daniah_05211022

Download daniah_05211022

If you can't read please download the document

Upload: eldiman

Post on 24-Jun-2015

426 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya tujuan adanya negara adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat negara yang bersangkutan. Agar kesejahteraan rakyat 1 dapat terwujud perlu dilakukan pembangunan, namun praktek pembangunan yang tampak cendrung berupa pembangunan ekonomi dan fisik, sementara dampak dari pembangunan sering diabaikan. Pembangunan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan manusia untuk menciptakan keadaan hidup yang lebih baik. Pembangunan merupakan proses yang pada umumnya direncanakan dengan sengaja dalam masyarakat untuk menuju pada keadaan hidup yang lebih baik. 1 Untuk merealisasikan pembangunan pasti memanfaatkan sumber daya alam sebagai bagian dari sumber daya lingkungan. Pemanfaatan atau eksploitasi terlihat ada yang berupa pemanfaatan sumber daya alam yang langsung, dan ada yang melalui proses pengolahan atau pengubahan bahan mentah menjadi bahan jadi serta menghasilkan benda-benda atau barang konsumsi yang bisa digunakan untuk pemenuhan kehidupan manusia yang mempunyai nilai ekonomis. Pembangunan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan dua macam akibat yaitu disatu pihak memberikan1. Soerjono Soekanto. Permasalahan Dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Jakarta, 1976. hal. 1.

2

dampak positif bagi kehidupan manusia berupa tersedianya barang dan jasa dalam perekonomian, dilain pihak terdapat dampak negatif bagi kehidupan manusia yang berupa pencemaran lingkungan dan menipisnya sumber daya alam. Pencemaran lingkungan menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan dan kurang nyamannya kehidupan. Sedangkan berkurangnya persedian sumber daya alam akan mengurangi kemudahan dalam penyedian barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan manusia.2 Kemajuan pesat yang telah dicapai dalam pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ternyata diiringi oleh kemunduran kemampuan sumber daya alam seperti air, tanah, hutan dan terkurasnya sumber daya alam seperti perikanan, tambang minyak dan mineral lainnya seperti air tanah.3 Pelaksanaan Pembangunan yang semangkin beragam juga menghasilkan produk sampingan seperti limbah, sampah dan buangan baik dalam wujud padat, cair, gas maupun tingkat tekanan dan kebisingan. Hasil sampingan tersebut perlu dijaga agar tidak melampaui ambang batas dan daya tampung lingkungannya dalam hal kemampuan lingkungan menerima, dan daya dukung bahan-bahan yang mencemari lingkungan dalam batas yang belum membahayakan

ekosistemnya dan makhluk hidup.

Jika daya tampung lingkungan di

lampaui, struktur dan fungsi dasar ekosistem penunjang kehidupan akan rusak dan keberlanjutan fungsi lingkungan akan terganggu.42 . M. Suparmoko. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Suatu Pendekatan Teoritis. Penerbit BPFE Yokyakarta. 1997. hal. 17. 3 Aca Sugandhy. Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999. hal. 20. 4 . Ibid. . hal. 21.

3

Melaksanakan

pembangunan

supaya

dapat

dicegah

dan

ditanggulangi gangguan keseimbangan lingkungan (dampak lingkungan) seminimal mungkin, maka diperlukan secara konsisten dan konsekwen melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam hal ini hukum lingkungan mempunyai peran strategis dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, karena substansi hukum lingkungan mengutamakan pencegahan dibanding penindakan. Karakter hukum lingkungan yang demikian relevan dengan perujudan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yang menghendaki pencegahan dibanding penanggulangan. Pembangunan berwawasan lingkungan (Sustainable Development) adalah pola kebijaksanaan pembangunan yang tidak mengganggu

keseimbangan ekosistem yakni pembangunan yang berorientasi kepada pengelolaan sumber daya alam sekaligus mengupayakan perlindungan dan pengembangannya. Dalam bahasa hukumnya pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. 5 Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan6

menurut Lonergan seperti yang dikutip oleh Addinul Yakin dimensi penting yang harus dipertimbangkan, yaitu :

ada tiga

5 . Moh. Askin. Penegakan Hukum Lingkungan & Pembicaraan di DPR RI. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2003. hal. 33. 6 Addinul Yakin , Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, Teori dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo, Jakarta. 1977. hal.2.

4

1. Dimensi ekonomi yang menghubungkan antara pengaruh-pengaruh unsur makroekonomi dan mikroekonomi pada lingkungan dan bagaimana sumberdaya alam diperlakukan dalam analisis ekonomi. 2. Dimensi politik yang mencakup proses politik yang menentukan penampilan dan sosok pembangunan, pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkungan pada semua negara. Dimensi ini juga termasuk peranan agen masyarakat dan struktur sosial dan pengaruhnya terhadap lingkungan. 3. Dimensi Sosial Budaya yang mengaitkan antara tradisi atau sejarah dengan dominasi ilmu pengetahuan barat, serta pola pemikiran dan tradisi agama. Ketiga dimensi ini berintegrasi satu sama lain untuk mendorong terciptanya pembangunan yang berwawasan lingkungan Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut dalam konvensi Stockholm di Swedia 1972 telah menindaklanjuti komitmen pembangunan berwawasan lingkungan ke dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum bagi penyelenggaraan lingkungan hidup dan bertujuan untuk melestarikan kemampuan lingkungan hidup agar tetap dapat menunjang kesejahteraan dan mutu hidup generasi mendatang.7 Penjabaran lebih lanjut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup, dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Dewasa ini pembangunan nasional diselenggarakan mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan melalui visi, misi dan program pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 dan sekaligus merupakan program Presiden selama 5 (lima) tahun mendatang. RJPMN berisikan Strategi Pokok Penjabaran Agenda Pembangunan7 . Andi Hamzah (2005). Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika. Jakarta, hal 30.

5

Nasional yang memuat sasaran pokok, arah kebijakan dan program-program pembangunan yang harus dicapai, termasuk persoalan mengenai lingkungan hidup.8 Salah satu instrumen yang sangat penting dalam pencegahan perusakan dan pencemaran lingkungan adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Pembangunan yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting bagi lingkungan wajib memiliki dokumen AMDAL, yang di dalamnya terdapat prosedur atau mekanisme yang wajib ditempuh oleh pemrakarsa/penanggung jawab usaha/kegiatan sebelum mendapat keputusan dari komisi AMDAL atau instansi yang bertanggung jawab dalam bentuk keputusan kelayakan lingkungan. Usaha dan/atau kegiatan kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi : 9 1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam 2. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbarui maupun yang tak terbarui 3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alamdalam pemanfaatan 4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan social dan budaya 5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya 6. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik 7. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati 8. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup 9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi8 Bapenas, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 20042009, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 9. 9 Siswanto Sunarso. Hukum Pidana Lingkungan Hidup Dan Strategi Penyelesaian Sengketa. Rineka Cipta. 2005. hal. 76.

6

pertahanan negara. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain : 10 1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak 2. Luas wilayah penyebaran dampak 3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung 4. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak 5. Sifat kulatif dampak 6. Berbalik (reversible) atau tidak berberbaliknya (irrrever-sible) dampak Pusat perhatian dari penelitian ini adalah pembangunan fisik berupa Pembangunan Pusat Perdagangan/Pertokoan Modern. Pusat

perdagangan/pertokoan modern oleh banyak anggota masyarakat dianggap sebagai simbol dari pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembangunan pusat perdagangan/pertokoan adalah pembangunan yang wajib AMDAL, baik sebelum dilakukan pra konstruksi, konstruksi maupun setelah beroperasi. Kualitas lingkungan hidup yang terus menurun ditunjukkan dengan meningkatnya pencemaran air, udara dan atmosfer. Penerapan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam sistem, organisasi, maupun program kerja pemerintah baik di pusat maupun di daerah masih belum berjalan dengan baik.11 Gerakan lingkungan hidup yang didominasi oleh lembaga-lembaga non pemerintah di negara kita hampir selalu menumpuk pada persoalan penegakan hukum yang lemah, tidak konsisten, dan tidak strategis, sehingga10 Ibid. hal. 77. 11 RJPMN . Op. Cit. hal. 15.

7

merupakan penyebab penurunan kualitas lingkungan.

12

Deskripsi demikian

memberi indikasi behwa penegakan hukum lingkungan di Indonesia menemui berbagai kendala. Kendala dalam penegakan hukum lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya materi hukum itu sendiri, keseriusan aparat penegak hukum yang ada, sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum, serta tingkat kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah.13 Disamping beberapa faktor tersebut, kendala dalam penegakan hukum

lingkungan juga terletak dalam persoalan ekonomi. Alasan ekonomi kerap jadi batu sandungan.14 Penerapan instrumen hukum dalam pengelolaan lingkungan mutlak diperlukan. Salah satu instrumen hukum lingkungan yang berfungsi mencegah pencemaran adalah perizinan.15

Izin merupakan syarat

administratif dalam melakukan suatu pembangunan berskala besar dan berdampak penting bagi lingkungan, diharuskan memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), seperti yang diamanatkan dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup, serta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan12 Serasi (Media Informasi Lingkungan Hidup, edisi April 2004), Kebijakan Penegakan Hukum Lingkungan, Artikel , hal. 9. 13 Ibid, hal 53-56. 14 Serasi, Op. cit. hal. 13. 15 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijak sanaan Lingkungan Nasional. 2000. Airlangga University Press. hal. 55.

8

Hidup. Pelanggaran terhadap ketentuan hukum mengenai pentingnya dokumen AMDAL seolah-olah telah menjadi suatu penyimpangan hukum yang biasa. Kasus demi kasus terjadi dibelahan bumi Indonesia, seperti pembangunan industri, perkebunan, kehutanan, pertambangan dan prasarana wilayah. Salah satu contoh pembangunan di bidang prasarana wilayah yang pada mulanya mengabaikan prosedural AMDAL, yakni pembukaan jalan Ladia Galaska di Aceh.16 Menariknya, hal ini juga terjadi di kota Padang sebagai ibu kota Provinsi Sumatra Barat. Perubahan fungsi Terminal Lintas Andalas menjadi Plasa Andalas telah menimbulkan berbagai kecaman dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena pembangunannya dilakukan sebelum dikeluarkannya dokumen AMDAL. Pembangunan Plasa Andalas yang telah beroperasi mulai bulan September 2005, jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum lingkungan.17 Namun pelanggaran tersebut diulang kembali dengan

dibangunnya Sentral Pasar Raya yang sebagiannya memanfaatkan lokasi bekas Terminal Goan Hoat (terjadi peralihan fungsi terminal menjadi bangunan pusat perdagangan) pada tanggal 3 Februari 2005, dan sekarang sudah mulai beroperasi.18 Selain itu, pembangunannya diduga tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Padang. Tanpa dokumen AMDAL, maka survei dan penilaian atas daerah16 Ibid, hal, 26. 17 WWW. Padangekspres.com. Kertas Posisi WALHI Sumatera Barat Terhadap Peletakan Batu Pertama Plasa Andalas di Eks T L A , Artikel. 18 LBH Padang (2005), Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) Register Perdata No. 43/Pdt.9/2005 PN Padang. hal 11.

9

yang terkena dampak pembangunan tidak dapat diperhitungkan. Akibatnya banyak kerugian yang ditimbulkan atas pembangunan itu. Kerugian tersebut antara lain berasal dari para pedagang yang sebelumnya telah menjalani aktivitas perdagangan tradisional di sekitar daerah (bekas) Terminal Goan Hoat untuk mencari nafkah. Mereka mederita secara materi, akibat terkena dampak pembebasan lahan. Disamping itu kemacetan, dan kesemrautan lalu lintas kota di sekitar lokasi juga menjadi permasalahan baru lainnya. Kerugian tersebut adalah kerugian yang telah nyata terjadi pada saat pembangunan pra konstruksi. Selain Kota Padang. Kota Bukittinggi juga melaksanakan pembangunan pusat pertokoan modern yaitu Pasar Banto yang dibangun kembali dengan nama Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi. Pembangunan pusat perbelanjaan ini memang diharapkan dapat memberi kontribusi bagi peningkatan pendapatan dan perekonomian daerah , namun disisi lain kekhawatiran akan timbulnya dampak lingkungan akibat pembangunan pusat perbelanjaan ini hendaknya juga menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah daerah kota Bukittinggi, sebab sejak dibangunnya gedung parkir dan pusat perbelanjaan ini telah menimbukan kemacetan karena padatnya arus lalu lintas angkutan kota dari berbagai jurusan melalui pusat perbelanjaan ini. Hal ini kalau tidak segera dicarikan solusinya tentu akan menimbulkan persoalan lingkungan yang baru, seperti pencemaran udara akibat dari asap kendaraan angkutan kota yang yang mobilitasnya cukup padat.

10

Pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi memang bukan kategori wajib AMDAL, kewajiban yang harus dipenuhi adalah Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan ( UPL). Meskipun demikian dampak lingkungan harus di perhitungkan untuk dikelola, sehingga kota Bukittinggi sebagai kota wisata di harapkan dapat memberikan kenyamanan bagi warga kota dan masyarakat pengunjung kota Bukittinggi. Berdasarkan Latar Belakang Permasalahan tersebut , maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penegakan hukum lingkungan terhadap Pembanguan Pusat Perdagangan/Pertokoan modern yang

dituangkan dalam bentuk tesis dengan judul : PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP PROYEK PEMBANGUNAN PUSAT PERDAGANGAN SENTRAL PASAR RAYA DI KOTA PADANG DAN PEMBANGUNAN GEDUNG PARKIR SERTA PUSAT PERBELANJAAN PASAR BANTO KOTA BUKITTINGGI Alasan penulis memilih judul ini adalah : adanya kecendrungan Pemerintah Daerah untuk membangun Pusat Perdagangan/Perbelanjaan di Pusat Kota seperti halnya di Kota Padang dan Kota Bukittinggi yaitu dengan dibangunnya Sentral Pasar Raya Kota Padang, Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi, dimana kedua pusat

perdagangan/perbelanjaan mobilitas masyarakatnya

ini dibangun persis di jantung Kota yang cukup tinggi. Dibangunnya pusat

11

pertokoan/perbelanjaan modern ini telah menimbulkan kemacetan dan kesemrautan Kota yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap lingkungan

1.2. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah, 1. Bagaimanakah pelaksanaan ketentuan AMDAL bagi Pembangunan Sentral Pasar Raya Padang dan ketentuan UKL, UPL bagi pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi ? 2. Bagaimanakah penegakan hukum lingkungan terhadap pembangunan pusat perdagangan/perbelanjaan Sentral Pasar Raya dan pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittnggi khususnya dalam pelaksanaan AMDAL, UPL dan UKL ? 3. Hambatan-Hambatan apa sajakah yang dihadapi dalam rangka Penegakan Hukum Lingkungan terhadap pembangunan Sentral Pasar Raya Padang, pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan

Pasar Banto Kota Bukittinggi khususnya dalam pelaksanaan AMDAL, UKL dan UPL ?

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a. Ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

12

khususnya AMDAL terhadap Pembangunan Sentral Pasar Raya Padang, UKL dan UPL Pembangunan Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi. b. Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pembangunan Sentral Pasar Raya Padang, pembangunan Gedung Parkir dan Pusat

Perbelanjaan Pasar Banto Kota Bukittinggi, khususnya berkaitan dengan AMDAL, UKL dan UPL c. Hambatan dan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pembangunan Pusat Perdagangan/Perbelanjaan Modern di Kota Padang dan Kota Bukittinggi khususnya dalam pelaksanaan AMDAL, UKL dan UPL

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terhadap hukum lingkungan khususnya dalam pelaksanaan AMDAL, UKL dan UPL terhadap Pembangunan Pusat

Perdagangan/Perbelanjaan di Kota Padang dan Kota Bukittinggi 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Daerah Kota Padang, dan Pemrintah Daerah Kota Bukittinggi, diharapkan dapat menjadi

bahan referensi untuk evaluasi dalam penerapan hukum

13

AMDAL, UKL dan UPL di masa yang akan datang b. Bagi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA), diharapkan dapat menjadi dasar untuk melakukan monitor dan penindakan hukum secara administratif terhadap inkonsistensi penerapan Rencana Pengelolaan Pemantauan Lingkungan Lingkungan (RKL) (RPL) dan dalam Rencana dokumen

AMDAL yang dibuat oleh pemrakarsa. c. Bagi Pengelola Pusat perdagangan/perbelanjaan di Kota Padang dan Kota Bukittinggi kedepan diharapkan dapat menjadi pedoman untuk menjalankan ketentuan-

ketentuan yang termuat dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan Lingkungan (RKL) (RPL) dan sebagai Rencana syarat Pemantauan izin dalam

menyelenggarakan usaha d. Bagi Masyarakat dan khalayak umum, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran berpartisipasi dalam mengelola dan memantau dampak lingkungan dari pembangunan pusat perdagangan/perbelanjaan . 1.5. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual 1.5.1 Kerangka Teoritis 1.5.1.1 Teori Penegakan Hukum Hukum merupakan sarana yang didalamnya

14

terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungan hukum itu bersifat abstrak. Menurut Satjipto Raharjo sebagaimana dikutip oleh Ridwan HR, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsepkonsep yang abstrak itu. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. 19 Menurut Soerjono Soekanto bahwa penegakan hukum itu terletak pada suatu kegiatan yang menyerasikan hubungan dari nilai-nilai yang terjabarkan nilai tindak di yang dalam kaidahdan

kaidah/pandangan-pandangan mengejewantah dan sikap

mantap

sebagai

rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan

(sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup.20 Menurut Soerjono Soekanto secara umum ada 5 (lima) faktor yang mempenguruhi penegakan hukum yaitu : 21 a. Faktor hukum itu sendiri; b. Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan19 . Ridwan HR. Hukum administrasi Negara. PT.RajaGrafindo. Jakarta. 2006. hal. 306 20 . Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Penegakan Hukum. Jakarta. Bina Cipta. 1983. hal. 13. 21 . Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali Press. 1983. Jakarta. hal. 4-5.

15

rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan dengan eratnya, karena merupakan esensi dari penegakan hukum serta merupakan tolok ukur dari pada efektifitas penegakan hukum. Menurut Mertokusumo sebagaimana dikutiop oleh Gatot. P. Soemartono Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur 1. kepastian hukum, 2. kemanfaatan, 3. keadilan. 22 1. Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana pahitnya (fiat justitia et pereat mundus : meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyarakat. Misalnya Barang siapa mencemarkan lingkungan maka ia harus dihukum, ketentuan ini menghendaki agar siapapun (tidak peduli jabatannya) apabila melakukan perbuatan pencemaran lingkungan maka ia harus dihukum. 2. Pelaksanaan penegakan hukum harus memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa karena dilaksanakannya peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Contoh sebuah pabrik konveksi yang mempekerjakan ribuah orang ditutup karena ia telah mencemarkan lingkungan, hal ini tentu akan menimbulkan keresahan baik masyarakat dunia usaha maupun para pekerjanya. Mengapa tidak dicari jalan keluarnya, misalnya menyeret pengelola perusahaan tersebut ke Pengadilan, mewajibkan membayar pemulihan lingkungan, tetapi kegiatan pabrik tetap berjalan dengan pengawasan ketat disertai pengurangan produksi. Inilah yang disebut dengan kemanfaatan dalam penegakan hukum lingkungan. 3. Unsur ketiga adalah keadilan. Dalam penegakan hukum keadilan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak22 . Gatot. P. Soemartono. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika. hal. 65.

16

identik dengan keadilan, karena hukum sifatnya umum, mengikat setiap orang, dan menyamaratakan ; bunyi hukum: Barang siap mencemarkan lingkungan hidup harus dihukum, artinya setiap orang yang mencemarkan lingkumgan harus dihukum tanpa membeda-bedakan kedudukan atau jabatan siapa yang mencemarkan. Tetapi sebaliknya, keadilan bersifat subjektif, individualistis dan menyamaratakan, artinya adil bagi si A belum tentu adil bagi si B, pencemar yang dimenangkan akan mengatakan bahwa keputusan tersebut adil, tetapi hal itu tentu dirasakan tidak adil bagi si korban. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa tanpa kepastian orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi apabila kita terlalu mengejar kepastian hukum, terlalu ketat dalam mentaati peraturan hukum akibatnya akan menjadi kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Kalau dalam penegakan hukum hanya memperhatikan kepastian hukum, maka unsur-unsur lainnya akan dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan, demikian seterusnya. Oleh karena itu dalam penegakan hukum

lingkungan ketiga unsur tersebut, yaitu kepastian, kemanfaatan dan keadilan harus dikompromikan. Artinya ketiganya harus mendapat perhatian secara proposional seimbang dalam penanganannya, meskipun dalam praktek tidak selalu mudah melakukannya.

1.5.1.2 Pembangunan Berwawasan Lingkungan

17

Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai daerah, masing-masing sebagai

subsistemyang meliputi aspek sosial budaya, ekonomi dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan yang berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang

didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem yasng berarti juga menigkatkan ketahanan subsistem. 23 Menurut Emil Salim, secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Soejono mengartikan lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah terdapat dalam alam. 24 Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan menurut Pasal 1 butir 13 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.23. Harun M. Husein,Lingkungan Hidup, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Sinar Grafika, Jakarta,t, hal. 48 . 24. Harun. M. Husein .Ibid, hal 7.

yang

18

Mengacu

pada

The

World

Commission

on

Enveronmental and Development menyatakan pembangunan berwawasan lingkungan adalah

bahwa proses

pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa sekarang tanpa mengesampingkan mendatang atau mengorbankan memenuhi

kemampuan

generasi

dalam

kebutuhannya. Selanjutnya Holdren dan Erlich dalam Zul Endria (2003) menyebutkan tentang pembangunan

berkelanjutan dengan terpeliharanya Total Natural Capital Stock pada tingkat yang sama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding dengan keadaan sekarang. Pembangunan berkelanjutan yang dikonsep oleh Stren, While, dan Whitney sebagai suatu interaksi antara tiga sistem : Sistem biologis dan sumber daya , sistem ekonomi dan sistem sosial, yang dikenal dengan konsep trilogi keberlanjutan; ekologi-ekonomi,sosial. Konsep keberlanjutan tersebut menjadi semangkin sulit dilaksanakan terutama di negara berkembang. Menurut Hariyadi sebagaimana dikutip oleh Zul Endria (2003) pembangunan berwawasan lingkungan

memerlukan tatanan agar sumber daya alam dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, pada masa kini dan mendatang, generasi demi generasi dan khususnya dalam

19

meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Prinsip pembangunan berkelanjutan mencakup pemikiran aspek lingkungan hidup sedini mungkin dan pada setiap tahapan pembangunan yang memperhitungkan daya dukung

lingkungan dan pembangunan dibawah nilai ambang batas. Sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masalah-masalah lingkungan hidup mendapat perhatian secara luas dari berbagai bangsa. Sebelumnya sekitar tahun 1950-an masalah-masalah lingkungan hidup hanya mendapat perhatian dari kalangan ilmuan. Sejak saat itu berbagai himbauan dilontarkan oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu tentang adanya bahaya yang mengancam kehidupan, yang disebabkan oleh pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.25 Masalah lingkungan timbul pada dasarnya karena : a. Dinamika penduduk b. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana c. Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju d. Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya posistif e. Benturan tata ruang Dengan adanya Stockholm Declaration,

perkembangan hukum lingkungan memperoleh dorongan yang kuat. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya25 . Harun. M. Husein, Ibid, hal. 1.

20

kesatuan pengertian dan bahasa diantara para ahli hukum dengan menggunakan Stockhlom Declaration sebagai referensi bersama. Perkembangan baru dalam pengembangan

kebijaksanaan lingkungan hidup didorong oleh hasil kerja World Commission on the Enveronment and Development (WCED). 26 WCED mendekati masalah lingkungan dan

pembangunan dari enam sudut pandang, yaitu; 27 a. Keterkaitan (interdependency) Sifat perusakan yang kait mengkait (interdependent) diperlukan pendekatan lintas sektoral antar negara. b. Berkelanjutan (sustainability) Berbagai pengembangan sektoral memerlukan sumber daya alam yang harus dilesterikan kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan pula kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan c. Pemerataan ( equity) Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, untuk itu perlu diusahakan kesempatan merata untuk memperoleh sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan pokok d. Sekuriti dan resiko lingkungan (securiry and environmental risk) Cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif kepada lingkungan turut memperbesar resiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan. e. Pendidikan dan komunikasi (education and communication) Penduduk dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk ditingkatkan di berbagai tingkatan penduduk dan lapisan masyarakat. f. Kerjasama Internasional (international cooperation) Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan sektoral, sedangkan pertimbangan26. Ibid 27 . Ibid

21

lingkungan kurang diperhitungkan, karena itu perlu dikembangkan pula kerjasama yang lebih mampu menanggapi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Untuk menganalisis berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka dapat digunakan keenam segi penglihatan tersebut di atas. masalahmasalah tersebut adalah sebagai berikut; (1) perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi dan

lingkungan; (2) pengembangan energi berwawasan lingkungan, termasuk masalah C02, polusi udara, hujan asam, kayu bakar, dan konversi sumber energi yang bisa diperbaharui dan lainlain; (3) pengembangan industri berwawasan lingkungan, termasuk di dalamnya masalah pencemaran kimia, pengelolaan limbah dan daur ulang; (4) pengembangan pertanian

berwawasan lingkungan, termasuk erosi lahan, diversivikasi, hilangnya lahan pertanian, terdesaknya habitat wildlife, (5) kehutanan, pertanian dan lingkungan, termasuk hutan tropis dan diversitas biologi; (6) hubungan ekonomi internasional dan lingkungan, termasuk disini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan, dan internasional

externalities; dan (7) kerjasama internasional.28 Selanjutnya dalam World Summit on sustainable Development (WSSD) yang diselenggarakan di Johannesburg,28 . R.M. Gatot P. Soemartono, Op. Cit, hal 35.

22

Afrika Selatan tanggal 26 Aguatus-4 Sepetember 2002 ditegaskan pembangunan kembali kesepakatan untuk mendukung Development)

berkelanjutan

(Sustainable

dengan menetapkan The Johannesburg Declaration on Sustainable Development yang terdiri atas; 29 a. From our Origin to the future b. From Stockholm to Rio de Janei to Johannesburg c. The Challenge we Face d. Our Commitment to Sustainable Development e. Making it Happen Sebagai tindak lanjut ditetapkan pula World Summit Sustainable Development, Plan of Implementation yang mengedepankan integrasi tiga komponen pembangunan

berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan sebagai tiga pilar kekuatan. Pada konfrensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Yokyakarta tanggal 21 Januari 2004, Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan diterima oleh Presiden RI dan menjadi dasar semua pihak untuk melaksanakannya.30 Dalam kaitannya dengan hal diatas, menurut Emil Salim terdapat lima pokok ikhtiar yang perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan pembangunan29. Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nsional, Edisi ketiga, Airlangga University Press, Surabaya, 2005. hal. 59. 30. Ibid . hal. 60 .

23

yang berwawasan lingkungan, yaitu : 31 a. Menumbuhkan sikap kerja berdasarkan kesadaran saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup adalah memuat hubungan saling kait mengkait dan hubungan saling membutuhkan antara satu sektor dengan sektor lainnya, antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara generasi sekarang dengan generasi mendatang. Oleh karena itu diperlukan sikap kerjasama dengan semangat solidaritas b. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan sumber alam dalam menghasilkan barang dan jasa. Kebutuhan manusia yang terus menerus meningkat perlu dikendalikan untuk disesuaikan dengan pola penggunaan sumber alam secara bijaksana. c. Mengembangkan sumberdaya manusia agar mampu menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan d. Mengembangkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat sehingga tumbuh menjadi kesadaran berbuat. e. Menumbuhkan lembaga lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang dapat mendayagunakan dirinya untuk menggalakkan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.

31. R.M. Gatot P. Soemartono, Op. Cit. hal 200.

24

1.5.1.3 Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan dilakukan dilakukan oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang dengan maksud untuk mensejahterakan warganya. Tetapi yang menjadi keprihatinan sekarang adalah adanya desakan semakin keras untuk melanjutkan pola pembangunan konvensional, terutama di negara berkembang disebabkan oleh pertambahan

penduduk yang semakin banyak dan keinginan mengatasi kemiskinan yang cukup parah.32 Untuk mempertahankan fungsi keberlanjutan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia maka ada beberapa prinsip kehidupan yang berkelanjutan yang seharusnya diadopsi kedalam pembangunan. Imam Supardi merinci prinsip tersebut sebagai berikut : a. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan. Prinsip ini mencerminkan kewajiban untuk peduli kepada orang lain dan kepada bentuk-bentuk kehidupan lain, sekarang dan dimasa datang. b. Memperbaiki kualitas hidup manusia Tujuan pembangunan yang sesungguhnya adalah memperbanyak mutu hidup manusia. Ini sebuah proses yang memungkinkan manusia menyadari potensi mereka, membangun rasa percaya diri mereka dan masuk kehidupan yang bermanfaat dan berkecukupan c. Melestarikan daya hidup dan32. Imam Supardi. Lingkungan Hidup & Kelestariannya, Alumni Bandung 2003, hal.209

25

keanekaragaman bumi Prinsip ini menuntut kita untuk : 1) Melesterikan sistemsistem penunjang kehidupan 2) Melestarikan keanekaragaman hayati 3) Menjamin agar penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui berkelanjutan d. Menghindari sumber daya yang tidak terbarukan. Sumber daya yang tidak terbarukan adalah bahan-bahan yang tidak dapat digunakan secara berkelanjutan. Tetapi umur mereka dapat diperpanjang dengan cara daur ulang, penghematan atau dengan gaya pembuatan suatu produk pengganti bahan-bahan tersebut e. Berusaha untuk tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi. Kapasitas daya dukung ekosistem bumi mempunyai batasbatas tertentu. Sampai tingkat tertentu ekosistem bumi dan biosfer masih bertahan terhadap gangguan atau beban tanpa mengalami kerusakan yang membahayakan f. Mengubah sikap dan gaya hidup orang perorang Guna menerapkan etika baru untuk hidup berkelanjutan, kita harus mengkaji ulang tata nilai mensyarakat dan merubah sikap mereka. Masyarakat harus memperkenalkan nilai-nilai yang mendukung etika baru ini dan meninggalkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan falsafah hidup berkelanjutan g. Mendukung kreatifitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri h. Menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan pelestarian. Dalam hal ini diperlukan suatu program nasional yang dimaksud untuk menciptakan kehidupan yang berkelanjutan i. Menciptakan kerjasama global Untuk mencapai keberlanjutan yang global, maka harus ada kerjasama yang kuat dari semua negara. Tingkat pembangunan di setiap negara tidak sama. Negara-negara

26

yang penghasilannya rendah harus dibantu agar bisa membangun secara berkelanjutan Kesembilan merupakan hal prinsip yang diatas, sebetulnya bukan tersebut

baru.

Prinsip-prinsip

mencerminkan pertanyaan pertanyaan yang telah sering muncul dalam berbagai pemberitaan mengenai perlunya persamaan hak, pembangunan yang berkelanjutan, dan pelestarian alam. Selanjutnya Sudharto P. Hadi mengemukakan empat prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu:33 a. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi. Pemenuhan kebutuhan materi sangat penting karena kemiskinan dipandang baik sebagai penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya kemiskinan dan penurunan kualitas hidup, karena masyarakat tidak lagi memiliki sumber daya alam yang bisa dijadikan aset untuk menopang kehidupan. Kebutuhan non-materi yang dicerminkan dalam suasana keterbukaan, bebas dari rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat penting bagi masyarakat untuk bisa mengambil bagian dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keikutsertaan masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas keputusan, karena sesungguhnya mayarakat adalah para pakar lokal dalam arti lebih memahami kondisi dan karakter lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka, adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan perasaan sebagai part of process. b. Pemeliharaan lingkungan. Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, ada dua prinsip penting yaitu prinsip konservasi dan mengurangi konsumsi. Pemeliharaan lingkungan hidup sebenarnya sangat terkait dengan prinsip pemenuhan kebutuhan33. Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada university Press, Yogyakarta, 2001 , hal . 44.

27

manusia. Bahkan jika kerusakan sudah sedemikian parah akan mengancam Eksistensi manusia itu sendiri. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu konservasi dimaksudkan untuk perlindungan lingkungan. Sedangkan prinsip mengurangi konsumsi bermakna ganda. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara maju sehubungan dengan pola konsumsi energi yang besar, yang menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Kedua , perubahan pola konsumsi merupakan seruan yang ditujukan kepada siapa saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun di negara berkembang agar mengurangi beban bumi. c. Keadilan Sosial Berkaitan dengan keadilan , prinsip keadilan masa kini menunjukkan perlunya pemerataan dalam prinsip pembangunan. Keadilan masa kini berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian sumber daya alam antara daerah dan pusat. Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal ini menunjukkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) sumber daya alam yang harus diatur penggunaannya agar tidak mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. d. Penentuan nasib sendiri Penentuan nasib sendiri meliputi prinsip terwujudnya masyarakat mandiri dan partisipatori demokrasi. Masyarakat mandiri (self relient community) adalah masyarakat yang mampu mengambil keputusan sendiri atas hal-hal yang berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumbersumber daya alam. Sedangkan prinsip partisipasi demokrasi adalah adanya keterbukaan dan transparansi. Dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengambil bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka, maka masyarakat akan merasa menjadi bagian dari proses sehingga tumbuh rasa memiliki dan pada gilirannya bisa memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas,

akan bisa terwujud jika didukung oleh pemerintah yang baik

28

(good governance). Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola kehidupan dan kelembagaan. Jika interpretasi tentang pembangunan berkelanjutan termasuk mengurangi konsumsi dari negara-negara industri, maka agendanya akan meliputi perubahan perilaku dan gaya hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana mendorong konsumsi barang-barang non material dan jasa dari pada energi dan barang-barang konsumtif.

1.5.2

Kerangka Koseptual 1.5.2.1 Istilah dan Pengertian Hukum Lingkungan St. Munadjat Danusaputro seperti dikutip oleh Supriadi menyebutkan beberapa peristilahan hukum

lingkungan dalam beberapa bahasa asing adalah : bahasa Malaysia Hukum alam seputar bahasa Tagalok Batas nan kapaligiran bahasa Thailand Sin-ved-lom-kwahm, bahasa Jerman Umweltrecht bahasa Inggeris Environmental Law, bahasa Belanda Millieurecht, bahasa Arab Qanun Al Biah sedangkan Indonesia memakai istilah Hukum lingkungan. 34 Hukum lingkungan dalam pengertiannya yang34 . Supriadi. Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta. 2006. hal. 169

29

sederhana dapat diterangkan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup) dengan tujuan untuk memelihara dan melindungi lingkungan hidup agar dapat berlangsung secara teratur dan diikuti serta ditaati oleh semua pihak. Oleh karena itu tujuan tersebut dituangkan kedalam peraturan-peraturan hukum dengan demikian lahirlah apa yang disebut hukum lingkungan. Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 menyebutkan bahwa hukum lingkungan (lingkungan hidup) adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya dan keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. St. Munadjat Danusaputro seperti yang dikutip oleh Mohammad Taufik Makarao membedakan antara hukum lingkungan modern yang berorientasi kepada lingkungan atau environment law dan hukum lingkungan klasik yang berorientasi pada penggunaan lingkungan use-oriented law. Hukum lingkungan modern menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin

kelestariannya agar dapat secara langsung terus menerus

30

digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Sebaliknya hukum klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat singkatnya. Hukum lingkungan modern berorientasi kepada lingkungan, sehingga sifat dan wataknya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka hukum lingkungan modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensifintegral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes, sedang sebaliknya hukum lingkungan klasik bersifat sektoral, serba kaku dan sukar berubah.35 Indonesia mempunyai sejarah perkembangan

Hukum Lingkungan ditinjau dari segi perangkat perundangundangannya, baik dari zaman Hindia Belanda, zaman

Jepang dan zaman Kemerdekaan. Pada zaman-zaman tersebut telah banyak terlahir peraturan perundang-undangan mengatur mengenai lingkungan, tapi sifatnya yang hukum

lingkungan klasik. Namun semangkin berkembang teknologi35 Mohammad Taufik Makarao. Aspek-aspek Hukum Lingkungan. Pt. Indek Kelompok Gramedia. Jakarta. 2006. hal. 3

31

dan

globalisasi

mengharuskan

Indonesia

melakukan

perubahan perubahan atau perbaikan-perbaikan mengenai peraturan lingkungan atau hukum lingkungan yang sifatnya modern. Setelah melalui periode yang cukup panjang, maka masalah lingkungan hidup di Indonesia diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan hidup (UULH), yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan mempunyai ciri sebagai berikut :36 a. Sederhana kemungkinan dimasa depan, tapi mencakup perkembangan sesuai dengan

keadaan, waktu dan tempat b. Mengandung ketentuan-ketentuan

pokok sebagai dasar bagi peraturan pelaksanaan lebih lanjut c. Mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup agar dapat

menjadi dasar bagi pengaturan lebih lanjut masing-masing segi yang akan dituangkan dalam bentuk

36 . Niniek Suparni. Pelestarian, Pengelolaan, dan Penegakan Hukum Lingkungan. Sinar Grafika. Jakarta. 1994. hal. 56

32

peraturan sendiri UU Nomor: 4 Tahun 1982 terdiri dari 10 Bab, 24 Pasal yang di dalam memuat instrumen penegakan hukum lingkungan yaitu, administrasi, perdata dan pidana. Kemudian UU Nomor : 4 Tahun 1982 ini disempurnakan menjadi UU Nomor : 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yang terdiri dari 11 Bab, 52 Pasal yang memuat mengenai segala macam aspek mengenai hukum lingkungan termasuk Baku Mutu Lingkungan, Amdal, Izin, dan sebagainya. UU ini merupakan pembaharuan dan penyempurnaan dari pengaturan lingkungan Indonesia,

sehingga pengelolaan lingkungan memiliki landasan yang pokok. UUPLH mendasari kebijaksanaan lingkungan di Indonesia dan memberi fokus dalam pengelolaan lingkungan

1.5.2.2 Penegakan Hukum Lingkungan Penegakan hukum tidak hanya dapat diandalkan pada ketegasan atau kerasnya penegakan hukum tersebut, penegakan hukum yang dikendaki ialah penegakan hukum yang tegas, tetapi arif dan bijaksana. Dalam penegakan hukum lingkungan teknik pendekatan terhadap masalah pelanggaran ketentuan pengelolaan lingkungan harus menggunakan teknik pendekatan yang komprehensif integral. Dalam corak

33

pendekatan yang demikian itu penegakan hukum yang dilaksanakan guna menunjang terlanjutkannya pembangunan berwawasan lingkungan. Menurut Kleijs-Wijnnobel sebagaimana dikutip oleh Takdir Rahmadi merumuskan lingkup dan pengertian penegakan hukum lingkungan sebagai berikut : De handhaving van het millieurecht beweegt zich op verschillende rechtsgebieden. Zowel het bertuursrecht, het strafrecht als het priveetrech spellen daarbij een rol . . . Wordt handhaving omchreven als het door controle enhet toepassen . . . van administratiefrechtlijke, strafrechtelijke of privaatrechtlike middelen bereiken dat de algemeen en individueel geldende rechtsregels en voorschriften worden nageleefd . ( Penegakan hukum lingkungan bergerak dalam berbagai bidang hukum. Baik hukum administrasi, hukum pidana maupun hukum perdata memainkan peranannya Penegakan hukum diartikan sebagai pengawasan dan penerapan sarana-sarana hukum administrasi, hukum pidana atau hukum perdata agar aturan-aturan hukum dan persyaratan-persyaratan yang berlaku umum dan individu dipatuhi ) 37 Dari rumusan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penegakan hukum lingkungan disamping pelaksanaan pengawasan, juga mutlak diperlukan sarana

hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Dengan penggunaan sarana hukum tersebut berarti dalam penegakan hukum lingkungan hidup sifatnya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup serta menanggulani terjadinya pencemaran dan perusakan

37 Takdir Rahmadi. Hukum Pengelolaan bahan Berbahaya dan Baracun. Airlangga University Press. 2003. hal. 23

34

lingkungan hidup. Menurut Benjamin Van Rooij sebagaimana di kutip oleh Lia Fajriani ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum lingkungan yaitu ; 38 1. Macro-levee political, social and economic factors (the general contexs) factor-faktor social, ekonomi dan politik tingkat makro. Factor ini mecakup : a. Seberapa banyak sumber daya uang memang dipergunakan atau dialokasikan untuk upaya penegakan hukum b. Apakah negara tersebut dalam masa krisis c. Stabilitas sosial masyarakat atau negara yang stabilitasnya kacau, jelas penegakan hukum lingkungannya tidak berjalan d. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup. Apabila kesadaran masyarakatnya tinggi, maka penegakan hukumnya akan berjalan pula. Faktor sosial ekonomi dan politik dapat mempengaruhi penegakan hukum lingkungan. Bila sosial ekonomi suatu negara tinggi, maka penegakan hukum terlaksna dengan cepat, karena untuk penegakan hukum lingkungan membutuhkan sarana yang besar dan biaya yang tinggi dalam kegiatannya. Negara membutuhkan dana yang tinggi untuk pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup. Faktor politik juga sangat mempengaruhi penegakan hukum lingkungan, bila negara dalam keadaan kacau bagaimana penegakan hukum dapat dilakukan, dan pengaruh-pengaruh politik dari luar juga sangat menentukan. Apabila negara hanya mementingkan keuntungan sekelompok orang atau merugikan masyarakat banyak, maka penegakan hukum lingkungan sulit untuk dilaksanakan. 2. Law (faktor Undang-undang yang berlaku) a. Apakah faktor hukumnya bebas dari pengaruh politik atau tidak b. Peraturan perundang-undangan. Apakah peraturan itu memuat perlindungan hukum atau tidak dan apakah cukup aspek perlindungannya38 Lia Fajriani. Kepatuhan dan Penegakan Hukum Yang Berkaitan Dengan AMDAL, UKL dan UPL di Kota Padang. .2005. Tesis.. hal. 13 - 18

35

c. Kejelasan dan kepastian hukum dari perundangundangan itu sendiri d. Sanksi-sanksi dari hukum itu sendiri e. Untuk menegakkan hukum lingkungan faktor yang sangat menentukan adalah peraturan yang mengatur hukum lingkungan itu sendiri. Apakah peraturan mengenai hukum lingkungan sudah memadai atau belum. Apakah dalam perundang-undangan tersebut juga memuat sanksi-sanksi yang tegas terhadap pelaku perusakan dan pencemaran lingkungan. 3. Intern Institutional Factors (faktor-faktor antar kelembagaan) a. Kepemimpinan dari kelembagaan. Kepemimpinan ini sangat berpengaruh dalam suatu kelembagaan untuk penegakan hukum lingkungan. Apakah pemimpin tersebut mampu memberikan arahan kepada bawahannya untuk pengelolaan lingkungan hidup b. Institusi-institusi pelengkap (lembaga pendukung) misalnya dalam lingkungan Bapedal institusi pelengkpanya adalah pihak kepolisian, ada peran serta polisi dsan kejaksaan, dimana pihak-pihak tersebut harus saling mendukung c. Keputusan hukum untuk bertindak atau tidak terhadap keluhan mengenai masalah lingkungan. Hal ini tergantung pada keadaan dari si korban atau pengadu. Ini dapat dilihat apabila korbannya lemah atau dari golongan kurang mampu sering pengaduannya lamban untuk ditanggapi dan sebaliknya. Disini berarti hukum tergantung dari siapa pengadu yang mempunyai daya sumber yang kuat maka hukum tersebut akan tegak d. Si pelanggar, bagi si pelanggar berlaku hal yang sama seperti pengadu. Apabila si pelanggar kuat maka penegakan hukumnya lemah atau tidak berjalan dan begitu juga sebaliknya. e. Instansi sejenis. Seperti halnya Bapedal pusat dan Bapedal daerah yang mempunyai kewenangan di tempat yang berbeda. Dalam hal ini terdapat adanya kerjasama antara instansi tersebut dalam menangani masalah dan kasus-kasus lingkungan pada daerah masing-masing f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan. LSM diharapkan mampu membawa dan membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalah lingkungan. g. Masyarakat setempat. Apabila tekanan dari masyarakat kuat maka semangkin kuat pula penegakan hukum lingkungannya.

36

4. Internal Institutional Factors (faktor-faktor internal kelembagaan). Suatu lembaga mempunyai suatu tujuan yang jelas untuk menegakkan hukum lingkungan. Sumber daya alam yang dimiliki baik itu berupa uang maupun peralatannya. Begitu pula dengan budaya organisasi seperti disiplin kerja dan semangat kerja. Hal tersebut sangat mempengaruhi pada penegakan hukum lingkungan. 5. Case Ralated Factors (Faktor-faktor yang berhubungan dengan kasus itu sendiri). Faktor kasus, terkait pada siapa korban dan siapa pelanggar. Apakah kasus tersebut sampai pada penegakan hukum atau tidak, hal tersebut dapat dilihat dari faktor keseriusan kasus tersebut. 6. Factors Related To The Individual agent ( faktor terkait dengan pelaku individual). Faktor ini menyangkut kinerja dari aparat hukum. Apakah aparat hukum tersebut mampu menyelesaikan segala permasalahan yang datang dari pengadu atau korban 1.5.2.3 Pembangunan Dan Lingkungan Hidup Peningkatan usaha pembangunan sejalan dengan peningkatan penggunaan sumber daya untuk menyokong pembangunan dan timbulnya permasalahan-permasalahan dalam lingkungan manusia. Pembangunan merupakan proses dinamis yang terjadi pada salah satu bagian dalam ekosistem yang akan mempengaruhi seluruh bagian. Kita tahu bahwa pada era pembangunan dewasa ini, suber daya bumi harus di kembangkan semaksimal mungkin secara bijaksana dengan cara-cara yang baik dan seefisien mungkin. 39 Dalam pembangunan, sumber alam merupakan komponen yang penting karena sumber alam ini memberikan39. Imam Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelesteriannya. Alumni, Bandung 2003. hal. 73

37

kebutuhan asasi manusia. Dalam pembangunan sumber alam tadi hendaknya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek pembangunan, keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang-kadang bisa membahayakan kehidupan umat. Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu

diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu pembangunan. Itulah sebabnya dalam setiap usaha pembangunan, ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan. Sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan umum masyarakat sebagai konsumen hasil pembangunan tersebut. Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian, antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber daya alam yang diketahui dan diperlukan ; akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam termasuk kekayaan hayati dan habisnya deposito kekayaan alam tersebut. Bagaimana cara pengelolaannya, apakah secara tradisional atau memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya terhadap dan pengaruh proyek pada serta

lingkungan,

memburuknya

lingkungan

kemungkinnan menghentikan pengrusakan lingkungan dan menghitung biaya-biaya serta alternatifnya.

38

Hal-hal tersebut di atas hanya merupakan sebagian dari daftar persoalan, atau pertanyaan yang harus

dipertimbangkan bertalian dengan setiap proyek pembagunan, juga sekedar menggambarkan masalah lingkungan yang masih harus dirumuskan kedalam pertanyaan-pertanyaan kongkrit yang harus dijawab. Setelah ditemukan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan tadi, maka disusun pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan pembangunan baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor perlindungan lingkungan hidup. Dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan sumber-sumber alam yang dapat diperbaharui, hendaknya selalu diingat dan diperhatikan hal-hal sebagai berikut ; 40 a. Generasi yang akan datang harus tetap mewarisi suatu alam yang masih penuh sumber kemakmuran untuk dapat memberi kehidupan kepada mereka b. Tetap adanya keseimbangan dinamis diantara unsur-unsur yang terdapat di alam c. Dalam penggalian sumber-sumber alam harus tetap dijamin adanya pelestarian alam, artinya pengambilan hasil tidak sampai merusak terjadinya autoregenerasi dari sumber alam tersebut. d. Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap dengan40. Ibid. hal. 77

39

lingkungan dan terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, maupun kebutuhan spritual. Selain itu dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan dan penggalian sumber daya alam untuk kehidupan harus disertai dengan : 1. Strategi pembangunan yang sadar akan permasalahn lingkungan hidup, dengan dampak ekologi yang sekecilkecilnya. 2. Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan mewujudkan persyaratan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik untuk puluhan tahun yang akan datang (kalau mungkin untuk selamanya) 3. Eksploitasi sumber hayati didasarkan tujuan kelanggengan atau kelestarian lingkungan dengan prinsip memanen hasil tidak akan menghancurkan daya autoregenerasinya 4. Perencanaan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan penghidupan hendaknya dengan tujuan mencapai suatu keseimbangan dinamis dengan lingkungan hinggga memberikan keuntungan secara fisik, ekonomi, sosial dan spritual. 5. Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan, dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan 6. Pemakaian sumber alam tidak dapat diganti, harus sehemat dan seefisien mungkin. 1.6. Metode Penelitian Penelitian ini adalah merupakan penelitian hukum sosiologis (sociological legal research) yaitu dengan mengumpulkan bahan dari peraturan-peraturan yang erat kaitannya dengan objek penelitian dan melihat norma norma hukum yang berlaku kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau fakta - fakta yang terdapat di lapangan. Pendekatan penelitian ini berupa pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus

40

1.6.1

Lokasi Penelitian a. Penelitian lapangan (field research) dilakukan pada 2 (dua) daerah di Provinsi Sumatera Barat yaitu : 1) Kota Padang, yaitu terhadap Pembangunan Sentral Pasar Raya, bekas Terminal Goan Hoat Padang. Dibangunnya bekas terminal ini sebagai pusat pertokoan/perbelanjaan telah menimbulkan

kemacetan dan kesemrautan kota yang pada akhirnya menjadi lingkungan. 2) Kota Bukittinggi. Yaitu masalah

terhadap

pembangunan

Gedung Parkir dan Pusat Perbelanjaan Pasar Banto. Pembangunan kembali Pasar Banto ini juga menimbulkan kemacetan dan kesemrautan

41

kota

Bukittinggi

yang

seyogianya harus indah dan asri mengingat Bukittinggi adalah Kota Wisata yang menjadi pusat perhatian bagi wisatawan baik dari dalam maupun Sebaiknya luar negeri. Pusat

Perdagangan / Pertokoan ini dibangun kearah pinggiran kota, sehingga citra Kota Bukittinggi sebagai Kota

Wisata dapat dipertahankan

b. Penelitian Kepustakaan (library research) dilakukan : 1) Perpustakaan Daerah Sumatera Barat 2) Perpustakaan Universitas Andalas 3) Perpustakaan Pascasarjana Universitas Andalas

1.6.2

Pengumpulan data dan instrumen penelitian Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara : a. Wawancara ( Interview) Yaitu dengan melakukan wawancara bebas dengan para

42

informan yaitu para pejabat yang membidangi AMDAL di Bapedalko Padang dan Bukittinggi serta pejabat yang

membidangi masalah perizinan di Dinas Tata Kota , Kota Padang, dan Kota Bukittinggi dan juga melakukan wawancara dengan beberapa orang eks pedagang yang pernah berusaha di Teminal Goan Hoat Padang dan Pasar Banto Bukittinggi. b. Dokumen Maksudnya dengan melakukan pengambilan objek

dokumen-dokumen hasil monitoring atau objek surat dan kliping Koran yang relevan dengan penelitian ini

1.6.3

Jenis Data Jenis data terdiri dari : a. Data Primer Data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari informan. Di dalam penelitian ini yang akan menjadi informan adalah pejabat yang membidangi AMDAL di Bapedalda dan pejabat yang membidangi perizinan di Kantor Dinas Tata Kota b. Data Sekunder yang terdiri dari : 1) Bahan Hukum Primer yaitu mempelajari peraturan perundangundangan tentang pengelolaan lingkungan hidup dan

peraturan-peraturan lainnya yang terkait dengan dokumen

43

AMDAL 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu mempelajari berbagai literatur (buku-buku, makalah, laporan penelitian, jurnal) yang

berkaitan dengan masalah penegakan hukum lingkungan.

1.6.4

Pengolahan dan analisis data Setelah data dikumpulkan kemudian dicatat, dianalisis dan interpretasikan. Dalam menganalisa dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dan teori yang mendukung penelitian ini. Setelah itu dirumuskan dalam bentuk uraian dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan.

43

BAB II

ANALASIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL), UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (UPL)

2.1 Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu

proses studi formal yang digunakan untuk memprediksi dampak lingkungan dari kegiatan pembangunan. AMDAL ini bertujuan untuk menjamin agar dampak potensial dapat diketahui lebih dini dan ditangani pada tahap awal rencana dan disain proyek. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bermanfaat untuk (1) memprediksi dampak setiap kegiatan terhadap lingkungan hidup, (2) mencari jalan untuk mengurangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positifnya, dan (3) menyajikan hasil analisis serta alternatif bagi pengambilan keputusan berkaitan dengan persyaratan penataan lingkungan hidup.41 AMDAL merupakan ketentuan yang penting dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup. Khususnya dalam upaya pembangunan yang

berkelanjutan (Sustainable Development). AMDAL

dapat ditinjau dari

pengertian yuridisnya, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999. Pasal 1 butir (21) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Pasal 1 butir (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 menyatakan : Analisis mengenai dampak lingkungan adalah kajian mengenai dampak41 . Moh. Askin. Op. Cit. hal. 47

45

besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan suatu usaha dan/atau kegiatan Berdasarkan rumusan diatas, AMDAL merupakan proses pengambilan keputusan oleh instansi yang berwenang, apakah suatu rencana usaha atau kegiatan dapat disetujui dan atau tidak untuk dilaksanakan. AMDAL berfungsi sebagai suatu dokumen penting untuk memberikan

informasi mengenai rencana usaha yang akan dijalankan dan dampak lingkungan yang timbul, serta untuk mengetahui langkah-langkah atau upaya untuk mengendalikan dampak lingkungan tersebut. 42 Sehubungan dengan prosedur/tata laksana AMDAL Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 telah menetapkan mekanisme yang harus ditempuh, sebagai berikut : 1. Pemrakarsa menyusun Kerangka Acuan (KA) bagi pembuatan dokumen AMDAL, kemudian disampaikan kepada komisi AMDAL. KA yang dimaksud diproses paling lama 75 hari kerja sejak diterimanya oleh komisi AMDAL . Jika lewat waktu yang ditentukan ternyata komisi AMDAL tidak memberikan tanggapan, maka dokumen KA tersebut menjadi sah untuk digunakan sebagai dasar penyusunan ANDAL . 2. Pemrakarsa menyusun dokumen Analisis Dampak Lingkungan

(ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), kemudian disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab untuk diproses, dengan menyerahkan dokumen42 Frenadin Adegustara (2005) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Makalah disampaikan pada kuliah Hukum Lingkungan. Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang. hal.1-2

tersebut kepada komisi AMDAL untuk dinilai. 3. Hasil penilaian dari komisi AMDAL disampaikan kembali kepada instansi yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 75 hari. Apabila dalam jangka waktu yang telah disediakan, ternyata belum diputus oleh instansi yang bertanggung jawab, maka dokumen tersebut tidak layak lingkungan. 4. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ternyata instansi yang bertanggung jawab mengeluarkan keputusan penolakan karena dinilai belum memenuhi pedoman teknis AMDAL yang ada, maka kepada pemrakarsa diberi kesempatan untuk memperbaikinya. 5. Hasil perbaikan dokumen AMDAL oleh pemrakarsa diajukan kembali kepada instansi yang bertanggung jawab untuk diproses dalam memberi keputusan sesuai dengan Pasal 19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999. 6. Apabila dari dokumen AMDAL dapat disimpulkan bahwa dampak negatif tidak dapat ditanggulangi berdasarkan ilmu dan teknologi, atau biaya penanggulangan dampak negatif lebih besar dibanding dampak positifnya, maka instansi yang bertanggung jawab memutuskan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan tidak layak lingkungan.43 Selanjutnya dalam prosedur/mekanisme AMDAL juga terdapat adanya peran serta masyarakat (inspraak), karena adanya asas terbuka bagi43 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, Bab III Tentang Tata Laksana, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59.

47

masyarakat dalam memberikan masukan berupa saran, pendapat dan sebagainya mengenai dokumen AMDAL dari suatu rencana usaha/kegiatan. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 33 - Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, kemudian penjabarannya diatur lebih lanjut oleh keputusan kepala Bapedal RI Nomor 8 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam proses AMDAL. Pelaksanaan rencana usaha atau kegiatan, harus ditindak lanjuti dengan menempuh tahap perizinan.44

Dengan demikian terlihat danya

keterkaitan antara AMDAL dengan perizinan. Hal ini dinyatakan tegas dalam pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Yakni : Setiap Usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Perizinan dapat ditempuh oleh pemrakarsa jika dokumen AMDAL telah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab. Izin melakukan usaha dari rencana usaha atau kegiatan dapat diberikan oleh instansi yang berwenang dengan mencantumkan syarat dan kewajiban yang terdapat dalam RKL dan RPL.45

Dokumen AMDAL berlaku seumur usaha atau kegiatan,

oleh karena itu, hal-hal yang tertuang dalam dokumen AMDAL harus ditaati oleh pengelola, yang merupakan tindak lanjut pasca AMDAL akan dilaporkan secara berkala kepada instansi yang melakukan pemantauan lingkungan sesuai dengan tugas pokoknya dan instansi yang menangani44 Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Keputusan Nomor 23/MPP/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan. 45 Frenadin Adegustara, op cit, hal 9

lingkungan hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota. 46

2.2 Peranan AMDAL Dalam Perencanaan Pembangunan Otto Soemarwoto menyatakan bahwa pembangunan diperlukan untuk mengatasi banyak masalah, termasuk masalah lingkungan. Namun

pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif itu dapat berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa kita harus memperhitungkan dampak negatif dan berusaha untuk menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah dengan melakukan pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada operasi pembangunan itu. Dengan pemabngunan berwawasan lingkungan maka pembangunan dapat berkelanjutan. Makna Pembagunan Nasional bukan hanya untuk meningkatkan ekonomi tetapi pada dasarnya mempunyai arti yang lebih luas dari perkembangan ekonomi, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas dimana terkandung peningkatan mutu atau kualitas hidup. Untuk mencapai tujuan ini sumber daya manusia merupakan peran utama dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan manusia pula. Oleh karena itu untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut, maka kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya alam menjadi kunci utamanya.46 Ester Simon, Sigit Reliantoro dan Dadang Purnama (2004), Tanya Jawab AMDAL, Menjawab Berbagai Pertanyaan Umum Tentang AMDAL, Jakarta, hal 20

49

Manusia dengan segala kemampuannya akan selalu berintegrasi dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Makin besar perubahan itu makin besar pula pengaruh terhadap diri manusia. Untuk perubahan yang kecil manusia dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan perubahan itu, tetapi dengan perubahan yang besar sering ada di luar kemampuan diri sehingga perubahan itu dalam halhal tertentu dapat mengancam kelangsungan hidup.47 Makin maju teknologi, makin besar pula kemampuan manusia untuk merubah lingkungan. Pengaruh perubahan lingkungan akibat suatu kegiatan pembangunan terhadap masyarakat, ada yang memberikan keuntungan pada kehidupan sosial ekonomi, tetapi ada pula yang menimbulkan kerugian terhadap kesejahteraan rakyat sehingga menambah beban masyarakat dan mengurangi manfaat dari pembangunan itu. Uraian di atas dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup maka nampak gambaran bagi proyek-proyek yang akan dibangun atau yang telah berjalan, perlu diteliti sampai seberapa besar dapat meningkatkan kulitas lingkungan hidup setempat. Selain itu terkandung pula penegrtian seberapa besar dapat memaksimumkan manfaat (dampak positif) terhadap lingkungan yang mengandung makna harus dapat menciptakan kegiatan ekonomi baru dan penyedian fasilitas sosial ekonomi bagi masyarakat setempat. atau sebaliknya malah menurunkan kualitas ligkungan hidup dalam arti lebih banyak memberikan kerugian (dampak negatif) bagi47.. Soeryono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003.

masyarakat sekitar. Untuk mengatasi semua itu, analisa dampak lingkungan adalah salah satu cara pengendalian yang efektif untuk dikembangkan. AMDAL bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan pengaruh-pengaruh buruk (negatif) terhadap lingkungan dan bukan menghambat ektifitas ekonomi. AMDAL pada hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan dimana tidak saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan juga aspek pengaruh proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia dan lain-lain. 48 Tujuan dan sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara

berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha tau kegiatan tersebut layak dari segi aspek liongkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL adalah sebagai bahan untuk mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun sebagai pedoman dalam membuat berbagai perlakuan penanggulangan dampak negatif. Secara umum kegunaan AMDAL adalah :49 1. Memberikan informasi secara jelas mengenai suatu rencana usaha berikut dampak- dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. 2. Menampung aspirasi, pengetahuan dan pendapat penduduk khusunya dalam masalah lignkungan sewaktu akan didirikannya suatu rencana proyek atau usaha48. S.P. Hadi, Aspek sosial Amdal Sejarah, Teori dan Metode, Gadjahmada University Press Yokyakarta, 1995 49. Ibid

51

3. Menampung informasi setempat yang berguna bagi pemrakarsa dan masyarakat dalam mengantisipasi dampak dan mengelola lingkungan. Selanjutnya dalam usaha menjaga kualitas lingkungan Secara khusus AMDAL berguna dalam hal : 1. Mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tidak rusak, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. 2. Menghindari efek samping dari pengolahan sumber daya terhadap sumber daya alam lainnya, proyek-proyek lain dan masyarakat agar tidak timbul pertentangan-pertentangan. 3. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat. 4. Agar diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa, negara dan masyarakat. Melalui pengkajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan mampu optimal

meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan yang negatif serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efesien. Munn (1979) sebagaimana dikutip oleh Helneliza, mengemukakan bahwa AMDAL merupakan salah satu dari bagian perencanaan dalam rangka menghasilkan tindakan pembangunan yang selaras dengan lingkungan. memanfaatkan sumber daya lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghindari degradasi. Di banyak negara AMDAL dinyatakan berhasil

menghambat laju kerusakan lingkungan. Hasil KTT Bumi di Rio de Jeneiro telah membuktikan hal ini, dimana + dari 158 negara menyatakan berhasil menghambat laju kerusakan lingkungan. AMDAL sebagai bagian yang integral dari pembangunan berkelanjutan, memberi arti bahwa sekurangkurangnya dengan adanya AMDAL mengingatkan pemrakarsa supaya memperhatikan kelestarian lingkungan. 50 Membangun sebuah proyek, sebelumnya tentu harus dilakukan identifikasi masalah mengapa suatu proyek pembangunan ingin dilaksanakan dan tentu saja harus jelas tujuan dan keguaannya. Selanjutnya diadakan studi kelayakan secara teknik, ekonomis, dan lingkungan sebelum melangkah ke perencanaan dari pembangunan proyek. Pelaksanaan pembangunan proyek sebaiknya dimulai setelah hasil AMDAL diketahui sehingga dapat dilakukan optimasi untuk mendapatkan keadaan yang optimum bagi proyek tersebut. Dalam hal ini dampak lingkungan dapat dikendalikan melalui pendekatan teknik dan pengendalian limbah sehingga dapat menghasilkan biaya pengeluaran dampak yang murah dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan. Menurut Imam Supardi, pengelolaan lingkungan dalam usaha menghindari kerusakan akibat dari satu proyek pembangunan baru dapat dilakukan setelah diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan yang akan dibangun. Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pengelolaan lungkungan, maka harus selalu50. Herneliza. Evaluasi Dokumen AMDAL, Tesis Program Pasca Sarjana Unand. Padang. 2006

53

dilakukan

pemantauan sejak awal pembangunan secara berkala. Hasil

pemantauan ini dapat dipakai untuk memperbaiki bahkan mengubah pengelolaan lingkungan, jika memang hasil pemantauan tidak sesuai dengan pendugaan pada AMDAL atau sebaliknya juga dapat dipakai untuk mengoreksi pendugaan AMDAL yang mungkin kurang mengena. 51 Hasil AMDAL dapat diketahui apakah proyek pembangunan berpotensi menimbulkan dampak atau tidak. Bila berdampak besar terutama yang negatif, tentu saja proyek tersebut tidak boleh dibangun atau boleh dibangun dengan persyaratan tertentu agar dampak negatif tersebut dapat dikurangi sampai tidak membahayakan lingkungan. Dampak negatif yang perlu diperhatikan adalah: 1. Apakah dampak negatif yang mungkin timbul itu melampaui atau tidak, batas toleransi pencemaran terhadap kualitas lingkungan 2. Apakah dengan banyak yang akan dibangun ini atau tidak atau akan menimbulkan gejolak terhadap banyak pembangunan lain atau masyarakat 3. Apakah dampak negatif ini dapat mempengaruhi kehidupana atau

keselamatan masyarakat atau tidak 4. Seberapa jauh perubahan ekosistem yang mungkin terjadi sebagai akibat pembangunan ini. Bila berdasarkan AMDAL tidak akan menimbulkan dampak yang berarti, maka proyek pembangunan dapat dilaksanakan sesuai usulan dengan tetap berpedoman agar tetap memperhatikan dampak-dampak negatif yang51. Imam Supardi, Lingkungan Hidup & Kelestariannya, Alumni, Bandung. 2003

mungkin timbul diluar perkiraan semula. Dalam hal ini, sebelum proyek dilaksanakan harus ditentukan dulu pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai usaha menjaga kelestariannya. Perlu kiranya ditekankan AMDAL sebagai alat dalam perencanaan harus mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan tentang proyek yang sedang direncanakan. Artinya AMDAL tidak banyak artinya apabila dilakukan setelah diambil keputusan untuk melaksanakan proyek tersebut. Pada lain pihak juga tidak benar untuk menganggap AMDAL sebagi satu-satunya faktor penentu dalam

pengambilan keputusan tentang proyek itu. Yang Benar ialah AMDAL merupakan masukan tambahan untuk pengambilan keputusan, disamping masukan dari bidang teknis, ekonomi dan lain-lainnya. Misalnya dapat saja terjadi laporan AMDAL menyatakan bahwa suatu proyek diprakirakan akan mempunyai dampak lingkungan yang besar dan penting. Namun pemerintah berdasarkan atas pertimbangan politik atau keamanan yang mendesak memutuskan untuk melaksanakan proyek tersebut. Yang penting untuk dilihat dalam hal ini adalah keputusan tersebut diambil tidak dengan mengabaikan aspek lingkungan, melainkan setelah mempertimbangkan dan memperhitungkannya. Dengan ini keputusan tersebut diambil dengan menyadari sepenuhnya akan kemungkinan terjadinya dampak lingkungan yang negatif. Maka pemerintah dapat melakukan persiapan untuk menghadapi kemungkinan tersebut sehingga kelak tidak akan dihadapkan pada suatu kejutan yang tidak menyenangkan dan tidak terduga sebelumnya. Dengan persiapan ini dampak negatif dapat diusahakan menjadi sekecil-

55

kecilnya. 52

2.3 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bukan merupakan bagian dari Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) , oleh karena itu tidak dinilai oleh Komisi AMDAL. Usaha Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Usaha Pemantauan Lingkungan (UPL) diarahkan langsung oleh instansi teknis yang membidangi dan bertanggung jawab atas pembinaan usaha atau kegiatan tersebut melalui suatu petunjuk teknis sesuai jenis usaha atau kegiatannya. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bersifat spesifik bagi masing-masing jenis usaha atau kegiatan yang dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkannya. Oleh karena itu Pedoman Teknis UKL dan UPL ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab (sektoral) untuk setiap jenis usaha atau kegiatan yang dikaitkan langsung dengan aktifitas teknis usaha atau kegiatan yang bersangkutan. Pemrakarsa usaha atau kegiatan terikat pada dokumen yang telah diisi dan ditandatanganinya, dan menjadi syarat-syarat pemberian izin usaha atau kegiatan dimaksud. Menurut R.M. Gatot P. Soemarwoto Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan berfungsi

52.. Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yokyakarta, hal. 57

sebagai : 53 a. Acuan dalam penyusunan Pedoman Teknis Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan bagi

Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen Sektoral. b. Acuan penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan bagi pemrakarsa apabila Pedoman

Teknis UKL dan UPL dari sektoral belum diterbitkan c. Instrumen pengikat bagi pemrakarsa untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan dalam penyusunannya harus memenuhi beberapa kriteria yaitu : 1. Langsung mengemukakan informasi penting setiap jenis rencana usaha atau kegiatan yang merupakan sifat khas proyek tersebut, dan dapat menimbulkan dampak potensial terhadap lingkungannya; 2. Informasi komponen lingkungan yang terkena dampak 3. Upaya pengelolaan dan pemantauan Lingkungan hidup yang harus dilakukan oleh pemrakarsa pada tahap prakontruksi, kontruksi maupun pascakontruksi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan mencakup hal-hal sebagai berikut : 54 A. Rencana Usaha atau kegiatan53. R.M. Gatot. P. Soemartono. Op. Cit. hal. 180 54. Ibid. hal. 181 - 183

57

Uraian secara singkat rencana usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa, yang mencakup antara lain : 1. Jenis Usaha atau kegiatan 2. Rencana lokasi yang tepat dari rencana usaha atau kegiatan, dan apakah telah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) atau tidak 3. Jarak rencana lokasi usahaatau kegiatan tersebut dengan sumber daya dan kegiatan lain disekitarnya, seperti hutan, sungai, pemukiman, industri dan lain-lain serta hubungan keterkaitannya 4. Sarana/fasilitas yang direncanakan, yang mencakup antara lain : a. Luas areal yang digunakan untuk usaha atau kegiatan yang meliputi antara lain : bangunan utama, pemukiman tenaga kerja, panjang jalan dan tata letak b. Peralatan yang digunakan termasuk jenis dan kapasitasnya c. Jenis bahan baku serta bahan tambahan maupun bahan lain yang dipergunakan yang meliputi antara lain : jumlah, volume, sifat, asal pengambilan, sistem pengangkutan, cara penyimpanan dan sistem pembuangan akhir

bahan buangan; d. Sumber air dan penggunaannya e. sumber energi f. Tenaga kerja yang digunakan 5. Proses produksi atau kegiatan yang

digunakan/dilaksanakan B. Komponen Lingkungan Uraian secara rinci mengenai Upaya pengelolaan Lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa C. Dampak-dampak Dampak-dampak yang akan muncul baik yang berupa limbah atau polusi maupun bentuk lain yang mencakup : a. Jenis dampak b. Janis dampak dan ukurannya c. Sifat dan tolok ukur dampak D. Upaya pengelolaan Lingkungan Uraian secara rinci mengenai Uapaya Pengelolaan Lingkungan yang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa. E. Upaya Pemantauan Lingkungan Uraian secara rinci mengenai Upaya Pemantauan Lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa, khususnya yang berkaitan langsung dengan sifat kegiatan utamanya atau khasnya yang mencakup antara lain

59

a. jenis dampak yang dipantau b. lokasi pemantauan c. waktu pemantauan d. cara pemantauan F. Pelaporan Uraian secara rinci mengenai mekanisme pelaporan dari upaya peneglolaan dan upaya pemantauan lingkungan pada saat rencana usaha atau kegiatan dilaksanakan (instansi pembina, BAPEDAL, Pemda Tk I dan Tk II setempat) G. Pernyataan Pelaksanaan Pernyataan pemrakarsa untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan atas rencana usaha atau kegiatannya yang dilengkapi dengan tanda tangan pemrakarsa

2.4 Instrumen Penegakan Hukum Lingkungan Penegakan hukum lingkungan tidak dapat hanya diandalkan pada ketegasan atau kerasnya penegakan hukum tersebut. Penegakan hukum yang dikehendaki ialah penegakan hukum yang tegas, tetapi arif dan bijaksana. Dalam penegakan hukum lingkungan teknik pendekatan terhadap masalah pelanggaran ketentuan pengelolaan lingkungan harus menggunakan teknik pendekatan yang komprehensif integral. Dalam corak pendekatan yang demikian itu penegakan hukum dilaksanakan guna menunjang terlanjutkan pembangunan berwawasan lingkungan.

Undang-undang No. 23 tahun 1997 memuat tiga macam penegakan dalam hukum lingkungan yaitu : a. Penegakan Hukum Administrasi b. Penegakan Hukum Perdata c. Penegakan Hukum Pidana Pada dasarnya setiap instrumen mempunyai jangkauan masingmasing dengan tujuan tergantung dari kepentingan yang ingin diselesaikan. Penegakan hukum tersebut akan diuraikan satu persatu pada bagian di bawah ini.

2.4.1

Penegakan Hukum Administrasi Pengeloaan lingkungan hidup tidak hanya tugas dari orang perorangan, melainkan peran serta dari seluruh lapisan untuk melestarikan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup yang berkesinambungan terpelihara dan bersih merupakan kebutuhan para warga serta diusahakan terwujudnya oleh administrasi negara dalam pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan hidup mutlak diperlukan. Peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup menjadi semangkin jelas, sehingga hukum administrasi negara mempunyai peran yang amat penting. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh SF. Marbun. 55 Semula hukum lingkungan sebagai hukum gangguan yang bersifat sederhana dan mengandung aspek keperdataan, lambat laun

55 . SF. Marbun dkk. Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum administrasi Negara. UII Press. Yokya.2001. hal. 297

61

perkembangannya bergeser kearah bidang hukum administrasi negara, sesuai dengan peningkatan peranan penguasa dalam bentuk campur tangan terhadap berbagai segi kehidupan dalam masyarakat yang semangkin komplek. Sebagai hukum lingkungan administrasi terutama muncul apabila petusan penguasa yang bersifat kebijaksanaan ditetapkan dalam bentuk ketetapan penguasa Penegakan hukum administrasi dalam penegakan hukum lingkungan mempunyai dua fungsi yaitu bersifat prefentif dan represif. Bersifat preventif yaitu berkaitan dengan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku atau penanggung jawab kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran (Pasal 25 UUPLH). Sanksi merupakan suatu hal yang penting dalam hukum lingkungan begitu juga dalam hukum administrasi. Pentingnya sanksi dalam hukum administrasi dimana bagi pembuat peraturan tidak hanya melarang tindakan-tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang dapat dikaitkan pada suatu izin. Pentingnya sanksi administrasi ini dalam UUPLH pun diatur sanksi yang bagaimana yang seharusnya diberikan terhadap pelaku kegiatan apabila telah diketahui telah terjadi pelanggaran. Dalam rangka penegakan hukum lingkungan administrasi ada beberapa macam sanksi administrasi yang biasa diberlakukan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku kegiatan yaitu :56 a. Bestuursdwang (paksaan pemerintah)56 . Philipus M. Hajon. Pengantar Hukum administrasi Indonesia. Gajahmada University Press. Yokyakarta.1994. hal. 245.

b. Penarikan

kembali

keputusan

yang

menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran dan sebagainya) c. Pengenaan (dwangsom) d. Pengenaan denda administratif (administrative boete) Pandangan Philipus M. Hajon diatas merupakan wujud yang berkembang di Belanda, uang paksa oleh pemerintah

penegakan hukum administrasi

diharapkan dapat sebagai bahan pembanding dalam pembentukan dan praktek hukum administrasi di Indonesia.

Mas Ahmad Santosa memberikan suatu bentuk piramida

63

dalam memberlakukan sanksi dalam penegakan hukum lingkungan.57

Pencabutan Izin Suspensi Paksaan Pemerintah Atau uang paksa Audit wajib Teguran III Teguran II Teguran I Konsultasi & Bantuan Teknis Bagi Peningkatan (pelanggaran karena ketidaktahuan) Penataan sukarela (Atur Diri Sendiri)

Pemberlakuan sanksi administrasi sebagaimana tersebut diatas diberlakukan secara sistematis dan bertahap (dari mulai yang bersifat ringan, menengah sampai dengan yang berat) UUPLH mengatur penerapan tiga jenis administrasi yaitu : 1. Paksaan pemerintah Pasal 25 Ayat (1) 2. Pembayaran sejumlah uang tertentu Pasal 25 Ayat (5) 3. Pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan Pasal 27 (1) Penegakan hukum lingkungan di bidang lingkungan hidup57 . Mas Ahmad Santosa. Good Governance Dan Hukum Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2001. hal. 247

sanksi

memiliki beberapa manfaat strategis dibandingkan dengan perangkat penegakan hukum lainnya (perdata dan pidana) manfaat tersebut adalah sbb:58 a. Penegakan hukum administrasi di bidang

lingkungan hidup dapat dioptimalkan sebagai perangkat pencegahan b. Penegakan hukum administrasi (yang bersifat pencegahan) dapat lebih efesien dari sudut pembiayaan dibandingkan penegakan hukum pidana dan perdata. Pembiayaan untuk

penegakan hukum administrasi meliputi biaya pengawasan lapangan yang dilakukan secara rutin dan pengujian laboratorium lebih murah dibandingkan dengan upaya pengumpulan bukti, investigasi lapangan, mempekerjakan saksi ahli untuk membuktikan aspek kausalitas (sebab akibat) dalam kasus pidana dan perdata c. Penegakan hukum administrasi lebih memiliki kemampuan masyarakat. Menurut Mas ahmad Santosa perangkat penegakan hukum administrasi dalam sebuah sistem hukum dan pemerintahan paling tidak harus meliputi izin, persyaratan izin dengan merujuk pada58 .Ibid. hal 248

mengundang

partisipasi

65

AMDAL, standar baku mutu lingkungan, peraturan perundangundangan, mekanisme pengawasan penataan, keberadaan pejabat pengawas dan sanksi administrasi. Kelima perangkat ini merupakan persyaratan awal dari efektifitas dari penegakan administrasi dibidang lingkungan hidup.59 Pejabat yang berwenang menerapkan sanksi administrasi paksaan pemerintah dan pembayaran sejumlah uang tertentu adalah Gubernur. Gubernur dapat melimpahkan wewenang tesebut kepada Bupati/Walikota. Untuk penerapan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha, yang berwenang adalah pejabat yang mengeluarkan izin usaha yang bersangkutan. Gubernur hanya berwenang mengusulkan pencabutan izin usaha kepada pejabat yang berwenang mengeluarkan izin.

2.4.2

Penegakan Hukum Perdata Penegakan hukum perdata merupakan suatu upaya hukum dalam bentuk permintaan ganti rugi oleh korban pencemaran dan perusakan lingkungan kepada pihak pencemar atau industri atau perusahaan yang dianggap telah menimbulkan dampak pencemaran lingkungan yang terjadi. Perbuatan dari pencemar dikatakan melanggar aspek hukum perdata bila perbuatan tersebut terkandung adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dinyatakan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Unsur dari

59 . Ibid. Hal. 249

perbuatan melawan hukum itu adalah : 1. Adanya perbuatan melawan hukum 2. Adanya kesalahan 3. Adanya kerugian 4. Adanya hubungan sebab akibat antara

kegiatan dan kerugian Penggunaan instrumen hukum perdata dalam penyelesaian sengketa-sengketa yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup pada hakekatnya memperluas upaya penegakan hukum dari perbagai peraturan perundang-undangan, sebab :60 a. Melalui dipaksakan hukum ketaatan perdata pada dapat norma-

norma hukum lingkungan, baik bersifat hukum privat maupun hukum publik, misalnya wewenang hakim perdata atau larangan terhadap seseorang yang telah bertindak secara bertentangan dengan syarat-syarat izin yang

berkaitan dengan masalah lingkungan hidup b. Hukum perdata dapat memberikan norma-norma lingkungan60 . Niniek Suparni. Op. Cit. hal. 160

dalam

masalah

67

c. Hukum kemungkinan

perdata untuk

memberikan mengajukan

gugatan ganti rugi atas pencemaran lingkungan terhadap pihak yang

menyebabkan timbulnya pencemaran tersebut. Penegakan hukum perdata dapat dilihat dalam Bab VII UU No. 23 Tahun 1997 yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Sengketa lingkungan hidup ini subjeknya adalah orang, yaitu pelaku dan korban pencemaran dan perusakan lingkunga