dapus tekanan
DESCRIPTION
pressingTRANSCRIPT
4. Pembahasan
4.1 Pemeriksaan Denyut Nadi dan Pengukuran Tekanan Darah
Denyut nadi ( pulse rate ) menggambarkan frekuensi kontraksi jantung seseorang.
Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara palpasi. Palpasi adalah
cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan struktur dengan ujung-
ujung jari dan sedangkan pemeriksaan dikatakan auskultasi, apabila pemeriksaan
dilakukan dengan mendengarkan suara-suara alami yang diproduksi dalam tubuh
(Saladin, 2003). Pada umumnya, pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada sembilan
titik yaitu arteri radialis, arteri brakhialis, arteri carotis communis, arteri femoralis, arteri
dorsalis pedis, arteri popolitea, arteri temporalis, arteri apical, arteri tibialis posterior
(Michael, 2006). Pulsa denyut nadi terbentuk seiring dengan didorongnya darah melalui
arteri. Untuk membantu sirkulasi, arteri berkontraksi dan berelaksasi secara periodik;
kontraksi dan relaksasi arteri bertepatan dengan kontraksi dan relaksasi jantung seiring
dengan dipompanya darah menuju arteri dan vena. Dengan demikian, pulse rate juga
dapat mewakili detak jantung per menit atau yang dikenal dengan heart rate (Quan,
2006).
PMI, atau Point of Maximal Impulse, dapat ditemukan pada sisi kiri dada, kurang
lebih 2 inci ke kiri dari ujung sternum. Titik ini dapat dipalpasi dengan mudah; dan pada
titik ini pula biasanya apical pulse diperiksa secara auskultasi dengan menggunakan
stetoskop. Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap satuan luas
dinding pembuluh darah (arteri). Tekanan ini harus adekuat, yaitu cukup tinggi untuk
menghasilkan gaya dorong terhadap darah dan tidak boleh terlalu tinggi yang dapat
menimbulkan kerja tambahan bagi jantung. Umumnya, dua harga tekanan darah
diperoleh dalam pengukuran, yakni tekanan sistole dan diastole. Sistole dan diastole
merupakan dua periode yang menyusun satu siklus jantung. Diastole adalah kondisi
relaksasi, yakni saat jantung terisi oleh darah yang kemudian diikuti oleh periode
kontraksi atau sistole. Satu siklus jantung tersusun atas empat fase (Saladin, 2003),
1. Pengisian ventrikel ( ventricular filling ) Adalah fase diastolik, saat ventrikel
mengembang dan tekanannya turun dibandingkan dengan atrium. Pada fase ini, ventrikel
terisi oleh darah dalam tiga tahapan, yakni pengisian ventrikel secara cepat, diikuti
dengan pengisian yang lebih lambat ( diastasis ), hingga kemudian proses diakhiri dengan
sistole atrial. Hasil akhir diperoleh EDV ( End Diastolic Volume ), yang merupakan
volume darah total yang mengisi tiap ventrikel, besarnya kurang lebih 130 mL.
2. Kontraksi isovolumetrik ( isovolumetric contraction ) Mulai fase ini, atria repolarisasi,
dan berada dalam kondisi diastole selama sisa siklus. Sebaliknya, ventrikel mengalami
depolarisasi dan mulai berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel meningkat tajam, namun
darah masih belum dapat keluar dari jantung dikarenakan tekanan pada aorta (80 mmHg)
dan pulmonary trunk (10 mmHg) masih lebih tinggi dibandingkan tekanan ventrikel,
serta masih menutupnya keempat katup jantung. Dalam fase ini, volume darah dalam
ventrikel adalah tetap, sehingga dinamakan isovolumetrik.
3. Pompa ventrikuler ( ventricular ejection )
Pompa darah keluar jantung dimulai ketika tekanan dalam ventrikel melampaui
tekanan arterial, sehingga katup semilunaris terbuka. Harga tekanan puncak adalah 120
mmHg pada ventrikel kiri dan 25 mmHg pada ventrikel kanan. Darah yang keluar
jantung saat pompa ventrikuler dinamakan Stroke Volume (SV), yang besarnya sekitar
54% dari EDV. Sisa darah yang tertinggal disebut End Systolic Volume (ESV); dengan
demikian SV = EDV – ESV. 4. Relaksasi isovolumetrik ( isovolumetric relaxation )
4. Relaksasi isovolumetrik (isovolumetric relaxation)
Awal dari diastole ventrikuler, yakni saat mulai terjadinya repolarisasi. Fase ini
juga disebut sebagai fase isovolumetrik, karena katup AV belum terbuka dan ventrikel
belum menerima darah dari atria. Maka yang dimaksud dengan tekanan sistole adalah
tekanan puncak yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah dipompa ke dalam pembuluh
tersebut selama kontraksi ventrikel, sedangkan tekanan diastole adalah tekanan terendah
yang terjadi di arteri sewaktu darah mengalir ke pembuluh hilir sewaktu relaksasi
ventrikel. Selisih antara tekanan sistole dan diastole, ini yang disebut dengan blood
pressure amplitude atau pulse pressure (Stegemann, 1981).
Sphygmomanometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah
arteri. Alat ini terdiri dari sebuah manset elastis yang berisi kantong karet tiup. Ketika
manset diikatkan pada lengan, inflasi dari kantong karet memampatkan jaringan bawah
manset. Jika kantong karet membengkak untuk tekanan yang melebihi nilai puncak
gelombang nadi, arteri terus melemah dan tidak ada gelombang pulsa yang bisa teraba di
arteri perifer. Jika tekanan dalam spontan secara bertahap dikurangi, suatu titik akan
tercapai di mana terdapat gelombang pulsa sedikit melebihi tekanan pada jaringan
sekitarnya dan dalam kantong karet. Pada tingkat itu, denyut nadi menjadi teraba dan
tekanan yang ditunjukkan pada manometer air raksa adalah ukuran dari nadi puncak atau
tekanan sistolik. Aliran darah mengalir melalui arteri di bawah manset dengan cepat dan
mempercepat kolom darah di cabang arteri perifer, menghasilkan turbulensi dan suara
khas, yang dapat didengar melalui stetoskop. Sebagian tekanan dalam manset dikurangi
lebih lanjut. Perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan manset semakin melebar dan
arteri terbuka selama beberapa waktu. Secara umum, jumlah darah bergelombang di
bawah manset juga sama meningkatnya, dan suara jantung melalui stetoskop cenderung
mengeras. Ketika tekanan dalam manset turun di bawah tekanan minimal gelombang
nadi, arteri tetap terbuka terus menerus dan suara yang dipancarkan menjadi teredam
karena darah terus mengalir dan derajat percepatan darah oleh gelombang pulsa tiba-tiba
dikurangi. Pada masih rendah manset tekanan, suara hilang sama sekali sebagai aliran
laminar dan aliran darah menjadi normal kembali (Rushmer, 1970). Adapun bunyi yang
didengar saat auskultasi pemeriksaan tekanan darah disebut dengan bunyi korotkoff ,
yakni bunyi yang ditimbulkan karena turbulensi aliran darah yang ditimbulkan karena
oklusi parsial dari arteri brachialis. Berbagai faktor memepengaruhi denyut nadi dan
tekanan darah, seperti halnya aktivitas hormon, rangsang saraf simpatis, jenis kelamin,
umur, suhu tubuh, termasuk juga diantaranya posisi dan aktivitas fisik.
4.2 Pengaruh Posisi Tubuh Terhadap Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Denyut nadi merupakan cermin respon jantung terhadap kebutuhan oksigen
tubuh. Kecepatan denyut nadi dapat digunakan sebagai patokan respon tubuh terhadap
kebutuhan oksigen pada keadaan basal. (Mohrman D and Jane H,2006) Pada praktikum
ini hasil yang di dapat menunjukkan peningkatan denyut nadi pada perubahan posisi dari
berbaring telentang, duduk, dan berdiri. Ketika mahasiswa coba berbaring telentang di
dapatkan rata-rata sebesar 80,25, ketika duudk di dapatkan rata-rata denyut nadi sebesar
80, dan ketika berdiri didapatkan rata-rata denyut nadi sebesar 89. Tekanan darah
memiliki sifat yang dinamis. Pada perubahan posisi tubuh dari berbaring telentan, duduk,
dan berdiri, tekanan darah mengadakan penyusaian untuk dapat tetap menunjang kegiatan
tubuh. (Mohrman D and Jane H,2006) Pada keadaan berbaring telentang didapatkan rata-
rata tekanan sistolik sebesar 118,25 dan diastolic sebesar 79, sedangkan pada keadaan
duduk tekanan sistolik didapatkan rata-rata sebesar 118,75 dan diastolic sebesar 80,75,
pada keadaan berdiri tekanan sistolik didapatkan rata-rata sebesar 116,25 dan diastolic
sebesar 83. Pengukuran tekanan sistolik dan diastolic mengalami fluktasi, seharusnya
tekanan sistolik dan diastolic menunjukkan peningkatan dari posisi berbaring telentang,
duduk dan berdiri. Naiknya tekanan sistolik dan diastolik dipengaruhi oleh : (Mohrman D
and Jane H,2006)
1. Tonus Otot Tonus otot ketika berbaring telentang lebih kecil dibandingkan dengan
tonus pada saat duduk atau berdiri. Ketika duduk atau berdiri tonus otot meningkat
sehingga oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih besar dan curah jantung (cardiac output)
menjadi lebih besar. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan sistolik dan tekanan
diastolic serta denyut jantung. (Mohrman D and Jane H,2006)
2. Efek Gravitasi dan baroreseptor Pada perubahan posisi tubuh, tekanan darah bagian
atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Darah akan mengumpul pada
pembuluh kapasitans vena ekstermitas inferior sehingga pengisian atrium kanan jantung
berkurang dengan sendirinya curah jantung juga berkurang. Penurunan curah jnatung
akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian bawah cenderung mengurangi
darah ke otak. Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor. Baroreseptor
banyak terdapat pada arcus aorta dan sinus caroticus. Respon yang ditimbulkan
baroreseptor berupa peningkatan tekanan pembuluh darah perifer, peningkatan tekanan
jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi
denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Kedua efek ini (gravitasi dan baroreseptor)
dapat meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolic serta denyut nadi. (Mohrman D
and Jane H,2006)
4.3 Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Pada percobaan pengaruh latihan fisik terhadap denyut nadi dan tekanan darah di
kelompok kami, didapatkan hasil melalui pengukuran langsung pada mahasiswa coba,
Rizka Febriyanti yang berumur 19 tahun yang melakukan aktivitas naik turun
bangku/kursi selama dua menit. Sebelum melakukan aktivitas, Rizka sebagai mahasiswa
coba diukur terlebih dahulu denyut nadi dan tekanan darahnya, hal ini bertujuan untuk
mendapatkan data yang digunakan sebagai control sebelum melakukan latihan fisik. Data
pra-latihan yang didapat adalah sebesar 72 kali/ menit untuk variable denyut nadi dengan
tekanan darah sebesar 119/79,5 . Setelah melakukan latihan fisik berupa naik-turun
bangku selama 1 menit, denyut nadi dan tekanan darah mahasiswa coba diukur kembali.
Pada menit ke-1 didapatkan peningkatan aktivitas pada denyut nadi yaitu sebesar 110
kali/ menit. Peningkatan denyut nadi yang signifikan ini merupakan hasil dari respon
kardiovaskular terhadap adanya kontraksi otot. Kerja ini juga berfungsi untuk
mengangkut O2 yang dibutuhkan oleh otot untuk melakukan kontraksi selama latihan
(Ganong, 2003) Pada latihan fisik akan terjadi perubahan pada sistem cardiovaskular
yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi darah dari organ yang kurang aktif ke
organ yang aktif. Peningkatan curah jantung ini dilakukan dengan meningkatkan isi
sekuncup dan denyut jantung10. Disaat melakukan latihan fisik maka otot jantung akan
mengkonsumsi O2 yang ditentukan oleh faktor tekanan dalam jantung selama kontraksi
sistole. Ketika tekanan meningkat maka konsumsi O2 ikut naik pula. Konsumsi O2 oleh
otot jantung ini dapat dihitung dengan mengalikan denyut nadi dan tekanan darah
sistolik.(Nadi H, 1992) Selain denyut nadi, perubahan juga dapat dilihat pada tekanan
darah sistolik dan diastolik. Berbeda dengan denyut nadi, pada menit ke-1 setelah
melakukan latihan, kami menemukan adanya penurunan pada tekanan darah baik pada
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Setelah melakukan latihan fisik
tekanan darah turun hingga mencapai angka 115/78. Menurut teori yang ada penurunan
tekanan darah setelah melakukan latihan fisik dapat terjadi karena pembuluh darah
mengalami pelebaran dan 19 relaksasi. Aktivitas fisik tersebut dapat melemaskan
pembuluh-pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun, sama halnya dengan
melebarnya pipa air akan menurunkan tekanan air. Dalam hal ini, latihan fisik/olahraga
dapat mengurangi tahanan perifer. Penurunan tekanan darah juga dapat terjadi akibat
berkurangnya aktivitas memompa jantung (Medical Journal, 2006). Otot jantung pada
orang yang rutin melakukan latihan fisik sangat kuat, maka otot jantung pada individu
tersebut berkontraksi lebih sedikit daripada otot jantung individu yang jarang
berolahraga, untuk memompakan volume darah yang sama (Mirkin G and Hoffman M,
1978). Karena olahraga dapat menyebabkan penurunan denyut jantung (Fox EL,1988),
maka olahraga akan menurunkan cardiac output , yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan tekanan darah.Peningkatan efisiensi kerja jantung dicerminkan dengan
penurunan tekanan sistolik, sedangkan penurunan tahanan perifer dicerminkan dengan
penurunan tekanan diastolik. (Ganong, 1995) Pengukuran pada denyut nadi dan tekanan
darah dilakukan kembali pada menit ke-3 setelah latihan fisik, ditemukan perubahan yang
menunjukkan sistem kerja jantung menuju kembali ke keadaan awal yaitu berupa
turunnya kembali denyut nadi. Akan tetapi kondisi ini belum diikuti dengan
meningkatnya kembali tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Ketiga variable
baru dapat kembali ke keadaan normal pada menit ke-5 yaitu dengan denyut nadi sebesar
74 kali/ menit dan tekanan darah sebesar 110/82.
5. Diskusi Jawaban Pertanyaan
1) Sebutkan pengertian dari tekanan darah! Tekanan darah adalah gaya yang
ditimbulkan oleh darah terhadap satuan luas dinding pembuluh darah (arteri). Tekanan
darah harus adekuat, yaitu cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong terhadap darah
dan tidak boleh terlalu tinggi yang dapat menimbulkan kerja tambahan bagi jantung.
2) Pada pembuluh darah apa sajakah saudara dapat memeriksa denyut nadi?
Arteri Radialis (pada pergelangan tangan lateral), Arteri Brachialis (pada lengan atas
medial), Arteri Karotis (pada leher), Arteri Temporalis (pada tulang pelipis), Arteri
Femoralis (pada lipatan paha), Arteri Poplitea (pada lipatan lutut), Arteri Dorsalis Pedis
(pada punggung kaki), Ictus Cordis (pada dinding iga).
3) Sebutkan perbedaan antara pengukuran tekanan darah cara palpasi dengan cara
auskultasi ?
Pemeriksaan denyut nadi sederhana, biasanya dilakukan secara palpasi. Palpasi adalah
cara pemeriksaan dengan meraba, menyentuh, atau merasakan struktur dengan ujung-
ujung jari; sedangkan pemeriksaan dikatakan auskultasi, apabila pemeriksaan dilakukan
dengan mendengarkan suara-suara alami yang diproduksi dalam tubuh. Alat yang
digunakan pada saat pengukuran tekanan darah dengan mengunakan cara palpasi adalah
sphygmomanometer (tensimeter) sedangkan pengukuran tekanan darah dengan cara
auskultasi menggunakan sphygmomanometer (tensimeter) ditambah dengan stethoscope.
Palpasi hanya dapat mengukur tekanan sistolik sedangkan auskultasi dapat mengukur
tekanan sistolik dan diastolik. Pada cara palpasi kita bisa mendapatkan tekanan sistolik
pada saat tidak adanya lagi teraba denyutan dari arteri radialis. Sedangkan pada
pengukuran secara auskultasi kita bisa mendapatkan tekanan sistolik saat terdengar suara
denyut nadi pertama dan pada saat suara denyut nadi itu menghilang maka kita bisa
mendapatkan tekanan diastolik.
4) Mengapa pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada lengan atas kanan?
Pemeriksaan pada lengan atas hasilnya lebih akurat karena lokasinya lebih jauh dari
jantung disbanding dari lengan kiri sehingga suaranya tidak terlalu bising. Dengan
demikian dapat menentukan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolic dengan
tepat dan mendapat hasil yang akurat ) Jelaskan mengenai mekanisme yang mendasari
timbul dan hilangnya suara bising yang dipakai untuk menentukan tekanan darah sistolik
dan diastolik! - Bising sistolik terjadi antara suara 1 dan 2 - Bising diastolic antara 2 dan
1
Bising terjadi di awal diastole.
Awal diastole, sebelum katup atrioventrikularis membuka dan sebelum katup
semilunaris menutup. Saat membuka dan menutupnya tidak bersamaan,ada
keadaan isovolumetrik terlebih dulu(katup semilunar menutup). Saat ini tidak
ada katup yang membuka akses masuk darah ke ventrikel setelah itu katup
atrioventrikuler terbuka. Urutannya menutupnya katup semilunar – isovolumetrik
– membuka katup atrioventrikuler (diastole). Bising ini bernada rendah dan
paling jelas didengar dengan bel stetoskop dan pasien berbaring dalam posisi
dekubitus lateral kiri. Karena katup atrioventrikular mengalami stenosis,
pengisian cepat tidak terjadi dan ada perbedaan tekanan di sepanjang diastol. Jika
pasien mempunyai irama sinus yang normal, kontraksi atrium akan memperbesar
perbedaan tekanan pada akhir diastole, atau presistole, dan akan terjadi
peningkatan bising pada saat ini. Bising atrioventrikular diastolik merupakan
tanda yang sensitif dan spesifik untuk stenosis katup atrioventrikular.
Bising sistolik
Bising sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising selama mid-diastolik
sesudah fase awal kontraksi isovolumetrik, atau bisa juga dianggap sebagai
bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh sistolik. Bising yang terjadi pada
seluruh sistolik disebut sebagai pansistolik atau holosistolik Suara 1 terjadi saat
menutupnya katup atrioventrikuler. Apabila bisingnya setelah suara 1, berarti
penutupan katup atrioventrikularisnya tidak bermasalah. Setelah itu ada fase
isovolumetrik,apabila tidak terdenar bising berarti katuo semilunarnya
membuka(stenosis) (swartz,1995)
Daftar Pustaka
Mohrman D, Jane H. Cardiovascular physiology . Sixth edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc; 2006.
Guyton AC, MD, Hall JE, Ph.d. 2006. Textbook of Medical Physiology . USA: Elsevier
Michael, dkk. 2006. Kecepatan Denyut Nadi Siswa SMA Kelas X. Mahatma Gading School
Rushmer, Robert F., M.D. 1970. Cardiovascular Dynamics . W.B Saunders Company: USA
Ganong WF. Review of medical physiology . Ed 21. United States : The McGraw-Hill Companies Inc; 2003
Nadi H, Iwan NB. Manula dan olahraga ditinjau dari sistem cardiovaskular. Cermin Dunia Kedokteran no. 78, 1992
Fox EL, Bowers RW, Foss ML. The physiological basis of education and atlhetics 4th ed. Philadelphia: Saunders College Publishing, 1988.