dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak trans par an
TRANSCRIPT
DAMPAK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG TIDAK
TRANSPARAN
1. Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan
Istilah pemerintah (Government) dapat dibedakan dengan pemerintahan
(governing). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata Pemerintah berarti
Lembaga atau orang yang bertugas mengatur dan memajukan Negara dengan
rakyatnya. Sedangkan Pemerintahan adalah hal cara, hasil kerja memerintah,
mengatur Negara dengan rakyatnya. Pemerintah dalam arti organ merupakan
alat kelengkapan pemerintahan yang melaksanakan fungsi Negara. Dalam
organ, pemerintah dapat dibedakan baik dalam arti luas maupun dalam arti
sempit.
Adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai gabungan semua badan atau
lembaga kenegaraan yang berkuasa dan memerintah di wilayah suatu Negara
meliputi badan eksukutif, legislative, dan yudikatif
Adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai badan atau lembaga yang
mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan Negara (eksekutif) yang terdiri
dari Presiden, wwkil presiden, dan para menteri (kabinet)
Dewasa ini, sudah banyak Negara yang meninggalkan pola penyelenggaraan
pemerintah tradisional yang lebih menekan perspektif hubungan yang bersifat
“top-down” , atau pendekatan “aturan-aturan rasional” (Rule-Central-rule
Approach). pemerintahan sekarang mulai menyadari pentingnya peran swasta
dan masyarakat untuk secara bersama-sama mewujudkan tujuan nasional
secara kolaboratif, sehingga terjadi perubahan paradigma dimana pola-pola yang
dikembangkan lebih banyak “bottom-up” dan kemitraan. Untuk lebih jelasnya
perubahan paradigma dan pengaruhnya terhadap hubungan antara pemerintah,
swasta dan masyarakat dapat dilihta pada gambar dibawah ini:
Government Governance
2. Karakteristik Pemerintahan
Dalam masyarakat modern atau post-modern dewasa ini, pola pemerintahan
yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing
adalah sebagai berikut:
a. Kompleksitas
Dalam menghadapi kondisi yang kompleks, pola penyelenggaraan pemerintahan
perlu ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi
b. Dinamika
Dalam hal ini pola pemerintahan yang dapat dikembangkan adalah pengaturan
atau pengendalian (steering) dan kolaborasi (pola interaksi saling mengendalikan
diantara berbagai actor yang terlibat dan atau kepentingan dalam bidang
tertentu)
c. Keanekaragaman
Masyarakat dengan berbagai kepentingan yang beragam dapat diatasi dengan
pola penyelenggaraan pemerintahan yang menekankan pengaturan (regulation)
dan integrasi atau keterpaduan (integration)
Berdasarkan hal²=hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan (Governing) dapat dipandang sebagai
“Intervensi prilaku politik dan social yang berorientasi hasil, yang diarahkan untuk
menciptakan pola interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan dalam suatu
system (sosial-politik), sesuai dengan harapan ataupun utjuan dari para pelaku
intervensi tersebut”
3. Konsepsi Kepemerintahan (Governance)
Kepemerintahan atau Governance merupakan tindakan, fakta, pola kegiatan
atau penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Kooiman, Kepemerintahan lebih
merupakan serangkaian proses interaksi social politik antara pemerintah dengan
masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan
masyrakat dan intervensi pemerintahan atas kepentingan-kepentingan tersebut.
Sedangkan dalam pandangan Pinto, istilah “governance” mengandung arti :
Praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam
pengelolaan urusan pemerintahan secara umum, dan pembangunan ekonomi
khususnya.
Kooiman memandang sebagai sebuah struktur yang muncul dalam system
sosial-politik yang merupakan hasil dari tindakan intervensi interaktif diantara
berbagai actor yang telibat. Sesuai dengan karakteristik interaksi antara
pemerintah dan masyrakat yang cenderung bersifat plural, konsepsi tersebut
tidak hanya dibatasi pada salah satu unsure pelaku atau kelompok pelaku
tertentu. Sebagaiman dinyatakan Marin dan Mayntz, kepemerintahan politik
dalam masyarakat modern tidak bisa lagi dipandang sebagai pengendalian
pemerintahan terhadap masyarakat, tetapi muncul dari pluralitas pelaku
penyelenggaraan pemerintahan.
4. Aktor dalam Kepemerintahan
Dalam penyelenggaraan kepemerintahan disuatu Negara, terdapat 3 (tiga)
omponen besar yang harus diperhatikan, karena peran dan fungsinya yang
sangat berpengaruh dalam menentukan maju mundurnya pengelolaan Negara,
yaitu:
a. Negara dan Kepemerintahan
Yaitu merupakan keseluruha lembaga politik dan sector public. Peran dan
tanggungjawabnya adalah dibidang hukum, pelayanan public, desentralisasi,
transparansi umum dan Pemberdayaan masyrakat, penciptaan pasar yang
kompetitif, membangun lingkungan yang kondusif bagi tercapainya tujuan
pembangunan baik pada level local, nasional, maupun internasional.
b. Sector swasta
yaitu perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi system pasar, sperti: industri,
perdagangan, perbankan, dan koperasi sector informal. Peranannya adalah
meningkatkan produktifitas, menyerapk tenaga kerja, mengembangkan sumber
penerimaan Negara, investasi, pengembangan dunia usaha, dan pertumbuhan
ekonomi nasional.
c. Masyarakat Madani
Kelompok masyrakat yang berinteraksi secara social, politik dan ekonomi. Dalam
konteks kenegaraan, masyarakat merupakan subjek pemerintahan,
pembangunan, dan pelayan public yang berinteraksi secara social, politik dan
ekonomi. Masyarakat harus diberdayakan agar berperan aktif dalam medukung
terwujudnya kepemerintahan yang baik.
5. Kepemerintahan yang Baik (Good Governance)
a. Pengertian
Terminology “good” dalam istilah good governance mengandung dua pengertian.
Pertama: nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
(nasional), kemadirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan social.
Kedua : aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien
dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut, kepemerintahan yang baik berorientasi pada 2
(dua) hal, yaitu:
• Orientasi Ideal Negara
Yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada
demoratis dengan elemen: legitimacy, accountability, otonomi dan devolusi
(pendelegasian wewenang) kekuasaan kepada daerah dan adanya mekanisme
control oleh masyarakat
• Pemerintahan yang Befungsi secara Ideal
Yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional.
Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki kompetensi, struktur
dan mekanisme politik serta administrative yang berfungsi secara efektif dan
efisien.
Berikut ini adalah beberapa pendapat atau pandangan tentang wujud
kepemerintahan yang baik ( good governance), yaitu:
• World Bank (2000)
Good governance adalah suatu penyelenggaaan manajemen pemerintahan yang
solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi korupsi,
baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran
penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya aktifitas swasta.
• UNDP
Memberikan pengertian Good Governance sebagai suatu hubungan yang
sinergis dan konstruktif di antara Negara, sector swasta dan masyarakat
• Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000
Kepemerintahan yang baik adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan
menerapkan prinsip-prinsip prifesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan
prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh
seluruh masyrakat
• Modul Sosialisasi AKIP (LAN & BPKP 2000)
Good Governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan Negara; oleh
sebab itu, melaksanakan penyediaan Public goods dan services. Good
Governance yang efektif menuntut adanya “alignment “ (koordinasi) yang baik
dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Agar
kepemerintahan yang baik menjadi realitas dan berhasil diwujudkan, diperlukan
komitmen dari semua pihak, pemerintah, dan masyrakat.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Good Governance
bersenyawa dengan system administrative Negara, maka upaya untuk
mewujudkan kepemerintahan yang baik merupakan upaya melakukan
penyempurnaan system administrasi Negara yang berlaku pada suatu Negara
secara menyeluruh. Dalam kaitan dengan ini Bagir Manan menyatakan bahwa
“sangat wajar apabila tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
terutama ditujukan pada pembaruan administrasi Negara dan pembaruan
penegakan hukum”
Hal ini dikemukakan karena dalam hubungan dengan pelayanan dan
perlindungan rakyat ada dua cabang pemerintahan yang berhubungan langsung
dengan rakyat, yaitu administrasi Negara dan penegak hukum.
c. Aspek-Aspek Good Governance
Dari sisi pemerintah (government), Good Governance dapat dilihat melalui
aspek-aspek sebagai berikut:
• Hukum/Kebijakan
Merupakan aspek yang ditujukan pada perlindungan kebebasan
• Administrative competence and transparency
Kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara
efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin,
dan model administrative keterbukaan informamsi
• Desentralisasi
Desentralisasi regional dan dekonsentrasi di dalam departemen
• Penciptaan pasar yang Kompetitif
Penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil, dan
segmen lain dalam sector swasta, deregulasi dan kemampuan pemerintahan
melakukan control terhadap makro ekonomi
c. Karakteristik Kepemerintahan yang baik menurut UNDP (1997)
UNDP mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsipnya yang harus
dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang
baik, mencakup:
1) Partisipasi (Participation)
Keikutsertaan amsyarakat dalam proses pembuatan keputusan, kebebasan
berserikatdan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara
konstruktif
2) Aturan Hukum (rule of law)
Hukum harus adil tanpa pandang bulu, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh
(impartially) terutama aturan hukum tentang hak-hak manusia
3) Transparan (Transparency)
adanya kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan
sehingga mudah diakses oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus
disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan
sebagai alat monitoring dan evaluasi
4) Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap institusi prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai
pihak yang berkepentingan (stakeholders)
5) Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk
mencapai kesepakatan. Jika dimungkinkan, dapat diberlakukan terhadap
berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah
6) Berkeadilan (equity)
Memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan
dalam upaya meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya
7) Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficience)
Segala proses dan kelembagaan dirahkan untuk menghasilkan sesuatu yang
benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-
baiknya berbagai sumber yang tersedia
8) Akuntabilitas (accountability)
Para pengambil keputusan (pemerintah, swasta dan masyarakat madani)
memilik pertanggung jawaban kepada public sesuai dengan keputusan baik
internal maupun eksternal
9) Bervsisi Strategis (Strategic Vision)
Para pemimpin masyarakat dan memiliki perspektif yang luas dan jangka
panjang dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan manusia
dengan memahami aspek-aspek histories, cultural, dan kompleksitas social yang
mendasari perspektif mereka
10) Saling Keterkaitan (interrelated)
Adanya saling memperkuat dan terkait (mutually reinforching) dan tidak bisa
berdiri sendiri
Sedangkan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pasca
gerakan reformasi nasional, prisnip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang
baik tertera dalam Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal 3
dan penjelsannya ditetapkan asas-asas umum pemerintahan yang mencakup:
1) Asas Kepastian Hukum
Yaitu asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Negara
2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengendalian penyelenggaraan Negara
3) Asas Kepentingan Umum
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif
4) Asas Keterbukaan
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan dan rahasia Negara
5) Asas Proporsionalitas
Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
penyelenggaraan Negara
6) Asas Profesionalitas
Yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundnag-undangan yang berlaku
7) Asas Akuntabilitas
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan
penyelenggaraan Negara harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
6. Dampak Pemerintahan yang Tidak Transparan
Suatu pemerintahan atau kepemerintahan dikatakan Transparan (terbuka),
apabila dalam penyelenggaraan kepemerintahannya terdapat kebebasan aliran
informasi dalam berbagai proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh
mereka yang membutuhkan. Berbagai informasi telah disediakan secara
memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat
monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau
lambat cendrung akan menuju kepemerintahan yang korup, otoriter, atau
diktatur.
Dalam penyelenggaraan Negara, pemerintah dituntut bersikap terbuka terhadap
kebijakan-kebijakan yang dibuatnya termasuk anggaran yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut. Sehingga mulai dari perencanaan, pelaksanaan
hingga evaluasi terhadap kebijakan tersebut pemerintah dituntut bersikap
terbuka dalam rangka ”akuntabilitas public”.
Realitasnya kadang kebijakan yang dibuat pemerintah dalam hal
pelaksanaannya kurang bersikap ransparan, sehingga berdampak pada
rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap setiap kebijakan yang dibuat
pemerintah. Sebagai contoh, setiap kenaikan harga BBM selalu di ikuti oleh
demonstrasi “penolakan” kenaikan tersebut. Pada hal pemerintah berasumsi
kenaikan BBM dapat mensubsidi sector lain untuk rakyat kecil “miskin”, seperti
pemberian fasilitas kesehatan yang memadai, peningkatan sector pendidikan,
dan pengadaan beras miskin (raskin). Akan tetapi karena kebijakan tersebut
pengelolaannya tidka transparan bahkan sering menimbulkan kebocoran
(korupsi), rakyat tidak mempercayai kebijakan serupa dikemudain hari.
a. Factor penyebab terjadinya penyelenggaraan pemerintah yang tidak
transparan
Terjadinya penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan disebabkan
banyak hal disamping factor system politik yang bersifat tertutup, sehingga tidak
memungkinkan partisipasi warga Negara dalam mengambil peran terhadap
kebijakan public yang dibuat pemerintah, juga disebabkan karena sumber daya
manusianya yang bersifat feudal, oportunitis, dan penerapan “aji mumpung”
serta pendekatan “ingin dilayani” sebagai aparat pemerintah.
Secara umum beberapa factor penyebab terjadinya pemerintahan yang tidak
transparan adalah sebagai berikut:
No Faktor-Faktor Uraian / Keterangan
4 Pengaruh kekuasaan
Moralitas
Sosial-Ekonomi
Politik dan Hukum • Penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaannya
sehingga melakukan perbuatan “menghalalkan segala cara” demi ambisi dan
tujuan politiknya
• Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah,
dan dendam antara kelompok di masyarakat
• Pemerintah mengabaikan proses demokratisasi, sehingga rakyat tidak dapat
menyalurkan aspirasi politiknya (saluran komunikasi tersumbat), maka timbul
gejolak politik yang bermuaran pada gerakan reformasi yang menuntut
kebebasan, kesetaraan, dan keadilan
• Pemerintahan yang sentralistis sehingga timbul kesenjangan dan ketidakadilan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang sering memunculkan
konflik vertika, yaitu adanya tuntutan memidahkan diri dari Negara
• Penyalahgunaan kekuasaan karena lemahnya fungsi pengawasan internal dan
oleh lembaga perwakilan rakyat, serta terbatasnya akses masyarakat dan media
massa untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan
• Terabaikannya nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sebagai
sumber etika sehingga dikemudian hari melahirkan perbuatan tercela antara lain
berupaketidak adilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia
• Sering terjadinya konflik social sebagai konsekuensi keberagaman suku,
agama, ras, dan golongan yang tidak dikelola dengan baik dan adil
• Perilaku ekonomi yang sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,
serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar
• System politik yang otoriter sehingga para pemimpinnya tidak mampu lagi
menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyrakat
• Hukum telah menjadi alat kekuasaan sehingga pelaksanaannya banyak
bertentangan dengan prinsip keadilan, termasuk masalah hak warga Negara
dihadapan hukum
b. Akibat dari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan
Jika penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan tertutup dan tidak
transparan, secara umum akan berdampak pada tidak tercapainya
kesejahteraan masyarakat atau warga Negara. Sebagaimana tercantum dalam
konstitusi Negara, yaitu pencapaian masyarakat yang adil dan makmur.
Sedangkan secara khsusus, penyelenggaraan yang tidaktransparan akan
berdampak:
• Rendahnya atau bahkan tidak adanya kepercayaan warga Negara terhadap
pemerintahan
• Rendahnya partisipasi warga Negara terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat
pemerintah
• Sikap apatis warga Negara dalam mengambil inisiatif dan peran yang berkaitan
dengan kebijakan public
• Jika warga Negara apatis, ditunjang dengan rezim yang berkuasa sangat
kuatdan lemahnya fungsi legislative, KKN akan merajalela dan menjadi budaya
yang mendarah daging (nilai dominan)
• Krisis moral dan akhlak yang berdampak pada ketidakadilan, pelanggaran
hukum dan hak asasi manusia
Prinsip-prinsip atau karakteristik yang telah dikemukakan UNDP tahun 1997
dijadikan Bench Marking (patok banding) tentang penyelenggaraan
pemerintahan yang baik. Dengan demikian, dapat dilihat beberapa indicator
tentang penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan beserta
akibatnya:
Partisipasi
Aturan Hukum
Transparan
Daya Tanggap
Berorientasi Konsensus
Berkeadilan
Efektifitas dan Efesiensi
Akuntabilitas
Bervisi Strategis
Saling Keterkaitan
• Warga masyarakat dibatasi/tidak memiliki hak suara dalam proses pengambilan
keputusan
• Informasi hanya sepihak (top down) lebih bersifat instruktif
• Lembaga perwakilan tidak dibangun berdasarkan kebebasan berpolitik (partai
tunggal)
• Kebebasan berserikat dan berpendapat serta pers sangat dibatasi
• Hukum dan peraturan perundang-undangan lebih berhak kepada pengausa
• Menegakkan hukum (law enforcement) lebihabnyak berlaku bagi masyarakat
bawah baik secara politik maupun ekonomi
• Peraturan tentang Hak-hak Asasi Manusia terabaikan demi stabilitas dan
pencapaian tujuan negara
• Inforamsi yang diperoleh satu arah, yaitu hanya dari pemerintah
• Masyarakat sangat dibatasi dalam memperoleh segala bentuk inforamasi.
• Tidak ada atau sulit bagi masyarakat untuk memonitori / mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan
• Proses pelayanan sentralistik dan kaku.
• Banyak pejabat memposisikan diri sebagai penguasa
• Layanan kepada masyarakat masih diskriminatif, fan bertele-tele (tidak
responsif)
• Pemerintah lebih banyak bertindak sebagai alat kekuasaan negara
• Lebih banyak bersifat komando dan indstruksi
• Segala macam bentuk prosedur lebih bersifat formalitas
• Tidak diberikannya peluang untuk mengadakan konsensus dan musyawarah
• Adanya diskriminasi gender dalam penyelenggaraan pemerintahan
• Menutup peluang bagi dibentuknya organisasi nonpemerintahan / LSM yang
menuntut keadilan dalam berbagai segi kehidupan
• Banyak peraturan yang masih berpihak pada gender tertentu
• Manajemen penyelenggaraan negara konvensional dan terpusat (top down)
• Kegiatan penyelenggaraan negara lebih banyak digunakan untuk acara-acara
seremonial
• Pemanfaat sumber daya manusia tidak terencana berdasarkan prinsip
kebutuhan
• Pengambil keputusan di dominasi oleh pemerintah
• Swasta dan masyarakat memiliki peran yang sangat kecil terhadap pemerintah
• Pemerintah memonopoli berbagai alat produksi yang strategis
• Masyrakat dan pers tidak diberi kesempatan untuk menilai jalannya
pemerintahan
• Pemerintah lebih luas dengan kemapaman yang tlah dicapai
• Sulit menerima perubahan terutama berkaitan dengan masalah politik, hukum
dan ekonomi
• Kurang mau memahami aspek-aspek kultural, historis, dan kompleksitas sosial
masyarakatnya
• Penyelenggaraan pemerintahan statis dan tidak memiliki jangkauan jangka
panjang
• Banyaknya penguasa yang arogan dan mengabaikan peran swasta atau
masyrakat
• Pemerintah merasa yang paling benar dan paling pintar dalam menentukan
jalannya kepemerintahan
• Masukan dan kritik dianggap provokator anti kemapanan dan stabilitas
• Swasta dan masyarakat tidak diberi kesempatan untuk bersinergi dalam
membangun negara • Warga masyrakat dan pers cendrung pasif, tidak ada kritik
(unjuk rasa) tidak berdaya dan terkekang dengan berbagai aturan dan doktrin
• Penguasa menjadi otoriter, posisi tawar masyrakat lemah dan lebih banyak
hidup dalam ketakutan dan tertekan
• Pemerintah sangat tertututp dengan segala kejelekannya sehingga masyrakat
tidak banyak tahu apa yang terjadi pada negaranya
• Banyaknya pejabat yang memposisikan diri sebagai penguasa, segala layanan
sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme
• Pemerintah cenderung otoriter karena menutup jslsn terlaksananya konsensus
dan musyawarah
• Arogansi kekuasaan sangat dominan dalam menentukan penyelenggaraan
pemerintahan
• Negara cenderung salah urus dalam mengelolah sumber daya alam dan
sumber daya manusianya sehingga banyak pengangguran dan tidak memiliki
daya saing
• Dominasinya pemrintah dalam semua lini kehidupan menjadikan warga
masyarakatnya tidak berdaya mengontrol apa saja yang telah dilakukan
pemerintahny
• Banyaknya penguasa yang pro status quo dan kemapanan sehingga tidak
memperdulikan terjadinya perubahan baik internal maupun eksternal negaranya
• Para pejabat pemerintah sering dianggap lebih atau tahu dalam segala hal,
sehingga masyarakat tidak merasakan dan tidak punya keinginan untuk
bersinergi dalam membangun negaranya
Dampak yang paling besasr terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang tidak
transparan adalah korupsi. Istilah “korupsi” dapat dinyatakan sebagai suatu
perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu
pemberian. Dalam praktiknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang
yang ada hubungannnya dengan jabatan tanpa ada catatan admnistratif.
Menurut MTI (Masyarakat Transparansi Internasional), “korupsi merupakan
perilaku pejabat, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.”
Korupsi tumbuh subur terutama pada negara-negara yang menerapkan sistem
politik yang cenderung tertutup, seperti absolut, diktatur, totaliter, dam otoriter.
Hal ini sejalan dengan pandangan Lord Acton, bahwa “the power tends to
corrupt…” (kekuasaan cenderung untuk menyimpang) dan “… absolute power
corrupts absolutely” (semakin lama seseorang berkuasa, penyimpangan yang
dilakukannya akan semakin menjadi-jadi).
Di Indonesia, rezim pemerintahan yang paling korup adalah masa Orde Baru.
Berdasarkan laporan Wold Economic Forum dalam “the global
competitivennennssn report 1999”, kondisi Indonesia termasuk yang terburuk
diantara 59 negara yang diteliti. Bahkan pada tahun 2002, menurut laporan
“political and risk consultancy (PERC) atau Lembaga Konsultasi Politik dan
Risiko yang berkedudukan di Hongkong, Indonesia” berhasil mengukir prestasim
sebagai negara yang paling korup di Asia.
Tampaknya tdak salah lagi bahwa rezim Orde Baru yang berkuasa kurang lebih
selama 32 (tiga puluh dua) tahun telah membawa Indonesia kejurang
kehancuran krisis ekonomi yang berkepanjangan. Ini semua merupakan
akumulasi dari pemerintahan yang dikelolah dengan tidak transparan, sehingga
masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah meracuni semua aspek
kehidupan dan mencangkup hampir semua institusi formal maupun nonformal.
Mafia peradilan dan praktik politik uang merupakan contoh dari segudang bentuk
praktik KKN.
1) Sebab-sebab korupsi
Mengenai sebab-sebab terjadinya korupsi, hingga sekarang ini para ahli belum
dapat memberikan kepastian apa dan bagaimana korupsi itu terjadi. Tindakan
korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada variabel lain yang
ikut berperan. Penyebabnya dapat karena faktor internal si pelaku itu sendiri,
maupun dari situasi lingkungan yang “memungkinkan” bagi seseorang untuk
untuk melakukannya.
Berikut adalah pendapat ahli berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya
tindak korupsi.
No Nama Tokoh Uraian / Keterangan
1 Sarlito W. Sarwono • Dorongan dari dalam diri sendiri (seperti keinginan,
hasrat, kehendak, dan lain-lain)
• Rangsangan dari luar (seperti teman, adanya kesepakan, kurang kontrol, dan
lain-lain)
2 Andi Hamzah • Kekurangan gaji pegawai negeri dibandingakan dengan
kebutuhan yang makin meningkat
• Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber
atau sebab meluasanya korupsi
• Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien yang
memberikan peluang orang untuk korupsi
• Modernisasi pengembangbiakan korupsi
2) Ciri-ciri korupsi
Penyalahgunaan wewenang dengan jalan korupsi, tampaknya tidak hanya
didominasi oleh oknum aparat pemerintahan, akan tetapi institusi lain juga
melakukan hal sama dengan ciri-ciri sebagai berikut :
• Melibatkan lebih dari satu orang
• Pelaku tidak terbatas pada oknum pegawai pemerintahan, tetapi juga pegawai
swasta
• Sering digunakan bahasa “sumir” untuk menerima uang sogok, yaitu: uang
kopi, uang rokok, uang semir, uang pelancar, salam tempel, uang pelancar baik
dalam bentuk uang tunai, benda tertentu atau wanita
• Umumnya bersifat rahasia, kecuali jika sudah membudaya
• Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang selalu tidak
berupa uang
• Mengandung unsur penipuan yang biasanya ada pada bahan publik atau
masyarakat umum
3) Akibat tindak korupsi
Siapapun pelakunya, sekecil apapun perbuatan tindak korupsi akan
mendatangkan kerugian pada pihak lain. Beberapa akibat yang ditimbulkan dari
tindakan korupsi yang pada umumnya tampak di permukaan adalah sebagai
berikut :
• Mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik
terhadap proses politi melalui politik uang
• Mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik, membuat tiadanya
akuntabilitas publik dan manafikan the rule of law. Hukum dan birokrasi hanya
melayani kekuasaan dan pemilik modal
• Meniadaklan sistem promosi (riward and punishment), karena lebihy dominan
hubungan patronklien dan nepotisme
• Proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mangganggu pembangunan
yang berkelanjutan
• Jatuh atau rusaknya tatanan ekonomi karena produk yang dijual tidak kompetitif
dan terjadi penumnpukan beban utang luar negeri
• Semua urusan dapat diatur sehingga tatanan/ aturan dapat dibeli dengan
sejumlah uang sesuai kesepakatan
• Lahirnya kelompok-kelompok pertemanan atau “koncoisme” yang lebih
didasarkan kepada kepentingan pragmatisme uang
c. Upaya pencegahan terhadap penyelenggaraan pemerintah yang tdiak
transparan
Upaya menghindari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan
sehingga melahirkan “budaya” korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat
dilakukan, anatara lain melalui jalur-jalur sebagai berikut:
1) Formal pemerintah/ kekuasaan
(1) pemerintah dan pejabat publik perlu pengawasan melekat (waskat) dari
aparat berwenang, DPR, dan masyarakat luas sehingga yang terbukti bersalah
diberikan sanksi yang tegas tanpa diskriminasi
(2) mengefektifkan peran dan fingsi aparat penegak hukum, seperti kepolisian,
kejaksaan, para hakim, serta komisi pemberantas korupsi
(3) pembekalan secara intensif dan sistematis terhadap aparatur pemerintah dan
pejabat publik dalam hal nilai-nilai agama dan sosial budaya
(4) menegakkan supermasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten
dan bertanggung jawab serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia
(5) mengatur peralihan kekuasaan secara tertib, damai dan demokrastis sesuai
dengan hukum dan perundang-undangan
(6) menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan dalam berbagai tingakat
struktur politik dan hubungan kekuasaan dapat berlangsung dengan seimbang
(7) meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam
penyenggaraan negara serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan
kontrol sosial secara konstruktif dan efektif
2) Organisasi non-pemnerintah dan media massa
(1) keterlibatab lemnbaga swadaya masyarakat (LSM) atau NGO (non-
Government Organization) dalam mengawasi setiap kebijakan publik yang dibuat
pemerintahan seperti ICW, MTI, GOWA dan sebagainya
(2) adanya kontrol sosial untuk perbaikan komunikasi yang berimbang antara
pemerintah dan rakyat melalui berbagai media massa elektronik maupun cetak
3) Pendidikan dan masyarakat
(1) memperkenalkan sejak dini melalui pembelajaran di sekolah tentang
pentingnya pemerintah yang transparan melalui mata pelajaran
Kewarganegaraan
(2) menjadikan pancasila sebagai dasar negara yang mampu membuka wacana
dan dialog interaktif di dalam masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan
yang dihadapi sesui dengan visi Indonesia masa depan
(3) meningkatkan kekurangan sosial anatara pemeluk agama, suku, dan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya melalui dialog dan kerja sama dengan
prinsip kebersamaan, kesetaraan, toleransi, dan saling menghormati
(4) memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang
demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung
jawab, menjadi panutan masyarakat, dan mampu mempersatukan bangsa dan
negara
Jika penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan tertutup dan tidak
transparan, secara umum akan berdampak pada tidak tercapainya
kesejahteraan masyarakat atau warga Negara. Sebagaimana tercantum dalam
konstitusi Negara, yaitu pencapaian masyarakat yang adil dan makmur.
Sedangkan secara khsusus, penyelenggaraan yang tidaktransparan akan
berdampak:
• Rendahnya atau bahkan tidak adanya kepercayaan warga Negara terhadap
pemerintahan
• Rendahnya partisipasi warga Negara terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat
pemerintah
• Sikap apatis warga Negara dalam mengambil inisiatif dan peran yang berkaitan
dengan kebijakan public
• Jika warga Negara apatis, ditunjang dengan rezim yang berkuasa sangat
kuatdan lemahnya fungsi legislative, KKN akan merajalela dan menjadi budaya
yang mendarah daging (nilai dominan)
• Krisis moral dan akhlak yang berdampak pada ketidakadilan, pelanggaran
hukum dan hak asasi manusia
Prinsip-prinsip atau karakteristik yang telah dikemukakan UNDP tahun 1997
dijadikan Bench Marking (patok banding) tentang penyelenggaraan
pemerintahan yang baik. Dengan demikian, dapat dilihat beberapa indicator
tentang penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan beserta
akibatnya:
No Karakteristik Indicator Penyelenggaraan Keterangan / Akibat
Partisipasi
Aturan Hukum
Transparan
Daya Tanggap
Berorientasi Konsensus
Berkeadilan
Efektifitas dan Efesiensi
Akuntabilitas
Bervisi Strategis
Saling Keterkaitan
• Warga masyarakat dibatasi/tidak memiliki hak suara dalam proses pengambilan
keputusan
• Informasi hanya sepihak (top down) lebih bersifat instruktif
• Lembaga perwakilan tidak dibangun berdasarkan kebebasan berpolitik (partai
tunggal)
• Kebebasan berserikat dan berpendapat serta pers sangat dibatasi
• Hukum dan peraturan perundang-undangan lebih berhak kepada pengausa
• Menegakkan hukum (law enforcement) lebihabnyak berlaku bagi masyarakat
bawah baik secara politik maupun ekonomi
• Peraturan tentang Hak-hak Asasi Manusia terabaikan demi stabilitas dan
pencapaian tujuan negara
• Inforamsi yang diperoleh satu arah, yaitu hanya dari pemerintah
• Masyarakat sangat dibatasi dalam memperoleh segala bentuk inforamasi.
• Tidak ada atau sulit bagi masyarakat untuk memonitori / mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan
• Proses pelayanan sentralistik dan kaku.
• Banyak pejabat memposisikan diri sebagai penguasa
• Layanan kepada masyarakat masih diskriminatif, fan bertele-tele (tidak
responsif)
• Pemerintah lebih banyak bertindak sebagai alat kekuasaan negara
• Lebih banyak bersifat komando dan indstruksi
• Segala macam bentuk prosedur lebih bersifat formalitas
• Tidak diberikannya peluang untuk mengadakan konsensus dan musyawarah
• Adanya diskriminasi gender dalam penyelenggaraan pemerintahan
• Menutup peluang bagi dibentuknya organisasi nonpemerintahan / LSM yang
menuntut keadilan dalam berbagai segi kehidupan
• Banyak peraturan yang masih berpihak pada gender tertentu
• Manajemen penyelenggaraan negara konvensional dan terpusat (top down)
• Kegiatan penyelenggaraan negara lebih banyak digunakan untuk acara-acara
seremonial
• Pemanfaat sumber daya manusia tidak terencana berdasarkan prinsip
kebutuhan
• Pengambil keputusan di dominasi oleh pemerintah
• Swasta dan masyarakat memiliki peran yang sangat kecil terhadap pemerintah
• Pemerintah memonopoli berbagai alat produksi yang strategis
• Masyrakat dan pers tidak diberi kesempatan untuk menilai jalannya
pemerintahan
• Pemerintah lebih luas dengan kemapaman yang tlah dicapai
• Sulit menerima perubahan terutama berkaitan dengan masalah politik, hukum
dan ekonomi
• Kurang mau memahami aspek-aspek kultural, historis, dan kompleksitas sosial
masyarakatnya
• Penyelenggaraan pemerintahan statis dan tidak memiliki jangkauan jangka
panjang
• Banyaknya penguasa yang arogan dan mengabaikan peran swasta atau
masyrakat
• Pemerintah merasa yang paling benar dan paling pintar dalam menentukan
jalannya kepemerintahan
• Masukan dan kritik dianggap provokator anti kemapanan dan stabilitas
• Swasta dan masyarakat tidak diberi kesempatan untuk bersinergi dalam
membangun negara • Warga masyrakat dan pers cendrung pasif, tidak ada kritik
(unjuk rasa) tidak berdaya dan terkekang dengan berbagai aturan dan doktrin
• Penguasa menjadi otoriter, posisi tawar masyrakat lemah dan lebih banyak
hidup dalam ketakutan dan tertekan
• Pemerintah sangat tertututp dengan segala kejelekannya sehingga masyrakat
tidak banyak tahu apa yang terjadi pada negaranya
• Banyaknya pejabat yang memposisikan diri sebagai penguasa, segala layanan
sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme
• Pemerintah cenderung otoriter karena menutup jslsn terlaksananya konsensus
dan musyawarah
• Arogansi kekuasaan sangat dominan dalam menentukan penyelenggaraan
pemerintahan
• Negara cenderung salah urus dalam mengelolah sumber daya alam dan
sumber daya manusianya sehingga banyak pengangguran dan tidak memiliki
daya saing
• Dominasinya pemrintah dalam semua lini kehidupan menjadikan warga
masyarakatnya tidak berdaya mengontrol apa saja yang telah dilakukan
pemerintahnya
• Banyaknya penguasa yang pro status quo dan kemapanan sehingga tidak
memperdulikan terjadinya perubahan baik internal maupun eksternal negaranya
• Para pejabat pemerintah sering dianggap lebih atau tahu dalam segala hal,
sehingga masyarakat tidak merasakan dan tidak punya keinginan untuk
bersinergi dalam membangun negaranya
Dampak yang paling besasr terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang tidak
transparan adalah korupsi. Istilah “korupsi” dapat dinyatakan sebagai suatu
perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu
pemberian. Dalam praktiknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang
yang ada hubungannnya dengan jabatan tanpa ada catatan admnistratif.
Menurut MTI (Masyarakat Transparansi Internasional), “korupsi merupakan
perilaku pejabat, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.”
Korupsi tumbuh subur terutama pada negara-negara yang menerapkan sistem
politik yang cenderung tertutup, seperti absolut, diktatur, totaliter, dam otoriter.
Hal ini sejalan dengan pandangan Lord Acton, bahwa “the power tends to
corrupt…” (kekuasaan cenderung untuk menyimpang) dan “… absolute power
corrupts absolutely” (semakin lama seseorang berkuasa, penyimpangan yang
dilakukannya akan semakin menjadi-jadi).
Di Indonesia, rezim pemerintahan yang paling korup adalah masa Orde Baru.
Berdasarkan laporan Wold Economic Forum dalam “the global
competitivennennssn report 1999”, kondisi Indonesia termasuk yang terburuk
diantara 59 negara yang diteliti. Bahkan pada tahun 2002, menurut laporan
“political and risk consultancy (PERC) atau Lembaga Konsultasi Politik dan
Risiko yang berkedudukan di Hongkong, Indonesia” berhasil mengukir prestasim
sebagai negara yang paling korup di Asia.
Tampaknya tdak salah lagi bahwa rezim Orde Baru yang berkuasa kurang lebih
selama 32 (tiga puluh dua) tahun telah membawa Indonesia kejurang
kehancuran krisis ekonomi yang berkepanjangan. Ini semua merupakan
akumulasi dari pemerintahan yang dikelolah dengan tidak transparan, sehingga
masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah meracuni semua aspek
kehidupan dan mencangkup hampir semua institusi formal maupun nonformal.
Mafia peradilan dan praktik politik uang merupakan contoh dari segudang bentuk
praktik KKN.
2) Sebab-sebab korupsi
Mengenai sebab-sebab terjadinya korupsi, hingga sekarang ini para ahli belum
dapat memberikan kepastian apa dan bagaimana korupsi itu terjadi. Tindakan
korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada variabel lain yang
ikut berperan. Penyebabnya dapat karena faktor internal si pelaku itu sendiri,
maupun dari situasi lingkungan yang “memungkinkan” bagi seseorang untuk
untuk melakukannya.
Berikut adalah pendapat ahli berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya
tindak korupsi.
No Nama Tokoh Uraian / Keterangan
1 Sarlito W. Sarwono • Dorongan dari dalam diri sendiri (seperti keinginan,
hasrat, kehendak, dan lain-lain)
• Rangsangan dari luar (seperti teman, adanya kesepakan, kurang kontrol, dan
lain-lain)
2 Andi Hamzah • Kekurangan gaji pegawai negeri dibandingakan dengan
kebutuhan yang makin meningkat
• Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber
atau sebab meluasanya korupsi
• Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien yang
memberikan peluang orang untuk korupsi
• Modernisasi pengembangbiakan korupsi