dalam kajian sosiologi sastra

6
REPRESENTASI KEKUASAAN PADA NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI Dalam kajian sosiologi sastra, dapat dikatakan bahwa karya sastra merupakan representasi dari realitas sosial. Realitas itu dibungkus penulis melalui karya sastra yang dibuatnya. Obyek karya sastra adalah realitas (Kuntowijoyo:127),oleh karena itu maka sebuah karya sastra merupakan cerminan realitas yang lebih lengkap dan jauh lebih komplit ketimbang cermin realitas itu sendiri. Lukacs menegaskan pandangan tentang karya realisme yang sungguh-sungguh sebagai karya yang memberikan perasaan artistik yang bersumber dari imajinasi-imajinasi yang diberikannya. Imajinasi-imajinasi itu memiliki totalitas intensif yang sesuai dengan totalitas ekstensif dunia.Penulis tidak memberikan gambaran dunia abstrak melainkan kekayaan imajinasi dan kompleksitas kehidupan untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat yang ideal. Jadi sasarannya adalahpemecahan kontradiksi melalui dialektika sejarah. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena idividual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah 'proses yang hidup'.Sastra tidak mencerminkan realitas sebagai semacam fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang mencerminkan realitas.Dengan demikian, sastra dapat

Upload: fairuzul-mumtaz

Post on 26-Oct-2015

88 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kajian Sosiologi Sastra

TRANSCRIPT

Page 1: Dalam Kajian Sosiologi Sastra

REPRESENTASI KEKUASAAN PADA NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI

Dalam kajian sosiologi sastra, dapat dikatakan bahwa karya sastra merupakan representasi dari

realitas sosial. Realitas itu dibungkus penulis melalui karya sastra yang dibuatnya. Obyek karya

sastra adalah realitas (Kuntowijoyo:127),oleh karena itu maka sebuah karya sastra merupakan

cerminan realitas yang lebih lengkap dan jauh lebih komplit ketimbang cermin realitas itu

sendiri.

Lukacs menegaskan pandangan tentang karya realisme yang sungguh-sungguh sebagai

karya yang memberikan perasaan artistik yang bersumber dari imajinasi-imajinasi yang

diberikannya. Imajinasi-imajinasi itu memiliki totalitas intensif yang sesuai dengan totalitas

ekstensif dunia.Penulis tidak memberikan gambaran dunia abstrak melainkan kekayaan imajinasi

dan kompleksitas kehidupan untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat yang ideal. Jadi

sasarannya adalahpemecahan kontradiksi melalui dialektika sejarah.

Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena idividual secara tertutup

melainkan lebih merupakan sebuah 'proses yang hidup'.Sastra tidak mencerminkan realitas

sebagai semacam fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang mencerminkan

realitas.Dengan demikian, sastra dapat mencerminkan realitas secara jujur dan objektif dan dapat

juga mencerminkan kesan realitas subjektif (Selden, 1991:27).

Salah satu jenis karya sastra yang mampu membungkus realitas adalah novel. Novel

adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk

tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya

menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.

Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca

kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel

tersebut.

Menurut khasanah kesusastraan Indonesia modern, novel berbeda dengan roman.Sebuah

roman menyajikan alur cerita yang lebih kompleks dan jumlah pemeran (tokoh cerita) juga lebih

banyak. Hal ini sangat berbeda dengan novel yang lebih sederhana dalam penyajian alur cerita

dan tokoh cerita yang ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak.

Page 2: Dalam Kajian Sosiologi Sastra

Jika dilihat melalui kacamata sosiologi sastra, pembuatan novel tida bisa lepas dari tiga

hal, seperti yang digambarkan Rene dan Wellek. Pertama, melalui kacamata pengarang. Pada

sudut padnang ini karya sastra, semisal novel adalah cermina dari pengalaman penulis yang

bercampur dengan imajinasi penulis namun bisa juga tidak. Kedua, merupakan representasi

fenomena di masyarakat. Sudut pandang ini memperlihatkan bagaimana novel mampu menjadi

alat penyampai informasi atau fenomena di masyarakat. Ketiga, dampak karya sastra terhadap

pembaca. Pada sudut pandang ini, suatu karya sastra akan berdampak pada masyarakat dan

sejauh mana dampak tersebut mempengaruhi masyarakat.

Atas dasar tersebut tepatlah yang digambarkan Lukacs menyoal karya sastra, khususnya

novel. Meminjam istilah Marxim Gorxy bahwa karya sastra adalah sepenuhnya cermin realitas,

namun karya sastra tersebut juga memungkinkan untuk menambah atau mengurangi realitas

tersebut karena kekuasaan yang ada dari si penulis. Penulis, dalam membuat karya sastra, baik

itu puisi hingga novel adalah penguasa tunggal yang melegitimasikan kekuasaannya dalam

bentuk karya sastra.

Begitu juga dengan realitas yang diangkat dalam karya sastra. Realitas pada masyarakat

merupakan suatu hal yang biner. Ada yang beranggapan realitas tersebut salah dan ada pula yang

beranggapan bahwa realitas itu adalah sebenar-benarnya kebenaran. Meski demikian, satu hal

yang dapat disimpulkan dari keadaan tersebut adalah realitas adalah bentukan kekuasaan,

membentuk kekuasaan, dan arena pertempuran kekuasaan dari setiap masyarakat.

Ketika penulis menyingkap relaitas tersebut, maka ketika itu pula ia sudah menjadi alat

pembenaran dari kekuasaan yang berkelindan dalam realitas tersebut. Ketika menjadi alat

pembenaran, maka karya sastra telah menjadi suatu alat politik yang membuat orang patuh akan

realitas yang diungkap. Namun, tentunya bukan jaminan setiap orang akan patuh. Pembaca bisa

saja menolak realitas yang ditawarkan karena dalam konteks wacana kekuasaan, pembaca

tentunya juga seorang yang berkuasa.

Pada realita kontemporer, masyarakat acapkali menjadi alat sekaligus aktor dalam

membentuk realitas. Perkembangan budaya dan percampuran budaya menjadi tunggangan dalam

perebutan tersebut. Globalisasi membuat percampuran budaya semakin sering terjadi. Masuknya

budaya asing yang bersifat kekinian ditengah masyarakat yang masih setengah feodal membuat

perebutan semakin sengit. Sebagian menerima, sebagian lagi tidak. Keadaan ini menggambarkan

Page 3: Dalam Kajian Sosiologi Sastra

bahwa realitas tidak lebih dari bentukan kekuasaan yang sicara sadar atau tidak sadar diungkap

penulis dalam karya sastra, khususnya novel.

Salah satu novel yang membungkus karya sastra tersebut adalah novel yang dibuat oleh

Okky Madasari berjudul Entrok. Novel ini adalah sebuah novel yang banyak berbicara menyoal

realitas sosial.Terbit tahun 2010, novel ini bercerita soal orang-orang yang ingin menunjukan

eksistensi diri melalui barang atau perilaku. Tokoh utama dalam novel ini bernama Marni, yang

sangat menginginkan entrok (BH) untuk menopang buah dadanya yang mulai tumbuh. Setelah

mendapatkan entrok, keinginannya semakin banyak. Marni seolah ingin menggambarkan bahwa

usia berpengaruh pada banyaknya keinginan atau kepentingan yang menggambarkan usia

tersebut.

Novel perdana Okky banyak memuat realitas sosial. Realita yang dimuat merupakan

realitas yang terjadi pada masyarakat pada tahun 1950-1980an. Realitas yang terangkum dalam

teks di novel ini besarkemungkinannya diselubungi oleh kuasa-kuasa yang dibentuk oleh aktor di

lapangan. Atas dasar itu, teks dalam novel ini juga memungkinkan untuk memuat kekuasaan

yang terselubung dalam realitas.

Kekuasaan, yang natinya akan banyak dibicarakan dalam makalah ini akan berfokus pada

kekuasaan dari sudut pandang Postmodernisme. Dalam membedah kekuasaan tersebut akan

dipakai pisau analisis kekuasaan Foucault, seorang sosiolog sekaligus filsuf asal Prancis yang

garis besar uraian kekuasaannya bersumber pada dua hal, yaitu regulasi dan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam novel ini, maka didapatkan lima buah

kesimpulan. Kesimpulan itu adalah sebagai berikut.

1. Selain sebagai karya sastra yang membawa semangat berkesenian, novel juga membawa

semangat perlawanan dan mampu menampung realitas sosial yang ada pada masyarakat.

2. Representasi Kekuasaan selalu ada dalam novel-novel yang menampung realitas di

masyarakat.

3. Novel Entrok merupakan novel yang memiliki tumbukan kekuasaan yang besar. Ini tidak

terlepas dari pertempuran kuasa yang hadir melalui teks dalam karya sastra dengan

kekuasaan pengarang itu sendiri.

4. Dalam realitas sosial kekuasaan hadir melalui cara-cara yang halus dan tidak lagi hadir

melalui cara-cara represif atau yang bersdifat kekerasan lainnya.

5. Kekuasaan bisa dimiliki oleh siapa saja.

Page 4: Dalam Kajian Sosiologi Sastra