruk,sebab banyak diantara korban-korban perang ini di kemudian hari tidak dapat melupakan betapa kebahagiaan mereka direnggut secara paksa disebabkan oleh pecahnya perang didalam tempat tinggal mereka.Sebenarnya perang dapat dihindari melalui teknik diplomasi yang tepat,namun ego manusia yang ingin menang sendiri menyebabkan banyak yang beralasan teknik semacam ini terlalu bertele-tele dan tidak tepat guna. Perang yang menggunakan senjata kimia juga menimbulkan kerusakan lingkungan hidup manusia,sebab efek yang ditimbulkan berjangka panjang dan sangat mengganggu suatu ekosistem yang telah ada. Kemajuan teknologi juga menimbulkan perubahan bentuk senjata yang terus meningkat pesat dan bila hal ini terus-menerus dibiarkan bukan tidak mungkin bumi ini akan kiamat lebih cepat. Siapa pun pasti bergidik melihat negara-negara Superpower macam AS,Israel ataupun Iran memiliki senjata nuklir yang setiap waktu siap diluncurkan apabila mereka sedang berkonflik.Perasaan setiap manusia diusik pada kenyataan ini,bagaimana bisa suatu negara lebih mementingkan kepentingan mereka sendiri daripada kesadaran mereka untuk terus menjaga perdamaian di muka bumi sudah banyak pelajaran yang kita ambil dari maraknya perang,untuk itu sudah saatnya kita hentikan budaya peperangan satu sama lain. Mari kita sama-sama saling bergandengan tangan untuk mewujudkan perdamaian di muka bumi ini.

Page 32: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Heru

“Peace and development are inextricably linked. While without peace there can be no development, neither can be durable peace as long as economic inequities and inequalities persist.”(Ali Alatas, Pidato Pembukaan pada Indonesian Summit yang diselenggarakan International Herlad Tribune, Istana Bogor, 13 Mei 1996)Manusia hidup untuk dan semestinya berada dalam keadaan yang damai. Istilah yang digunakan untuk mereka yang telah meninggal Rest In Peace menyiratkan bahwa sulit untuk berada dalam keadaan ‘damai’ selama manusia bernapas di dunia ini. Salah satu penjelasan rasional untuk kondisi ini adalah perilaku manusia yang serakah dan tidak pernah puas. Sejarah mencatat, perkembangan peradaban manusia telah berlangsung di atas banyak peperangan sejak zaman Romawi, atau jauh sebelumnya, hingga detik ini. Keberhasilan manusia modern mencapai kecanggihan peradabannya saat ini tidak terlepas dari mengalirnya darah jutaan manusia yang telah mati sia-sia atau menurut sebagian orang ‘berkorban untuk kemajuan zaman’. Selama berabad-abad manusia lebih sering menyelesaikan persengketaan antar kelompok mereka (negara, suku, agama, dan sebagainya) dengan mengangkat senjata daripada memikirkan solusi untuk kebaikan bersama di dalam perundingan. Perang Dunia Pertama dan Kedua telah menjadi penyumbang terbesar dalam resume kemajuan peradaban ini. Dampaknya, dapat kita rasakan dari berbagai kemudahan dalam hidup dan perkembangan hubungan kerja sama antar negara yang saling berkaitan. Boleh dikatakan—dengan segala pencapaian teknologi dan peradaban—bahwa manusia sedang berada di puncak peradabannya, saat ini.Sayangnya, kemampuan manusia untuk belajar dari sejarah seringkali dikalahkan oleh hasrat untuk menciptakan kedamaian sempit yang diartikan beberapa orang. Kedamaian yang sejati akan secara naluriah diterima manusia, dan bukan dengan suara senjata. 63 tahun dunia telah berjalan di era yang dapat dikatakan, dengan kecenderungan, damai; bila dibandingkan dengan apa yang terjadi di awal abad 20. Dan selama itu, dunia telah mengalami perkembangan yang demikian pesat dalam hal peradabannya. Perkembangan yang jauh lebih tinggi dalam kehidupan manusia telah terjadi di era ‘perdamaian’. Pertanyaannya: “Apakah manusia akan kembali menggunakan perang sebagai katalisator perkembangan kehidupan?”Dengan berdasarkan pada rasio yang jernih, kita dapat menyimpulkan bahwa perang bukanlah viable option untuk mengeleminasi faktor-faktor ‘tidak damai’ yang diyakini beberapa orang akan menodai perdamaian dunia saat ini. Penyetaraan ekonomi dan pembangunan-lah yang semestinya diperhitungkan sebagai solusi konflik umat manusia di dunia. Bila beberapa orang masih menganggap perang sebagai solusi permasalahan manusia dalam bernegara, jelaslah bahwa mereka belum bisa menggunakan pikiran rasional manusia yang dimilikinya.

Page 33: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Dea Kurniawan P.

WAR IS COOL

Apa yang pertama kali muncul di kepala kita ketika mendengar kata perang? Secara sempit mungkin kita akan membayangkan tentang konflik secara fisik antara dua pihak atau lebih yang memperjuangkan kepentingan masing-masing. Lebih jauh lagi kita akan membayangkan tentang senjata, kekuatan militer serta berbagai dampak lainnya serta kerusakan yang timbul akibat perang. Tetapi saat ini perang merupakan kata yang universal, dapat interpretasikan ke dalam berbagai pengertian yang berbeda. Sesuai dengan perubahan dan berbagai fenomena yang ada saat ini kita dapat mengartikan kata perang ke makna yang lebih luas, misalnya perang melawan penindasan, perang melawan kelaparan, perang melawan kebodohan, ataupun berbagai macam hal lainnya. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, bagaimana kita harus memandang dan menyikapi perang yang terjadi, baik dalam artian sempit ataupun dalam artian yang lebih universal. Setiap orang tentunya memiliki berbagai sudut pandang yang berbeda dan pengertian serta batasan yang berbeda tentang bagaimana perang dan bagaimana seharusnya perang itu. Jika kita melihat secara universal, kita dapat berargumen bahwa perang itu baik, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Tetapi dalam mencapai tujuan yang kita inginkan, kita harus berjuang dan sering pada akhirnya kita terjerumus kembali kepada artian perang yang sempit, artian perang yang tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang ingin mencapai tujuan dengan jalan yang lebih baik. Baik disini dapat berarti dengan meminimalisasi kerusakan yang akan terjadi pada pihak-pihak yang ada. Salah satu contoh aktualnya adalah perang yang terjadi antara amerika dan beberapa negara timur tengah hingga saat ini. Dibalik segala bentrokan fisik mungkin dapat ditemukan berbagai alasan yang sebenarnya membuat kita melihat dari sudut yang berbeda. Atau perang indonesia melawan berbagai gerakan separatis yang ada, atau pernah ada. Apakah itu perang dalam artian sempit, atau justru universal? Pada akhirnya kita dipaksa berpikir apakah perang itu hal yang pintar atau bodoh? Karena pada situasi tertentu kita dipaksa untuk berperang. Dan dalam perang selalu pihak yang satu menganggap pihak yang lain adalah salah. Pada akhirnya menurut saya perang itu ”Cool” jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Page 34: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Melati

Perang itu bodoh atau cool. Kalau menurut saya, perang itu bias dibilang bodoh tapi juga bias dibilang cool. Kalau dilihat dari sisi kemanusiaan,perang itu bodoh. Banyak sekali hal - hal yang merugikan dari perang dari pada dampak yang positif. Perang hanya menimbulkan banyak korban jiwa, dan kehancuran. Dan biasanya korban dari perang itu sendira adalah warga sipil yang tidak ikut serta dalam perang dan tidak tahu akan kepentingan orang - orang yang memutuskan untuk berperang. Menurut saya perang bukanlah suatu jalan untuk menyelesaikan suatu konflik. Ada jalan yang lebih baik diambil daripada berperang, karena dengan adanya perang itu sendiri hanya akan menambah konflik. Jadi perang itu bodoh bagi pihak yang melakukan penyerangan ke pihak lain.jadi pihak yang memutuskan untuk berperang itu adalah bodoh. Perang itu juga bias dibilang cool, kalau perang itu merupakan perang untuk memperjuangkan kemerdekaan. Perang untuk membela tanah air, seperti perang kemerdekaan Indonesia. Perjuangan para pahlawan saat itu bisa dibilang cool. Karena mereka mengorbankan nyawa demi mencapai kemerdekaan.

Page 35: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Timur Girindra

Perang Itu Cool or Fool ? Perang adalah salah satu fenomena (yang sering terjadi) dalam Hubungan Internasional. Perang sendiri sering didefinisikan dan diartikan macam-macam, dalam tulisan ini perang yang dimaksud adalah perang fisik secara terbuka dan disengaja menggunakan persenjataan bertujuan untuk mengalahkan lawan. Pertanyaan apakah perang itu cool atau bodoh sebenarnya agak membingungkan karena cool bukan lawan kata dari bodoh, vice versa. Tetapi bila saya disuruh memilih, saya akan mengatakan bahwa perang itu bodoh meskipun sebenarnya saya lebih suka menggunakan kata disgusting. Perang saya katakan bodoh karena beberapa hal. Pertama, perang itu mahal, tentu saja biaya perang suatu negara diambil dari pajak dan bila kurang akan diambil dari anggaran lain. Pada tahun 1990, sesaat sebelum perang Irak. Amerika Serikat memiliki 2.080.599 tentara siap perang dengan biaya tahunan per tentara $144.961 untuk perlengkapan, pelatihan, operasional, dan biaya lainya. Bila di total, AS menghabiskan $ 301.605.711.639 di bidang militer atau hampir seperempat APBN AS. Irak sendiri memiliki 900.000 tentara dengan biaya per tentara $11.000. Indonesia dalam masa operasi militer di Aceh tahun 2002 menghabiskan dana 7 triliun rupiah. Angka sebesar itu tentu bukanlah jumlah yang sedikit dalam skala apapun. Pertanyaanya kenapa negara mau mengeluarkan uang sebesar itu untuk sesuatu hal yang “messy and uncertain1”?. Karena negara dan aktor perang lain dapat diasumsikan sebagai aktor rasional maka jika mereka mengeluarkan budget begitu besar maka tentu saja dia mengharapkan hasil yang lebih besar nilainya, hal itu bisa berupa territorial, resources, atau strategic point. Salah satu alasan lain yang sering dikemukakan adalah karena seberapa burukpun perang, ada sebuah kondisi dimana memang memerlukan perang atau yang sering diistilahkan sebagai necessary evil. Salah satu alasan yang cukup sering didengar adalah peperangan untuk menyelamatkan warga negaranya sendiri atau bahkan menyelamatkan dunia. Perang dianggap sebagai solusi dari sebuah permasalahan terutama bila jalur diplomasi tidak dapat berjalan dengan baik. Pemerintah dan pemimpin militer sebuah negara tentu bukan sekedar sekumpulan orang bodoh. Tentu mereka melakukan perhitungan sebelum menyatakan perang atau melakukan tindakan yang dapat memicu perang, dan tentu saja mereka hanya berperang atau melakukan tindakan yang dapat memicu perang jika berfikir dapat memenangkan perang tersebut. Meskipun dikalkulasikan dengan benar-benar semua perang tetap saja memiliki ciri messy and uncertain. Kondisi riil dalam sebuah medan perang sangatlah sulit untuk diperkirakan, untuk itu jumlah dan kekuatan pasukan yang dikirim tidak proporsional dengan lawan, tentu saja ini tidak baik. Jika terlalu banyak akan menimbulkan damage yang tidak perlu, jika terlalu sedikit maka bisa lebih mudah dikalahkan. Karena tidak ada pihak yang mau kalah, maka sering kali kekuatan yang dikeluarkan berlebihan seperti yang dilakukan NATO di Afghanistan. Jika dilihat dari sisi yang sangat personal, yaitu kehidupan orang yang hidup dalam medan perang maka perang sangatlah bodoh, mengerikan, dan disgusting. Perang tentu akan mengubah kehidupan orang-orang biasa di medan perang menjadi luar biasa, jika kita hanya melihat di berita tentang sebuah peperangan kita akan melihat gedung hancur dan beberapa orang mati. Tetapi di sana juga terdapat orang yang belum mati yang bersedih kehilangan anggota keluarga, sibuk mengurusi pemakaman, membersihkan puing-puing, dan khawatir apakah selanjutnya giliran dia untuk mati. Perkataan di bawah ini mungkin bisa menggambarkan kehidupan orang-orang di medan perang "I was born on a battlefield. Raised on a battlefield. Gunfire, sirens and screams... they were my lullabies... Hunted like dogs day after day... driven from our ragged shelters... That... was my life. Each morning, I'd wake up... and find a few more of my family or friends dead beside me. I'd stare at the morning sun...and pray to make it through the day.2" Perasaan menderita yang mereka rasakan tentu akan menimbulkan kebencian dan tentu saja akan sangat sulit untuk bisa diatur dan tidak produktif. Sehingga meskipun berhasil dikuasai tetapi tidak bisa dimanfaatkan, tentu saja biaya yang sangat besar yang telah dikeluarkan akan sia-sia.Every gun that is made, every warship launched, every rocket fired, signifies, in the final sense, a theft from those who hunger and are not fed, those who are cold and are not clothed. The world in arms is not spending money alone. It is spending the sweat of its laborers, the genius of its scientists, the hopes of its children. ~ Dwight Eisenhower, 1953

Page 36: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Bintar Amar

Kita tidak dapat mengatakan bahwa perang itu cool atau bodoh atau bisa juga baik atau buruk dengan begitu mudahnya. Perang memang akan akan selalu membawa dampak yang sangat besar, tidak hanya bagi orang-orang yang berada di medan pertempuran saja, bahkan orang-orang yang berada ribuan mil jauhnya dari lokasi pertempuran dapat turut merasakan akibatnya baik langsung maupun tidak langsung. Begitu besar dampak yang dihasilkan dari sebuah peperangan bagi mereka yang terlibat langsung didalamnya. Dalam sejarah umat manusia kita telah melihat begitu banyaknya peperangan yang telah dilakukakan oleh umat manusia dengan sejuta alasan dibelakangnya. Begitu banyak peperangan yang dicetuskan atas nama demi kebaikan suatu bangsa atau negara dengan mengorbankan negara serta bangsa yang lainnya. Mereka ada yang mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan dalam perang itu adalah sesuatu yang suci dan sakral atas nama tuhan mereka sambil bermandikan darah orang dari orang-orang yang mereka anggap kotor dan harus dibinasakan. Terkadang yang paling berbahaya dari suatu peperangan bukanlah senjata apa yang digunakan untuk membunuh fisik seseorang tapi apa yang mereka gunakan untuk membunuh nurani seorang manusia hingga tega untuk membunuh saudara mereka sendiri. Banyak peperangan yang telah terjadi begitu menentukannya bagi jalannya sejarah umat manusia. Perang menjadi sangat krusial dalam artiannya untuk membuat suatu sejarah yang baru. Pihak yang memenangkan suatu perang berhak untuk menuliskan kelanjutan dari suatu sejarah yang benar artiannya menurut mereka. Disinilah letak kebaikan dari suatu peperangan apabila kita bisa memenangkan suatu peperangan, hak untuk menuliskan kelanjutan dari sejarah umat manusia kedepannya. Seperti contoh, kekaisaran Romawi kuno harus memenangkan begitu banyak peperangan dalam perjuangannya untuk membentuk sebuah kekaisaran yang namanya akan selalu diingat oleh sebagian besar umat manusia hingga kini. Demikian juga dengan pihak sekutu ketika mereka memenangkan perang dunia ke II. Merekalah yang menuliskan sejarah umat manusia diatas kemenangan mereka dari apa yang kita anggap sebagai pecundang yang jahat (NAZI Jerman, Fasis Italia, dan Militerisme kekaisaran Jepang). Apapun yang menjadi kelebihan dari suatu peperangan dari pihak manapun, pastilah yang menjadi kekurangan dari suatu peperangan akan lebih banyak. Perang pada akhirnya hanya akan mendatangkan lebih banyak kehancuran, kengerian, kesedihan dan kekecewaan bagi banyak orang.

Page 37: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Riyanto Lesmana

"I must study politics and war that my sons may have liberty to study mathematics and philosophy. My sons ought to study mathematics and philosophy, geography, natural history, naval architecture, navigation, commerce and agriculture in order to give their children a right to study painting, poetry, music, architecture, statuary, tapestry, and porcelain."(John Adams)

Peradaban di muka bumi ini dimulai dengan peperangan antar umat manusia. Mulai dari perang merebutkan basic needs, wilayah, tahta kekuasaan, kemerdekaan, sampai perang memberantas masalah global issues(merujuk pada HIV, narkoba, terorisme, korupsi, dll). Perang dianggap sebagai tragedi kelam masa lampau yang telah men-deprived hak orang untuk hidup, hak untuk memiliki harta dan pendamping hidup (baca: korban perang-mati) tentu saja memiliki banyak opsi untuk dibahas, terutama kajian ilmu pendidikan. Hal ini membuat orang sadar bahwa masalah/konflik bisa terjadi kapan saja sehingga perlu dirancangnya solusi/studi untuk mengatasinya. Saya tidak berani membayangkan bagaimana jika saya berada atau terlibat pada masa perang dunia, perang sipil, bahkan perang kemerdekaan. Perang terjadi karena keadaan memaksa mereka untuk melakukannya. Tampaknya perang pada waktu itu memang dibutuhkan untuk mencapai perdamaian dan kebebasan, toh buktinya jika perang berakhir hampir selalu ada perjanjian perdamaian antara pihak-pihak yang terlibat (yang kadangkala dilanggar juga). Jika tidak ada perang, mungkin dunia pendidikan terbatas hanya pada beberapa disiplin ilmu saja. Ilmu sosial politik, militer dan pertahanan keamanan, kedokteran, manajemen, sejarah, bahkan ilmu perdamaian pun bisa muncul untuk menyikapi keadaan dunia yang penuh dengan konflik dan perang. Gerakan-gerakan moral entrepeneurs dan pusat kajian seperti gerakan anti perang, komunitas cinta damai, peace generation, PSKP UGM, International Peace Research Institue, dll yang penuh dengan nilai-nilai perdamaian pun bisa muncul sebagai reaksi atas aktivitas manusia yang penuh dengan kekerasan. Jadi perang walaupun stupid karena cenderung destruktif dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, sebenarnya cool karena mampu membentuk sistem dan keteraturan di masyarakat untuk meciptakan dan menjaga harmonisasi kehidupan.

Page 38: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Fauzia Ariani

PERANG : JELAS-JELAS BODOH! Sejak zaman dahulu ketika negara baru saja menjadi aktor dalam tulisan-tulisan sejarah hingga zaman modern berperadaban tinggi seperti sekarang, perdamaian dunia tak pernah tercapai. Sejarah tak pernah berhenti menceritakan tentang perang.Ada saja alasan negara untuk mengobarkan perang. Peperangan zaman medieval memiliki tiga alasan utama yang populer dengan gold, gospel, glory. Ada alasan reliji dan perang suci, mencari kekayaan, hingga niat untuk ekspansi demi eksistensi dan kejayaan negara. Bahkan yang paling konyol, alasan kontemporer untuk menghabiskan perangkat militer yang melimpah ruah, terlanjur dibuat (katanya, demi mempekerjakan rakyat) lalu menganggur di gudang senjata. Dengan semakin tingginya peradaban manusia, perang semakin menjadi-jadi. Perang tak pernah tak menimbulkan korban. Setiap hari, ketika diputar siaran berita di televisi, tak luput pula sajian tentang perang. Tak lepas juga santapan bagi mata tentang wajah-wajah yang berlumur darah, tubuh-tubuh yang berserakan di jalan, dan pemandangan kota mati yang dingin. Anak-anak yang seharusnya tertawa riang, berlari-larian dengan kawan-kawan sepermainannya, terlihat nyata dengan raut muka yang lebih pantas dimiliki oleh pria berusia 30 tahun -serius, tegang, penuh curiga, dan waspada-, sekaligus berbahaya karena memegang senjata.Dunia politik dipenuhi kaum-kaum realis yang individualis, mementingkan kepentingan dirinya sendiri, dan penuh prasangka serta curiga terhadap pihak lain. Demi kepentingan nasional, jutaan nyawa hilang pun menjadi tak penting lagi. Dalam perang sama sekali tidak tercermin sebagai hasil dari kepandaian serta keberadaban otak dan hati manusia. Anak-anak kecil yang menjadi tentara paramiliter tidaklah cool. Mayat-mayat tentara yang mati atas nama membela negara juga tidaklah cool.Manusia dikatakan belajar dari sejarah, untuk tidak mengulang sejarah. Namun sejarah tentang perang selalu berulang, meski pelajaran dari sejarah selalu mengatakan tragisnya akibat dari peperangan. Meski telah gamblang fakta bercerita bahwa perang adalah bentuk nyata kebodohan manusia, namun tampaknya sulit mengharapkan kedamaian tanpa satu pun perang di dunia ini hingga hari kiamat sekalipun, selama realisme dan keserakahan masih berada dalam prioritas manusia.

Page 39: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti

Adhe Nuansa WibisonoPerang… satu kata yang dapat membuat setiap orang bergidik mendengarnya. Bagi para jenderal militer mereka bergidik senang dan tersenyum mendengar kata perang. Bagi anak kecil di kamp pengungsian kata ”perang” berarti sesuatu yang menyakitkan, karena terbayang orangtua mereka yang tidak ada lagi...mati karena perang. Bagi pedagang senjata seperti dalam cerita Lord Of War, bunyi ”perang” akan terdengar sama seperti bunyi mesin pengitung uang yang sedang bekerja. Triing... yah bunyi seperti itulah sangat merdu bunyinya...Lalu bagaimana menurut orang-orang bodoh seperti kita yang tidak pernah merasakan langsung apa yang namanya perang... Aku berani menjamin mahasiswa-mahasiswa akan berkata ahh perang itu cool karena begini dan begitu dan perang itu bodoh karena begini dan begitu... dst... Jangan marah dulu wahai sobat aku hanya ingin menyentil sedikit perasaan kita semua. Aku pun adalah orang yang paling bodoh dalam hal ini..masalah peperangan.. Harapanku kita melihat perang itu tidak dengan rasa yang ”dingin” seakan-akan pembahasan akan perang hanya menjadi komoditas untuk mendapat nilai A tapi jauh lebih luas dan lebih serius dari hal itu.Menurutku perang adalah sesuatu yang serius dan menjadi sarana dari perjuangan. Ketika aku berbicara perang konteks yang kugunakan adalah perang untuk membela diri, agama, nilai yang dianut, keyakinan, idealisme. Faktor khusus yang menyebabkannya adalah adanya aktor lain yang merusak hal-hal di atas dengan cara-cara agresif, menindas dan menyengsarakan. Coba kita semua mengingat kembali kepada sebuah negara yang namanya Indonesia. Ketika pada awalnya kolonialis datang ke Nusantara dan memonopoli perdagangan dilanjutkan dengan penjajahan secara sistematis untuk mengangkut kekayaan negeri ini, apa yang dilakukan oleh manusia-manusia yang ada di negeri ini? Ada yang dengan berani mengatakan tidak dan melawan tetapi ada juga yang menjadi antek-antek dan tukang semir sepatu penjajah. Ah kawan ternyata penjajahan di negeri ini tidak selesai sampai 1945 saja tetapi mungkin saat ini kita masih terjajah dan tidak ada yang menyadarinya ataupun tersadar untuk ”mau” menyadarinya.Ada satu negeri yang menjadi kebangganku akan yang namanya keberanian, kepahlawanan, dan pengorbanan. Pernahkah kau mendengar negeri itu sobat? Kuucapkan dengan perlahan....Pa..les...ti...na.. Yah Palestina!! itulah negeri yang bahkan anak-anak kecil menjadi pahlawan dengan mati tertembak, dipukuli atau bahkan dirudal. Apa yang menjadi senjata mereka? Senjata mereka adalah keyakinan akan keadilan Allah SWT dan terwujud dalam batu-batu kerikil yang mereka lontarkan terhadap tank-tank Merkava Israel. Batu melawan tank?! Yah itulah dunia adil bukan?! Aah aku lupa kawan kisah tadi hanya mimpi...aku tidak mendapatkan kisah ini melalui suratkabar atau siaran berita, aku mendapatkannya melalui intuisi dan mimpi...Sebelum kita berpisah aku ingin menampilkan satu puisi yang dapat menggambarkan bagaimana perasaanku akan perang...Apabila usul ditolak tanpa ditimbangSuara dibungkam kritik dilarang tanpa alasanDituduh subversif dan mengganggu keamananMaka hanya ada satu kata : Lawan!(Wiji Thukul)

Page 40: Davina Azalia Khandiahkei.staff.ugm.ac.id/file/tugas perang dan militerisme... · Web viewDiawali dengan Perang Dunia I. Ketika itu persenjataan jenis baru mulai digunakan, seperti