dalam pembangunan hukum pidana nasional … · dr. ahmad rofiq, ma (penguji eksternal) 4. prof. dr....

72
PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL BERBASIS KETENTUAN QIŞÂŞ-DIYAT DALAM HUKUM PIDANA ISLAM RINGKASAN DISERTASI Disusun Guna Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Hukum Oleh: ACHMAD IRWAN HAMZANI NIM 1101011500001 PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

Upload: hadiep

Post on 19-May-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE

DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA

NASIONAL BERBASIS KETENTUAN QIŞÂŞ-DIYAT

DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

RINGKASAN DISERTASI

Disusun Guna Memenuhi Syarat

untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Hukum

Oleh:

ACHMAD IRWAN HAMZANI

NIM 1101011500001

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

ii

TIM PEMBIMBING DISERTASI

Prof. Dr. Suteki, SH, M.Hum

Promotor

Dr. Rohidin, M.Ag

Co Promotor

Page 3: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

iii

SUSUNAN MAJELIS PENGUJI

PADA SIDANG UJIAN PROMOSI DOKTOR

Ketua : Prof. Dr. R. Benny Riyanto, SH, MH, CN.

Sekretaris : Prof. Dr. Rahayu, SH, M.Hum

Anggota :

1. Prof. Dr. Suteki, SH, M.Hum (Promotor)

2. Dr. Rohidin, M.Ag (Co Promotor)

3. Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal)

4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji)

5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH (Penguji)

6. Dr. R.B. Sularto, SH, M.Hum (Penguji)

7. Dr. Pujiyono, SH, M.Hum (Penguji)

Page 4: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

iv

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadiran Allah Swt. penulis panjatkan,

shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah

Muhammad Saw. Atas pertolongan Yang Maha Menolong-lah

penulisan disertasi ini dapat selesai dengan berbagai kesulitan

dan rintangan tentunya.

Pemilihan tema disertasi ini terdorong untuk ikut

memberikan sumbangan konsep profil hukum pidana nasional

ke depan dengan mengkontribusikan hukum pidana Islam.

Ketentuan-ketentuan dalam hukum pidana Islam seperti qişâş-

diyat secara filosofis lebih menjanjikan dapat memberikan

manfaat dan kepastian keadilan sebagaimana tujuan utama

dalam hukum pidana. Menurut hukum yang berlaku di

Indonesia, yang berhak melaksanakan proses pemidanaan

adalah penguasa, korban tidak dilibatkan. Akibat korban tidak

dillibatkan, dalam pelaksanaan pidana banyak menimbulkan

masalah bagi korban, misalnya korban merasa tidak mendapat

perlindungan dari Negara dan tidak puas karena kerugian yang

diderita korban tidak tergantikan. Untuk tindak pidana

menghilangkan nyawa orang lain/penganiayaan, proses hukum

tanpa melibatkan korban atau keluarganya tentu tidak akan

memberikan keadilan kepada korban atau keluarganya.

Page 5: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

v

Keadilan yang dituju hanyalah keadilan yang diciptakan dan

menurut ukuran penguasa, yang tentu saja tidak sama dengan

keadilan menurut korban. Model pemidanaan demikian perlu

untuk dikaji kembali. Sebab untuk tindak pidana terhadap

nyawa, keadilan tidak dapat terwujud tanpa memperhatikan

korban atau keluarganya, dan harmoni dalam masyarakat tidak

dapat dikembalikan. Penyelesaian perkara pidana yang lebih

adil adalah dengan cara melibatkan semua orang yang terkait

dengan tindak pidana tersebut. Model seperti ini di Indonesia

telah dikenal dan dipraktekkan oleh masyarakat, yaitu

musyawarah mufakat, yang dalam hukum pidana Islam berlaku

untuk tindak pidana qişâş-diyat melalui perdamaian (şulh) dan

mirip dengan pendekatan restorative justice yang saat ini

menjadi wacana global untuk diterapkan dalam menyelesaikan

perkara pidana.

Penulis menyadari bahwa penulisan disertasi ini tidak

akan selesai tanpa adanya bantuan baik secara langsung

maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena ini,

dengan kerendahan dan ketulusan hati, penulis menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah

memberikan Beasiswa BPPS kepada penulis.

Page 6: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

vi

2. Direktur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)

Kementerian Keuangan RI yang telah memberikan hibah/

beasiswa disertasi kepada penulis.

3. Koordinator Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah yang telah

memberikan rekomendasi kepada penulis untuk

mendapatkan Beasiswa BPPS.

4. Rektor Universitas Diponegoro, Direktur Program

Pascasarjana Universitas Dipoengoro, dan Dekan Fakultas

Hukum Universitas Diponegoro, yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi pada

Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.

5. Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas

Diponegoro, Prof. Dr. Fx. Adji Samekto, SH, M.Hum, dan

segenap pengelola yang yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi dan

memberikan layanan akademik dan administrasi dengan

baik.

6. Tim pembimbing disertasi; Prof. Dr. Suteki, SH, M.Hum,

selaku Promotor, dan Dr. Rohidin, M.Ag, selaku Co

Promotor yang telah berkenan meluangkan waktunya

untuk memberikan arahan, masukan dan koreksi dalam

penulisan disertasi ini.

Page 7: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

vii

7. Tim Penguji Disertasi; Prof. Dr. R. Benny Riyanto, SH,

MH, CN., Prof. Dr. Rahayu, SH, M.Hum, Prof. Dr. Ahmad

Rofiq, MA, Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH, Prof. Dr.

Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH, Dr. R.B. Sularto,

SH, M.Hum, Dr. Pujiyono, SH, M.Hum, yang telah

memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan

disertasi ini.

8. Semua dosen di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas

Diponegoro yang telah memberikan ilmunya dan

pencerahan kepada penulis.

9. Rektor Universitas Pancasakti, Prof. Dr. Wahyono, SH,

M.Hum, dan mantan Rektor, Prof. Dr. Tri Jaka Kartana,

M.Si, yang telah memberikan tugas belajar kepada penulis.

10. Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasakti, Nuridin,

SH, MH, dan mantan Dekan, Dr. Hamidah Abdurrachman,

SH, M.Hum, dan Mukhidin, SH, MH, yang telah

memberikan ijin belajar kepada penulis.

11. Para imforman yang tidak dapat disebutkan satu persatu

12. Semua pihak yang ikut membantu khususnya Dr. Ahwan

Fanani, M.Ag, selaku praktisi mediasi, yang berkenan

meluangkan waktunya untuk berdiskusi terkait dengan

tema restorative justice dan pemaafan dalam hukum pidana

Islam juga meminjamkan kitab-kitab “langka” untuk dicopi

Page 8: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

viii

sebagai bahan penulisan disertasi, M. Abdul Kholiq, SH,

MH, yang telah berkenan meluangkan waktu untuk

berdiskusi dan memberikan masukan pada penulis, dan

juga rekan-rekan yang telah membantu memberikan

informasi yang dibutuhkan dalam disertasi ini.

13. Keluarga; isteri penulis, Nur Khasanah, dan putra-putri;

Haidar M. Nijad, Nabila A. Manahil, yang selalu menjadi

penyemangat, dan juga kedua orang tua dan mertua yang

selalu memberikan dorongan doa pada penulis.

Semoga bantuan yang diberikan dapat menjadi amal

shaleh danmendapatkan balasan yang berlipat dari Allah Swt.,

dengan iringan doa jazakumullah ahsanal jaza wa

jazakumullah khairan katsira.

Penulis menyadari, disertasi ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

mengharapkan masukan dan saran untuk perbaikan disertasi ini

menjadi karya yang lebih baik lagi. Namun demikian, penulis juga

berharap agar disertasi ini dapat memberi manfaat.

Semarang, Juli 2015

Penulis,

Achmad Irwan Hamzani

Page 9: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

ix

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul ............................................................. i

Halaman Tim Pembimbing ................................................ ii

Halaman Majelis Penguji ................................................... iii

Halaman Kata Pengantar dan Ucapan Terima Kasih ......... iv

Halaman Daftar Isi ............................................................. ix

A. Latar Belakang ............................................................. 1

B. Permasalahan ............................................................. 3

C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian ................................. 4

D. Proses Penelitian .......................................................... 5

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan ................................. 7

1. Posisi Hukum Pidana Islam sebagai Sumber

Materiil dalam Pembangunan Hukum Pidana

Nasional ............................................................... 7

2. Kontribusi Ketentuan Qişâş-Diyat dalam Hukum

Pidana Islam terhadap Pembangunan Hukum

Pidana Nasional .................................................... 16

3. Konstruksi Pendekatan Restorative Justice dalam

Pembangunan Hukum Pidana Nasional Berbasis

Ketentuan Qişâş-Diyat dalam Hukum Pidana

Islam ..................................................................... 32

Page 10: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

x

F. Penutup ........................................................................ 49

1. Simpulan ............................................................... 49

2. Saran ..................................................................... 51

3. Implikasi Studi ...................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA

BIODATA PENULIS

Page 11: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

1

A. Latar Belakang

Sejak merdeka, bangsa Indonesia mempunyai

keinginan untuk memiliki produk hukum pidana sendiri

mengganti hukum peninggalan Belanda. Berbagai kegiatan

ilmiah yang berskala lokal maupun nasional guna

merumuskan pembentukan hukum nasional sering

dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga

pendidikan tinggi. Para pakar hukum pun banyak yang

telah mengusulkan tentang profil hukum pidana nasional

ke depan.

Pemerintah Indonesia juga telah berupaya membuat

hukum pidana nasional produk sendiri dengan menyusun

Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (RUU KUHP) yang hingga sekarang belum final

dan terus dilakukan perbaikan. Pembangunan sistem

hukum tidak bisa lepas dari politik hukum. Arah politik

hukum di Indonesia dalam pembangunan hukum

cakupannya menyederhanakan pada daftar rencana materi

hukum yang akan dibuat. Rencana pembangunan materi

hukum termuat di dalam Program Legislasi Nasional yang

disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama

Pemerintah.

Page 12: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

2

Hukum pidana Islam sebagai bagian dari hukum

Islam penting untuk diperhitungkan sebagai sumber

pembangunan hukum pidana nasional. Secara faktual

hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup (the living

law) dalam masyarakat Indonesia sejak masuknya Islam ke

Nusantara. Hukum pidana Islam dapat diserap sebagai

sumber materiil dalam pembangunan hukum pidana

nasional meskipun tidak semuanya. Untuk ketentuan tindak

pidana pembunuhan dan pelukaan atau penganiayaan dapat

diserap delik maupun sanksinya. Sanksi ganti kerugian

(diyat) yang di dalamnya ada proses perdamaian lebih

sesuai kesadaran hukum masyarakat Indonesia. Apalagi

masyarakat Indonesia dikenal pemaaf, mengedepankan

kekeluargaan dan musyarawarah dalam menyelesaikan

sengketa. Banyak kasus hukum khususnya yang dalam

KUHP disebut sebagai kelalaian sehingga menyebabkan

nyawa orang lain hilang, dapat diselesaikan secara

kekeluargaan dengan mengganti kerugian. Penyelesaian

tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dengan

cara perdamaian mirip dengan ketentuan qişâş-diyat dalam

hukum pidana Islam. Hal ini mengindikasikan bahwa

hukum pidana Islam sedikit banyak telah membentuk

kesadaran hukum masyarakat.

Page 13: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

3

Sistem pemidanaan yang berlaku di Indonesia saat

ini hanya berorientasi pada pelaku, sehingga jika

diterapkan untuk tindak pidana terhadap nyawa orang lain,

tidak memberikan keadilan kepada korban atau

keluarganya. Seiring berkembangnya wacana global

tentang perlunya pendekatan restorative justice, maka

pendekatan tersebut perlu diatur dalam RUU KUHP.

Pendekatan restorative justice memberikan perhatian dan

perlindungan terhadap korban atau keluarganya. Pelaku

tindak pidana dapat bertanggung jawab atas perbuatannya

dan mengganti kerugian, korban atau keluarganya

memaafkan serta menerima ganti kerugian, dan hubungan

ke dapan dapat dipulihkan. Hal ini juga ada kemiripan

dengan ketentuan qişâş-diyat dalam hukum pidana Islam.

Pidana qişâş (setimpal) dan diyat (ganti rugi) menjadi hak

korban atau ahli warisnya, sehingga dapat memberikan

amnesti (pemaafan) kepada pelaku. Apabila memaafkan,

gugurlah pidana qişâş, diganti dengan diyat (ganti rugi),

bahkan tanpa diyat sama sekali. Ketentuan qişâş-diyat

berorientasi pada perhatian dan perlindungan pada korban,

dan penyelesaiannya melalui perdamaian (şulh).

Page 14: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

4

B. Permasalahan

Permasalahan dalam disertasi ini adalah:

1. Bagaimanakah posisi hukum pidana Islam dalam

pembangunan hukum pidana nasional?

2. Bagaimanakah kontribusi ketentuan qişâş-diyat

terhadap pembangunan hukum pidana nasional?

3. Bagaimanakan konstruksi pendekatan restorative

justice dalam pembangunan hukum pidana nasional

berbasis ketentuan qişâş-diyat dalam hukum pidana

Islam?

Tiga permasalahan tersebut memiliki lingkup

pembahasan dan analisis yang saling terkait secara

hirarkhis.

C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripkan posisi hukum pidana Islam

dalam pembangunan hukum pidana nasional.

2. Untuk mendeskripsikan kontribusi ketentuan qişâş-

diyat dalam hukum pidana Islam terhadap

pembangunan hukum pidana nasional.

Page 15: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

5

3. Untuk mendeskripsikan konstruksi pendekatan

restorative justice dalam pembangunan hukum pidana

nasional berbasis ketentuan qişâş-diyat dalam hukum

pidana Islam.

Penelitian ini signifikan dan dapat memberikan

kontribusi secara praktis dan teoritis.

1. Kontribusi praktis

a. Memberikan dorongan kepada pemerintah,

legislatif, pakar hukum, pakar hukum Islam,

akademisi fakultas hukum dan fakultas syari‟ah

tentang pentingnya mempercepat realisasi

pembentukan hukum pidana nasional.

b. Memberikan masukan kepada pemerintah khususnya

tim perumus RUU KUHP tentang perlunya

pendekatan restorative justice berbasis ketentuan

qişâş-diyat dirumuskan dalam hukum pidana

nasional ke depan.

2. Kontribusi teoritis

a. Dapat memberikan sumbangan teori bagi

tersusunnya hukum pidana nasional yang memuat

nilai-nilai yang dianut masyarakat khususnya nilai-

nilai agama yang telah menjadi living law.

Page 16: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

6

b. Dapat menambah khasanah keilmuan di bidang

ilmu hukum dan hukum Islam.

D. Proses Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang

secara fundamental bergantung dari pengamatan pada

manusia1. Paradigma yang digunakan adalah

konstruktivisme yang operasionalnya menggunakan cara

pandang relativisme dan realitas dilihat sebagai konstruksi

sosial2. Pendekatan yang digunakan adalah sosiologis

sehingga penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian

hukum sosiologis3. Spesifikasinya termasuk deskriptif-

analitis yaitu untuk membuat pencandraan tentang siatuasi

atau kejadian4 yang disajikan secara naratif. Data dalam

penelitian dikelompokkan sebagai data primer (yang

diperoleh dari pengamatan dan wawancara) dan sekunder

1Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2001, hlm. 4.

2Norman K. Denzim dan Yvonna S. Lincoln, Hanbook of Qualitative

Research, Terjemaha, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 134-135.

3Zamroni, Pengembangan Pengantar Teori Sosial, Yogyakarta: Tiara

Yoga, 1992, hlm. 80-81.

4Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, Yogyakarta: Andi Offset,

1995, hlm. 10.

Page 17: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

7

(yang diperoleh melalui penelaahan bahan-bahan pustaka).

Metode analisis5 yang digunakan adalah induksi-

interpretasi-konseptualisasi yaitu dengan melakukan

penyusunan, pengkategorian dalam tema, validasi,

rekonstruksi dan analisis secara induktif kualitatif.

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Posisi Hukum Pidana Islam sebagai Sumber Materiil

dalam Pembangunan Hukum Pidana Nasional

Pembangunan secara sederhana mengandung

pengertian upaya melakukan perbaikan dari kondisi yang

kurang baik menuju ke arah yang lebih baik. Menurut

pengertian ini pembangunan semakna dengan

pembaharuan (reform)6. Sedangkan hukum pidana nasional

merupakan bagian sistem hukum nasional yang memuat

peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan

larangan terhadap pelanggarnya yang diancam dengan

5Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif,

Jakarta: UI Press, 1992, hlm. 22.

6Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana;

Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Jakarta: Kencana, 2010,

hlm. 28-29.

Page 18: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

8

hukuman berupa siksa badan7. Hukum pidana nasional

adalah hukum yang didasarkan pada landasan ideologi dan

konstitusi negara, yakni Pancasila dan Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945)8

yang berlaku secara nasional. Pembangunan hukum pidana

merupakan suatu proses memperbarui hukum positif yang

saat ini berlaku. Prosesnya hingga saat ini masih

berlangsung yang dikemas melalui legislasi.

Memiliki hukum pidana produk sendiri bagi bangsa

Indonesia merupakan upaya menampakkan jati diri bangsa

sesuai dengan harapan dan cita-cita kemerdekaan.

Tujuannya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia

berdasarkan Pancasila. Hal ini merupakan garis kebijakan

umum yang menjadi landasan dan tujuan politik hukum di

Indonesia9.

Teori prasarat fungsional (imperatif-fungsional)

Talcott Parsons dan pengembangannya oleh pemikir lain

dapat menjelaskan tentang urgensi pembangunan hukum

7P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung:

Sinar Baru, 1999, hlm. 2.

8M. Sularno, “Syari‟at Islam dan Upaya Pembentukan Hukum Positif di

Indonesia”, dalam Jurnal al-Mawardi, Edisi XVI, 2006, hlm. 215.

9Qodri Abdillah Azizy, Membangun Integritas Bangsa, Jakarta:

Renaisan, 2004, hlm. 20-21.

Page 19: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

9

serta tujuannya yaitu melindungi segenap bangsa

Indonesia. Parsons merumuskan bahwa masyarakat

mencakup sebuah sistem yang luas dan elemen-elemennya

mengisi empat fungsi dasarnya yaitu adaptasi (Adaptation),

melanjutkan tujuan (Goal), integrasi (Integration) dan

memelihara norma-norma (Laten Pattern Maintenance)

atau pendekatan AGIL. AGIL yang dikembangkan Parsons

merupakan nomoteknis dalam mempertimbangkan fungsi-

fungsi sistem sosial. Masing-masing fungsi ini terkait

dengan sebuah sub sistem. Sub sistem ekonomi bertujuan

untuk melakukan adaptasi; sub sistem politik bertanggung

jawab memberi definisi tujuan akhir; sub sistem kultural

(agama dan sekolah) bertugas untuk mendefinisikan dan

memelihara norma-norma dan nilai; sub sistem sosial

(termasuk hukum) bertugas sebagai integrasi sosial10

.

Parsons menempatkan hukum sebagai salah satu sub-

sistem dalam sistem sosial yang lebih besar. Hukum

menunjuk pada aturan-aturan sebagai aturan main bersama

(rule of the game).

Harry C. Bredemeier mengembangkan teori yang

dirumuskan Parsons tersebut. Hukum menurut Bredemeier

10

Jonathan H. Turner, The Structure of Sociological Theory, Homewood

Illinois: The Dorsey Press, 1975, hlm. 38-39.

Page 20: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

10

dapat digunakan sebagai pengintegrasi sosial di dalam

masyarakat. Keserasian antara warga masyarakat dengan

norma yang mengaturnya menciptakan suatu keserasian

dalam hubungan di dalam masyarakat yang bersangkutan11

.

Menjadi hal yang tidak logis apabila hukum pidana yang

diberlakukan di Indonesia adalah hukum yang tidak sesuai

dengan norma-norma atau nilai-nilai yang yang dianut

bangsa Indonesia. KUHP yang merupakan peninggalan

Belanda banyak yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya

yang dianut bangsa Indonesia. Apabila hal ini terus

dipaksakan berarti terjadi ketidakserasian dalam hubungan

bermasyarakat. Diperlukan hukum baru yang sesuai

dengan nilai yang dianut bangsa Indonesia yang dapat

disebut hukum Pancasila yang di dalamnya

mengakomodasi hukum-hukum yang berasal dari agama.

Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa Indonesia

perlu diimplementasikan khususnya postulat moral kalimat

”Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam setiap usaha

pembangunan perundang-undangan nasional. Demikian

halnya dalam pembangunan hukum pidana nasional yang

mendasarkan pada filsafat Pancasila, dalam

11

Bernard T. Tanya, dkk., Teori Hukum; Strategi Tertib Manusia Lintas

Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, hlm. 152-153.

Page 21: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

11

pengejawantahannya harus dijiwai nilai-nilai Pancasila

termasuk keseimbangan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha

Esa yang dapat digali dari hukum-hukum agama. Perlu

dilakukan penggalian terhadap nilai-nilai hukum agama

yang merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat

Indonesia. Hukum-hukum dari agama dapat dijadikan

sumber dalam pembangunan hukum pidana nasional.

Hukum Islam sebagai bagian dari ajaran agama

Islam, dan sebagai salah satu dari tiga sistem hukum yang

berlaku di Indonesia, di samping hukum adat dan hukum

Barat, mempunyai kedudukan penting dan strategis dalam

pembangunan hukum pidana nasional. Sepanjang sejarah

perjalanan hukum di Indonesia, hukum Islam selalu

memperteguh eksistensinya sebagai hukum tertulis maupun

tidak tertulis. Hukum Islam dalam pembangunan hukum

nasional mempunyai dua fungsi; 1) Sebagai hukum positif

yang berlaku hanya bagi pemeluk Islam saja. 2) Sebagai

ekspresi nilai-nilai yang akan berlaku bagi semua warga

negara12

.

12

Muhammad Julijanto, “Implementasi Hukum Islam di Indonesia;

Sebuah Perjuangan Politik Konstitusionalisme”, dalam Makalah

“Conference Procedings Annual International Conference on Islamic

Studies”, Mataram, September 2013, hlm. 78.

Page 22: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

12

Dari sisi pelaksanaannya, hukum Islam dapat

digolongkan tiga macam; 1) Dapat dilaksanakan oleh

individu secara langsung tanpa bantuan Negara, seperti

hukum-hukum di bidang peribadatan ritual. 2)

Pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan negara

dalam kerangka administratif atau pelayanan, seperti

hukum keluarga. 3) Tidak mungkin dapat dilaksanakan

kalau tidak ada campur tangan negara, seperti hukum

pidana13

.

Hukum pidana Islam merupakan bagian dari hukum

Islam yang membahas tentang perbuatan-perbuatan

manusia yang tidak boleh dilakukan (terlarang) dan yang

harus dilakukan, ancaman pidananya, dan

pertanggungjawabannya. Perbuatan-perbuatan yang

termasuk tindak pidana menurut hukum pidana Islam dapat

berbeda penggolongan dan cara peninjauannya. Dilihat dari

segi berat-ringannya ancaman pidana, tindak pidana dapat

digolongkan menjadi tiga, yaitu tindak pidana yang

diancam pidana had (jarimah hudud), tindak pidana yang

diancam pidana qişâş-diyat (jarimah qişâş-diyat) dan

tindak pidana yang diancam pidana ta‟zir (jarimah ta‟zir).

13

Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM.

Books, 2007, hlm. 14.

Page 23: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

13

Ditinjau berdasarkan karakter khusus tindak pidana, dapat

dibagi menjadi tindak pidana masyarakat (jaraim al-

jama‟ah), tindak pidana perseorangan (jaraim al-afrad),

tindak pidana biasa (jaraim „adiyah) dan tindak pidana

politik (jaraim siyasah)14

.

Hukum pidana Islam pernah diterapkan secara

formal di Nusantara pada zaman kerajaan-kerajaan Islam,

hingga akhirnya dianulir oleh penjajah Belanda. Sepanjang

abad ke-19 di kalangan ahli hukum Hindia Belanda

berkembang pendapat bahwa di Indonesia berlaku hukum

Islam seperti dikemukakan oleh Salomon Keyzer (1823-

1868) dan dikuatkan oleh Lodewijk Williem Christian van

den Berg (1845-1927). Menurut Berg, hukum mengikuti

agama yang dianut seseorang. Jika telah memeluk agama

Islam, hukum Islamlah yang berlaku baginya15

. Orang

Islam Indonesia telah melakukan resepsi hukum Islam

dalam keseluruhan bidangnya sebagai satu kesatuan atau

receptio in complexu.

14

Abd al-Qâdir Audah, al-Tasyrî‟i al-Jinâ‟î al-Islâmî; Muqâranân bi al-

Qânun al-Wadh‟î, Jilid I, Beirut: Muasasah al-Risâlah Litibâah wa al-Nasyr

wa al-Tauzi‟î, 1992, hlm. 79-99.

15Mohammad Daud Ali, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. ke-11,

2004, hlm. 242.

Page 24: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

14

Hukum pidana Islam sangat penting untuk

diperhitungkan dalam pembangunan hukum pidana

nasional sebagai sumber. Karena hukum pidana di

Indonesia menganut unifikasi, yakni hanya satu hukum,

maka hukum pidana Islam posisinya sebagai sumber

materiil atau bahan yang disandingkan dengan sumber atau

bahan lain. Berbeda dengan hukum perdata khususnya

hukum keluarga yang menganut pluralisme hukum, hukum

Islam di bidang perdata dapat menjadi sumber formil.

Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang belum

memiliki bentuk tertentu atau masih berupa bahan sehingga

belum bisa diterapkan. Sedangkan sumber hukum formil

adalah sumber hukum yang telah memiliki bentuk tertentu

sehingga bisa langsung diterapkan16

.

Sebagai sumber materiil, ketentuan-ketentuan yang

ada di dalam hukum pidana Islam dapat diserap meskipun

tidak semuanya, dapat deliknya, pidananya, atau untuk

bagian tertentu keduanya. Untuk tindak pidana

menghilangkan nyawa, dapat diserap deliknya maupun

pidananya. Pidana ganti rugi (diyat) untuk tindak pidana

terhadap nyawa dan penganiayaan, lebih diterima

16

Moh. Mahfud MD., “Politik Hukum dalam Perda Berbasis Syari‟ah”,

dalam Jurnal Hukum, No. 1 Vol. 14, Januari 2007, hlm. 15.

Page 25: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

15

masyarakat Indonesia dibanding pidana penjara. Secara

metodologis hukum pidana Islam sebagai sumber materiil,

merupakan corak hukum Islam yang menekankan pada

aspek subtansi, bukan legal formalnya. Ada sebuah kaidah

dalam uşl fiqh; ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluhu

(apa yang tidak dapat diraih semuanya, tidak boleh

ditinggalkan semuanya)17

. Apabila hukum pidana Islam

tidak dapat menjadi sumber formil, maka menjadi sumber

materiil merupakan posisi yang dapat diterima.

Namun demikian, posisi hukum pidana Islam

sebagai sumber materiil, akan menemui problem internal

maupun eksternal. Problem internalnya adalah apabila

posisi hukum pidana Islam sebagai sumber materiil

bersamaan dengan sumber-sumber lain, hukum pidana

tersebut bukan lagi sebagai hukum pidana Islam. Posisi ini

tentu akan sulit diterima oleh umat Islam yang

menghendaki hukum pidana Islam sebagai sumber formiil

dan diterapkan secara total. Tidak ada keterikatan teologis

bagi orang untuk tunduk terhadap hukum tersebut.

Sedangkan problem eksternalnya adalah memungkinkan

17

Muhammad Khayr Haykal, al-Jihâd wa al-Qitâl fi al-Siyâsah al-

Syar‟iyyah, Juz I, Beirut: Dâr al-Bayariq, Cet. II, 1996, hlm. 735.

Page 26: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

16

adanya anggapan akan menjadikan hukum pidana Islam

sebagai hukum positif, dan masalah pergumulan antara

hukum Islam, hukum adat, dan hukum Barat dalam wacana

akademik di kalangan pakar hukum, maupun dalam

pergumulan sejarah eksistensinya. Tidak sedikit pandangan

pakar hukum yang tidak mengetahui eksistensi hukum

pidana Islam, dan ada pula yang memandangnya sebagai

subsistem dari hukum adat sehingga harus disesuaikan

dengan hukum adat.

2. Kontribusi Ketentuan Qişâş-Diyat dalam Hukum

Pidana Islam terhadap Pembangunan Hukum Pidana

Nasional

Tindak pidana (jarimah) qişâş-diyat dalam hukum

pidana Islam merupakan tindak pidana yang diancam

pidana qişâş (setimpal) dan diyat (ganti rugi), untuk tindak

pidana terhadap nyawa dan penganiayaan (pelukaan).

Penentuan pidananya menjadi hak korban atau ahli

warisnya. Korban atau ahli warisnya dapat membatalkan

pidana tersebut dengan memberikan amnesti (pemaafan)

kepada pelaku. Apabila memaafkan, gugurlah pidana qişâş,

diganti dengan diyat (ganti rugi), bahkan tanpa diyat sama

sekali. Apabila pemaafan tersebut tanpa diyat, pemerintah

Page 27: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

17

masih berhak menjatuhkan pidana ta‟zir kepada pelaku.

Tindak pidana qişâş-diyat bersifat perseorangan dan lebih

banyak menyentuh kehidupan serta fisik korban daripada

menyentuh kehidupan masyarakat, sehingga penentuan

pidananya menjadi hak korban18

.

Untuk mempermudah penjelasan tentang pidana

qişâş-diyat dan jenis pidananya dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Tabel 1

Tindak Pidana Qişâş-Diyat dan Sanksi Pidananya

18

Audah, Jilid I, op.cit., hlm. 613.

No

Tindak

Pidana Sanksi Pidana Hak Pidana

Pokok Pengganti Tambahan

1 Pembunuhan

Sengaja

Qişâş Diyat

Ta‟zir

(Tanpa

Diyat)

Pencabutan hak

waris dan wasiat

Ahli Waris

Korban

2 Pembunuhan

Menyerupai

Sengaja

Diyat

Kifarat

Ta‟zir

(Tanpa

Diyat)

Pencabutan hak

waris dan wasiat

Ahli Waris

Korban

3 Pembunuhan

karena

Kesalahan

Diyat

Kifarat

- Pencabutan hak

waris dan wasiat

Ahli Waris

Korban

4 Pelukaan

Sengaja

Qişâş Diyat

Ta‟zir

(Tanpa

Diyat)

- Korban

5 Pelukaan

karena

Kesalahan

Diyat - - Korban

Page 28: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

18

Proses penentuan pidana qişâş-diyat melibatkan

pelaku, pihak ketiga dan korban atau ahli warisnya melalui

proses şulh (perdamaian). Dari perdamaian akan diketahui

sikap korban atau keluarganya atas sanksi yang akan

dijatuhkan kepada pelaku, apakah qişâş ataukah dimaafkan.

Penegak hukum hanyalah sebagai legitimator dan

pelaksana saja dari sanksi yang telah ditentukan melalui

proses perdamaian.

Pidana qişâş-diyat mengandung unsur perlindungan

hukum terhadap korban, pelaku, dan masyarakat. Pelaku

tindak pidana akan dikenai pidana mati, tetapi disepakati

terlebih dahulu oleh keluarga korban. Apabila pelaku

dimaafkan oleh keluarga korban, pelaku bebas dari qişâş,

sebagai gantinya harus membayar diyat (ganti rugi), yang

diberikan pada keluarga korban. Diyat yang harus

dibayarkan pelaku sejumlah 100 ekor unta. Apabila

sekarang harga unta tiap ekornya Rp 15.000.000,00 denda

yang harus dibayarkan Rp 1.500.000.000,00. Seandainya

yang dibunuh meninggalkan seorang istri dan empat anak,

maka dengan uang Rp 1.500.000.000,00 akan dapat

membiayai kehidupan keluarga korban termasuk biaya

pendidikan anak-anaknya. Dapat dibandingkan jika dalam

kasus tersebut digunakan KUHP, pelaku dipidana 15 atau

Page 29: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

19

20 tahun penjara. Tentu saja keluarga korban akan kecewa

karena tidak pernah diajak bicara. Bahkan yang lebih

sengsara lagi, dia kehilangan hak nafkahnya. Secara

psikologis, dendam keluarga korban juga tidak akan hilang

dengan penjara 15 tahun.

Penjatuhan pidana qişâş-diyat lebih manusiawi dan

lebih adil. Esensi dari pidana qişâş ialah memberi hak

kepada orang yang dirugikan untuk membalas kepada yang

merugikannya dengan kadar yang seimbang (setara).

Esensi diyat adalah sebagai social security (perlindungan

social) bagi keluarga korban. Sedangkan esensi melalui

perdamaian (şulh) adalah untuk menghilangkan dendam

dan potensi korban selanjutnya. Ketentuan qişâş-diyat

sejalan dengan kesadaran hukum masyarakat yang lebih

mengedepankan musyawarah mufakat dalam

menyelesaikan perkara.

Setiap tindak pidana dapat menyentuh eksistensi

masyarakat, namun terkadang tidak sampai mengancam

sistem dasarnya secara langsung. Tindak pidana terhadap

nyawa dan penganiayaan/pelukaan tidak mempengaruhi

keamanan dan ketentraman masyarakat meskipun sangat

berbahaya bagi keselamatan perseorangan. Setiap orang

tidak takut terhadap pembunuhan atau pelukaan orang lain

Page 30: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

20

karena mengetahui bahwa pembunuhan atau pelukaan

hanya didorong oleh motif perseorangan seperti dendam

pribadi.

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (RUU KUHP), yang terbaru konsep

2014/2015 terdiri atas 2 ( dua) Buku, yaitu Buku I tentang

Ketentuan Umum, terbagi dalam VI Bab terdiri atas 219

Pasal, dan Buku II tentang Tindak Pidana, terbagi dalam

XXXIX Bab terdiri atas 786 Pasal. Beberapa pasal dalam

RUU KUHP tersebut mencantumkan pedoman

pemidanaan, hak korban dan keluarganya, tentang

pembayaran ganti kerugian, dan pengampunan oleh hakim.

Hal ini merupakan terobosan baru dalam perkembangan

hukum pidana di Indonesia ke depan, karena sebelumnya

tidak ada ketentuan tersebut.

Ada beberapa hal baru dalam RUU KUHP sebagai

hasil pembaharuan yang akomodatif terkait dengan tujuan

pemidanaan yang disebutkan dalam Buku I Bab III Bagian

Pertama Pemidanaan, Tujuan Pemidanaan, Pasal 55 ayat

(1) dan (2), yaitu:

(1) Pemidanaan bertujuan:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana

dengan menegakkan norma hukum demi

pengayoman masyarakat;

Page 31: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

21

b. Memasyarakatkan terpidana dengan

mengadakan pembinaan sehingga menjadi

orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan

oleh tindak pidana, memulihkan

keseimbangan, dan mendatangkan rasa

damai dalam masyarakat; dan

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk

menderitakan dan merendahkan martabat

manusia.

Konsep tujuan pemidanaan dalam RUU KUHP

mengesankan prinsip tentang syarat dapat dipidananya

seseorang yang bertolak dari pilar paling fundamental

dalam hukum pidana, yaitu “asas legalitas” sebagai asas

kemasyarakatan dan “asas culpabilitas/kesalahan” yang

merupakan asas kemanusiaan perorangan19

. Secara

substantif juga mencerminkan diikutinya teori

utilitarianisme yang menetapkan target-target pemidanaan.

Orientasi pemidanaan menurut teori utilitarianisme adalah

kemanfaatan bagi korban kejahatan yang bersifat

individual (korban langsung), korban yang bersifat

sosial/masyarakat (korban tidak langsung) maupun bagi

pelaku pidana.

19

Barda Nawai Arief, Bunga Rampai ... op.cit., hlm. 98-99.

Page 32: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

22

RUU KUHP juga memuat adanya ketentuan tentang

pedoman pemidanaan yang akan sangat membantu dan

memudahkan hakim dalam menetapkan ukuran

pemidanaan dan mempertimbangkan berat ringannya

pidana yang akan dijatuhkan, di antaranya pemaafan dari

korban/keluarganya. Disebutkan dalam Buku I, Paragraf 2,

Pedoman Pemidanaan, Pasal 56 ayat (1) huruf … j.

Pemaafan dari korban dan/atau keluarganya. Pasal (2)

Perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau keadaan pada

waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian,

dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak

menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan

mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Terkait dengan sanksi pidana, dalam RUU KUHP

memperlihatkan perubahan yang signifikan dibanding

dengan KUHP lama. Disebutkan dalam Buku I Bab III

Bagian Kedua, Pidana, Paragraf 1, Jenis Pidana sebagai

berikut:

Pasal 66

(1) Pidana pokok terdiri atas:

1. Pidana penjara;

2. Pidana tutupan;

3. Pidana pengawasan;

4. Pidana denda; dan

5. Pidana kerja sosial.

Page 33: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

23

(2) Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) menentukan berat ringannya pidana.

Pasal 67

Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat

khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.

Pasal 68

(1) Pidana tambahan terdiri atas:

a. Pencabutan hak tertentu;

b. Perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;

c. Pengumuman putusan hakim;

d. Pembayaran ganti kerugian; dan

e. Pemenuhan kewajiban adat setempat atau

kewajiban menurut hukum yang hidup

dalam masyarakat.

(2) …

Bab III Bagian Kedua Paragraf 2 Pidana Penjara,

Pasal 72:

Dengan tetap mempertimbangkan Pasal 55 dan Pasal

56 pidana penjara sejauh mungkin tidak dijatuhkan

jika dijumpai keadaan-keadaan sebagai berikut :

d. Terdakwa telah membayar ganti kerugian

kepada korban;

Bab III Paragraf 12 Pidana Tambahan Pasal 101:

(1) Dalam putusan hakim dapat ditetapkan

kewajiban terpidana untuk melaksanakan

pembayaran ganti kerugian kepada korban atau

ahli warisnya.

Page 34: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

24

(2) Jika kewajiban pembayaran ganti kerugian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dilaksanakan, maka berlaku ketentuan pidana

penjara pengganti pidana denda.

Bab III Bagian kelima, faktor-faktor yang

memperingan dan memperberat Pidana, Pasal 139: Faktor-

faktor yang memperingan pidana meliputi: … e.

Pembertian ganti kerugian yang layak atau perbaikan

kerusakan secara sukarela sebagai akibat tindak pidana

yang dilakukan. … h. Faktor-faktor lain yang bersumber

dari hukum yang hidup dalam masyarakat.

Bab IV Gugurnya kewenangan penuntutan dan

pelaksanaan pidana, bagian kesatu, gugurnya kewenangan

penuntutan, Pasal 153 huruf d, kewenangan penuntutan

gugur, jika: “… penyelesaian di luar proses ...”.

Buku II tentang Tindak Pidana Bab XXIII Tindak

Pidana terhadap Nyawa Bagian Kesatu, Pembunuhan,

Pasal 584:

(1) Setiap orang yang merampas nyawa seorang lain,

dipidana karena pembunuhan dengan pidana

penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(2) …

Pasal 585

Setiap orang yang dengan rencana terlebih dahulu

merampas nyawa orang lain, diancam karena

Page 35: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

25

pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati

atau pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama

20 (dua puluh) tahun.

Bab XXIV Tindak Pidana Penganiayaan, Bagian

Kesatu, Penganiayaan terhadap Badan, Pasal 594:

(1) Setiap orang yang melakukan penganiayaan,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun

paling banyak Kategori II.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) mengakibatkan luka berat, maka

pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun.

(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) mengakibatkan matinya orang, maka

pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana

penjara paling paling lama 7 (tujuh) tahun.

(4) …

Bab XXV Tindak Pidana yang Mengakibatkan Mati

atau Luka karena Kealpaan, Pasal 604:

Pasal 604

(1) Setiap orang yang karena kealpaannya

mengakibatkan orang lain luka sehingga timbul

penyakit atau halangan menjalankan jabatan,

profesi, atau mata pencaharian selama waktu

tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling

banyak Kategori III.

(2) ...

Page 36: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

26

Delik pembunuhan dan pelukanaan secara prinsip

ada kesamaan antara hukum pidana Islam dengan RUU

KUHP karena merupakan kejahatan yang universal.

Sedangkan sanksinya berbeda, KUHP yang ada dan RUU

KUHP menentukan pidana penjara, sedangkan dalam

hukum pidana Islam menentukan pidana qişâş-diyat.

Ketentuan qişâş-diyat yang esensinya memberikan

perhatian dan perlindungan hukum kepada keluarga

korban, mewujudkan keadilan, kebaikan dan kemaslahatan.

Secara umum korban atau keluarga korban pembunuhan,

penganiayaan atau pelukaan, menghendaki agar pelaku

dihukum yang setimpal dengan perbuatannya, meskipun

sebagai ungkapan spontan. Sanksi dengan pidana

“setimpal‟, dalam hukum pidana Islam disebut qişâş.

Sanksi diyat, (ganti rugi) juga dapat diterima oleh

masyarakat Indonesia. Apalagi masyarakat Indonesia

dikenal sebagai masyarakat pemaaf dan selalu

mengedepankan kebersamaan dan musyarawarah dalam

menyelesaikan persoalan. Banyak kasus hukum yang

dalam KUHP sebagai kelalaian sehingga menyebabkan

orang lain mati (Pasal 359) dapat diselesaikan secara

kekeluargaan, saling memaafkan dan mengganti kerugian.

Page 37: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

27

Tiga kasus yang dijadikan obyek penelitian ini dapat

menjadi fakta, yaitu kasus; 1) Tabrakan dua sepeda motor

yang mengakibatkan ada korban yang meninggal dunia di

Demak. 2) Kasus tabrakan dua sepeda motor yang

mengakibatkan ada korban yang meninggal dunia di

Semarang. 3) Kasus mobil Suzuki Cary menabrak sepeda

motor yang mengakibatkan pengendara sepeda motor

meninggal dunia, di Pekalongan. Ketiga kasus tersebut

diselesaikan secara kekeluargaan dengan berdamai dan

pemberian ganti kerugian. Penyelesaian perkara tindak

pidana menghilangkan nyawa orang lain melalui

musyawarah mirip dengan ketentuan qişâş-diyat dalam

hukum pidana Islam. Hal ini menunjukkan bahwa hukum

pidana Islam sedikit banyak telah menjadi hukum yang

hidup (the living law).

Rumusan yang terdapat dalam RUU KUHP

khususnya terkait dengan pedoman pemidanaan, pidana

mati, hak korban, pembayaran ganti rugi dan

pengampunan, tentunya masih dapat berubah untuk

disempurnakan. Hal ini memberikan peluang terhadap

hukum pidana Islam agar khususnya ketentuan qişâş-diyat

untuk dapat dikontribusikan. Harapannya konsep hukum

Page 38: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

28

yang dihasilkan juga memberikan manfaat dan maslahat

seperti halnya tujuan utama dari hukum Islam.

Apabila disandingkan dengan hukum pidana Islam,

sanksi pidana dalam RUU KUHP ada kemiripan. Misalnya

tentang orientasi tujuan pemidanaan, pedoman

pemidanaan, kewenangan hakim dalam penerapan sanksi

pidana, dan ganti rugi. Apabila tujuan pemidanaan dalam

RUU KUHP mencakup pandangan-pandangan yang

menggabungkan kepentingan semuanya, dalam konsep

Islam juga sama20

. Hanya saja, dalam hubungannya dengan

aspek utilitas (kemanfaatan) pemidanaan khususnya yang

dapat dirasakan oleh korban kejahatan secara individu

(individual victim), hukum pidana Islam memiliki

komitmen yang lebih kuat dibandingkan RUU KUHP. Hal

ini dapat dilihat dari ketentuan qişâş-diyat yang merupakan

hak korban atau ahli warisnya. Konsep ini sangat

viktimologis seperti yang dikembangkan sebagai ilmu

bantu hukum pidana dewasa ini, dan ternyata telah ada dan

menjadi perhatian dalam hukum pidana Islam. Begitu juga

20

Menurut Muladi rumusan dalam RUU KUHP tentang tujuan

pemidanaan, pedoman pemidanaan, kewenangan hakim dalam penerapan

sanksi pidana, pemaafan, dan ganti rugi juga mengadopsi dari ketentuan

dalam hukum pidana Islam. Hasil wawancara tanggal 25 Nopember 2013,

jawaban via email.

Page 39: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

29

aspek kemanfaatan, hukum pidana Islam jauh lebih

terdepan dalam menekankan bahkan hukum harus memberi

manfaat.

Hukum “Islam” diadakan untuk menciptakan

kemaslahatan manusia selaku individu maupun

masyarakat. Maşlahat berarti menarik manfaat dan

menolak madharat. Maşlahat merupakan unsur utama

bangunan hukum “Islam” yang mengikat unsur-unsur lain.

Bahkan maşlahat merupakan inti dan substansi dari hukum

Islam21

. Menurut al-Syathibi, hukum Islam bertujuan

untuk mewujudkan kemaslahatan umum (maslalah al-

„ammah) dengan cara menjadikan aturan hukum yang

paling utama dan sekaligus shalih li kuli zaman wa makan

(kompatibel dengan kebutuhan ruang dan waktunya) untuk

sebuah kehidupan manusia yang adil, bermartabat, dan

bermanfaat. Al-Syathibi memberikan rambu-rambu untuk

mencapai tujuan-tujuan syari‟at yang bersifat dharuriyyah,

hajjiyyah, dan tahsiniyyah, dan berisikan lima asas hukum

syara‟22

. Teori maşlahat yang diperkenalkan al-Syathibi

21

Abû Hamid al-Ghâzali, Al-Muştaşfa min „Ilm al-Uşul, Beirut: Dâr al-

Ihya al-Turats al-Arabi, Jilid I, t.th., hlm. 281-282.

22Abî Ishâq Ibrâhim bin Musâ al-Syathibî, al-Muwâfaqât fî Uşûl al-

Ahkâm, Jilid II, Beirut: al-Maktabah al-„Aşiriyah, 2011, hlm. 5.

Page 40: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

30

dalam konsep maqashid al-syari‟yah ini tampaknya

relevan untuk menjawab persoalan hukum di masa depan.

Hukum menurut Savigny bukan hanya sekadar

ungkapan yang terdiri atas sekumpulan peraturan (judicial

precedent). Ada suasana dialogis antara hukum dengan

kondisi sosial masyarakat yang ada23

. Berbicara tentang

hukum, harus membicarakan tentang masyarakat, karena

tidak mungkin hukum tersebut terlepas dari masyarakat.

Savigny menyatakan “Das recht wird nicht gemacht, est ist

und wird mit dem volke” (hukum itu tidak dibuat

melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat24

.

Memandang hukum, berarti memandang masyarakat yang

bersangkutan. Apabila hukum tidak dapat dipisahkan

dengan masyarakat, maka hukum pidana Islam yang

berasal dari ajaran agama Islam juga bagian dari

masyarakat. Apalagi di Indonesia, praktek penyelesaian

perkara pidana dengan musyawarah untuk berdamai yang

sejalan dengan ketentuan qişâş-diyat dalam hukum pidana

Islam membentuk kesadaran hukum masyarakat.

23

Roger Cotterrell, The Sociologi of Law an Introduction, London:

Butterwoths, 1984, hlm. 2.

24Darji Darmodiharjo dan B. Arief Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat

Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama 2008, hlm. 124

Page 41: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

31

Ketentuan qişâş-diyat menjanjikan maşlahat bagi

korban dan keluarganya, dan juga masyarakat bersifat riil.

Dengan diserapnya ketentuan qişâş-diyat aspek

kemaslahatan dapat terpenuhi dalam pemidanaan,

meskipun sebagai sumber materiil simbolnya tidak lagi

menyebut hukum pidana Islam. Kebijakan hukum yang

memberikan hak penuh kepada korban kejahatan untuk

menentukan ada tidaknya proses hukum terhadap pelaku

kejahatan, merupakan perhatian dan perlindungan kepada

korban. Apabila korban atau ahli warisnya mengambil

sikap memaafkan pelaku kejahatan, maka proses

penyelesaian perkara secara hukum tidak boleh diteruskan.

Sebaliknya, apabila korban atau walinya menghendaki

proses penyelesaian perkara secara hukum, maka institusi

peradilan tidak boleh mengupayakan cara lain yang tidak

menjadi kehendak korban/keluarga korban.

Logika hukum demikian karena korban kejahatan

merupakan pihak yang langsung mengalami penderitaan

dibanding pihak lain seperti masyarakat luas ataupun

negara, sehingga wajar hukum berpihak kepadanya.

Apabila korban mengalami penderitaan psikologis maupun

material hingga meluapkan perasaan emosional untuk balas

dendam, maka diaturlah keinginan balas dendamnya

Page 42: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

32

tersebut agar proporsional/tidak berlebihan melalui

hukuman yang setimpal. Apabila korban dapat memahami

penderitaan akibat suatu kejahatan melalui nasehat-nasehat

keagamaan sehingga akhirnya lebih menempuh sikap yang

bijak, yakni dengan memaafkan pelaku, maka institusi

peradilan tidak dibenarkan memaksakan proses hukum

yang dapat berujung pada pemidanaan.

3. Konstruksi Pendekatan Restorative Justice dalam

Pembangunan Hukum Pidana Nasional Berbasis

Ketentuan Qişâş-Diyat dalam Hukum Pidana Islam

Restorative justice telah menjadi wacana global dan

dipandang sebagai filosofi pemidanaan baru yang sifatnya

berbeda dari pidana konvensional yang menempatkan

pelaku melawan negara. Kejahatan tidak hanya dilihat

sebagai pelanggaran undang-undang negara, melainkan

pelanggaran orang terhadap orang. Pendekatan restorative

justice prinsipnya untuk membangun partisipasi bersama

antara pelaku, korban, dan masyarakat dalam

menyelesaikan suatu tindak pidana untuk mencapai win-

win solutions serta implikasinya ke masa depan. Setiap

lima tahun sekali PBB menyelenggarakan kongres yang

disebut ”Congress on Crime Prevention and The

Page 43: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

33

Treatment of Offenders”. Kongres PBB ke-12 di Brasil, 12-

19 April 2010, merekomendasikan untuk mengevaluasi dan

mengadakan pembaharuan kebijakan peradilan pidana

dengan pengembangan strategi komprehensif termasuk

restorative justice25

.

Masyarakat Indonesia juga sudah familier dengan

pendekatan yang mirip restorative justice dalam

menyelesaikan perkara pidana menghilangkan nyawa

dengan bermusyawarah. Bahkan di dalam Pancasila

sebagai core philosopy bangsa Indonesia, restorative

justice juga dapat diurai. Sila ke-4 Pancasila menyebutkan

“Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan

dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Sila ini dapat

menjadi panduan dalam menentukan sebuah pilihan

melalui cara musyawarah dan mengutamakannya dalam

mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat

kebersamaan sehingga jika dibreakdown menjadi kata

kunci dalam restorative justice26

.

25

Kuat Puji Prayitno, “Restorative Justice untuk Peradilan dan Indonesia

(Perspektif Yuridis Filosofis dalam Penegakkan Hukum In Conreto)”, dalam

Jurnal Dinamika Hukum, Volume 12, Nomor 3, September 2012, hlm. 423.

26 Ibid., hlm. 414.

Page 44: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

34

Menurut perkembangan hukum Barat modern,

termasuk di Indonesia, yang berhak melaksanakan proses

pemidanaan adalah negara, oleh karena itu pelaku tindak

pidana berhadapan dengan negara. Akibat korban tidak

dilibatkan untuk menentukan pidana yang dijatuhkan

kepada pelaku, banyak menimbulkan masalah bagi korban

atau keluarganya karena kerugian yang diderita tidak

diganti. Untuk tindak pidana menghilangkan nyawa orang

lain atau yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain,

pelukaan atau penganiayaan, proses hukum tanpa

melibatkan korban atau keluarganya tidak akan

memberikan keadilan kepada korban atau keluarganya.

Keadilan yang dituju hanyalah keadilan yang diciptakan

dan menurut ukuran penguasa, yang tentu saja tidak sama

dengan keadilan menurut korban. Fokus perhatian

pemidanaan hanya pada upaya bagaimana agar pelaku

menjadi orang baik, pelaku menjadi orang yang berguna

kembali di masyarakat setelah menjalani hukuman, dan

sedapat mungkin dipidana seringan-ringannya. Sedangkan

pihak korban atau keluarganya yang dirugikan dan

terganggu keharmonisannya tidak mendapatkan perhatian.

Model pemidanaan demikian perlu dikaji kembali.

Harus dilihat apa yang menjadi penyebab terjadinya tindak

Page 45: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

35

pidana. Proses penyelesainnya harus dengan cara

melibatkan semua orang yang terkait dengan tindak pidana.

Proses ini akan jauh lebih efektif dan lebih diterima oleh

masyarakat karena pihak yang berhubungan dengan tindak

pidana secara bersama-sama mencari alternatif

pemecahannya. Model seperti ini di Indonesia telah dikenal

dan dipraktekkan oleh masyarakat, yaitu musyawarah

mufakat, yang dalam hukum pidana Islam berlaku untuk

tindak pidana qişâş-diyat melalui perdamaian (şulh).

Evaluasi untuk mendesain kembali model

pemidanaan agar lebih efektif dan memberikan keadilan

untuk semua pihak perlu dilakukan. Hukum pidana yang

ada sekarang, hanya berorientasi pada rehabilitasi pelaku

tindak pidana saja, sedangkan perlindungan terhadap

korban atau keluarganya tidak menjadi perhatian.

Diperlukan rumusan agar pendekatan restotarive justice ke

depan dapat dirumuskan dalam RUU KUHP sebagai model

penyelesaian perkara pidana dengan mengakomodir

ketentuan qişâş-diyat dalam hukum pidana Islam. Qişâş-

diyat berorientasi pada perlindungan korban (victim

oriented) dan masyarakat. Pemaafan/pengampunan sangat

dianjurkan daripada pelaksanaan qişâş, dan pemaafan baru

akan terjadi setelah adanya şulh dengan kebersihan hati

Page 46: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

36

kedua belah pihak. Şulh mengandung dimensi

pemberdayaan diri oleh para pihak melalui upaya dialog,

negosiasi, dan rekonsiliasi sehingga dimensi hubungan

dapat mengalami proses pemulihan.

Perkara pidana pada umumnya diselesaikan melalui

jalur formal, yaitu lembaga peradilan (litigasi). Jalur ini

terkenal dengan istilah in court system. Secara teori, ada

tiga hal yang hendak dicapai dari hasil final yang akan

dikeluarkan suatu lembaga peradilan tersebut, yaitu;

keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum27

. Meskipun

demikian, dalam praktek sangat sulit ketiganya dapat

terpenuhi sekaligus. Hasil yang akan tercipta dari proses

penyelesaiannya dikenal dengan istilah win lose solution,

yaitu akan ada pihak yang menang dan ada pihak yang

kalah.

Penegakan hukum pidana yang tersedia di Indonesia

dilaksanakan oleh instrumen-instrumen yang diberi

wewenang oleh Undang-undang. Pelaksanaan kewenangan

dan kekuasaannya dilakukan dalam suatu upaya yang

sistematis. Upaya yang sistematis ini dilakukan dengan

mempergunakan segenap unsur yang terlibat di dalamnya

27

Sudikno Mertokusumo, Ilmu Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta:

Liberty, 1997, hlm. 98.

Page 47: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

37

sebagai suatu kesatuan dan saling berhubungan (interelasi),

serta saling mempengaruhi satu sama lain. Upaya yang

demikian diwujudkan dalam sebuah sistem yang bertugas

menjalankan penegakan hukum pidana yaitu Sistem

Peradilan Pidana (Criminal Justice Sytem) yang pada

hakikatnya merupakan “sistem kekuasaan menegakkan

hukum pidana”28

.

Sistem peradilan pidana di Indonesia identik dengan

penegakan hukum pidana. Sistem penegakan hukum

pidana ini sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-

undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana, dilaksanakan oleh 4 (empat) sub sistem yaitu:

a. Kekuasaan penyidikan oleh lembaga kepolisian.

b. Kekuasaan penuntutan oleh lembaga penuntut umum

atau kejaksaan.

c. Kekuasaan mengadili oleh badan peradilan atau

hakim.

28

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Citra Adtya Bakti, 2001, hlm. 28.

Page 48: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

38

d. Kekuasaan pelaksanaan hukuman oleh aparat

pelaksana eksekusi (jaksa dan lembaga

pemasyarakatan)29

.

Salah satu dari berbagai masalah yang menjadikan

proses peradilan pidana adalah dilakukannya satu proses

yang sama bagi semua jenis perkara (one for all

mechanism). Selain itu, dalam sistem peradilan pidana

posisi korban dan keluarga korban tidak mendapat

perhatian. Hal ini berimplikasi pada dua hal yang

fundamental, yaitu tidak adanya perlindungan hukum bagi

korban, dan putusan hakim tidak akan memenuhi rasa

keadilan bagi korban30

. Kenyataan ini pula yang

mendorong sejumlah pakar hukum untuk mencari alternatif

penyelesaian perkara hukum di luar mekanisme peradilan.

Salah satu instrumen restorative justice adalah

mediasi yang untuk perkara pidana diistilahkan dengan

29

Keempat subsistem itu sebagai satu kesatuan sistem penegakan hukum

pidana yang integral atau sering disebut dengan istilah integrated criminal

justice system atau sistem peradilan pidana terpadu. M. Hatta, “Sistem

Peradilan Pidana Terpadu (Dalam Konsepsi dan Implementasi); Kapita

Selecta”, Yogyakarta: Galang Press, 2008, hlm: 47. 30

Angkasa, dkk., “Kedudukan Korban Tindak Pidana dalam Sistem

Peradilan Pidana (Kajian Tentang Model Perlindungan Hukum Bagi Korban

Serta Pengembangan Model Pemidanaan dengan Mempertimbangkan

Peranan Korban)” dalam Jurnal Penelitian Hukum Supremasi Hukum, Vol.

12 Nomor 2, Agustus 2007, hlm. 119

Page 49: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

39

mediasi penal, yang dikenal dengan istilah victim offender

mediation (mediasi antara korban dan pelaku). Mark

Umbreit, salah seorang pakar mediasi penal memakai

istilah humanistic mediation (pendekatan mediasi yang

manusiasi)31

. Dikenal pula istilah victim offender meeting

dan victim offender conferencing. Istilah penal mediation

(mediasi penal) juga dipakai karena mediasi digunakan

untuk mendamaikan perekara pidana, bukan perkara

perdata yang biasanya menjadi fungsi mediasi. Mediasi

penal di Belanda diistilahkan strafbemiddeling dan di

Prancis diistilahkan dengan de mediation penale32

.

Penelitian yang dilakukan oleh Umbreit menemukan

bahwa mediasi penal memberikan tingkat kepuasan yang

31

Mark Umbreit, “Humanistic Mediation; A Transformative Journey of

Peacemaking”, dalam Mark Umbreit, (Ed.), In the Handbook of Victim

Offender Mediation; An Essential Guide to Practice and Research, San

Fransisco, 2001, hlm. 9.

32Mediasi penal pertama kali dikenalkan di Kitchener-Ontario, Kanada

pada tahun 1974. Program ini kemudian menyebar ke Amerika Serikat,

Inggris dan negara Eropa lainnya. Amerika Serikat pertama kali

mempraktekkan mediasi penal di Elkhart-Indiana pada tahun 1979, dan di

Inggris dipraktekkan oleh The Exeter Youth Support Team, juga pada tahun

1979. Setelah itu, program mediasi penal tersebar ke banyak negara di

dunia, dan yang paling berkembang adalah negara-negara di Eropa seperti

Austria, Jerman, Belgia, Perancis, Polandia, Slovenia, Norwegia, Denmark,

dan Finlandia. DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal:

Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak, Depok: Indie

Publishing, 2011, hlm. 66.

Page 50: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

40

tinggi dan adil bagi para pihak dan menghasilkan lebih dari

90% kesepakatan yang sukses diraih untuk mengompensasi

korban. Penelitian lain yang dilakukan oleh Umbreit dan

Armour mencatat tingkat keberhasilan yang cukup tinggi,

yaitu 40%-60% di mana para pihak mengikuti proses

mediasi penal33.

Mediasi penal memberikan manfaat yang besar bagi

kedua belah pihak, yaitu korban dan pelaku yang dapat

digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 2

Manfaat Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Pidana34

No. Bagi Korban Bagi Pelaku

1 Mengenali dan

mempelajari pelaku

Mengenali korban atau

keluarga korban

2 Mencurahkan perasaan

dan kebutuhan akibat

kejahatan

Mengetahui akibat

perbuatannya dan kerugian

yang diderita korban atau

keluarganya

3 Menerima atau menolak

permintaan maaf, dan

ganti rugi

Meminta maaf, menawarkan

ganti rugi

4 Menyelesaikan konflik Introspeksi

5 Melupakan kejahatan di

masa yang akan datang

Tidak akan mengulangi

perbuatan

33

Mark Umbreit dan Mearilyn Peterson Armour, Restorative Justice

Dialogue: An Essential Guide for Research and Practive, New York:

Springer Publishing, 2010, hlm. 129. 34

Ibid., telah dimodifikasi oleh penulis.

Page 51: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

41

Sebagai sebuah menakisme penyelesaian tindak

pidana, mediasi penal juga memiliki kelemehan-

kelemahan. Seperti disebutkan oleh Umbreit dan Coates

dari hasil penelitian, ditemukan beberapa faktor kelemahan

mediasi penal yang membuat pihak korban mengalami

kekecewaan, yaitu:

a. Kurangnya tindak lanjut pelaku terhadap kesepakatan

yang telah dibuat.

b. Penundaan antara perbuatan kriminal yang telah

dilakukan dan solusinya karena proses mediasi penal.

c. Banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk

berpartisipasi dalam proses mediasi penal, apabila

menggunakan shuttle mediation (mediator bertemu

kedua belah pihak di tempat yang terpisah) atau

indirect mediation (mediasi tidak langsung).

d. Sering kali pelaku yang melakukan tindak kriminal

karena miskin tidak mampu membayar ganti rugi yang

diajukan oleh korban yang mengakibatkan gagal

tercapainya kesepakatan.

e. Banyak pelaku yang hanya memanfaatkan mediasi

penal sebagai cara untuk menghindar dari peradilan

Page 52: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

42

pidana, setelah tercapainya kesepakatan perdamaian,

mereka tidak mau melaksanakannya35

.

Potensi pendekatan restorative justice melalui

pelembagaan mediasi penal ke depan sudah termuat dalam

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (RUU KUHP) seperti disebutkan dalam Buku I Bab

IV Gugurnya Kewenangan Penuntutan dan Pelaksanaan

Pidana, Bagian Kesatu, Gugurnya Kewenangan Penuntutan

Pasal 153 hurup d. bahwa kewenangan penuntutan gugur

jika … penyelesaian di luar proses ….36

. Namun ketentuan

tersebut perlu dipertegas atau diperjelas untuk jenis tindak

pidana apa dan di luar proses yang seperti apa, sehingga

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak

dan aparat penegak hukum.

Sesuai dengan perkembangan internasional, dengan

syarat-syarat tertentu asas restorative justice (peacefully

solution) dapat dimanfaatkan sebagai alternatif dari

retributive justice. Hal ini (diversi) sudah diwajibkan

dalam Undang-undang RI Nomor 11 tahun 2012 tentang

35

DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, op.cit., hlm. 83-89.

36Menurut Barda Nawawi Arief, rumsuan tersebut belum menyebutkan

penyelesaian di luar proses secara spesifik dan dapat dikembangkan dalam

RUU KUHAP atau Undang-undang tersendiri. Hasil wawancara Tanggal 11

Pebruari 2015.

Page 53: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

43

Sistem Peradilan Pidana Anak, dan dapat dikembangkan

dalam RUU KUHAP yang sudah termuat yaitu

keseimbangan antara kepentingan pelaku, korban dan

masyarakat.

Dengan memperjelas “penyelesaian di luar proses”,

maka mediasi penal dalam sistem peradilan pidana ke

depan menjadi terlembagakan dan memiliki payung

hukum. Maksud “penyelesaian di luar proses” dapat

diperjelas dengan menyerap ketentuan perdamaian yang

ada dalam hukum pidana Islam.

Hukum pidana Islam menekankan penyelasaian

perkara dengan cara perdamaian (şuhl). Bukan hanya

perdata, tetapi juga pidana. Bahkan tindak pidana yang

sangat berat yaitu pembunuhan dan pelukaan yang diancam

pidana qişâş-diyat. Segala sengketa pada prinsipnya dapat

didamaikan apabila ada kesepakatan, meskipun ada

pengecualian. Perdamaian (şulh) mengasumsikan bahwa

kejahatan yang berkaitan dengan hubungan pribadi antara

orang dengan orang tertentu bukanlah sebuah masalah

yang berkaitan dengan publik (private). Peran negara harus

sebagai penjamin terlaksananya hasil perdamaian. Bukan

sebaliknya, mengambil alih atas nama korban yang justru

yang keputusannya bertentangan dengan yang dibutuhkan

Page 54: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

44

dan dikehendaki korban37

. Proses penyelesaian perkara

pidana melalui şulh dimaksudkan agar dapat lebih

fleksibel. Hasil dari proses şuhl dapat berbeda tergantung

dari tingkat kejahatannya, kerusakan yang disebabkan,

yaitu dapat berupa pemaafan dengan ganti kerugian dan

pemaafan tanpa ganti kerugian. Bagi korban atau

keluarganya dapat menghasilkan kebesaran hati untuk

memaafkan dan menerima ganti kerugian38

.

Seandainya korban atau keluarganya tetap tidak mau

memaafkan, dapat membuat pelaku merasakan apa yang

dirasakannya. Hal yang seperti ini dinamakan dengan qişâş

atau yang biasa disebut dengan pembalasan sistematis.

Namun qişâş sedapat mungkin dihindari seperti disebutkan

dalam Q.S. al-Baqarah ayat 178: “… maka barang siapa

yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,

hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang

37

Seperti disebutkan oleh ND yang lebih memilih menyelesaikan perkara

pidana terhadap nyawa melalui musyawarah di Pekalongan, dengan salah

satu pertimbangan lebih baik biaya yang akan dikeluarkan oleh TMD

(pelaku yang menabrak isterinya ND hingga meninggal) jika menempuh

jalur hukum, disumbangkan untuk perawatan jenazah, mitoni dan uang

duka. Hasil wawancara tanggal 30 Nopember 2013.

38Mumtaz M. Qafisheh, “Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A

Contribution to the Global System”, dalam International Journal of

Criminal Justice Sciences, Volume 7, Issue 1, January – June 2012, hlm.

488.

Page 55: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

45

baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat)

kepada yang member maaf dengan cara yang baik (pula)

…”39

. Disebutkan pula dalam sebuah hadits yang

diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ashab al-

Sunnah: “Setiap perkara yang dilaporkan kepada

Rasulullah yang berkaitan dengan hukuman qişâş,

Rasulullah Saw. selalu memerintahkan pemaafan”40

.

Sedangkan pelaku mendapatkan kesempatan untuk

meminta maaf secara langsung pada korban atau ahli

warisnya, mengungkapkan penyesalan, dan bertanggung

jawab dengan mengganti kerugian.

Konstruksi restorative justice berbasis qişâş-diyat

adalah sebagai pengganti proses peradilan pidana di mana

perkara dialihkan (diverted) ke proses mediasi.

Kesepakatan yang berhasil diraih akan disahkan oleh

putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Putusan pengadilan sebagai legitimator saja atas

kesapakatan damai setelah ganti rugi dibayar oleh pelaku,

atau atas jaminan ganti rugi akan segera dibayar. Hal ini

39

Tim Penyelenggara Penterjemah al-Qur‟an, al-Qur‟an, dan

Terjemahnya, Medinah: Mujamma‟ al-Malik Fadh li Thiba‟at al-Mushaf al-

Syarif, 1418 H., hlm. 43.

40 Audah, Jilid II, op.cit., hlm. 287.

Page 56: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

46

sesuai dengan ketentuan qişâş-diyat dalam hukum pidana

Islam, dan juga pengembangan yang sudah termuat dalam

RUU KUHP tentang penyelesaian di luar proses.

Konstruksi ini juga merujuk pada praktek masyarakat

dalam menyelesaikan tindak pidana, dan juga dalam

rangka menguruangi beban sistem peradilan pidana. Peran

mediator menjadi sangat penting, sehingga perlu dibentuk

komisi atau lembaga pemaafan (al-işlah wa al-afwun) atau

dengan istilah lain yang bertindak sebagai mediator sangat

diperlukan yang ada di setiap kabupaten-kota.

Agar mengikat dan menjadi sistem dalam

penyelesaian perkarana pidana ke depan, maka harus

termuat di dalam KUHP dengan mengubah rumusan Pasal

153 bahwa kewenangan penuntutan gugur jika … d.

penyelesaian di luar proses melalui lembaga perdamaian

atau pemaafan.

Rumusan pasal-pasal dalam Buku II tentang Tindak

Pidana khususnya Bab XXIII Tindak Pidana terhadap

Nyawa Bagian Kesatu, Pembunuhan, Pasal 585 juga

diubah seperti contoh berikut:

(1) Setiap orang yang dengan sengaja, atau dengan

rencana terlebih dahulu merampas nyawa

seorang lain, diancam karena pembunuhan

Page 57: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

47

berencana, dipidana dengan pidana mati atau

pidana seumur hidup.

(2) Pidana mati atau pidana seumur hidup

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

gugur jika ahli waris korban memaafkan.

(3) Jika ahli waris korban memaafkan, pidana mati

atau pidana seumur hidup diganti dengan pidana

ganti rugi yang diberikan kepada ahli waris

korban yang besarannya disepakati antara ahli

waris korban dengan pelaku dengan prinsip

kebaikan, perhatian dan perlindungan.

(4) Proses pemaafan dan penentuan jumlah ganti

rugi dilakukan melalui lembaga pemaafan yang

hasilnya akan dilegitimasi oleh pengadilan

sebagai jaminan bahwa kesapakatan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) akan

dilaksanakan.

Mekanisme kerja lembaga pemaafan adalah di luar

proses peradilan, namun masih terintegrasi dalam sistem

peradilan sebagai pintu/kamar tersendiri. Untuk melihat

alur penyelsaian perkara pidana melalui lembaga pemaafan

sebagai konstruksi pendekatan restorative justice berbasis

qişâş-diyat dapat dilihat dalam ragaan berikut:

Page 58: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

48

Ragaan

Konstruksi Pendekatan Restorative Justice

Berbasis Qişâş-Diyat

Lembaga pemaafan berfungsi agar perdamaian bisa

tercapai dan nilai ganti kerugian disepakati dengan prinsip

bi al-ma‟ruf (kebaikan) dan menghindari tuntutan ganti

rugi yang melampaui batas atau komersialisasi ganti rugi.

Sedangkan legitimasi pengadilan diperlukan sebagai

jaminan bahwa pelaku telah memberikan ganti kerugian

PELAKU LAPORAN/TANPA

LAPORAN

KORBAN

LEMBAGA

PEMAAFAN PENYIDIK POLISI

JAKSA PENUNTUT

UMUM PROSES

PERDAMAIAN

LEGITIMASI

PENGADILAN KESEPAKATAN

PERDAMAIAN

Page 59: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

49

kepada korban atau ahli warisnya atau ada jaminan bahwa

ganti kerugian akan terbayar. Legitimasi pengadilan juga

sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam memberikan

perhatian dan perlindungan terhadap pihak-pihak.

F. Penutup

1. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan

sebagai berikut: 1) Hukum pidana Islam adalah sebagai

sumber materiil dalam pembangunan hukum pidana

nasional. Posisi hukum pidana Islam sebagai sumber

materiil merupakan corak hukum Islam yang menekankan

aspek subtansi, bukan legal formalnya. Posisi hukum

pidana Islam sebagai sumber materiil, akan menemui

problem internal dan eksternal. Problem internalnya akan

sulit diterima oleh kalangan umat Islam yang menghendaki

hukum pidana Islam diterapkan secara formal. Problem

eksternalnya dimungkinkan adanya anggapan akan

menjadikan hukum pidana Islam sebagai hukum positif,

dan tidak sedikit pandangan pakar hukum yang tidak

mengetahui eksistensi hukum pidana Islam dan

memandangnya sebagai subsistem dari hukum adat

sehingga harus sesuai dengan hukum adat. 2) Ketentuan

Page 60: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

50

qişâş-diyat dapat dikontribusikan untuk menyermpurnakan

RUU KUHP. Rumusannya tidak harus persis, namun

esensinya sama, yaitu memberi hak kepada keluarga

korban untuk ikut menentukan hukuman, memberikan

perhatian dan perlindungan kepada korban atau

keluargannya. 3) Pendekatan restorative justice perlu

diterapkan agar orientasi pemidanaan tidak hanya

memperhatikan pelaku tindak pidana saja, melainkan juga

korban atau ahli warisnya. Rumusannya berbasis ketentuan

qişâş-diyat dalam hukum pidana Islam, karena memiliki

komitmen kuat dalam memberikan perhatian dan

perlindungan kepada korban atau ahli warisnya dan tetap

melibatkan peran negara. Diperlukan payung hukum agar

pendekatan restotarive justice dapat diterapkan, yaitu

diatur dalam KUHP baru. Konstruksinya melalui lembaga

pemaafan yang mekanisme di luar proses peradilan pidana

tetapi masih terintegrasi dalam sistem peradilan sebagai

pintu atau kamar tersendiri.

Page 61: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

51

2. Saran

Setelah dilakukan pembahasan menyeluruh, peneliti

memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Hukum pidana Islam dijadikan sumber materiil dalam

pembangunan hukum pidana nasional, karena telah

menjadi hukum yang hidup dan membentuk kesadaran

hukum masyarakat. Hukum pidana Islam juga pernah

diterapkan di Nusantara pada zaman kerajaan-kerajaan

Islam.

2. Ketentuan qişâş-diyat dalam hukum pidana Islam

dikontribusikan dalam pembangunan hukum pidana

nasional dengan menyempurnakan ketentuan yang

sudah diatur dalam RUU KUHP.

3. Pendekatan restorative justice yang berbasis qişâş-diyat

agar diatur dalam RUU KUHP, dan penyelesaian

perkara pidana pembunuhan dan penganiayaan atau

perkara pidana lainnya yang merugikan korban,

diseselaikan di luar proses peradilan melalui lembaga

pemaafan. Pengadilan nantinya hanya melegitimasi saja

hasil perdamaian yang telah dicapai.

Page 62: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

52

3. Implikasi Studi

Hasil studi ini dapat memberikan implikasi teoritis

dan praktis. Secara teoritis hasil studi ini sebagai

sumbangan teori bagi tersusunnya hukum pidana nasional

yang memuat nilai-nilai agama yang dianut oleh

masyarakat. Hukum pidana Islam telah menjadi hukum

yang hidup di masyarakat, karena dalam sejarahnya pernah

diterapkan secara formal di kesultanan yang ada di

Nusantara. Dengan studi ini, dapat memberikan warna

dalam studi ilmu hukum khususnya hukum pidana, dan ke

depan hukum pidana Islam mendapat tempat yang

proporsional dalam kajian teoritis ilmu hukum di hadapan

hukum Barat dan hukum adat.

Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini dapat

menjadi bahan penting dalam pembangunan hukum pidana

nasional khususnya penyempurnaan RUU KUHP. Hukum

pidana Islam kaya dengan asas-asas maupun teori-teori

pemidanaan yang menjadi diskursus hukum Barat modern.

Ketentuan yang sudah termuat dalam RUU KUHP dapat

disempurnakan dengan ketentuan qişâş-diyat, sehingga

menjadi pendekatan restorative justice berbasis qişâş-

diyat.

Page 63: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

53

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghâzali, Abû Hamid, Al-Muştaşfa min „Ilm al-Uşul, Beirut:

Dâr al-Ihya al-Turats al-Arabi, Jilid I, t.th..

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum

dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, Cet. ke-11, 2004.

Al-Syathibî, Abî Ishâq Ibrâhim bin Musâ, al-Muwâfaqât fî Uşûl

al-Ahkâm, Jilid II, Beirut: al-Maktabah al-„Aşiriyah, 2011.

Angkasa, dkk., “Kedudukan Korban Tindak Pidana dalam

Sistem Peradilan Pidana (Kajian Tentang Model

Perlindungan Hukum Bagi Korban Serta Pengembangan

Model Pemidanaan dengan Mempertimbangkan Peranan

Korban)” dalam Jurnal Penelitian Hukum Supremasi

Hukum, Vol. 12 Nomor 2, Agustus 2007.

Anwar, Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta:

RM. Books, 2007.

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum

Pidana; Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,

Jakarta: Kencana, 2010.

Arief, Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan

Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Citra

Adtya Bakti, 2001.

Audah, Abd al-Qâdir, al-Tasyrî‟i al-Jinâ‟î al-Islâmî;

Muqâranân bi al-Qânun al-Wadh‟î, Jilid I, Beirut:

Muasasah al-Risâlah Litibâah wa al-Nasyr wa al-Tauzi‟î,

1992.

Azizy, Qodri Abdillah, Membangun Integritas Bangsa, Jakarta:

Renaisan, 2004.

Page 64: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

54

Cotterrell, Roger, The Sociologi of Law an Introduction,

London: Butterwoths, 1984.

Darmodiharjo, Darji, dan B. Arief Shidarta, Pokok-Pokok

Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum

Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2008.

Denzim, Norman K., dan Yvonna S. Lincoln, Hanbook of

Qualitative Research, Terjemaha, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2010.

Dewi, DS., dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal:

Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak, Depok:

Indie Publishing, 2011.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid II, Yogyakarta:

Andi Offset, 1995.

Hatta, M., “Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Dalam

Konsepsi dan Implementasi); Kapita Selecta”, Yogyakarta:

Galang Press, 2008.

Haykal, Muhammad Khayr, al-Jihâd wa al-Qitâl fi al-Siyâsah

al-Syar‟iyyah, Juz I, Beirut: Dâr al-Bayariq, Cet. II, 1996.

Julijanto, Muhammad, “Implementasi Hukum Islam di

Indonesia; Sebuah Perjuangan Politik Konstitusionalisme”,

dalam Makalah “Conference Procedings Annual

International Conference on Islamic Studies”, Mataram,

September 2013.

Lamintang, P.A.F., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,

Bandung: Sinar Baru, 1999.

Mahfud MD., Moh., “Politik Hukum dalam Perda Berbasis

Syari‟ah”, dalam Jurnal Hukum, No. 1 Vol. 14, Januari

2007.

Page 65: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

55

Mertokusumo, Sudikno, Ilmu Hukum Suatu Pengantar,

Yogyakarta: Liberty, 1997.

Miles, Mattew B., dan A. Michael Huberman, Analisis Data

Kualitatif, Jakarta: UI Press, 1992.

Moeleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2001.

Prayitno, Kuat Puji, “Restorative Justice untuk Peradilan dan

Indonesia (Perspektif Yuridis Filosofis dalam Penegakkan

Hukum In Conreto)”, dalam Jurnal Dinamika Hukum,

Volume 12, Nomor 3, September 2012..

Qafisheh, Mumtaz M., “Restorative Justice in the Islamic Penal

Law: A Contribution to the Global System”, dalam

International Journal of Criminal Justice Sciences,

Volume 7, Issue 1, January – June 2012.

Sularno, M., “Syari‟at Islam dan Upaya Pembentukan Hukum

Positif di Indonesia”, dalam Jurnal al-Mawardi, Edisi

XVI, 2006.

Tanya, Bernard T., dkk., Teori Hukum; Strategi Tertib Manusia

Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta

Publishing, 2010.

Tim Penyelenggara Penterjemah al-Qur‟an, al-Qur‟an, dan

Terjemahnya, Medinah: Mujamma‟ al-Malik Fadh li

Thiba‟at al-Mushaf al-Syarif, 1418 H.

Turner, Jonathan H., The Structure of Sociological Theory,

Homewood Illinois: The Dorsey Press, 1975.

Umbreit, Mark, “Humanistic Mediation; A Transformative

Journey of Peacemaking”, dalam Mark Umbreit, (Ed.), In

the Handbook of Victim Offender Mediation; An Essential

Guide to Practice and Research, San Fransisco, 2001.

Page 66: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

56

Umbreit, Mark, dan Mearilyn Peterson Armour, Restorative

Justice Dialogue: An Essential Guide for Research and

Practive, New York: Springer Publishing, 2010.

Zamroni, Pengembangan Pengantar Teori Sosial, Yogyakarta:

Tiara Yoga, 1992.

Page 67: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

57

BIODATA PENULIS

Identitas Diri

Nama Lengkap Achmad Irwan Hamzani

Jenis Kelamin Laki-laki

Tempat dan Tanggal

Lahir

Pemalang, 15 Juni 1976

Pekerjaan Dosen Tetap Fakultas Hukum

Universitas Pancasakti

NIDN 0615067604

Jabatan Fungsional Lektor

Alamat Kantor Jln. Halmahera Km. 1 Tegal Jawa

Tengah, Telp. (0283) 358745

Alamat Rumah Karangjati RT 02 RW 01 Wiradesa

Pekalongan

Nomor HP 0816647283 / 08122564208

E-Mail [email protected]

Nama Isteri Nur Khasanah

Nama Anak Haidar Mahdi Niejad

Nabila Afrah Manahil

Pengalaman Pekerjaan/Aktivitas Lain

Jabatan/Pekerjaan Tahun

Dosen Tidak Tetap Universitas Pekalongan,

STMIK Himsya Semarang, STIT Pemalang

2005-2013

Ketua Gugus Penjamin Mutu Fakultas Hukum

Universitas Pancasakti

2011-2013

Pengurus Bidang Dakwah Yayasan Pendidikan

dan Pengembangan Sumber Daya Insani Al-

Ummah Kota Pekalongan

2012-Sekarang

Tim Seleksi Calon Anggota KPU Kota

Pekalongan

2013

Panitia Pengawas Pemilihan Bupati dan Wakil

Bupati Pekalongan 2015

2015

Page 68: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

58

Riwayat Pendidikan Tinggi

Jenjang Fakultas/Progdi Perguruan Tinggi Tahun

S1 Fakultas

Syari‟ah/Siyasah

Jinayah

IAIN Walisongo 1999-2003

S2 Program

Magister/Hukum

Islam

IAIN Walisongo 2003-2005

S3 Doktor Ilmu

Hukum

Universitas

Diponegoro

2011-2015

Pengalaman Organisasi

No. Organisasi Tahun

1 BEM Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo 2002

2 HMI Cabang Semarang 1999-2003

3 Ikatan Da‟i Indonesia Jawa Tengah 2007-2011

4 Presidium KAHMI Pekalongan 2015-2018

Buku

No. Judul

1 Perkembangan Hukum Wakaf di Indonesia

2 Hukum Islam di Indonesia

Page 69: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

59

Publikasi dalam Jurnal Ilmiah 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/

Nomor/Tahun

1 Towards Indonesia As A

State Law Happiest

People

International

Journal of

Bisiness,

Economics and

Law

Vol. 6/April/

2015, ISSN

No. 2289-1552

2 Nasab Anak Luar Kawin

Pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi

Nomor 46/PUU-

VIII/2010

Jurnal

Konstitusi

Vol. 12/No. 1/

2015/, ISSN

No. 2338-5413

Terakreditasi

3 Kontekstualitas Hukum

Islam di Indonesia; Studi

terhadap Hukum Wakaf

Jurnal

Masalah-

masalah

Hukum

Jilid 43 No. 3/

Juli 2014

Terakreditasi

4 Hubungan Rule of Law

dan Hak Asasi Manusia

dalam Negara Demokrasi

Jurnal Diktum Vol. 1/No. 2/

2013, ISSN

No. 2338-5413

5 Menggagas

Pembangunan Hukum

Nasional Berbasis

Religius

Jurnal Hukum

Islam

Vol. 10/No.

2012, ISSN

No. 1829-7382

6 Penyelesaian Sengketa

Konsumen di Luar

Pengadilan

Jurnal

Sosekhum

Vol. 7/No. 1/

2011, ISSN

No. 1858-4500

7 Pembagian Peran Suami

Isteri dalam Keluarga

Islam Indonesia

Jurnal

Sosekhum

Vol. 6/No.

2/2010, ISSN

No. 1858-4500

8 Menggagas Ilmu Hukum

Khas Indonesia

Jurnal Cermin Vol. 46/No.

1/2010, ISSN

No. 0852-8357

Page 70: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

60

Pengalaman Penelitian 5 Tahun Terakhir

No. Judul Penelitian Sumber

Dana

Tahun

1

Pengembangan Model Perlindungan

Hukum terhadap Aset Publik Berbasis

Kearifan Lokal (Kajian Sosio Yuridis

terhadap Pengadministrasian Harta

Benda Wakaf di Kecamatan Wiradesa

Kabupaten Pekalongan)

Dikti 2015

2

Implikasi Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010

terhadap Nasab Anak Luar Kawin

Ditinjau menurut Hukum Islam

Universitas

Pancasakti

2013

3

Hibah / Beasiswa Disertasi LPDP

Kementerian

Keuangan

2013-

2015

4

Kontekstualitas Hukum Islam di

Indonesia; Studi terhadap Hukum

Wakaf

Universitas

Pancasakti

2012

5

Persepsi Masyarakat terhadap

Efektivitas Menyalakan Lampu

Sepeda Motor di Siang Hari untuk

Mengurangi Resiko Kecelakaan di

Kota Tegal

Universitas

Pancasakti

2012

6

Penyelesaian Sengketa Konsumen di

Luar Pengadilan menurut Undang-

undang RI Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen;

Tinjauan Hukum Islam

Universitas

Pancasakti

2011

7

Pembangian Peran Suami Isteri dalam

Keluarga Islam di Indonesia; Kajian

Normatif dan Sosiologis

Universitas

Pancasakti

2011

8

Kajian Gender terhadap Hak-hak

Perempuan dalam Kompilasi Hukum

Islam

Departemen

Agama RI

2010

Page 71: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

61

Pengalaman Pengabdian Masyarakat 5 Tahun Terakhir

No. Judul Pengabdian Sumber

Dana

Tahun

1 Pendampingan Pendaftaran Etiket

Merek bagi Pengusaha Batik

Tegalan

Universitas

Pancasakti

2012

2

Pelatihan Pembuatan Etiket Merek

bagi Pengusaha Batik Tegalan

Universitas

Pancasakti

2011

3 Membangun Budaya Tertib Huum di

Masyarakat

Universitas

Pancasakti

2010

Pemakalah Seminar (Oral Presentation) 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar

Judul Artikel Waktu dan

Tempat

1

Sosialisasi Rencana

Aksi Nasional Hak

Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia dalam

Konstruksi Hukum di

Indonesia

19-21 Nop

2013, Pemkot

Tegal

2

Pembangunan

Berbasis Hak Asasi

Manusia

Perlindungan Hak Asasi

Manusia; Antara Wacana

dan Aksi

26 Juni 2013,

Bahari Inn

Tegal

3

Seminar Nasional

dan Call for Papers

“Perkembangan

Hukum Islam dan

Permasalahan

Penegakannya di

Indonesia”

Memposisikan Hukum

Islam dalam Arah

Pembangunan Hukum

Nasional

29 Nop 2012,

Fakultas Hukum

Universitas

Diponegoro

4

Seminar Smart

Women

Menjadi Perempuan

Cerdas dalam Pilihan

Politik

29 Mei 2011,

Hotel Syari‟ah

Pekalongan

5

Penyuluhan

Menciptakan Budaya

Politik bagi Kaum

Marginal

Akses Politik for All 16 Mar 2011,

Gedung

Pramuka Batang

Page 72: DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL … · Dr. Ahmad Rofiq, MA (Penguji Eksternal) 4. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH (Penguji) 5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH, MH

62