dalam kajian sosiologi sastra
DESCRIPTION
Kajian Sosiologi SastraTRANSCRIPT
REPRESENTASI KEKUASAAN PADA NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI
Dalam kajian sosiologi sastra, dapat dikatakan bahwa karya sastra merupakan representasi dari
realitas sosial. Realitas itu dibungkus penulis melalui karya sastra yang dibuatnya. Obyek karya
sastra adalah realitas (Kuntowijoyo:127),oleh karena itu maka sebuah karya sastra merupakan
cerminan realitas yang lebih lengkap dan jauh lebih komplit ketimbang cermin realitas itu
sendiri.
Lukacs menegaskan pandangan tentang karya realisme yang sungguh-sungguh sebagai
karya yang memberikan perasaan artistik yang bersumber dari imajinasi-imajinasi yang
diberikannya. Imajinasi-imajinasi itu memiliki totalitas intensif yang sesuai dengan totalitas
ekstensif dunia.Penulis tidak memberikan gambaran dunia abstrak melainkan kekayaan imajinasi
dan kompleksitas kehidupan untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat yang ideal. Jadi
sasarannya adalahpemecahan kontradiksi melalui dialektika sejarah.
Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena idividual secara tertutup
melainkan lebih merupakan sebuah 'proses yang hidup'.Sastra tidak mencerminkan realitas
sebagai semacam fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang mencerminkan
realitas.Dengan demikian, sastra dapat mencerminkan realitas secara jujur dan objektif dan dapat
juga mencerminkan kesan realitas subjektif (Selden, 1991:27).
Salah satu jenis karya sastra yang mampu membungkus realitas adalah novel. Novel
adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk
tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya
menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.
Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca
kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel
tersebut.
Menurut khasanah kesusastraan Indonesia modern, novel berbeda dengan roman.Sebuah
roman menyajikan alur cerita yang lebih kompleks dan jumlah pemeran (tokoh cerita) juga lebih
banyak. Hal ini sangat berbeda dengan novel yang lebih sederhana dalam penyajian alur cerita
dan tokoh cerita yang ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak.
Jika dilihat melalui kacamata sosiologi sastra, pembuatan novel tida bisa lepas dari tiga
hal, seperti yang digambarkan Rene dan Wellek. Pertama, melalui kacamata pengarang. Pada
sudut padnang ini karya sastra, semisal novel adalah cermina dari pengalaman penulis yang
bercampur dengan imajinasi penulis namun bisa juga tidak. Kedua, merupakan representasi
fenomena di masyarakat. Sudut pandang ini memperlihatkan bagaimana novel mampu menjadi
alat penyampai informasi atau fenomena di masyarakat. Ketiga, dampak karya sastra terhadap
pembaca. Pada sudut pandang ini, suatu karya sastra akan berdampak pada masyarakat dan
sejauh mana dampak tersebut mempengaruhi masyarakat.
Atas dasar tersebut tepatlah yang digambarkan Lukacs menyoal karya sastra, khususnya
novel. Meminjam istilah Marxim Gorxy bahwa karya sastra adalah sepenuhnya cermin realitas,
namun karya sastra tersebut juga memungkinkan untuk menambah atau mengurangi realitas
tersebut karena kekuasaan yang ada dari si penulis. Penulis, dalam membuat karya sastra, baik
itu puisi hingga novel adalah penguasa tunggal yang melegitimasikan kekuasaannya dalam
bentuk karya sastra.
Begitu juga dengan realitas yang diangkat dalam karya sastra. Realitas pada masyarakat
merupakan suatu hal yang biner. Ada yang beranggapan realitas tersebut salah dan ada pula yang
beranggapan bahwa realitas itu adalah sebenar-benarnya kebenaran. Meski demikian, satu hal
yang dapat disimpulkan dari keadaan tersebut adalah realitas adalah bentukan kekuasaan,
membentuk kekuasaan, dan arena pertempuran kekuasaan dari setiap masyarakat.
Ketika penulis menyingkap relaitas tersebut, maka ketika itu pula ia sudah menjadi alat
pembenaran dari kekuasaan yang berkelindan dalam realitas tersebut. Ketika menjadi alat
pembenaran, maka karya sastra telah menjadi suatu alat politik yang membuat orang patuh akan
realitas yang diungkap. Namun, tentunya bukan jaminan setiap orang akan patuh. Pembaca bisa
saja menolak realitas yang ditawarkan karena dalam konteks wacana kekuasaan, pembaca
tentunya juga seorang yang berkuasa.
Pada realita kontemporer, masyarakat acapkali menjadi alat sekaligus aktor dalam
membentuk realitas. Perkembangan budaya dan percampuran budaya menjadi tunggangan dalam
perebutan tersebut. Globalisasi membuat percampuran budaya semakin sering terjadi. Masuknya
budaya asing yang bersifat kekinian ditengah masyarakat yang masih setengah feodal membuat
perebutan semakin sengit. Sebagian menerima, sebagian lagi tidak. Keadaan ini menggambarkan
bahwa realitas tidak lebih dari bentukan kekuasaan yang sicara sadar atau tidak sadar diungkap
penulis dalam karya sastra, khususnya novel.
Salah satu novel yang membungkus karya sastra tersebut adalah novel yang dibuat oleh
Okky Madasari berjudul Entrok. Novel ini adalah sebuah novel yang banyak berbicara menyoal
realitas sosial.Terbit tahun 2010, novel ini bercerita soal orang-orang yang ingin menunjukan
eksistensi diri melalui barang atau perilaku. Tokoh utama dalam novel ini bernama Marni, yang
sangat menginginkan entrok (BH) untuk menopang buah dadanya yang mulai tumbuh. Setelah
mendapatkan entrok, keinginannya semakin banyak. Marni seolah ingin menggambarkan bahwa
usia berpengaruh pada banyaknya keinginan atau kepentingan yang menggambarkan usia
tersebut.
Novel perdana Okky banyak memuat realitas sosial. Realita yang dimuat merupakan
realitas yang terjadi pada masyarakat pada tahun 1950-1980an. Realitas yang terangkum dalam
teks di novel ini besarkemungkinannya diselubungi oleh kuasa-kuasa yang dibentuk oleh aktor di
lapangan. Atas dasar itu, teks dalam novel ini juga memungkinkan untuk memuat kekuasaan
yang terselubung dalam realitas.
Kekuasaan, yang natinya akan banyak dibicarakan dalam makalah ini akan berfokus pada
kekuasaan dari sudut pandang Postmodernisme. Dalam membedah kekuasaan tersebut akan
dipakai pisau analisis kekuasaan Foucault, seorang sosiolog sekaligus filsuf asal Prancis yang
garis besar uraian kekuasaannya bersumber pada dua hal, yaitu regulasi dan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam novel ini, maka didapatkan lima buah
kesimpulan. Kesimpulan itu adalah sebagai berikut.
1. Selain sebagai karya sastra yang membawa semangat berkesenian, novel juga membawa
semangat perlawanan dan mampu menampung realitas sosial yang ada pada masyarakat.
2. Representasi Kekuasaan selalu ada dalam novel-novel yang menampung realitas di
masyarakat.
3. Novel Entrok merupakan novel yang memiliki tumbukan kekuasaan yang besar. Ini tidak
terlepas dari pertempuran kuasa yang hadir melalui teks dalam karya sastra dengan
kekuasaan pengarang itu sendiri.
4. Dalam realitas sosial kekuasaan hadir melalui cara-cara yang halus dan tidak lagi hadir
melalui cara-cara represif atau yang bersdifat kekerasan lainnya.
5. Kekuasaan bisa dimiliki oleh siapa saja.