dampak perceraian orang tua terhadap pendidikan agama...
TRANSCRIPT
DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP
PENDIDIKAN AGAMA ANAK (STUDI KASUS DI
KELURAHAN KUPANG KECAMATAN AMBARAWA
KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2018)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
Annisa Kharisma Dewi
NIM. 23010150098
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
قوا انفسكم واهليكم نارا
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
“SEBAIK-BAIKNYA HARTA ADALAH ANAK YANG SHOLIH”
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. kupersembahkan sebuah karya
kecil ini untuk:
1. Suamiku tercinta Dimas Fatikhur Rokhman yang tiada henti memberi
semangat, cinta, dan dukungan sehingga proses penempuhan gelar sarjana
ini bisa tercapai.
2. Anakku Arkan Alfarizi yang selalu menjadi penyemangat dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Kedua orang tuaku tersayang Ibu Siti Nduriyah dan Bapak Sri Marwanto
yang selalu memberikan dorongan, motivasi, kasih sayang, do’a dan
kekuatan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada.
4. Bapak dan Ibu mertuaku yang senantiasa memberi dukungan dan do’a
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Saudara kandungku Annisa Salsabila dan Annisa Sukma Sektiani, serta
keluarga besarku yang motivasi dan do’anya tak pernah putus kepadaku
sehingga proses penempuhan gelar sarjana ini bisa tercapai.
6. Sahabat dan teman dekatku yang senantiasa membantu, serta memberikan
motivasi tiada henti hingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Keluarga besar KKN posko 40.
8. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2015 khususnya jurusan PAI.
viii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
yang mana telah memberikan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “DAMPAK PERCERAIAN ORANG
TUA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK (STUDI KASUS DI
KELURAHAN KUPANG KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2018)”.
Tidak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Agung
Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang selalu setia
dan menjadikan suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya umat manusia
yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman
terang benderang yakni dengan ajaran Islam.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak
yang telah berkenan membantu dan memberikan dukungan baik moril maupun
materil dalam penyusunan skripsi ini. oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku ketua program studi Pendidikan Agama
Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
ix
4. Ibu Lilik Sriyanti, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan
ikhlas mencurahkan pikiran, tenaga, serta pergorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Para dosen di IAIN Salatiga yang telah membekali pengetahuan sehingga
penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Keluarga besar penulis, atas segala motivasi dan dukungannya kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Berbagai pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu
penulis baik moral maupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Harapan penulis, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
baik dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penyusunan skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan segala aspek yang
dimiliki penulis. Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis
harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis serta para
pembaca pada umumnya.
Salatiga, 18 Maret 2019
Penulis
Annisa Kharisma Dewi
NIM. 23010150098
x
ABSTRAK
Dewi, Annisa Kharisma. 2019. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap
Pendidikan Agama Anak (Studi Kasus Di Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2018).
Skripsi, Program studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Dr. Lilik Sriyanti, M.Si.
Kata Kunci: Pendidikan Agama Anak; Perceraian Orang Tua
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui dampak perceraian
terhadap pendidikan agama anak dalam keluarga. Pertanyaan yang ingin dijawab
melalui penelitian ini adalah (1) Apa penyebab terjadinya perceraian orang tua di
Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, (2) Bagaimana
usaha yang dilakukan orang tua dalam memberikan pendidikan agama terhadap
anak setelah terjadinya perceraian, (3) bagaimana dampak perceraian terhadap
pendidikan agama anak.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua yang
bercerai dan anak dari orang tua yang bercerai. Pengumpulan data dilakukan
dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.keabsahan data diperoleh melalui
triangulasi sumber.data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya perceraian di
Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang adalah
perselisihan terus menerus, perselingkuhan, tidak menafkahi dan penjudi serta
pemabuk. Perceraian yang dilakukan sebagian besar dengan cara cerai gugat.
Pendidikan agama anak korban perceraian menjadi berkurang karena status orang
tua yang kini disebut single parent menjadikannya sibuk bekerja. Adapun usaha
yang dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya yaitu melalui pembiasaan
melakukan ibadah sehari-hari. Dampak perceraian terhadap pendidikan agama
anak adalah anak malas melakukan sholat dan ibadah-ibadah lainnya, mulai
memperlihatkan sikap berani kepada orang tua, manja, dan mencuri. Perceraian
bisa juga tidak berdampak pada pendidikan agama anak apabila orang tua
memiliki kesungguhan dalam mendidik, faktor lingkungan yang kondusif, dan
usia anak yang masih terlalu kecil ketika terjadi perceraian.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………....i
HALAMAN BERLOGO……………………………………………………….....ii
NOTA DINAS PEMBIMBING………………………………………………….iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI………………………………………....v
MOTTO…………………………………………………………………………..vi
PERSEMBAHAN……………………………………………………………….vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ix
ABSTRAK……………………………………………………………………….xi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………...1
B. Fokus Penelitian...……………………………………………………5
C. Tujuan Penelitian…….……………………………………………….5
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………6
E. Penegasan Istilah……………………………………………………..6
F. Sistematika Penulisan………………………………………………..8
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Perceraian Orang Tua……………………………………………….10
1. Perceraian Orang Tua…………………………………………...10
2. Penyebab Perceraian…………………………………………….11
3. Dampak Perceraian……………………………………………..14
B. Pendidikan Agama Anak Dalam Keluarga…………………………16
1. Pengertian Pendidikan Agama dalam Keluarga……………..…16
xii
2. Hak dan Kewajiban Ayah, Ibu, Anak…………………………..18
3. Metode Mendidik Anak……………………………………...…23
C. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak
dalam Keluarga…………………………………………………….29
D. Kajian Pustaka……………………………………………………..33
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian……………...…………………….36
B. Kehadiran Peneliti…………………………………………………..36
C. Lokasi Penelitian……………………………………………………37
D. Subjek Penelitian…………………………………………………... 37
E. Sumber Data…………………………………………….…………..37
F. Prosedur Pengumpulan Data…………………………….………….38
G. Analisis Data………………………………………………………..40
H. Pengecekan Keabsahan Temuan……………………………………41
I. Tahap-Tahap Penelitian…………………………………………….42
BAB IV : PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. PAPARAN DATA………………………………………………….44
1. Gambaran Umum Kelurahan Kupang………………………….44
a. Letak Geografis Kelurahan Kupang………………………..44
b. Keadaan Demografi Kelurahan Kupang……………………45
c. Sarana Prasarana Kelurahan Kupang………………….……47
d. Struktur Organisasi Kelurahan Kupang…………………….49
2. Profil Subjek………………………………………………….....50
3. Penyebab Terjadinya Perceraian Orang Tua Di Kelurahan Kupang
…………………………………………………………………..56
4. Pendidikan Agama Anak Korban Perceraian Di Kelurahan
Kupang………………..…………………………………………60
5. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak
…………..………………….……………………………………66
xiii
B. ANALISIS DATA……………………………………….………….70
1. Penyebab Terjadinya Perceraian Orang Tua Di Kelurahan Kupang
……………………………………………….………………… 70
2. Pendidikan Agama Anak Korban Perceraian ……..……………77
3. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadapa Pendidikan Agama
Anak……………………………………………………………..81
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………….……………….87
B. Saran…………………………………………………………………88
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...…………89
LAMPIRAN LAMPIRAN…………………………………………………..….91
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Agama …………………………..45
2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia ……………………………..46
3. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ..……………..46
4. Tabel 4.4 Sarana Ibadah…………………… …………………………..47
5. Tabel 4.5 Sarana Pendidikan……………….…………………….……..47
6. Tabel 4.6 Olah Raga/Kesenian dan Sosial…………………….………..48
7. Tabel 4.7 Sarana Lain-lain………………… …………………………..48
8. Tabel 4.8 Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Kupang………49
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Akta Cerai dan KK
2. Daftar Nilai SKK
3. Riwayat Hidup Penulis
4. Nota Pembimbing Skripsi
5. Surat Keterangan Ijin Meneliti
6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
7. Lembar Konsultasi
8. Pedoman Wawancara
9. Foto-foto
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup berkeluarga dijalani hampir seluruh umat manusia, maka sudah
selayaknya jika hidup dalam keluarga memberikan warna atau kontribusi
tersendiri dalam pembentukan perilaku seseorang. Hidup dalam keluarga
tidak hanya dilihat sebagai urusan pribadi maupun kemasyarakatan, tetapi
juga sebagai bentuk cara hidup yang sesuai dengan rencana dan kehendak
Allah.
Kenyataan yang semacam ini memiliki arti positif pada kehidupan
berkeluarga.Seluruh anggota keluarga tidak hanya sebagai partner hidup,
namun mereka juga merupakan amanat dari Allah Swt yang harus
dijaga.Dalam penjagaannya tentu harus sesuai dengan kaidah yang diberikan
dari Sang pemberi amanat tersebut. Keyakinan seperti ini akan mendorong
seseorang untuk lebih berhati-hati dan tidak sembarangan dalam menjaga
amanat tersebut.Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. at-Tahrim ayat 6 yang
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjagaannya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
Dari ayat tersebut telah jelas bahwa Allah memerintahkan manusia
untuk menjaga diri dan keluarganya dari hal-hal buruk yang akan merugikan
2
mereka sendiri. Perintah ini dapat dilakukan dengan cara memedulikan
keluarganya baik dari segi pendidikan maupun perilaku.
Peran keluarga bagi anak menjadi penting sekali karena keluarga
merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan,
dan di dalamnya terdapat pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan
kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat
dalam membesarkan anak. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif
kepada anak, sedangkan keluarga yang buruk akan berpengaruh negatif
(Ahid, 2010: 99).
Keluarga merupakan lapagan pendidikan yang pertama dan
pendidiknya adalah orang tua.Orang tua merupakan pendidik bagi anak-
anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Allah
Swt berupa naluri orang tua.Naluri ini menimbulkan rasa kasih sayang yang
bersifat menghangatkan, memberi rasa aman, mampu mengembangkan
kepribadian, menanamkan disiplin, memberi arahan dan dorongan serta
bimbingan agar anak berani dan mampu dalam menghadapi kehidupan. Salah
satu bekal yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya adalah pendidikan
agama. Agama sebagai pondasi yang dapat membentengi anak agar ketika ia
remaja maupun dewasa nantinya dapat mengfilter segala yang
buruk.Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling dasar untuk mencetak
kualitas manusia.Sampai saat ini masih menjadi keyakinan dan harapan
bahwa keluarga senantiasa dapat diandalkan sebagai lembaga ketahanan
moral dan akhlaq al-karimah dalam konteks bermasyarakat, bahkan baik
3
buruknya generasi bangsa ditentukan oleh pembentukan pribadi dalam
keluarga.Di sinilah keluarga memiliki peran yang strategi untuk memenuhi
harapan tersebut (Mufidah, 2013: 38-39).
Namun disisi lain, keluarga khususnya orang tua sering kali menjadi
sumber konflik bagi sejumlah orang. Secara tidak sadar keluarga yang tidak
harmonis akan mengarah pada perceraian. Perceraian ini merupakan salah
satu hal yang paling ditakutkan oleh anak. Ketika perceraian terjadi anak akan
menjadi korban utama, merasa tidak aman, tidak diinginkan atau ditolak oleh
orangtuanya, sedih dan kesepian, marah, kehilangan, merasa bersalah dan
semangat menurun. Perasaan-perasaan yang demikian dapat termanifestasi
dalam bentuk perilaku suka mengamuk, kasar, pendiam, murung, tidak suka
bergaul, sulit konsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga
prestasi di sekolah cenderung menurun, suka melamun terutama untuk
mengkhayalkan orang tuanya bersatu lagi.
Menurut UU N0.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 ayat 1
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak (Nasution, 2002: 221). Perceraian tidak hanya terjadi di
kalangan para artis saja, bahkan masyarakat biasa pun banyak yang
mengalami perceraian. Seperti halnya di daerah kabupaten Semarang, pada
tahun 2016 tercatat tingkat perceraian suami istri mencapai 2.214 perkara
yang diputusi dari 8.000 angka pernikahan yang terjadi. Dari 2.214 perkara
ini, 1.319 perkara perceraian diantaranya adalah yang diputus di Pengadilan
4
Agama Ambarawa dengan berbagai latar belakang yang berbeda.Namun,
penyebab perceraian paling dominan dikarenakan pernikahan dini.Bahkan,
Pengadilan Ambarawa sedikitnya memutus enam perkara perceraian dalam
satu hari.Dari pernyataan tersebut terlihat jelas bahwa tingkat perceraian di
Ambarawa termasuk kategori tinggi dengan berbagai alasan yang melatar
belakangi.Dalam hal ini kasus yang diangkat penulis adalah kasus perceraian
hidup atau perceraian yang terjadi karena kedua belah pihak baik suami atau
istri sudah tidak ada keharmonisan dan banyak konflik yang menjadi faktor
penyebab.
Cerai merupakan peristiwa traumatis yang sangat berdampak besar pada
anak. Anak akan merasa sangat kehilangan orang tua dari kehidupan yang
dijalaninya sehingga perkembangan pribadi atau psikologisnya juga akan
terpengaruh. Hidup di tengah keluarga yang tidak harmonis akan membuka
peluang bagi perkembangan rasa kurang percaya diri yang intens, yang
membuat mereka sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi yang
optimal (Sadarjoen, 2005: 93).Karena ayah dan ibu sudah bercerai, sudah
pasti pengawasan maupun pendidikan terhadap anak berkurang terutama
dalam hal pendidikan agama.
Sebelum bercerai anak selalu diperhatiakn, setiap waktu sholat
diingatkan dan diajak berjamaah, kemudian anak dimasukkan ke Taman
Pendidikan Al-Qur’an dan dimasukkan ke dalam sekolah-sekolah yang
bernafaskan Islam.Namun setelah bercerai kehidupan anak menjadi
terbalik.Banyak orang tua yang menitipkan anaknya kepada kakek atau
5
neneknya lalu hanya diberi uang tanpa diperhatikan bagaimana
perkembangan anaknya baik segi prestasi anak di sekolah, ibadahnya, sopan
santunya, dan lainnya.Seperti yang dirasakan anak-anak Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang yang banyak menjadi korban
perceraian.Diantara mereka sering melakukan perbuatan sesuka hati yang
menurut mereka itu paling benar seperti ketika diantar mengaji memilih
kabur, disuruh sholat membangkang, berani pada orang tua, dan lain-lain.
Berdasar dari latar belakang di atas maka penulis mengangkat judul
sebagai berikut: “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak (Studi Kasus Di Kelurahan Kupang Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2018)”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi
permasalahan dan akan dikaji melalui penelitian ini. adapun beberapa
permasalahan itu dapat penulis rumuskan sebagai berikut:
1. Apa penyebab terjadinya perceraian orang tua di kelurahan Kupang
Kecamatan Abarawa Kabupaten Semarang Tahun 2018?
2. Bagaimana usaha yang dilakukan orang tua dalam memberikan
pendidikan agama terhadap anak setelah perceraian?
3. Bagaimana dampak perceraian orang tua terhadap pendidikan agama anak
dalam keluarga di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang Tahun 2018?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui penyebab terjadinya perceraian orang tua di Kelurahan
Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2018.
2. Mengetahui usaha yang dilakukan orang tua dalam memberikan
pendidikan agama terhadap anak setelah perceraian.
3. Mengetahui dampak perceraian orang tua terhadap pendidikan agama
anak dalam keluarga di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang Tahun 2018.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan diatas maka manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan sumbangan dan informasi yang berarti bagi
pengembangan keilmuan di bidang pendidikan dan psikologis anak.
2. Sumbangsih pemikiran tentang dampak perceraian orang tua terhadap
psikologis anak di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang.
3. Sebagai tambahan referensi dan bahan acuan untuk peneliti selanjutntya
bagi yang berminat di bidang pembahasan yang sama.
7
E. Penegasan Istilah
1. Perceraian Orang Tua
Cerai diartikan pengakhiran suatu perkawinan karena sesuatu sebab
dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah satu pihak atau kedua
pihak dalam perkawinan (Simanjuntak, 2007: 53).Islam sendiri telah
memberikan penjelasan dan definisi bahwa perceraian menurut ahli fiqih
disebut talaq.Talaq diambil dari kata “itlaq” yang berarti melepaskan
atau meninggalkan.Sedangkan dalam istilah syara’, talaq adalah
melepaskan ikatan perkawinan ata7u rusaknya hubungan perkawinan
(Soemiyati, 2003: 81-83).
Orang tua adalah pembimbing dan pendidik dalam keluarga yang
pertama dan utama bagi anak-anaknya, yaitu bapak dan ibu.
Perceraian orang tua adalah terputusnya keluarga atau perpisahan
yang terjadi antara suami dan istri karena salah satu meninggal ataupun
keduanya tidak bisa didamaikan di hadapan hakim karena alasan tertentu
dan tidak bisa menjalankan kewajibannya dalam hal urusan suami istri.
2. Pendidikan Agama Anak Dalam Keluarga
Pendidikan adalah segala usaha dan perbuatan dari generasi tua ke
generasi muda dalam usaha mengalihkan pengalaman, pengetahuan,
kecakapan, dan keterampilan (Ahid, 2010: 3). Sedang pendidikan dalam
kamus besar bahasa Indonesia pusat bahasa (2008: 326) diartikan sebagai
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
8
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Agama berasal dari gabungan kata “a” yang artinya tidak dan
“gama” yang berarti kacau.Jadi, agama artinya adalah tidak kacau.Agama
merupakan terjemahan dari bahsa Inggris “religion” atau religi yang
artinya kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan (Aminuddin dkk,
2014: 13). Sedangkan agama dalam kamus besar bahsa Indonesia pusat
bahasa (2008: 15) adalah ajaran, system yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta
lingkungannya (Islam, Kristen, Budha).
Anak dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah manusia yang
masih kecil.
Keluarga adalah ibu dan ayah beserta anak-anaknya seisi rumah.
Pendidikan agama anak dalam keluarga adalah proses pengubahan
sikap dan perilaku anak sesuai pedoman atau ajaran yang dianut di dalam
rumah dan pendidiknya adalah ayah dan ibu.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan
untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi
skripsi. Oleh karena itu, skripsi ini akan penulis susun dengan sistematika
sebagai berikut:
9
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
dan sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang berbagai teori yang menjadi landasan
teoritik penelitian, meliputi pengertian pendidikan agama anak,
perceraian, faktor yang mempengaruhi perceraian orang tua, dampak
perceraian terhadap pendidikan agama anak dalam keluarga.
BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran
peneliti, lokasi penelitian, subjek penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan
tahap-tahap penelitian.
BAB IV: PAPARAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisi tentang gambaran umum Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dan data dari hasil
penelitian, serta membahas satu persatu tentang analisis data dari
hasil penelitian.
BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perceraian Orang Tua
1. Perceraian Orang Tua
Cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan atau
putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu
tertentu atau selamanya.Perceraian berawal dari kata dasar cerai dan
mendapat awalan “per” dan akhiran “an” yang mempunyai fungsi sebagai
pembentuk kata menjadi perceraian yang berarti perbuatan cerai. Menurut
bahasa, talak berarti menceraikan atau melepaskan. Sedangkan menurut
syara’ yang dimaksud talak adalah memutuskannya perakwinan yang sah,
baik seketika atau dimasa mendatang oleh pihak suami dengan
mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantukan
kedudukan hal tersebut.
Perceraian menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan
pasal 39 ayat 1 perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak (Nasution, 2002: 221).
Dalam buku yang berjudul Perempuan dalam sistem perkawinan
dan perceraian diberbagai komunitas dan adat mengatakan bahwa
perceraian adalah terputusnya keluarga yang disebabkan karena salah satu
atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan dan dengan
11
demikian berhenti melaksanakan kewajibannya di dalam keluarga (Anik
dkk, 2007: 17).Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun
1974 tentang perkawinan, perkawinan dapat putus karena: kematian,
perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Sedangkan perceraian hanya
dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak bisa mendamaikan kedua belah pihak
(Anik dkk, 2007: 79-80).
Orang tua adalah pembimbing dan pendidik dalam keluarga yang
pertama dan utama bagi anak-anaknya yaitu bapak dan ibu, yang
keduanya sangat mendukung terhadap masa depan anaknya.
Perceraian orang tua adalah terputusnya keluarga atau perpisahan
yang terjadi antara ayah dan ibu (suami/istri) yang keduanya tidak bisa
didamaikan di hadapan hakim karena alasan tertentu dan tidak bisa
menjalankan kewajibannya dalam hal urusan suami istri.
2. Penyebab Perceraian
Adapun alasan-alasan putusnya perkawinan, baik dengan cerai
talak atau cerai gugat dalam perundang-undangan Indonesia adalah
(Afandi, 2004: 126):
a. Apabila salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi dan lainnya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan selama 2 bulan berturut-turut tanpa
izin dan tanpa alasan yang sah.
12
c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan bagi pihak yang lain.
d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai
suami/istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi.
g. Suami melanggar taklik-talak.
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak
rukunan dalam rumah tangga.
Alasan-alasan diatas adalah yang bisa diterima oleh hakim untuk
mengabulkan permohonan dalam kasus perceraian. Akan tetapi
kebanyakan keluarga bercerai karena masalah lain yang tidak bisa
diselesaikan.
Perceraian dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik
antara anggota keluarga, baik itu dari ayah, ibu, maupun anak. Konflik
atau pertikaian yang sering terjadi di dalam keluarga bermacam-macam
seperti persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan
memperoleh anak, perbedaan cara mendidik anak, dan prinsip hidup yang
berbeda, pengaruh dukungan sosial dari pihak luar, teangga, sanak
saudara, sahabat, dan situasi masyarakat yang terkondisi. Semua faktor
13
ini menimbulkan suasana keruh dan meruntuhkan kehidupan rumah
tangga.
Berikut adalah faktor-faktor yang mendorong terjadinya konflik
rumah tangga (Dagun, 2014: 114):
a. Ekonomi
Untuk urusan ekonomi segala hal bisa berubah.Banyak orang yang
(terpaksa) menggadaikan kesetiaannya hanya demi barang mewah
ataupun sebungkus nasi.Karena memang syarat utama untuk menjalin
pernikahan adalah mempunyai pekerjaan yang layak dan ekonomi
yang cukup untuk kebutuhan keluarga baru setelah menikah.Jika
keadaan ekonomi dalam keluarga semakin menipis tentu
menyebabkan banyak masalah baru sehingga menimbulkan cekcok
antara suami istri.
b. Usia
Pasangan yang menikah pada saat usia 20 tahun atau usia yang
lebih muda memiliki kemungkinan perceraian lebih tinggi terutama
selama lima tahun pertama usia pernikahan.
c. Persoalan prinsip
Masalah prinsip ini biasanya berkaitan dengan agama, karir, anak,
dan lain-lain.
d. Dukungan dari pihak luar
Biasanya kasus ini berasal dari dalam keluarga sendiri, bisa dari orang
tua, sanak saudara, tetangga, ataupun dari sahabat sendiri.
14
3. Dampak Perceraian
Perceraian mempunyai dampak yang besar untuk keluarga baik
bagi ayah, ibu maupun anaknya.Perceraian tidak selamanya menyisakan
dampak negatif saja, melainkan dampak positif juga (Farida, 2007: 59-
61).
a. Dampak Positif
1. Bagi mantan suami/istri merasa bebas dari tekanan, kesengsaraan,
dan kekerasan.
2. Mantan suami/istri bisa bekerja dan hasilnya untuk dirinya sendiri
beserta anak.
3. Anak menjadi lebih mandiri.
4. Anak mempunyai kemampuan untuk bertahan.
5. Beberapa anak menjadi lebih kuat dan bangkit.
b. Dampak Negatif
Dampak yang terjadi pada umumnya untuk anak dan orang tua
adalah mantan suami/istri bertindak sebagai orang tua tunggal (single
parent) bagi anak-anaknya, melahirkan rasa traumatis pada anak,
perubahan hidup pada anak, kualitas hidup anak menurun. Adapun
dampak-dampak khusus yang akan dialami sang anak adalah:
1. Kesehatan fisik
Anak dari keluarga bercerai memiliki fungsi fisik yang lebih
lemah. Hal ini dapat disebabkan oleh sumber keuangan yang
15
diterima anak menjadi lebih sedikit sehingga dapat berpengaruh
terhadap ketersediaan dana kesehatan untuk anak.
2. Emosi
Ketidak stabilan suasana hati dan emosi merupakan salah satu
dampak jangka pendek yang ditimbulkan akibat dari perceraian
orang tua. Anak akan mengalami berbagai emosi sebelum proses
perceraian, selama proses perceraian, dan setelah proses perceraian.
Perceraian tentu berdampak pada mental anak yang tertekan,
merasa sedih, down, gelisah, stress, atau bahkan sampai depresi
berat, minder, perilaku kasar, jarang pulang ke rumah, kehidupan
anak mulai kacau bahkan sampai bertindak hingga kelewat batas.
3. Hubungan dengan orang tua
Karena anak lebih tergantung pada orang tua, anak yang
mengalami kekurangan hubungan dengan orang tua akan
mengalami trauma emosional yang hebat. Karena orang tua yang
masih utuh sudah pasti kasih sayang dan perhatian yang diberikan
jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya diasuh oleh satu orang
tua saja.Dan anak merasa kurang jika perhatian atau ksih sayang itu
hanya diberikan dari orang tua yang single parent.
Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan
situasi baru ini memperlihatkan cara dan penyelesaian yang
berbeda. Kelompok anak yang berusia sekolah pada saat kasus ini
terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan diri sendiri bila
16
ia menghadapi masalah dalam hidupnya. Kelompok anak yang
sudah menginjak usia besar pada saat terjadi kasus perceraian
memberi reaksi lain. Kelompok ini tidak lagi menyalahkan diri
sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan
situasi keluarga dari masa cemas karena ditinggalkan salah satu dari
kedua orang tuanya. Adapun kelompok anak yang sudah menginjak
usia remaja, anak sudah mulai memahami seluk beluk arti
perceraian.
B. Pendidikan Agama Anak dalam Keluarga
1. Pengertian Pendidikan Agama dalam Keluarga
Pendidikan di dalamnya adalah mencakup segala usaha dan
perbuatan dari generasi tua ke generasi muda dalam usaha mengalihkan
pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan (Ahid, 2010: 3).
Agama berasal dari gabungan kata “a” yang artinya tidak dan
“gama” yang berarti kacau.Jadi, agama artinya adalah tidak kacau.Agama
merupakan terjemahan dari bahsa Inggris “religion” atau religi yang
artinya kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan (Aminuddin dkk,
2014: 13).Agama dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(2008: 15) adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya
(Islam, Kristen, Budha).
17
Sehingga pendidikan agama adalah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok untuk memperbaiki atau
mendewasakan diri sesuai dengan ajaran atau kepercayaan masing-
masing. Ajaran yang dimaksudkan oleh penulis disini adalah ajaran
agama Islam.Karena Islam merupakan ajaran yang menyentuh seluruh
aspek kehidupan manusia, alam sekitar dan Allah sebagai penciptanya.
Secara etimologis keluarga dalam istilah Jawa terdiri dari dua kata
yaitu kawula dan warga.Kawula berarti abdi dan warga berarti
anggota.Artinya, keluarga adalah kumpulan individu yang memiliki rasa
pengabdian tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang
bernaung di dalamnya.
Keluarga adalah sekolompok orang yang terdiri dari kepala
keluarga dan anggotanya dalam ikatan nikah ataupun nasab yang hidup
dalam satu tempat tinggal, memiliki aturan yang ditaati secara bersama
dan mampu memengaruhi antar anggotanya serta memiliki tujuan dan
program yang jelas.Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu, anak, saudara, dan
kerabat lainnya (Aziz, 2015: 16).
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama yang dikenal
oleh anak.Hal ini disebabkan kedua orangtuanya lah yang pertama dikenal
dan diterimanya pendidikan. Bimbingan,perhatian, dan kasih sayang yang
terjalin antara kedua orang tua dengan anak-anaknya merupakan senjata
yang ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai
sosial dan religious pada diri anak (Ahid, 2010: 61).
18
Pendidikan agama dalam keluarga adalah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan untuk mengembangkan
fitrah keberagaman seseorang agar lebih mampu memahami, menghayati,
dan mengamalkan ajaran-ajaran agama.
Pendidikan agama Islam adalah suatu proses penggalian,
pembentukan, pendayagunaan dan pengembangan fitrah dan kreasi serta
potensi manusia melalui pengajaran, bimbingan latihan dan pengabdian
yang dilandasi dan dinafasi oleh ajaran Islam, sehingga terbentuk pribadi
muslim sejati, mampu mengontrol, mengatur dan merekayasa kehidupan
dengan penuh tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam (Ahid,
2010: 19).
2. Hak dan Kewajiban Ayah, Ibu, Anak
Di dalam keluarga, mereka mempunyai hak dan kewajiban masing-
masing (Aziz, 2015: 31-42):
a. Ayah
Kewajiban dan tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga
dalam pendidikan pada hakikatnya mencakup pendidikan tauhid dan
akhlaq.Pendidikan tauhid adalah tanggung jawab seorang ayah guna
meluruskan serta memurnikan aqidah setiap anggota
keluarga.Pendidikan tauhid ini tidak semata mengantarkan anggota
keluarga memasuki jenjang akidah atau keyakinan yang benar semata
namun juga dalam penguatan aqidah.
19
Sedangkan pendidikan akhlak dapat diklasifikasikan menjadi
empat poin yaitu: penanaman dan pengembangan akhlaq kepada
Tuhan, akhlaq terhadap diri sendiri, akhlaq terhadap orang lain atau
msyarakat, dan akhlaq terhadap lingkungan.Penanaman dan
pengembangan akhlaq kepada Tuhan dapat diimplementasikan dalam
bentuk mensyukuri nikmat Tuhan dengan cara beribadah sesuai
dengan petunjuk-Nya. Sedangkan bentuk pendidikan akhlaq terhadap
diri sendiri menurut Baharits dalam Safrudin (2015: 32), dapat
dikembangkan oleh orang tua melalui beberapa hal
diantaranya:Pemberian tanggung jawab, Menghindarkan anak dari
kebakhilan, Kecintaan untuk memiliki, Menerapkan rasa malu pada
anak, Mendidik anak untuk menahan amarah, Menjauhkan anak dari
sifat dusta, Menghindarkan anak dari kebiasaan mencuri, Menjauhkan
anak dari sikap sombong.
Ayah adalah seseorang yang sangat berpengaruh pada diri anak.
Karena memang tugas ayah adalah menanamkan aqidah mulai dari
kecil.Spock berpendapat bahwa dasar rasa cinta anak kepada Tuhan
serupa dengan dasar rasa cintanya terhadap ayah (Spock, 1991: 91-92).
Namun jika anak sudah meninggalkan usia 6 tahun, seorang anak akan
melepaskan diri dari usahanya untuk menjiplak orang tua dan lebih
suka meniru teman-teman sebayanya. Anak yang berusia 6-10 tahun
akan terikatkepada teman-temannya. Anak ingin mengerjakan segala
sesuatu yang dikerjakan teman-teman. Misalnya teman-teman
20
melakukan shalat, mengaji, dan memakai pakaian muslim, pasti si
anak akan meniru apa yang dilakukan teman-temannya. Tugas orang
tua adalah mendukung walaupun mereka tidak melakukannya.
b. Ibu
Kewajiban dan hak seorang ibu (istri) adalah memperoleh cinta dan
kasih sayang dari sang suami, mendapatkan nafkah yang halal dan
baik, mendapatkan bimbingan dan pendidikan khususnya pendidikan
agama dan keluarga, dicukupi segala kebutuhannya baik ketika masih
berusia muda maupun ketika sudah berusia lanjut serta memperoleh
kecukupan lahir maupun batin.
c. Anak
Hak anak dalam keluarga pada hakikatnya mencakup aspek
spiritual, sosial, maupun emosional. Adapun rincian dari ketiga aspek
tersebut pada substansinya mencakup:
1) Hak nasab dan penyusuan
Artinya seorang anak yang dilahirkan ke dunia berhak memperoleh
hak nasab atau hak menjadi keturunan dari sepasang suami istri
(orang tuanya) dan sebagai alat untuk menguatkan ikatan
perkawinan keduanya sekaligus menjadi bukti bahwa mereka benar-
benar orang tua anak yang telah dilahirkan.
21
2) Hak memperoleh pengasuhan dari orang tuanya
Pengasuhan ini dapat berupa pemeliharaan dalam bentuk pemberian
makan, minum, pakaian dan kesehatan serta pendidikan yang
terbaik sesuai dengan kemampuan anak.
3) Hak memperoleh nama yang baik
Nama adalah sebuah harapan orang tuanya kelak untuk berhasil dan
sukses sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Istilah Jawa menyebut
asma kinarya japa (nama adalah doa atau pengharapan dari kedua
orang tuanya).
4) Hak mendapatkan bimbingan dan nasihat dari kedua orang tuanya
termasuk pertimbangan dan memperoleh jodoh.
Proses pendidikan keluarga secara alami memiliki problematika
atau kendala-kendala baik yang terlihat secara langsung ataupun tidak
langsung. Kendala ini tentunya beriringan erat dengan berbagai macam
perangkat-perangkat pendidikan, baik mencakup unsur fisik, psikis,
ataupun kendalayang muncul dari lingkungan msyarakat di sekitarnya.
Kendala dalam pelaksanaan pendidikan dalam keluarga dapat
diklasifikasikan menjadi dua unsur yakni intern dan ekstern (Aziz, 2015:
24).
a. Beberapa kendala intern diantaranya sebagai berikut:
1) Pemahaman dan perhatian orang tua terhadap pentingnya
pendidikan
2) Kemiskinan ekonomi keluarga
22
3) Lemahnya keimanan orang tua
4) Unsur psikologi
5) Tidak adanya pendidik (orang tua) dalam keluarga
6) Sakit atau cacat fisik dan psikologi
7) Komunikasi orang tua
b. Beberapa kendala eksternal adalah:
1) Tontonan
2) Kepedulian masyarakat dalam menumbuhkan nilai-nilai pendidikan
3) Aspek budaya
4) Aspek kenyamanan
Sesuai dengan teori Tabularasa yang dikemukakan oleh John Locke
(dalam Baharuddin, 2007: 60-61) bahwa perkembangan anak itu
sepenuhnya tergantung pada faktor lingkungan, sebab lingkungan
itu dapat mendidik anak menjadi apa saja (bia ke arah baik maupun
buruk) sesuai dengan kehendak lingkungan tersebut (termasuk juga
pendidikanya) (Baharuddin, 2007: 60-61).
3. Metode Mendidik Anak
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan keberagaman dan akhlaq anak.Sejak kecil anak sudah
mendapat pendidikan dari orang tuanya melalui keteladanan dan
kebiasaan.Namun metode yang bisa digunakan untuk mendidik anak
tidak hanya itu saja.Nawawi (1993: 213-238) mengatakan bahwa
23
mendidik anak yang baik itu dengan cara keteladanan, kebiasaan, nasihat
dan cerita, disiplin, partisipasi, dan pemeliharaan.
a. Mendidik melalui keteladanan
Keberagaman anak pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) dikenal
dengan istilah imitasi yang berarti anak ingin selalu meniru kebiasaan
yang orang lain tampilkan dalam bersikap dan berperilaku, khusunya
kebiasaan orang tua. Sesuai dengan ungkapan Dorothy Law Nolte
(dalam Djamarah 2004: 25) mengatakan bahwa jika anak dibesarkan
dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan
permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan
cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan
penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan
toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan
dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya
perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan kasih
sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam
kehidupan.
Dalam kehidupan sehari-hari orang tua tidak hanya secara sadar,
tetapi juga terkadang secara tidak sadar memberikan contoh yang tidak
baik kepada anak. Misalnya, meminta tolong kepada anak dengan nada
mengancam, tidak mau mendengarkan cerita anak tentang suatu hal,
memberi nasihat tidak pada tempatnya dan tidak pada waktu yang
24
tepat, berbicara kasar kepada anak, shalat wajibnya bolong atau bahkan
tidak pernah melaksanakannya, ayah tidak shalat jum’at, orang tua
tidak pernah mengaji dan terlalu mementingkan diri sendiri, tidak mau
mengakui kesalahan walau sudah jelas bersalah.
Dari beberapa contoh sikap dan perilaku orang tua di atas sangat
berimplikasi negatif terhadap pendidikan agama anak khusunya dalam
hal keberagamaan (ibadah sehari-hari) dan akhlaq anak.Anak telah
belajar banyak hal dari orang tuanya.Anak belum memiliki
kemampuan untuk menilai apakah perilaku orang tuanya termasuk
baik atau buruk, yang terpenting bagi anak adalah mereka telah belajar
banyak hal dari sikap dan perilaku yang dicontohkan oleh orang
tuanya. Efek negatif dari sikap dan perilaku yang demikian terhadap
anak misalnya, anak tidak mau melaksanakan shalat lima waktu, tidak
mau shalat jum’at, memiliki sifat pemalas, pendusta, keras kepala,
keras hati, manja, dan lain-lain.
Melalui keteladanan itu diharapkan anak akan mencontoh atau
meniru segala sesuatu yang baik didalam perkataan atau perbuatan
pendidiknya (orang tua). Sungguh sangat mustahil bagi orang tua
merelakan anaknya berkata kotor dan keji, minum minuman keras,
begadang di malam hari, berjudi, dan lain-lain walaupun orang tua
tersebut senang atau selalu melakukannya.Demikian pula sungguh
sangat sulit menjadikan anak bertaqwa dengan menyuruhnya
menunaikan shalat, berpuasa, dan lain-lain jika orang tua sendiri tidak
25
melakukannya, berarti dalam diri orang tua tersebut terdapat
keteladanan yang tidak baik untuk anak-anaknya. Sebaliknya jka orang
tua yang dalam kehidupan sehari-harinya selalu menampilkan perilaku
sabar, ramah, menjauhi semua larangan Allah Swt dan menjalankan
perintah Allah Swt, sebagai pendidik di dalam dirinya terdapat teladan
yang baik untuk anak-anaknya.
b. Mendidik melalui kebiasaan
Kehidupan manusia sehari-hari sangat banyak kebiasaan yang
berlangsung otomatis dalam bertutur kata dan bertingkah
laku.Berbagai kebiasaan harus dibentuk pada anak oleh orang tuanya.
Mulai dari menggosok gigi, berwudlu dan berdo’a sebelum tidur,
wudlu sebelum shalat, menghormati kedua orang tua dan siapapun
yang lebih tua darinya, menyayangi kepada yang lebih muda, salam
dan sapa ketika berjumpa.
Kebiasaan dalam kehidupan beragama masih banyak yang perlu
dibentuk agar menjadi tingkah laku yang dilakukan secara otomatis,
misalnya: kebiasaan menguapkan salam ketika masuk atau
meninggalkan rumah, kebiasaan bangun pagi dan segera meninggalkan
tempat tidur untuk menunaikan shala subuh, kebiasaan melafalkan
“basmallah” setiap mulai melakukan pekerjaan dan ucapan
“hamdalah” ketika selesai melakukan suatu pekerjaan atau setiap kali
mendapat nikmat dari Allah.
Dari penjelasan di atas jelas bahwa ada dua jenis kebiasaan, yaitu:
26
1) Kebiasaan yang bersifat otomatis, yaitu kebiasaan yang dilakukan
meskipun anak-anak yang melakukannya tidak mengerti makna atau
tujuannya. Misalnya melafadzkan basmallah sebelum mulai
pekerjaan.
2) Kebiasaan yang dilakukan atas dasar kesadaran dan pengertian.
Misalnya menunaikan shalat lima waktu yang dipahami betapa
meruginya orang yang meninggalkan ibdah shalat.
c. Mendidik melalui nasihat dan cerita
Nasihat dan cerita merupakan cara mendidik menggunakan bahasa
baik lisan maupun tulisan dalam mewujudkan interaksi antara pendidik
dengan anak. Cerita atau nasihat yang bisa dipergunakan dalam
membantu dan mengarahkan anak agar menjadi orang dewasa yang
beriman dan mampu memanfaatkan waktu dalam mengerjakan sesuatu
yang diridhai Allah, untuk mengerjakan keselamatan, kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.Sangat banyak cerita yang
dapat disampaikan pada anak, terutama cerita dari dalam al-
Qur’an.Karena al-Qur’an adalah penerangan yang isinya dapat bersifat
nasihat tanpa cerita dan dapat pula cerita yang berisi nasihat, yang
disebut petunjuk dan pelajaran bahkan juga peringatan-peringatan.
Sehubungan dengan itu suatu contoh yang menarik adalah cerita
Luqman yang menasihati anaknya, cerita Qabil dan Habil, perjuangan
para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad seperti kapal Nabi Nuh,
mukjizat Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, riwayat Nabi Yusuf yang
27
menarik. Demikian juga mengenai tokoh-tokoh yang dzalim seperti
Fir’aun dan saudara Nabi Yusuf yang memiliki sifat iri dengki.
d. Mendidik melalui disiplin
Disiplin adalah tindak lanjut atau pelaksanaan dari kebiasaan-
kebiasaan dan pengulangan kegiatan secara rutin dari hari ke hari yang
berlangsung tertib.Setiap anak harus dibantu hidup secara disiplin,
dalam arti mau dan mampu mematuhi dan menaati ketentuan yang
berlaku di dalam keluarga.
Ketaatan dan kepatuhan dalam menjalankan tata tertib kehidupan
dirasa tidak akan memberatkan bila dilaksanakan dengan kesadarana
kan penting dan manfaatnya. Kemauan dan kesediaan mematuhi
disiplin itu datang dari dalam diri orang yang bersangkutan.Akan tetapi
dalam keadaan seseorang belum memiliki kesadaran untuk mematuhi
tata tertib, yang sering dirasakannya memberatkan atau tidak
mengetahui manfaat dan kegunaannya, maka diperlukan tindakan
memaksakan dari luar atau dari orang yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan atau mewujudkan disiplin.Kondisi anak-anaklah yang
sering seperti ini maka mereka membutuhkan pengawasan dari orang
tuanya agar anak bisa disiplin dengan tata tertib kehidupannya.Ini juga
mengharuskan orang tua memberikan sanksi atau hukuman bagi anak
yang melanggar, dan bisa memberikan hadiah atau penghargaan bagi
anak yang disiplin. Contoh yang sederhana anatara lain: anak harus
mematuhi waktu yang tepat untuk belajar mengaji, menunaikan shalat
28
lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Apabila disiplin telah
terbentuk maka akan terwujudlah disiplin pribadi yang kuat, yang
setelah dewasa akan diwujudkan pula dalam setiap aspek kehidupan.
e. Mendidik melalui partisipasi
Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa manusia lain. Manusia
saling membutuhkan satu dengan yang lain, sehingga perlu
bekerjasama agar terwujud kehidupan harmonis yang didasari oleh
saling percaya dan saling menghormati.
Orang tua harus melibatkan anak dalam sebagian kegiatannya
untuk merealisasikan pendidikan dalam keluarga.Kira-kira disesuaikan
dengan perkembangan anak. Jika anak masih SD orang tua harus tahu
kira-kira kegiatan apa saja yang bisa diikuti anak seusia mereka,
misalnya shalat berjamaah di rumah, mengunjungi anak yatim,
sedekah, pengajian taklim, dan lain-lain. Selanjutnya dalam mengikut
sertakan anak, janganlah menuntut proses dan hasilnya sebaik yang
dapat dicapai orang dewasa. Namun dengan demikian diharapkan anak
akan berlatih dan mempunyai pengalaman yang nyata.
f. Mendidik melalui pemeliharaan
Berdasarkan kenyataan dapat dilihat pula bahwa masyarakat dan
kebudayaan yang berbeda-beda, menuntut isi kedewasaan yang
berbeda pula antara kedewasaan yang harus dicapai oleh anak yang
satu dengan anak yang lain. Dalam keadaan yang seperti itu, maka
setiap anak memerlukan perlindungan dan pemeliharaan. Khusunya
29
anak usia SD karena pemeliharaan dan perlindungan yang sangat
rumit. Karena tidak sekedar fisik dan material, tetapi juga psikis yang
meliputi aqidah, akhlak, dan syariah.Dalam hal ini anak-anak
memerlukan perlindungan agar tidak mendapat pengaruh buruk dari
teman atau masyarakat di sekitarnya.Diantaranya anak harus
dilindungi dari pengaruh kenakalan remaja, perjudian, minum
minuman keras, dan lain-lain.
C. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak
dalam Keluarga
Perceraian yang terjadi karena berbagai sebab yang melatar belakangi
tentu mempunyai dampak positif dan dampak negatif.Dampak positif sering
kali terjadi pada mantan suami ataupun mantan istri.seperti yang dikatakan
Margareth Meat yang dikutip Dagun (2013: 136) setiap saat orang tua
mendambakan kebahagiaan, rukun dengan anak-anak tetapi orang tua
mempunyai hak mengakhiri suatu perkawinan bila mendatangkan bencana
dan ketidak tentraman. Namun untuk anak-anak pasti mengalami dampak
negatif yang bisa orang tua lihat dari perkembangan anak, baik dalam
perkembangan fisik, emosional, dan kognitif.
Perceraian melahirkan rasa traumatis pada anak.Apalagi anak itu
menyaksikan langsung konflik yang terjadi antara orang tuanya. Secara
emosional anak akan menjadi kehilangan rasa aman, merasa tertekan bahkan
stress, menimbulkan perubahan fisik dan mental,. Apalagi jika kasus yang
30
terjadi pada anak yang berusia sekitar 8-12 tahun, pasti sampai kapanpun
anakakan ingat kejadian tersebut. Perceraian orang tua terhadap anak tidak
selalu berdampak negatif, namun dapat berdampak positif, seperti:
1. Anak menjadi lebih mandiri
Anak yang sudah tidak bersama dengan orang tua yang utuh pasti
kemandiriannya berbeda dengan anak yang masih diperhatikan kedua
orang tuanya.Karena mereka beranggapan jika bergantung pada orang
tuanya yang sudah bercerai untuk diperhatikan, pastilah membutuhkan
waktu yang sangat lama. Maka dari itu lebih baik mereka melakukan
apapun yang sudah menjadi kebiasaannya tanpa menunggu perintah dari
orang lain, misalnya: berangkat TPA walau tidak diantar orang tua,
shalat wajib, dan lain-lain.
2. Anak mempunyai kemampuan untuk bertahan
Karena anak yang sudah tidak mempunyai orang tua lengkap pasti
beranggapan saya harus tetap hidup walaupun sendiri. Mereka bekerja
keras untuk membiayai diri mereka sendiri dan melakukan cara apapun
agar bisa bertahan hidup. Kadang dengan kasus yang terjadi dengan
keluarga, anak menjadi menghalalkan segala sesuatu demi
mempertahankan hidup, namun jika sedari awal aqidahnya sudah kuat
pasti ia akan bertahan dengan cara bernafaskan agama Islam.
3. Beberapa anak menjadi lebih kuat dan bangkit (Meliy, 2013: 54)
Dalam kasus ini, anak yang berusia 6-12 tahun sudah mengetahui arti
kehidupan ketika orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Tentu
31
awalnya mereka merasa sedih, namun kelamaan mereka akan bisa
menerima dengan sendirinya dan bangkit dengan keadaan yang lebih
kuat.
Adapun dampak negatif yang terjadi pada umunya bagi anak melahirkan
rasa traumatis, perubahan hidup maupun kualitas hidup anak. Untuk dampak
negatif lainnya antara lain:
1. Emosi
Ketidak stabilan suasana hati dan emosi merupakan salah satu
dampak jangka pendek yang ditimbulkan dari perceraian orang tua. Anak
akan mengalami berbagai emosi sebelum proses perceraian, selama proses
perceraian, dan sesudah perceraian. Tentu mental anak akan menjadi
tertekan, down, gelisah, stress, bahkan depresi berat, minder, minggat, dan
lain-lain.
2. Hubungan dengan orang tua
Karena anak lebih tergantung pada orang tua, anak yang
mengalami kekurangan hubungan dengan orang tua akan mengalami
trauma emosional yang hebat. Karena orang tua yang masih utuh sudah
pasti kasih sayang dan perhatian yang diberikan jauh lebih besar
dibandingkan dengan hanya diasuh oleh satu orang tua saja.Dan anak
merasa kurang jika perhatian atau kasih sayang itu hanya diberikan dari
orang tua yang single parent.
Tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini
memperlihatkan cara dan penyelesaian yang berbeda. Kelompok anak
32
yang berusia sekolah pada saat kasus ini terjadi, ada kecenderungan untuk
mempersalahkan diri sendiri bila ia menghadapi masalah dalam hidupnya.
Kelompok anak yang sudah menginjak usia besar pada saat terjadi kasus
perceraian memberi reaksi lain. Kelompok ini tidak lagi menyalahkan diri
sendiri, tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi
keluarga dari masa cemas karena ditinggalkan salah satu dari kedua orang
tuanya. Adapun kelompok anak yang sudah menginjak usia remaja, anak
sudah mulai memahami seluk beluk arti perceraian.
Anak kehilangan keteladanan sering ditemukan pada keluarga
broken home.Orang tua yang diharapkan anaknya sebagai teladan, ternyata
belum mampu memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik.akhirnya
anak kecewa pada orang tuanya.Anak merasa resah dan gelisah, tidak
betah di rumah, sehingga keteduhan dan ketenangan merupakan hal yang
langka bagi anak (Djamarah, 2004: 30).
Hilangnya keteladanan dari orang tua yang dirasakan anak
memberikan peluang bagi anak untuk mencari figur yang lain sebagai
tumpuan harapan untuk berbagi perasaan dalam duka dan lara. Di luar
rumah, anak mencari teman yang dianggapnya dapat memahami dirinya,
perasaannya, dan keinginannya.Keguncangan jiwa anak ini tidak jarang
dimanfaatkan oleh anak-anak nakal untuk menyeretnya ke dalam sikap dan
perilaku tidak baik seperti mencuri, miras, free sex, dan lain-lain.Orang tua
manapun pasti tidak suka melihat anaknya terlibat dalam hal yang seperti
itu karena dapat menjerumuskan anak ke dalam jurang
33
kenistaan.Karenanya orang tua pasti mencari upaya untuk menghentikan
dengan menasihati anaknya supaya tidak bergaul dengan teman yang
berperilaku buruk.
3. Mendadak menjadi pendiam
Keriangan serta keceriaan anak mendadak menjadi berkurang saat
orang tanya tidak bersama lagi. Ini disebabkan karena pertanyaan-
pertanyaan yang tidak terjawab seperti siapa yang akan menjaga dirinya
kelak dan apakah kasih sayang dari orang tuanya akan tetap sama atau
menjadi berkurang, sehingga membuatnya sibuk dengan pikiran kecilnya
dan mengabaikan hal-hal disekitarnya. Anak akan cenderung melamun
dan tidak aktif seperti biasanya.
4. Tidak percaya diri
Dampak perceraian orang tua terhadap anak salah satunya adalah
anak menjadi tidak percaya diri ketika berada di lingkungannya.
Perceraian menjadi beban mental tersendiri bagi anak, karena anak akan
merasa tersisih dari lingkungan karena kehilangan konsep sosial seperti
kebanyakan teman-temannya. Akibatnya, anak mulai menarik dan
menutup diri bahkan tidak sedikit yang menjadi gugup ketika berhadapan
dengan orang banyak.
5. Pesimis terhadap cinta
Ketika anak menghadapi perceraian orang tuanya sejak usia kanak-
kanak, kemungkinan besar anak akan menjadi pesimis terhadap cinta.
Dampak orang tua bercerai bisa sampai kepada anak sampai
34
usiadewasanya. Kenangan perpisahan, perasaan sedih, dan kecewa yang
dialaminya ketika kecil akan membekas dan membuatnya pesimis dalam
memandang cinta.
6. Marah terhadap dunia
Dampak orang tua bercerai pada anak bisa sampai kepada agresif
yang sudah merusak seperti kemarahan tak wajar pada orang-orang di
sekeliling dengan alasan supaya orang lain juga merasa tidak bahagia
seperti yang dialaminya. Kemarahan-kemarahan tak wajar ini sering
ditunjukkan dengan sengaja membuat kesal, membuat keributan di
sekolah, memberontak terhadap aturan yang dibuat di sekolah dan di
rumah, serta membuat orang di sekelilingnya marah.
D. Kajian Pustaka.
1. Nur Azizah (IAIN Walisongo Semarang, 2009) yang berjudul “Perilaku
Anak Akibat Perceraian (Studi Analisis Psikologis di Desa Nalumsari
Kabupeten Jepara)”. Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku anak akibat
perceraian di Desa Nalumsari Jepara dapat dijelaskan sebagai berikut:
dendam pada ayah, mabuk, keras kepala, mudah tersinggung, dusta,
memutar balikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi
kesalahan. Sedangkan perilaku lainnya seperti membolos, kabur,
meninggalkan rumah, keluyuran, membawa benda yang membahayakan
bagi orang lain, bergaul dengan orang yang tidak baik sehingga mudah
35
terjerat dalam perkara yang benar-benar criminal. Selain itu, si anak juga
suka berpesta pora, membaca buku cabul dan biasa mempergunakan
bahasa yang tidak sopan, bertindak senonoh, tidak membayar ketika
membeli makan dan tidak membayar saat naik bis umum.
2. Widi Tri Astuti (UNNES. 2013) yang berjudul “Dampak Perceraian
Orang Tua Terhadap Kematangan Emosi Anak Kasus Pada Tiga Siswa
Kelas VIII SMP 2 Pekunceng Banyumas 2012/2013”. Jenis penelitian
skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadinya perceraian dapat mengakibatkan dampak positif dan
negatif bagi kematangan emosi remaja. Berdampak negatif karena subjek
mengalami kekacauan emosi, ditampakkan oleh ekspresi emosi yag
berlebihan, tidak terkontrol dan lebih agresif, serta tidak mampu bersikap
rasional, obyektif, dan realistis dalam menghadapi kenyataan, serta tidak
mempunyai semangat belajar sehingga mengakibatkan prestasi di sekolah
menurun. Semua ini dikarenakan rasa frustasi yang dialami dalam
menghadapi masa depan. Sedangkan dapat berdampak positif karena
menunjukkan perilaku yang dicerminkan oleh kemampuan subjek yang
tidak menunjukkan rasa frustasi, memiliki rasa tanggung jawab, dan
mandiri sehingga dalam tindakannya subjek lebih menunjukkan
kedewasaan diri.
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama penelitian yang
difokuskan pada keluarga yang mengalami perceraian, sama-sama
merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif, dan sama-sama
36
penelitian yang difokuskan untuk mengetahui dampak atau akibat dari
perceraian.Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah bedanya
lokasi yang dipilih untuk melakukan tindakan penelitian dan dampak
perceraian yang difokuskan pada perilaku anak serta kematangan emsoi
anak, karena dalam penelitian ini penulis fokus terhadap pendidikan
agama anak.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research).Penelitian
lapangan adalah suatu tindakan penelitian yang dilakukan di tempat
penelitian yang dipilih untuk menyelidiki gejala objektif yang terjadi di
lokasi penelitian (Fathoni, 2006: 96).Penulis mengumpulkan data dari
lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan
untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini
(Muhadjir, 2002: 38).
Untuk melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan penelitian
kualitatif.Moloeng menjelaskan penelitian kualitatif adalah prosedur data
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011:4).
B. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti sebagai pengamat.Penelitian ini dilakukan oleh
peneliti dengan mengunjungi Dusun Kupang Dalangan Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dan terlibat langsung dalam
usahanya untuk memperoleh data dan berbagai informasi.Penelitian ini
dilaksanakan oleh penulis pada bulan Desember 2018 sampai selesai.
38
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kupang Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang yang difokuskan pada 4 orang anak.Peneliti memilih
lokasi ini karena tingginya angka perceraian yang terjadi dan sebelumnya
belum pernah ada yang melakukan penelitian tentang dampak perceraian
orang tua terhadap pendidikan agama anak di Dusun Kupang Dalangan
Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua yang bercerai dan anak
dari orang tua yang bercerai.
E. Sumber Data
Pengambilan data dalam penelitian ini, penulis mengambil dan
mengumpulkan data dari sumber data primer (utama) dan sekunder
(pendukung).
1. Sumber Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data.Dalam penelitian ini, data primernya adalah orang tua
yang mengasuh anak yang menjadi korban perceraian orang tua
(Sugiyono, 2010: 308-309).
39
2. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data.Data sekundernya seperti
kroscek dari anak yang menjadi korban perceraian dan tokoh masyarakat
atau guru ngaji dan dokumen-dokumen seperti studi pustaka digunakan
untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian. Data dan informasi diperoleh dari studi daftar
pustaka melalui buku, lapangan penelitian, karya ilmiah, dokumen-
dokumen, arsip pihak terkait, catatan-catatan, artikel, dan koran.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif
ini adalah dengan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi
(Maslikhah, 2013: 321).
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan tujuan tertentu (Maslikhah, 2013: 321).Penulis melakukan
wawancara dengan subyek primer yaitu para orang tua yang bercerai untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan tentang apa penyebab perceraian
mereka, bagaimana psikologi pendidikan anak sebelum terjadinya
perceraian, dan dampak perceraian mereka terhadap anak. Wawancara
40
dilakukan di rumah orang tua yang bercerai sebanyak satu sampai dua kali
tatap muka.
2. Observasi
Observasi dapat diinterpretasi secara komprehensif sebagai suatu
pengamatan mendalam, teliti mengenai fenomena yang ada di sekitar kita
dan kemudian didokumentasikan dalam rangka untuk mengungkapkan
keterkaitan antar fenomena.Denga demikian kegiatan observasi tidak lepas
dari kegiatan untuk membuat dokumen (pendokumentasian) mengenai
gejala itu sendiri (Yunus, 2010: 376).
Metode ini penulis gunakan untuk mengamati, mendengarkan,
mencatat secara langsung tentang keadaan atau kondisi pendidikan agama
anak dalam keluarga cerai di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang tahun 2018.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data yang
terkait dengan hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode ini
digunakan penulis untuk mencari data yang terkait dengan hal-hal yang
berhubungan dengan kebijakan-kebijakan publik khususnya pelayanan
sosial kemasyarakatan.Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku
untuk mencari data-data yang berkaitan dengan penelitian ini.
41
G. Analisis Data
Dalam analisis data ada yang mengemukakan proses da nada pula
yang menjelaskan tentang komponen-komponen yang perlu ada (Moleong,
2009: 248). Analisis data yang digunakan adalah analisis data secara induktif
yang berarti bahwa upaya pencarian data bukan dimaksudkan untuk
membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian diadakan,
akan tetapi lebih merupakan pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-
bagian yang telah dikumpulkan kemudian dikelompok-kelompokkan
(Moleong, 2009: 10-11).
Menurut Salim dalam tulisan Maslikhah (2013: 323), proses analisis
data sebagaimana penelitian kualitatif digunakan teknik analisis data sebagai
berikut:
1. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan,
abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan.
2. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang
memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
3. Verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari
makna dari gejala yang dipeoleh di lapangan, mencatat keteraturan atau
pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur aksualitas, dan
proposisi.
42
H. Pengecekan Keabsahan Temuan
Sebagai upaya untuk membuktikan bahwa data yang diperoleh itu
benar-benar valid, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain dan untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu
(Moleong, 2011: 330-332). Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan
adalah melalui sumber lainnya.Ada tiga macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yaitu sumber, metode, dan teori.
1. Triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek kembali
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Menurut Patton hal itu dapat
dicapai dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi.
c. Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektifseseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
2. Triangulasi metode, terdapat dua strategi yaitu pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data
43
dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode
yang sama.
3. Triangulasi teori, menurut Lincoln dan Guba menganggap bahwa fakta
tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Sedangkan Patton berpendapat lain, yakni hal tersebut dapat dilakukan dan
hal itu dinamakan penjelasan banding ( dalamMoleong, 2011: 330-332).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis memggunakan teknik
triangulasi sumber yaitu dilakukan dengan cara membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dengan teknik
triangulasi sumber, penulis membandingakan hasil wawancara orang tua yang
bercerai dengan hasil observasi penulis tentang kegiatan keagamaannya,
membandingkan apa yang dikatakan orang tua single parent dengan apa yang
dikatakan oleh anaknya.
I. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam tahap penelitian ini terdiri dari tahap pra-lapangan, tahap
pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2009: 127).
1. Tahap Pra-Lapangan
Pada tahap ini peneliti menyusun rancangan penelitian, memilih
lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan,
memilih dan menentukan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian.
Untuk penelitian di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabuparen
Semarang, maka peneliti menyusun rancangan penelitian berupa rumusan
44
penelitian, surat izin penelitian, persiapan untuk penelitian, beberapa
rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian, memilih dan
menentukan informan, serta menyiapkan hal-hal lain yang dibutuhkan
dalam penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu memahami latar penelitian
dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta sambil
mengumpulkan data.Dengan demikian, peneliti mempersiapkan diri baik
secara fisik maupun mental serta peneliti juga harus mengingat persoalan
etika dan menempatkan diri ketika berada di Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang ini, diantaranya adalah
peneliti terebih dahulu menemui Ketua Kesbangpol Kab. Semarang,
Camat Ambarawa, Lurah Kupang, dan ketua RT setempat. Selanjutnya
melakukan observasi pada anak yang menjadi korban perceraian,
kemudian mencari atau meminta dokumen-dokumen yang ada di Dusun
Kupang Dalangan Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang untuk dijadikan data penelitian.
3. Tahap Analisis Data
Menganalisa hasil temuan data dari penelitian baik secara lisan
ataupun tulisan. Semua data yang diperoleh di Dusun Kupang Dalangan
Kelurahan Kupang Kabupaten Semarang akan dianalisis dan dipilah oleh
peneliti.
45
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Kelurahan Kupang
a. Letak Geografis Kelurahan Kupang
Kupang adalah sebuah kelurahan di Kecamatan Ambarawa,
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Kupang terletak di tengah kota
Ambarawa yang terdiri dari beberapa kampong (RW), yaitu Kupang
Dalangan, Kupang Tegal Bulu, Kupang Sewan, Kupang Kidul, Kupang
Jetis, Kupang Tegal, Kupang Lor, Kupang Dukuh, Kupang Pete, dan
Kupang Tanjungsari.
Secara geografis Kelurahan Kupang terletak pada 7,2558 LS dan
110, 4117 BT. Keadaan jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 1 Km,
jarak dari Ibu Kota Kabupaten Dati II 18 Km, jarak dari Ibu Kota
Propinsi Dati I 44 Km, dan jarak dari Ibu Kota Negara 585 Km.
Kondisi geografis Kelurahan Kupang terletak pada dataran tinggi
dengan suhu rata-rata 27-30 derajat Celcius dengan curah hujan
sebanyak 1.300 Mm/Thn.
Panjang jalan Kelurahan Kupang yakni 1Km jalan Negara, 1 Km
jalan Provinsi, 4 Km jalan Kabupaten, dan 18 Km jalan Desa dengan
panjang jalan aspal desa juga sebanyak 18 Km yang menunjukkan
bahwa semua wilayah di Kelurahan Kupang kondisi jalannya sudah
beraspal semua.
46
Secara geografis Kelurahan Kupang dibatasi oleh:
Sebelah Utara Kelurahan Baran
Sebelah Selatan Kelurahan Lodoyong
Sebelah Timur Kelurahan Tambakboyo
Sebelah Barat Kelurahan Kranggan Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
b. Keadaan Demografi Kelurahan Kupang
Menurut data statistik, jumlah penduduk Kelurahan Kupang pada
Tahun 2018 berjumlah 16.124 yang terdiri dari 8.085 orang perempuan
dan 8.039 orang laki-laki yang kesemuanya berkewarganegaraan
Indonesia.
1) Keadaan penduduk menurut agama
Tabel 4.1 Jumlah penduduk menurut agama
No. Agama Jumlah Penduduk
1 Islam 13. 087 orang
2 Kristen 1.191 orang
3 Katholik 1.064 orang
4 Hindu 7 orang
5 Budha 31 orang
6 Konghuchu 16 orang
7 Kepercayaan 8 orang
Jumlah 16.124 orang Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
2) Jumlah penduduk menurut usia
Tabel 4.2 Jumlah penduduk menurut usia
No. Tingkat Usia Jumlah Penduduk
1 0-9 tahun 2.142 orang
2 10-19 tahun 2.530 orang
3 20-29 tahun 2.187 orang
4 30-39 tahun 2.676 orang
5 40-49 tahun 2.522 orang
6 50-59 tahun 2.032 orang
7 60-69 tahun 1.321 orang
8 70- >=75 714 orang
47
Jumlah 16.124 orang Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
3) Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
Tabel 4.3 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk
1 Belum/tidak bekerja 7.545 orang
2 Pegawai negeri sipil 284 orang
3 Perdagangan 438 orang
4 Petani 64 orang
5 Nelayan 1 orang
6 Karyawan 3.926 orang
7 Buruh 1.772 orang
8 Jasa 264 orang
9 Wiraswasta 1.830 orang
Jumlah 16.124 orang Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
c. Sarana Prasarana Kelurahan Kupang
Tabel 4.4 Sarana ibadah
No. Sarana ibadah Jumlah
1 Masjid 15
2 Musolla 15
3 Gereja 3
4 Wihara -
5 Pura -
6 Klenteng -
Jumlah 33 Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
Tabel 4.5 Sarana Pendidikan
No. Jenis Pendidikan Jumlah
1 PAUD/KB -
2 TK 7
3 SD 7
4 SMP 4
5 SMA 2
6 SMK 2 Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
48
Tabel 4.6 Sarana Olah Raga/ Kesenian dan Sosial
No. Nama Sarana Jenis
1 Sarana Olah Raga 8
2 Sarana Kesenian -
3 Sarana Sosial 1 Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
Tabel 4.7 Sarana Lain-lain
No. Nama Sarana Jumlah
1 Sarana Perbankan 15
2 Sarana Perekonomian 86
3 Hotel 2 Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
49
d. Struktur Organisasi Kelurahan Kupang
Sumber: dokumentasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
LURAH
NOVITASARI DRD, SH.MM NIP. 197108281992032005
SEKRETARIS KELURAHAN
Y. BIMA PRAMUDITA, SH.MT NIP. 197706161998031007
STAF
SRIYONO NIP. 196803261992031008
FUNGSIONAL
--------------------------
STAF
------------------------------
Kepala seksi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat
SITI ALIMAH, SE NIP. 196310131992032002
STAF
ARUM VIYANTO NIP. 198802162011011006
Kepala seksi Tata Pemerintahaan, Ketentraman
Dan Ketertiban Masyarakat
SRI ZUBIARTI, SE NIP. 19700101199032005
50
2. Profil Subjek
Pada bagian ini peneliti akan mendiskripsikan empat keluarga yang
melakukan percerarian di Desa Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang. Data ini diperoleh langsung dari wawancara dengan para pelaku
perceraian. Dalam hal ini peneliti sengaja menyamarkan nama asli untuk
melindungi privasi keluarga tersebut.
a. Profil M dan AA
M dan AA sebelumnya pernah menjalin ikatan (pacaran) selama
kurang lebih dua tahun hingga akhirnya MM dan AA memutuskan untuk
menikah pada pertengahan tahun 2006.Keduanya sama-sama beragama
Islam dan menikah pada umur yang dirasa sudah cukup untuk memijaki
kehidupan rumah tangga.AA menikahi M disaat usianya 26 tahun
sedangkan M sendiri kala itu berusia 24 tahun.Akan tetapi pernikahan M
dan AA tidak semata-mata karena saling mencintai saja, tetapi juga
sebuah keharusan karena pada saat itu M sudah lebih dulu mengadung
anak AA (hamil di luar nikah).AA berasal dari sebuah desa yang terletak
di Pringapus Kabupaten Semarang dan M berasal dari Desa Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.Setelah resmi menikah,
keduanya menetap atau tinggal bersama di kediaman orang tua M yakni
di Desa Kupang.Keduanya sama-sama bekerja sebagai seorang
karyawan di sebuah pabrik yang terletak tidak terlalu jauh dari rumah.
Awal mula kehidupan M dan AA berjalan dengan bahagia dan
tentram, bahkan diusia pernikahan yang baru menginjak 5 bulan, M dan
51
AA sudah dikaruniai seorang anak perempuan bernama SA yang kini
berusia 11 tahun. Meski rumah tangga M dan AA didasari dengan cinta
dan kasih sayang, badai pun tak lepas begitu saja dari kehidupan.Ketidak
harmonisan hubungan M dan AA berawal dari sebuah perselisihan dan
pertengkaran biasa yang disebabkan masalah-masalah sepele.Namun
karena perselisihan tersebut terjadi begitu sering bahkan sehari yang
tiduk cukup satu kali saja, membuat rumah tangga yang dijalani terasa
hambar. Perselisihan atau adu mulut yang sering terjadi diantara M dan
AA bisa disebabkan masalah-masalah kecil seperti SA meminta
dibelikan sesuatu akan tetapi salah satu pihak dari M atau AA tidak
menyetujuinya, SA yang terlalu dimanjakan oleh salah satu pihak, dan
lain sebagainya. Secara hemat, perselisihan yang terjadi di dalam
keluarga ini dikarenakan perbedaan pola asuh orang tua terhadap anak.
Merasa sudah tidak bisa menjalankan rumah tangga dengan baik
dan harmonis serta tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga, akhirnya AA menjatuhkan talak kepada istrinya M di
Pengadilan Agama Ambarawa pada tanggal 24 Juli 2014 yang
bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahan yang ke 8. Setelah resmi
bercerai, AA kembali ke rumah orang tuanya di Pringapus.Bahkan kini
AA sudah berkeluarga lagi dan memiliki seorang anak dengan istri
barunya.Sedangkan M sendiri sampai saat ini masih berstatus sebagai
janda dan mengurus anak semata wayang hasil pernikahannya dengan
AA dahulu.
52
b. Profil DY dan GT
DY dan GT menikah pada tanggal 9 April 2006 di kediaman orang
tua DY yakni Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang. Pada saat itu usia DY sudah 26 tahun dan GT sendiri baru
menginjak 23 tahun. Setelah menikah, DY dan GT tidak langsung
dikaruniai seorang anak.DY dan GT dikaruniai anak pada saat usia
perkawinan telah menginjak 3 tahun. Selama diperistri oleh GT, DY
tidak bekerja dan hanya mengurus kebutuhan rumah serta merawat
anak.GT berkerja sebagai karyawan swasta di Salatiga karena dirinya
memang berasal dari Kota Salatiga.
Ketika usia perkawinan DY dan GT menginjak 7 tahun, prahara
rumah tangga mulai terasa. Dari rumah tangga yang awal mulanya adem
ayem kini terasa hambar dan percecokanpun sering terjadi.DY merasa
ada yang tidak beres dengan suaminya. DY merasa bahwa suaminya
memiliki WIL (wanita idaman lain) yang tidak diketahuinya. Seperti
pepatah sepandai-pandainya bangkai disimpan pasti baunya akan
tercium juga, suatu hari DY pernah memergoki suaminya berselingkuh.
Merasa tidak dianggap dan diperlakukan dengan baik sebagai seorang
istri yang sah, akhirnya DY mengancam suaminya untuk menggugat
cerai. Awalnya DY hanya berniat menakut-nakuti suaminya dan dia
tidak benar-benar berniat cerai dengan suaminya dengan alasan kasihan
anaknya yang saat itu baru saja memasuki sekolah jenjang TK. Tapi
ketika DY melakukan hal itu, justru tanggapan sang suami di luar
53
dugaannya. GT terlihat sangat antusias ketika mendengar DY akan
menggugat cerai dirinya. Bahkan, GT dengan ringan tangan memberikan
sejumlah uang kepada DY untuk biaya perceraian. DY yang merasa
bahwa suaminya telah dibutakan oleh wanita lain dan rumah tangganya
tidak ada harapan untuk kembali utuh, dengan hati yang ikhlas DY
benar-benar mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Ambarawa
demi kebaikan hidup dirinya dan anaknya. Kini, GT telah berkeluarga
lagi dan DY masih berstatus sebagai janda yang bekerja sebagai
karyawan toko sepatu Bata di dekat rumahnya demi memenuhi
kebutuhan anak semata wayangnya.
c. Profil SN dan SM
Dari seluruh responden dalam penelitian ini, pasangan SN dan SM
adalah pasangan yang paling lama mengarungi kehidupan
perkawinan.Usia perkawinan SN dan SM saat terjadinya perceraian
sudah 19 tahun. Hal ini bukan karena konflik rumah tangga yang datang
secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan salah satu bentuk usaha SN
dalam mempertahankan keluarganya demi anak-anak yang telah
dilahirkannnya. Pada awalnya, SN dan SM berdua menikah bukan
karena saling mencintai akan tetapi karena perjodohan yang dilakukan
oleh nenek-nenek dari kedua pihak. Setelah pernikahan, SN dan SM
tetap menjalankan kehidupan sebagaimana mestinya.
Sejak awal menikah, SN sudah mencium gelagat tidak baik dari
perangai SM. Terbukti, selama menjadi istri SM, SN tidak pernah diberi
54
nafkah oleh suaminya karena suaminya tidak memiliki pekerjaan.Ia
harus memenuhi segala kebutuhan rumah tangganya seorang diri dengan
hanya mengandalkan usaha kecilnya yaitu salon dan penjahit. Keadaan
seperti ini harus SN jalani selama bertahun-tahun lamanya.Menurut
pengakuannya, SN sudah tidak tahan lagi dengan perangai
suaminya.Akan tetapi, SN harus bertahan demi kedua anaknya yang
masih kecil.Terlebih lagi, SM ini memiliki hobi berjudi. Semua harta
dan perhiasan yang dimiliki istri dan keluarganya sampai habis terjual
untuk melunasi hutang-hutang SM. Sebelas tahun sudah usia
pernikahannya dipenuhi derita. SN berpikir untuk menambah anak
lagi.Siapa tahu dengan menambah anak lagi kelakuan buruk suaminya
dapat berubah, pikirnya begitu.Akan tetapi semua usaha SN nihil.
Hingga anak ketiga mereka lahir pun ia masih belum sembuh dari
kebiasaan berjudinya. Merasa putus asa, SN dengan dukungan seluruh
keluarganya termasuk kedua anaknya yang sudah besar dan juga seluruh
keluarga SM mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama
Ambarawa.Hal ini karena keluarga SM sudah tidak tahan dengan
kelakuan SM dan merasa kasihan melihat keadaan SN yang terus merasa
menderita dan terbebani dengan ikatan perkawinan mereka.Hingga pada
akhirnya SN dan SM resmi bercerai dan ketiga anaknya kini tinggal
bersama SN semua.
55
d. Profil W dan AB
W dan AB menikah pada akhir tahun 2010 di kediaman orang tua
W, yakni Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten
Semarang.AB sendiri berasal dari Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang dan bekerja sebagai karyawan PDAM. Sejak usia perkawinan
memasuki bulan keempat, atau lebih tepatnya ketika W ini hamil tiga
bulan, AB sudah sering meninggalkan W tanpa pesan. Sejak itu pula
hubungan mereka sudah dapat dikatakan tidak utuh lagi karena W dan
AB tinggal tidak lagi bersama dan komunikasipun tidak dapat terjalin
dengan baik.Menurut pengakuan W, sebelum pergi meninggalkan
dirinya AB ini sering pulang kerja tengah malam dalam keadaan mabuk.
Berulang kali W menasehati suaminya akan tetapi suaminya justru
memilih pergi meninggalkan W.
Hingga anak W dan AB lahir sampai saat ini pun AB tidak
memiliki I’tikad baik untuk sekedar mengunjungi anaknya atau
menanyakan hal apapun tentang anaknya.Merasa digantung dan tidak
dipedulikan oleh suaminya, akhirnya W menggugat cerai suaminya ke
Pengadilan Agama Ambarawa dengan alasan suaminya pemabuk berat
dan pergi meninggalkan dirinya selama bertahun-tahun.Kini, W bekerja
sebagi karyawan toko yang terletak di pasar Projo Ambarawa dan
menghidupi anaknya seorang diri.
56
3. Penyebab Terjadinya Perceraian Orang Tua Di Kelurahan Kupang
Berdasarkan hasil wawancara lapangan yang berkaitan dengan
penyebab perceraian pada empat keluarga tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perselisihan terus menerus
Penyebab perceraian orang tua SA yaitu Ibu M yang datanya dapat
penulis peroleh pada tanggal 12 Desember 2018 di Kupang adalah terus
menerus terjadinya perselisihan antara ibu M dengan mantan suaminya
sehingga dirasa tidak ada lagi harapan untuk hidup rukun. Setelah
mempertimbangkan berbagai hal, ibu M dan mantan suaminta
memutuskan untuk mengakhiri hubungan perkawinan mereka.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh ibu M adalah sebagai berikut:
“mbendino ki padu mbak, sedino ra trimo pisan pindo. Ndelalah
ono wae seng marakke padu ki.Aku ra kuat nak urip sak omah padu
terus.Akhire yowes pisahan wae.Pas kui anakku iseh kelas siji nak ra
loro. Ora ono pihak ketiga atau masalah liyo, yo pokoke mung mergo
wes ra cocok ngono wae.”(Tiap hari adu mulut mbak, bahkan sehari
tidak cukup satu dua kali saja.Kebetulan ada saja yang bikin kita adu
mulut.Saya tidak kuat kalau hidup serumah tapi bertengkar
terus.Akhirnya ya sudah cerai saja. Kala itu anak saya masih kelas satu
kalau tidak ya dua SD. Tidak ada pihak ketiga atau masalah lain, ya
pokoknya karena memang sudah tidak cocok gitu saja). (Ibu M/ Selasa/
12-12-2018).
Selain kepada pelaku perceraian, peneliti juga melakukan kroscek
terhadap anaknya. Sebagaimana yang dikatakan sang anak (SA) kepada
peneliti pada tanggal 16-12-2018:
“la ayah sama ibuk tiap hari bertengkar og mbak, terus cerai.
Sekarang ayah udah punya adek lagi sama ibuk baru di karangjati. Aku
kadang kalau libur dijemput ayah terus diajak kesana.” (Ananda SA/
Minggu/ 16-12-2018).
57
b. Perselingkuhan
Penyebab perceraian responden ke dua yaitu ibu DY atau ibu dari R
yang datanya dapat penulis peroleh pada tanggal 12 Desember 2018 di
Kupang adalah adanya wanita lain yang disembunyikan oleh mantan
suaminya (perselingkuhan), dan juga cek-cok yang terus menerus terjadi
diantara DY dan GT. Sebagaimana yang dikatakan ibu DY kepada
penulis adalah sebagai berikut:
“Kulo niku ditinggal kawit Rara seh TK lo mbak, sak derange
nggeh memang mpun padu terus nak ketemu ki. Perasaane kulo mpun
mboten enak kados enten wong wedok liyo. Timbang kulo loro ati terus
stress lak mending cerai to mbak. Pas kulo buka meja niku nggeh malah
kulo diduiti men geles rampung.Kulo niku sidang pisan langsung resmi
cerai mbak. Nggih tenan, bar cerai mantan bojone kulo langsung rabi
malih, nak sakniki nggeh pun gadah putro piyambake niku lan
manggone teng solotigo.” (saya itu ditinggal sejak Rara masih TK lo
mbak, sebelumnya ya memang sudah sering cek-cok melulu setiap kali
ketemu. Perasaan saya sudah tidak enak seperti ada perempuan lain. Dari
pada saya sakit hati terus stress kan ya mending cerai to mbak. Waktu
saya buka meja (menggugat cerai) saja malah saya dibiayai lo mbak biar
cepat resmi cerai. Ya benar, setelah proses cerai selesai mantan suami
saya langsung nikah lagi. Kalau sekarang ya sudah punya anak lagi
dianya. Tinggalnya di Salatiga). (Ibu DY/ Selasa/ 12-12-2018).
Karena ketika terjadi perceraian sang anak masih terlalu kecil
sehingga tidak mengetahui dengan jelas penyebab perceraian yang
dilakukan orang tuanya, maka peneliti melakukan kroscek terhadap
nenek atau ibu dari Ibu DY yang juga tinggal serumah dengan Ibu DY
dan R. Sebagaimana yang dikatakan oleh sang nenek kepada penulis:
“mbendino niku tukaran mbak mergo bapakne R ketahuan
selingkuh, akhire bapakne R lungo. Aku yo wegah nak pisah-pisah
tok.Nak ncen meh pisah yo seng resmi sisan neng pengadilan men
58
jelas.” (setiap hari itu bertengkar mbak karena bapaknya R ketahuan
selingkuh. Akhirnya bapaknya R pergi.Saya ya tidak mau kalau sekedar
pisah gitu saja.Kalau memang mau pisah ya pisah resmi ke Pengadilan
sekalian biar jelas). (Ibu DY/ Selasa/ 12-12-2018).
c. Suami tidak bertanggung jawab dan penjudi
Adapun penyebab perceraian responden ke tiga yaitu ibu SN atau
ibu dari AS yang datanya dapat penulis peroleh pada tanggal 13
Desember 2018 di Kupang adalah sang suami yang tidak bertanggung
jawab atau tidak pernah memberi nafkah kepada ibu SN. Selain itu, sang
suami memiliki hobi berjudi hingga menghabiskan banyak harta benda
yang dimiliki oleh ibu SN dan keluarganya. Ibu SN sudah berusaha
mempertahankan perkawinannya demi anak-anak mereka dan bersabar
menunggu suaminya sadar akan kewajibannya. Sebagaimana yang
dikatakan oleh ibu SN kepada penulis saat itu ialah:
“kulo niku ra tau diblonjo mbak, sak jege urip kaleh deknen nggeh
kulo yoso dewe, usaha dewe. Anak tak ragati dewe, kabeh keperluan
nggeh kulo seng nyukupi.Mboten cukup niku tok mbak, hobine niku
main. Nak diitung wes entek pinten kulo seng mabayari nggeh akeh
banget ibarate ngasi iso nggo tuku omah gedung. Ngasi anake kulo gede
nggeh mboten berubah.Tak betah-betahke kahanan ngene ki mergo
mangke ndak anake kulo dadi ra nduwe bapak.Sakniki sabare kulo mpun
entek.Akhire kulo maju dewe teng pengadilan ngurus cerai.Niki dalan
seng paling apik. Nak ra cerai malah kulo samsoyo bobrok ati lan
pikire. Sakniki mpun cerai malah pikirane kulo saget semeleh, santai,
tenang mbak.” (saya itu tidak pernah dinafkahi mbak. Selama hidup
dengan dia ya saya usaha sendiri.Anak saya biayai sendiri, segala
kebutuhan juga saya yang mencukupi.Tidak Cuma itu tok mbak, dia juga
punya hobi berjudi.Kalau dihitung sudah habis berapa saya buat bayarin
dia ya banyak banget lah mbak ibaratnya bisa buat beli rumah yang
seperti istana.Sampai anak saya besar juga dia tidak berubah.Saya betah-
betahin kondisi seperti ini ya karena saya tidak mau kalau nanti anak
saya tidak punya bapak lagi.Tapi sekarang sabar saya sudah
habis.Akhirnya saya maju sendiri ke pengadilan buat ngurus cerai.Ini
jalan yang terbaik.Kalau saya tidak cerai malah semakin hancur hati dan
59
pikiran saya.Sekarang sudah bercerai malah pikiran saya bisa santai,
tenang, dan nyaman). (Ibu SN/ Rabu/ 13-12-2018).
Ketika Ibu SN dan Bapak SM ini bercerai, usia AS masih terlalu
kecil sehingga tidak mengetahui alasan perceraian orang tuanya. Karena
peneliti tidak dapat mengroscek penyebab perceraian dari AS secara
langsung, maka peneliti memilih untuk mengorek informasi melalui
nenek AS. Sebagaimana yang dikatakan nenek AS kepada peneliti:
“alah mbak, duit ki lo sak sen we ra tau metu. Wes ngono gaweane
maen.Bondone entek kabeh nggo nglunasi utange SM. Nek ra cerai yo
malah kene soyo kapiran.” (halah mbak, yang namanya uang itu lo satu
perak pun tidak pernah keluar. Sudah begitu kerjaannya cuma
berjudi.Semua harta habis untuk melunasi hutangnya SM. Kalau tidak
cerai malah sini yang semakin kacau mbak). (Ibu SN/ Rabu/ 13-12-
2018).
d. Suami pemabuk
Penyebab perceraian responden ke empat yakni ibu W atau ibu dari
AF yang datanya dapat penulis peroleh pada tanggal 13 Desember 2018
di Kupang adalah sang suami pemabuk berat. Merasa tiak kuat dengan
kelakuan suaminya, akhirnya ibu W memutuskan untuk bercerai.
Sebagaimana yang dikatakan ibu W kepada penulis adalah sebagai
berikut:
“Bojone kulo niku pemabuk berat mbak.Awale nggeh terpengaruh
kaleh kanca-kancane. Angger bali kerjo ngono kae tengah wengi mesti
mambu miras. Terus tak pikir-pikir mosok yo meh koyo ngene terus,
akhire aku milih nggugat cerai.” (suami saya itu pemabuk berat mbak,
awalnya ya karena terpengaruh dengan teman-temannya. Setiap pulang
kerja tengah malam pasti bau miras.Terus saya berfikir masak iya harus
seperti ini selamanya, akhirnya saya memilih untuk menggugat cerai
saja). (Ibu W/ Rabu/ 13-12-2018).
60
Ketika terjadi perceraian di antara kedua orang tuanya, usia AF
tergolong masih terlalu kecil untuk mengetahui sebab pasti mengenai
perceraian tersebut. Dengan ingatan yang samar-samar, AF memberikan
informasi kepada penulis dengan kalimat sebagai berikut:
“ emboh, ra ngerti og. Tapi aku pernah weroh bapak mabuk terus
ibuk nesu-nesu.” (entah, saya tidak tahu. Tapi saya pernah lihat bapak
mabuk kemudian ibuk marah-marah). (Ananda AF/ Rabu/ 13-12-2018).
Dari keempat responden tersebut penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa keempat keluarga yang bercerai di atas pada
umumnya mengalami perceraian dengan cerai gugat, akan tetapi
penyebab perceraiannya berbeda-beda. Ada yang dikarenakan sudah
tidak adanya lagi keharmonisan dalam rumah tangga, perselingkuhan,
dan salah satu pihak senang berjudi maupun mengonsumsi minuman
keras.
Mereka yang mengalami perceraian di atas sudah benar-benar
berusaha mempertahankan keutuhan keluarganya agar tidak terjerumus
ke dalam perkara yang sangat dibenci oleh Allah.Selain itu, anak-anak
lah yang menjadi penguat mereka dalam menghadapi rumah tangga yang
sedang porak-poranda.Namun kesabaran manusia memang terbatas
sehingga mereka memilih jalan bercerai dengan cerai gugat demi
kebaikan hidup mereka supaya lebih baik dan tertata.
4. Usaha yang Dilakukan Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan
Agama terhadap Anak Setelah Perceraian
61
Dari observasi yang dilakukan penulis terhadap empat keluarga yang
bercerai atau sudah pernah bercerai di Kelurahan Kupang Kecamatan
Ambarawa Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa pendidikan agama
anak dalam keluarga perceraian orang tua sebagai berikut:
a. Rutinitas Mengaji
Pendidikan agama anak setelah terjadinya perceraian orang tua menurut
ungkapan orang tua yang mengasuh anak sekarang yaitu responden satu,
dia adalah Ibu M yang datanya dapat penulis peroleh pada tanggal 12
Desember 2018 di Kupang mengatakan bahwa dahulu SA sudah terbiasa
mengaji di TPA ketika sore hari tanpa disuruh orang tua. Selain itu, SA
juga terlihat sering pergi ke masjid ketika waktu maghrib telah tiba
bersama teman-temannya. Seperti yang dituturkan oleh ibu M adalah
sebagai berikut:
“SA niku riyen sregep ngaji teng TPA tiap sore amboko ora
dikongkon mbak. Turneh angger krungu adzan maghrib ngono kae ki yo
lek nggoleki rukoh terus mbek kanca-kancane do lungo neng langgar.
Aku yo seneng weroh SA wes ndalan dewe ngono kui. Aku sering
ngandani nek ra sholat ki tuntutane abot neng akhirat opo neh nak wes
datang bulan”.(SA itu dulu rajin ngaji ke TPA setiap sore walaupun
tidak disuruh mbak. Juga setiap dengan adzan maghrib dia buru-buru
cari mukena terus sama teman-temannya pergi ke Musholla. Saya
bahagia liat SA sudah mapan sendiri begitu.Saya sering ngasih tau ke dia
kalau tidak shalat itu tuntutannya berat di akhirat apalagi kalau sudah
datang bulan nanti). (Ibu M/ Selasa/ 12-12-2018).
Akan tetapi, setelah orang tuanya bercerai SA menjadi malas ke
TPA karena tidak ada yang memperhatikan dan memberinya reward
sehingga ia lebih memilih untuk di rumah saja sambil mainan HP. Hal
ini dapat penulis ketahui melalui penuturan Ibu M:
62
““ngajine niku lo mbak mbok tulung disanjangi.Angel tenan
sakniki nak diken mangkat TPA padahal mbiyen niku sregep.Pripun
maleh nggeh, kulo piyambak nggeh kerjo dadine raiso nggatekke
banget.(ngajinya itu lo mbak minta tolong dibilangin. Susah sekali
sekarang kalau disuruh berangkat TPA padahal dulu rajin.Gimana lagi
ya mbak, saya sendiri juga harus bekerja jadi tidak bisa begitu
memperhatikan).(Ibu M/ Selasa/ 12-12-2018).
Selain itu, SA sendiri memberi pengakuan sebagai berikut:
“dulu aku tu sering disuruh ayah ke masjid sama disuruh TPA.
Kalau aku nggak mbolos nanti aku dapat hadiah bu. Hadiahnya jalan-
jalan kalau nggak aku dibeliin apa gitu. Tapi sekarang nggak ada yang
nyuruh la ibuk kerja pulang jam 6 terus ayah nggak di sini jadi ya aku
males berangkat mending mainan HP aja di rumah.”(Ananda SA/ Rabu/
13-12-2018).
b. Pembiasaan Ibadah Puasa
Pendidikan agama anak sebelum terjadinya perceraian menurut
ungkapan ibu yang mengasuh anak sekarang yaitu responden kedua
yakni ibu DY yang datanya dapat penulis peroleh pada tanggal 12
Desember 2018 di Kupang mengatakan bahwa sebelum bercerai dia dan
suaminya bekerjasama dalam mendidik R seperti dalam hal berpuasa.
Ketika Ramadhan, ia selalu menyuruh R berpuasa walau pada siang
harinya membatalkan puasa.Akan tetapi ibu DY ini tetap selalu
membiasakan anaknya untuk melakukan puasa terlebih dahulu.Selain
itu, ibu DY selalu menasihati anaknya agar tidak menjawab atau
membantah ketika dinasehati orang tua. Karena menurut Ibu DY, dengan
demikian si anak pasti akan terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan
tersebut tanpa komando dari orang tuanya. Sehingga setelah perceraian
pun si anak sudah terbiasa menjalankan ibadah puasa. Seperti yang telah
dikatakan ibu DY kepada penulis:
63
“sak derenge kulo cerai niku kan kulo kaleh bojone kulo ketat
pokoke mbak. Nak pas Ramadhan yo kudu puasa walaupun ngko siange
dia batal yo nggak masalah, seng penting ket isuk tak kon poso
sek.Mbiyen bapakne yo kerep ngandani nak mbek wong tuo ki ojo wani,
ojo mbantah, pokoke manut. Nggeh sakniki tenan to R niku anane mung
meneng tok nak diseneni.Nak mboten ngoten mangke selak kasep soyo
gede bocah soyo angel dikandani mbak. Nak le ngandani ket cilik kan
bocah wes kadung biasa”. (sebelum saya cerai itu kan saya dan suami
saya ketat pokonya. Ketika Ramadhan ya harus puasa walaupun nanti
pas siang dia batal ya tidak masalah, yang penting dari pagi saya suruh
puasa dulu. Dulu bapaknya juga sering ngasih tau kalau sama orang tua
itu jangan berani, jangan mbantah, pokonya yang nurut. Ya benar saja,
sekarang R adanya Cuma diam kalau lagi dimarahi. Kalau tidak begitu
nanti keburu terlanjur karena semakin anak besar akan semakin susah
diatur mbak. Kalau kita sudah terbiasa membiasakan sejak kecil kan
nanti dia sudah terbiasa sendiri). (Ibu DY/ Selasa/ 12-12-2018).
c. Pembiasaan Melafadzkan Do’a Sehari-hari
Pendidikan agama anak sebelum terjadinya perceraian orang tua
menurut ungkapan orang tua yang mengasuh anak sekarang yaitu
responden ketiga yakni ibu SN yang datanya dapat penulis peroleh pada
tanggal 13 Desember 2018 di Kupang mengatakan bahwa saat dirinya
bercerai si anak (AS) masih berusia sangat kecil sehingga belum dapat
diketahui bagaimana sikap keagamaan anak sebelum perceraian. Akan
tetapi menurut penuturan ibu SN ini AS tidak pernah berkata kotor, baik
dengan semua teman, bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Sebagaimana yang dikatakan oleh ibu SN kepada penulis:
“kulo cerai kan AS tasih cilik mbak, AS ndolor niku kan kulo pun
pisahan kaleh bapakne. Tapi nggeh sakniki AS niku mboten nate
ngomong kasar, kaleh kancane nggeh apik kabeh, ngertos ndi seng apik
ndi seng ora”. (saya cerai kan AS masih terlalu kecil mbak. Dia mulai
bisa diajak bicara kan ya saya sudah pisahan sama bapaknya. Tapi ya
sekarang dia tidak pernah berkata kasar, dengan teman semua baik (tidak
pilah pilih), sudah tau mana yang baik dan yang tidak baik). (Ibu SN/
Rabu/ 13-12-2018).
64
Selain itu, Ibu SN selalu mengajarkan kepada anaknya untuk
berdo’a setiap kali akan melakukan sesuatu seperti sebelum dan sesudah
makan, sebelum dan sesudah tidur, sebelum bepergian, mengucapkan
salam ketika keluar dan masuk rumah.
d. Pembiasaan Sholat Berjamaah
Pendidikan agama anak korban perceraian orang tua menurut
ungkapan orang tua yang mengasuh anak sekarang yaitu responden
keempat yakni ibu W yang datanya dapat penulis peroleh pada tanggal
13 Desember 2018 di Kupang mengatakan bahwa sejak kecil ia sudah
sering ditingalkan oleh suaminya sehingga terbiasa mendidik anak
seorang diri tanpa suaminya. Jadi, Ibu W ini yang mendidik anaknya
dalam semua hal seperti sholat lima waktu, melatih puasa, dan lain-lain.
Adapun yang paling ditekankan oleh Ibu W adalah berjamaah di masjid.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh ibu W pada penulis saat itu:
“kulo kan wes kerep ditinggal kek AF niku cilik to mbak, dadi
nggeh kulo seng ngajari kabeh koyo TPA, sinau, sholat ngoten niku. Nek
seng paling tak pekso yo sholat neng mejid kui mbak soale kan cah
lanang dadi men kulino jamaah sok nak wes gede. Yo pokoke seng marai
ki aku kabeh. Ono bapakne mbek ra ono bapakne podo wae mbak
ngarahe kulo”. (saya kan sudah sering ditinggal ketika AF masih kecil
to mbak, jadi ya saya yang mengajari semua mulai dari menyuruh TPA,
belajar sholat seperti itu mbak. Kalau yang paling saya tekankan ya
sholat di masjid itu soalnya kan laki0laki jadi biar terbiasa berjamaah
besok kalau sudah besar. Ya pokoknya saya semua yang ngajari. Ada
bapaknya atau tidak ada bapaknya sama saja menurut saya mbak). (Ibu
W/ Rabu/ 13-12-2018).
Dari penjelasan orang tua masing-masing anak yang penulis teliti
menunjukkan bahwa semua sikap dan perilaku sebelum terjadinya
65
perceraian berbeda-beda karena faktor usia mereka saat terjadinya
perceraian orang tua juga berbeda. Akan tetapi kesemua orang tua tersebut
menyatakan bahwa anaknya tidak pernah berkata kotor, tidak pilih kasih
dengan teman, menjabat tangan orang tua ketika berangkat sekolah,
mengikuti kegiatan TPA, dan mengucap salam ketika masuk rumah. Semua
pernyataan di atas dapat penulis kroscek dari anak-anaknya sendiri.
Sebagian anak memang lupa mengenai kejadian perceraian orang tua
karena saat terjadinya perceraian mereka masih kecil. Seperti yang telah
dituturkan oleh AF:
“emboh, ra ngerti og. Tapi aku pernah weroh bapak mabuk terus ibuk
nesu-nesu.” (entah, tidak tau saya. Tapi saya pernah lihat bapak mabuk
terus ibuk marah-marah). (Ananda AF/ Rabu/ 13-12-2018).
Namun untuk responden pertama yaitu Ibu M, ketika bercerai anak
sudah berusia kurang lebih 9 tahun sehingga sudah banyak mendapatkan
pendidikan langsung dari orang tuanya, seperti yang dikatakan SA:
“dulu aku tu sering disuruh ayah ke masjid sama disuruh TPA. Kalau
aku nggak mbolos nanti aku dapat hadiah bu. Hadiahnya jalan-jalan kalau
nggak aku dibeliin apa gitu.” (Ananda SA/ Rabu/ 13-12-2018).
Sesuai dengan pernyataan dari semua responden dan kroscek dari
anak-anak mereka sebelum perceraian terjadi di Kelurahan Kupang
Kabupaten Semarang, anak dididik orang tuanya dengan kebiasaan sehari-
hari, keteladanan atau contoh dari orang tuanya langsung, dan nasihat-
nasihat yang bijak.
66
5. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan yang berkaitan dengan
dampak perceraian orang tua terhadap pendidikan agama anak di Kelurahan
Kupang Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang adalah sebagai
berikut:
a. Berkurangnya waktu untuk anak
Setelah terjadi perceraian, responden pertama yakni ibu M merasa
kurang memperhatikan anaknya terutama dalam hal mengaji dan
perilakunya karena dia harus bekerja dari pagi hingga sore hari. Seperti
yang telah dikatakan Ibu M kepada penulis:
“ngajine niku lo mbak mbok tulung disanjangi. Angel tenan sakniki
nak diken mangkat TPA padahal mbiyen niku sregep.Pripun maleh
nggeh, kulo piyambak nggeh kerjo dadine raiso nggatekke banget.Nopo
malih sakniki kaleh kulo wani njawab misale gek diseneni ngoten.Koyo
koyo ki mboten enten seng diwedeni.Sakniki seng dicekeli terus niku HP
lo mbak, meh kulo sita kok nggeh kulo ra tegel, tapi nak mboten disita
kok yo njengkelke men.” (ngajinya itu lo mbak minta tolong dibilangin.
Susah sekali sekarang kalau disuruh berangkat TPA padahal dulu
rajin.Gimana lagi ya mbak, saya sendiri juga harus bekerja jadi tidak
bisa begitu memperhatikan.Apalagi sekarang SA berani menjawab
ketika saya marahi.Seperti tidak ada yang ditakuti begitu
mbak.Mainannya juga HP terus sekarang.Mau saya sita kok saya tidak
tega, tapi kalau tidak disita kok menjengkelkan sekali). (Ibu M/ Selasa/
12-12-2018).
SA ini ketika ditanya mengenai ibadahnya juga dia mengaku
bahwa dirinya jarang berangkat mengaji karena tidak ada yang
menyuruh. Seperti yang dituturkan SA sebagai berikut:
67
“lah ra ono seng nyuruh og mbak. Ibuk kerja pulang jam 6 terus
ayahku kan nggak ada. Jadinya aku males berangkat akhirnya ya udah
aku mainan HP aja di kamar.” (Ananda SA/ Minggu/ 16-12-2018).
b. Perilaku anak yang menyimpang
Setelah terjadinya perceraian, yang dirasakan oleh responden ke
empat yakni ibu W juga tidak jauh berbeda dengan Ibu M. Ibu W merasa
anaknya memiliki beberapa perilaku yang tidak baik seiring
bertambahnya usia si anak. Seperti yang dikatakan ibu W kepada
penulis:
“AF niku lo mbak kok wingi konangan ngumpetke duite kulo.Pas
niko nggeh pernah ketahuan nyolong teng nggene tanggane peng
kalih.Terus nek teng sekolahan niku nggeh sakniki nakal. Kulo ngasi
stress le mikir, kadang tak weden wedeni nak ra manut meh tak kon melu
bapakne wae ngono ki yo ra wedi. Nak masalah sholat nggeh seng mesti
maghrib niku melu mbahne neng musholla mbak, nak sholat liyane
nggeh dereng. Tapi pikire kulo nggeh wes ben sek wong iseh cilik. Sok
wae nak wes rodo gede gek tak kon sholat” (AF itu kemarin ketahuan
menyembunyikan uang saya mbak. Waktu dulu juga pernah ketahuan
mencuri dua kali di warung tetangga.Terus kalau di sekolahan itu juga
sekarang nakal. Saya sampai stress mikirnya. Kadang pula saya takut-
takuti kalau tidak mau nurut sama saya mau saya antar ke bapaknya saja
juga dia tidak takut sama saya. Kalau masalah sholat ya yang pasti itu
maghrib karena dia selalu ikut neneknya ke musholla. Kalau selain itu ya
belum. Tapi buat saya ya biarin lah wong masih usia segitu. Besok saja
kalau sudah agak besaran saya suruh sholat). (Ibu W/ Rabu/ 13-12-
2018).
c. Kedekatan anak hanya dengan sebelah pihak
Setelah terjadi perceraian, berbeda dengan responden yang pertama
dan yang keempat, Ibu SN merasa bahwa perceraian tidak begitu
berdampak bagi anaknya karena ketika beliau bercerai usia anak
memang masih terlalu kecil sehingga si anak sudah terbiasa hidup hanya
68
dengan Ibu SN. Hanya saja, AS ini tidak bisa lepas dari ibunya.Segala
sesuatu harus disertai dengan ibunya.Hal ini dikarenakan sedari kecil AS
terbiasa hidup dengan ibunya. Seperti yang dikatakan Ibu SN kepada
penulis:
“kadose nak dampak mboten enten nggeh mbak soale kan AS ket
cilik pun biasa kaleh kulo tok mboten enten bapakne dadose nggeh
mboten enten perbedaan-perbedaan perilaku atau sikap seng menonjol
setelah cerai. Nggeh pokoke AS niku biasa, wayah TPA nggeh mangkat
terus ra sah dikon, nak mireng adzan nggeh langsung wudhu terus teng
musholla ngoten niku.Dadose Alhamdulillah nggeh cerai niki mboten
terus ndadekke anake kulo nakal nopo elek.Mung AS niki nggeh memang
nopo-nopo kudu kaleh kulo.Piyambake mboten saget petal seko kulo.Nak
di kon kaleh pakne ngoten nggeh wegah.” (kalau dampak perceraian
sepertinya tidak ada ya mbak soalnya kan AS sejak kecil sudah terbiasa
sama saya tidak ada bapaknya, jadinya ya tidak ada perbedaan-
perbedaan perilaku atau sikap yang menonjol setelah cerai. Ya pokonya
AS itu biasa, jam TPA ya berangkat terus walaupun tidak disuruh, kalau
dengar adzan ya langsung wudhu terus ke musholla seperti itu. Jadinya
Alhamdulillah cerai ini tidak menjadikan anak saya nakal atau
berperilaku buruk lainnya. Cuma ya AS ini apa-apa harus sama saya,
tidak bisa pisah dari saya. Kalau disuruh sama bapaknya juga tidak
mau). (Ibu SN/ Rabu/ 13-12-2018).
d. Anak menjadi manja
Setelah terjadinya perceraian, tidak berbeda jauh dengan Ibu SN,
Ibu DY sabagai responden kedua juga merasa bahwa perceraian tidak
memiliki dampak buruk bagi anaknya sebab selama ini si anak tidak
pernah memperlihatkan perilaku-perilaku buruk sebagai bentuk berontak
atau sikap tidak terimanya terhadap perceraian orang tua.Hanya saja, R
ini sedikit lebih manja dari sebelum orang tuanya bercerai.Hal ini dapat
dilihat dari kebiasaan R yang segala kemauannya harus dituruti. Ketika
ibunya tidak dapat menuruti keinginannya, ia selalu meminta ayahnya
69
untuk menurutinya. Keadaan terpisah jarak dan tempat ini seperti
menjadi senjata bagi R untuk dapat merealisasikan segala kemauannya.
Sebagaimana yang dikatakan Ibu DY kepada penulis:
“mboten enten mbak. R niku bocahe menengan sanget, manut
pokoke nak dikandani ra pernah njawab.Masio tak tinggal kerjo niku
nggeh polahe ra neko-neko. Setiap hari selalu cerita ada kejadian apa
saja di sekolah atau di tempat mengaji. Tak kiro nggeh perceraian niki
mboten ngaruh sanget teng R. walaupun cerai kan setiap bulan dia
selalu dijemput bapaknya diajak ke rumah bapaknya atau diajak main,
jadinya hubungan kita bertiga ya baik-baik saja. R tetep ngroso cedak
kaleh bapakne.Tapi eleke R niku nggeh sakniki manja mbak.Maksute
njaluk opo-opo kudu dituruti.Nak kulo ra nukokke nggeh langsung
njaluk bapakne.” (tidak ada mbak. R itu anaknya pendiam sekali, selalu
nurut setiap dikasih tau dan tidak pernah membantah.Walaupun saya
tinggal kerja itu juga tingkahnya tidak pernah aneh-aneh. Setiap hari
selalu cerita ada kejadian apa saja di sekolah atau di tempat mengaji.
Saya kira perceraian ini tidak ada pengaruhnya buat R. meskipun sudah
bercerai kan setiap bulan dia selalu dijemput bapaknya diajak ke
rumahnya atau diajak main, jadinya hubungan kita bertiga ya baik-baik
saja. R tetap merasa dekat dengan bapaknya.Tapi jeleknya R itu ya
sekarang manja mbak, maksutya ya minta apa-apa harus dituruti.Kalau
saya tidak membelikan ya langsung minta ke bapaknya). (Ibu DY/
Selasa/ 12-12-2018).
Selain bertanya kepada Ibu DY, penulis juga melakukan kroscek
dengan anaknya yaitu R. R mengatakan bahwa ibunya selalu menasihati
untuk rajin mengaji dan tidak melakukan hal-hal yang tiadk pantas
dilakukan. Seperti yang dikatakan R kepada penulis:
“kata ibuk aku suruh ngaji terus kalau pas ibuk kerja. Kalau jam 3
suruh langsung mandi berangkat TPA. Ibuk juga bilang jangan nakal,
jangan bikin ibuk malu gitu.”(Ananda R/ Minggu/ 16-12-2018).
Dari pernyataan orang tua dan kroscek dari anak-anak, diketahui
bahwa perceraian orang tua berpengaruh terhadap pendidikan anak terutama
dalam hal agama. Dimulai dari ibadah wajib seperti sholat lima waktu yang
70
tidak begitu diperhatikan, mengaji yang hanya dipantau sekali dua kali saja,
munculnya sikap berani pada orang tua, manja dan lain-lain.
B. Analisis Data
1. Penyebab Terjadinya Perceraian Orang Tua Di Kelurahan Kupang
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis mengenai data
yang sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Untuk mempermudah
analisis, maka data akan disusun sesuai dengan pokok masalah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang ditemukan berbagai
penyebab terjadinya perceraian orang tua, diantaranya sebagai berikut:
a. perselisihan dan pertengkaran terus menerus serta tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Faktor perselisihan ini dirasa menempati peringkat tinggi sebagai
penyebab perceraian di Desa Kupang.Menurut responden perselisihan
yang dihadapi adalah permasalahan yang sepele.Sebuah pertengkaran-
pertengkaran kecil seperti anak meminta uang jajan, istri menasehati
suami agar bekerja, dan anak meminta sesuatu.Pertengkaran yang awal
mulanya berasal dari hal kecil bisa menjadi besar karena pertengkaran
yang terus menerus terjadi.
Dalam kehidupan rumah tangga tidak akan selalu berjalan dengan
mulus karena pasti banyak masalah yang akan timbul, tinggal
bagaimana suami istri tersebut dalam menyikapi segala masalah. Ketika
71
suatu perkawinan sering diwarnai pertengkaran, merasa tidak bahagia
ataupun yang lainnya, seringkali dijadikan alasan untuk mengakhiri
perkawinan dan bercerai selalu dianggap solusi terbaik dalam
menyelesaikan perselisihan.
Agama mengizinkan keterlibatan pihak ketiga dalam penyelesaian
masalah rumah tangga, yakni dengan mendatangkan seorang hakam
sebagaimana firman Allah berikut ini:
دا اصالحا وان خفتم شقاق ب ينهما فاب عث وا حكما من اهله وحكما من اهلها ان يري
كان عليما خبيا ن هما ان الل ب ي ي وفهق الله
Artinya: “dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimkanlah seorang hakam dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam
itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami istri itu.Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal.” (QS. An-Nisa’: 35)
Ayat tersebut menjelaskan bila perselisihan (percecokan) terjadi,
ada alternatif dalam penyelesaian yakni perdamaian dengan seorang
hakam,.Seorang hakam (hakim) dikirmkan untuk mendamaikan kedua
belah pihak dengan mempertemukan mereka dan mencari solusi terbaik
atas masalah rumah tangga mereka.Tugas seorang hakam adalah
mendamaikan, dan jika sudah tidak ada solusi untuk mendamaikan
pasangan rumah tangga yang berselisih, maka dengan terpaksa hakam
mengambil jalan menceraikan suami istri tersebut.
72
Dari hasil wawancara dengan responden di Desa Kupang,
perselisihan yang terjadi lebih dikarenakan kedua belah pihak, misalnya
watak kedua belah pihak yang sukar ditemukan.Antara suami dan istri
bertahan dengan ego masing-masing sehingga timbul ketidak nyamanan
dan ketegangan-ketegangan dalam rumah tangga yang menyebabkan
perceraian tidak dapat terhindarkan.
Menurut pendapat penulis, perselisihan yang hanya disebabkan hal
sepele seharusnya dapat dijadikan sebagai bumbu-bumbu dalam rumah
tangga untuk mempererat rasa kasih sayang.Di dalam rumah tangga
harus ada rasa saling menghormati.Seorang istri harus taat dan patuh
kepada suami sebagai kepala rumah tangga.Akan tetapi seorang suami
yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga juga harus
menghormati istrinya dan tidak boleh bersikap semena-mena terhadap
istri.apabila selalu timbul perselisihan dalam rumah tangga maka ada
baiknya suami istri harus saling instropeksi diri agar dapat mengetahui
kesalahan masing-masing serta dapat menemukan solusi dari masalah
yang diperselisihkan terus menerus. Sikap menghormati dan
menyayangi itu perlu dalam rumah tangga karena kedua hal tersebut
dapat menghindarkan perselisihan yang berujung pada perceraian yang
menyakitkan hati dan menyengsarakan itu.
73
b. Selingkuh atau berganti pasangan
Selingkuh adalah istilah yang umum digunakan terkait perbuatan
atau aktivitas yang tidak jujur dan menyeleweng terhadap pasangannya,
baik pacar atau suami istri.istilah ini umumya digunakan sebagai
sesuatu yang melanggar kesepakatan atau kesetiaan hubungan
seseorang. Dari perselingkuhan ini, lama kelamaan bagi seseorang yang
sudah menikah akhirnya menjadi perbuatan zina.
Berkaitan dengan selingkuh atau bergonta-ganti pasangan, Afandi
(2004: 126) mengatakan bahwa salah satu alasan putusnya perkawinan
baik dengan cerai talak atau cerai gugat, dalam perundang-undangan
Indonesia adalah apabila salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain-lainnya yang sukar disembuhkan.
c. Suami tidak memberi nafkah istri selama bertahun-tahun
Nafkah (nafaqah) merupakan suatu kewajiban suami terhadap
istrinya dalam bentuk materi.Hukum membayar nafkah untuk istri baik
dalam bentuk perbelanjaan atau pakaian adalah wajib.Kewajiban itu
bukan disebabkan karena istri membutuhkannya bagi kehidupan rumah
tangga, tetapi kewajiban yang timbul dengan sendirinya tanpa melihat
keadaan istri.bahkan diantara ulama Syi’ah menetapkan bahwa
meskipun sang istri orang kaya dan tidak membutuhkan bantuan dari
suami, namun suami tetap wajib membayar nafkah (Syarifuddin, 2006:
166).
74
Dasar kewajiban tersebut terdapat dalam al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 233:
وعلى المولود له رزق هن و كسوتن بلمعروف, ال تكلف ن فسا اال وسعها
Artinya:”dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya.”(Terjemah al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 233).
Dalam kehidupan rumah tangga sudah ada kewajiban yang harus
dijalankan oleh masing-masing pihak baik suami ataupun istri.seorang
suami sebagai kepala keluarga berkewajiban mencari nafkah dan
sebaliknya kewajiban seorang istri itu mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan rumah tangga.
Keadaan rumah tangga yang terus menerus menderita karena suami
tidak memberi nafkah sehingga istri harus memenuhi segala kebutuhan
rumah tangganya seorang diri, menjadikan istri tidak kuat lagi hidup
dengan suaminya karena segala kebutuhan yang sudah pasti tidak
tercukupi sehingga perselisihan dan pertengkaran sering terjadi.
Agama mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya.Oleh
karena itu adanya ikatan perkawinan yang sah menjadikan seorang istri
semata-mata terikat kepada suaminya dan tertahan sebagai miliknya.
Tugas seorang istri dalam rumah tangga yaitu memelihara dan
mendidik anak-anaknya, sebaliknya sebagai suami ia harus memenuhi
kebutuhannya dan memberi uang belanja kepadanya selama ikatan
perkawinan masih berjalan.
75
Apabila seorang suami yang seharusnya memberi nafkah kepada
keluarga tetapi ia tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya,
menjadikan seorang istri mengganti perannya sebagai pencari nafkah
dalam keluarga. Karena tidak memiliki kesadaran bersama maka timbul
perselisihan dan percecokan terus menerus yang tidak dapat
terhindarkan.Hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan hidup berumah
tangga yang damai dan tentram sudah tidak ada lagi. Keadaan seperti
ini menimbulkan anggapan bahwa sudah tidak akan lagi bisa hidup
bersama sehinga mereka memilih perceraian untuk mengakhiri
perkawinan mereka.
Menurut pendapat penulis seharusnya suami istri itu
mengedepankan kebutuhan bersama dan menghilangkan ego masing-
masing.Apabila terdapat masalah dalam rumah tangga harusnya dapat
diselesaikan terlebih dahulu oleh anggota keluarga tersebut, karena
setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.Selain rasa kasih sayang yang
harus dimiliki oleh setiap anggota keluarga, ekonomi sebagai pemenuh
kebutuhan keluarga juga harus tetap terpenuhi.Antara suami istri
harusnya ada kerjasama untuk mewujudkan suatu rumah tangga yang
bahagia dan tentram.Tugas suami mencari nafkah dan tugas istri
menerima serta mensyukurinya. Jika kedua hal tersebut sudah sama-
sama dijalankan, niscaya tidak akan lagi timbul perselisihan karena
ekonomi yang berujung pada perceraian.
76
d. Salah satu pihak menjadi pemabuk
Pemabuk merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Islam dan
wajib dijauhi oleh siapapun termasuk suami istri.seorang pemabuk
memiliki jiwa yang tidak stabil dan berpengaruh buruk dalam kesehatan
serta berbagai induk dari semua kejahatan. Perbuatan tersebut dapat
merusak kebahagiaan rumah tangga dan dapat dijadikan salah satu
alasan perceraian. Pasal 116 KHI antara lain menjelaskan bahwa
perceraian dapat terjadi karena salah satu pihak berbuat zina atau
menjadi pemabuk, pemandat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar
disembuhkan.
Perbuatan ini menjadi pemicu perselisihan dan pertengkaran yang
terus menerus terjadi di dalam rumah tangga yang mengakibatkan
goyahnya suatu rumah tangga tersebut. Seorang suami yang memiliki
hobi pemabuk menajdikan ia malas bekerja dan selalu bersikap
temperamental. Banyak faktor yang menjadikan seseorang itu menjadi
pemabuk antara lain seperti krisis agama, faktor lingkungan, dan
pergaulan.
Kebiasaan suami yang suka mabuk menjadikan istri tidak lagi
merasa nyaman dan tentram dalam rumah tangga.Kebiasaan tersebut
juga menjadikan suami tidak lagi memberi nafkah wajib kepada
keluarga.Kebiasaan yang timbul akibat menjadi pemabuk adalah malas
bekerja dan hanya menghabiskan harta benda yang ada. Apabila sudah
tidak tercipta rasa tentram dan bahagia dalam rumah tangga maka
77
akanmembuat istri tidak tahan lagi hidup sebagai pasangan suami istri
sehingga peristiwa perceraianpun terjadi.
2. Usaha yang Dilakukan Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan
Agama terhadap Anak Setelah Perceraian
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis mengenai data
yang sudah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Berdasarkan hasil
wawancara dan observasi di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang, ditemukan berbagai macam pendidikan anak dalam
keluarga dan cara orang tua dalam mendidik anak, diantaranya sebagai
berikut.
Sebelum terjadinya perceraian, orang tua pasti menginginkan
anaknya tumbuh menjadi pribadi yang mempunyai sikap dan perilaku baik
sesuai dengan ajaran agama Islam dan tumbuh menjadi anak yang sholih
sholihah serta mampu menjadi insan kamil.Kesemua itu kunci pokonya
terletak pada ibadah dan perilaku anak.Nilai-nilai ibadah adalah pemberian
pemahaman anak tentang ruang lingkup ibadah secara menyeluruh beserta
tujuannya. Dalam hal ini tentu setiap orang tua memiliki cara yang
berbeda yang dianggapnya caa terbaik dalam mendidik anak sehingga nilai
ibadah dan nilai akhlak dapar terealisasi dalam diri anak dengan baik.
Adapun cara-cara dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:
78
a. Anak dididik melalui keteladanan
Orang tua memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya
dengan maksud supaya kelak si anak memiliki akhlaqul karimah sesuai
dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW baik dalam hal perkataan,
perbuatan atau tingkah laku, seperti:
1) Berperilaku sabar
2) Berperilaku ramah
3) Menjauhi larangan Allah dan taat kepada perintah Allah
(melaksanakan sholat)
4) Menutup aurat
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Hadari Nawawi (1993: 215)
dengan keteladanan iu diharapkan anak akan mencontoh atau meniru
segala sesuatu yang baik didalam perkaataan dan perbuatan
pendidiknya (orang tua).
b. Anak dididik melalui kebiasaan
Kebiasaan adalah sesuatu yang sering dilakukan hampir setiap hari
oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak sengaja.
1) Kebiasaan tidak disengaja
Pendidikan orang tua yang tidak disengaja sering disebut dengan
kebiasaan yang otomatis, yaitu apa yang sering dilakukan orang tua
di rumah dengan tidak disadari anak itu menirukan atau mencontoh
perbuatan itu.
79
2) Kebiasaan disengaja
Kebiasaan yang disengaja adalah perbuatan yang sering dilakukan
karena orang yang melakukan mengetahui tujuan dan manfaatnya.
Seperti yang dituturkan oleh SA:
“iya bu, aku itu harus sholat maghrib ke masjid bareng ayah terus
sama berangkat ngaji terus. Kalau aku nggak mbolos nanti aku
dikasih hadiah sama ayah.”
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Djamarah (2004: 25) bahwa
kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam bersikap dan berperilaku
tidak lepas dari perhatiannya.
c. Anak dididik melalui nasehat
Nasehat merupakan cara mendidik dengan bahasa yang sangat lembut
namun caranya lebih mengena di hati anak. Misalnya ibu menasehati
sang anak untuk menjadi anak yang sholih sholihah. Sebagaimana Ibu
M yang sering menasehati anaknya bahwa tuntutan akhirat itu berat
kalau kita tidak mau mengaji dan sholat. Sebagaimana kisah Luqman
dalam al-Qur’an dalam ayat berikut ini:
لوت وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر على ما يبني اقم الص
أصابك ان ذلك من عزم المور
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).” (terjemah al-Qur’an surat Luqman ayat 17).
80
Nasehat atau cerita merupakan cara mendidik anak yang paling
tinggi nilainya (Nawawi, 1993: 221).
Namun setelah terjadi perceraian, sedikit atau banyak pasti
ditemukan perbedaan dalam hal pendidikan agama anak oleh orang tua.
Hal ini dikarenakan beberapa hal seperti:
a. Pekerjaan
Setelah terjadi perceraian, seorang ibu harus mencari nafkah karena
perannya kini bertambah menjadi tulang punggung keluarga. Demi
memenuhi kebutuhan anaknya, ia gunakan hampir seluruh waktunya
untuk bekerja sehingga waktu yang biasanya mereka gunakan untuk
memperhatikan dan mengurus anak kini tergantikan dengan pekerjaan.
sebagaimana yang dikatakan Ibu M kepada penulis:
“njih pripun malih njih, kulo piyambak nggeh kerjo dadine raiso
nggatekke banget. Kulo dewe nak mangkat kerjo jam 6 isuk baline jam
6 sore. Dadose ketemu AS niku nggeh nak ndalu tok.” (gimana lagi ya,
saya sendiri juga bekerja jadi tidak bisa begitu memperhatikan. Saya
sendiri kalau bekerja berangkat jam 6 pagi pulang jam 6 sore.Jadi
ketemu AS itu ya kalau malam saja).(Ibu M/ Selasa/12-12-2018).
b. Kurangnya kepedulian orang tua
Karena didesak kebutuhan hidup yang semakin banyak, akhirnya
orang tua menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan
acuh terhadap pendidikan agama anak.Mereka berfikir bahwa di
sekolah pasti anak sudah dibekali ilmu agama, sehingga mereka merasa
bahwa tanggung jawab mereka adalah mencari nafkah dan pendidikan
81
adalah tanggung jawab pihak sekolah. Sebagaimana yang dikatakan Ibu
F pada penulis:
“alah penting kulo kerjo to mbak, perkoro agomo lakyo neng sekolahan
wes diwarai. Aku dewe yo ora pinter bab agomo.”(yang penting saya
bekerja to mbak, masalah agama kan di sekolahan sudah diajari. Toh
saya sendiri juga tidak pintar masalah agama).(Ibu W/ Rabu/13-12-
2018).
3. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadapa Pendidikan Agama Anak
Perceraian yang terjadi di antara orang tua memiliki dua
kemungkinan, yakni bisa jadi sangat berdampak atau tidak begitu
berdampak bagi anak.perceraian yang tidak begitu berdampak bagi anak
adalah perceraian yang terjadi ketika anaknya masih kecil atau belum
mengetahui arti perceraian sehingga mereka sudah terbiasa tumbuh besar
hanya dengan satu orang tua saja. Selain itu, peran seorang ibu juga sangat
mempengaruhi perilaku anak setelah perceraian.Jika seorang ibu
memperhatikan anaknya secara optimal seperti memantau kegiatan
keberagamaan anak dengan baik, maka kecil kemungkinan bagi anak
untuk menyeleweng.Ibu yang bekerja di rumah memiliki lebih banyak
waktu untuk merawat dan mendidik anak.Sehingga anak yang sehari-
harinya dalam pengawasan orang tua cenderung lebih menurut dan
berperilaku baik.
Perceraian tidak akan begitu berdampak bagi anak jika si anak
tinggal di lingkungan yang kondusif. Artinya, jika si anak hidup di
lingkungan yang sehat maka ia tidak akan terpengaruh oleh sekitar. Karena
usia anak yang terbilang masih labil, maka anak akan mudah sekali
82
terpengaruh oleh sekitar. Selain itu, hubungan yang baik antara suami dan
istri setelah bercerai juga mempengaruhi perilaku anak. Jika setelah cerai
kedua orang tua tetap bahu membahu dalam mendidik anak, tetap
memperhatikan sikap keagamaan anak baik dalam aspek ibadah, akhlak,
dan lain-lain maka anak akan tetap berada dalam pengawasan dan
penjagaan orang tua sehingga sangat kecil potensi bagi anak untuk
melakukan hal-hal yang tidak baik.
Sedangkan perceraian yang berpotensi memiliki dampak negatif
adalah perceraian yang terjadi pada karakteristik keluarga yang bercerai
ketika anak sudah besar atau sudah paham apa yang dimaksud dengan
perceraian. Hal ini dikarenakan anak ingin menunjukkan sikap berontak
atau tidak terimanya atas perceraian itu. Karena usia mereka yang masih
labil dan belum bisa mengambil sikap yang benar atas ketidak
terimaannya, akhirnya mereka melampiaskan pada hal-hal yang negatif
seperti mogok ngaji, membantah dan membentak, mencuri, dan lain
sebagainya.
Setelah orang tua bercerai pasti perhatian orang tua berubah, yang
awalnya mereka bekerjasama membangun rumah tangga mulai dari
merawat anak bersama, bersama-sama dalam mencari nafkah untuk
anaknya, kini setelah perceraian semua berubah drastis.Mereka menjadi
orang tua tunggal (single parent). Dengan keadaan orang tua yang seperti
itu, maka sangat berdampak bagi anak-anaknya dalam berbagai apek,
seperti:
83
1. Akhlak
Orang tua adalah figure yang utama bagi anak-anaknya. Namun
ketika anak melihat orang tuanya bertengkar, pasti si anak berfikir
bahwa orang tuanya tidak berhasil menjadi panutan atau teladan bagi
anak-anaknya.Hal ini dapat dilihat dari sikap anak yang berubah
menjadi berani atau tidak takut kepada orang tuanya. Sebagaimana yang
dituturkan oleh Ibu M kepada penulis:
“iyo mbak, SA ki kandanane angele pol. Senenge wani nak mbek
kulo. Pokoke kulo mbendino padu terus mbek SA niku.Kadang aku
mikir kok koyo ra ono seng diwedeni, opo mergo ra ono pak ne kui yo
mbak yo.”(iya mbak, SA itu kalau dinasehati susah sekali. Sukanya
berani kalau sama saya. Setiap hari saya selalu adu mulut dengan SA.
Kadang saya berfikir kok seperti tidak ada yang ditakuti, apa karna
tidak ada bapaknya kali ya mbak ya). (12-12-2018).
Sesuai dengan pendapat Arifin (dalam Ahid 2010: 123)
mengatakan bahwa perbuatan anak merupakan cerminan dari orang
tuanya atau berpangkal dari perbuatan orang tuanya sendiri.
Dari pernyataan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sikap
anak yang demikian merupakan hasil dari perbuatan orang tuanya
sendiri. Karena pada dasarnya anak akan belajar atau meniru segala
sesuatu yang mereka lihat. Jika anak terbiasa melihat hal-hal yang baik
maka si anak akan melakukan hal baik pula. Begitupun sebaliknya, jika
si anak terbiasa menyaksikan hal-hal yang bernilai negatif maka akan
menjadikan dirinya melakukan hal yang negatif pula.
84
2. Psikis
Semua anak pasti menginginkan orang tuanya utuh dan kehidupan
keluarganya harmonis serta bahagia.Namun anak hanya bisa meminta
dan berdo’a karena yang menentukan keutuhan adalah yang memiliki
konflik alias orang tuanya. Setelah terjadinya perceraian, anak merasa
menajdi tidak bahagia, bahkan dia sering merasa sakit hati karena apa
yang dia inginkan tidak terjadi. Terlebih dia pasti merasa iri dengan
teman-temannya yang mempunyai keluarga utuh. Maka dari itu anak
sering sensitive (lebih mudah tersinggung) sehingga menjadikan ia
terbiasa berkata kasar bahkan disertai dengan bentakan. Seperti yang
dikatakan ibu M pada penulis:
“SA ki lo mbak bocahe galak.Mbek aku galak opo neh mbek
liyane. Nada ngomonge kui yo banter banget.”(SA itu anaknya galak
mbak. Sama aku saja galak apalagi sama yang lainnya. Nada bicaranya
juga keras sekali). (12-12-2018).
Selain itu, perceraian juga menjadikan anak merasa tidak nyaman
di rumah.Setelah orang tua bercerai, maka orang tua yang mengasuh
menjadi orang tua tunggal.Misal bapak atau ibu yang mengasuh ini
sedang bekerja, maka anak berada di rumah sendiri dan tentunya
merasa sangat tidak nyaman dikarenakan tidak ada teman atau yang
lainnya.Ada juga yang dititipkan dengan kakek dan neneknya ketika
ditinggal bekerja. Meski dengan kakek dan neneknya sendiri, anak akan
lebih merasa enjoy dengan orang tuanya. Dengan demikian, si anak
pasti memilih keluar rumah, mencari teman yang bisa diajak bercerita
85
dan memberinya kenyamanan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu
SN:
“mboten nate crito-crito kaleh kulo nopo kaleh mbahe, dekne
senenge malah crito kaleh tanggane.” (tidak pernah bercerita dengan
saya atau dengan kakek neneknya, dia lebih suka cerita dengan
tetangganya). (12-12-2018).
Sesuai dengan pendapat Dagun (2013: 115) menyatakan bahwa
kelompok anak yang pada saat orang tuanya bercerai itu belum
memasuki usia sekolah umumnya anak menjadi tidak akrab dengan
orang tuanya, anak sering dibayangi rasa cemas, dan selalu ingin
mencari ketenangan.
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa perceraian sangat berpengaruh bagi anak. Jika anak sudah tidak
lagi menemukan ketenangan dan kenyamanan di dalam keluarganya,
sudah dapat dipastikan bahwa anak akan berusaha mencari ketenangan
dan kenyamanan di luar. Karena usia anak-anak yang cenderung masih
labil serta pendirian mereka yang belum begitu kuat, maka tidak sedikit
dari mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal negatif sebagai bentuk
pelampiasan mereka akibat perceraian orang tuanya.
3. Ibadah
Biasanya semangat anak tumbuh ketika melakukan segala sesuatu
yang mengandung reward, banyak motivasi, banyak diperhatikan,
diawasi, dan dibimbing.Namun ketika orang tua sudah bercerai pasti
pengawasan berkurang, motivasi berkurang, perhatian pun
86
berkurang.Maka dari itu yang awalnya anak sangat aktif dalam mengaji
di TPA menajdi jarang mengaji bahkan berhenti tidak mau mengaji
lagi.Awalnya aktif sholat dan berjamaah di masjid kini menjadi jarang
bahkan tidak mau sholat.Perceraian mengakibatkan anak tidak mau lagi
melaksanakan kebiasaan yang dilakukan sebelum orang tuanya
bercerai. Sebagaimana yang diungkapkan SA kepada penulis:
“iya bu, aku itu harus sholat maghrib ke masjid bareng ayah terus
sama berangkat ngaji terus. Kalau aku nggak mbolos nanti aku dikasih
hadiah sama ayah. Tapi kan sekarang ayah jauh bu udah punya adik
lagi jadi nggak ada yang ngasih aku hadiah ya aku males TPA, apalagi
sekarang musim hujan ya mending aku mainan HP di rumah.” (SA, 16-
12-2018).
Dari pernyataan di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
usia anak yang tergolong masih labil dan pendirian yang dimiliki belum
begitu kuat, menjadikan mereka berhenti melakukan kebiasaan-
kebiasaa yang telah ditanamkan orang tua sebagai bentuk tidak
terimanya mereka atas perceraian orang tua.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Kelurahan Kupang Kecamatan Ambarawa
Kabupaten Semarang tahun 2018 maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Penyebab terjadinya perceraian keempat keluarga di Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2018 dapat
dikategorikan menjadi 2, yaitu penyebab perceraian yang disebabkan oleh
pihak istri seperti keras kepala, tidak mau mendengar dan
mempertimbangkan pendapat suami, dan penyebab perceraian yang
disebabkan oleh pihak suami seperti perselingkuhan, suami penjudi dan
tidak bertanggung jawab serta pemabuk.
2. Pendidikan agama pada anak korban perceraian tetap diupayakan oleh
setiap orang tua walaupun hanya sedikit sekali atau terbatas pada sebagian
hal saja. Ini dikarenakan waktu yang digunakan untuk mendidik anak telah
berubah menjadi waktu untuk bekerja. Selain itu, kurangnya kepedulian
orang tua terhadap pendidikan agama anak juga menjadi salah satu
penyebab perceraian menjadi sangat berdampak bagi anak. Sebagian orang
tua beranggapan bahwa pendidikan agama yang diperoleh anak di sekolah
sudah cukup. Adapun cara orang tua dalam mendidik agama anaknya
berupa pembiasaan sholat berjamaah di masjid, rutinitas mengaji di TPQ,
88
berdo’a sebelum dan sesudah melakukan segala sesuatu, pembiasaan
ibadah puasa, mengucap salam, dan lain sebagainya.
3. Dampak perceraian orang tua terhadap anak dapat meliputi berbagai aspek
yakni akhlak, psikis, dan ibadah. Hal ini bisa dilihat pada sikap dan
perilaku anak yang menjadi menyimpang, manja, berani pada orang tua,
tidak lagi akrab dengan orang tua dan sebagainya. Akan tetapi perceraian
bisa juga tidak begitu berdampak bagi anak karena beberapa hal seperti usia
anak yang masih terlalu kecil ketika orang tanya bercerai, peran ibu atau
istri dalam mendidik anak sehari-hari, faktor lingkungan yang kondusif
bagi perkembangan anak, maupun hubungan suami dan istri yang tetap
saling bahu membahu dalam mendidik anak walaupun telah bercerai.
B. Saran
1. Apabila perceraian sudah terjadi, sebaiknya tetap menjaga hubungan
dengan mantan pasangannya dan tetap saling bahu membahu dalam
mendidik dan memberikan pengawasan untuk anak. Karena seorang anak
tetap membutuhkan figure seorang ayah dan ibu meskipun orang tuanya
telah bercerai.
2. Bagi orang tua yang telah bercerai sebaiknya tetap memerhatikan
pendidikan anak walaupun sebagian besar waktunya habis untuk bekerja.
Karena pendidikan anak tidak semata-mata tanggung jawab pihak sekolah,
tetapi juga merupakan tanggung jawab orang tua.
89
DAFTAR PUSTAKA
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Al-Ghazy, Muhammad bin Qasim. 1992. Fathul Qarib Al-Mujib.
Diterjemahkan oleh: Ahmad Sunarto. Surabaya: Al-Hidayah.
Aminuddin dkk.2014. Pendidikan Agama Islam. Bogor: Ghalia Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aziz, Safrudin. 2015. Pendidikan Keluarga Konsep dan Strategi. Yogyakarta:
Gava Media.
Dagun, Save M. 2012.Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Farida, Anik dkk. 2007. Perempuan dalam Sistem Perkawinan dan
Perceraian di Berbagai Komunitas dan Adat. Jakarta: Balai Penelitian
dan Pengembangan Agama.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitiandan Teknik Penyusunan
Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Maslikhah.2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi
Mahasiswa. Yogyakarta: Trustmedia.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Mufidah.2013. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN
Press.
Muhadjir, Noeng. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasian.
90
Nasution, Khoiruddin. 2002. Status Wanita Asia Tenggara Studi Terhadap
Perundangan Indonesia-Malaysia. Jakarta: Inis.
Noor, Faried Ma’ruf. 1990. Menuju Keluarga Sejahtera dan Bahagia.Jakarta:
Gema Insan Press.
Nawawi, Hadari. 1991. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Simanjuntak. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Pustaka
Djambatan.
Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang
Perkawinan. Jakarta: Nusa Indah.
Spock. 1991. Psikologi Keluarga. Yogyakarta: Gava Media.
Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
A. Data Pribadi
Nama : Annisa Kharisma Dewi
Tempat/Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 24 November 1997
NIM : 23010150098
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Alamat Sekarang : Kupang Tanjungsari 06/11 Kelurahan Kupang
Kec. Ambarawa Kab. Semarang
Alamat Asal : Kupang Dalangan 01/06 Kelurahan Kupang Kec.
Ambarawa Kab. Semarang
B. Orang Tua
Ayah : Sri Marwanto
Ibu : Siti Nduriyah
Pekerjaan : Buruh
C. Riwayat Pendidikan
No. Instansi Pendidikan Masuk (Tahun) Keluar (Tahun)
1. TKIT Ibnu Mas’ud 2001 2003
2. SDIT Permata Bunda 2003 2009
3. SMP Takhassus Al-Qur’an 2009 2012
4. SMA Takhassus Al-Qur’an 2012 2015
5. S1 IAIN Salatiga 2015 2019
104
HASIL WAWANCARA
Nama Responden : Ibu M
Tanggal Wawancara : Selasa, 12 Desember 2018
Tempat wawancara : rumah Ibu M
Isi Indikator
P Bapak/Ibu apa yang mendorong atau menjadi
penyebab terjadinya perceraian?
Penyebab perceraian
I Karena sudah tidak ada kecocokan jadi tiap hari
cekcok terus
P Mengapa perceraian itu menjadi jalan keluar dari
permasalahan Bapak/Ibu?
I Karena susah tidak ada harapan untuk hidup rukun
lagi dalam rumah tangga
P Bagaimana cara Bapak/Ibu mendidik anak-anak
agar mau melaksanakan ibadah dan berlaku sopan
kepada siapapun?
Pendidikan Agama
Anak Korban
Perceraian
I Dengan memberikan hadiah kalau anak saya mau
melaksanakan sholat dan mengaji. Kalau untuk
berperilaku sopan saya selalu mendidik dengan cara
menasehati.
P Bagaimanakah sikap anak-anak kepada anda
ataupun kepada orang lain?
I Kalau di nasehati suka membantah. Seperti tidak
ada yang ditakuti oleh anak saya. Dia selalu berani
membantah.
P Saat ini Bpak/Ibu sudah resmi bercerai, bagaimana
105
cara Bapak/Ibu dan mantan suami/mantan istri
dalam mendidik anak-anak?
I Ya saya sekolahkan, saya ikutkan TPA, saya les
kan, selain itu di rumah juga sering saya beri
contoh-contoh atau nasehat kebaikan
P Apakah bapak/ibu merasa ada dampak atas
perceraian ini?
Dampak perceraian
orang tua
I Ya mungkin itu tadi mbak dia jadi berani sama
saya, kaya nggak ada yang ditakuti sama dia.
Mungkin itu karna tidak ada bapaknya kali ya
P Bagaimana cara bapak/ibu dalam mengatasi
dampak tersebut?
I Ya saya tidak bosan-bosan menasehati dia mbak,
selain itu saya doakan setiap hari.
106
HASIL WAWANCARA
Nama Responden : Ibu DY
Tanggal Wawancara : Selasa, 12 Desember 2018
Tempat wawancara : rumah Ibu DY
Isi Indikator
P Bapak/Ibu apa yang mendorong atau menjadi
penyebab terjadinya perceraian?
Penyebab Perceraian
I Karena suami saya berselingkuh mbak
P Mengapa perceraian itu menjadi jalan keluar dari
permasalahan Bapak/Ibu?
I Ya karena saya dikhianati dan tidak ada jalan
terbaik selain cerai, karena dia sudah menemukan
wanita lain.
Bagaimana cara Bapak/Ibu mendidik anak-anak
agar mau melaksanakan ibadah dan berlaku sopan
kepada siapapun?
Pendidikan Agama
Anak Korban
Perceraian
I Saya biasakan sejak kecil supaya anak terbiasa
P Bagaimanakah sikap anak-anak kepada anda
ataupun kepada orang lain?
I Baik mbak, tidak membantah selalu menuruti
perintah saya. Tapi ya kadang manja itu mbak.
P Saat ini Bpak/Ibu sudah resmi bercerai,
bagaimana cara Bapak/Ibu dan mantan
suami/mantan istri dalam mendidik anak-anak?
I Ya saya selalu memberi contoh dan menasehati.
107
Kalau pas dia ketemu bapaknya ya selalu
dinasehati katanya. Hubungan saya dan mantan
suami saya tetap baik kok, jadi ya tetap bahu
membahu mendidik.
P Apakah bapak/ibu merasa ada dampak atas
perceraian ini?
Dampak Perceraian
Orang Tua
I Tidak begitu. Paling-paling ya jadi manja. Kalau
minta saya nggak bisa ya lari ke bapaknya. Kalau
bapaknya nggak bisa ya lari ke saya.
P Bagaimana cara bapak/ibu dalam mengatasi
dampak tersebut?
I Ya sudah sering tak nasehati mbak.
108
HASIL WAWANCARA
Nama Responden : Ibu SN
Tanggal Wawancara : Rabu,, 13 Desember 2018
Tempat wawancara : rumah Ibu SN
Isi Indikator
P Bapak/Ibu apa yang mendorong atau menjadi
penyebab terjadinya perceraian?
Penyebab Perceraian
I Karean suami saya tidak bertanggung jawab dan
memiliki hobi berjudi
P Mengapa perceraian itu menjadi jalan keluar dari
permasalahan Bapak/Ibu?
I Karena kalau tidak bercerai saya semakin hancur
mbak, karena saya yang selalu membayarkan
hutangnya dan dikejar-kejar orang
Bagaimana cara Bapak/Ibu mendidik anak-anak
agar mau melaksanakan ibadah dan berlaku sopan
kepada siapapun?
Pendidikan Agama
Anak Korban
Perceraian
I Ya dengan nasehat dan contoh-contoh mbak
P Bagaimanakah sikap anak-anak kepada anda
ataupun kepada orang lain?
I Baik. Sejauh ini belum pernah terlihat melakukan
hal buruk seperti berani kepada orang yang lebih
tua atau yang lainnya.
P Saat ini Bpak/Ibu sudah resmi bercerai,
bagaimana cara Bapak/Ibu dan mantan
suami/mantan istri dalam mendidik anak-anak?
109
I Selalu saya pantau segala sesuatunya seperti
perilaku atau ucapan, saya didik dengan contoh-
contoh kebaikan, saya tidak berhenti menasehati.
Kalau bapaknya kan sudah lepas tangan, jadi ya
saya semua yang mengurus dan mendidik anak
P Apakah bapak/ibu merasa ada dampak atas
perceraian ini?
Dampak Perceraian
Orang Tua
I Tidak ada mbak karena saya bercerai sejak anak
saya masih kecil, jadi dia sudah terbiasa tanpa
bapaknya dan tumbuh besar hanya dengan saya.
Paling kalau dia agak susah ya saya nasehati.
P Bagaimana cara bapak/ibu dalam mengatasi
dampak tersebut?
I Ya di nasehati mbak
110
HASIL WAWANCARA
Nama Responden : Ibu W
Tanggal Wawancara : Rabu, 13 Desember 2018
Tempat wawancara : rumah Ibu W
Isi Indikator
P Bapak/Ibu apa yang mendorong atau menjadi
penyebab terjadinya perceraian?
Penyebab Perceraian
I Karena saya bosan dengan suami saya yang
hobinya mabuk.
P Mengapa perceraian itu menjadi jalan keluar dari
permasalahan Bapak/Ibu?
I Ya karena saya tidak suka terus-terusan dia
mabuk, dan sudah tidak bisa dinasehati karena
sudah kecanduan.
Bagaimana cara Bapak/Ibu mendidik anak-anak
agar mau melaksanakan ibadah dan berlaku sopan
kepada siapapun?
Pendidikan Agama
Anak Korban
Perceraian
I Ya saya ajari mbak, kadang saya marahi kalau dia
susah.
P Bagaimanakah sikap anak-anak kepada anda
ataupun kepada orang lain?
I Kalau dengan saya tidak berani mbak, sering
membantah. Tapi kalau dengan orang lain tidak
berani.
P Saat ini Bpak/Ibu sudah resmi bercerai,
bagaimana cara Bapak/Ibu dan mantan
111
suami/mantan istri dalam mendidik anak-anak?
I Saya kan siang malam bekerja jadi ya kalau
masalah pendidikan saya percaya sama sekolahan
gitu aja mbak. Terus terang saya tidak ada waktu
kalau disuruh memperhatikan anak saya secara
penuh.
P Apakah bapak/ibu merasa ada dampak atas
perceraian ini?
Dampak Perceraian
I Dampak cerai atau bukan saya tidak tahu mbak,
tapi yang jelas anak saya itu nakal.
P Bagaimana cara bapak/ibu dalam mengatasi
dampak tersebut?
I Ssaya nasehati berulang kaki, bahkan tidak jarang
saya kerasi. Tapi kok ya masih tetap bandel.
112
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Orang Tua yang Bercerai
Judul Penelitian : Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak (Studi Kasus Di Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa
1. Bapak/Ibu apa yang mendorong atau menjadi penyebab terjadinya perceraian?
2. Apakah perceraian itu memang menjadi solusi terbaik bagi permasalahan
Bapak/Ibu?
3. Mengapa perceraian itu menjadi jalan keluar dari permasalahan Bapak/Ibu?
4. Bapak/Ibu ketika memutuskan untuk bercerai, apakah sudah
mempertimbangkan bagaimana kehidupan ke depan dan bagaimana dampak
terhadap anak-anak?
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu mendidik anak-anak agar mau melaksanakan
ibadah dan berlaku sopan kepada siapapun? (sebelum bercerai dan setelah
terjadinya perceraian)
6. Bapak/Ibu bagaimana shalat lima waktu anak-anak sekarang ketika di rumah?
7. Bagaimana mengaji/ TPA nya anak-anak saat ini? Apakah masih seperti dulu
atau bertambah rajin ataukah tidak mau mengaji?
8. Bapak/Ibu bagaimana puasa anak-anak ketika Ramadhan kemarin, atau puasa-
puasa sunnah yang pernah dilaksanakan anak anda?
9. Bagaimanakah sikap anak-anak kepada anda ataupun kepada orang lain?
(sebelum bercerai dan setelah terjadinya perceraian)
10. Saat ini Bpak/Ibu sudah resmi bercerai, bagaimana cara Bapak/Ibu dan mantan
suami/mantan istri dalam mendidik anak-anak?
11. Siapakaah di antara Bapak/Ibu dan mantan suami/mantan istri yang lebih
perhatian dalam pendidikan anak-anak?
12. Sampai saat ini apakah anak-anak pernah berkata kasar atau membentak
Bapak/Ibu?
113
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Guru Ngaji atau Tokoh Masyarakat
Judul Penelitian : Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak (Studi Kasus Di Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa
1. Bagaimana sikap dan perilaku anak yang orang tuanya bercerai ketika di
madrasah ataupun di masyarakat?
2. Menurut anda, bagaimana dampak dari perceraian orang tua terhadap anak-
anaknya?
3. Setujukah anda jika ada orang tua yang bercerai ketika anaknya masih usia SD?
114
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Anak dari Orang Tua yang Bercerai
Judul Penelitian : Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Agama Anak (Studi Kasus Di Kelurahan Kupang
Kecamatan Ambarawa
1. Bagaimana shalat lima waktu kamu sekarang ketika di rumah? Apakah masih
seperti dulu, tambah rajin, atau malah tidak shalat?
2. Bagaimana mengaji/ TPA kamu saat ini? Apakah masih seperti dulu, tambah
rajin, atau malah tidak mau mengaji?
3. Bagaimana puasa kamu ketika Ramadhan kemarin,atau puasa-ouasa sunnah
yang pernah kamu laksanakan?
115
FOTO-FOTO
1. Wawancara dengan Ibu M dan SA
2. Wawancara dengan Ibu DY dan R
3. Wawancara dengan Ibu W dan AF