data pbl
TRANSCRIPT
MODUL
KULIT KUNING
SKENARIO 2
Seorang ibu berumur 35 tahun datang ke rumah sakit membawa bayi perempuannya,
yang baru berumur 3 hari dengan keluhan kulit bayi berwarna kuning. Perubahan ini mulai
ibu perhatikan sejak 2 hari yang lalu saat memandikan bayinya. Bayi dilahirkan cukup bulan
melalui persalinan normal yang dibantu oleh bidan puskesmas. Selama menjalani kandungan,
ibu tidak memiliki gangguan kesehatan yang berarti.
Kata sulit
kulit kuning : akumulasi abnormal dari bulirubin dalam darah, bila kadarnya dalam darah
melebihi 3 mg/dl yang menyebabkan kekuningan pada kulit atau pada jaringan permukaaan
yang kaya elastin.
Kata Kunci
1. ibu berumur 35 tahun
2. bayi perempuan berumur 3 hari
3. kulit bayi berwarna kuning
4. perubahan dimulai sejak 2 hari yang lalu
5. riwayat persalinan normal dan cukup bulan
6. riwayat kehamilan normal
Pertanyaan
1. anatomi, fisiologi, histologi dan biokimia dari organ yang terkait
2. mengapa kulit bayi berwarna kuning ?
3. sebutkan gejala-gejala pada bayi yang menderita ikterus !
4. adakah hubungan pemberian ASI dengan terjadinya ikterus ?
5. langkah-langkah pemeriksaan diagnosis
6. differential diagnosis
1. ANATOMI, BIOKIMIA DAN FISIOLOGI ORGAN YANG TERKAIT
A. Hepar
gambar 2 (16)
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau
2% berat badan orang dewasa nomal. Hati merupakan ogan lunak yang lentur
dan tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati berwarna cokelat kemerahan.
Hepar dibungkus oleh capsula Glissoni yaitu suatu jaringan ikat yang
transparan. Hepar mempunyai bentuk hemisphere dan irregular serta
mempunyai permukaan yang rata. Mempunyai facies diaphragma yang
konveks dan facies viceralis yang konkaf.
Hepar terdiri dari dua lobus yang dipisahkan oleh incisura umbilicalis
(ligamentum falciforme hepatis) dan fossa sagittalis sinistra menjadi lobus
hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra.
Lobus hepatis dexter mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada lobus
hepatis sinister, yaitu kira-kira 5/6 bagian dari seluruh hepar.
Lobus hepatis sinister bentuknya jauh lebih kecil dari pada lobus hepatis
dexter, lebih pipih dan hanya kira-kira 1/6 dari heparkeseluruhan. Lokalisasi
di dalam regio epigastrium dan sedikit di dalam regio hypochondrium
sinistrum. Facies superior sedikit konveks.
Vascularisasi hepar mendapat circulasi darah dari arteria hepatica, vena portae
dan vena hepatica. Circulasi ini disebut circulasi portal.
1. A. Hepatica communis
Merupakan cabang dari arteria coelica. Sampai pada porta hepatis
a.hepatica communis bercabang dua membentuk (a) arteria hepatica
propria dextra dan (b) arteria hepatica propria sinistra.
2. V. Portae hepatis
Berada setinggi vertebra lumbalis II. Di bentuk oleh persatuan vena
mesenterica superior dengan vena lienalis. Pada porta hepatis vena portae
bercabang dua menjadi ramus dexter dan ramus sinister, dan bersama-
sama dengan a.hepatica propria dexter dan a.hepatica propria sinister
masuk kedalam lobus hepatis dexter dan lobus hepatis sinister.
3. V. Hepatica
Vena ini membawa darah dari hepar masuk ke dalam vena cava inferior.
Terdiri dari (a) upper group, tiga vena yang besar dan, (b) lower group,
yang jumlahnya bervariasi dan ukurannya lebih kecil.
B. Vesica fellea (1)
Vesica fellea umumnya berbentuk seperti buah pear, terletak pada
fossa vesica fellea yang berada pada fascies visceralis hepatis diantara lobus
dexter hepatis dan lobus quadratus hepatis. Vesica fellea divaskularisasi oleh
a. cystic cabang ramus dexter a. hepatica propria. V. cystic merupakan
venosanya ke vena porta hepatis. Inervasi dari vesica fellea adalah cabang dari
plexus hepaticus dimana mengandung serabut-serabut saraf parasimpatis dan
simpatis. Dinding vesica fellea terdiri atas mukosa dengan epitel selapis
silindris dan lamina propria, selapis otot polos, jaringan ikat perimuskular, dan
suatu membran serosa. Mukosa vesica fellea memiliki banyak lipatan yang
terutama dijumpai ketika vesica fellea sedang kosong. Sel-sel epitelnya kaya
akan mitokondria. Semua sel ini mampu menyekresi sejumlah kecil mukus.
Kelenjar mukosa tubuloasinar dekat dengan duktus sistikus berperan pada
produksi sebagian besar mukus yang terdapat dalam empedu. Fungsi utama
vesica fellea adalah penyimpanan empedu, pemekatan empedu, dan
melepaskan empedu ke dalam saluran cerna.
c. Pankreas (1)
gambar 4 (18)
Merupakan kelenjar exocrine dan endocrine yang sedikit mengandung
jaringan ikat. Terdiri dari caput, corpus, dan cauda pancreatic. Terletak pada
bagian konkaf dari duodenum. Antara caput dan corpus terdapat collum
pancreatis, dan disebelah dorsal collum pancreatis terletak vena portae.
Pancreaticus ditutupi oleh peritoneum (retroperitoneal).
HISTOLOGI
a. Hepar
Organ ini disusun oleh sejumlah unit fungsional : lobulus (i). Di tengah suatu lobulus
ada v.centralis sebagai pusat lobulus. Dari sini sel-sel hepar mengatur diri secara
radier mnuju ke perifer. Sel hepar atau juga disebut hepatosit membentuk bagian
parenkhyma hepar.
- Hepatosit. Inti berbentuk bulat, bisa satu atau lebih. Sitoplasma penuh dengan
butir-butir glykogen yang berwarna merah.
- Sinusoid. Nampak ruang-ruang kosong diantara hepatosit. Sinusoid dibatasi
oleh 2 macam sel yaitu sel endotelial dan sel Kupffer.
- Sel Kupffer, berbentuk tak teratus. Letaknya agak menonjol ke lumen
sinusoid.
- Kanalikuli biliaris. Menyerupai ruangan-ruangan, terdapat dianatara hepatosit
dimana dindingnya dibentuk oleh hepatosit itu sendiri.
- Segi tiga Kiernann yang mengandung 3 strukutur di dalamnya, yaitu arteri
(kecil), vena (kecil), dan saluran empedu.
- V.sublobularis. kapsel Glissoni, suatu jaringan ikat yang membungkus hepar
keseluruhannya.
b. Vesika fellea
Organ ini mempunyai ruang yang berisi empedu. Struktur didndingnya
mengikuti strukutr umum saluran pencernaan.
- Mukosa tampak epitel selais torak, hanya satu sel saja, inti lonjong dan sel-sel
ini letaknya di atas membrana basalis.
- Lamina propria adalah suatu anyaman penyambung jarang yang juga banyak
mengikuti potongan-potongan mukosa : Sinus Rockitansky Aschoff
- Muskularis mengandung beberapa lapisan otot polos
- Adventisia suatu jaringan yang langsung melekat pada kapsel Glissoni dari
hepar.
c. Pankreas (13)
Pancreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
a. Bagian Eksokrin
Pancreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, tubuloasinosa
kompleks.
ASINUS
Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel
berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat
sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung
pembuluh darah, pembuluh limf, saraf dan saluran keluar.
Sebuah asinus pancreas terdiri dari sel-sel zimogen (penghasil protein). Ductus
ekskretorius meluas ke dalam setiap asinus dan tampak sebagai sel
sentroasinar yang terpulas pucat di dalam lumennya. Produksi sekresi asini
dikeluarkan melalui ductus interkalaris (intralobular) yang kemudian berlanjut
sebagai ductus interlobular.
b. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pancreas, yaitu PULAU LANGERHANS, tersebar di seluruh
pancreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat
dengan banyak pembuluh darah. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular
tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di
dalam pulau.
Dengan cara pulasan khusus dapat dibedakan menjadi:
1. Sel A = penghasil glukagon
- Terletak di tepi pulau.
- Mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm.
- Batas inti kadang tidak teratur.
2. Sel B = penghasil insulin
- Terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau
- Mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah.
- Mitokondria kecil bundar dan banyak.
3. Sel D = penghasil somatostatin
- Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan
dengan sel A.
- Mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan
granula homogen.
4. Sel C
- Terlihat pucat, umumnya tidak bergranula dan terletak di tengah di
antara sel B.
- Fungsinya tidak diketahui.
FISIOLOGI HEPAR, VESICA FELLEA, PANKREAS
Hepar
1. Sekresi
Hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorpsi lemak
2. Metabolisme.
Hati metabolisme protein, lemak dan karbohidrat tercerna.
a) Hati berperan penting dalam mempertahankan homeostatik gula darah.
Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya
kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh
b) Hati mengurai protein dari sel – sel tubuh dari sel – sel tubuh dan sel
darah merah yang rusak. Organ ini membentuk urea dari asam amino
berlebih dan sisa nitrogen
c) Hati menyintesis lemak dari karbohidrat dan protein, dan terlibat dalam
penyimpanan dan pemakaian lemak
d) Hati menyintesis unsur – unsur pokok membran sel (lipoprotein,
kolesterol dan fosfolipid)
e) Hati Menyintesis protein plasma dan faktor – faktr pembekuan darah.
Organ ini juga menyintesis bilirubn dari poduk penguraian hemoglobin
dan mensekresinya ke daam empedu.
3. Penyimpanan
Hati menyimpan mineral, seperti zat besi dan tembaga, serta vitamin larut
lemak (A,D,E dan K) dan hati menyimpan toksin tertentu (pestisida) serta
obat yang tidak dapat diuraikan dan diekskresikan
4. Detoksifikasi
Hati melakukan inaktivasi hormon dan dektosifikasi toksin dan obat. Hati
memfagosit eritrosit dan zat asing yang terdistimtegrasi dalam darah.
5. Produksi Panas
Berbagi aktivitas kimia dalam hati menjadikan hati sebagai sumber utama
panas tubuh, terutama saat tidur.
6. Penyimpanan darah
Hati merupakan reservoar untuk sekitar 30%urah jantung dan bersama
dengan limpa mengatur volume sarah yang diperlukan tubuh.
Fungsi dasar hati dibagi menjadi :
a. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrien (karbohidrat, protein
dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna.
b. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan
senyawa asing lain.
c. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibbutuhkan untuk pembekuan
danrah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid serta kolesterol
dalam darah.
d. Menyimpan glikogen, lemak-lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
e. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal.
f. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanbya makrofag
residennya.
g. Mensekresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin adalah produk penguraian yang
berasal dari destruksi sel darah merah tua.
Empedu(2)
a. Membantu pencernaan dan absorbsi lemak
b. Ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin
danlogam berat.
Pankreas (10)
Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas
hormonal yang diekskresikan oleh pulau-pulau langerhans. Dua dari hormon-
hormon tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam
pengaturan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hormon ketiga,
somatostain berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau dan yang keempat
polipeptida pankreas berperan dalam fungsi saluran cerna.
Insulin bersifat anabolik, meningkatkan simpanan glukosa, asam-asam lemak
dan asam-asam amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua
hormon ini bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian
besarnya keadaan diekskresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan
menyebabkan hipoglikemia yang menimbulkan kejang dan koma.
Defisiensi insulin absolut ataupun relatif menyebabkan diabetes
melitus, suatu penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan.
Defisiensi glukosa dapat menimbulkan hipoglikemia dan kelebihan glukagon
menyebabkan diabetes memburuk. Produksi somatostain yang berlebihan oleh
pankreas menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya.
Biabetes melitus dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai penyakit
kencing manis. Dimana terjadi karena peningkatan kadar gula (glukosa) dalam
darah yang berlebihan dan terjadi secara menahun.
Biokimia Sistem Biliaris
Pada bayi bilirubin terjadi sebagai hasil degradasi hemoglobin. Proses reaksi
enzim mula-mula mengubah hemoglobin menjadi biliferdin dengan bantuan
hemeoxygenase.
Biliverdin direduksi menjadi bilirubin dengan bantuan Enzyma biliverdin
reduktase.Bilirubin yang terbentuk ini terikat pada albumin dan diangkut ke hepar.
Bilirubin ini disebut bilirubin tidak langsung yang mempunyai sifat larut dalam
lemak, tidak larut dalam air, dapat melaui placenta, dan memberi reaksi tidak
langsung dengan Reagens Hijmans Van den Berg.
Didalam hepar bilirubin tidak langsung diubah menjadi bilirubin langsung,
melalui rantai reaksi.
Dalam rantai reaksi ini,yang terjadi didalam sel-sel hepar,bilirubin yang larut
dalam lemak itu diubah menjadi bilirubin diglukoronida yang larut dalam air dan
yang memberi reaksipositif dengan reagens Hijmans Van den Berg. Glucoronyl
tranferase memindahkan asal glukoronik dari asam uri dan difosfoglukoronik
( Uridin disphosphoglukoronik Acid = UDPGA) ke bilirubin,sehingga menjadi
bilirubin diglokoronik. UDPGA ialah satu-satunya bentuk dimana asam
glukoronik dapat diperoleh untuk konjugasi
Glukosa sangat penting untuk ekskresi bilirubin karena proses konjugasi
sangat melibatkan metabolisme karbohidrat dan nukleotida.
Bilirubin langsung tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air. Bilirubin
kemudian dikeluarkan dari hepar melalui Canuliculi empedu kedalam tractus
digestivus,kemudian keluar bersama dengan faeces. Jika terjadi hambatan dalam
proses pengeluaran melalui tractus digestivus, dapat terjadi dekonjugasi bilirubin,
dan bilirubin dalam bentuk ini diserap kembali melalui selaput usus masuk
kedalam peredaran darah, akhirnya ke hepar untuk mengalami proses yang sama.
Gangguan dalam pengeluaran bilirubin langsung ini menyebabkan penumpukan
dalam serum yang dapat dikeluarkan melewati ginjal. Bilirubin tidak langsung
tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal karena larut dalam lemak dan terikat
dengan albumin.
Dalam proses pertumbuhan janin sistem pengeluaran hasil degradasi
hemoglobin berbeda dengan hal yang telah dijelaskan diatas. Pada janin jaln
utama pengeluaran bilirubin melalui hepar dan tractus intestinalis belum
berkembang dengan sempurna. Penggunaan jalan placenta hanya dapat dalam
bentuk bilirubin tidak langsung. Pada neonatus kematang sistem pengeluaran
bilirubin melalui jalan hepar dan usus menentukan terjadinya Ikterus Neonatorum
yang fisiologik. Ikterus fisiologik terutama terdapat pada bayi prematur karena
kurang kematangan sistem itu.Jadi lamanya masa kehamilan dan derajat
kematangan sistem pengeluran bilirubin melalui hepar dan usus sangat
menentukan timbulnya Ikterus fisiologik.
Rantai Reaksi Bilirubin Tidak Langsung menjadi Bilirubin langsung
Glukosa Heksokinase glukosa = 6 – fosfatGlukosa - 6 - fosfat { ATP ADP
glukosa-1- fosfat Fosfoglukomutase Glukosa-1-1 fosfat Pp. Uridyl
tranferase UDP glukosa p.p UDP glikosa { UTP UDP dehydrogenase UDP Asam
glukoronik. UDP asa glukoronik { 2 DPN - - - - - - - > 2 DPNH + 2 H +
Bilirubin di-Glukoronyl tranferase glukoronil }
2. MENGAPA KULIT BAYI BERWARNA KUNING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya
produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada
neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal
ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau
usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data
epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus
yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan
kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan
pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis
yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin
oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan tidak disebabkan oleh kelainan
apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak
mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Sedangkan pada ikterus yang
patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:
Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10
mg/dL.
Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
Ikterus menetap pada usia >2 minggu
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh
faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,
sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik
FaktorRisiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ASI
b. Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
1. Prematuritas
2. Faktor genetik
3. Polisitemia
4. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
5. Rendahnya asupan ASI
6. Hipoglikemia
7. Hipoalbuminemia
3. GEJALA-GEJALA BAYI MENDERITA IKTERUS
Kulit bayi dan bagian putih bola mata berwarna kuning dan juga kekuningan pada
membran mukosa seprti lidah, gusi atau pada kuku tangan dan kaki
Urin berwarna kuning pekat
Kelihatan lelah dan agak rewel
Kurang cairan
Muntah-muntah
Kehilangan berat badan secara cepat
Bayi mengalami kejang
4. PENGARUH ASI TERHADAP IKTERUS
Kandungan ASI nyaris tak tertandingi. ASI mengandung zat gizi yang secara khusus
diperlukan untuk menunjang proses tumbuh kembang otak dan memperkuat daya tahan alami
tubuhnya. Kandungan ASI yang utama terdiri dari :
1. LAKTOSA
Merupakn jenis karbohidrat utama dalam ASI yang berperan penting sebagai sumber
energi. Selain itu laktosa juga akan diolah menjadi glukosa dan galaktosa yang
berperan dalam perkembangan sistem saraf. Zat gizi ini membantu penyerapan
kalsium dan magnesium di masa pertumbuhan bayi
2. LEMAK
Merupakan zat gizi terbesar kedua di ASI dan menjadi sumber energi utama bayi serta
berperan dalam pengaturan suhu tubuh bayi. Lemak di ASI mengandung komponen
asam lemak esensial yaitu: asam linoleat dan asam alda linoleat yang akan diolah
tubuh bayi menjadi AA dan DHA. AA dan DHA sangat penting bagi otak bayi
3. OLIGOSAKARIDA
Merupakan komponen bioaktif di ASI yang berfungsi sebagai probiotik karena
terbukti meningkatkan jumlah bakteri sehat yang secara alami hidup di sistem
pencernaan manusia
4. PROTEIN
Komponen dasar dari protein adalah asam amino, berfungsi sebagai pembentuk
struktur otak. Beberapa jenis asam amino tertentu, yaitu taurin, triptofan, dan
fenilalanin merupakan senyawa yang berperan dalam proses ingatan.
Komposisi zat utama dalam ASI :
1. Laktosa 7 gr / 100 ml
2. Lemak 3,7-4,8 gr / 100 ml
3. Oligosakarida 10-12 gr / ltr
4. Protein 0,8-1,0 gr / 100 ml
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus yang
berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang di duga
meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor resiko lain, ibu
tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata laksana khusus
meskipun ada peningkatan kadar bilirubin
Ikterus dan pemberian ASI
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan
bilirubin indirect. Ada dua jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu (1)
ikterus yang timbul dini (hari kedua dan ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan yang
kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari 1 (2) ikterus yang timbul pada akhir
minggu pertama bersifat familial disebabkan oleh zat yang ada dalam ASI
A. Ikterus dini
Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami ikterus. Ikterus ini disebabkan
oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari pertama. Bayi mengalami
kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direct yang sudah mencapai usus
tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui usus bersama makanan.
Didalam usus, bilirubin direct ini diubah menjadi bilirubin indirect yang akan diserap
kembali kedalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air putih atau air gula .
B. Ikterus karena ASI
Karakteristik ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirect yang masih meningkat
setelah 4-7 hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologik yaitu sampai
3-12 minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang menyebabkan ikterus.
5. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS
Anamnesis:
1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi
intra uterin, infeksi intranatal)
2. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
3. Riwayat ikterus/ terapi sinar/ transfusi tukar pada bayi sebelumnya
4. Riwayat inkompatibilitas darah
5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonetus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan
jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis
dan penatalaksanaan penderitakarna saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada bayi dengan gejala kuning ikterus
yang timbul dalam 24 jam pertama.
Pemeriksaan perlu dilakukan, baik pada bayi maupun pada Ibu.
Bayi ; 1. Kadar bilirubin serum dan kadar albumin.
2. Pemeriksaan darah tepi lengkap
3. Golongan darah (ABO, Rh, dan lain-lain)
4. Coombs test (langsung dan tidak langsung dengan titernya)
5. Biakan darah atau kultur darah.
Ibu ; 1. Golongan darah
2. Coombs test tidak langsung dengan titernya.
6. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
A. Ikterus Fisiologis
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa
hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat terjadi
antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi
prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif
tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi
toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
Penyebab kuning pada bayi baru lahir
Kuning pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih
belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Kuning juga bisa terjadi
karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:
a. Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru
lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus
disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah
dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi
bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru
lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan
pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin
dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila
kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus
fisiologis
b. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu
(ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada
hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak
memerlukan pengobatan.
c. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari
seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang
disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin
indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan
berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.
d. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan
darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan
janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah
merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga
akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah. Juga disebabkan
karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih
pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
e. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul
dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di
bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini
sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk
dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning
f. Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning
Gejala kuning pada bayi baru lahir
8. Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari
kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar bilirubin
sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta telapak
tangan. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan
jari pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/sinar matahari.
9. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika
jumlah bilirubin pada darah di atas 2 mg/dL. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning
jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hal ini penting untuk mengenali dan
menangani
10. ikterus bayi pada baru lahir kerena kadar bilirubin yang tinggi akan menyebabkan
kerusakan yang permanen pada otak yang disebut dengan kericterus.
11. Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit lain yang
menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang tampak
sakit, demam, dan malas minum.
Pemeriksaan laboratorium
12. Penyebab yang pasti terhadap ikterus pada bayi baru lahir harus dicari. Pada beberapa
kasus, pemeriksaan fisik yang lengkap sangat diperlukan dan pemeriksaan darah
mungkin diperlukan untuk mengetahui:
a. Kadar bilirubin total, berdasarkan pemeriksaan ini dokter akan minta
pemeriksaan tambahan seperti tes Coombs untuk memeriksa antibodi yang
menghancurkan sel darah merah
b. bayi, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan hitung retikulosit untuk melihat
apakah bayi memproduksi sel darah merah yang baru
c. Golongan darah dan rhesus ibu dan bayi
d. Pada beberapa kasus mungkin perlu untuk memeriksa darah untuk melihat
suatu kondisi yang disebut sebagai defisiensi G6PD
Penanganan kuning pada bayi baru lahir
1. Penanganan sendiri di rumah
- Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari)
- Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses
oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari
pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah
tidak menghadap matahari langsung.
-Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap.
Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak
memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan
2. Terapi medis
- Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai
dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan
apakah bayi
- lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus.
Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan akan mengubah bilirubin
menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar
penutup khusus akan dibuat untuk melindungi mata
- Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin,
maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar ganda/triple
akan
- dilakukan (double/triple light therapy)
- Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfusi tukar yaitu penggantian
darah bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat khusus dan dilakukan
pada fasilitas yang mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis, namun secara
keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi tukar
Pencegahan
13. Pada kebanyakan kasus, kuning pada bayi tidak bisa dicegah. Cara terbaik untuk
menghindari kuning yang fisiologis adalah dengan memberi bayi cukup minum, lebih
baik lagi jika diberi ASI.
B. Hepatitis neonatus
Defenisi Hepatitis Neonatal
Hepatitis Neonatal adalah peradangan pada hati yang terjadi hanya pada awal
masa bayi, biasanya antara satu dan dua bulan setelah lahir. Sekitar 20 persen dari
bayi dengan hepatitis neonatal yang terinfeksi oleh virus yang menyebabkan
peradangan sebelum kelahiran oleh ibu mereka atau segera setelah lahir. Ini termasuk
sitomegalovirus, rubella (campak), dan hepatitis A, B atau virus C. Dalam 80 persen
sisa kasus virus tertentu tidak dapat diidentifikasi sebagai penyebabnya, tapi banyak
ahli menduga bahwa virus yang harus disalahkan.
Gejala :
- Bayi dengan hepatitis neonatal biasanya memiliki ikterus (mata kuning dan kulit),
yang muncul pada satu hingga dua bulan usia,
- tidak mendapatkan berat dan tumbuh normal,
- dan memiliki pembesaran hati dan limpa.
- Bayi tidak dapat menyerap vitamin untuk pertumbuhan yang tepat.
- Gejala-gejala hepatitis neonatal yang mirip dengan penyakit lain hati bayi, atresia
bilier, di mana saluran empedu dihancurkan untuk alasan yang tidak dipahami.
Bayi dengan atresia bilier juga kuning dan memiliki hati yang membesar, tetapi
tumbuh dengan baik dan tidak memiliki pembesaran limpa. Gejala-gejala ini,
bersama dengan biopsi hati dan tes darah, diperlukan untuk membedakan atresia
bilier dari hepatitis neonatal.
Diagnosis :
Penyakit kuning ini disebabkan oleh saluran empedu anak menjadi meradang dan
membesar, menghambat aliran empedu ke dalam usus kecil untuk pencernaan lemak
dan penyerapan vitamin. Hal ini menyebabkan pigmen kuning dari empedu merembes
ke dalam aliran darah, menyebabkan menguningnya kulit dan mata. Dalam 80 persen
kasus di mana tidak ada virus yang diidentifikasi sebagai penyebabnya, biopsi hati
dilakukan, di mana sepotong kecil hati diambil dari anak dengan jarum dan diperiksa
dengan mikroskop.
Biopsi sering akan menunjukkan bahwa empat atau lima sel-sel hati digabungkan ke
dalam sel besar yang masih berfungsi, tapi tidak serta sel hati yang normal. Jenis
hepatitis neonatal kadang-kadang disebut "hepatitis sel raksasa."
Komplikasi:
Pasien dengan hepatitis neonatal yang disebabkan oleh rubella atau
sitomegalovirus berada pada risiko mengembangkan infeksi otak yang dapat
menyebabkan retardasi mental atau cerebral palsy. Banyak dari bayi ini juga akan
memiliki penyakit hati permanen dari penghancuran sel-sel hati dan jaringan parut
yang dihasilkan (sirosis). Bayi dengan hepatitis sel raksasa biasanya pulih (80 persen
kasus) dengan sedikit atau tidak ada jaringan parut pada hati mereka. Pola
pertumbuhan mereka resume sebagai empedu biasanya mengalir ke dalam usus kecil
untuk pencernaan dan untuk menyerap vitamin.
Sekitar 20 persen dari bayi dengan hepatitis neonatal sel raksasa
mengembangkan penyakit hati kronis dan sirosis. Hati mereka menjadi sangat sulit,
karena jaringan parut, dan penyakit kuning tidak hilang oleh usia enam bulan. Bayi
yang mencapai titik ini dalam penyakit akhirnya akan membutuhkan transplantasi
hati.
Karena penyumbatan saluran empedu dan menyebabkan kerusakan sel hati,
bayi dengan hepatitis neonatal kronis tidak akan mampu mencerna lemak dan tidak
akan mampu menyerap vitamin A, D, E dan K. kekurangan vitamin D menyebabkan
ke tulang miskin dan pengembangan tulang rawan (rakhitis). Vitamin A juga
dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan visi yang baik. Kekurangan Vitamin K
berhubungan dengan mudah memar dan kecenderungan untuk berdarah, sedangkan
kurangnya hasil vitamin E dalam koordinasi miskin.
Hepatitis kronis akan mengakibatkan neonatal ketidakmampuan hati untuk
menghilangkan racun dalam empedu. Hal ini menyebabkan letusan gatal-gatal kulit,
dan lekas marah.
Pengobatan Hepatitis Neonatal
Tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis neonatal.
- Suplemen vitamin biasanya diresepkan
- bayi banyak diberikan fenobarbital, obat yang digunakan untuk mengendalikan
kejang, tetapi yang juga merangsang hati untuk mengeluarkan empedu tambahan.
- Formula yang mengandung lemak lebih mudah dicerna juga diberikan kepada
bayi.
Neonatal hepatitis disebabkan oleh virus hepatitis A juga biasanya sembuh sendiri
dalam waktu enam bulan, tetapi kasus-kasus yang merupakan akibat dari infeksi
dengan hepatitis B atau hepatitis C virus kemungkinan besar akan mengakibatkan
penyakit hati kronis. Bayi yang mengembangkan sirosis akhirnya akan membutuhkan
transplantasi hati.
Apakah Hepatitis Neonatal akan menyebar ke orang lain?
Bayi dengan hepatitis neonatal yang disebabkan oleh sitomegalovirus, rubella atau
hepatitis A, B, dan virus C dapat menularkan infeksi kepada orang lain yang datang
dalam kontak dekat dengan bayi. Bayi-bayi yang terinfeksi tidak harus datang ke
dalam kontak dengan wanita hamil karena kemungkinan bahwa wanita itu akan
menularkan virus kepada anaknya yang belum lahir.
C. Breast Milk Jaundice karena pemberian Asi
Ikterus dapat terjadi akibat pemberian ASI pada awal kelahiran, adalah akibat dari:
1. Pada awal kelahiran, usus bayi masih steril, dan flora normal usus memerlukan waktu
sebelum dapat mendiami usus. Bakteri pada usus dewasa memiliki tugas mengkonversi
bilirubin yang sudah dikonyugasi menjadi stercobilinogen yang kemudian dioksidasi dan
diekskresikan bersama feses. Pada keadaan dimana tidak adanya bakteri pada usus,
bilirubin mengalami de-konyugasi oleh β-glucuronidase dan kembali diabsorbsi dalam
tubuh, peristiwa ini disebut entero-hepatic circulation.
2. Susu ASI mengandung metabolite progesteron yang disebut 3-alpha-20-beta pregnanediol.
Metabolte ini menghambat aksi enzim uridine diphosphoglucuronic acid (UDPGA)
glucuronyl transferase yang bertanggung jawab untuk mengkonyugasi bilirubin. Pada bayi
yang baru lahir, aktifitas glucoronyl tranferase hanya 0,1 – 1% dibandingkan pada orang
dewasa, oleh karena itu glucoronyl tranferase sebenarnya amat dibutuhkan pada bayi yang
baru lahir. Dan semakin lama dihambatnya glucoronyl tranferase, maka semakin tinggi
level bilirubin dalam darah.
3. Sebuah enzim di air susu ibu yang disebut lipoprotein lipase meningkatkan konsentrasi
nonesterified free fatty acids yang menghambat hepatic glucuronyl transferase, sehingga
terjadi penurunan level bilirubin yang sudah dikonyugasi.
Tata laksana
Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan air
putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan
penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan tertentu bayi perlu
diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada ikterus dini atau ikterus karena
ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai dengan tata laksana hiperbilirubinemia.
Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat mungkin ibu
tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan menggunakan cangkir supaya
bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal menggunakan cangkir, maka dapat
diberikan dengan pipa orogastrik atau nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak
mengganggu refleks isapnya. Kegiatan menyusui harus sering ( 1-2 jam sekali ) untuk
mencegah dehidrasi, kecuali pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3
jam sekali..
Ikterus dini yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi,
sehingga memerlukan tata laksana sebagai berikut :
1. Jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi saja
2. Dilakukan skrining hipotiroid
3. Jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin di total.
D. ERYTHTROBLASTOSIS FOETALIS (IKTERUS HEMOLITIK)
Definisi
Saat mengandung, terjalin suatu hubungan special antara ibu dan janin. Janin
menerima segala hal dari ibu melalui plasenta. Tetapi janin terbentuk dari penyatuan gen ibu
dan ayah, kadang dapat terjadi pertentangan antara ibu dan janin. Salah satunya adalah
erythroblastosis foetalis.
Erythroblastosis foetalis adalah peningkatan penghancuran Sel Darah Merah (Red
Blood Cell) janin akibat antibody (sel pertahanan tubuh) ibu yang masuk ke janin lewat
plasenta dan menghancurkan antigen (tanda pengenal benda asing) yang terdapat di Sel
Darah Merah janin. Penyakit ini penyebab penting terjadinya anemia/kurang darah dan
jaundice/kulit kuning pada bayi baru lahir.
Etiologi
Darah memiliki 60 macam antigen yang berbeda
dipermukaan selnya, dan antigen yang paling sering
menyebabkannya adalah antigen D dari rhesus dan antigen ABO dari golongan darah,
sedangkan antigen lain adalah CW, CX, DU, K (Kell), M, Duffy, S, P, MNS, Xg, Lutheran,
Diego, dan Kidd (tapi jarang). Hal inilah yang menyebabkan darah setiap individu berbeda
(contoh sederhana adalah perbedaan golongan darah). Janin terbentuk dari penggabungan
ayah dan ibu sehingga bias saja antigen yang ada pada janin berbeda dengan ibu. Akibatnya
imunitas ibu menganggap darah janin sebagai benda asing yang berbahaya dan mengeluarkan
antibody yang nantinya akan menempel pada antigen Sel Darah Merah janin dan
menghancurkannya. Terjadi bila :
a. Bila ibu rhesus negatif dan janin rhesus positif
Hal ini tidak pernah terjadi di kehamilan pertama karena ibu belum tersensitasi
dengan antigen janin, tapi gejala akan semakin hebat pada kehamilan berikutnya.
Persentasi janin akan rhesus positif bila ayah rhesus positif adalah 50%, tetapi
kemunculan penyakit hanya 10%.
b. Bila golongan darah ibu berbeda dari golongan darah janin (incompatibilitas
golongan darah)
Penyakit ini dapat muncul pada kehamilan pertama dan menetap untuk kehamilan
berikutnya. Presentasi janin berbeda golongan darah bila golongan darah ayah
berbeda dengan ibu adalah 20-25%, tetapi hanya 15% yang beresiko terkena dan
hanya 0,3-2,2% yang berkembang menjadi penyakit.
c. Perbedaan antigen lainnya
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa darah mengandung banyak sekali antigen,
persentasi munculnya adalah 5%
Gejala klinis
Gejala yang timbul dapat sangat ringan (hanya diketahui dari hasil laboratorium saja)
hingga gejala yang berat (kematian janin). Gejala yang tampak adalah sebagai berikut :
a. Bayi terlihat pucat lalu menjadi kuning pada hari pertama setelah lahir
b. Terdapat pembesaran hati (hepatomegali)
c. Spleen membengkak (spleenomegali)
d. Tanda-tanda gagal jantung (pembesaran jantung, distress pernafasan)
e. Bengkak seluruh tubuh (edema anasarka)
f. Kegagalan sirkulasi
Bila gejala edema anasarka sudah muncul dari kandungan (biasa disebut hidrops fetalis),
maka nantinya dapat menimbulkan kematian dalam Rahim dan mati sesaat setelah lahir.
Sedangkan pada perbedaan golongan darah, gejala lebih ringan, hanya bayi menjadi kuning
24 jam setelah lahir dan berkembang menjadi kernicterus yang berbahaya bagi bayi
Pencegahan
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dini janin sebelum
terjadinya erythroblastosis foetalisadalah sebagai berikut:
a. Ayah dan ibu menjalani tes incompatibility darah untuk melihat golongan darah
mereka bertentangan atau tidak.
b. Ibu menjalani tes antibody terhadap antigen D pada minggu kehamilan 12-16,
28-32, dan 36. Bila titer menigkat maka positif terkena.
c. Janin dapat diperiksa dengan ultrasonografi, amnionsintesis,, dan Percutaneus
Umbilical Blood Sampling (PUBS), minimal pada usia jani 18-20 minggu
Penatalaksanaan
Untuk janin dapat dilakukan transfusi PRC (packed Red Cell) melalui vena
umbilical bila hematokrit janin < 30% atau sudah timbul hidrops fetalis. Transfuse dilakukan
setiap 3-5 minggu sekali dengan target hematokrit 45-55%. Dapat juga dilakukan persalinan
bila paru-paru janin matang, timbul fetal distress, timbul komplikasi PUBS dan usia
kehamilan 35-37 minggu.
Pada bayi, bila disebabkan perbedaan rhesus, sebaiknya bayi dilahirkan pada rumah
sakit dengan fasilitas perawatan neonatal yang baik dan lengkap karena bayi mungkin
membutuhkan transfuse darah dan perawatan intensif hingga keadaan stabil. Sedangkan pada
perbedaan golongan darah, bayi cukup dilakukan fototerapi dengan sinar blue light atau
transfuse darah bila anemia berat
Pemberian human anti-D globulin (RhoGAM) pada masa kehamilan 28-32 minggu
dan pada saat persalinan (72 jam sebelum persalinan) akan menurunkan resiko
erythroblastosis foetalis menjadi 1%. Tetapi tingkat keberhasilan ini harus didukung dengan
perawatan antenatal yang baik, deteksi dini penyakit dan persalinan yang minimal tindakan
infasive pada ibu.
E. ATRESIA BILIARIS
Defenisi
Suatu keadaan dimana saluran empedu tidak dapaat terbentuk atau berkembang secara
normal. Fungsi empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut
garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak didalam usus halus pada atresia
biliaris terjadi sumbatan aliran empedu
Angka kejadian
Insidens atresia biller adalah 1/10.000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup. Rasio atresia
bilier pada anakperempuan dan anak laki-laki 1,4 : 1. Dari 904 kasus atresia bilier yang
terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam
(20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) danIndian Amerika (1,5%)
Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18
dan 21; serta terdapatnya anomali atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat
bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena
infeksi atau iskemi.
Patofisiologi
Patofisiologi atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan gambaran
histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik mengalami kerusakan secaraprogresif. Pada
keadaan lanjut proses inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan
mengalami kerusakan yang progresif pula.
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut
a. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
b. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus,
dan kandung empedu semuanya normal). Obliterasi duktus bilierkomunis,
duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung empedu normal.
c. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obli- terasi, sampai ke
hilus.
Manifestasi Klinis
Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah
iktcrus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap. Namun, tidak ada satu pun gejala atau
tanda klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi biasanya baik.
Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 dan 5. Kolestasis
ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Sehubungan dengan itu sebagai
upaya penjaring kasar tahap pertama, dianjurkan melakukan pengumpulan tinja 3 porsi. Bila
selama beberapa hari ketiga porsi tinja tctap akolik, maka kemungkinan besar diagnosisnya
adalah kolestasis ekstrahepatik. Sedangkan pada kolestasis intrahepatik, warna tinja dempul
berfluktuasi pada pcmcriksaan tinja 3 porsi.
DIAGNOSIS
Diagnosis atresia bilier ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis utama atresia bilier adalah tinja akolik, air kemih
seperti air teh, dan ikterus. Ada empat keadaan klinis yang dapat dipakai sebagai patokan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan
ekstrahepatik, yaitu: berat badan lahir, warna tinja, umur penderita saat tinja mulai akolik,
dan keadaan hepar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk
membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah, urin, tinja);
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati;
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah
tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai
dengan obstruksi total. Peningkat-an kadar SGOT/SGPT> 10 kali dengan pcningkatan
gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT< 5 kali dengan peningkatan gamma GT > 5 kali, lebih mengarah ke
kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rcndah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan
alkali fosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif,
tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan
visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya
10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka asam empedu di
dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier
.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwaakurasi diagnostikUSG 77% dan dapat ditingkatkan bila
pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah
minum. Bilapada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier
kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak
ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung
diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I/distal
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai
akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan
fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasis
intrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus
normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya ke
usus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang
berat juga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik
(penyebaran isotop di hati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan
petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan
DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam
mendeteksi atresia bilier, yang terbaik adalah menggabungkan basil pemeriksaan USG dan
sintigrafi
c) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) mcrupakan
upaya diagnostik dini yangberguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis
intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap
sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%, sehingga
dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, dan bahkan
berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai
ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus
100 ,200 u atau 150 ,400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya
menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk
menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang
mengarah ke atresiabilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi
pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia
bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk
melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
.
PENATALAKSANAAN
Selama evaluasi, pasien dapat diberi :
A) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam
litokolat), dengan memberikan :
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim
glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzim
sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+,K+, ATPase (menginduksi aliran
empedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 3 sampai 10
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik
B) Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu:
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larutdalam lemak.
C) Terapi bedah
Bila pengobatan sudah tidak berguna dimana bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk> 4
mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan uji
prednison selama 5 hari.Gamma-GT meningkat > 5 kali Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsi.
Pada sintigrafi hepatobilier tidak ditemukan ekskresi ke usus. Setelah diagnosis atresia bilier
ditegakkan, maka segera dilakukan intervensi bedah portoenterostomi terhadap atresia bilier
yang correctable yaitu tipe I dan II. Pada atresia bilier yang non-correctable terlebih dahulu
dilakukan laparatomi
eksplorasi untuk menentukan patensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan
bantuan frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang paten, maka dilakukan operasi
Kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang paten, tetap dikerjakan operasi Kasai
dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila mungkin
untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang). Ada peneliti yang men-
yatakan adanya kasus-kasus atresia bilier tipe III dengan keberhasilan hidup > 10 tahun
setelah menjalani operasi Kasai
Di negara maju dilakukan transplantasi hati terhadap penderita :
atresia bilier tipe III yang telah mengalami sirosis
* kualitas hidup buruk, dengan proses tumbuh kembang yang sangat terhambat pasca operasi
portoenterostomi yang tidak berhasil memperbaiki aliran empedu
PROGNOSIS
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila
operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhsilannya 71 sampai 86%,
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya
34 sampai 43,6%. Bila operasi Kasai dilakukan pada usia 1 samapi 60 hari, 61 sampai70 hari,
71 sampai 90 hari dan > 90 hari, maka masing-masing akan memberikan kebcrhasilan hidup
> 10 tahun sebesar 73%, 35%, 23%, dan 11%. Scdangkan bila operasi tidak dilakukan, maka
angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10%dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan.
Anak termuda yang mengalami operasi . Kasai berusia 76 jam
Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi
> 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier
ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi pcnyulit hipertensi portal