dampak dana penguatan modal untuk lembaga usaha · pdf fileselamatan dan lain-lain. dalam hal...
TRANSCRIPT
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 78
Dampak Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan
(DPM-LUEP) Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Padi Sawah di Desa
Gunung Kuripan Kec. Pengandonan Kabupaten OKU
Oleh: Yetty Oktarina
Abstract
As for intention of this Research 1. To know role of Fund Reinforcement Of Capital Institute the Effort
Rural Economics in taking care of price stability sell shell of rice and rice mounted [by]
farmer/producer [in] Countryside Mount of Kuripan District of Pengandonan 2. Knowing storey;level
earnings of farmer of rice field paddy with existence of Fund Reinforcement Of Capital Institute the
Effort Rural Economics ( DPM-LUEP). As for usefulness of this Research is expected can good for as
consideration and add knowledge for the interested parties in the effort improving ability of
government in security of[is availibility of food and improve earnings of farmer [pass/through]
institute of economic effort [in] rural able to push growth and move economics [in] rural . Pursuant to
result of[is calculation hitting effectiveness of role of DPM-LUEP by Hulling of obtained Paddy
average value equal to 73,66 [gratuity/ %], meaning proportion according to and requirement of which
can fulfilled from DPM only reaching 73,66 [gratuity/ %], this indicate that storey;level effectiveness
of role of DPM able to be channelled by Hulling of Paddy [in] Countryside Mount of Kuripan only
equal to 73,66 % storey;level is. Ought to mount effectiveness of role of DPM-LUEP have to fufilled
100 %. Earnings of usahatani is acceptance difference with total expense which [released] to execute
the usahatani. After have partner [to] with LUEP and get interest free fund loan for the fee of activity
of pasca harvest so that the quality of shell of rice and rice fulfill standard specified by government,
earnings of farmer which was have partner [to] with LUEP mount if/when compared to farmer is not
partner, because price sell shell of rice and the rice of according to at the price of governmental
standard. The increasing of earnings of farmer of partner of LUEP equal to Rp. 1.236.688,35 or equal
to 30,41%.
Key words: Farmeri, rice, capitall, rural economics, government
PENDAHULUAN
Para petani menghadapi banyak sekali persoalan, baik hasil pertaniannya, maupun
persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Bagi para petani, pertanian selain
merupakan usaha juga merupakan bagian dari kehidupan, bahkan sudah merupakan “cara
hidupnya“ (way of life). Sudah manunggal di dalam dirinya, sehingga tidak hanya aspek
ekonomi saja yang memegang peranan penting sebagai dasar pertimbangan petani dalam
bertindak. Tetapi aspek sosial dan kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta
aspek-aspek tradisi juga memegang peran penting (Mubyarto, 1972).
Dosen Tetap dan PD II FP Universitas Baturaja
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 79
Dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang
diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
prilaku dan kehidupan petani. Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi
pertanian dan persoalan ekonomi di luar bidang pertanian adalah adanya jarak waktu (gap)
antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil
penjualan. Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period yang dalam bidang pertanian
jauh lebih besar daripada bidang industri. Dibidang industri, sekali produksi sudah berjalan
maka penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil
produksi. Dalam bidang pertanian tidak demikian, sebelum panennya dapat dijual maka
penerimaan belum diperoleh. Tidak saja petani padi misalnya yang harus menunggu 5 sampai
6 bulan sebelum panennya dapat dijual, tetapi juga perkebunan besar seperti perkebunan karet,
kelapa sawit, kopi dan lain-lain, jarak waktu antara pengeluaran dan penerimaan ini sangat
panjang, untuk tanaman yang bersifat musiman seperti padi, jagung dan kacang-kacangan
maka pada musim panen, dalam keadaan pasar yang normal terdapat harga yang rendah dan
pada musim paceklik terdapat harga yang tinggi. Perbedaan harga pada keadaan musim ini
sangat mencolok. Pada saat panen raya harga gabah dan beras petani biasanya anjlok,
sementara pada masa paceklik harga gabah dan beras dipasaran melambung tinggi. Fluktuasi
harga yang terlalu besar akan merupakan penghambat pembangunan pertanian. Harga dan
pendapatan yang rendah mengurangi semangat petani untuk berproduksi dan sebaliknya harga
dan pendapatan yang tinggi merangsang kaum tani (Soeratno, 1993).
Jadi ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan
pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan
pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang
sangat mendesak sebelum panen tiba. Yang sering sangat merugikan petani adalah
pengeluaran-pengeluaran besar petani yang kadang-kadang tidak dapat diatur dan tidak dapat
ditunggu sampai panen tiba, misalnya kematian dan tidak jarang juga pesta perkawinan atau
selamatan dan lain-lain. Dalam hal demikian petani sering menjual tanamannya pada saat
masih hijau di sawah atau pekarangan dan lading-ladang baik dengan harga penuh atau berupa
pinjaman sebagian (Mubyarto, 1972).
Usaha tani yang produktif atau efisien berarti usaha tani itu produktivitasnya tinggi.
Pengertian produktivitas merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha dan
kapasitas tanah. Efisiensi fisik adalah mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat
diperoleh dari satu kesatuan input. Sedangkan kapasitas tanah menggambarkan kemampuan
tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto (kotor)
yang sebesar-besarnya pada tingkat teknologi tertentu.
Pada efisiensi ekonomi, setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto
produksinya yaitu luas tanah dikalikan hasil persatuan luas, kemudian dinilai dalam uang.
Sedangkan hasil bersih (netto) adalah hasil bruto dikurang biaya-biaya (harga pupuk, bibit,
pestisida, upah pengolahan tanah, upah menanam, upah merumput, biaya panen, pengolahan
hasil dan biaya pemasaran). Biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dan proses produksi
disebut biaya produksi (Hermanto, 1991). Besarnya biaya produksi ditentukan oleh faktor-
faktor produksi yang digunakan. Menurut Adiwilaga (1982), faktor-faktor produksi pada
usaha tani padi sawah adalah luas garapan, tenaga kerja, pupuk, pestisida dan bibit/benih.
Pendapatan atau penerimaan usaha tani, selain dipengaruhi oleh tingkat produktivitas
persatuan luas yang diperoleh, juga tingkat harga jual produk sangat menentukan. Oleh karena
itu untuk mengatasi persolan-persoalan tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan
pertanian yang bertujuan untuk menstabilkan harga dan meningkatkan pendapatan petani
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 80
antara musim yang satu dengan musim yang lain dari tahun ke tahun. Kebijakan pemerintah
tersebut antara lain alokasi dana APBN untuk Kabupaten OKU tahun 2007 sebesar 3,6 milyar
melalui program penyediaan dana penguatan modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan
(LUEP) untuk pembelian gabah dan beras petani.
Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) dapat berbentuk koperasi pegawai negeri,
koperasi tani, koperasi unit desa (KUD), lumbung pangan dan pengusaha penggilingan padi.
Dengan adanya dana penguatan modal dalam bentuk dana talangan (pinjaman) tanpa bunga
kepada LUEP diharapkan petani akan menerima harga sesuai dengan kebijakan pemerintah
tersebut di atas. Di samping itu juga melalui dana talangan persoalan tentang permodalan yang
dihadapi oleh LUEP secara bertahap akan teratasi, harga gabah dan beras stabil, kemampuan
pemerintah dalam pengamanan ketersediaan pangan meningkat dan meningkatnya pendapatan
petani (Departemen Pertanian, 2002). Harga dasar diperlukan untuk menjaga agar harga pasar
pada saat panen tidak menurun jauh dibawah harga yang seharusnya diterima oleh produsen
dan diupayakan agar harga pasar minimal sama dengan harga dasar (Soekartawi, 1991).
Tetapi kenyataannya dilapangan tidak demikian. Apabila harga dasar gabah ditetapkan
tersebut dikonversikan ke harga beras dengan derajat sosoh 85%, maka akan didapat harga
dasar beras kurang lebih Rp. 4.315,- per kilogram. Sedangkan harga dipasaran atau konsumen
berkisar Rp. 4.400,- per kilogram, sedangkan harga jual di tingkat produsen atau petani Rp.
3.800,- – Rp. 4.000,- per kilogram. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harga dasar
belum efektif melindungi petani.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari Penelitian ini:
1. Untuk mengetahui peranan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan
dalam menjaga stabilitas harga jual gabah dan beras ditingkat petani/produsen di Desa
Gunung Kuripan Kecamatan Pengandonan.
2. Mengetahui tingkat pendapatan petani padi sawah dengan adanya Dana Penguatan Modal
Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP).
Adapun kegunaan dari Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
pertimbangan dan menambah wawasan bagi pihak yang berkepentingan dalam upaya
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam pengamanan ketersediaan pangan dan
meningkatkan pendapatan petani melalui kelembagaan usaha ekonomi di perdesaan yang
dapat mendorong pertumbuhan dan menggerakkan perekonomian di perdesaan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gunung Kuripan Kecamatan Pengandonan
Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (Purposive).
Adapun yang menjadi pertimbangan tersebut di atas karena desa ini merupakan salah
satu desa yang mendapat program Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi
Perdesaan (DPM-LUEP) untuk pembelian gabah/beras di tingkat petani anggota kelompok
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 81
tani yang bermitra dengan LUEP yang ada di desa tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juli sampai dengan Agustus 2008.
Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode survey, dilakukan dengan melihat
kegiatan yang dilakukan secara langsung dengan melakukan wawancara guna mendapatkan
data primer yang diperlukan berdasarkan jawaban langsung dari petani responden terhadap
pertanyaan yang diajukan, dengan menggunakan daftar pertanyanan (kuisioner).
Bahan dan Alat Bahan dan Alat yang digunakan dalam pelaksanaan Penelitian ini diantaranya:
1. Adanya Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan yang
dikucurkan oleh pemerintah kepada Kelompok Tani.
2. Adanya Kelompok Tani Penerima Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi
Perdesaan.
3. Adanya Petani penerina Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan.
4. Kuisioner sebagai alat Bantu dalam pengumpulan data dari responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dana Penguatan Modal (DPM)
Dana Penguatan Modal (DPM) adalah dana yang disediakan melalui APBN yang
sifatnya dana talangan (Bridging Fund) untuk modal kerja Lembaga Usaha Ekonomi
Perdesaan (DPM-LUEP) tersebut diharapkan petani akan menerima harga jual gabah dan
beras sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Melalui berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan, diharapkan program ini dapat
memberikan sumbangan yang signifikan bagi upaya stabilisasi harga gabah dan beras baik
antar waktu maupun antar kecamatan, sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan di
tingkat Rumah Tangga, Desa, Kecamatan dan Kabupaten.
Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP)
Dalam realisasinya, persyaratan LUEP untuk mendapatkan pinjaman Dana Penguatan
Modal adalah sebagai berikut: a) Berbadan Hukum sekurang-kurangnya 2 tahun; b) Memiliki
rekening giro pada Bank Sumatera Selatan; c) Berpengalaman dalam perdagangan
gabah/beras; d) Tidak memiliki tunggakan kredit program; e) Memiliki dan atau melakukan
kontrak kerja sama dalam sarana pengeringan, pengolahan dan penyimpanan (bilamana sarana
tersebut belum dimiliki); f) Memiliki Surat Perjanjian Kontrak Pembelian Gabah Beras
dengan petani yang tergabung dalam kelompok tani; g) Memiliki kontrak pemasaran beras
yang jelas (Dolog, KPRI, atau pasar umum); g) Mampu menyediakan agunan senilai dana
yang dipinjam, yang antara lain dapat berupa: surat/sertifkat tanah/bangunan, benda atau surat-
surat berharga lainnya, dan; i) Sanggup membayar bea meterai dan biaya administrasi lainnya
yang diperlukan.
1. Penggilingan Padi
Penggilingan padi ini didirikan pada tahun 1987 bertujuan untuk membantu para petani
dalam hal pengadaan sarana alat-alat, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, pada
tahun 2007 penggilingan padi ini ditetapkan sebagai salah satu Lembaga Usaha Ekonomi
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 82
Perdesaan di Kabupaten Ogan Komering Ulu yang menerima pinjaman Dana Penguatan
Modal untuk pembelian gabah/beras petani sebesar Rp. 150.000.000,- (Seratus lima puluh
juta rupiah), di Desa Gunung Kuripan khususnya di Kecamatan Pengandonan pada
umumnya. Setelah lolos melalui proses penetapan sebagai berikut:
1. Tim Teknis Kabupaten melakukan identifikasi dan penilaian terhadap penggilingan
padi sebagai calon peserta kegiatan ini;
2. Penggilingan padi yang dinilai memenuhi persyaratan kemudian membuat surat
perjanjian pembelian gabah dan beras dengan kelompok tani/petani;
3. Atas dasar surat perjanjian dan hasil verifikasi tim teknis Kabupaten Ogan Komering
Ulu Bupati mengusulkan calon Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan dan kebutuhan
Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan kepada Gubernur
Sumatera Selatan melalui Kepala Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Selatan;
4. Usulan dari Bupati diverifikasi oleh tim teknis Propinsi Sumatera Selatan yang
hasilnya disampaikan kepada Gubernur Sumatera Selatan melalui Kepala Badan
Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Selatan, dan;
5. Gubernur Sumatera Selatan melalui Kepala Badan Ketahanan Pangan Propinsi
Sumatera Selatan berdasarkan hasil verifikasi tim teknis Propinsi Sumatera Selatan
menetapkan Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan sebagai pelaksana kegiatan dan
menetapkan jumlah Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan
untuk pembelian gabah dan beras.
2. Mekanisme Pelaksanaan
Penyelenggaraan Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-
LUEP) untuk pembelian gabah/beras petani, dilakukan melalui tiga mekanisme yang
saling terkait yaitu mekanisme pencairan dana, mekanisme penyaluran dana dan
mekanisme pengembalian dana, yang ditunjang dengan mekanisme koordinasi, mekanisme
pengawasan dan mekanisme pelaporan.
a) Mekanisme Pencairan Dana
Pencairan Dana Penguatan Modal bagi penggilingan padi untuk pembelian gabah dan
beras petani dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;
1) Penggilingan Padi bersama Pemimpin Proyek Pengembangan Kelembagaan dan
Ketahanan Pangan Masyarakat Propinsi Sumsel membuat perjanjian kontrak
pembelian gabah dan beras petani yang diketahui oleh Kepala Badan Ketahanan
Pangan Propinsi Sumsel.
2) Pemimpin Proyek PK2PM Sumatera Selatan mengajukan surat permintaan
pembayaran langsung (SPP-LS) kepada KPKN Propinsi Sumsel dengan
melampirkan: Surat Permohonan Permintaan Pembayaran Langsung oleh
Penggilingan Padi; Kwitansi Permintaan Pembayaran dari Penggilingan kepada
Pimpro PK2PM Sumsel; SK Kepala Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumsel
tantang Penetapan Penggilingan Padi sebagai pelaksana pembelian gabah dan beras
petani; Surat perjanjian kerja sama jual beli gabah/beras antara penggilingan padi
dengan kelompok tani yang direkomendasi oleh tim teknis Kabupaten OKU, dan;
Surat perjanjian kontrak pembelian gabah/beras antara penggilingan padi dengan
Pimpro PK2PM Sumatera Selatan yang diketahui Kepala Badan Ketahanan Pangan
Propinsi Sumsel.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 83
3) KPKN Propinsi Sumselmenerbitkan SPM-LS atas nama rekanan/LUEP
Penggilingan Padi sesuai dengan perjanjian.
4) Penarikan dana pada rekening giro I, dilakukan bersama antara LUEP Penggilingan
Padi dengan Pimpro PK2PM Sumsel untuk selanjutnya dan ditransfer ke rekening
giro II masing-masing mitra LUEP antara lain Penggilingan Padi setelah
direkomendasi oleh tim teknis Propinsi Sumsel.
b) Mekanisme Penyaluran Dana
Dana yang telah diterima melalui rekening giro I Penggilingan Padi di Bank Sumsel
dapat dicairkan bersama Pimpro PK2PM Sumsel dengan tahapan dan mekanisme
sebagai berikut;
1) Penggilingan Padi mengajukan usaha penarikan dana pembelian gabah dan beras
ke Bank Sumsel berdasarkan rekomendasi Badan Ketahanan Pangan Sumsel dan
tim teknis Kabupaten OKU dengan persetujuan Pimpro PK2PM Sumatera Selatan
untuk tahap pertama, usaha pengambilan dana oleh Penggilingan Padi hanya
diperkenankan maksimal 40 % dari nilai kontrak sebesar Rp. 150.000.000,- atau
Rp.60.000.000,-.
2) Pencarian dana untuk tahap berikutnya dapat dilaksanakan berdasarkan
rekomendasi tim teknis Kebupaten OKU sesuai penilaian kinerja Penggilingan
Padi dan persetujuan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Pimpro PK2PM
Propinsi Sumsel.
3) Berdasarkan point (2) di atas, selanjutnya Bank Sumsel mentransfer dana ke
rekening giro II pada Bank Sumatera Selatan Mitra LUEP.
4) Penggilingan Padi dapat mencairkan Dana Penguatan Modal dari rekening giro II,
dengan membuat surat usulan pencairan dana ke Kantor Ketahanan Pangan
Kabupaten OKU berdasarkan rekomendasi tim teknis Kabupaten OKU, dana
tersebut dapat dicairkan untuk selanjutnya digunakan untuk pembelian gabah dan
beras petani sesuai dengan perjanjian kontrak jual beli dengan kelompok tani.
Mekanisme pencairan dan penyaluran Dana Penguatan Modal secara diagramatik
dapat dilihat gambarkan.
c) Mekanisme Pengembalian Dana
1) Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) dalam hal ini Penggilingan Padi
wajib mengembalikan Dana Penguatan Modal (DPM) sebesar dana yang diterima
ke rekening PUMK Proyek PK2PM Sumatera Selatan.
2) Dana Pengembalian dari LUEP langsung disetor ke Bendaharawan Proyek PK2PM
Sumatera Selatan untuk seterusnya disetor ke rekening kas Negara selambat-
lambatnya tanggal 15 Nopember tahun berjalan.
3. Keefektifan Penyalur DPM-LUEP
Penyaluran Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-
LUEP) untuk pembelian gabah dan beras petani yang dilakukan oleh Penggilingan Padi
bertujuan untuk;
a) Membantu modal bagi penggilingan padi yang bergerak di bisnis perberasan.
b) Menjaga stabilitas harga bagah dan beras yang diterima petani pada tingkat yang
wajar.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 84
c) Meningkatkan pendapatan petani padi di wilayah sentra produksi melalui pengamanan
penerapan harga dasar pembelian dan penjualan.
d) Menumbuh kembangkan kelembagaan usaha ekonomi perdesaan yang dapat
mendorong pertumbuhan dan menggerakkan perekonomian di perdesaan.
Berdasarkan hasil perhitungan mengenai keefektifan peranan DPM-LUEP oleh
Penggilingan Padi nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 73,66%, yang berarti proporsi
kesesuaian dan kebutuhan yang dapat dipenuhi dari DPM hanya mencapai 73,66 persen,
ini menunjukkan bahwa tingkat keefektifan peranan DPM yang dapat disalurkan oleh
Penggilingan Padi di Desa Gunung Kuripan hanya sebesar 73,66% tingkat sedang.
Seharusnya tingkat keefektifan peranan DPM-LUEP harus terpenuhi 100 %.
4. Tingkat Pendapatan Petani Padi Sawah
Pendapatan usaha tani ditentukan oleh biaya total dan penerimaan usaha tani tersebut.
Biaya total merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan penerimaan
merupakan hasil jumlah produksi dan harga jual.
a) Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu kali produksi dan
besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap alam
penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak tanah, iuran P3A
dan peralatan. Besarnya pajak dan iuran P3A yang dikeluarkan petani di Desa Gunung
Kuripan dalam satu hektar berkisar antara Rp. 28.836,67.- sampai Rp. 31.625,00.-
Biaya penyusutan alat yang dikeluarkan oleh petani dalam usaha tani adalah biaya
penyusutan alat-alat yang digunakan petani dalam kegiatan usaha tani per musim
tanam. Alat-alat yang digunakan berupa cangkul, arit, bajak, sprayer, garu dan karung.
Perhitungan biaya penyusutan alat (BP) berdasarkan metode garis lurus dengan rumus
:
BP pakaiLama
akhirNilaiNilaiawal
Biaya penyusutan alat-alat dilihat pada tabel 4. berikut ini :
Tabel 4.
Rata-Rata Biaya Penyusutan Alat-Alat pada Usaha Tani Padi Sawah di Desa Gunung Kuripan
No. Jenis Alat
Biaya Penyusutan (Rp./Ha)
Petani Mitra DPM-LUEP
Bukan Mitr DPM-LUEP
Rata-rata/MT (Rp)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Cangkul Bajak Garu Sabit Sprayer Karung
5.442,13 3.998,90 3.873,33 2.205,13 5.560,80 13.945,93
5.857,25 3.383,30 2.470,00 2.893,86 5.076,00 10.921,33
5.649,69 3.691,10 3.171,66 2.549,49 5.318,40 12.433,63
Jumlah 35.026,22 30.601,74 32.633,985
Sumber: Data Primer
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 85
Biaya penyusutan alat yang terbesar adalah karung yaitu sebesar Rp. 12.433,63,-. Hal
ini dikarenakan alat-alat tersebut tidak tahan lama dipakai sedangkan untuk alat-alat
lain biaya penyusutannya lebih kecil karena alat-alat tersebut lebih tahan lama dipakai.
b) Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih, pupuk, pestisida,
tenaga kerja dan alat-alat. Biaya yang mengalami perubahan dalam penelitian ini
adalah biaya tenaga kerja, sedangkan biaya lainnya diasumsikan tetap. Karena biaya
untuk pembelian benih, pupuk, pestisida dan alat-alat yang dikeluarkan oleh petani
mitra dengan petani bukan mitra DPM-LUEP tidak ada perbedaan. Biaya tenaga kerja
dalam keluarga diperhitungkan karena usaha tani padi yang tersebut diperhitungkan
berdasarkan tingkat upah yang berlaku di Desa Gunung Kuripan.
Tingkat upah tenaga kerja di Desa Gunung Kuripan untuk pria berkisar antara Rp.
17.500,- sampai dengan Rp. 25.000,- per hari (8 jam), wanita Rp.12.500,- per hari ( 6
jam). Tenaga kerja wanita biasanya bekerja dengan sistem borongan. Upah tenaga
kerja ternak sapi Rp. 24.500,- dan kerbau Rp. 35.000,- per hari. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa untuk melaksanakan usaha taninya, petani mitra DPM-LUEP
mengeluarkan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 2.238.586,6,- setiap hektar per musim
tanam, berarti lebih besar bila dibandingkan dengan petani bukan mitra DPM-LUEP.
Tabel 5.
Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja Per Hektar
pada Usahatani Padi Sawah di Desa Gunung Kuripan
Kegiatan Mitra DPM-LUEP
(Rp/Ha) Bukan Mitra DPM-
LUEP (Rp/Ha) Rata-rata (Rp/Ha)
Pengolahan Tanah Penanaman Pemeliharaan Panen Pasca Panen
450.000 330.000 180.000 350.000
928.586,66
450.576,92 330.423,07 180.230,77 350.449,03 870.800,00
450.288,46 330.211,53
180.115,385 350.224,515 899.693,33
Jumlah 2.238.586,66 2.182.478,85 2.210.533,22
Sumber: Data Primer
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa total biaya tenaga kerja petani mitra DPM-LUEP lebih
besar bila dibandingkan dengan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani bukan
mitra DPM-LUEP. Karena penjualan produksi baik dalam bentuk gabah maupun beras
oleh petani mitra DPM-LUEP harus memenuhi standar kualitas yang dicantumkan
dalam perjanjian jual beli beras antara petani dengan LUEP, sehingga biaya tenaga
kerja untuk panen dan pasca panen petani mitra DPM-LUEP lebih besar Rp. 57.786,66
per hektar. Bila dibandingkan dengan petani bukan mitra DPM-LUEP. Biaya ini
diperoleh petani mitra DPM-LUEP dari pinjaman tanpa bunga yang bersumber dari
dana penguatan modal untuk lembaga usaha ekonomi perdesaan.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 86
Tabel 5.
Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja Pasca Panen Petani Contoh Mitra DPM-LUEP
Kegiatan Besarnya Biaya (Rp/Kg)
Pembersihan gabah kering giling sebelum disimpan atau digiling Pengeringan dan penyimpanan Ongkos angkut ke pabrik/LUEP Ongkos pabrik/upah giling
25,- 10,- 50,-
100,-
Jumlah 185,-
Sumber: Data primer
Harga jual gabah dan beras di Desa Gunung Kuripan 3 bulan di musim panen tahun
2007 pada bulan Juli, Agustus dan September 2007 ada perbedaan yang nyata antara
harga jual gabah dan beras yang diterima oleh petani mitra DPM-LUEP dengan petani
bukan mitra DPM-LUEP.
Tabel 5.
Rata-Rata Biaya Harga Jual Gabah dan Beras Per Kilogram
Petani Contoh di Desa Gunung Kuripan pada Bulan Jul s/d September 2007
Uraian Harga (Rp/Kg)
Mitra DPM-LUEP Bukan Mitra DPM-LUEP
Gabah Kering Giling (GKG) Beras
1.510 2.315
1.172,66 1.968,33
Jumlah 3.825 3.140,99
Sumber: Data Primer
Perbedaan ini terjadi karena jaminan kualitas dan harga jual yang telah disepakati pada
perjanjian kontrak kerja antara petani anggota kelompok tani dengan DPM-LUEP
sebelum masa panen tiba.
c) Biaya Total
Biaya total produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan petani untuk
menghasilkan produk usahataninya dalam bentuk beras. Biaya tersebut adalah semua
biaya yang telah disebutkan terdahulu ditambah biaya pajak, sewa dan iuran-iuran
seperti P3A, retribusi dan nilai.
d) Penerimaan
Kegiatan usaha tani bertujuan untuk mencapai produksi di bidang pertanian, pada
akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi yang
dinamakan dengan penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani padi adalah produksi
yang dihasilkan dalam bentuk gabah atau beras dikalikan dengan harga pada waktu
produksi dijual.
e) Pendapatan
Pendapatan usahatani merupakan selisih penerimaan dengan biaya total yang
dikeluarkan untuk melaksanakan usahatani tersebut. Setelah bermitra dengan LUEP
dan mendapatkan pinjaman dana tanpa bunga untuk upah kegiatan pasca panen
sehingga kualitas gabah dan beras memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah,
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 87
pendapatan petani yang bermitra dengan LUEP meningkat bila dibandingkan dengan
petani bukan mitra, karena harga jual gabah dan berasnya sesuai dengan harga standar
pemerintah. Meningkatnya pendapatan petani mitra LUEP sebesar Rp. 1.236.688,35
atau sebesar 30,41% dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini :
Tabel 8.
Rata-Rata Penerimaan, Biaya Total dan Pendapatan Petani
Per Hektar Bermitra dengan DPM-LUEP di Desa Gunung Kuripan
Uraian Penerimaan
(Rp/Ha) Biaya Total
(Rp/Ha) Pendapatan
(Rp/Ha)
Petani mitra DPM-LUEP Petani bukan mitra DPM-LUEP
8.281.740,92 6.813.059,45
2.978.634,26 2.746.640,67
5.303.107,13 4.066.418,78
Selisih 1.468.681,47 231.993,59 1.236.688,35
Sumber: Analisis Data Primer
Sesuai dengan kaidah keputusan yang ada maka Dana Penguatan Modal yang
disalurkan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan Penggilingan Padi di Desa
Gunung Kuripan berpengaruh positif karena tingkat pendapatan petani meningkat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari praktek lapangan yang telah dilakukan di Desa Gunung Kuripan Kecamatan
Pengandonan Kabupaten Ogan Komering Ulu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan adanya penyaluran Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi
Perdesaan (DPM-LUEP) tampak bahwa ada pengaruh terhadap kesetabilan harga ,
walaupun tidak 100% dapat menstabilkan harga jual gabah dan beras di tingkat petani.
2. Tingkat pendapatan petani mitra DPM-LUEP meningkat, karena harga penjualan gabah
dan berasnya lebih tinggi bila dibandingkan harga jual gabah dan beras di pasaran umum
yang diperoleh petani bukan mitra DPM-LUEP. Meningkatnya sebesar 30,41% atau
sebesar Rp. 1.236.688,35/Ha.
Saran
Dari penelitian ini dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Pabrik penggilingan padi sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan dan sebagai
penyalur Dana Penguatan Modal untuk menstabilkan harga jual gabah dan beras di tingkat
petani produsen diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya.
2. Kelompok tani agar meningkatkan bimbingan kepada para petani anggotanya, untuk
meningkatkan motivasi dalam bermitra dengan LUEP sehubungan upaya meningkatkan
produksi dan pendapatan usaha tani padi sawah.
AgronobiS, Vol. 1, No. 1, Maret 2009 ISSN: 1979 – 8245X
Yetty Oktarina, Hal; 78 – 88 88
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Gabah/Beras Petani di Sumatera Selatan.
Palembang: Badan Ketahanan Pangan.
_______ 1996. Sistem Kewaspadaan Distribusi Pangan. Jakarta: Kantor Menteri Negara
Urusan Pangan Republik Indonesia.
_______ 2000. Indikator Produksi Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Ogan Komering
Ulu. Baturaja: Badan Pusat Statistik OKU.
________ 2003. Petunjuk Teknis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi
Perdesaan untuk Pembelian Gabah/Beras Petani. Baturaja: Kantor Ketahanan
Pangan Kab. OKU.
Azzaino, Z. 1988. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Adiwilaga. 1988. Ilmu Usahatani. Bandung: Alumni Bandung.
Mubyarto. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.
Soeratno. 1993. Ekonomi Pertanian. Jakarta: Universitas Terbuka.