dasar teori difraksi

13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gelombang memiliki suatu sifat yang sangat menarik ketika dipelajari diantaranya yaitu gelombang dapat dibelokkkan dengan diberi rintangan. Peristiwa pembelokkan dengan rintangan tersebut dikenal dengan difraksi. Sesuai dengan teori Huygens, kita dapat memandang difraksi dari interferensi sebagai sederet sumber titik yang memenuhi lebar celah. Untuk dapat lebih memahami dan mengerti prinsip kerja dari difraksi terutama difraksi Fraunhofer, gejala fisisnya dan aplikasinya maka dilakukan percobaan difraksi. 1.2 Tujuan Praktikum Tujuan praktikum ini adalah mempelajari dan memahami prinsip kerja difraksi Fraunhofer, gejala fisisnya, dan aplikasinya. 1.3 Permasalahan Permasalahan dalam praktikum ini adalah bagaimana cara mengetahui peristiwa difraksi dari interferensi sebagai sederet sumber titik yang memenuhi lebar celah, juga bagaimana mengetahui gejala difraksi dan aplikasinya. 1

Upload: mohammed-niqris

Post on 31-Jul-2015

817 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar Teori DIFRAKSI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gelombang memiliki suatu sifat yang sangat menarik ketika dipelajari

diantaranya yaitu gelombang dapat dibelokkkan dengan diberi rintangan. Peristiwa

pembelokkan dengan rintangan tersebut dikenal dengan difraksi. Sesuai dengan teori

Huygens, kita dapat memandang difraksi dari interferensi sebagai sederet sumber titik

yang memenuhi lebar celah. Untuk dapat lebih memahami dan mengerti prinsip kerja

dari difraksi terutama difraksi Fraunhofer, gejala fisisnya dan aplikasinya maka dilakukan

percobaan difraksi.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah mempelajari dan memahami prinsip kerja difraksi

Fraunhofer, gejala fisisnya, dan aplikasinya.

1.3 Permasalahan

Permasalahan dalam praktikum ini adalah bagaimana cara mengetahui peristiwa

difraksi dari interferensi sebagai sederet sumber titik yang memenuhi lebar celah, juga

bagaimana mengetahui gejala difraksi dan aplikasinya.

1.4 Sistematika Laporan

Laporan ini terdiri atas Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,

tujuan dan permasalahan dalam percobaan serta sistematika laporan. Bab II Dasar

Teori, yang berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan tema percobaan.

Kemudian Bab III Metodologi Percobaan berisi tentang peralatan yang digunakan

dalam percobaan serta prosedur percobaan. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan,

tentang analisa data percobaan beserta dengan pembahasannya. Bab V berisi tentang

tugas khusus yang diberikan, kemudian Bab VI Kesimpulan tentang kesimpulan hasil

percobaan. Terakhir adalah Daftar Pustaka dan lampiran data hasil percobaan.

1

Page 2: Dasar Teori DIFRAKSI

BAB II

DASAR TEORI

Difraksi adalah suatu sifat gelombang yang dapat dibelokkan oleh rintangan .

Apabila cahaya melalui celah yang begitu besar, baying-bayang tepian dari celah akan

tampak atau terlihat dengan jelas. Meskipun demikian, apabila cahaya melalui celah

sempit, baying-bayang dari tepian celah tampak kabur. Kekaburan ini dapat dipahami

bila kita pikirkan cahaya dapat melentur setelah melewati tepian celah. Lenturan cahaya

pada tepian penghalang ini disebut sebagai gejala difraksi. Difraksi dapat dijelaskan

sehubungan dengan sifat gelombang dari cahaya.

Francesco Grimaldi menunjukkan bahwa bagian tepi dari baying-bayang suatu

penghalang akan terlihat kabur apabila dilihat dengan seksama. Gejala ini dapat dilihat

dijelaskan dengan menganggap cahaya melentur ataupun membengkok di sekitar tepian

penghalang, seperti gelombang melentur di sekitar tepian penghalang. Gejala difraksi ini

agak sulit atau sukar diamati, hal ini disebabkan karena panjang gelombang cahaya

sangat kecil. Panjang gelombang cahaya yang sangat kecil ini menyebabkan gejala

difraksi cahaya dapat diamati apabila gelombang cahaya melalui celah yang sangat

sempit pula.

Selain itu Thomas Young juga mengadakan percobaan untuk menguji hipotesa

dari Grimaldi. Young memperkirakan bahwa cahaya yang mengalami difraksi apabila

melalui celah sempit akan membentuk pola interferensi. Percobaan Young ini

menunjukkan hubungan antara pola interferensi yang disebabkan oleh difraksi

gelombang.Menurut prinsip Huygens, apabila cahaya dating pada suatu celah maka

semua titik-titik pada celah tersebut menjadi sumber gelombang sekunder, yang

memancarkan gelombang-gelombang baru yang disebut gelombang terdifraksi.

2

Page 3: Dasar Teori DIFRAKSI

Gb 2.1 Difraksi pada celah sempit yang panjang.

Peristiwa difraksi dapat ditinjau sebagai kumpulan dari peristiwa interferensi.

Untuk meninjau difraksi celah selebar b, maka diandaikan pada celah tersebut ada lima

sumber cahaya: A, B, C, D dan E. Hasil dari interferensi merusak terjadi apabila antara

dua sinar mempunyai beda lintasan

r1 – r2 = ( ) x n

dengan n= bilangan ganjil.

Apabila kita tinjau dari sinar yang jatuh di A dan di C, maka selisih panjang lintsannya:

rC - rA = CF = b sin = n ( )

Jadi untuk n= 1, 3, 5,. . . dua sinar tersebut, seperti halnya untuk pasangan sinar

lain yang berjarak b/ 2 juga akan menghasilkan interferensi merusak, sehingga tidak ada

gelombang yang teramati dalam arah . Sekarang kita akan meninjau titik A dan B yang

berjarak b/ 4, maka beda lintasan sinar A dan B adalah:

rB - rA = BG = b sin = ( ) ( )

dengan n= 2, 6, 8, . . . , kedua sinar dari A dan B tersebut seperti halnya pasangan sinar-

sinar lain yang berjarak b/ 4 akan menghasilkan interferensi destruktif.

3

Page 4: Dasar Teori DIFRAKSI

Apabila cara tersebut diatas diulang terus menerus, hingga semua bilangan bulat

tercakup, maka disimpulkan bahwa intensitas nol terjadi apabila b sin = n untuk n

0. Jadi intensitas nol terjadi untuk

Sin = / b ; 2 b ; 3 / b

Antara setiap titik berintensitas nol terjadi intensitas maksimum, namun secara

berangsur-angsur intensitas berkurang terhadap orde yang semakin besar. Untuk panjang

gelombang yang sangat kecil dibandingkan ukuran lebar celah, maka kedudukan titik-

titik berintensitas nol terhadap pusat yang berintensitas maksimum dapat didekati sebagai

sin = / b

Pada gelombang mekanik, misalnya gelombang pada permukaan air, bila

dipasang penghalang, pada tepian penghalang akan terjadi gejala lenturan gelombang.

Gejala ini juga terjadi pada cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Gejala difraksi

pada cahaya akan terlihat pola gelap-terang, tetapi gejala ini agak sukar diamati karena

panjang gelombang cahaya sangat kecil. Gejala difraksi cahaya disebabkan oleh tepian

penghalang yang berupa tepi silet.

Seberkas cahaya yang sejajar dengan monokhromatik dating pada celah tunggal

lebar d. Setelah cahaya melalui celah akan mengalami lenturan dan terjadi pola difraksi

berupa garis-garis terang-gelap pada layer. Pada gambar 2.2 celah AB dibagi menjadi 2k

bagian sama besar dan setiap bagian diberi nama x1, x2, . . . ,xk, xk+1, . . . , x2k.

4

Page 5: Dasar Teori DIFRAKSI

Gb 2.2 celah AB yang dibagi menjadi 2k sama besar

Setiap bagian kecil dari celah dianggap sebagai sumber yang koheren. Pada arah = 0

terhadap normal kisi terjadi garis terang pada layer. Garis terang ini melebar sehingga

merupakan pita terang yang makin ke tepi makin redup. Pada arah dengan d sin =

terjadi garis gelap. Hal ini karena gelombang dari setiap bagian celah mempunyai fase

yang sama setelah sampai pada layer. Selisih fase antara gelombang dari pasangan-

pasangan bagian x1 dan x k+1, x 2 dan x k+2, x 3 dan xk+3, . . . , xk, x 2k adalah:

Terang pertama terjadi pada arah , dan sin = 1 . Pada arah ini celah dibagi

menjadi 3k bagian kecil-kecil sama besar. Apabila kita amati, k bagian pertama dengan k

bagian kedua berselisih fase , sehingga saling meniadakan. K bagian ketiga membuat

garis terang pada layer dengan intensitas dan lebar lebih kecil disbanding dengan garis

terang pertama. Gelap kedua terjadi pada arah , dan sin = 2. Pada arah ini celah

dibagi menjadi 4k bagian kecil-kecil sama besar. Kita lihat bahwa k bagian pertama

dengan k bagian kedua berselisih fase , sehingga saling meniadakan. Demikian halnya

dengan k bagian ketiga dan k bagian keempat, juga saling meniadakan. Sehubungan

dengan hal tersebut, pada arah ini terjadi garis gelap pada layer. Apabila cara ini

diteruskan akan diperoleh perumusan:

Terlihat terang pada arah , bila

d sin = 0 (terang pusat)

atau

d sin = (2n – 1) ; n= 1, 2, 3, . . .

Dari perumusan di atas tampak bahwa lebar terang pusat sama dengan dua kali lebar

terang pertama, kedua, dan seterusnya. Apabila yang dating pada celah adalah cahaya

5

Page 6: Dasar Teori DIFRAKSI

polikhromatik, pola difraksi yang terjadi pada layer adalah terang pusat, yaitu putih,

sedangkan terang berikutnya adalah berupa spectrum.

Pada difraksi oleh celah tunggal, pola difraksi yang dihasilkan pada layer jika

digunakan cahaya monokhromatik adalah garis terang dan garis gelap yang bergantian

letaknya. Difraksi karena lubang (kecil) yang bulat menimbulkan pola berupa lingkaran

terang dikelilingi lingkaran gelap secara berganti-ganti. Lingkaran gelap pertama

membuat sudut .

Sin =

Dimana D= diameter lubang

= panjang gelombang cahaya yang digunakan

Sebuah titik benda (cahaya) yang dilihat dengan peralatan optic akan diperoleh

bayangan berupa lingkaran terang. Apabila suatu peralatan optic digunakan untuk

mengamati dua titik sumber difraksi akan dihasilakan dua lingkaran terang. Kedudukan

dua lingkaran terang tersebut digunakan untuk menentukan apakah kedua titik sumber

tersebut dapat dibedakan (terlihat terpisah) atau tidak. Dua titik sumber dapat kita lihat

secara terpisah (dapat dibedakan ), bila terang pusat (maksimum) pola difraksi dari

sumber pertama berimpit dengan pola difraksi minimum dari titik sumber kedua.

Apabila terdapat dua buah sumber yang berjarak d, sedangkan jarak antara kedua

sumber ke lensa adalah L dan kedua sumber tersebut membuat sudut terhadap lensa.

Bayangan kedua sumber yang dibentuk lensa adalah dua lingkaran terang dengan pusat

S1’ dan S2’. Apabila diameter lensa D, d minimum agar kedua sumber dapat dibedakan

adalah:

Sin (min) =

Karena kecil, maka sin tg

, sehingga dmin =

6

Page 7: Dasar Teori DIFRAKSI

BAB III

PERALATAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Peralatan dan Komponen Percobaan

Laser He-Ne

Sifat dengan lebar dan macam bervariasi

Layar dan kertas millimeter

Meteran dan penggaris

CD

3.2 Prosedur Percobaan

7

Page 8: Dasar Teori DIFRAKSI

a) Mengamati peralatan percobaan laser He-Ne, slit/ pinhole/ kawat dan layer seperti

gb 3.1 dan mencatat jarak dan posisi peletakkan peralatan serta lebar slit dan

macam slit.

b) Menggambar pola frinji difraksi Franhoufer tersebut.

c) Pola difraksi dengan satu celah/ slit:

Mengatur layer pada jarak z 25 cm dan slit

Mengukur interval d pada layer dan memasukkan harga yang diperoleh pada

table I.

Mengulangi langkah diatas untuk posisi layer pada jarak 25-150 cm dengan

kenaikkan 25 cm dari layar. Mengisikan hasilnya pada table. Melakukan

untuk kedua lebar slit yang berbeda tersebut.

d) Pola difraksi dengan dua celah/ slit:

Mengatur layer pada jarak = 25 cm dari slit.

Mengukur interval d pada jarak layer dan memasukkan harga yang diperoleh

pada tabel.

Mengulangi langkah diatas untuk posisi layar pada jarak 25-150 cm dengan

kenaikkan 25 cm dari layer. Mengisikan hasilnya pada table.

e) Pola difraksi dengan banyak celah/ slit:

Mengatur layer pada jarak z = 50 cm dari slit. Mengamati pola pada layar.

Memindahkan layer dari jarak sebesar 7 5 cm.

Mengamati pola yang terjadi pada layer. Membandingkan dengan pola yang

terjadi pada jarak 50 cm dan pada satu dan dua celah.

f) Pola grating suatu CD yang terdiri dari banyak celah:

Mengenakan CD pada sinar laser seperti gb 3.2 sehingga terbentuk pola gelap

terang pada layer.

Mengukur jarak pada z= 25 cm dari CD. Menghitung besar interval d pada

layer dan memasukkan harga yang diperoleh pada table.

Melakukan untuk CD yang mempunyai informasi dan CD kosong serta CD

dengan bentuk yang berbeda.

Mengamati pola yang terjadi dan membandingkan antar ketiganya.

8

Page 9: Dasar Teori DIFRAKSI

SLIT LAYAR

Gambar 3.1 Susunan Peralatan Percobaan

LASER

DISK

LAYAR

Gambar 3.2 Susunan Peralatan Percobaan

9

LASER