dasar peta

41
Arif : Perpetaan Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 1 I. PENGERTIAN DAN TUJUAN A. PENGERTIAN 1. Peta Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lain yang diinginkan. Sedangkan Perpetaan (Kartografi) adalah suatu ilmu, keterampilan dan seni dalam membuat peta, sehingga menjadikan peta sebagai suatu dokumen yang selain bersifat ilmiah juga indah sebagai suatu karya seni. Pada suatu peta disajikan informasi unsur-unsur di suatu bagian permukaan bumi dengan cara memilih, menseleksi dan melakukan generalisasi. Jenis, jumlah dan kelengkapan informasi disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan peta. Jadi pembuatan peta merupakan suatu proses dalam menjajikan informasi mengenai keadaan permukaan bumi pada bahan (biasanya) kertas menurut aturan-aturan kartografi. Prosesnya dimulai dari mengolah informasi ke dalam bentuk simbol-simbol/tanda, merancang (mendesain) peta, menggambar sampai pencetakannya. 2. SKALA PETA Skala Peta adalah perbandingan antara suatu jarak di peta dengan jarak yang sama sebenarnya di lapangan. Penentuan besar-kecilnya skala peta berkaitan erat dengan tujuan penggunaan peta, untuk keperluan pekerjaan teknis/fisik di lapangan, diperlukan peta-peta dengan skala besar yang dapat memberikan data dan informasi lapangan setempat secara detail. Sedangkan untuk keperluan perencanaan umum, misalnya untuk rencana tata ruang tingkat propinsi, peta yang diperlukan mempunyai skala lebih kecil tapi mencakup daerah yang jauh lebih luas.

Upload: bambang-periambodo

Post on 03-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

pengetahuan tentang peta

TRANSCRIPT

Page 1: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

1

I. PENGERTIAN DAN TUJUAN

A. PENGERTIAN

1. Peta

Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar

yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan

menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lain yang diinginkan.

Sedangkan Perpetaan (Kartografi) adalah suatu ilmu, keterampilan dan seni

dalam membuat peta, sehingga menjadikan peta sebagai suatu dokumen yang

selain bersifat ilmiah juga indah sebagai suatu karya seni. Pada suatu peta

disajikan informasi unsur-unsur di suatu bagian permukaan bumi dengan cara

memilih, menseleksi dan melakukan generalisasi. Jenis, jumlah dan

kelengkapan informasi disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan

peta.

Jadi pembuatan peta merupakan suatu proses dalam menjajikan

informasi mengenai keadaan permukaan bumi pada bahan (biasanya) kertas

menurut aturan-aturan kartografi. Prosesnya dimulai dari mengolah informasi

ke dalam bentuk simbol-simbol/tanda, merancang (mendesain) peta,

menggambar sampai pencetakannya.

2. SKALA PETA

Skala Peta adalah perbandingan antara suatu jarak di peta dengan jarak

yang sama sebenarnya di lapangan. Penentuan besar-kecilnya skala peta

berkaitan erat dengan tujuan penggunaan peta, untuk keperluan pekerjaan

teknis/fisik di lapangan, diperlukan peta-peta dengan skala besar yang dapat

memberikan data dan informasi lapangan setempat secara detail. Sedangkan

untuk keperluan perencanaan umum, misalnya untuk rencana tata ruang

tingkat propinsi, peta yang diperlukan mempunyai skala lebih kecil tapi

mencakup daerah yang jauh lebih luas.

Page 2: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

2

a. Jenis skala peta

a.1. Skala Numeris,

Dalam hal ini, skala Peta adalah angka yang menunjukkan

perbandingan dari suatu jarak di peta dengan jarak yang sama sebenarnya

di lapangan, skala numeris disebut juga skala angka.

Contoh:

Jika jarak antara dua titik di lapangan 5,0 km dan kedua titik itu

digambarkan di peta dengan jarak 5,0 cm, maka skala peta tersebut

adalah;

5 cm 5 cm ---------- = ---------------- = atau ditulis 1 : 100.000 5 km 500.000 cm

a.2.Skala Grafis

Cara lain untuk menyatakan skala peta adalah dengan menggambar

suatu garis pada bagian informasi peta, di mana pada garis tersebut dibuat

bagian-bagian/segmen garis yang panjangnya menunjukkan jarak di

permukaan bumi, sehingga skala ini sering disebut juga skala garis.

Contoh :

Gambar 1.1 Skala grafis

Pada gambar di atas menunjukkan panjang setiap segmen garis pada

peta 1 cm menunjukkan jarak di permukaan bumi sepanjang 1 km. Suatu

peta harus memuat sekaligus skala angka dan skala grafis. Skala peta

menentukan jumlah dan kelengkapan unsur informasi yang disajikan.

Semakin besar skala peta makin banyak dan lengkap unsur yang dapat

disajikan selembar peta.

Page 3: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

3

Umumnya skala peta dapat digolongkan atas:

1. Skala besar; sampai dengan 1 : 10.000

2. Skala sedang; 1 : 25.000 sampai dengan 1 : 100.000

3. Skala kecil; lebih kecil dari 1 : 100.000

b. Mengubah skala peta

Jika diperlukan peta suatu daerah yang lebih kecil dari aslinya

(original map), maka dilakukan pengecilan skala peta atau pembuatan peta

turunan, yaitu pembuatan peta dengan cara memperkecil skala peta tanpa

melakukan pengukuran di lapangan.

Misalnya suatu peta skala 1 : 100.000 dibuat dari peta skala 1:

50.000. Sedangkan sebaliknya, yaitu memperbesar skala peta tidak

diperkenankan, karena peta asli yang dibuat mempunyai ketelitian dan

kelengkapan unsur yang sesuai dengan skalanya, suatu peta dengan skala

besar mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan lengkap dari pada peta

dengan skala kecil.

3. KARAKTERISTIK DAN FUNGSI PETA

a. Karakteristik Peta

Sebuah peta yang menyajikan informasi permukaan bumi, secara

umum mempunyai Karekteristik sebagai berikut:

Gambar disajikan pada bidang datar dalam bentuk 2 dimensi;

Merupakan bentuk reduksi dari keadaan sebenarnya;

Telah mengalami proses generalisasi sehingga tidak semua informasi

dapat tersaji;

Memberi bentuk penegasan dari unsur-unsur di permukaan bumi

(misalnya kontur).

Page 4: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

4

b. Fungsi peta

Selain mempunyai karakteristik, sebuah peta mempunyai fungsi,

yaitu:

Memperlihatkan posisi relatif dari suatu titik/tempat;

Memperlihatkan ukuran dalam pengertian arah dan jarak;

Memperlihatkan berbagai bentuk dan unsur di permukaan bumi

Menghimpun dan memilah data dan informasi dari permukaan bumi.

4. KLASIFIKASI PETA

Peta-peta dapat berbeda satu dengan lainnya baik dalam penyajian

maupun subyek yang digambarkannya, sehingga peta diklasifikasikan

menurut sifat dan penggunaannya yaitu;

a. Peta Dasar

Peta dasar adalah peta yang dijadikan dasar untuk perencanaan

umum wilayah dan pembuatan peta tematik, karena itu peta dasar adalah

peta yang bersifat umum. Peta Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI) yang

dibuat oleh BAKOSURTANAL sejak tahun 1992 adalah peta yang dijadikan

peta dasar nasional dan dapat digunakan oleh semua instansi. Peta RBI

dibuat dengan skala 1 : 100.000, 1 : 50.000 dan 1 : 25.000, sebagian

wilayah Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur telah dibuat peta dengan skala 1 :

10.000. Selain Peta RBI yang bersifat umum, ada juga peta dasar yang

bersifat khusus misalnya peta dasar kehutanan yang digunakan sebagai

peta dasar khusus di bidang kehutanan.

b. Peta Tematik

Tema peta adalah subyek yang disajikan pada isi peta dan menjadi

judul peta. Jadi peta Tematik adalah peta yang hanya menyajikan subyek

tertentu sesuai dengan judul peta tersebut, misalnya; “ Peta Tata Batas

Kawasan Taman Nasional Kutai”, “Peta Tata Guna Lahan di Kabupaten

Bogor”.

Page 5: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

5

Peta tematik dapat dibuat oleh berbagai instansi pemerintah dan

swasta misalnya Kehutanan, pertanian, perkebunan, geologi, kelautan dan

lain-lain. Peta tematik ada yang memuat satu tema atau lebih dari satu

tema (dua atu tiga tema).

Informasi dalam suatu peta tematik adalah suatu bahasa peta yang

mengandung pesan-pesan hanya kepada kelompok pengguna peta

tertentu. Untuk kemudahan dalam registrasi dan dokumentasi,

pengarsipan peta tematik dapat dikelompokkan menurut tahun, sifat, tema

dan wilayah yang dipetakan.

B. TUJUAN

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa tujuan perpetaan (Kartografi) adalah mengumpulkan, menganalisa

dan menyajikan data dan informasi dari berbagai unsur permukaan bumi

secara grafis dengan proyeksi dan perbandingan (skala) tertentu, sehingga

dapat dilihat, dipelajari, dimengerti dan digunakan oleh para pengguna

peta.

Page 6: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

6

II. PROYEKSI PETA

I. LEMBAR INFORMASI

A. PENGERTIAN PROYEKSI PETA

Proyeksi Peta merupakan pemindahan posisi titik dari bidang lengkung

permukaan bumi yang dinyatakan dalam system koordinat geodetic (lintang

(φ) dan bujur (λ)) ke posisi titik pada bidang datar (bidang peta) yang

dinyatakan dalam system koordinat siku-siku bidang datar Cartesius (X,Y).

Sistem Proyeksi (peta) adalah teknik-teknik yang digunakan untuk

menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang

mendekati bentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi

sesedikit mungkin. Jadi proyeksi peta memberikan hubungan antara posisi titik-

titik di muka bumi dan di peta (gambar 2.1).

Gambar 2.1.: Prinsip Proyeksi dari bidang bola ke bidang datar

Bentuk bumi bukanlah bola tetapi lebih menyerupai ellips 3 dimensi atau

ellipsoid. Istilah ini sinonim dengan istilah spheroid yang digunakan untuk

menyatakan bentuk bumi. Karena bumi tidak uniform, maka digunakan istilah

Page 7: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

7

geoid untuk menyatakan bentuk bumi yang menyerupai ellipsoid tetapi

dengan bentuk muka yang sangat tidak beraturan. (gambar 2.2.).

Gambar 2.2 Model Bentuk Bumi

Karena bentuk bumi yang tidak beraturan tersebut, maka sulit

melakukan perhitungan-perhitungan dari hasil pengukuran. Untuk itu perlu

dipilih bidang alternatif yang teratur dan mendekati bentuk fisik bumi secara

umum, bidang itu disebut bidang ellipsoid (Gambar 2.3), yaitu bidang ellips 3

dimensi yang merupakan pendekatan untuk geoid, disebut juga bentuk

spheroid.

Page 8: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

8

Gambar 2.3: Bentuk Ellipsoid

Untuk menghindari kerumitan model matematik geoid, maka dipilih

model ellipsoid terbaik pada daerah pemetaan, yaitu yang penyimpangannya

terkecil terhadap geoid. WGS-84 (World Geodetic System) dan GRS-

1980 (Geodetic Reference System) adalah ellipsoid terbaik untuk

keseluruhan geoid. Penyimpangan terbesar antara geoid dengan ellipsoid WGS-

84 adalah 60 m di atas dan 100 m di bawah-nya. Bila ukuran sumbu panjang

ellipsoid (a = jari-jari lingkaran ekuator) WGS-84 adalah 6 378 137 m dengan

rasio kegepengan ke arah kutub-kutub 1/298.257.

Indonesia dengan banyak negara lainnya, menggunakan ukuran

ellipsoid ini untuk pengukuran dan pemetaan. Selanjutnya dengan

menggunakan Ellipsoid Reference (ER) yang sama (WGS 84), sejak 1996

pemetaan nasional di Indonesia menggunakan datum geodesi absolut, yaitu

DGN-95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat ER berimpit dengan pusat

masa bumi. Bidang ellipsoid inilah yang akan digunakan sebagai bentuk

matematis dari permukaan bumi. Dengan demikian semua unsur yang

diperoleh dari hasil pengukuran harus dikoreksi dahulu untuk dipindah ke

bidang ellipsoid. Sebaliknya penggambaran dari bentuk ellipsoid ke bidang

datar dilakukan dengan cara-cara tertentu yang disebut dengan proyeksi

peta. Jadi yang dimaksud proyeksi peta disini tidak sama dengan arti proyeksi

Page 9: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

9

yang umum, yaitu dari bidang miring-tegak ke bidang datar. Namun untuk

wiilayah yang tidak luas (maksimum 50 km X 50 km) permukaan bumi dapat

dianggap sebagai bidang datar, sehingga pemetaan untuk wilayah tersebut

dapat langsung digambar dari hasil pengukuran jarak dan sudut di lapangan

(menggunakan proyeksi secara umum). Pengukuran permukaan bumi seperti

ini disebut plane surveying (pengukuran tanah datar).

Seperti yang telah dijelaskan, Peta adalah gambaran permukaan bumi

pada bidang datar, dimana posisi titik-titik pada peta ditentukan terhadap

suatu sistim koordinat bidang proyeksi, yaitu berupa sumbu siku X dan Y;

sedangkan posisi dari titik-titik pada permukaan bumi ditentukan posisinya

terhadap sistim koordinat Geografis, yaitu menurut garis paralel/lintang (φ)

dan garis meridian/bujur (λ).

Karena permukaan bumi merupakan bidang lengkung yang tak mungkin

didatarkan tanpa adanya distorsi (penyimpangan), maka pemetaan suatu

daerah di permukaan bumi akan mengalami perubahan dari bentuk aslinya.

Perubahan ini mengakibatkan perbedaan bentuk dan luas dari daerah yang

dipetakan, arah serta jarak-jarak dipermukaan bumi yang dipetakan.

Sebenarnya yang paling diinginkan dari hasil pemetaan suatu daerah di

permukaan bumi adalah suatu peta yang ideal, yaitu memenuhi persyaratan :

Luas yang benar

Bentuk yang benar

Arah yang benar

Jarak yang benar

Keempat hal tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus

dalam satu peta, beberapa persyaratan untuk memperoleh peta yang ideal

dapat dipenuhi tapi dengan mengorbankan syarat lainnya. Ada tiga perubahan

(distorsi) yang terjadi pada saat proyeksi dilakukan, yaitu;

Perubahan jarak

Perubahan arah/sudut

Perubahan luas

Page 10: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

10

Cara yang dapat diupayakan untuk meredusir distorsi menjadi seminimal

mungkin adalah;

dengan membagi daerah yang dipetakan dalam daerah-daerah yang

tidak terlalu luas ( < 50 km x <50 km);

menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan serta

tidak mengalami distorsi lebih lanjut, misalnya bidang kerucut dan

silinder sebagai bidang proyeksi.

B. Macam Proyeksi Peta

1. Menurut bidang proyeksi yang digunakan:

a. Proyeksi azimuthal; bidang proyeksinya bidang datar

b. Proyeksi Kerucut; bidang proyeksinya bidang kerucut

c. Proyeksi Silinder; bidang proyeksinya bidang silinder

Gambar 2.4 Macam bidang proyeksi peta

2. Menurut kedudukan sumbu simetri bidang proyeksi

Sumbu simetri bidang proyeksi azimuthal adalah garis yang melalui

pusat bumi dan tegak lurus bidang proyeksi. Sumbu simetri proyeksi

kerucut dan silinder adalah sebagai berikut;

a. Proyeksi normal; sumbu simetrinya berimpit dengan sumbu bumi

b. Proyeksi miring; sumbu simetrinya membentuk sudut dengan sumbu

bumi

Page 11: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

11

c. Proyeksi transversal; sumbu simetrinya tegak lurus sumbu bumi.

Normal miring transversal

Gambar 2.5 Kedudukan sumbu simetri

3. Menurut distorsi yang terjadi/sifat yang dipertahankan;

a. Proyeksi equivalen; luas di peta sama dengan luas di permukaan

bumi (sesuai skala)

b. Proyeksi konform; perbesaran ke arah meridian sama dengan ke

arah paralel sehingga sudut di bidang proyeksi sama dengan sudut

di permukaan bumi (elipsoid)

c. Proyeksi equidistance; jarak di peta sama dengan jarak di

permukaan bumi (sesuai skala)

4. Menurut persinggungan/perpotongan dengan bumi

a. Tangent; bila bidang proyeksi menyinggung bola bumi

b. Secant; bila bidang proyeksi memotong bola bumi

a b

Gambar 2.6 : Persinggungan bidang proyeksi dengan bumi

Page 12: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

12

Dari berbagai macam proyeksi tersebut di atas, setiap negara memilih

proyeksi yang paling sesuai dengan posisi wilayahnya di permukaan bumi

serta keterkaitannya secara global. Proyeksi yang umum digunakan adalah

Proyeksi kerucut normal konform (Polyeder), Proyeksi silinder normal konform

(Mercator), Proyeksi silinder transverse konform (Transverse Mercator/TM dan

Universal Transverse Mercator/UTM). Terbanyak digunakan termasuk oleh

Indonesia adalah Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM).

C. Jenis Sistem Proyeksi Peta

1. Polyeder (Kerucut normal konform)

Gambar 2.7. Proyeksi Polyeder

Proyeksi ini mempunyai ciri/sifat;

▫ Sumbu bidang proyeksi (sumbu kerucut) berimpit dengan sumbu

bumi

▫ Perbesaran ke arah meridian dan paralel sama

Page 13: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

13

▫ Digunakan untuk setiap wilayah permukaan bumi seluas ukuran 20’

x 20’ (kira-kira 37 km x 37 km).

Dari gambar di atas, Proyeksi Polyder tidak cocok untuk bagian

permukaan bumi sekitar ekuator seprti Indonesia dan daerah kutub.

2. Proyeksi Mercator (Silinder Normal Konform)

Dalam proyeksi ini permukaan bumi dilukiskan pada bidang silinder

yang sumbunya berimpit dengan sumbu bumi, kemudian silinder dibuka

sehingga menjadi bidang datar (gambar 2.8.)

Gambar 2.8. Proyeksi Mercator

Proyeksi ini mempunyai ciri/sifat;

▫ Equator diproyeksikan equidistance, artinya panjang equator di bidang

referenci (bola bumi) sama panjangnya dengan di bidang proyeksi.

▫ Proyeksinya adalah konform, artinya perbesaran ke arah meridian sama

dengan ke arah parallel.

▫ Kutub-kutub tidak dapat diproyeksikan

▫ Pada bidang proyeksi (bidang peta), proyeksi garis meridian menjadi

sumbu Y dan proyeksi garis paralel menjadi sumbu X.

Page 14: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

14

3. Proyeksi Transverse Mercator

Ciri-ciri Proyeksi TM adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat

konform. Pada proyeksi ini bidang silinder menyinggung sebuah meridian

pada bola bumi (tangent), meridian ini disebut meridian tengah. Jadi pada

meridian tengah ini tidak terjadi penyimpangan (distorsi).

Gambar 2.9. Silinder Proyeksi Transverse Mercator

Penyimpangan pada sepanjang meridian akan bertambah besar

semakin jauh ke barat dan semakin ke timur dari meridian tengah.

Penyimpangan sepanjang garis paralel akan bertambah besar bila lingkaran

paralel semakin mendekati equator.

Dengan adanya distorsi/penyimpangan tersebut, maka untuk

memperkecil distorsi diupayakan suatu cara, yakni dengan membagi

seluruh permukaan bumi dalam zone-zone yang sempit yang dibatasi oleh 2

garis meridian, pada Proyeksi Transverse Mercator (TM) ini digunakan

lebar zone sebesar 3°. Setiap zone mempunyai meridian tengah sendiri.

4. Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)

Proyeksi UTM adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat

konform. Namun pada proyeksi ini bidang silinder memotong bola bumi

(secant) pada dua meridian (gambar 2.10).

Page 15: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

15

Gambar 2.10 Pemotongan bola bumi pada Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)

Ciri-ciri dan ketentuan Proyeksi UTM adalah;

1. Proyeksi silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini

bidang silinder akan memotong bola bumi (secant) di dua buah

meridian; pada titik I, II. III dan IV seperti pada gambar 2.10 dan

tergambar sebagai garis AB dan DE pada gambar 2.11, dimana pada

kedua meridian ini yang disebut meridian standard tidak terjadi

penyimpangan (distorsi), sehingga faktor skalanya (k) = 1.

2. Meridian tengah zone adalah garis yang melalui titik V dan VI pada

gambar 2.10 dan seperti tergambar sebagai garis CM pada gambar

2.11. Meridian tengah dipakai sebagai sumbu dari sistim grid untuk

setiap zone, meridian standard berjarak 180.000 m dari meridian

tengah (CM). Sepanjang meridian tengah mempunyai faktor skala

penyimpangan (k) = 0,9996.

3. Lebar setiap Zone adalah 6° (gambar 2.10.), sehingga seluruh bagian

bola bumi dibagi dalam 60 zone yang mempunyai meridian tengah

sendiri. Zone nomor 1; dimulai dari daerah yang dibatasi oleh meridian

180° barat dan meridian 174° barat kemudian dilanjutkan ke timur

sampai zone nomor 60 (Gambar 2.12.).

Page 16: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

16

Gambar 2.11 Sistim koordinat UTM

4. Batas paralel tepi utara adalah 84° utara dan batas paralel tepi selatan

80° selatan (gambar 2.11 dan 2.12). Dengan demikian daerah kutub

tidak terproyeksikan pada UTM ini. (diproyeksikan dengan sistim

proyeksi Universal Polar Stereographic)

5. Pada Sistem Koordinat UTM, suatu Grid satuan metrik (T= timur, U=

utara) ditetapkan pada setiap zone. Untuk menghindari koordinat

negatif, setiap meridian tengah diberi nilai fiktif sebesar 500.000 m T

dan untuk nilai ke arah utara, garis equator diberi nilai fiktif 0 m U.

Sedangkan untuk perhitungan ke arah selatan equator diberi nilai fiktif

sebesar 10.000.000 m U (gambar 2.11).

6. Zona-zona Proyeksi dalam sistim grid UTM; Zone nomor 1 dimulai dari

daerah yang dibatasi oleh meridian 180° barat dan meridian 174° barat

Page 17: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

17

kemudian dilanjutkan ke timur sampai zone nomor 60. Dengan demikian

meridian Greenwich (meridian 0°) adalah batas antara zone 30 dan

31 (gambar 2.12 dan 2.13).

Gambar 2.12. Zone-zone proyeksi UTM

Page 18: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

18

Gambar 2.13 Grid Zone UTM

Page 19: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

19

8. Untuk sistem penomoran dari selatan ke utara dipakai sistem alfabet

dengan membagi setiap zone ke utara dan ke selatan ekuator dengan

ukuran 8° garis paralel kecuali 12° untuk 72° LU - 84° LU (gambar 2.

12 dan 2.13)

9. Penomoran alfabet dimulai dengan huruf C paling selatan sampai X

paling utara, kecuali huruf I dan O ( gambar 3.8), sehingga setiap

zone UTM Grid terbagi menjadi 20 bagian blok zone yang berukuran

6° x 8° kecuali blok zone X yang berukuran 6° x 12° seperti terlihat

pada gambar 2.13.

10. Wilayah Indonesia yang luas mencakup 9 zone, yaitu mulai dari zone

nomor 46 (meridian tengah 93° T ) sampai dengan zone nomor 54

(meridian tengah 141° T). Sedangkan dari selatan mulai dari nomor L

sampai nomor P di utara. Uraian lebih rinci akan disampaikan pada

pokok bahasan berikutnya.

Page 20: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

20

II. LEMBAR LATIHAN

1. Apa yang dimaksud sistem proyeksi peta pada kartografi ?

2. Apa yang dimaksud bidang elipsoid bumi ?

3. Distorsi apa yang terjadi pada pembuatan peta permukaan bumi ?

4. Apa upaya untuk meminimalkan distorsi ?

5. Apa maksudnya proyeksi yang konform ?

6. Mengapa proyeksi yang konform lebih banyak dipilih ?

7. Berapa lebar zone proyeksi UTM ?

8. Mengapa meridian tengah tiap zone diberi nilai grid 500.000 m T ?

9. Berapa nilai grid yang berimpit dengan equator ?

10. Berapa ukuran geografis untuk setiap blok zone UTM ?

Page 21: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

21

II. LEMBAR JAWABAN

1. Sistem Proyeksi peta adalah suatu sistem yang memberikan hubungan

antara posisi titik-titik di bumi dan di peta.

2. Bidang elipsoid (lengkung) bumi adalah bidang alternatif yang teratur dan

mendekati bentuk fisik bumi secara umum yang akan digunakan sebagai

bentuk matematis dari permukaan bumi.

3. Ada tiga macam perubahan (distorsi) yang terjadi pada saat proyeksi

dilakukan, yaitu; Perubahan jarak, Perubahan arah/sudut, Perubahan luas

4. Meredusir distorsi menjadi seminimal mungkin adalah;

a. dengan membagi daerah yang dipetakan dalam daerah-daerah yang

tidak terlalu luas ( < 50 km x <50 km);

b. menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan serta

tidak mengalami distorsi lebih lanjut, misalnya bidang kerucut dan

silinder sebagai bidang proyeksi.

5. Perbesaran ke arah meridian sama dengan ke arah paralel. sehingga

sudut di bidang proyeksi sama dengan sudut di permukaan bumi

6. Karena arah/udut di bidang proyeksi (peta) sama dengan sudut di

permukaan bumi, ini sangat penting dan diperlukan untuk navigasi.

7. 6°

8. Agar tidak terjadi nilai X negatif

9. 10.000.000 mU untuk bagian selatan ekuator dan 0 mU untuk bagian

utara ekuator.

10. 6° x 8°

Page 22: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

22

III. SISTIM PETA DASAR NASIONAL

I. LEMBAR INFORMASI

A. Dasar pemilihan proyeksi Peta

Pemilihan Proyeksi menyangkut ketentuan-ketentuan yang berkaitan

dengan ketelitian pemetaan, karena itu pemilihan ini menjadi sangat terbatas.

Hal ini disebabkan oleh penetapan sistem referensi yang seterusnya

membatasi terhadap bagaimana caranya bentuk elipsoid bumi di

transformasikan pada suatu bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan.

Karena bidang bola tidak dapat didatarkan, maka proyeksinya pada

bidang datar akan selalu mengalami distorsi (penyimpangan). Distorsi ini

dapat terpantul pada kesalahan-kesalahan jarak dan kesalahan sudut yang

harus dipertahankan pada batas-batas toleransi. Pengalaman menunjukkan

bahwa kesalahan sudut lebih serius dari kesalahan jarak, ini terutama terrasa

pada peta-peta untuk kepentingan navigasi dan militer. Sehingga kini telah

disepakati bahwa untuk semua peta yang teliti kesalahan sudut harus

ditiadakan.

Karena hanya ada satu sifat proyeksi yang mempertahankan sudut yang

benar , yakni proyeksi yang konform atau orthomorphic. Maka Sifat konform ini

adalah syarat bagi proyeksi peta. Sehingga hampir semua peta yang ada

sekarang ini adalah konformal.

Syarat lain yang diperlukan adalah kontinuitas (kesinambungan) dan

linier scale accuracy (ketelitian skala linier), dimana keduanya sebenarnya

saling bertentangan, kontinuitas memerlukan zone proyeksi yang lebar

sedangkan ketelitian skala menuntut zone yang lebih sempit. Pemecahannya

adalah dengan membuat zone tunggal berkesinambungan mengelilingi bumi

secara sempurna. Proyeksi konformal yang memenuhi syarat ini adalah

proyeksi Lambert (kerucut–normal-konform-secant) dan proyeksi Mercator

(normal, transersal atau miring).

Page 23: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

23

B. Sistim Proyeksi yang digunakan Indonesia

Indonesia memilih sistim proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)

dengan alasan:

1. Indonesia sangat luas membentang dari barat ke timur mulai meridian

94° T sampai meridian 141° T, sehingga memerlukan sistim proyeksi

tunggal yang berkesinambungan.

2. Indonesia terbagi dua oleh ekuator mulai dari paralel (lintang) 11° S

sampai dengan lintang 6° U. Sehingga proyeksi kerucut tidak bisa

diterapkan untuk seluruh wilayah.

3. UTM digunakan secara global (sebagian besar negara di dunia).

C. PEMBAGIAN SKALA PETA DASAR NASIONAL DALAM SISTIM UTM

Dalam sistim UTM, kepulauan Indonesia dari barat ke timur yang

mencakup zone 46 sampai dengan zone 54 . Batas Aceh paling barat 94° T

dan propinsi Papua paling timur adalah 141° T.

Dari utara ke selatan zone-zone tersebut dibagi dalam blok-blok yang

yang diberi huruf N, M dan L (lihat gambar 3.1). Oleh karena itu tiap blok dari

zone UTM dinyatakan dengan angka dan huruf, misalnya blok zone 48 M

adalah antara bujur 102° T sampai dengan 108° T dan antara lintang 0° S

sampai dengan 8°S, yang berukuran 6°x 8°, dengan meridian tengah 105° T.

Page 24: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

24

Gambar 3.1. Pembagian Zone UTM untuk Wilayah Indonesia

Page 25: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

25

Peta-peta skala 1 : 1.000.000 dibuat dengan ukuran 6° x 4°, sehingga

dalam satu blok zone UTM akan terdapat 2 lembar peta yang mempunyai

skala 1 : 1.000.000.

4° Skala 1 : 1.000.000

8° ------------------- 6° ------------------ Gambar 3.2 Ukuran skala peta 1 : 1.000.000

Dalam setiap blok 6° x 4° dibagi lagi menjadi blok-blok dengan ukuran

1°x 1° 30’, maka akan terdapat 16 blok yang menjadi ukuran untuk peta-peta

dengan skala 1 : 250.000 (gambar 3.3)

1° 30’

1: 250.000 1°

-------------------------- 6° ------------------------------

Gambar 3.3 Ukuran skala peta 1 : 250.000

Page 26: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

26

Dalam setiap blok 1° 30’ x 1° dibagi lagi menjadi blok-blok dengan

ukuran 30’ x 30’, maka akan terdapat 6 blok yang menjadi ukuran untuk peta-

peta dengan skala 1 : 100.000 (gambar 3.4)

30’ 1 : 100.000

30’ 1°

---------------------- 1° 30’ ------------------------ Gambar 3.4 Ukuran skala peta 1 : 100.000

Dalam setiap blok 30’ x 30’ dibagi lagi menjadi blok-blok dengan

ukuran 15’ x 15’, maka akan terdapat 4 blok yang menjadi ukuran untuk peta-

peta dengan skala 1 : 50.000 (gambar 5.5). Dan jika setiap blok 15’ x 15’

dibagi lagi menjadi ukuran 7’ 30” x 7’ 30” maka akan terdapat 4 blok yang

menjadi ukuran untuk peta-peta dengan skala 1 : 25.000 (gambar 3.5).

--------------------- 30’ ---------------------- 15’ skala 1 : 50.000

15’ 7’ 30”

30’

7’ 30”

15’

1 : 25.000

Gambar 3.5 Ukuran skala peta 1 : 50.000 dan 1 : 25.000

Page 27: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

27

D. SISTEM PENOMORAN LEMBAR PETA DASAR

Dengan mengikuti sistem pembagian lembar peta tersebut di atas,

maka pemberian nomor lembar peta dilakukan dengan sistem sel. Seluruh

wilayah Indonesia dari bujur 91° T sampai dengan 141° T dibagi dengan

interval 1°30’ dan dari 15°S sampai dengan 10°U dibagi dengan interval 1° ,

sel ini menjadi ukuran untuk peta skala 1 : 250.000.

Jadi menurut ukuran lembar peta yang berskala 1 : 250.00 tersebut,

setiap lembar peta yang berskala 1 : 250.000 dari barat ke timur diberi nomor

mulai dari 01, 02, 03 ... sampai nomor 34. Dan dari selatan ke utara mulai

nomor 01, 02, 03 .... sampai nomor 25. Maka setiap lembar peta skala 1 :

250.000 akan diidentifikasi dengan 4 digit, misalnya lembar peta 1308 adalah

lembar peta nomor 13 dari barat ke timur dan nomor 8 dari selatan ke utara

(lihat lampiran 2).

Untuk peta-peta dengan skala 1 : 100.000, misalnya yang berada

dalam lembar 1308 diidentifikasi dengan menambah 1 digit lagi sesuai dengan

sistim penomoran dari bawah kiri ke kanan, misalnya peta nomor lembar

1308-2

Lembar 1308 30’ 1 : 100.000

30’ 1308-4 1308-5 1308-6 1°

1308-1 1308-2 1308-3 ---------------------- 1° 30’ ------------------------

Gambar 3.6 Sistim penomoran lembar peta Skala 1 : 100.000

Untuk peta-peta dengan skala 1 : 50.000, misalnya yang berada dalam

lembar 1308-2 diidentifikasi dengan menambah 1 digit lagi sesuai dengan

Page 28: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

28

sistim penomoran dari bawah kiri ke kanan, misalnya peta nomor lembar

1308-21 sampai dengan 1308-24.

--------------------- 30’ ---------------------- Lembar 1308-2 15’ skala 1 : 50.000 1308-23 1308-24

15’ 7’ 30”

30’

7’ 30”

15’ 1308-21 1308-22

1 : 25.000

Gambar 3.7 Sistim penomoran lembar peta Skala 1 : 50.000

Untuk peta-peta skala 1 : 25.000, misalnya yang berada dalam lembar

1308-22 diidentifikasi dengan menambah 1 digit lagi sesuai dengan sistim

penomoran dari bawah kiri ke kanan, misalnya peta nomor lembar 1308-221

dst. Dan 1308-2218 untuk skala 1 : 10.000

--------------------- 15’ ---------------------- Lembar 1308-22 7’ 30” 1308-223 1308-224

7’ 30” 7’ 30” 15’

7 8 9

7’ 30” 1308-221 4 1308-222 6

1 2 3

Gambar 3.8 Sistim penomoran lembar peta Skala 1 : 25.000 dan 1 : 10.000

Page 29: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

29

II. LEMBAR LATIHAN

1. Mengapa proyeksi permukaan bumi pada bidang datar selalu mengalami

penyimpangan ?

2. Mengapa proyeksi arah/sudut harus benar ?

3. Sifat proyeksi apa yang mempertahankan sudut dan apa contoh bidang

proyeksinya ?

4. Mengapa kontinuitas dan linier scale accuracy suatu sistem proyeksi

bertentangan ?

5. Mengapa Indonesia memilih sistem proyeksi UTM ?

6. Ada berapa blok zone UTM dalam wilayah Indonesia ?

7. Berapa ukuran peta yang berskala 1 : 250.000 ?

8. Berapa skala peta bernomor 1308-23 ?

Page 30: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

30

III. LEMBAR JAWABAN

1. Karena bidang permukaan bumi berbentuk elipsoid

2. Karena sangat penting untuk navigasi

3. Konform, contoh kerucut dan silinder

4. kontinuitas memerlukan zone proyeksi yang lebar sedangkan ketelitian

skala linier menuntut zone yang lebih sempit

5. Karena sistem proyeksi UTM sesuai dengan bentuk dan posisi wilayah

indonesia di muka bumi.

6. 27 blok zone

7. 1° 30’ X 1°

8. 1 : 50.000

Page 31: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

31

IV. SIMBOL UNSUR- UNSUR TOPOGRAFI

A. Penulisan dan penempatan nama unsur

Penulisan nama unsur topografi brtujuan untuk memberi penjelasan

tentang unsur topografi yang disajikan pada muka/isi peta, karena itu

penulisan dan penempatan nama harus baik dan teratur agar tidak

menimbulkan kesalahan persepsi, indah dan tidak mengganggu

penampakan unsur topografi yang disajikan. Beberapa ketentuan umum

dalam penulisan dan penempatan nama unsur topografi adalah sebagai

berikut:

1. Nama-nama kampung, desa dan kota ditulis pada arah barat-timur

2. Penempatan nama harus bebas kesalahan penafsiran antara unsur-

unsur yang berdekatan.

3. Nama-nama unsur sungai, pantai, pegunungan dan unsur-unsur lain

yang berbentuk memanjang harus ditempatkan di atas unsur yang

bersangkutan dengan arah penulisan mengikuti bentuk unsur tersebut.

Unsur sungai yang digambar dua garis menurut lebarnya ditempatkan

diantara dua garis. Bila unsur topografi terlalu panjang, penulisan nama

diulang pada jarak tertentu.

4. Jarak antara huruf-huruf terutama yang direnggangkan harus nampak

merata.

5. Nama suatu wilayah ditempatkan memanjang dan menempati ½

sampai 2/3 bagian serta dapat menunjukan karakteristik bentuk

wilayah.

6. Penyebaran nama-nama unsur harus diupayakan merata, bila tidak

memungkinkan upayakan agar tidak terjadi pengelompokan nama yang

terlalu padat di suatu bagian peta.

Page 32: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

32

7. Angka ketinggian pada garis kontur ditempatkan dengan cara

memotong garis kontur selebar angka yang akan dituliskan. Penulisan

angka dari barat ke timur atau mengikuti garis.

8. Pemilihan jenis dan ukuran huruf dan angka harus memperhatikan

ketentuan yang ada, keseimbangan dan keharmonisan. Pada umumnya

huruf tegak digunakan selain untuk judul juga untuk penulisan nama

unsur-unsur topografi buatan seperti nama kota, daerah pemukiman

dan lainnya, sedangkan huruf miring untuk nama unsur-unsur topografi

alami seperti sungai, pengunungan dan lain-lain.

B. Penyajian relief permukaan bumi

Penyajian relief, yaitu gambaran bentuk permukaan bumi sangat

penting pada peta-peta untuk keperluan pekerjaan teknis seperti peta

rencana jalan dan saluran air, peta rencana jalur pipa air minum. Di bidang

kehutanan gambaran bentuk permukaan bumi diperlukan dalam rencana

pengelolaan daerah aliran sungai ( DAS), pembukaan wilayah hutan sampai

pemanenan kayu.

Relief permukaan bumi dapat digambarkan pada suatu peta dengan

berbagai bentuk simbol dan warna seperti garis kontur, dan perubahan

warna yang mengartikan perubahan ketinggian tempat.

Kontur adalah garis-garis pada peta yang mewakili garis khayal di

permukaan bumi yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian sama

dari bidang acuan tertentu. Kontur dapat memberikan informasi relief

secara relatif dan absolut. Penggambaran garis-garis kontur yang rapat

untuk permukaan bumi yang curam dan jarang untuk permukaan bumi

yang landai adalah informasi relatif kontur peta, karena interval kontur

satu dengan yang lainnya sama. Sedangkan informasi absolut adalah

angka-angka nilai kontur yang menjelaskan ketinggian garis-garis kontur

tersebut dari suatu bidang acuan tertentu, biasanya dari permukaan laut

rata-rata.

Page 33: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

33

Interval kontur adalah selisih nilai ketinggian atau beda tinggi dari

dua kontur yang saling berdekatan dalam satuan metrik (meter). secara

umum terdapat hubungan empiris antara peta topografi dengan interval

kontur yang digambarkan, yaitu :

Interval kontur = 1/2000 X skala peta

Dengan demikian dari persamaan ini, penetapan interval kontur

tampak ditentukan oleh skala peta, tetapi tujuan dari pemetaan juga

mempengaruhi keputusan dalam pembuatan kontur.

Titik tinggi, adalah suatu titik pada permukaan bumi yang telah

diukur secara akurat ketinggiannya dari permukaan laut rata-rata dan

mempunyai nilai posisi yang benar. Titik tinggi diukur baik secara terrestis

maupun non terrestris, ditempatkan menyebar pada posisi-posisi tertentu

seperti puncak bukit, dasar cekungan dan tempat-tempat lainnya yang

dianggap penting.

C. SIMBOL

Peta adalah gambaran sebagian permukaan bumi pada bidang datar

dengan skala tertentu. Gambaran tersebut dapat disajikan dalam bentuk

citra fotoudara yang memperlihatkan unsur permukaan bumi sesuai

keadaan sebenarnya, atau disajikan dalam bentuk peta garis yang berarti

setiap unsur disajikan berupa simbol-simbol yang masing-masing dibuat

mewakili unsur-unsur topografi. Dengan demikian unsur-unsur dan

informasi tentang keadaan permukaan bumi digambarkan pada peta dalam

bentuk simbol. Dengan mengamati/mengerti makna simbol-simbol pada

peta, akan diperoleh berbagai informasi permukaan bumi yang dipetakan

seperti bentuk (rellief) lapangan, unsur-unsur alam dan buatan. Posisi titik

dan tempat serta informasi lain yang diinginkan.

Untuk keperluan lingkup kehutanan, Departemen Kehutanan telah

menerbitkan Petunjuk Teknis Penggambaran dan Penyajian Peta Kehutanan

(1995). Tujuannya ialah untuk memperoleh keseragaman penyajian unsur-

Page 34: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

34

unsur dan informasi khusus bidang kehutanan seperti; batas DAS, batas

kawasan hutan, peta vegetasi dan lain-lain.

Jadi informasi unsur yang sama farus disajikan/digambarkan dengan

simbol dan warna yang sama pula sehingga dapat dimengerti oleh semua

pengguna. Misalnya simbol batas administrasi pemerintahan, simbol jalan

raya, ibu kota propinsi, ibu kota kabupaten, simbol perairan, titik kontrol,

kontur dan lain-lain.

Perlu mendapat perhatian adalah simbol-simbol pada peta yang

bersifat umum dan digunakan secara nasional sebagai Peta Dasar

Nasional, yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI). Sehingga simbol-

simbol untuk berbagai informasi pada peta dasar tersebut harusnya

menjadi acuan pembuatan simbol informasi yang sama pada peta-peta

tematik yang dibuat oleh instansi pemerintah, swasta dan perorangan

pembuat peta.

Simbol peta topografi terdiri atas dua jenis, yaitu jenis simbol

berdasarkan bentuk dan jenis simbol berdasarkan arti.

1. Jenis Simbol berdasarkan bentuknya

a. Simbol titik; digunakan untuk menyatakan suatu titik atau tempat,

misalnya titik batas, kota. Simbol titik berhubungan erat dengan skala

peta, suatu kota pada peta skala 1 : 500.000 dapat digambarkan

dalam bentuk titik tetapi tidak pada peta skala 1 : 25.000.

Contoh simbol titik :

, ▲ , ▣ , ◉

b. Simbol garis; digunakan untuk mewakili unsur-unsur permukaan

bumi yang berbentuk garis seperti sungai, jalan, garis pantai, garis

kontur dan garis batas administrasi pemerintahan. Simbol garis dapat

dibedakan lagi atas garis khayal (misalnya kontur) dan garis nyata

(misalnya sungai)

Page 35: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

35

Contoh simbol garis :

Sungai kontur jalan raya

c. Simbol luas/ruang; digunakan untuk mewakili unsur topografi yang

berbentuk luasan seperti danau, pemukiman dan lain-lain.

Contoh simbol luas :

Danau

2. Jenis simbol berdasarkan arti

a. Simbol kualitatif; adalah simbol yang menyatakan keadaan atau

wujud asli dari unsur di lapangan, misalnya; jalan raya, sungai,

danau. Simbol kualitatif terbagi atas simbol titik kualitatif, simbol

garis kualitatif dan simbol luas kualitatif.

Simbol titik kualitatif terdiri atas tiga macam simbol, yaitu simbol

piktorial, simbol geometrik dan simbol huruf

Simbol piktorial, yaitu simbol titik kualitatif yang melukiskan

gambaran bentuk asli dari unsur atau bagian unsur yang diwakilinya,

contohnya simbol mesjid, simbol gereja.

Simbol geometrik, yaitu simbol titik kualitatif yang digambarkan

secara geometrik pada posisi yang tepat, contohnya simbol titik

trianggulasi, titik GPS, titik batas kawasan hutan.

Simbol huruf, yaitu simbol titik kualitatif yang digunakan untuk

mewakili unsur-unsur tertentu yang spesifik.

Simbol garis kualitatif, terdiri atas dua macam simbol, yaitu

simbol deskriptif dan simbol abstrak.

Page 36: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

36

Simbol garis kualitatif deskriptif, yaitu simbol garis kualitatif yang

menggambarkan bentuk sebenarnya dari unsur yang diwakilinya,

contohnya simbol sungai, jalan raya dan lainnya.

Simbol garis kualitatif abstrak, yaitu simbol garis kualitatif yang

digunakan untuk menggambarkan garis khayal di muka bumi,

contohnya garis kontur, garis batas admisnistrasi pemerintahan.

Simbol luas kualitatif, terdiri dari simbol deskriptif dan simbol

abstrak

Simbol luas kualitatif deskriptif, menggambarkan simbol luasan

dalam bentuk sebenarnya atau mendekati bentuk sebenarnya dari

unsur yang diwakilinya, contoh simbol pesawahan.

Simbol luas kualitatif abstrak, digunakan untuk mengidentifikasi suatu

daerah yang biasanya digambarkan dengan screen garis atau screen

titik.

b. Simbol kuantitatif; adalah simbol yang menyatakan jumlah atau

ukuran dari unsur yang diwakilinya di permukaan bumi. Simbol ini

terbagi atas simbol titik kuantitatif, simbol garis kuantitatif dan simbol

luas kuantitatif.

Simbol titik kuantitatif, yaitu simbol titik yang disertai dengan nilai

simbol tersebut, contohnya simbol titik trianggulasi yang disertai

dengan angka ketinggiannya

Simbol garis kuantitatif, yaitu simbol garis yang menghubungkan

tempat atau titik-titik yang bernilai sama, contoh garis kontur

c. Simbol luas kuantitatif, yaitu simbol luas yang menggunakan

kerapatan garis, titik atau bentuk lain pada luasan tertentu yang

menunjukan kuantitas luasan tersebut, makin rapat garis atau titik

menunjukkan kuantitas yang makin tinggi.

Simbol-simbol unsur topografi dapat dilihat pada lampiran 2

Page 37: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

37

C. Warna

Penggunaan warna dalam suatu peta berwarna bertujuan untuk

memudahkan pengamatan terhadap suatu simbol unsur, ada beberapa

warna yang umum digunakan, yaitu;

▫ Biru; digunakan untuk simbol-simbol perairan dan tulisan untuk

nama unsur tertentu, misalnya nama sungai, danau, laut dll.

▫ Hijau, digunakan untuk simbol vegetasi

▫ Kuning, Coklat; digunakan untuk menggambarkan ketinggian dan

rellief lapangan’

▫ Merah; digunakan untuk meggambarkan jalan raya

▫ Hitam; digunakan untuk menggambarkan bentuk planimetris dari

bangunan, perkampungan dan jalan kereta api/lori.

Penggunaan warna perlu pertimbangan yang matang karena akan

menambah biaya pembuatan suatu peta. Seperti halnya simbol-simbol,

penggunaan warna pada pembuatan peta tematik dapat mengacu kepada

Peta Dasar Nasional.

D. Generalisasi dan Exagerasi

Generalisasi pada kartografi adalah suatu pekerjaan memilih dan

meyederhanakan penyajian unsur-unsur permukaan bumi pada suatu peta

yang dihubungkan dengan skala dan tujuan pembuatan peta, sehingga dapat

membantu memperjelas pengguna dalam membaca peta.

Skala peta merupakan faktor utama yang menentukan kuantitas

(kelengkapan) dan kualitas (ketepatan) data unsur-unsur permukaan bumi

yang disajikan pada peta. Semakin besar skala suatu peta maka akan semakin

lengkap dan akurat data yang dapat disajikan pada peta dan sebaliknya,

contoh; Pada peta skala 1 : 10.000 keadaan dan bentuk rumah-

rumah/bangunan, keadaan jalan, sungai dan anak sungai dapat digambarkan

sesuai atau mendekati keadaan sebenarnya, tetapi pada peta skala 1 : 100.000

bentuk unsur-unsur di atas mengalami generalisasi, kelompok rumah-

Page 38: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

38

rumah/bangunan digabungkan menjadi satu bentuk simbol, jalan yang

tergambar hanya jalan raya/utama saja, sungai yang tadinya digambarkan

lebarnya sekarang hanya digambar satu garis sungai utama dan anak sungai

tidak tergambar lagi.

Generalisasi Kontur, seperti telah di jelaskan sebelumnya; umumnya

Interval kontur = 1/2000 X skala peta. Bila dengan menggunakan hitungan ini

ternyata garis kontur terlalu jarang karena daerahnya sangat landai, maka

interval kontur dapat diperkecil lagi dan sebaliknya bila terlalu rapat dapat

diperbesar. Dengan demikian walaupun interval kontur yang akan digambar

dapat dihitung dengan dengan rumus di atas, tetapi pada prakteknya sangat

tergantung pada kondisi lapangan.

Pada peta tematik, disamping skala peta tujuan pemetaan merupakan

faktor penentu generalisasi. Berdasarkan tujuannya, unsur-unsur tertentu

dibuat lebih menonjol dari pada unsur yang lainnya, contoh; pada suatu peta

daerah aliran sungai (Peta DAS), unsur perairan berupa sungai, anak sungai

dan danau serta unsur bentuk lapangan berupa garis kontur adalah unsur

dominan dari isi peta. Sebaliknya suatu peta penggunaan lahan hanya akan

memperlihatkan batas-batas atau luasan berbagai penggunaan lahan saja.

Dari uraian di atas, generalisasi terjadi atau dilaksanakan karena:

Skala peta yang kecil

Tidak mungkin menyajikan seluruh detail informasi permukaan bumi

Tujuan pemetaan tertentu.

Proses generalisasi merupakan suatu problema pada pekerjaan

kartografi bagi pembuat peta; hal ini disebabkan hal tersebut di atas. Seorang

kartografer harus dapat menganalisa dan menyeleksi secara tepat dalam

memilih dan menyajikan simbol dari unsur di permukaan bumi. Tebal garis,

ukuran simbol dan huruf juga angka menjadi suatu hal yang penting dalam

proses generalisasi. Skala suatu peta ikut menentukan tingkat generalisasi

yang dilakukan, jadi bentuk simbol unsur yang sama tidak harus selalu sama

untuk perta yang berbeda skalanya.

Page 39: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

39

Jadi pekerjaan-pekerjaan generalisasi yang dilakukan pada kartografi

meliputi;

1. Menyeleksi (pemilihan)

Unsur yang akan disajikan dipilih dan disesuaikan dengan tujuan

pembuatan peta serta skala peta yang diinginkan, contoh ;

pembuatan/penggambaran garis kontur pada peta skala 1: 25.000 adalah

untuk setiap interval ketinggian 12,5 m (1/2000 X skala) dan pada peta 1 :

10.000 untuk setiap interval ketinggian 5 m, tetapi untuk peta skala 1 :

1000, jika dibuat interval kontur 0,5 m akan nampak terlalu rapat sehingga

dapat diperbesar menjadi 1 m.

Parit atau saluran air dengan lebar 2 m atau kurang harus

digambarkan pada peta skala 1 : 10.000, tetapi tidak perlu pada peta 1 :

25.000. Suatu Sungai dengan percabangan anak sungai yang cukup banyak

pada peta skala 1 : 25.000, hanya digambar sungai utamanya saja pada

peta 1 : 100.000.

2. Penyederhanaan

Pada peta situasi skala 1 : 10.000 atau lebih besar, bangunan

gedung-gedung digambarkan dalam skala dan bentuk yang sebenarnya.

Tetapi pada peta skala 1 : 25.000 disajikan secara kelompok dan bangunan

tertentu dengan karakteristik yang khas seperti mesjid, gereja

disederhanakan dan digambar dalam bentuk simbol yang sesuai dengan

karakteristiknya.

3. Menghilangkan

Unsur unsur di permukaan bumi yang dianggap tidak penting sesuai

dengan tujuan/tema peta dan karena faktor skala yang kecil dapat

dihilangkan atau tidak perlu digambar. Misalnya Pada peta skala 1 :

250.000 banyak detail yang dihilangkan, bahkan suatu kota dapat hanya

digambarkan sebagai suatu simbol titik saja.

Exagerasi adalah suatu bentuk lain dari generalisasi, exagerasi adalah

suatu teknik pembesaran dalam penyajian suatu unsur pada peta yang

Page 40: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

40

digambarkan lebih besar dari ukuran sebenarnya pada skala tertentu,

tujuannya adalah untuk mempermudah pemakai peta dan karena pentingnya

unsur tersebut. Misalnya pada peta skala 1 : 250.000 jalan raya antar propinsi

selebar 20 m seharusnya digambarkan selebar 0,08 mm, akan tetapi tentunya

sulit untuk dilihat bahkan digambar. Mengingat pentingnya jalan tersebut

digambarkan diperbesar dengan lebar garis 0,5 mm, sehingga tidak sesuai

keadaan sebenarnya.

LATIHAN

1. Apa yang disebut kontur dan informasi apa yang dapat diberikannya ?

2. Apa yang disebut interval kontur, bagaimana penentuan nilai umum interval

kontur ?

3. Apa tujuan penggunaan warna pada isi peta ?

4. Apa yang disebut generalisasi dan faktor apa yang menjadi pertimbangan

dalam generalisasi ?

5. Apa yang disebut exagerasi dan apa tujuannya ?

Page 41: dasar peta

Arif : Perpetaan

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

41

DAFTAR PUSTAKA

Bakosurtanal, 1977, Dasar Pemilihan Proyeksi UTM untuk Peta Dasar Nasional,

Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Cibinong – Bogor

Bakosurtanal, 1991, Peta Rupabumi Indonesia, Badan Koordinasi Survey dan

Pemetaan Nasional, Cibinong – Bogor

Bannister A. & S. Raymond, 1984 Surveying, Longman Scientific &Technical,

Essex, England.

Brinker R C., Wolf P R., 1986 Dasar-dasar Pengukuran Tanah, Penerbit

Erlangga, Jakarta

Subagio, 1999. Pengetahuan Peta. Penerbit ITB, Bandung

Takasaki, M; Sosrodarsono S, 1983 Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan, Pradnya Paramita, Jakarta 1983

Wongsotjitro, S., 1980. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta