tesis sosiologi sastra dan nilai pendidikan pada novel

190
TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI LITERATURE SOSIOLOGY AND EDUCATION VALUE IN NEGERI LIMA MENARA BY AHMAD FUADI OLEH RAHMAT 04.06.629.2011 PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

TESIS

SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA

KARYA AHMAD FUADI

LITERATURE SOSIOLOGY AND EDUCATION VALUE IN NEGERI LIMA MENARA

BY AHMAD FUADI

OLEH

RAHMAT 04.06.629.2011

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

Page 2: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

i

SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA

KARYA AHMAD FUADI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan Diajukan oleh

RAHMAT

NIM: 04.06.629.2011

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

Page 3: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

ii

TESIS

SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVELNEGERI LIMA MENARA

KARYA AHMAD FUADI

Yang disusun dan diajukan oleh

RAHMAT NIM. 04. 06. 629. 2011

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Direktur Program Pendidikan Bahasa dan Pascasarjana Sastra Indonesia Unismuh Makassar Dr. Abd. Rahman Rahim M. Hum. Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd. NBM 951576 NBM 988463

Page 4: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Sosiologi Sastra dan Nilai

Pendidikan pada Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi” dapat

diselesaikan tepat pada waktunya.

Tesis ini berusaha menjelaskan dan mendeskripsikan Sosiologi Sastra dan

Nilai Pendidikan pada Novel Negeri Lima Menara dengan menggunakan

pendekatan Sosiologi Sastra.

Tesis dibuat guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar

magister pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar. Tesis ini dapat diselesaikan

karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Abd. Rahman Rahim. M. Hum., Ketua Program Studi Bahasa Indonesia

Program Pascasarjana sekaligus sebagai pembimbing I yang telah membantu

proses perkuliahan serta memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran,

ketulusan, ketelitian dan penuh harapan sehingga tesis ini dapat tersusun dengan

lancar.

2. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum., sebagai pembimbing II yang telah,

bimbingan, masukan yang sangat berharga, serta memotivasi sampai ke

lubuk hati yang paling dalam sehingga penyusunan tesis ini dapat

diselesaikan dengan tepat waktu.

3. Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M. Pd, Direktur PPs Unismuh yang telah

memberikan izin penyusunan tesis ini.

Page 5: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

iv

4. Seluruh Dosen Pascasarjana, ilmu yang diberikan oleh Bapak Ibu akan

menjadi bekal hidup penulis sebagai calon pengajar.

5. Seluruh orang – orang tercinta yang telah memberikan dukungan dan motivasi

sehingga jenjang pendidikan magister ini dapat di tempuh dan diselesaikan

dengan lancar.

6. Seluruh teman satu angkatan, staf TU Pascasarjana yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Semoga Allah Yang Maha Kaya membalas

kebaikan Bapak Ibu.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis agar lebih baik dan bermanfaat. Semoga Allah selalu menyertai langkah kita, sekarang dan selamanya. Amin.

Makassar, Mei 2015

Penulis

Page 6: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

v

ABSTRAK

RAHMAT. 04066292011. 2015. SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI.Komisi Pembimbing Pertama Dr.Abd. Rahman Rahim.M.Hum. Pembimbing Dua Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Tesis: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penelitian ini menjelaskan dan mendeskripsikan: (1) pandangan pengarang terhadap Pondok Madani; (2) sosiologi sastra yang terungkap pada novel dan (3) nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara. Novel berlatar pendidikan di pondok ini cukup menarik untuk dikaji melalui pendekatan sosiologi sastra, yaitu tentang perjuangan enam anak laki-laki yang belajar di Pondok Madani dan berlomba-lomba melukis negeri impiannya di langit.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data penelitian berupa dokumentasi berbentuk novel. Teknik cuplikan yang digunakan adalah purposive sampling, sampel mewakili informasinya. Teknik pengumpulan data mengkaji dokumen melalui content analisis. Uji validasi data menggunakan triangulasi data/sumber, triangulasi teori dan teori metode.

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis data interaktif yang meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan simpulan.

Penelitian ini menyimpulkan (1) pandangan pengarang terhadap novel; (2) aspek sosiologi sastra pada novel meliputi: a. Sistem Religi yang berupa Sistem Kepercayaan, Sistem Nilai dan Pandangan Hidup dan Komunikasi Keagamaan; b. Sistem Kemasyarakat atau Organisasi Sosial yang meliputi Kekerabatan, Asosiasi atau Perkumpulan dan Sistem Pengetahuan; c. Bahasa yang meliputi bahasa Lisan yaitu Bahasa Minang, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Tertulis yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris; d. Kesenian meliputi kaligrafi Dan Bangunan; e. Sistem Mata Pencaharian berupa Guru dan Pegawai Pemda; f. Sistem Peralatan Hidup Atau Teknologi dan Perumahan meliputi Transportasi, Peralatan Komunikasi, Peralatan Konsumsi dalam Bentuk Wadah dan Pakaian dan Tempat Berlindung (3) nilai-nilai pendidikan yang terungkap adalah nilai vitalitas dan kehidupan, nilai spiritual atau keagamaan, nilai moral yang positif dan negatif dan nilai budaya.

Page 7: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

vi

ABSTRACT

RAHMAT. 04066292011. 2015.. SOCIOLOGY OF LITERATURE AND VALUE OF EDUCATION IN NEGERI LIMA MENARA NOVEL FUADI AHMADWORKS.FirstAdvisors.CommissioDr.Abd.Rahman Rahim.M.Hum.Two mentors Dr.Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Thesis: Education Indonesian Studies Program Graduate Program in University of Muhammadiyah Makassar..

This study explains and describes (1) views of the author against Madani Cottage (2) the sociology of literature which was revealed at the novel and (3) educational value contained in the Negeri Lima Menara novels. Novel set in education at the cottage is quite interesting to examine through sociological approach to literature, which is about the struggle of six boys who studied in Pondok Madani and the country vying to paint his dream in the sky.

This study is a qualitative research, using qualitative descriptive methods. The research data in the form of a novel form of documentation. The technique used was footage of purposive sampling, the samples represent the information. Data collection techniques examine documents through content analysis. Test data validation using triangulation of data / sources, triangulation theory and the theory of the method.

Analysis technique used is an interactive data analysis that includes three components, namely data reduction, data presentation, and conclusions.

This study concluded that (1) views of the author of the novel, (2) aspects of the sociology of literature in the novel include: a. Religions are systems of belief systems, value systems and views of Life and Religious Communication; b. Civic or social organization system which includes Kinship, Association or Society and Knowledge Systems; c. Oral language includes language that Minang Language, Arabic and English, Written namely Arabic and English; d. Art covers calligraphy And Building; e. Livelihood System of Teachers and Employees of Local Government; f. Life Or Equipment Systems Technology and Housing include Transportation, Communications Equipment, Appliances Consumption in the form of container and Clothing and Shelter (3) educational values expressed are the vitality and life, spiritual or religious values, moral values and positive and negative cultural values.

Page 8: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

vii

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL......................................................................... ................ i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

ABSTRAK......................................................................................................... v

ABSTRCT........................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

D Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR ..................... 8

A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 8

1. Kajian Tentang Novel ..................................................................... 8

a. Pengertian Novel .......................................................................... 8

b. Jenis-Jenis Novel ........................................................................... 13

c. Unsur-Unsur Novel ....................................................................... 17

d. Novel sebagai Dokumen Sosial ..................................................... 27

2. Kajian Tentang Sosiologi Sastra ........................................................ 29

Page 9: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

viii

a. Pengertian Sastra ............................................................................ 29

b. Pengertian Sosiologi ...................................................................... 34

c. Pengertian Sosiologi Sastra ........................................................... 38

3. Hakikat Aspek Sosial Budaya............................................................... 53

4. Kajian Tentang Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel ........................ 83

a. Pengerian Nilai .............................................................................. 83

b. Pengertian Pendidikan ................................................................... 85

c. Pengertian Nilai Pendidikan (Edukasi) dalam Novel.................... 86

B. Penelitian yang Relevan......................................................................... 95

C. Kerangka Berfikir.................................................................................. 98

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 100

A. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................. 100

B. Metode Penelitian............................................................................... 101

C. Data dan Sumber Data........................................................................ 101

D. Teknik Cuplikan (Sampling)................................................................ 102

E. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 103

F. Uji Validitas Data................................................................................ 104

G. Teknik Analisis Data........................................................................... 105

H. Prosedur Penelitian............................................................................. 109

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 113

A. Hasil Penelitian .................................................................................... 113

1. Pandangan Pengarang terhadap Novel Negeri Lima Menara

karya Ahmad Fuadi ........................................................................ 113

Page 10: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

ix

2. Aspek Sosial Budaya yang terdapat dalam Novel Negeri Lima

Menara karya Ahmad Fuadi .......................................................... 116

3. Nilai-nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel Negeri

Lima Menara karya Ahmad Fuadi.................................................... 154

B. Pembahasan.......................................................................................... 163

1. Pandangan Pengarang terhadap Pondok Madani dalam Novel

Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi..................................... 163

2. Aspek Sosial Budaya yang Terdapat dalam Novel Negeri Lima

Menara karya Ahmad Fuadi............................................................ 165

3. Nilai- nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel

Negeri Lima Menara katya Ahmad Fuadi..................................... 167

BAB V PENUTUP........................................................................................... 169

A. Simpulan............................................................................................... 169

B. Implikasi Hasil Penelitian..................................................................... 171

C. Saran..................................................................................................... 177

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian............................................. 100

Page 12: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir .................................................................. 99

Gambar 2. Bagan Model Interatif Miles & Huberman ............................... 106

Page 13: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra merupakan sebuah karya seni. Sastra adalah hasil kegiatan kreativitas

seorang sastrawan. Sebuah karya sastra mencerminkan berbagai masalah kehidupan

manusia. Karya sastra dapat berinteraksi dengan lingkungan, sesama manusia dan

dengan Tuhannya.

Menurut Nyoman Kutha Ratna (2010:307) bahwa imajinasi dalam karya

sastra adalah imajinasi yang didasarkan atas kenyataan, imajinasi yang juga

diimajinasikan orang lain. Karya sastra tidak hanya berupa imajinasi saja, melainkan

berupa penghayatan dan perenungan secara sadar. Karya sastra hasil sebuah imajinasi

yang didasari atas kesadaran yang menghasilkan kreativita sebagai karya seni. Karena

sebagai hasil imajinasi, karya sastra menciptakan dunia sendiri. Meskipun kita juga

menyadari tidak jarang karya sastra yang menyajikan sebuah konteks realitas sosial.

Karya sastra sebagai hasil imajinasi, tidak hanya berguna sebagai hiburan

yang menyenangkan saja. Karya sastra juga berguna untuk menambah pengalaman

bagi pembaca. Lukens (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010 : 3) mengatakan bahwa

sastra memberikan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir

kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang

menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk

memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya

1

Page 14: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

2

suspens, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat

emosinya sehingga ikut larut dalam cerita, dan kesemuanya itu di kemas dalam

bahasa yang menarik.

Meskipun sebuah karya imajinatif, karya sastra menampilkan suatu gambaran

kehidupan. Kehidupan itu sendiri merupakan kejadian yang nyata dalam kehidupan

sosial dan kultural (sosial and cultural facts). Kehidupan itu diwarnai oleh sikap, latar

belakang dan keyakinan pengarang. Persoalan atau peristiwa yang terjadi di dalam

masyarakat akan terjadi sepanjang masa. Artinya terjadi pada masyarakat yang

berbeda-beda menurut zaman. Bukan hanya sekarang, melainkan terjadi pada setiap

zaman. Persoalan itu juga akan memengaruhi kreativitas pemikiran seorang pencipta

karya sastra, sehingga memungkinkan muncul konflik atau ketegangan batin tersebut

dalam bentuk karya sastra.

Luxemburg (1984: 23) memaparkan bahwa sastra yang ditulis pada suatu

kurun waktu tertentu berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu.

Selain itu, sastra juga menggambarkan suatu kebudayaan yang tumbuh dalam

lingkungan masyarakat yang diangkat untuk menjadi ciri yang ditonjolkan dalam

karya tersebut. Di samping mengekspresikan dan mengemukakan persoalan hidup

yang terjadi, pengarang juga mengajak pembaca untuk ikut memecahkan persoalan

kehidupan. Karya satra tercipta karena adanya keinginan dari pengarang dalam

mengungkapkan kreativitasnya yang dituangkan melalui pola berpikir, ide, gagasan,

pesan dan prinsip yang berasal dari imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang

serta menggunakan media bahasa sebagai penyampaianya. Pencipta sastra merupakan

Page 15: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

3

warga masyarakat yang dengan sengaja atau tidak sengaja mencurahkan masalah

kehidupan manusia dan masyarakat sebagai objek yang dituangkan sebuah karya

sastra. Karya sastra juga dipengaruhi oleh letak geografis, adat istiadat yang menjadi

objek kajian dan biasanya disesuaikan dengan zaman yang ada.

Burhan Nurgiyantoro (2010:14) mengemukakan sastra dewasa dibagi dalam

tiga besar genre yaitu puisi, fiksi dan drama dengan masing-masing memiliki sub

genre. Untuk kajian prosa atau fiksi di Indonesia dibagi menjadi tiga macam yaitu

novel, cerpen dan roman. Novel merupakan karya rekaan yang menggambarkan

kehidupan, adat-istiadat, aturan serta budaya dalam suatu masyarakat tertentu. Novel

merupakan karya rekaan atau fiksi yang memberikan gambaran aspek-aspek

kehidupan yang dikemas dalam gaya bahasa yang memikat. Kehidupan dalam sebuah

novel digambarkan melalui tokoh, perwatakan, setting, alur dan unsur instrinsik

lainnya. Dalam menyampaikan keanekaragaman kebudayaan dan suatu ajaran atau

nilai didikan kepada para pembaca digambarkan dengan bahasa yang baik sehingga

pembaca bisa memahami novel tersebut.

Rene Wellek dan Austin Warren (1993:316) menjelaskan bahwa sepanjang

sejarah, orang telah tertarik dan mengganggap sastra lisan maupun cetakan bernilai

positif. Novel merupakan karya sastra yang memberikan nilai positif bagi pembaca.

Novel juga mengungkapkan kehidupan sosial untuk mempelajari manusia pada

zamannya. Novel yang memiliki kualitas baik merupakan hasil rekaan dan polesan

oleh penulisnya.

Page 16: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

4

Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2009

dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengetahui sosiologi sastra dan nilai-nilai

pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut. Novel Negeri Lima menara

memunyai masalah-masalah kehidupan sosial budaya yang berasal dari daerah

masing-masing oleh para tokoh. Novel Negeri Lima menara juga memiliki nilai

positif yaitu penjelasan nilai keteladanan dalam sebuah lembaga pendidikan sehingga

bisa dijadikan panutan bagi pembaca. Novel Negeri Lima menara karya Ahmad

Fuadi dipilih karena memiliki beberapa kelebihan baik dari segi isi atau bahasanya

dibandingkan novel yang lain.

Novel-novel lain yang memunyai masalah-masalah sosial yaitu novel Singkar

karya Siti Aminah tahun 2008 dari Yogyakarta yang menceritakan tentang masalah

politik, pergerakan mahasiswa dan masalah rumah tangga, Novel Para Priyayi karya

Umar Kayam bercerita tentang seorang anak dari keluarga buruh tani yang oleh orang

tua dan sanak saudaranya diharapkan dapat menjadi “sang pemula” untuk

membangun dinasti keluarga priyayi kecil, Novel Di Kaki Bukit Cibalak karya

Ahmad Tohari yang menggambarkan keadaan social masyarakat Jawa Tengah, pada

salah satu desa kecil bernama Desa Tanggir tahun70-an dan lain-lain.

Novel Negeri Lima menara karya Ahmad Fuadi menggambarkan tentang

kisah seorang anak dari Kabupaten Agam, Bukit tinggi yang melanjutkan sekolah

Pondok Madani di Jawa Timur. Keinginan masuk ke Pondok Madani ini atas

permintaan ibunya. Yang menarik setelah masuk ke Pondok Madani, ia terkesan

dengan mantra dari kiayinya yaitu man jadda wa jada, artinya bahwa siapa yang

Page 17: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

5

bersungguh-sungguh akan berhasil, kedisiplinan yang kuat, persabatan yang tak

pernah putus walau jarak memisahkan, dan cita-cita yang didasari dengan keyakinan

yang kuat. Kisah ini diperankan oleh enam anak yang berasal dari berbagai daerah di

Indonesia.

Latar pesantren yang kuat dengan kedisiplinan menjadi latar cerita yang

memikat dan memberikan nilai lebih bagi pembaca. Hal ini mengajarkan tentang

pergaulan yang kuat, mandiri, belajar keras dan sampai pada belajar menjadi seorang

pemimpi yang sejati. Kelebihan lain adalah gaya bahasa yang lugas dan mudah

dipahami serta pencitraan dalam novel Negeri Lima menara mudah diekspresikan dan

diinterprestasikan.

Adapun alasan diangkatnya sosiologi sastra dan nilai-nilai pendidikan sebagai

kajian karena novel Negeri Lima menara memiliki kelebihan tersendiri. Apalagi

didukung masalah kehidupan sosial yang terjadi selama di dalam pesantren. Nilai

pendidikan terlihat pada segala sesuatu yang terlihat melalui proses pendidikan. Baik

bentuk pengalaman di menara, tatap muka di kelas dan hukuman yang dijatuhkan

pada setiap anak yang melanggar peraturan.

Page 18: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel Negeri Lima

Menara karya Ahmad Fuadi?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Negeri Lima

Menara karya Ahmad Fuadi?

3. Bagaimanakah pandangan pengarang terhadap Pondok Madani dalam novel

Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan aspek sosial budaya yang terdapat dalam

novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam

novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan pengarang terhadap Pondok

Madani dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

Page 19: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberi sumbangan bagi penelitian sastra khususnya dalam pengkajian novel

sebagai salah satu genre sastra.

b. Menambah wawasan tentang pengkajian nilai sosiologi sastra dan nilai

pendidikan khususnya novel yang nantinya dapat diterapkan atau menjadi

referensi untuk meneliti dan mengkaji novel yang lain.

c. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan dalam

ranah ilmu sastra serta studi tentang karya sastra.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini mendeskripsikan sosiologi sastra dan nilai-nilai

pendidikan dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Guru dapat

mengajarkan nilai-nilai tersebut dapat dijadikan teladan bagi siswa dalam

menghadapi serta menyikapi setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan.

b. Bagi Siswa

Menambah perbendaharaan tentang kajian terhadap novel terutama

pengkajian nilai sosiologi sastra dan nilai pendidikan yang merupakan salah satu

materi ajar pada Pembelajaran Sastra.

c. Bagi Pembaca

Page 20: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

8

Membantu pembaca atau penikmat sastra dalam menginterpretasikan novel

Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sehingga pemaknaan terhadap karya

sastra akan lebih terarah.

Page 21: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebut

sebagai fiksi. Istilah novel berasal dari kata novella yang berasal dari bahasa Italia.

Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 9), secara harafiah novella

berarti sebagai sebuah barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita

pendek dalam bentuk prosa.

Abrams (1971: 110) menjelaskan bahwa:

“Novel is term novel is now applied to great variety of writings that havein common only the attribute of being extended works of prose fiction. As anextended narrative, the novel is distinguished from the short story and from thework of midlle length called the novelette. “

Abrams menjelaskan bahwa novel adalah istilah novel sekarang diterapkan

untuk berbagai macam tulisan yang berbentuk suatu karangan yang berupa prosa

fiksi. Karangan tersebut berupa cerita pendek dan prosa. Fiksi adalah cerita rekaan

atau dibuat-buat, sedangkan yang termasuk fiksi adalah novel dan cerpen. Namun

kadang kala fiksi juga sering digunakan sinonim dari novel.

Burhan Nurgiyantoro (2002: 9-10) memaparkan bahwa dewasa ini istilah

novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia,

novellet yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu

8

Page 22: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

10

panjang namun juga tidak terlalu pendek. Meskipun dengan panjang yang cukupan

tersebut.

Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Stamm dalam Journal of

College & Character Volume X, NO. 7, November 2009:

The possibilities of using this novel in courses on student development to make the understanding of identity development become more alive than through the moreusual scholarly analyses. Given the emerging understanding of today’smillennium generation of college students, are particularly appropriate. Popculture has played an educative role in the lives of the Millennial Generation. Inthinking about novels as ethnographies of the college experience, both that offaculty as well as students, the possibilities are even more extensive, asexemplified by the previous illustrations. Comparison of academic novels fromdifferent time periods, for example, might serve to amplify other studies of thehistory and foundations of higher education. (Stamm, 2009: 2)

Berdasarkan pendapat di atas diharapkan novel mampu memberikan

pencerahan dan penyadaran kepada pelajar agar mereka dapat hidup bermasyarakat

dengan baik, saling menyadari perbedaan, dan lebih toleran kepada masyarakat luas.

Novel memberikan pelajaran kehidupan bagi pelajar. Hal ini akan menjadi bekal bagi

pelajar dalam memasuki kehidupan bermasyarakat nantinya.

Menurut Herman J. Waluyo (2002: 37) dalam novel terdapat 3 hal, antara

lain: (1) perubahan nasib dari tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan

tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama tidak sampai mati.

Sejalan dengan pendapat di atas, Henry Guntur Tarigan (1993:165)

menyimpulkan berbagai definisi novel yang telah dipaparkan oleh para ahli

teorisastra, antara lain: (a) novel bergantung pada tokoh; (b) novel menyajikan lebih

Page 23: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

11

dari satu impresi; (c) novel menyajikan lebih dari satu efek; dan (d) novel menyajikan

lebih dari satu emosi.

Dengan kata lain, novel merupakan salah satu bentuk fiksi dalam bentuk prosa

yang memiliki panjang cukupan dalam arti tidak terlalu panjang dan juga tidak terlalu

pendek serta di dalamnya terkandung 3 hal yang berkaitan dengani sicerita novel,

antara lain: (1) perubahan nasib tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam

kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama yang diceritakan tidak sampai

mati. Secara garis besar, novel merupakan sebuah karangan yang memaparkan ide,

gagasan atau khayalan dari penulisanya.

Hal tersebut sejalan dengan definisi novel yang terdapat di dalam The

American College Dictionary (dalam Henry Guntur Tarigan,1993: 120) novel adalah

(1) cabang dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatif, terutama dalam

bentuk prosa; (2) karya-karya dari jenis ini, seperti novel/dongeng-dongeng; (3)

sesuatu yang diadakan, dibuat-buat atau diimajinasikan, suatu cerita yang disusun.

Sementara itu menurut Orr dalam Journal of European Studies.Volume, 9No.

36 bahwa tujuan novel adalah penyadaran terhadap realitas.

Intended as an original contribution to the sociology of the novel. It is isconcerned with the destiny of the modern novel itself. This destiny would appearto the needful resuscitation of tragic realism after its demise with or around,Orwell. (Orr, 1977: 304-305).

Orr (1977 :304-305) pada pernyataan di atas mengatakan bahwa konstribusi

asli untuk sosiologi pada novel. Hal ini berkaitan dengan novel modern tersebut.

Page 24: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

12

Misalnya seperti hal yang diperlukan dalam peristiwa yang tragis, kematian atau

kejadian yang terjadi di sekitar kita.

Selanjutnya tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, Brooks (dalamHenry

Guntur Tarigan, 1993: 120) mendefinisikan fiksi sebagai sebuah bentuk penyajian

atau cara seseorang memandang hidup ini.Jadi karya fiksi memang bukan nyata,

tetapi karya sastra juga bukan kebohongan karena fiksi adalah suatu jenis karya sastra

yang menekankan kekuatan kesastraannya pada dayamerupakan sebuah refleksi dari

suatu hal yang dirasakan, dilihat, bahkan mungkin juga dialami oleh penulis.

Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Goldmann (dalamFaruk,

2010: 29) mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang

terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang

problematik dalam sebuah dunia yang juga tergradasi. Nilai-nilai otentik yang

dimaksud tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah novel yang

dapat mengorganisasikan sebuah novel secara keseluruhan meskipun tidak tertuang

secara eksplisit.

Atar Semi (1993: 32) juga memaparkan pendapat yang tidak jauh berbeda

dengan pendapat-pendapat di atas, bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi

kehidupan pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas. Dalam

hal ini novel lebih mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam

dan disajikan dengan lebih halus. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa sebuah

novel merupakan suatu hasil imajinasi penulis yang menggambarkan refleksi

kehidupan tokoh dan segala masalah yang menyertainya secara utuh dengan berbagai

Page 25: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

13

nilai yang turut membangun kelengkapan sebuah cerita. Nilai-nilai yang terkandung

di dalam novel tersebut tidak dituangkan secara eksplisit oleh penulisnya dan nilai

tersebut pada akhirnya dapat diambil oleh pembaca sebagai sebuah pelajaran yang

mungkin bermanfaat untuk kehidupannya.

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat

artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur,yang

saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Unsur-

unsur tersebut turut membangun sebuah novel yang kemudian membentuk sebuah

totalitas tersebut. Secara tradisional, unsur-unsur pembangun novel dapat dibedakan

menjadi dua bagian walaupun tidak sepenuhnya terpisah, unsur tersebut adalah unsur

intrinsik dan ekstrinsik (BurhanNurgiyantoro, 2002: 23).

Mengenai segi unsur dari dalam novel yang turut membangun jalinan

keutuhan sebuah novel, Burhan Nurgiyantoro (2002: 4) memaparkan bahwa novel

merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia yang imajiner, dunia

yang diharapakan menjadi model kehidupan yang nyata yang dibangun melalui

berbagai unsur intrinsik, seperti plot, setting, peristiwa, tokoh, tema, dan sudut

pandang.

Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah

karya sastra yang berisi tentang rangkaian cerita yang memaparkan ide, gagasan,

maupun khayalan penulisnya. Akan tetapi, novel tidak hanya khayalan semata, novel

juga memaparkan tentang refleksi dari suatu hal yang dilihat, dirasa, bahkan mungkin

juga dialami oleh penulisnya. Keterjalinan cerita dan kesempurnaan sebuah novel

Page 26: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

14

dapat dilihat dari beberapa unsur yaitu unsur intrinsik yang terdiridari alur,

penokohan, setting, tema, dan sudut pandang serta unsur ekstrinsik yang berupa latar

belakang pengarang, amanat, dan berbagai unsur lain yang turut membangun sebuah

novel hingga novel tersebut dapat dengan mudah dipahami oleh para penikmatnya.

b. Jenis-Jenis Novel

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2002: 16), novel terdiri dari dua macam yaitu

novel serius dan novel populer. Pembedaan novel tersebut sering mengalami

kekaburan makna. Hal ini disebabkan karena pembedaan tersebut cenderung

mengarah pada subjektifitas penikmat sastra. Para penikmat sastra beranggapan

bahwa novel yang ditulis oleh beberapa penulis tertentu dan penerbit tertentu yang

sering menerbitkan karya sastra yan cenderung “berat” kadar kesastraannya. Novel

serius merupakan novel yang mengandung unsur sastra yang kental.Novel ini juga

harus sanggup memberikan hal yang serba mungkin terjadi, dan itulah makna dari

sastra yang sastra.

Pada umunya novel serius mengandung tujuan yang tersirat didalamnya untuk

memberikan pengalaman yang berharga bagi pembaca, setidaknya novel tersebut

mampu mengajak pembacanya untuk meresapi dan merenungkan masalah yang

diangkat oleh sebuah novel (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 18-19). Dengan demikian,

novel serius lebih mengarah pada suatu bentuk karya yang didalamnya terdapat

sebuah pelajaran berharga yang dapat diambil oleh para penikmat sastra melalui

pemahaman yang mendalam.

Page 27: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

15

Burhan Nurgiyantoro (2002: 18) mendefinisikan novel popular sebagai novel

yang popular pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di

kalangan remaja. Namun, novel popular hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan

zaman, dan tidak dapat memaksa pembacanya untuk membaca sekali lagi novel

tersebut. Selain itu, novel popular juga cepat ditinggalkan oleh pembacanya setelah

muncul novel yang lebih baru dan popular (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 16). Novel

ini menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman namun hanya

sampai pada tingkat permukaan saja, tidak menampilkan permasalahan kehidupan

secara lebih mendalam atau dengan katalain tidak berusaha meresapi hakikat

kehidupan. Apabila hal tersebut terjadi dalam penulisan novel popular maka novel

akan menjadi lebih berat, menjadi novel serius, dan bisa dimungkinkan akan

ditinggalkan oleh pembacanya.

Sesuai dengan teori Lukacs, Goldmann (dalam Faruk, 2010: 31) membagi

novel menjadi tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel

pendidikan. Novel jenis pertama menampilkan sang hero yang penuh optimis

mendalam petualangan tanpa menyadari kompleksitas dunia. Dalam novel jenis

keduasang hero cenderung pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung oleh

dunia fantasi. Sedangkan dalam novel jenis ketiga sang hero telah melepaskan

pencariannya akan nilai-nilai yang otentik.

Di pihak lain Goldmann (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2011: 126), yang

memandang karya sastra dalam kapasitas sebagai manifestasi aktivitas kultural,

mengungkapkan bahwa novel karya sastra yang berhasil merekonstruksi struktur

Page 28: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

16

mental dan kesadaran sosial secara memadai, yaitu dengan cara menyajikannya

melalui tokoh-tokoh dan peristiwa. Penggunaan tokoh-tokoh imajiner juga

merupakan salah satu keunggulan novel dalam usaha untuk merekonstruksi dan

memahami gejala sosial, perilaku impersonal, termasuk peristiwa-peristiwa historis

(Nyoman Kutha Ratna, 2011: 127).

Kita harus membedah struktur yang dimiliki suatu karya sastra untuk

memahaminya, khususnya novel. A. Teeuw (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 59-60)

menyebutkan bahwa sebuah sistem sastra memiliki tiga aspek: pertama eksterne

strukturrelation, yaitu struktur yang terikat oleh sistem bahasa pengarang terikat oleh

bahasa yang dipakainya; kedua interne strukturrelation, yaitu struktur dalam bagian-

bagiannya saling menentukan dan saling berkaitan; dan ketiga model dunia sekunder,

yaitu model dunia yang dibangun oleh pengarang, duniafantasi atau dunia imajinasi.

Wellek dan Warren (1993: 75-130) menyebutkan adanya empat faktor

ekstrinsik yang saling berkaitan dengan makna karya sastra, yaitu biografi pengarang,

psikologis, sosial budaya masyarakat dan filosofis. Untuk memahami sebuah novel,

harus dilakukan pembedahan struktur yang dimiliki Kenney (1966:6-7) berpendapat,

“To analyze a literary work is to identify the sparate parts that make it up(this correspondsroughly to the notion of tearing it to pieces), to determinethe relationships among the parts, and to discover the relation of the parts,to the whole. The end of the analysis is always the understanding of theliterary work as a unified and complex whole”.

Dari pendapat Kenney (1966:6-7) dijelaskan bahwa menganalisis sebuah

karya sastra dengan mengidentifikasi bagian-bagian karya yang membentuk, dengan

menentukan hubungan antar bagian-bagian, dan menemukan antar bagian bagian

Page 29: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

17

secara keseluruhan. Analisis akhir suatu pemahaman karya sastra sebagai satu

kesatuan yang utuh dan kompleks.

Fiksi modern di bagi menjadi tiga golongan besar yaitu, bacaan hiburan, cerita

dengan kecenderungan konvensional, dan fiksi modern dengan kecenderungan

inkonvensional. Bacaan hiburan berfungsi sebagai sarana hiburan bagi pembacanya.

Pembagian cerita dengan kecenderungan konvensional dan inkonvensional tersebut

berkaitan dengan konvensi unsur-unsur intrinsik sastra. Konvensional merupakan

cerita yang masih berpegang pada aturan atau konvensi sastra yang ada, sedangkan

inkonvensional tidak berpegang dan bahkan menyimpang dari konvensi atau aturan

sastra yang telah ada. Pembedaan tersebut sedikit berbeda dengan kategorisasi yang

dilakukan oleh Goldmann.

Lubis (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:165-166) mengkategorikan novel

menjadi beberapa jenis, antara lain roman avontur, roman psikologis, romandetektif,

roman sosial, roman politik, roman kolektif. Terdapat sedikit perbedaan dari

pengkategorian di atas adalah pembagian yang ada dalam Ensiklopedia Indonesia

(dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 166), yaitu roman sosial, roman bersejarah,

roman tendens, roman keluarga, roman psikologis.

Berdasar pada berbagai pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara

garis besar novel terbagi menjadi dua, yaitu novel serius dan novel popular. Novel

serius merupakan sebuah karya sastra yang memiliki kadar kesastraan yang tinggi dan

membutuhkan suatu pemahaman yang lebih untuk dapat memahaminya. Novel serius

cenderung mengangkat tema-tema yang lebih “berat”, seperti tema tentang politik,

Page 30: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

18

pendidikan, psikologi, dan lai-lain.Novel popular merupakan sebuah karya sastra

yang berfungsi sebagai sebuah sarana hiburan. Meskipun hanya sebagai sebuah

sarana hiburan, novel popular tak lantas mengabaikan konvensi-konvensi sastra yang

ada. Novel popular tetap mengindahkan konvensi sastra yang ada dan juga memiliki

nilai estetis yang dapat dinikmati oleh pembacadan nilai pedagogis yang dapat dipetik

oleh pembaca. Untuk memahaminya pun pembaca tidak membutuhkan pemikiran

yang lebih.

c. Unsur-Unsur Novel

Jakob Sumarjo (1982:11) mencantumkan unsur-unsur fiksi (novel) sebagai

berikut: (1) plot atau alur; (2) kerakter atau penokohan; (3) tema; (4) setting atau

latar; (5) suasana; (6) gaya; dan (7) sudut pandang penceritaan. Berbeda dengan

pendapat di atas, Zainuddin Fanani (2000 : 84) mendefinisikan bahwa unsur-unsur

prosa dibagi menjadi: (1) Tema; (2)Penokohan; (3) Plot; dan (4) Setting.

Lebih lanjut lagi akan dipaparkan satu persatu struktur tersebut:

1. Plot

Plot sering juga disebut alur. Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka awal

hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan

(Herman J. Waluyo, 2002: 8).

William Kenney (1966: 13-14) menyatakan:

“ plot reveals event to us, not only in their temporal, but also inrelationships. Plot makes us aware of events not merely as elements intemporal series, but also as anintricate pattern of cause and effect”. “Thestructure of plot to recognize this much, however.Is only a beginning. Wemust consider in more specific terms the form this

Page 31: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

19

“arrangement” we callplot is likely to take. For, underlying the evident diversity of fiction, wemay discern certain recurring patterns”.

Berpijak dari pendapat William Kenney (1966: 13-14) dapat dijelaskan bahwa

plot mengungkapkan suatu rencana, bukan hanya dalam duniawi penulis tetapi juga

dalam hal hubungan antar jalinan cerita. Plot merupakan peristiwa yang tidak hanya

sebagai elemen dalam seri temporal, tetapi juga sebagai pola sebab akibat.

Alur/ Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang

beranggapan bahwa alur merupakan unsur terpenting dalam sebuah ceri tadi antara

berbagai unsur fiksi yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh, kejelasan alur sebuah

cerita erat kaitannya dengan jalinan antar peristiwa yang disajikan oleh penulis

sehingga dapat membantu mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang

ditampilkan. Kejelasan alur berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti

kemudahan cerita untuk dimengerti (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 110).

Forster (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 113) mengemukakan bahwa alur

atau plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya

hubungan kausalitas. Hal tersebut sejalan dengan Stanton (dalam Burhan

Nurgiyantoro, 2002: 113) yang menyebutkan bahwa alur adalah cerita yang berisi

urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,

peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.

Alur ada bermacam-macam, dilihat dari aspek urutan waktu terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang besagkutan atau lebih

tepatnya urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, alur terbagi

Page 32: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

20

menjadi:

1) Plot lurus/ progresif, alur/ plot sebuah novel dikatakan lurus atau progresif apabila

peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa –peristiwa yang

pertama diikuti oleh peristiwa atau meyebabkan terjadinya peristiwa yang

kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, yaitu penyituasian,

pengenalan, pemunculan konflik, tengah/ konflik meningkat, klimaks, dan akhir/

penyelesaian (Burhan Nurgiyantoro, 2002:154).

2) Plot Sorot-balik/ Flash-back, Urutan kejadian yang disajikan dalam sebuah karya

fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap

awal melainkan mungkin cerita disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari

tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita disajikan. Karya sastra dengan jenis

ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah sampai pada konflik yang

meruncing (Burhan Nurgiyantoro,2002:154). Dalam menyajikan sebuah alur

cerita, penulis umumnya memiliki tahapan–tahapan atau urutan penceritaan yang

berbeda-beda.

Berikut ini tahapan alur yang dijabarkan oleh Tasrif dalam Mochtar Lubis

(dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002:149) yang membedakan tahapan plot menjadi

lima bagian, antara lain:

1) Tahap situation (penyituasian), yaitu tahap yang terutama berisi pelukisan dan

pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap

pembukaan cerita, pemberian informasi awal. Tahap ini berfungsi sebagai

landasan tumpu cerita yang akan dikisahkan;

Page 33: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

21

2) Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), pada tahap ini

masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang menyulut konflik mulai

dimunculkan;

3) Tahap rising action (tahap peningkatan konflik), konflik-konflik yang

dimunculkan mulai berkembang atau dikembangkan kadar intensitasnya.

Peristiwa-peristiwa yang menjadi inti cerita mulai menegangkan;

4) Tahap climax (tahap klimaks), konflik dan atau pertentangan yang terjadi padapara

tokoh mulai mencapai puncaknya; dan

5) Tahap denouement (tahap penyelesaian), pada tahap ini konflik utama yang telah

mencapai klimaks mulai diberi jalan keluar begitu juga dengan konflik-konflik

tambahan yang lain juga mulai diberi jalan keluar.

Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah

rangkaian peristiwa yang disajikan secara kronologis oleh pengarang mulai dari tahap

awal atau tahap pengenalan tokoh, pemunculan konflik hingga konflik tersebut dapat

diselesaikan.

2. Perwatakan atau Penokohan

Penokohan adalah pelukisan tokoh atau pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap

dan tingkah lakunya dalam cerita (Zulfahnur, dkk., 1996: 29). Pengertian penokohan

tersebut, menurut Panuti Sudjiman (dalam Zulfahnur, dkk., 1996: 29) merupakan

individu rekaan berwujud atau binatang yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam

cerita. Manusia yang menjadi tokoh dalam certa fiksi dapat berkembang

perwatakannya baik dari segi fisik maupun mentalnya.

Page 34: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

22

Wellek danWarren (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:133-134),

menyatakan ada beberapa cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan rupa,

watak, dan pribadi para tokoh, yaitu: (1) Physical description, yaitu melukiskan

bentuk lahiriah tokoh yang dilakukan oleh pengarang; (2) Portroyal of

througthstreem or of conscious though, yaitu pelukisan jalan pikiran pelakon atau

tokoh atau apa yang terlintas dalam pikiran pengarangnya; (3) Reaction of events,

yaitu pengarang melukiskan bagaimana reaksi tokoh atau lakon terhadap kejadian

yang ada; (4) Direct author analisys, yaitu pengarang menganalisis watak tokoh atau

lakon secara langsung; (5) Discussion of environment, yaitu pengarang melukiskan

keadaan sekitar lakon atau tokoh. Misalnya, melukiskan keadaan kamar, sehingga

pembaca akan memeroleh kesan secara jelas terhadap tokoh yang ada; (6) Reaction of

others about character, yaitu pengarang melukiskan bagaimana pandangan-

pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama; dan (7)

Conversation of others about character, yaitu pelakon atau tokoh yang lain dalam

suatu carita memperbincangkan keadaan pelakon utama dengan demikian maka

secara tidak langsung pembaca mendapat kesan tentang segala sesuatu mengenai

pelakon utama.

Herman J. Waluyo (2002: 16) mengklasifikasikan tokoh menjadi beberapa

macam yaitu, pertama berdasar peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh-

tokoh yaitu, tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu

atau dua tokoh protagonis utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh lain yang ikut terlibat

sebagai pendukung cerita; tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita biasanya ada

Page 35: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

23

seorang tokoh utama yang menentang cerita, dan beberapa figur pembantu yang ikut

menentang cerita; dan tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu baik untuk tokoh

protagonist maupun tokoh antagonis.

Kedua berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, terdapat tokoh-

tokoh yaitu tokoh sentral, tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh

sentral merupakan bidang keladi dari pertikaian. Tokoh sentral adalah tokoh

protagonis maupun antagonis; tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau tokoh

penentang tokoh sentral. Bisa juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral.

Dalam hal ini merupakan tokoh tritagonis; dan tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh

yang memegang peran pelengkap dalam mata rangkai cerita.

Ketiga hubungan antar tokoh. Penokohan dan perwatakan mempunyai

hubungan yang sangat erat karena kedua unsur tersebut berada pada objek yang sama

yaitu tokoh atau suatu peran. Penokohan yang baik adalah yang dapat

menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut

yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat.

Perkembangannya haruslah wajar dan dapat diterima berdasarkan hubungan

kausalitas. Penggambaran perwatakan dari tokoh-tokoh cerita disebut sebagai

penokohan.

Pengenalan tokoh dalam suatu cerita, menurut Jakob Sumardjo dan Saini K.

M. (1994:65), ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memahami karakter

tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu : (1) melalui apa yang diperbuatnya; (2)melalui

Page 36: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

24

ucapan-ucapannya; (3) melalui gambaran fisik tokoh; (4) melalui pikiran

pikirannya;(5) melalui penerangan langsung dari pengarang.

Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional),dan

penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis,psikologis,

dan sosiologis) (Herman J. Waluyo, 2002 : 17). Yang termasuk dalam keadaan fisik

tokoh adalah: umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah, ciri khas yang

menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus/gemuk, suka

senyum/cemberut, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi watak, kegemaran,

mentalitas, standar moral, tempramen, ambisi, kompleks psikologi yang dialami,

keadaan emosinya dan sebagainya. Keadaan sosiologis meliputi jabatan, pekerjaan,

kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan sebagainya.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah

watak tokoh yang berupa perilaku, ucapan maupun kebiasaan. Hubungan antar tokoh

dapat dilihat dari perwatakan atau penokohan yang digambarkan oleh pengarang.

Dari penokohan tersebut akan tergambar tentang perilaku, cara bicara, dan sikap dari

para tokoh yang kemudian dapat digunakan untuk menganalisis.

3. Tema

Tema/ theme, menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 67) adalah

makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Pendapat yang sama juga disampaikan

oleh Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 67) yang juga menyatakan bahwa

tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Lebih rinci lagi,

Hartoko dan Rahmanto (dalam Burhan Nurgiyantoro,2002: 67) mendefinisikan tema

Page 37: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

25

sebagai gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang

terkandung di dalam sebuah teks sastra sebagai struktur semantik dan yang

menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan perbedaan.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Zulfahnur,

dkk. (1996: 25) yang menyatakan bahwa tema adalah ide sentral yang mendasari

sebuah cerita, tema mempunyai tiga fungsi, yaitu: sebagai pedoman bagi pengarang

dalam menggarap cerita; sasaran atau tujuan penggarapan cerita:dan mengikat

peristiwa-peristiwa cerita dalam satu alur. Tema merupakan makna keseluruhan yang

didukung cerita, dengan sendirinya ia akan“tersembunyi” dibalik cerita yang

mendukungnya. Oleh karena itu, untuk menemukan tema dari sebuah cerita, haruslah

disimpulkan terlebih dahulu keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-

bagian tertentu dari sebuah cerita.

Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema

dengan premis dari prosa tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari

sebuah prosa dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya (Herman J.

Waluyo, 2002: 24). Mengenai premis, ia juga mengemukakan bahwa premis dapat

juga disebut sebagi landasan pokok yang menentukan arah tujuan lakon yang

merupakan landasan bagi pola konstruksi lakon.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tema atau theme adalah

ide pokok dari sebuah cerita yang mengandung makna dari sebuah cerita yang pada

umunya tekandung secara tersirat, maka untuk menyimpulkan tema dari sebuah karya

Page 38: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

26

fiksi haruslah menyimpulkannya secara keseluruhan terlebih duhulu, melalui tema

pula sebuah cerita dikembangkan oleh penulisnya.

4. Setting atau Latar

Setting sering juga disebut latar cerita. Asul Wiyanto(2004: 28).berpendapat

bahwa setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan.Latar

adalah situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita. Tercakup di dalamnya

lingkungan geografis mulai dari rumah tangga, pekerjaan, benda-benda dan alat-alat

yang berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa cerita waktu, suasana dan periode

sejarah (Zulfahnur, dkk., 1996: 37).

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang diugkapkan oleh Abrams

(dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 216) landas tumpu, menyaran pada pengertian

tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar atau setting yang disebut juga

sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yangdiceritakan.

Ada empat bagian penyusun setting menurut William Kenney(1966:40),yaitu:

(1) the actual geographical location, including topographyscenery, eventhe details of a room’s interior; (2) the accupationsand modes of day-to-dayexistence of the characters; (3) the time inwhich the action takes plece,e.g,historical period, season of theyear; (4) the religious, moral, intellecctual, sosial,and emotional environment of the characters.

Mengacu dari pendapat William Kenney (1966 : 40) menjelaskan bagian

penyususn setting adalah (1) lokasi geografis yang sebenarnya, termasuk rancangan

bentuk dan desain interior; (2) model karakter pemain sesuai dengan musim dan

Page 39: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

27

tahun; (4) karakter yang mencerminkan keagamaan, moral, lingkungan, sosial dan

emosional.

Burhan Nurgiyantoro (2002: 227), menjelaskan unsur latar dapat dibedakan

ke dalam tiga unsur pokok, yaitu (1) latar tempat, yaitu mengacu pada lokasi

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat disebut

pula sebagai latar fisik (physical setting); (2) latar waktu, yaitu berhubungan dengan

masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi; (3)

latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan

sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Hal itu dapat

berupa kebiasaan hidup, tradisi, cara berpikir dan bersikap, pandangan hidup,

keyakinan, dan status sosial.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setting atau latar

adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa yang berhubungan

dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada suatu tempat dalam karya fiksi.

d. Novel Sebagai Dokumen Sosial (Teeuw)

Karya sastra sebagai dokumen sosial, hal ini sesuai dengan konsekuensinya

untuk pemakaian karya sastra, khususnya roman, untuk tujuan penelitian ilmu-ilmu

sosial. Ada kalanya roman disebut sebagai dokumen sosial, walaupun sebutan ini dari

segi tertentu ada benarnya. Namun roman tidak berarti dapat dipergunakan langsung

sebagai dokumen seperti laporan wartawan, kumpulan data statistik dan lain-lainnya.

Oleh karena itu tiap karya sastra ada keterpaduan antara mimesis dan kreasi, antara

Page 40: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

28

kenyataan dan khayalan orangharus hati-hati dalam mengambil data faktual dari

tulisan rekaan, walaupun tulisan itu sebenarnya sangat realis. Sebagai penyedia data.

dan fakta roman tidak dapat dipercaya karena tidak bisa diketahui di mana

fakta berakhir dan rekaan dimulai. Penulis roman tidak dapat dan tidak perlu

mempertanggungjawabkan takaran kenyataan dalam isifaktual karyanya.Dalam arti

ini roman biasanya bukan dokumen sosial.Hanyatulisan rekaan yang bisa

dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada data yangdiperoleh dari sumber yang

jelas bersifat dokumen sosial.Novel merupakan karya rekaan. Karya rekaan memang

merupakandokumen sosial, yang lebih dahulu disebut jalan ke emapat ke kebenaran:

lewat sastra pembaca sering kali jauh lebih baik dari lewat tulisan sosiologi mana pun

juga, dapat menghayati hakikat eksistensi manusia dengan segala permasalahannya

(Teeuw, 1984:237).

Richard Hoggart dalam Teeuw (1984:237) menjelaskan bahwa sastra

yangbaik menciptakan kembali rasa kehidupan, bobotnya dan susunannya.

Menciptakan kembali keseluruhan hidup yang dihayatinya, kehidupan emosi,

kehidupan budi, individu maupun sosial, dunia yang syarat obyek. Hal ini

diciptakannya bersama-sama dan secara saling keterjalinan, seperti terjadi dalam

kehidupan yang kita hayati sendiri. Sastra baik menciptakan kembali kemendesakan

hidup.Tetapi arti karya sastra semacam itu tidak bias ditangkap dengan metode dan

teknik ilmu-ilmu sosial. Untuk itu diperlukan kepekaan kesastraan, kemahiran

membaca, memahami dan menilai karya sastra sesuaidengan ciri khasnya sebagai

rekaan, yang diciptakan oleh manusia dengan dengan daya cipta yang peka pula.

Page 41: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

29

Hal ini diperkuat oleh Hoggart dalam Teeuw (1984:238) bahwa pemahaman

puitik, metaforik, intuitif adalah wujud pengetahuan, walaupun tidak dapat diukur

secara obyektif. Kesahihannya tergantung pada daya imajinasi pengarang (imajinasi

terkandung pula didalamnya penembusan, kekompleksan, kejujuran) dan pada

kemampuan kita sebagai pembaca untuk mengujinya dengan rasa pengalaman

sendiri.

Permasalahan dalam novel yang terjadi di dalam masyarakat, ketika oleh

pengarang melalui karya sastra sebagai dokumen sosiobudaya, akan memberikan

makna yang kompleks dan mengandung misi tertentu. Sehubungan dengan hal itu,

novel dianggap sebagai sebuah dokumen sosiobudaya yang mengandung makna.

Setiap makna yang terkandung pada sebuah novel tentunya dapat diperoleh dari

kajian berbagai aspek dan unsur yang membangunnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah karya sastra

dapat dikatakan sebagai dokumen sosial, jika karya sastra tersebut berdasarkan cerita

rekaan yang datanya diambil dari kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Hal ini

sesuai dengan karya sastra berupa novel yang banyak mengisahkan tentang

kehidupan manusia.

2. Kajian tentang Sosiologi Sastra

a. Pengertian Sastra

Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sehingga,

berbatasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra dalam

bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta; akar katasas-, dalam kata kerja

Page 42: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

30

turunan berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra biasanya

menujukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku

petunjuk, buku intruksi atau pengajaran, seperti silpasastra (buku arsitektur),

kamasastra (buku petunjuk mengenai petunjuk seni cinta) (Teeuw, 1984 : 23).

Selanjutnya Teeuw (1984 :22) juga merumuskan nama sastra sebenarnya

merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari nama yang digunakan dalam

masyarakat bahasa asing, khususnya eropa. Dalam bahasa Inggris sastra dinamakan

literature, dalam bahasa Jerman sastra dinamakan literature, dalam bahasa Perancis

literature. Nama susastra digunakan yang kurang lebih berarti “tulisan yang indah”

juga digunakan dalam masyarakat Eropa tersebut: letterkunde dalam bahasa Belanda,

belles-letters dalam bahasa Perancis. Merujuk dari pendapat Teeuw di atas bahwa

dalam usahanya untuk merumuskan pengertian sastra memusatkan banyak

perhatian pada pengertian tulisan dengan berbagai cirinya.

Rene Wellek dan Austin Waren memberikan pengertian sastra sebagai

berikut:

“Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan mantra bersifat social merupakan konvensi dannorma masyarakat. Lagi pula sastra menyajikankehidupan, dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial,walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif kehidupanmanusia.”(Rene Wellek dan Austin Warren, 1993:109).

Berhubungan dengan istilah sastra, Atar Semi (1993:8) menjelaskan sastra

adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia

dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Page 43: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

31

Jakob Sumardjo dan Saini K. M. (1994:3) menjelaskan bahwa sastra adalah

ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide,

semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

pesona dengan alat bahasa.

Sastra juga dapat diartikan sebagai hasil kreativitas pengarang yang

bersumber dari kehidupan manusia secara langsung atau melalui rekaannya dengan

bahasa sebagai medianya. Sastra dianggap sebagai karya yang berpusatpada moral

manusia (humanitat), yang di satu sisi terkait dengan sejarah dan padasisi lain pada

filsafat (Darma dalam Retno Winarni, 2009:7).

Dari beberapa istilah sastra di atas yang dikemukakan oleh beberapa ahli

memiliki persamaan bahwa sastra sama-sama menggunakan media atau perantara

berupa bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi masayarakat. Bahasa

diciptakan oleh manusia berdasarkan tempat tinggalnya. Namun, kosa kata dalam

bahasa merupakan kesepakatan antar masyarakat. Selain bahasa, persamaan lain

adalah obyeknya adalah manusia. Ungkapan karya sastra manusia tersebut berupa

kehidupan sehari-hari atau hasil imajinasi pengarang.

Sementara itu Sastra menurut Luxemburg (1984 : 5) merupakan sebuah

ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Sang seniman

menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta

alam, bahkan meyempurnakannya.

Merujuk dari pendapat di atas, sastra memang hidup dan berasal dari

masyarakat. Masyarakat mampu menciptakan karya sastra merupakan masyarakat

Page 44: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

32

yang memiliki daya kreatifitas yang tinggi. Hasil karya tersebut akan dinikmatioleh

pembaca dan dijadikan pandahuan dalam kehidupan. Di mana karya sastra

mempunyai ide, gagasan dan nilai-nilai kehidupan yang baik dan patut diikuti oleh

masyarakat.

Secara intuitif, kita ketahui bahwa sastra termasuk dalam seni, tetapi juga

lebih dari seni. Sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih

luas daripada yang bersifat estetik (seni) saja.Sastra selalu melibatkan pikiran pada

kehidupan sosial, moral, psikologi dan etika. Dengan demikian sastra cenderung

menjadi lebih penting dan menarik perhatian pembaca dari pada bentuknya sebagai

penjelmaan pengungkapan seni. Pembicaraan sastra lebih banyak berhubungan

dengan kehidupan yang dipaparkan dalam karya sastra dari pada masalah estetikanya

(Sastrowardoyo dalam Nani Tuloli, 2000:2).

Sementara itu Nani Tutoli (2000:2) mengatakan bahwa sastra merupakan

ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran. Penggambaran

atau imajinasi ini dapat merupakan titian terhadap kenyataan hidup, wawasan

pengarang terhadap kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasimurni pengarang yang

tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang dan

dapat pula sebagai campuran semuanya itu.

Merujuk dari beberapa pendapat di atas, untuk memudahkan pengertian sastra,

perlu dikembangkan beberapa pandangan sebagai berikut:

a. Dalam sastra ada penanganan bahan yang khusus, yang berlaku pada puisi dan prosa.Misalnya terdapat paralisme, kiasan, penggunaan bahasa yang

Page 45: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

33

tidak gramatikal, peristiwaan dan sudut pandang yang bermacam-macam. Maka untuk mengerti sastra kitaharu kembali kepengetahuan tentang bahasa.

b. Ada anggapan bahwa sastra cenderung sebagai fiksi. Fiksi onalitas ini dapat dikaji dalam sastra tulis maupun sastra lisan, juga terdapat pada semua ragam (puisi dan prosa)

c. Penggunaan tanda-tanda khusus dalam sastra, memungkinkan munculnya wawasan bersifat umum tentang keberadaan menusiasosial atau budaya dan intelektual.

d. Dengan memahami sastra sebagai sebagai karya fiksi, serta hubungan antara yang khusus dan umum, kita dapat menginterpretasikan sastra sesuai dengan wawasan kita. Dalamteks sastra, secara implisit terdapat banyak “tempat terbuka” bagi penafsiran dan pemahaman.

e. Penciptaan karya sastra berada pada ketegangan antara kreatikvitas dan konvensi. Karya sastra itu di satu pihak tergantung (terkait)dengan konvensi sastra, tetapi pada sisi lain dituntun keaslian dan kraatifitas peniptaan (Nani Tuloli, 2000:2-3)

Definisi-definisi sastra yang ada dijadikan patokan tentang pengertian sastra,

umumnya masih bersifat parsial sehingga belum mampu memberikan gambaran

pengertian sastra secara utuh. Keparsialan definisi tersebut oleh Luxemburg

(1984:4)digolongkan menjadi empat bagian yang meliputi:

a. Definisi yang mencakup aspek terlalu banyak, sering dilupakan antara definisi deskriptif mengenai sastra itu apa. Dengan devinisi evaluative yang berkaitan dengan nilai yang menentukan suatu karya bernilai tinggi atau tidak.

b.Definisi yang merupakan definisi ontologism, yaitu definisi yang mengungkapkan hakikat sebuah karya sastra sambil melupakan bahwa hendaknya didefinisikan didalam situasi para pemakai atau pembaca sastra, norma dan deskripsi sering dicampur baurkan sehingga tidak disadari bahwa sementara karya untuk orang ini termasuk sastra sedang munurut orang lain bukan sastra.

c. Definisi yang terlalu dititik beratkan pada contoh sastra Barat. Khususnya sejak jaman Renaissance, tanpa memperhitungkan sastra di luar jaman tersebut. Padahal di luar kebudayaan sastra Eropa, banyak dijumpai sastra yang berbeda yang mempunyai kekhasan.

d. Definisi yang hanya berkecenderungan dengan jenis-jenis sastra tertentu sehingga tidak relevan apabila diterapkan pada semua jenis sastra.

Page 46: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

34

Pengertian tentang sastra (Luxemburg, 1984: 3-4) juga berlaku pada zaman

romantik. Beberapa pengertian sastra pada zaman romantik;

a. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah

imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses

penciptaan di alam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama

merupakan sesuatu luapan emosi yang spontan.

b. Sastra bersifat otonom, tidak mengacu pada yang lain, sastra tidak bersifat

komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya sendiri.

Dalil ini masih bergema di hampir setiap pendekatan terhadap sastra.

c. Karya sastra yang otonom itu bercirikan suatu koherensi. Pengertian koherensi itu

pertama-tama dapat ditafsirkan sebagai suatu keselarasan yang mendalam antara

bentuk dan isi.

d. Sastra menghindarkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan.

Pertentangan-pertentangan tersebut aneka rupa bentuknya ada pertentangan antara

yang di sadari dan yang tidak di sadari, antara pria dan wanita, antara roh dan

benda, dan seterusnnya.

e. Sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa sastra adalah hasil

kreatifittas masyarakat yang berupa ide, pengalaman, pemikiran dan perasaan melalui

media bahasa dengan cara penggambaran. Penggambaran atau imajinasi ini dapat

berupa titian terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan

kehidupan, dapat pula imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan dengan

Page 47: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

35

kenyataan hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang dan dapat pula sebagai

campuran semuanya itu.

b. Pengertian Sosiologi

Nyoman Kutha Ratna (2011:1) menjelaskan bahwa sosiologi berasal dari akar

kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi

(logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami

perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi

sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat,

ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia

dalam masyarakat , sifatnya umum, rasional dan empiris.

Soerjono Soekanto (2010: 4) merumuskan “secara etimologis sosiologi sastra

berasal dari bahasa Latin socius yang berarti kawan dan logos dari kata Yunani yang

berarti ilmu”. Lebih lanjut Soekanto menjelaskan:

Secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang disekitar masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, sosiologi terutama menelaah gejala-gejala di masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan serta perwujudannya. Selain itu sosiologi sastra juga mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar dan gejala ab normal atau gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial. (Soerjono Soekanto, 1993: 395)

Swingewood (dalam Faruk, 2010: 1) mendefinisikan sosiologi sebagai

studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dan masyarakat, studi mengenai

lembaga-lembaga dan proses-proses sosial.

Page 48: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

36

Berkaitan dengan pendapat di atas, Giddens dalam Faruk

(2010:18)mengatakan bahwa :

“…The study of human sosial life, groups, dan societies.it is a dazzlingand compelling enterprise, having as its subject matter our own behavior assosial beings. The scope of sociology is extremely wide, ranging from the analysisof passing encounters between individuals in the street up to the investigation ofglobal sosial processes.”

Bertumpu pada penjelasan di atas bahwa Giddens dalam Faruk (2010:18)

mengatakan studi tentang kehidupan manusia, kelompok dan masyarakat. Studi

tersebut merupakan permasalahan manusia dalam kehidupan sosial. Ruang lingkup

sosiologi sangat luas mulai dari individu sampai proses sosial dalam masyarakat.

Selanjutnya Pitirim Sorokin dalam Soerjono Soekanto (2010: 17) mengatakan

bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:

a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masayarakat dengan politik dan lain sebagainya);

b. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya);

c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala – gejala sosial.

Abdul Syani (2007:5) mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu

pengetahuan yang mempunyai obyek studi masyarakat. Sosiologi berkembang

didalam masyarakat. Masyarakatlah yang menjadi obyek ilmu. Baik itu dilihat dari

aspek sosial, aturan, adat-istiadat, kebudayaan dan sebagainya.

Sosiologi sebenarnya mempelajari manusia sebagaimana ditemukan dan

dialami secara langsung dalam kenyataan keseharian kehidupan (Faruk, 2010:17).

Sebuah usaha untuk menemukan aturan, hukum dan pola-pola yang berulang dan

Page 49: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

37

berlangsung dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan obyek pengalaman dalam

kehidupan sehari-hari berlangsung tak beraraturan. Pengalaman tersebut senantiasa

berubah, hilang sesaat atau muncul kembali.

Michael Zeratta dalam Elizabeth dan Tom Burns (1973:11) mendefinisikan

sosiologi dalam novel:

In the sociology of the novel, sociologi is dealing with an art. True,narrative fiction is contained within language and takes most of its owncharacter from it; the form and content of the novel derive more closelyfrom sosial phenomena than do those of other arts, except perhapscinema; novels often seem bound up with particular moments in thehistory of society; we are none the less concerned with a specific art.

Dalam sosiologi novel, ilmu sosiologi berhubungan dengan suatu seni. Adalah

benar, fiksi naratif termasuk dalam bahasa dan membentuk karakternya sendiri paling

banyak dari bahasa itu; bentuk dan isi novel mengambil lebih dekat fenomena social

dibanding bentuk kesenian lain kecuali, film; novel seringkali terlihat berhubungan

dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah manusia.

Suatu paradigma sosiologi mempelajari apa yang disebut sebagai institusi-

institusi sosial dan struktur sosial. Institusi sosial menurut Ritzer (dalam Faruk,

2010:19) adalah nilai-nilai dan norma-norma bersama yang diwujudkan dalam suatu

kebudayaan atau sub kebudayaan. Atau dalam pengertian yang lain:

“aways of actingand thingking that the individuals find preestablished,…already made,…imposed more or less in him … and that willsurvive him”

Sedangkan struktur sosial adalah:

Page 50: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

38

“the net works of sosial relations in which processes of sosial interactionbecome organized and through which sosial positions of individuals andsubgroups become differentiated”

Berdasarkan penjelasan di atas institusi sosial menurut Ritzer (dalam Faruk,

2010:19) adalah cara berfikir seorang individu sudah ada dalam dirinya. Strutur social

merupakan hubungan interaksi sosial yang terorganisasi dalam individu dan

kelompok sosial yang berbeda.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu

yang mempelajari masyarakat serta gejala-gejala sosial yang timbul dalam

masyarakat yang bersifat umum, rasional dan empiris.

c. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki

paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda daripada yang

telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra.Penelitian

penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah

ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan

resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut.

Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi sastra dituntut memenuhi persyaratan-

persyaratan keilmuan dalam menangani objek sasarannya.

Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebutpara

kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara

pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi

dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa

Page 51: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

39

karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudah terkondisi oleh

lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams,1971:178).

Sekalipun teori sosiologis sastra sudah diketengahkan orang sejak sebelum

Masehi, dalam disiplin ilmu sastra, teori sosiologi sastra merupakan suatu bidang

ilmu yang tergolong masih cukup muda (Damono, 1978:3) berkaitan dengan

kemantapan dan kemapanan teori ini dalam mengembangkan alat-alat analisis sastra

yang relatif masih lahil dibandingkan dengan teori sastra berdasarkan prinsip otonomi

sastra.

Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi

dewasa ini (das sein) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya

karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif. Menurut Nyoman Kutha

Ratna (2011: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu

dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra

dengan masyarakat, antara lain:(1) Pemahaman terhadap karya sastra dengan

pertimbangn aspek kemasyarakatannya;(2) Pemahaman terhadap totalitas karya yang

disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya;(3) Pemahaman

terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang

melatarbelakangi; (4) Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) anatara

sastra dengan masyarakat; dan (5) Sosiologi sastra berusaha menemukan kualits

interdependensi antara sastra dengan masyarakat.

Endraswara (2010: 79) dalam bukunya Metodologi Pengajaran Sastra,

memberi pengertian bahwa sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada

Page 52: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

40

masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia

dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.

Lebih lanjut Nurhayati Harahap (2006 : 31-32) dalam Jurnal Ilmiah dan

Bahasa menjelaskan bahwa sebuah karya sastra didekati dari hal-hal yang berada di

luar sastra itu sendiri (ekstrinsik) dengan memfokuskan perhatiannya pada latar

belakang sosio budaya. Dalam ilmu sastra, pendekatan ini disebut sosiologi sastra,

yaitu pendekatan sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya.

Segi kemasyarakatan berhubungan dengan masyarakat yang berada di sekitar sastra

itu, baik penciptanya, gambaran masyarakat yang diceritakannya itu dan pembacanya.

Sementara, Faruk (2010: 1) memberi pengertian bahwa sosiologi sastra

sebagai studi ilmiah dan objektf mengenai manusia dalam masyarakat, studi sosiologi

berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan,

bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Lewat

penelitian mengenai lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik dan keluarga

yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut struktur sosial, agama,

ekonomi, politik, dan keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang

disebut sebagai struktur sosial, sosiologi dikatakan memperoleh gambaran mengenai

cara-cara menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat

tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosialitas, proses belajar secara kultural

yang dengannya individu individu dialokasikannya pada dan menerima peranan

tertentu dalam struktur sosial itu.

Page 53: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

41

Sosiologi sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak penelitian

penelitian yang menggunakan teori strukturalisme dianggap mengalami stagnasi.

Didorong oleh adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan

aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka karya sastra harus dipahami sebagai bagian

yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan.

Menurut Nyoman Kutha Ratna (2011: 332) ada beberapa hal yang harus

dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan

demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut; (1)

Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh

penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat;(2) Karya sastra hidup dalam

masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang

pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat; (3) Medium karya sastra baik lisan

maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat dengan sendirinya telah

mengandung masalah kemasyarakatan; (4) Berbeda dengan ilmu pengetahuan,

agama, dan adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik,

etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga

aspek tersebut; (5) Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat

intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat, atau diasumsikan sebagai

salinan kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar

dalam sastra. Yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah berperan sebagai

mikrokosmos sosial. Seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat

Page 54: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

42

jelata, dan sebagainya. Perkembangan sosiologi sastra modern tidak terlepas dari

Hippolyte Taine, seorang ahli sosiologi sastra modern yang pertama membicarakan

latar belakang timbulnya karya sastra besar, menurutnya ada tiga faktor yang

memengaruhi, yaitu ras, saat, dan lingkungan (Abrams, 1971: 178).

Hubungan timbal-balik antara ras, saat, dan lingkungan inilah yang

menghasilkan struktur mental pengarang yang selanjutnya diwujudkan dalam karya

sastra. Sosiologi sastra ilmiah apabila menggunakan prinsip-prinsip penelitian seperti

ilmu pasti, hukum. Karya sastra adalah fakta yang multi interpretable tentu kadar

“kepastian” tidak sebanding dengan ilmu pasti. Yang penting peneliti sosiologi karya

sastra hendaknya mampu mengungkapkan hal ras, saat, dan lingkungan.

Berkaitan dengan sosiologi sastra sebagai yang menonjol dilakukan oleh

kaum Marxisme yang mengemukakan bahwa sastra adalah refleksi masyarakat yang

dipengaruhi oleh kondisi sejarah. Sastra karenanya, merupakan suatu refleksi

lingkungan budaya dan merupakan suatu teks dialektik antara pengarang. Situasi

sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang

dikembangkan dalam karya sastra.

Sebagaimana yang dikemukakan Damono, Swingewood (1972: 15) pun

mengingatkan bahwa dalam melakukan analisis sosiologi terhadap karya sastra,

kritikus harus berhati-hati dengan slogan “sastra adalah cermin masyarakat’’. Hal ini

melupakan pengarang, kesadaran, dan tujuannya. Dalam melukiskan kenyataan,

selain melalui refleksi, sebagai cermin, juga dengan cara refleksi sebagai jalan belok.

Page 55: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

43

Seniman tidak semata melukiskan keadaan sesungguhnya, tetapi mengubah

sedemikian rupa kualitas kreativitasnya. Dalam hubungan ini

Teeuw (1984: 18-26) mengemukakan ada empat cara yang mungkin dilalui,

yaitu (a) afirmasi ( merupakan norma yang sudah ada, (b) restorasi ( sebagai

ungkapan kerinduan pada norma yang sudah usang), (c) negasi (dengan mengadakan

pemberontakan terhadap norma yang sedang beralaku, (d) inovasi (dengan

mengadakan pembaharuan terhadap norma yang ada).

Berkenaan dengan kaitan antara sosiologi dan sastra tampaknya Swingewood

(1972: 15) mempunyai cara pandang bahwa suatu jagad yang merupakan tumpuan

kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia, karena disamping sebagai makhluk sosial

budaya akan sangat sarat termuat dalam karyasastra. Hal inilah yang menjadi bahan

kajian dalam telaah sosiologi sastra.

Berkaitan dengan sosiologi sastra Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi

dalam Soerjono Soekanto (2010: 18) menyatakan bahwa sosiologi sastra atau ilmu

masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial,

termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan

antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah (norma-norma sosial),

lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sertaapisan-lapisan sosial. Proses

sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagaisegi kehidupan bersama,

umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi

kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara

segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu

Page 56: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

44

proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan

di dalam struktur sosial.

Sosiologi sastra Indonesia dengan sendirinya mempelajari hubungan yang

terjadi antara masyarakat Indonesia dengan sastra (di) Indonesia, gejala-gejalabaru

yang timbul sebagai akibat antar hubungan tersebut (Nyoman Khuta Ratna,2011: 8).

Jadi, sosiologi sangat erat hubungannya dengan apa yang ada dalam masyarakat.

Dengan demikian, sosiologi tumbuh tidak dengan kekosongan sosial.

Sastra tidak dapat dilepaskan dari lembaga-lembaga sosial, agama, politik,

keluarga, dan pendidikan atau sosial budaya. Hal ini dapat dipahami karena

pengarang mempunyai latar belakang sosial budaya pada saat dia menciptakan karya

sastra itu. Latar belakang budayanya menjadi sumber penciptaan, yang

mempengaruhi teknik dan isi karya sastranya (Nani Tuloli, 2000: 62).

Sosiologi sastra atau sosiokritik dianggap sebagai disiplin yang baru. Sebagai

disiplin yang berdiri sendiri. Sosiologi sastra berkembang dengan pesat sejak

penelitian-penelitian dengan memanfaatkan teori strukturalisme dianggap mengalami

kemunduran. Dipicu oleh kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama

dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka satu-satun acara adalah

mengembalikan karya sastra ke tengah-tengah masyarakat, memahaminya sebagai

bagian yang tak terpisahkan dengan system komunikasi secara keseluruhan (Nyoman

Kutha Ratna, 2011: 332).

Page 57: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

45

Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra

dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan

dengan kenyataan (Nyoman Kutha Ratna, 2011: 11).

Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra

dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dapat dilakukan

meliputi tiga macam, yaitu:

a. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu

sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi.

Pada umumnya di sebut sebagai aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi di

sebut refleksi

b. Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antar struktur,

bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan antar struktur, bukan aspek-

aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika.

c. Menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan

oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan

penelitian karya sastra sebagai kedua (Nyoman Kutha Ratna,2011:339-340).

Dikaitkan dengan perkembangan penelitian karya sastra, penelitian yang

kedualah yang dianggap lebih relevan. Dibandingkan dengan model penelitian yang

pertama dan ketiga, dalam penelitian yang kedua karya sastra bersifat aktif dan

dinamis sebab keseluruhan aspek karya sastra benar-benar berperanan. Selanjutnya

dikaitkan dengan ciri-ciri sosiologi sastra kontemporer, justru masyarakatlah yang

mengkondisikan karya sastra bukan sebaliknya.

Page 58: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

46

Wellek dan Werren (1993: 111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut:

Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan istitusi sastra, masalah yangberkaitan di

sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan

ideologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarangdi luar karya sastra,

karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai

makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat

meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam halini, informasi tentang

latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam

pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellekdan Warren,1993:112).

Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang

menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang

menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari

sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial.(Wellek dan Warren,

1993:122). Beranggapan dengan berdasarkan padapenelitian Thomas Warton

(penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan

merekam ciri-ciri zamannya. Bagi Warton danpara pengikutnya sastra adalah gudang

adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.

Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra,

pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat; seni tidak hanya meniru

kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh

dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.

Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam

Page 59: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

47

Damono, 1978: 3-4) yang meliputi hal-hal berikut:

Konteks sosial pengarang, dalam hal ini ada kaitannya dengan posisi social

sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk

juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya, yang terutama

harus diteliti yang berkaitan dengan: (a) bagaimana pengarang mendapat mata

pencahariannya, apakah ia mendapatkan dari pengayoman masyarakat secara

langsung, atau pekerjaan yang lainnya, (b) profesionalisme dalam kepengaragannya,

dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.

Sastra sebagai cermin masyarakat, maksudnya seberapa jauh sastra dapat

dianggap cermin keadaan masyarakat.Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur,

karena itu, banyak disalah tafsirkan dan disalahgunakan. Yang harus diperhatikan

dalam klasifikasi sastra sebagai cermin masyarakat adalah (a) sastra mungkin tidak

dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri

masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia

ditulis, (b) sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi

pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, (c) genre sastra sering

merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh

mayarakat, (d) sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat

secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin masyarakat.

Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk

menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk

Page 60: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

48

mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan

sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.

Fungsi sosial sastra, maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai

sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan(1) sudut pandang

ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya

pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai pengbaharu dan

perombak, (2) sastra sebagai penghibur saja, dan (3) sastra harus mengajarkan sesuatu

dengan cara menghibur.

Rahmat Djoko Pradopo (2001: 159) menyatakan sasaran sosiologi dapat

diperinci ke dalam beberapa bidang pokok seperti berikut: (a) Konteks social

pengarang. Konteks sosial pengarang membicarakan hubungannya dengan status

sosial sastrawan dalam masyarakat, masyarakat pembaca, serta keterlibatan

pengarang dalam menghasilkan karya sastra; (b) Sastra sebagai cermin masyarakat.

Maksudnya, sastra dianggap sebagai gambaran keadaan masyarakatnya dan (c)

Fungsi sosial sastra. Pada bidang ini terdapat hubungan antara nilai sastra dan nilai

sosial.

Selanjutnya Swingewood mendeskripsikan berbeda mengenai masalah

sosiologi sastra tersebut. Ia mengklasifikasikannya sebagai berikut.

a. Sosiologi dan sastra yang membicarakan tentang tiga pendekatan. Pertama,

melihat karya sastra sebagai dokumen sosial budaya yang mencerminkan waktu

zaman. Kedua, melihat segi penghasil karya sastra terutama kedudukan sosial

Page 61: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

49

pengarang. Ketiga, melihat tanggapan atau penerimaan masyarakat terhadap

karya sastra.

b. Teori-teori sosial tentang sastra. Hal ini berhubungan dengan latar belakang

sosial yang menimbulkan atau melahirkan suatu karya sastra.

c. Sastra dan strukturalisme. Hal ini berhubungan dengan teori strukturalisme.

d. Persoalan metode yang membicarakan metode positif dan metode dialektik.

Metode positif tidak mengadakan penelitian terhadap karyasa sastra yang

digunakan sebagai data. Dalam hal ini karya sastra yang dianggap sebagai

dokumen yang mencatat unsur sosio budaya, sedangkan metode dialektik hanya

menggunakan karya yang bernilai sastra. Yang berhubungan dengan sosio

budaya bukan setiap unsurnya, tetapi keseluruhannya sebagai satu kesatuan

(dalam Umar Yunus,1986:1-2).

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat

meneliti melalui tiga perspektif, pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti

menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.

Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif

ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial,

budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan

masyarakat terhadap teks sastra. Sosiologi karya sastra itu sendiri lebih memperoleh

tempat dalam penelitian sastra karena sumber sumber yang dijadikan acuan mencari

keterkaitan antara permasalahan dalamkarya sastra dengan permasalahan dengan

masyarakat lebih mudah diperoleh. Disamping itu, permasalahan yang diangkat

Page 62: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

50

dalam karya sastra biasanya masih relevan dalam kehidupan masyarakat. Dalam

bukunya A Glossary of Literature Term. Abrams(1971: 178) menulis bahwa dari

sosiologi sastra ada tiga perhatian yang dapat dilakukan oleh kritikus atau peneliti

yaitu: (1) Penulis dengan lingkungan budaya tempat iatinggal; (2) Karya, dengan

kondisi sosial yang direfleksikan di dalamnya;(3). Audien atau pembaca.

Lain halnya dengan pendapat Grebsten (dalam Damono, 1978)

mengungkapkan istilah pendekatan sosiologi kultural terhadap sastra sebagai berikut:

Pertama karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari

lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Ia harus

dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap

karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-faktor

sosial dan kultural. Karya sastra itu sendirimerupakan objek kultural yang rumit.

Bagimanapun karya sastra bukanlah suatu gejala yang tersendiri.

Kedua gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk

dan teknik penulisannya, bahkan boleh dikatakan bahwa bentuk dan teknik itu

ditentukan oleh gagasan tersebut. Tak ada karya sastra yang besar yang diciptakan

berdasarkan gagasan sepele dan dangkal; dalam pengertian ini sastra adalah kegiatan

yang sungguh-sungguh.

Ketiga setiap karya sastra yang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah

suatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun dalam

hubungannya dengan orang per orang. Karya sastra bukan merupakan moral dalam

arti yang sempit, yaitu yang sesuai dengan suatu kode atau tindak tanduk tertentu,

Page 63: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

51

melainkan dalam pengertian bahwa ia terlibat di dalam kehidupan dan menampilkan

tanggapan evaluatif terhadapnya. Dengan demikian sastra dalah eksprimen moral.

Keempat masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah. Pertama,

sebagai sesuatu kekuatan atau faktor material, istimewa, dan kedua, sebagai tradisi

yakni kecenderungan spiritual kultural yang bersifat kolektif. Dengan demikian

bentuk dan isi karya sastra dapat mencerminkan perkembangan sosiologi, atau

menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak kultural.

Kelima kritik sastra seharusnya lebih dari sekedar perenungan estetis yang

tampa pamrih ia harus melibatkan diri dalam suatu tujuan tertentu. Kritik adalah

kegiatan yang terpenting yang harus mampu mempengaruhi penciptaaan sastra tidak

dengan cara mendikte sastrawan agar memilih tema tertentu misalnya, melainkan

dengan menciptakan iklim tertentu yang bermanfaat bagi penciptaan seni besar.

Keenam kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun

sastra masa depan. Dari sumber sastra yang sangat luas itu kritikus harus memilih

yang sesuai untuk masa kini. Perhatiannya bukanlah seperti pengumpul benda-benda

kuno yang kerjanya hanya menyusun kembali, tetapi member penafsiran seperti yang

dibutuhkan oleh masa kini.Dan karena setiap generasi membutuhkan pilihan yang

berbeda-beda, tugas kritikus untuk menggali masa lalu tak ada habisnya.

Lanjut Damono (1978: 14) mengemukakan bahwa segala yang ada didunia ini

sebenarnya merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada didunia gagasan.

Seniman hanyalah meniru apa yang ada dalam kenyataan dan hasilnya bukan suatu

kenyataan.

Page 64: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

52

Pandangan senada dikemukakan oleh Teeuw (1984: 220) mengatakan bahwa

dunia empirek tak mewakili dunia sesungguhnya, hanya dapat mendekatinya lewat

mimesis, penelaahan, dan pembayangan ataupun peniruan. Lewat mimesis,

penelaahan kenyataan mengungkapkan makna, hakikat kenyataanitu. Oleh karena itu,

seni yang baik harus truthful berani dan seniman harus bersifat modest, rendah hati.

Seniman harus menyadari bahwa lewat seni diahanya dapat mendekati yang ideal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas

dari manusia dan masyarakat yang berpusat pada karya sastra sebagai objek yang

dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih

mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial yang melatarbelakangi

masyarakat tersebut.

Berdasarkan teori tentang pengertian sosiologi sastra dari beberapa ahli diatas,

Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sebagai kajian dalam penelitian ini

dianalisis berdasarkan sosiologi sastra Wellek dan Werren, aspek sosiologi sastranya

yaitu sosiologi pengarang dan sosiologi karya sastra. Sosiologi pembaca menurut

Wellek dan Werren dalam penelitian ini tidak dianalisis.

Pandangan Pengarang Terhadap Pondok Madani, Novel Negeri Lima Menara

bercerita tentang kehidupan di Pondok Madani atau Pondok Gontor khusus Putra.

Pengarang novel tersebut dalam menciptakan karyanya terinspirasi dari pengalaman

pribadinya. Novel tersebut bercerita mengenai pengarang sebagai tokoh utama.Di

mana pengarang bercerita tentang pertama kali masuk ke Pondok Madani samapai

lulus, ketidaksukaan pengarang masuk Pondok, pandangan pengarang terhadap

Page 65: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

53

kehidupan di pondok dan pemberontakan hati pengarang. Pandangan pengarang

terhadap kehidupan pondok itulah yang akan di analisis dalam penelitian ini.

Sosiologi karya sastra menurut Wellek dan Werren, seperti yang dijelaskan di

atas bahwa sosiologi karya sastra memperlajari makna yang terdapat dalam karya

sastra tersebut. Dalam hal ini karya sastra berupa novel Negeri Lima Menara. Selain

makna juga dipelajari tujuan yang terdapat dalam karya sastra.

Sosial Budaya, analisis sosiologi sastra menurut Wellek dan Werren

khususnya sosiologi karya sastra. Sosiologi tersebut membahas mengenai karya sastra

itu sendiri atau sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai

potret kenyataan sosial. Salah satunya yaitu sosial budaya.

3. Hakekat tentangAspek Sosial Budaya

a. Pengertian Aspek Sosial Budaya

Menurut Fatimah Djajasudarma (1999: 26) aspek adalah cara memandang

struktur temporalintern suatu situasi yang dapat berupa keadaan, peristiwa, dan

proses. Keadaan bersifat statis, sedangkan peristiwa bersifa tdinamis. Peristiwa

dikatakan dinamis jika dipandang sedang berlangsung (imperaktif). Sosial artinya

kebersamaan yang melekat pada individu (Soelaeman, 1998: 123).

Jadi, aspek sosial dapat diartikan sebagai penginterpretasian terhadap sudut

pandang masyarakat. Aspek sosial merupakan sesuatu yang memperhitungkan nilai

penting antara sastra dan masyarakat, sehingga untuk memahami permasalahan dalam

suatu karya sastra, akan berhubungan dengan realita sosial yang terdapat dalam

masyarakat. Aspek sosial suatu karya sastramenangkap kenyataan kehidupan melalui

Page 66: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

54

berbagai permasalahannya. Selarasdengan itu, Nyoman Kutha Ratna (2011: 11)

menyatakan bahwa:

Analisis sosiologis memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu. Konsekuensinya, sebagai timbal balik, karya sastra mestimemberikan masukan, manfaat, terhadap struktur sosial yang menghasilkannya. Mekanisme tersebut seolah-olah bersifat imperatif, tetapi tidak dalam pengertian yang negatif. Artinya, antar hubungan yang terjadi tidak merugikan secara sepihak. Sebaliknya, antar hubungan akan menghasilkan proses regulasi dalam sistemnya masing-masing.

Jadi, karya sastra hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia

sehingga karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat. Karya sastra yang

dihasilkan pengarang di dalamnya memuat masalah-masalah yang terdapat dalam

masyarakat. Dalam hubungan inilah, pengarang merupakan wakil dari masyarakat.

Oleh karena itu, penelitian terhadap karya sastra pada dasarnya identik dengan

meneliti seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Sebagaimana pendapat Luxemburg (1984: 23-24) yang membuat hubungan

antara sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan berbagai cara.

(a) Yang diteliti ialah faktor-faktor di luar teks sendiri, gejala konteks sastra: teks

sastra itu tidak ditinjau. Misalnya, dengan meneliti kedudukan pengarang di

dalam masyarakat, sidang pembaca, penerbitan, dan seterusnya.

(b)Yang diteliti ialah hubungan antara aspek-aspek teks sastra dan susunan

masyarakat. Penilaian tidak hanya berdasarkan norma-norma estetik melainkan

juga norma-norma politik dan etik.

Soelaeman (1998: 173) menyatakan bahwa aspek sosial dibedakan menjadi

beberapa bagian yang diuraikan sebagai berikut.

Page 67: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

55

a. Budaya yaitu nilai, simbol, norma, dan pandangan hidup umumnya dimiliki

bersama oleh anggota suatu masyarakat.

b. Pedesaan dan perkotaan yaitu suatu persekutuan hidup permanen pada suatu

tempat sifat yang khas.

c. Ekonomi, meliputi kemiskinan adalah kurangnya pendapatan untuk memenuhi

kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan beradadi garis kemiskinan apabila

pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Lebih lanjut, Soelaeman (1998: 5) mengemukakan bahwa kehidupan manusia

sebagai makhluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang tidak dapat

dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari

hubungannya dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah

sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain

karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan dan kebudayaannya, sifat

kependudukannya, dan keadaan lingkungan alamnya. Masalah-masalah sosial

merupakan hambatan dalam usaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Pemecahannya mengunakan cara-cara yang diketahauinya dan yang berlaku tetapi

aplikasinya menghadapi kenyataan, halyang biasanya berlaku telah berubah, atau

terlambat pelaksanaannya. Masalah masalah tersebut dapat terwujud sebagai masalah

sosial, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama, atau

masalah-masalah lainnya (Soelaeman, 1998: 6).

Menurut Soerjono Soekanto (2010: 54-55) yang dimaksud proses-proses

sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila para individu dan

Page 68: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

56

kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan

tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang

menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau dengan perkataan lain,

proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan

bersama. Tiga bentuk interaksi sosial yaitu Persaingan (Competition) dapat diartikan

sebagai suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang

bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa

tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok

manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang

telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan (Soerjono Soekanto, 2010:

83). Adapun pertentangan (Pertikaian atau Conflict) adalah merupakan suatu proses

sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan

jalan menantang lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan. (Soerjono

Soekanto, 2010: 91).

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek sosial

adalah hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal-balik antar

individu, antarkelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia

dan masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat

yang lain karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan dan kebudayaannya,

sifat kependudukannya, dan keadaan lingkungan alamnya. Aspek sosial masyarakat

yang satu dengan masyarakat yang lain berbeda.

Page 69: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

57

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah,

yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal

yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan

disebut culuture, yang berasal dari bahasa latin Colore, yaitu mengolah atau

mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture

juga kadang diartikan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Edward Burnett Tylor (dalam Alo Liliwori, 2009: 107) menjelaskan bahwa

kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh

manusia sebagai anggota masyarakat. Adapun Bounded et. al (dalam Alo Liliwori,

2009: 110) mendefinisikan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh

pengembangan dan transmisidari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol

tertentu, misalnya symbol bahasa sebagai rangkaian simbol, yang digunakan untuk

mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan

tentang kebudayaan yang diharapkan dapat ditemukan di dalam media, pemerintahan,

institusi agama, sistem pendidikan dan bermacam-macam.

Adapun P. Hariyono (2009: 23-24) mendefinisikan bahwa kebudayaan

berdasarkan pengertian luas dan pengertian sempit sebagai berikut,

1) Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan

karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

manusia melalui proses belajar. Istilah kebudayaan untuk menunjuk dan

menekankan hasil karya fisikmanusia, sekalipun hasil karya fisik manusia ini

Page 70: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

58

sebenarnya tidak lepas dari pengaruh pola pikir (gagasan) dan pola perilaku

(tindakan manusia).

2) Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut istilah budaya atau sering disebut

kultur yang mengandung pengertian keseluruhan sistem gagasan dan tindakan.

Pengertian budaya atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai-nilai yang

digunakan oleh kelompok manusia dalam berpikir dan bertindak.

Kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000: 9) adalah keseluruhan gagasan dan

karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari

budi dan karyanya itu. Lebih lanjut, Koentjaraningrat (2000: 5) berpendapat bahwa

kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-

nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari

manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Berdasarkan berbagai definisi kebudayaan menurut para ahli di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang

terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan

itu bersifat abstrak. Adapun, perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang

diciptakan oleh manusia sebagai mahkluk yang berbudaya, berupa perilaku, bahasa,

Page 71: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

59

peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,yang semuanya ditujukan

untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-unsur kebudayaan adalah rincian suatu kebudayaan agar dapat

kebudayaan yang khusus. Ada tujuh unsur kebudayaan yang merupakan isipokok dari

setiap kebudayaan yang bersifat universal, yang artinya ada dalam setiap kebudayaan

dunia. (Hadi Rahman, 2009: 40).

Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur

kebudayaan antara lain C. Kluckhohn dalam bukunya Universal Categories of

Culture membahas kerangka-kerangka kebudayaan yang kemudian dijadikan

kerangka umum. Berdasarkan itu pulalah, Koentjaraningrat (dalam P. Hariyono,2009:

38 dan Mg. Sri Wijiyati, 2007: 133) memaparkan tujuh unsur kebudayaan sebagai

berikut: (1) Sistem religi yang meliputi: sistem kepercayaan, sistem nilaidan

pandangan hidup, komunikasi keagamaan dan upacara keagamaan; (2) Sistem

kemasyarakatan atau organisasi sosial: kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem

kenegaraan, sistem kesatuan hidup dan perkumpulan; (3) Sistem pengetahuan: Flora

dan fauna, waktu, ruang dan bilangan dan tubuh manusia dan perilaku antar sesama

manusia; (4) Bahasa: lisan dan tulisan; (5) Kesenian: seni patung/pahat, relief, lukis

dan gambar, rias, vocal, music,bangunan, dan kesusateraan; (6) Sistem mata

pencaharian; berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan,

perikanan dan perdagangan; dan (7) Sistem peralatan hidup atau teknologi: produksi,

distribusi, dan transportasi, peralatan komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk

wadah,pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan dan senjata.

Page 72: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

60

Ketujuh unsur kebudayaan di atas, masing-masing memiliki tiga wujud

kebudayaan.Sehingga tiap-tiap kebudayaan dapat dijelaskan pada 1) wujudbudaya

(gagasan, pola berpikir), 2) wujud sosial (tindakannya, pola aktivitas),dan 3) wujud

fisik. Keseluruhan sistem dalam wujud kebudayaan itu pada akhirnya menjelma

menjadi kebudayaan makro suatu masyarakat, yang memiliki peraturan-peraturan

antar unsur kebudayaan dan wujud kebudayaan (P.Hariyono, 2009: 38).

Unsur-unsur kebudayaan yang disebut cultural universal atau kebudayaan

umum atau universal dapat dijumpai dalam kebudayaan manapun kebudayaan yang

bersifat pokok.Meminjam istilah Ralph Liton kebudayaan umum dapat dibagi lagi

menjadi unsur-unsur yang lebih kecil yang disebut cultural activity atau kegiatan-

kegiatan kebudayaan. Cultural activity dapat dipecah lagi menjadi unsur-unsur yang

disebut triat complex atau rincian darikegiatan kebudayaan.Trias complek dibagi lagi

atas unsur-unsur traits. Dan traits dapat dibagi lagi atas items atau bagian terkecil

yang membentuk traits.

Keterangan:

Cultural universal :mata pencaharian dan sistem-sistem sosial

Cultural activity : pertanian, nelayan, peternakan, dsb

Triats comple :sistem irigasi, teknik menanam, system mengolah tanah

Trait : sistem mengolah tanah dengan dibajak

Items : unsur-unsur kecil dapat melepaskan diri satu sama lain

(Mg. Sri. Wiyarti, 2007: 134-135)

Page 73: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

61

Menurut Koentjaraningrat (2000: 5), ada tiga wujud kebudayaan sebagai suatu

sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu

rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola.

Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,norma-norma peraturan dan sebagainya. Wujud iniadalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat dirabaatau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala. Atau denganperkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di manakebudayaan bersangkutan itu hidup. Kedua, wujud kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenaikelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sitem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi disekeliling kita sehari-hari bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, disebut kebudayaan fisik, dan memerlukan keterengan banyak. Karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang diraba, dilihat, dan difoto.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut di atas dalam kehidupan masyarakat

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Oleh

karena itu, ada tiga hal yang menjadi kata kunci dalam memahami sebuah

kebudayaan yaitu ide (mantefak), sistem sosial (sosiofak), dan wujud fisik (artefak).

Berdasarkan teori tentang pengertian sosial budaya menurut para ahli diatas,

maka dalam penelitian ini mengacu pada teori sosial budaya yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat (2000: 5) bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya

manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari budi dan

karyanya itu. Ada tujuh unsur kebudayaan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat.

Page 74: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

62

Tujuh unsur kebudayaan tersebut adalah (1) Sistem religi yang meliputi: sistem

kepercayaan, sistem nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan,

upacarakeagamaan; (2) Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial : kekerabatan,

asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan,sistem kesatuan hidup, perkumpulan;

(3) Sistem pengetahuan : Flora dan fauna, Waktu, ruang dan bilangan, Tubuh

manusia dan perilaku antar sesama manusia; (4) Bahasa : lisan dan tulisan; (5)

Kesenian : seni patung/pahat, relief, lukis dangambar, rias, vokal, musik, bangunan,

kesusateraan; (6) Sistem mata pencaharian: berburu dan mengumpulkan makanan,

bercocok tanam, peternakan, perikanandan perdagangan; (7) Sistem peralatan hidup

atau teknologi : produksi, distribusi,dan transportasi, peralatan komunikasi, peralatan

konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan

perumahan dan senjata.

Dari tujuh unsur kebudayaan yang dikemukaan oleh Koentjaraningrat tersebut

ada tiga wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari

wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang

berpola Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya; Kedua, wujud kebudayaan yang

sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpoladari manusia itu sendiri;

.Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasilkarya manusia, disebut

kebudayaan fisik.

Page 75: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

63

b. Kebudayaan Minangkabau

Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnik

Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut

kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara

Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan

juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang

seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi

Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut

kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang

itu sendiri).

Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu

dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari

tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan

sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk

mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau.

Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan

agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar.

Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut

adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk

hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu

menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal

dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga

Page 76: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

64

dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan

itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Periaman (Pariaman) menggunakan

nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk

menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan

Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.

Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagara kretagama tahun 1365 M,

juga telah ada menyebutkan nama Minangkabau sebagai salah satu dari negeri

Melayu yang ditaklukannya. Sedangkan nama "Minang" (kerajaan Minanga) itu

sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 Masehi dan

berbahasa Sanskerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya

yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minanga". Beberapa ahli yang merujuk

dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minanga) dan ke-5 (tamvan....)

sebenarnya tergabung, sehingga menjadi minanga tauvan dan diterjemahkan dengan

makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada

pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan

Sungai Kampar Kanan. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang

membuktikan bahwa "tamvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata

temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya

yang lainnya. Oleh karena itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan

penyebutan Minang itu sendiri. Selanjutnya ada beberapa kebudayaan Minangkabau

antara lain sebagai berikut:

Page 77: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

65

1. Agama

Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama Islam, jika

adamasyarakatnya keluar dari agama islam (murtad), secara langsung

yangbersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam

istilahnyadisebut "dibuang sepanjang adat". Agama Islam diperkirakan masuk

melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada anggapan dari pesisir barat, terutama

pada kawasan Pariaman, namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan) serta Inderagiri

yang berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau,

dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantan berhulu pada kawasan pedalaman

Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syara'

mandaki (Adat diturunkan dari pedalaman ke pesisir, sementara agama (Islam) datang

dari pesisir ke pedalaman), serta hal ini juga dikaitkan dengan penyebutan Orang Siak

merujuk kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam, masih tetap

digunakan di dataran tinggi Minangkabau.

Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini dari beberapa buktia

keologis pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya,

Dharmasraya, sampai pada masa-masa pemerintahan Adityawarman dan anaknya

Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur kerajaan dengan munculnya

Kerajaan Pagaruyung yang telah mengadopsi Islam dalam sistem pemerintahannya,

walau sampai abad ke-16, Suma Oriental masih menyebutkan dari 3 raja

Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.

Page 78: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

66

Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar

tahun 1803, memainkan peranan penting dalam penegakan hukum Islam dipedalaman

Minangkabau. Walau di saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat

yang masih terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul Perang

Padri sebelum akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa Adat berazaskan Al-

Qur'an.

2. Adat dan Budaya

Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua

orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan. Datuk

Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan Datuk

Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis. Dalam

perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasanini saling isi mengisi

dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.

Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan

menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik

pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin.

Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang samatingginya.

Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan

masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.

3. Matrilineal

Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas

masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan

Page 79: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

67

bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk

kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu). Sedangkan ayah mereka disebut

oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam

keluarga.

Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa

sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan

keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam

posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu

(kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang

disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah nan Gadang (pilar utama rumah). Walau

kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum

lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau

memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.

Matrilineal tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang

walau hanya diajarkan secara turun temurun dan tidak ada sanksi adat yang diberikan

kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut. Pada setiap individu

Minang misalnya, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta pusaka yang

seharusnya dibagi kepada setiap anak menurut hukum faraidh dalam Islam hanya

kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada

anak perempuannya pula. Begitu seterusnya. Sehingga Tsuyoshi Kato dalam

disertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat dalam diri

Page 80: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

68

orang-orang Minangkabau walau mereka telah menetap di kota-kota diluar Minang

sekalipun dan mulai mengenal sistem Patrilineal.

4. Bahasa

Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia.

Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan

bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai

bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan

di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa

mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa

Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur

bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung

kepada daerahnya masing-masing.

Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam Bahasa Minang umumnya dari

Sanskerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamilyang

dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan

bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam

yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawa

dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.

5. Kesenian

Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan

kesenian,seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun

perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan

Page 81: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

69

tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan

rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring

merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang

piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan

oleh talempong dan saluang.

Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas

suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang

bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan

nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni peran

(acting) berdasarkan skenario.

Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada

tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat

dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran,

kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme. Dalam seni berkata-kata seseorang

diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan

senjata dan kontak fisik.

6. Rumah Adat

Rumah adat Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang biasanya

dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut secara

turun temurun. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi

atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan

seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk

Page 82: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

70

kerbau yang biasa disebut gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum

berganti dengan atap seng. Di halaman depan rumah gadang, biasanya didirikan dua

sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi

milik keluarga yang menghuni rumah gadang tersebut.

Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang jadi

penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri,

menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya

tidur di surau. Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah gadang

tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat

tinggal lelaki dewasa namun belum menikah. Selain itu dalam budaya Minangkabau,

tidak semua kawasan boleh didirikan Rumah Gadang, hanya pada kawasan yang

telah berstatus nagari saja, rumah adat ini boleh ditegakkan.

7. Perkawinan

Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa

penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti

dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki

Minang, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak

keluarga istrinya. Sedangkan bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses

dalam penambahan anggota di komunitas rumah gadang mereka.

Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek,

mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang

(meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang

Page 83: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

71

(bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan

hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan

secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di

pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab Kabul di depan penghulu atau tuan kadi,

mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya.

Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar

panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi (sayyidi) di

kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini

tidak berlaku.

8. Masakan Khas

Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya, dengan cita rasa

yang pedas, serta dapat ditemukan hampir di seluruh Nusantara, bahkan sampai

keluar negeri. Walau masakan ini kadang lebih dikenal dengan nama Masakan

Padang, meskipun begitu sebenarnya dikenal sebagai masakan etnik Minang secara

umum. Rendang salah satu masakan tradisional masyarakat Minang, pada tahun 2011

dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World’s 50 Most

Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.

9. Sosial Kemasyarakatan

a) Persukuan

Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari

organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental.

Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu perempat,

Page 84: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

72

sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari di Minangkabau, dapat

dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami

kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis

keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek

moyang yang sama.

Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit

ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-

sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta

pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum keluarga. Harta

pusaka tidak dapat diperjual belikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta

pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga

dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa

musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.

Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau

disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapa yuang disebut

saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah rumah gadang secara

bersama-sama.

b) Nagari

Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah

otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau.Tidak ada kekuasaan sosial dan

politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda

akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin

Page 85: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

73

oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di

nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil

musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang

mengikat untuk nagari itu dihasilkan.

Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau adalah

terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga, dan individu untuk

mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya setiap kepala kaum akan berlomba-

lomba meningkatkan prestise kaum keluarganya dengan mencari kekayaan

(berdagang) serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.

Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah

pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak

manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba

Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai

dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi

Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi

Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang

mendomisili kawasan tersebut. Selanjutnya sebagai pusat administrasi nagari tersebut

dibangunlah sebuah Balai Adat sekaligus sebagai tempat pertemuan dalam

mengambil keputusan bersama para penghulu di nagari tersebut.

c) Penghulu

Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala kaum

keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan

Page 86: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

74

kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang terpilih di antara anggota kaum laki-

laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki - laki yang pandai

berbicara, bijaksana, dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini

dikarenakan ia bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum,

membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap

penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat nagari

semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.

Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan konflik

intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga posisi kepenghuluan

ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota kaum yang semakin sedikit

jumlahnya, cenderung akan menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga

lainnya yang sesuku. Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu

dalam suatu nagari.

Memiliki penghulu yang mewakili suara kaum dalam rapat nagari, merupakan

suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan berusaha sekuatnya

memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga yang gelar kepenghuluannya sudah lama

terlipat, akan berusaha membangkitkan kembali posisinya dengan mencari kekayaan

untuk "membeli" gelar penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak penghulu

memakan biaya cukup besar, sehingga tekanan untuk menegakkan penghulu selalu

muncul dari keluarga kaya.

Page 87: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

75

d) Kerajaan

Dalam laporan de Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan

bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan

pemerintahan terpusat di bawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari nagari

kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno. Namun

dari beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta

dari tambo yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada

dalam suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau

Sumatera dan bahkan sampai Semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di

wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan

Kerajaan Inderapura.

Sistem kerajaan ini masih dijumpai di Negeri Sembilan, salah satu kawasan

dengan komunitas masyarakat Minang yang signifikan di Semenanjung Malaya. Pada

awalnya masyarakat Minang di negeri ini menjemput seorang putra Raja Alam

Minangkabau untuk menjadi raja mereka, sebagaimana tradisi masyarakat Minang

sebelumnya, seperti yang diceritakan dalam Sulalatus Salatin.

c. Kebudayaan Pesantren

1. Unsur-unsur sebuah pesantren

Untuk memberi definisi sebuah pondok pesantren, harus kita melihat makna

perkataannya. Kata pondok berarti tempat yang dipakai untuk makan dan istirahat.

Istilah pondok dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama

bagi para santri. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe

Page 88: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

76

di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri (Dhofier 1985:18). Maka

pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri. Menurut Wahid

(2001:171), “pondok pesantren mirip dengan akad emimiliter atau biara (monestory,

convent) dalam arti bahwa mereka yang berada disana mengalami suatu kondisi

totalitas.”

Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga pendidikan Islam terletak diseluruh

nusantara dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di Sumatra Barat,

dan pondok pesantren di Jawa (Azra, 2001:70). Pondok pesantren di Jawa itu

membentuk banyak macam-macam jenis. Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di

Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan

atau perkembangan ilmu teknologi. Namun demikian, ada unsur-unsur pokok

pesantren yang harus dimiliki setiap pondok pesantren. (Hasyim, 1998:39) Unsur-

unsur pokok pesantren, yaitu kyai. masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik (atau

kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren

dengan lembaga pendidikan lainnya.

2. Kyai

Peran penting kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan

pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan unsur yang paling esensial.

Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung

pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai.

Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral

dalam pesantren (Hasbullah, 1999:144).

Page 89: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

77

Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa

(Ziemek, 1986:130). Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis

gelar yang berbeda, yaitu: (1) sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang

dianggap keramat; contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta

emas yang ada di Kraton Yogyakarta; (2) gelar kehormatan bagi orang-orang tua

pada umumnya; (3) gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama

Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab

Islam klasik kepada para santrinya (Dhofier 1985:55).

3. Masjid

Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi

Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk

tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat

kehidupan rohani, sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek

kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren,

masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri,

terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat,

dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”(Dhofier 1985:49) Biasanya yang pertama-

tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren

adalah masjid. Masjid itu terletak dekat atau di belakang rumah kyai.

4. Santri

Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah

pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah

Page 90: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

78

bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu

sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bias disebut kyai dan

mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.

Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri

mukim. Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok

tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di

pesantren. Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi

tidak keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau

puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh.

Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh

merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita,

memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan

dialaminya di pesantren (Dhofier, 1985:52).

5. Pondok

Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang merupakan

tempat tinggal kyai bersama para santrinya (Hasbullah, 1999:142). Di Jawa, besarnya

pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan

jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas

dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu. Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri,

asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.

Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri

dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga,

Page 91: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

79

kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang

bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa

yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.

Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama

para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan

ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat

sesudah tamat dari pesantren. Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri

dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok. Sistem asrama ini

merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren

dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah

Minangkabau yang disebut surau atau system yang digunakan di Afghanistan

(Dhofier, 1985:45).

6. Kitab-Kitab Islam Klasik

Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk

pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab.

Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh

karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning. Menurut Dhofier

(1985:50), “pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-

satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren.” Pada saat

ini, kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai

suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-

kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi pada umumnya, pelajaran dimulai

Page 92: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

80

dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang

lebih mendalam dan tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis-jenis kitab

yang diajarkan (Hasbullah, 1999:144).

Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab

islam klasik, termasuk: 1) nahwu dan syaraf (morfologi); 2) fiqh; 3) usul fiqh; 4)

hadits; 5) tafsir; 6) tauhid; 7) tasawwuf dan etika; dan 8) cabang-cabang lain seperti

tarikh dan balaghah. Semua kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut

tingkat ajarannya, misalnya tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan

di pesantren di jawa pada umumnya sama (Dhofier, 1985:51).

7. Sejarah perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia

Sejak awal masuknya islam indonesia, pendidikan islam merupakan

kepentingan tinggi bagi kaun muslimin. Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat kita

ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia

dajajah Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang. Bukti yang dapat kita

pastikan menunjukkan bahwa pemerintah penjajahan Belanda memang membawa

kemajuan teknologi ke Indonesia dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan

baru. Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang

mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem pendidikan

Islam Pemerintahan penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan dan peraturan yang

membatasi dan merugikan pendidikan Islam. Ini bisa kita lihat dari kebijaksanaan

berikut.

Page 93: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

81

Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan

Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren.

Tidak begitu lama setelah itu, dikelurkan ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan

bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah

setempat. Pereturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi

siapa yang boleh memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932

peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah

yang tidak ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh

pemerintah. (Dhofier 1985:41, Zuhairini 1997:149).

Peraturan-peraturan Tersebut membuktikan kekurangan kebijaksanaan

pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan islam di Indonesia. Namun

demikian, pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan pada masa

kemerdekaan Indonesia. Setelah penyeraha kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah

Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan

membuka secara luas jabatan-jabatan dalam sekolah-sekolah umum tersebut. Dampak

kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan

Islam di Indonesia menurun. Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dulu

tertarik kepada pendidikan pesantren dibandingkan dengan anak-anak muda yang

ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas. Akibatnya

banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak

(dhofier 1985:41).

Page 94: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

82

Jika kita meliahat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan

pemerintah Belanda selama bertahun-tahun maupun yang dibuat pemerintah RI,

memang masuk akal untuk menarik kesimpulan bahwa perkembangan pertumbuhan

sistem pendidikan islam, dan terutama sistem pesantren, cukup pelan karena ternyata

sangat terbatas. Akan tetapi apa yang dapat saksikan dalam sejarah adalah

pertumbuhan pendidkan pesantren yang kuatnya dan pesatnya luar biasa. Seperti yang

dikatakan Zuhairini (1997:150), ternyata “jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik” di

Indonesia.

4. Kajian tentang Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel

a. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan

berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna

bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki

ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai.

Persahabatan sebagai nilai (positif/baik) tidak akan berubah esensinya manakalah ada

pengkhianatan antara dua bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada

bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.

Nilai pada hakikatnya adalah hal-hal penting yang berhubungan dengan

manusia. Dengan kata lain, nilai adalah aturan yang menentukan sesuatu benda atau

perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari yang lain (Atar Semi, 1988:54). Lebih lanjut

Atar semi mengatakan bahwa nilai juga menyangkut masalah bagaimana usaha untuk

Page 95: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

83

menentukan sesuatu itu berharga dari yang lain, serta tentang apa yang dikehendaki

atau ditolak.

Rieseri Frondosi (2007:20) menjelaskan bahwa nilai bersifat objektif dan

subjektif, tergantung dari sudut pandang yang memberikan penilaian. Nilai bersifat

objektif jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai juga

dapat bersifat subjektif jika eksistensi, makna, dan validitasnya tergantung pada

reaksi subjek yang melakukan penilaian.

Pengertian nilai menurut Ginanjar (2002:14) adalah berkaitan dengan cara

bertingkah laku yang disukai dan keadaan akhir dari suatu eksistensi. Perbedaan

tingkah laku individu tergantung pada nilai yang diprioritaskan, yaitu

memprioritaskan nilai sosial atau nilai personal.

Dendy Sugono (2003:111) menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam

karya sastra adaah sebagai berikut: nilai hedinik; nilai artistik; nilai kultural nilai

etika; moral; agama; dan nilai praktis.

Nilai dapat dibedakan menjadi berikut ini: 1) nilai materi yang mencakup

kebutuha pangan, sandang, dan papan; 2) nilai sosial mecakup kebutuhan bersama

antar sesama yang meliputi kasih sayang, kepercayaan, kehangatan, kemesraan, dan

sebagainya; 3) nilai moral yang meliputi kejujuran dan tanggung jawab atas

kehidupan pribadi; 4) nilai estetika yang menyangkut keindahan dan rasa seni; 5)

nilai spritual yang menyangkut kebutuhan manusia akan kesempurnaan dan

kelengkapan dirinya.

Page 96: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

84

Dari pendapat ahli di atas ditarik kesimpulan bahwa nilai adalah keyakinan

yang mampu memengaruhi cara berfikir, cara bersikap maupun cara bertindak dalam

mencapai tujuan hidup jika dihayati dengan baik dan bersifat objektif dan subjektif,

tergantung dari sudut pandang yang memberikan penilaian.

b. Pengertian Pendidikan

Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab I ketentuan umum pasal 1 disebutkan bahwa,

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembagkan potensi dirinyan untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (dalam Seodomo Hadi 2003:108)

Seodomo Hadi (2003:18) mengatakan bahwa pendidikan adalah bantuan

atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik

dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan yang

dilakukan. Pendidikan mencakup pengalaman, pengertian, dan penyesuaian diri dari

pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju arah

pertumbuhan dan perkembangan.

Pendidikan pada kakikatnya juga berarti mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dari pernyataan tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam pendidikan, yaitu a) cerdas,

berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaiakan persoalan nyata.

Cerdas bermakna kreatif, inovatif dan siap mengaplikasikan ilmunya; b) hidup,

memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik

untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan

Page 97: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

85

mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepadaNya. Filosofi hidup

ini syarat akan makna idividualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang,

memanusiakan manusia, memberikan makanan kehidupan berupa semangat, nilai

moral, dan tujuan hidup; c) bangsa, berarti manusia selain sebagai individu juga

merupakan makhluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain. Setiap

individu berkewajiban menyumbangkan pengetahuannya untuk masyarakat

meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitar dengan ilmu, sesuai dengan yang

diajarkan agama dan pendidikan. Indikator terpenting kemauan suatu bangsa adalah

pendidikan dan pengajaran (Nyoman Khuta Ratna 2010;449).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana, bertanggung jawab mendewasakan anak bangsa melalui

pengajaran dan pelatihan yang dilakukan untuk mewujudkan proses pengubah sikap

dan tingkah laku agar peserta didik aktif mengembangkan potensi diri melalui upaya

pengajaran dan latihan.

c. Pengertian Nilai Pendidikan (Edukasi) dalam Novel

Dalam karya sastra yang baik sebagai karya imajinasi dan kretivitas

pengarang yang memberiakan pengalaman bagi pembaca. Dengan kreativitas,

seorang pengarang mampu menyajikan keindahan rangkaian cerita, melainkan juga

memberikan pandangan yang berhubungan dengan renungan tentang agama, filsafat

dan beranekaragam pengalaman tentang problematika hidup.

Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya

sastra yang baik (termasuk novel) selalu mengungkapan nilai-nilai luhur yang

Page 98: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

86

bermanfaat bagi penikmatnya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat mencapai nilai

pendidikan moral, agama, sosial, maupun estesis (kehidupan). Hal ini sesuai dengan

pernyataan Herman J. Waluyo (1990:27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada

dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai medial

(menjadi sarana), nilai final (yang dikejar seseorang), nilai kultural, nilai kesusilaan,

dan nilai agama.

Selanjutnya kajian carverand Richard P. Enfield (2006:66) dalam Journal

education and culture, Vol 22 berikut:

Offening an inroduction to both john Dewey’s philosophi of education and the 4-H youth Development Program, this paper darwswclear connctoins between these two topics. Concepts explored include dewey’s principles of contimuity and interction, and contagion with respect to learning. Roles of educational leaders areinvestigated in the context of a discussion about the structuring of opportunities for students habits of meaningful and life learning. Spesific examples are described in depth to demonstrate, from a deweyan perspective, the educational proces and value of 4-H participation. Brief comments are made abouth the place of 4-H in the U.S. system of publik education.

Nilai pendidikan dalam karya sastra penting untuk membangun masyarakat

yang berkarakter kuat. Nilai pendidikan yang tergambar dalam interaksi antar tokoh

dan kebiasaan-kebiasaan tokoh dalam novel sesuai dengan konsep pendidikan

kontekstual.

Nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi

solusi atas sebagian masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat

penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerkkan pembaca pada kenyataan dan

menolongnya mengambil suatu keputusan apabila ia menghadapi masalah (M. Atar

Semi, 1993:20) Lubis (dalam H. Nani Toluli 1999:233-234) menambahkan bahwa

Page 99: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

87

dalam sastra (khususnya novel) akan melakukan berbagai hal untuk mengubah dan

memperbaiki kehidupan masyarakat. Jadi novel dapat berperan penting dalam proses

perubahan masyarakat itu. Perubahan itu sebagai berikut: a) Menimbulkan kebiasaan

membaca yang sangat dibtuhkan pada era kemajuan IPTEKS; b) menimbulkan rasa

simpati terhadap penderitaan masyarakat dan berusaha menanggulanginya; (c)

Memantapkan budaya yang beretika dan (d) Mencintai kebenaran, keberanian,

kejujuran, ketabahan, dan ketangguhan yang sangat di butuhkan dalam pembangunan.

Dendy sugono (2003: 111) menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam

karya sastra adalah sebagai berikut: nilain hedonik (hedonic value), nilai arsistik

(artistik value), nilai kultural (cultural value), nilai etika, moral agama (ethical,

moral, regious value), dan nilai praktis (pratice parue). Berikut penjelasan dari ke

lima nilai trsebut: (a) nilai hedonik (hedonik value), yaitu nilai yang dapat

memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; (b) nila arsistik (artistik

value) yaitu nilai yang dapat imanifestasikan sebagai suatu seni atau ketemrampilan

dalam melakukan suatu pekerjaan; (c) nilai kultural (cultural value), yaitu nilai yang

dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu

masyarakat, peradaban, keagamaan; (d) nilai etis, moral, dan agama (ethical, moral,

religius value) yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau

ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; (e) nilai praktis (pratice

value) yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 100: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

88

Novel memiliki berbagai macam tema. Dendy sugono (2003: 111)

menyatakan dengan membaca novel, pembaca akan memperoleh sesuatu yang dapat

memperkaya wawasan atau meningkatkan harkat hidup dengan kata lain, dalam novel

ada sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Karena itulah, karya sastra yang baik

senantiasa mengandung niai (value).

Sastrowadoyo (dalam H. Nani Tuloli, 1999: 232) menjelaskan bahwa

sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur

dan nilai-nilanya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum. Kesusastraan sendiri

mengandung potensi-potensi ke arah keluasan kamanusiaan dan semangat hidup serta

mengandung ekspresi total pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman

biologi, sosial, intelektual dan religius. Nilai-nilai seprti itu sangat dibutuhkan oleh

masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang

dituangkan dalam karya sastra.

Butir-butir nilai seperti itu banyak terungkap dalam novel dan dapat dijadikan

sebagai bahan kajian, renungan, dan pegangan bagi para pembacanya serta

menumbuhkan sikap positif bagi para pembacanya (H. Nani Tutoli, 1999: 234). Hal

itu sangat mendasar kerena sastra juga mampu eksis dan dapat menjembatani

kehidupan di Indonesia yang plural dan multi kultural, sebagai mana yang dikatakan

Suminto A,. Sayuti (2006: 1) sebagai berikut: (a) sastra mampu menyuarakan

perbedaaan budaya agar saling memahami; (b) Karya sastra umumnya

mengedepankan pluralisme budaya; (c) sastra mempunyai kepedulian yang tinggi

pada mereka yang berbeda secara kultutal; (d) sastra menekankan pentingnya relasi

Page 101: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

89

antar manusia yang memusatkan perhatiannya dapat timbulnya sikap positif,

tenggang rasa, berkembangnya konsep diri, dan menerima kehadiran orng lain.

Nilai-nilai yang terkandung dalam sastra, yaitu; kedamaian, penghargaan,

cinta, toleransi, kejujuran, kerendahan hati, kerja sama, kebahagiaan, tanggung jawab,

kesederhanaan, kebebasan dan persatuan (a) Kedamaian yang ditandai dengan tidak

adanya kekerasan, adanya penerimaan, komunikasi keadilan, komunikasi, ketenangan

dan sebagainya; (b) penghargaan, yaitu mengenai kualitas individu, karena setiap

individu adalah berharga; (c) cinta yang berarti bahwa dalam pribadi yang baik selalu

ada cinta yang tulus, memberikan kebaikan, pemeliharaan dan pengertian,

melenyapkan kecemburuan dan menjaga tingkah laku; (d) Toleransi. Yakni sifat

terbuka dan reseptif pada indahnya perbedaan atau saling menghargai melalui saling

pengertian; (e) Kejujuran yang berarti mengatakan bahwah kebenaran tidak ada

kontradiksi dalam pikiran, kata atau tindakan serta tidak ada kemunafikan; (f)

kerendahan hati yang artinya mengizinkan diri untuk tumbuh dalam kemuliaan dan

integritas; (g) Kerja sama yang disebabkan karena ada prinsip saling menghargai,

keberanian, pertimbangan pemeliharaan, membagi keuntungan dan adanya

penerimaan; (h) Kebahagiaan sabagai akibat adanya kepuasan; (i) Tanggung jawab,

yaitu melakukan kewajiban dengan sepenuh hati; (j) Kesederhanaan, maksudnya

kemampuan mempertimbangkan hal-hal yang tidak perlu; (k) Kebebasan yang berarti

adanya keseimbangnan antara hak dan kewajiban dan pemilihan seimbang dengan

konsekuensinya; (l) persatuan yang merupakan keharmonisan antara individu dalam

Page 102: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

90

suatu kelompok serta dibangun dari saling berbagi pandangan, harapan, dan tujuan

mulia demi kebaikan bersama.

Dengan demikian, novel yang merupakan sala satu genre sastra pasti

mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaan bagi pendidikan batin

pembacanya atau menikmatinya. Dengan demikian, bisa jadi novel dapat memegang

peran penting dalam mengatasi krisis moral maupun menurunnya moral bangsa,

khususnya generasi muda saat ini.

Ada beberapa nilai pendidikan yang dapat diperoleh dari sebuah cerita (dalam

hal ini novel). Nilai pendidikan itu diantaranya nilai yang dikemukakan oleh Max

scheler. Dalam penelitian nilai-nilai yang diambil untuk menganalisis nilai

pendidikan adalah nilai yang dikemukakan oleh Max scheler, maka nilai-nilai pada

novel dapat di kemukakan sebagai berikut:

1. Nilai Vitalitas atau Kehidupan sosial

Nilai sosial adalah niai yang dianut oleh masyarakat, mengenai apa yang

dianggap baik dan apa yang buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang

menganggap menolong memiliki nilai baik, adapun mencuri bernilai buruk. Nilai

sosial termasuk pada nilai vitalitas atau kehidupan sosial.

Ukuran untuk menentukan suatu itu di katakan baik atau buruk, pantas atau

tidak pantas harus melaluai proses menimbang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh

kebudayaan yang dianut masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat yang satu dan

masayrakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh masyarakat yang tinggal

di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul

Page 103: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

91

perubahan-perubahan. Sementara pada masyarakat tradisional lebih cenderung

menghidari persaingan karena dalam persaingan akan menggangu keharmonisan dan

tradisi yang turun temurun.

Kimbal young mengemukskan nilai sosial adalah asuransi yang abstrak dan

sering tidak disadari tentang apa yang di anggap penting dalam masyarakat adapun

A.W Green memandang nilai sosial sebagai kesadaran yang secata relatif berlangsung

disertai emosi terhadap obyek. Menurut Wooods, nilai sosial merupakan petunjuk-

petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku

kehidupan sehari-hari, (Fikri, 2010).

Burhan Nurgiantoro (2010: 334) mengatakan bahwa banyak karya sastra yang

memperjuangkan nasip rakyat kecil yang menderita, nasip rakyat kecil yang memang

perlu dibela, rakyat kecil yang seprti dipermainkan oelh tangan-tangan kekuasaan,

kekuasaan yang kini lebih berupa kekuatan ekonomi. Memperjuangkan nasip rakyat

kecil yang dimaksud Burhan nurgiantoro adalh perwujudan nilai moral dalam karya

sastra.

2. Nilai Spritual

a) Nilai agama

Agama adalah risalah yang disampaikan Allah kepada Nabi sebagai petunjuk

bagi manisia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur

hubungan dan tanggung jawab kepada Allah, manusia dan masyarakat serta mengatur

hubungan dan tanggung jawab kepada Allah, manusia dan masyarakat serta alam

sekitarnya.

Page 104: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

92

Agama dan pandangan hidup kebanyakan orang menekankan kepada

ketentraman batin, keselarasan an keseimbangan serta sikap meneerima apa yang

terjadi. Pandangan hidup yang demikian jelas mempehatikan apa yang dicari adalah

kebahagiaan jiwa, sebab agama adalah pakaian hati, batin atau jiwa.

Mangunwijaya (dalam Burhan Nurgiantoro, 2010; 326) mengatakan bahwa,

kahadiran unsur keagamaan dan religius dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra

itu sendiri.

Nilai religus dapat dikatakan nilai dasar kemanusiaan yang berkaitan dengan

ketuhanan secara umum dan diakuih oleh seluruh pemengang agama. Adapun nilai

dasar religius, semua pemeluk agama mengakunya seperti: (1) membantu, membelah

kaum yang lemah; (2) mengakui persamaan derajat manusia (hk azasi manusia); (3)

memperjuangkan keadilan, kebenaran, kejujuran, kemerdekaan dan perdamaia; (4)

menentang adanya penindasan sesama manusia, dan lain sebagainya.

b. Ungkapan Nilai Moral secara Positf dan secara Negatif

Nilai pendidikan merupakan halpenting dan ajaran berguna bagi kemanusiaan

untuk meningkatkan harkat dan martabat serta menjadikan manusia berbudaya. Nilai

pendidikan adalah nilai yang bermoral. Moral merupakan tingkah laku perbuatan

manusia di pandang dari nilai baik-buruk, benar dan salah berdasarkan adat dan

kebiasaan dimana individu itu berada. Nilai moral itu dibagi dua yaitu segi positif dan

segi negatif. Keduahal itu perlu di sampaikan, sebab kita dapat memperolah teladan

yang bermanfaat. Segi positif harus di tonjolkan sebagai hal yang di tiru dan

diteladani. Demikian segi negatif peru juga diketahui serta disampaikan kepada

Page 105: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

93

pembaca. Hal ini di maksudkan agar kita kita tidak tersesat, bisa membedakan mana

yang baik mana yang buruk. Seperti halnya orang belajar. Ia akan berusaha untuk

bertindak lebih baik jika tidak tahu hal-hal yang buruk dan tidak pantas dilakukan.

Nilai moral mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan

yang menyangkut harkat dan martabat manusia, mencakup semua persoalan yang

boleh dikatakan tak terbatas.

Setiap karya sastra selalu berorientasi pada hal-hal yang bersifat membangun

melalui pesan moral. Nilai-nilai moral dalam karya sastra dapat dijadikan bahan

perenungan sekaligus menjadi kaidah pendamping dalam menjalankan kegiatan

kehidupan.

Sebuah karya sastra (novel) tentu saja dapat mengandung dan menawarkan

pesan moral, tentunya banyak sekali pesan jenis moral dan wujud ajaran moral yang

dipesankan. Karya sastra disebut memiliki niali moral apabila menyajikan,

mendukung dan menghargai nilai kehidupan yang berlaku. Moral dalam karya sastra

biasanya mencerminkan pandangan hidupn pengarang yang bersangkutan,

pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan

kepada pembaca. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat. Burhan

Nurgiantoro (2010: 324)

Berdasarkan beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulakan bahwa nilai

moral adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, pesan

tersebut merupakan makna yang terrkandung dalam suatu karya yaitu makna yang

diungkapkan lewat cinta.

Page 106: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

94

c. Nilai Budaya

Niali budaya merupakan niai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu

masyarakat, lingkungan organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada

suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karasteristik terrtentu

yang dapat dibedakan dan lainnya sebagai acuan dan prilaku dan tanggapan atas apa

yang akan terjadi atau yang sedang terjadi.

Kluckhon dan Strodtbeck (dalam koentraningrat, 2000: 78) mengatakan

bahwa konsepsi mengenai isi dari nilai budaya yang secara universal ada dalam tiap

kebudayaan menyangkut paling sedikit lima hal, yaitu 1) masalah human nature,

atau makna hidup manusia; 2) masalah man nature, atau makna dari hubungan

manusia dengan alam sekitarnya; 3) masalah time, atau persepsi manusia mengenai

waktu; 4) masalah activity, atau soal makna dari pekerjaan, karya dan amal perbuatan

manusia; 5) masalah relational, atau hbungan manusia denga sesama manusia.

Kelima masalah tersebut sering disebut sebagai orientasi nilai budaya (vlue

orientation).

Nilai-nila budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi

atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto atau suatu lingkungan atau

organisasi. Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya yaitu:

1) Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata.

2) Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut.

3) Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi

kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

Page 107: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

95

B. Penelitian yang Relevan

Berkaitan dengan teori di atas diketemukan hasil penelitian terdahulu.

Berikut akan dipaparkan penelitan yang rlevan dangan penelitian ini:

Penelitian yang dilakukan oleh Purwoko tahun 2009 berjudul Novel kutahu

matiku karya Nwi Palupi (tinjauan sosiologi sastra dan nilai pendidikan). Kesipulan

dalam penelitian ini yaitu: (1) latar tempat mempengaruhi sikap dan keyakinan Klara

tentang apa yang di rasakan dan dilihat tetapi yang tidak dapat dilakukan oleh orang

lain; (2) makna nilai pendidikan dengan tinjauan sosiologi, antara lain: (a) Nilai

pendidikan religius atau agama,(b) Nilai pendidikan ilmu pengetahuan, (c) Nilai

pendidikan sosial, (d) nilai pendidikan ekonomi, (e) Nilai pendidikan politik.

Persamaan penelitian ini dengan dengan penelitian Purwoko adalah

pengguanaan pendekatan yang dipakai untuk mengkaji karya sastra yakni sama-sama

menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan pneggunaan obyek penelitian berupa

novel. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Purwoko penggunaan obyek

penelitian di atas menggunakan novel Kutahu Matiku karya Nwi palupi sedangkan

obyek penelitian ini adalah novel Negeri Lime Menarakarya Ahmad Fuadi.

Renee N. Easter, Joseph A. Caruso and Anne P. Vonderheide (2010,493-

502) yang dimuat di dalam jurnal OF Language Teaching. Hasil penelitian yang

dimuat di dalam jurnal ini dikemukakan bahwa mencatat perke,bangan novel terbaru

dan aplikasinya sehingga menjadi komprehensif, yaitu dengan mengeksplorasi

kemajuan intrumental yang menunjukkan peningkatan dalam kemampuaan analisis.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Renee N. Easter menggunakan penekatan

Page 108: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

96

eksplorasi, adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan sosiologi sastra

Casey Brienza (2010, 105-119) yang dimuat didalam jurnal Off Lenguage

Teaching. Hasil penelitian yang dibuat didalam jurnal ini dikemukakan bahwa

pendekatan sosiologi untuk mempelajari seni dan sastra dan menunjukan nilai sebagai

intervensi metodologi dalam biadang studi komik. Pendekatan ini berpendapat bahwa

semua karya seni termasuk komik adalah produk dari aktivitas manusia kolektif.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Casey Brienza adalah penggunaan

pendekatan yang dipakai untuk mengkaji karya sastra yakni sama-sama

menggunakan pendektan sossiologi sastra. Adapun perbedaan penelitian Caey

Brienza dengan penelitian ini adalah penggunaan objek penelitian di atas

menggunakan komik adapun objek penelitian ini adalah novel Negeri Lima Menara

Brian Conway (2010, vol 4) yang di muat didalam jurnal of Language

Teching. Hasil penelitian yang dibuat didalam jurnal ini dikemukakan bahwa

pembelajaran pemahaman dengan cakupan luas tentang ilmu sosial dan ilmu

pengetahuan dalam sosiologi, psikologi, antropologi dan geografi. Persamaan

penelitian ini dengan dengan penelitian Brian Conway adalah penggunaan

pendekatan yang dipakai dalam pembelajaran pemahaman yakni sama-sama

menggunakan pendekatan sosiologi. Adapun perbedaan penilitian di atas dengan

penelitian ini adalah penggunaan objek penelitian Brian Conway adalah pembelajaran

secara umum sedangkan ibjek penelitian ini adalah novel Negeri Lima Menara.

Page 109: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

97

C. Kerangka Fikir

Karya sastra merupakan suatu bentuk kebudayaan, sehingga tidak dapat

dipisahkan dari lingkungan yang telah membentuknya. Salah satu bentuk karya sastra

adalah novel. Novel merupakan cerminan keadaan sosial dari kurun waktu tertentu.

Novel berbicara mengenai manusia dan kemanusiaan. Di alam novel terkandung

fenomena-fenomena sosial yang di tampikan olen pengarang. Oleh karena itu

kahdiran karya sastra tidak dapat terlepas dari situasi dan kondisi sosial masyarakat.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul’’ Analisis Sosiologi Sastra

dan Nilai Pendidikan Nilai dan Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad

Fuadi”Dengan menggunakan novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Faudi

sebagai objek penelitian, penulis akan mengkaji novel tersebut dengan sosiologi

sastra. Penulis berupa mendeskrisikan pandangan perang terhadap pondok madani

dalam Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Faudi, asppek sosial budaya yang

terdapat dalam Negeri Lima Menara karya Ahmad Faudi. Setelah ke tiga rumusan

dianalisis barulah ditarik simpulan. Untuk lebih jelasnya, alur kerangka berfikir

dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 110: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

98

Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Faudi

Pendekatan Sosiologi Sastra

Gambar 1: Alur kerangka fikir

Pendekatan Sosiologi Sastra Nilai-nilai Pendidikan Novel Negeri Lima Menara Karya Ahma Fuadi

Pandangan Pengarang terhadap Ponok Madani Dalam Vovel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi

Aspek Sosial Budaya Yang terdapat Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi

Totalitas Makan Novel

Page 111: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

99

BAB III

METODOLOGI PENILITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis data dokumen berupa

novel yaitu novel Negeri Lima Menara karya Ahma Fuadi sebagai obyek

penelitiannya, maka penelitian ini berupa kajian novel, maka objek kajian

penelitiannya adalah novel itu sendiri. Adapun rincian penelitian ini tidak terpancang

waktu dan tempat. Waktu dan pelaksanaan dan jenis kegiatan dalam penelitian ini

dapat dijelasakan dengan tabel berit:

Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian

No Waktu Kegiatan Bulan

Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6

1. Persiapan xx

2. Pembuatan Proposal xx

3. Revisi Proposal xx

4. Pengumpulan Data xx xx

5. Pengolahan dan Analisis data xx x

6. Penyusunan Laporan Hasil

penelitian xxxx xx

7. Revisi Laporan Hasil penelitian xx xx

99

Page 112: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

100

B. Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metode Kualitatif deskriptif

menurut H.B Sutopo (2002:40) menjelaskan bahwa:

Penelitian Kualitatif melibatkan kegiatan ontologis. Data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti yang lebih barmakna dan mampu memacu timbulnya pemahaman yang lebih nyata dari pada sekedar sajian angka atau frekuensi. Penelitian menekankan catatan dengan deakripsi kalimat yang rinci , lengkap, dan mendalam, yang menggambarkan situasi yang sebenarnya guna mendukung penyajian data. Oleh karena itu, penelitian kualitatif secara umum sering disebut sebagai pendekatan kualitatif deskripsi.

Penelitian ini akan mendeskripsikan pandangan pengarang Ahmad Fuadi

terhadap karya sastranya yaitu novel Negeri Lima Menara. Aspek sosial budaya yang

terjadi dalam Negeri Lima Menara dan nilai-nilai pendidikan dalam novel Negeri

Lima Menara.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data atau informasi penting yang dikumpulakan dan dikaji dalam penelitian

ini berupa penelitian kualitatif yang bewujud ungkapan atau kalimat yang ada dalam

novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

Adapun data yang dikumpulkan harus sesuai dengan pendekatan sosiologi

sastra yang memfokuskan diri dari data;

a. Data Pandangan pengarang terhadap isi novelnya. Pengarang dibicarakan

terlebih dahulu dengan anggapan bahwa pengarang adalah kunci penentu

tentang apa dan bagaimana aspek sosial budaya dimanfaatkan;

b. Data sosial budaya yang ada dalam novel Negeri Lima Menara;

Page 113: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

101

c. Data dan nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel Negeri Lima Menara.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian dalam dikelompokkan menjadi dua bagian sebagai

berikut:

a. Dokumen berupa bahan tertulis yaitu isi novel Negeri Lima Menara karya

Ahmad Fuadi diterbitka PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2009, tebal 423

halaman.

b. Narasumber atau informan berupa manusia yang memiliki informasi terkait:

Nama : Ahmad Fuadi

Tempat/Tgl lahir : Bukit Tinggi, 1972

Alamat : Bintaro, jakarta

Keterangan :Penulis Novel Negeri Lima Menara

D. Teknik Cuplikan (Sampling)

Sutopo (2002:55) mengatakan bahwa teknik cuplikan merupan suatu bentuk

khusus atau proses bagi pemusatan sumber data dalam penelitian yang mengarah

pada seleksi dari sifatnya yang internal tersebut mengarah pada kemungkinan

generalisasi teoritis. Oleh karena itu, pada penelitian ini menggunakan teknik

cupliakan purposive sampling yaitu:

Sumber data yang digunakan disini tidak sebabai sumber data yang mewakili populasinya tetapi seperti telah disebutkan didepan, lebih cenderung mewakili informasinya, dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan dengan permasalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (sutopo, 2002,56).

Page 114: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

102

Penelitian ini mencuplik bagian-bagian dalam novel negeri Lima Menara karya

Ahmad Fuadi yang mewakili informasi penting agar bisa digunakan untuk analisis.

Selain itu, juga mencuplik bagian buku dari internet yang bisa memberikan informasi

penunjang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Tteknik yang dilakukan dalam pengumpulan data yang teknik interaktif

meliputi wawancara dan teknik noninteraktif meliputi mencatat dokumen atau arsip.

1. Melakukan Wawancara

Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur karena peneliti merasa tudak

tahu mengenai apa yang terjadi sebenarnya dan ingin menggali informasi secara

mendalam dan lengkap dari narasumbernya (sutopo, 2002:59). Wawancara

berlangsung melalui email dengan pengarang novel Negeri Lima Menara yaitu

Ahmad Faudi. Hasil wawancara dilampirkan di lampiran halaman 202.

2. Mengkaji Dokumen dan Arsip (content analisys)

Sumber data yang berupa arsip dan dokumen biasanya merupakan data pokok

dalam penelitian historis, terutama untuk mendukung proses interprestasi dari setiap

peristiwa yang diteliti. Dokumen yang ditemukan wajib dikaji kebenaranya, baik

secara eksternal (kritik eksternal) yang berkaitan dengan keaslian dokumen atau

pernyataan yang ada (sutopo, 2002:70).pengkajian dokumen tersebut dilakukan

dengan teknik analisis isi (content analisys). Langkah kerjanya adalah:

Page 115: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

103

a. Menentukan teks yang dipakai sebagai objek penelitian, yaitu novel Negeri

Lima menara (2009) karya Ahmad Fuadi.

b. Melakukan dua tahap pembacaan sastra, heuristik. Membaca novel Negeri Lima

Menara dan sumber-sumber tertulis lainnya.

1) Teknik simak, yakni melakukan penyimakan secara cermat, terarah dan

teliti terhadap data primer yaitu novel Negeri Lima Menara, Data sekunder

berupa buku, jurnal, dan artikel dalam rangka memperoleh data tentang

pandangan pengarang, sosial budaya dan nilai-nialai pendidikan. Teknik

simak dilakukan dengan cara berulang-ulang sambil memberi tanda-tanda

khusus pada data yang diperlukan.

2) Teknik catat, hasil penyimakan terhadap data ditampung dan dicatat untuk

digunakan dalam penyusunan laporan.

F. Uji Validitas Data

Uji Vadilitas data dalam penelitian ini menggunakan validitas trianggulasi teori.

Trianggulasi teori merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang

bersifat multisperpektif Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlikan

tidak hanya satu pandang (sutopo, 2002:92). Sedangkan teknik trianggulasi yang

digunakan adalah:

1) Trianggulasi sumber atau Trianggulasi Data. Cara ini mengarahkan agar di

dalam mengumpulkan data, wajib menggunakan beragam sumber data yang

berbeda-beda. Sumber data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua

sumber data yang berbeda, Yaitu:

Page 116: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

104

a) Sumber berupa dokumen atau arsip dari buku-buku ilmiah, jurnal

ilmiah,artikel yang berbeda,dianalisis dengan metode content analisiys;

b) Informasi atau narasumber (manusia) dijaring dengan cara wawancara

mendalam secara tertulis. Narasumber tersebut yaitu:Pengarang Ahmad

Fuadi berkedudukan dijakarta dengan email [email protected]

2) Trianggulasi Teori

Trianggulasi jenis ini dilakukan dengan menggunakan perspektif lebih dari satu

teori dalam membahas permasalahan yang dikaji, (sutopo, 2002: 9;). Ada

beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) teori pengkajian

sastra; (2) teori sosiologi

3) Trianggulasi Metode. Teknik ini bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan data

sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpilan data yang

berbeda, (sutopo, 2002:95). Yaitu:

a. Dokumen atau arsip novel Negeri Lima Menara;

b. Wawancara melalui email dengan narasumber Ahmad Faudi

G. Teknis Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian

karena dengan menganalisis data yang diteliti akan dapat diketahui makna atau

jawaban pemecahan masalahnya. Menurut Bogdan dan Biklen dalam Lexy J.

Moleong (2010: 248). Analisis data kualifitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, menyintetiskannya, meencari dan menemukan

Page 117: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

105

pola,menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain. Adapun teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis model interaktif, seperti yang

dikemukakan oleh Matthew B. Miles & A. Michael Huberman (1992:20), yang terdiri

dari tiga komponen analisis yaitu: reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan

atau verifikasi. Aktivitas ketiga komponen itu dilakukan dalam bentuk interaktif

dengan proses pengumpulan data. Langkah-langkah di dalam analisis data tersebut

dapat dilihat di dalam bagan berikut ini:

Gambar 2. Bagian Model Interaktif Miles & Huberman (1992:20).

1. Reduksi Data

Data dikumpulkan dari dokumen dan arsip,serta hasil wawancara. Data

tersebut direduksi,diidentifikasi untuk mendapatkan hal yang pokok. Identifikasi

difokuskan padahal yang terpenting terkait dengan fokus dan masalah penelitian.

Data dikoding, kemudian dimaknai, dicari terna atau polanya (melalui proses

penyuntingan dan pemberian kode). Reduksi data dilakukan terus menerus selama

proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini data disederhanakan, yang tidak

Penarikan kesimpulan

Reduksi Data Penyajian Data

Page 118: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

106

diperlukan disortir untuk memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta

untuk menarik kesimpulan sementara.

Langkah pertama yang penulis lakukan adalah dengan mengumpulkan data

dari dokumen dan arsif berupa novel Negeri Lima Menara, melakukan studi pustaka

dari buku-buku yang relevan internet. Data dikumpulkan juga dari hasil wawancara

dengan narasumber yang pengarang novel.

Data yang diperoleh di aatas direduksi, dipilih hal-hal pokok saja yang terkait

dengan permasalahan. Yaitu, tentang pandangan pengarang, sosial budaya nilai-nilai

pendidikan dan kualitas novel. Data tersebut dikoding, dikelompokkan, dimaknai dan

dihubung-hubungkan supaya mendapatkan relevanssi antara data yang diperoleh

dengan permasalahan. Hasil wawancara untuk mendukung teori dan mendapatkan

simpulan yang benar terhadap data dokumen.

2. Penyajian Data

Penyajian data(display data ) dimaksudkan agar lebih mudah untuk dapat

melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian.

Data-data dikelompokkan dan disusun sesuai dengan rumusan masalah yang telah

ditentukan sebelumnya. Termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada

waktu data direduksi. Data tentang pandangan pengarang, sosial budaya, nilai-nilai

pendidikan dan kualitas novel ditayangkan.

3. Penarikan Simpulan atau Verifikasi

Verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian

dilakukan. Sejak pertama proses pengumpulan data, mulai menganalisis dan mencari

Page 119: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

107

makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari polatema,hubungan persamaan,

hipotesis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan yang masih bersifat

tentatife.

Dalam tahapan penarikan simpulan dari kategori-kategori data yang telah

direduksi dan disajikan untuk selanjutnya menuju kesimpulan akhir mampu

menjawab permasalahan yang dihadapi. Bertambahnya data melalui verifikasi secara

terus menerus, akan diperoleh kesimpulan yang bersifat grounded. Simpulan

disesuaikan dengan permasalahn yang dibahas.

Bila simpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan data dalam

reduksi maupun sajian datanya, maka wajib kembali melakukan kegiatan

pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung simpulan yang

telah dikembangkannya dan juga sebagai usaha bagi pendalaman data,

(sutopo,2002:120).

Dalam model tersebut ketiga komponen analisis berjalan bersamaan pada

waktu kegiatan pengumpulan data. Begitu penyusunan catatan lapangan

lengkap,reduksi data segera dibuat, dan seterusnya dengan pengembangan bentuk

susunan sajian data yang bersifat sementara, (sutopo,2002 : 121)

Sebagai upaya yang berkelanjutan, berulang dan terus menerus. Masalah

reduksi data,penyajian data, penarikan simpulan dan verifikasi menjadi keberhasilan.

Page 120: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

108

Reduksi data dan penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat

sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data, (Miles & Huberman, 1992 : 19-20)

Selain analisis diatas ,digunakan juga analisis data dengan metode induktif

dengan langkah menelaah terhadapa fakta-fakta yang khusus, pernyataan yang

khusus, dan peristiwa yang kongret. Kemudian digeneralisasi untuk mendapat

kesimpulan secara umum. Membaca peristiwa-peristiwa khusus tentang sosial bodaya

dan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Negeri Lima Menara,kemudian

dihubungkan dengan kejadian-kejadian umum dalam kehidupan nyata secara umum.

H. Prosedur Penelitian

Berdasarkan masalah yang diteliti, prosedur penelitian yang peneliti lakukan

meliputi beberapa tahap sesuai arahan Lexy J. Moleong (2010: 247-268) sebagai

berikut:

1. Pengumpulan data, dengan langkah:

a. Menentukan objek yang akan dipakai sebagai bahan penelitian, yaitu novel

Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi (2009);

b. Mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang mendukung kegiatan penelitian,

meliputi buku-buku referensi dan artikel-artikel sastra yang menunjang

penelitian.

2. Melakukan dua tahap pembacaan sastra, yaitu pembacaan heuristik dan

hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah tahap orientasi untuk memperoleh

Page 121: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

109

gambaran umum atau eksplorasi awal terhadap objek yang diteliti. Pembacaan

hermeneutika adalah tahap eksplorasi fokus.

3. Menganalisis objek penelitian dengan mendaftar wacana-wacana tentang sosial

budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam novel Negeri Lima Menara:

4. Data direduksi. Reduksi data dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi.

Pernyataan-pernyataan perlu dijaga sehingga berada di dalamnya:

a. Susun dalam satu-satuan, da ddibuat penjelasan secara deskriptif pada

masing-masing data yang diperoleh berdasarkan teori yang ada;

b. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan;

c. Kategori-kategori dibuat sambil melakukan koding atau penafsiran data;

d. Mengaitkan dengan realitas atau teks yang saling berlawanan dan kontradisi

dalam novel;

e. Mensejajarkan dan membandingkan dengan wacana-wacana atau realitas di

luar teks novel sebagai upaya interteksual.

f. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data;

g. Memakai teori sosiologi sastra Rene Wellek dalam mengkaji novel Negeri

Lima Menara.

5. Penyajian data, data disaqjikan berdasarkan hasi penelitian dan prumusan

masalah.

6. Penarikan simpulan secara deskripsi;

7. Tahap pengecekan keabsahan data. Pada tahap ini dilakukan penelitian yang

ada terutama mengadakan tringulasi,pengecekan dan auditing yang

Page 122: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

110

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekeliruan dalam mengungkapkan

fakta atau interpretasi.

Berdasarkan model analisis interaktif, tetap bergerak diantara tiga dengan

proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. kemudian

sesudah pengumpulan data berakhir, bergerak di antara tiga komponen analisisnya

dengan menggunakan waktu yang masih tersisa. Reduksi data selalu dilakukan, bila

simpulan dirasa kurang, maka data kembali dikumpulkan kemasalah lebih fokus

untuk mencari pendukung simpulan yang telah dikembangkan dan juga sebagai usaha

pendalaman data.

Page 123: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

111

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Aspek Sosial Budaya Yang Terdapat Dalam Novel negeri lima menara Karya

Ahmad Fuadi

Aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel negeri lima menara yang

mendasari sebuah cerita rekaan. Menurut para ahli memandang bahwa karya sastra

sebagai dokumen sosial budaya. Menurut koentjaraningrat (2000: 9) kebudayaan

adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus di biasakannya dengan

belajar, beserta keseluruhan dari budi dan karyanya itu.

Sementara itu, ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai

komponen atau unsur kebudayaan antara lain C. Kluckhohn dalam bukunya universal

categories of culture membahas kerangka-kerangka kebudayaan yang kemudian di

jadikan kerangka umum. Berdasarkan itu pulahla, koentjaraningrat (dalam p.

Hariyono, 2009:38 dan mg. Sri wijayati, 2007: 133). Memaparkan tujuh unsur

kebudayaan sebagai beriku: (1) sistem religi; (2) sistem kemasyarakatan atau

organisasi sosial.; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem mata

pencaharian hidup: dan (7) sistem peralatan hidup atau teknologi. Berdasarkan

penjelasan di atas, maka sosial budaya yang terdapat dalam novel negeri lima menara

adalah sistem religi, sistem kemasyarakatan atau komunikasi sosial, sistem

Page 124: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

112

pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem peralatan

hidup dan teknologi.

a. Sistem religi

1) Sistem kepercayaan

Masyarakat minang perupakan pemeluk agama islam. Apabila ada

masyarakat yang keluar dari agama islam (murtad), secara langsung yang

bersangkutan juga di anggap keluar dari masyarakat minang, dalam istilahnya di

sebut ”dibuang sepanjang adat”. Kedatangan haji miskin , haji sumanik dan haji

piobang dari mekkah sekitar tahun 1803, memainkan peranan penting dalam

penegakan hukum islam di pedalaman minang kabau. Walau di saat bersamaan

muncul tantangan dari masyarakat setempat itu masih terbiasa dalam tradisi adat, dan

puncak dari komplik ini muncul perang padri sebelum akhirnya muncul kesadaran

bersama bahwa adat berazaskan Al-Qur’an.

Amak alif menganjurkan alif untuk masuk ke pondok, amak percaya

bahwa alif akan menjadi pemimpin agama yang hebat. Bagaimanapun juga garis

keturunan amak adalah garis keturuan ulama. Alif tidak mau melanjutkan sekolah ke

pondok. Alif ingin melanjutkan ke SMA dan kuliah agar bisa seperti habibie. Amak

tetap tidak mengijinkan karena bersekolah di SMA membutuhkan uang yang banyak.

Hal ini sesuai dalam kutipan novel:

Tapi aku tidak ingin.....

Waang anak pandai dan berbakat. Waang akan menjadi pemimpin

Umat yang besar. Apalagi waang punya darah ulama dari dua

Page 125: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

113

kakekmu.(AHMAD FUADI, 2011 : 9)

Sementara itu, alif bersedia bersekolah di pondok. Namun pondok yang di

pilih adalah pondok madani di jawa timur. Pelajaran agama di pondok dapat di

lakukan setiap saat. Hal ini terungkap dala novel sebagai berikut.

“terimah kasih atas pertanyaannya pak. Menurut kyai kami pendidikan

PM tidak membedakan agama dan non agama. Semuanya satu dan semuanya

berhubungan. Agama langsung dipraktekan dalam kegiatan sehari-hari. Di madani,

agama adalah oksigen, dia ada dimana-mana,” jelas burhan lancar. (AHMAD

FUADI, 2011 : 35)

Pendidikan agama di pondok madani tidak mengenal waktu. Setiap saat

agama selalu diajarkan di pondok. Kyai di pondok membuat aturan agama harus di

ajarkan setiap saat. Di sela-sela pelajaran umum juga diberikan materi agama. Hal ini

sesuai dengan pertanyaan dari bapak alif. Bahwa di pondok banyak di ajarkan tentang

pelajaran umum, kapan agama akan di ajarkan ? dengan senang hati pemandu pondok

menjelaskan bahwa agama di pondok di ajarkan setiap waktu.

Pendidikan agama islam dalam novel ini sangat kental sekali. Setiap detik

novel diceritakan dengan sangat menarik. Ini menandakan bahwa ajaran di pondok

memang sangat ketat. Apalagi soal agama islam. Di pondok waktu sholat memang

segala aktivitas harus di hentikan. Semua harus datang ke mesjid pada waktu sholat

magrib. Namun, untuk sholat lainnya di kamar masing-masing. Hal ini sesuai dengan

kutipan dalam novel sebagai berikut.

Page 126: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

114

Shalat magrib di mesjid jami’ di hadiri seluruh penduduk sekolah. Karena hampir semua orang hadir, kecuali yang sakit atau pura-pura sakit, waktu seperempat jam setengah shalat di manfaatkan untuk memberikan maklumat penting bagi semua warga. Kismul islam, bagian yang khusus mengurusi pengumuman tampil di depan jamaah. Di temani secarik kertas dan kepercayaan diri, mereka membacakan pengumuman. (AHMAD FUADI, 2011 : 70)

Kami termenung-menung meresapi pesan yang menggugah ini. Awan-awan sumber khayal kami sekarang berganti warna menjadi merah terang, seiring dengan merapatnya matahari ke peraduannya. Lonceng berdentang, waktunya kami ke mesjid menunaikan shalat magrib .(AHMAD FUADI, 2011: 211)

Untuk sholat isyah, subuh, dhuhur, ashar, dan sholat sunnah di lakukan di

kamar sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa sistem reliji dala novel tersebut sangat

menonjol. Shalat malam biasa alif dan kawan-kawan kerjakan. Shalat dan berdoa

merupakan usaha yang dilakukan agar semua pekerjaan dan kesulitan dalam belajar

bisa teratasi. Hanya kepada tuhanlah semua memohon dan meminta bantuan. Semua

itu di lakukan dengan khusuk dan ikhlas. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel

sebagai berikut :

Aku membentang sajadah dan melakukan shalat tahajjud. Diakhir rakaat, aku benamkan kesajadah sebuah sujud yang panjang dan dalam. Aku coba memusatkan perhatian kepadanya. Dan menghilang selainnya. Pelan-pelan aku merasa badanku semakin mengecil dan mengecil dan mengkerut hanya menjadi setitik debu yang melayang-layang di semesta luas yang diciptakanNya. Betapa kecil dan tidak berartinya diriku, dan betapa luas kekuasaannya. Dengan segala kerendahan hati. Aku bisikkan doaku.

“ya Allah, hamba datang mengadu kepadamu dengan hati rusuh dan berharap. Ujian pelajaran muthala’ah tinggal besok, tetapi aku belum siap dan belum hapal pelajaran. Hambamu ini datang meminta kelapangan pikiran dan kemudahan untuk mendapat ilmu dan bisa menghapal dan lulus ujian dengan baik. Sesungguhnya engkau maha pendengar terhadap doa hamba yang kesulitan. Amiiiinn.

Page 127: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

115

Alhamdulillah, selesai tahajjud badanku terasa lebih enteng dan segar. Aku siap sahirul lail, belajar keras dini hari sampai subuh. Dengan setumpuk buku di tangan, sarung melilit leher dan sebuah sajadah, aku bergabung dengan para pelajar malam lainnya di teras asrama. Ada belasan orang yang sudah lebih dulu membuka buku pelajaran di tengah malam buta ini. Ada yang bersila, ada yang berselonjor, ada yang menopang punggungnya dengan dinding, dengan bermacam gaya. Tapi semuanya sama: mulut komat-kamit, buku terbuka di tangan, sarung melilit leher, segelas kopi dan duduk di atas hamparan sajadah, sekilas mereka seperti sedang naik permadani terbang. ( AHMAD FUADI, 2011 : 197-198)

Dengan shalat tahajjud badan juga merasa ringan dan segar. Apalagi

menjelang ujian, banyak murid yang melakukan doa malam dan belajar malam.

Sungguh hal yang jarang dilakukan oleh orang awam.

2) Sistem nilai dan pandangan hidup

Pandangan hidup yang terungkap dalam novel negeri lima menara adalah kata

mujarab yang disampaikan oleh ustad salman. Kata mujarab yang memikat semua

orang tersebut adalah man jadda wajadda. Hal tersebut terdapat dalam kutipan novel

seperti di bawah ini:

Man jadda wajadda: sepotong kata asing ini bak mantera ajaib yang ampuh bekerja. Dalam hitungan beberapa helaan napas saja, kami bagai tersengat ribuan tawon. Kami tiga puluh anak tanggung, menjerik balik, tidak mauh kalah kenceng.

“man jadda wajadda!”

Berkali-kali, berulang-ulang, sampai tenggorokan panas dan suara serak. Ingar bingar ini berdesibel tinngi. Telingaku panas dan berdenging-denging sementara wajah kami merah padam memfosir tenaga. Kaca jendela yang tipis sampai bergetar-getar di sebelahku. Bahkan. Meja kayuku pun berkilat-kilat basah., kuyup oleh liur yang ikut berloncatan setiap berteriak lantang.

Tapi kami tahu, mata laki-laki kurus yang enerjik ini tidak dimuati oleh aura jahat. Dia dengan royal membagi energi positif yang sangat besar dan meletup-

Page 128: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

116

letup. Kami tersengat menikmatinya. Seperti sumbu kecil terpercik api, mulai terbakar, membesar dan terang!.

Dengan wajah berseri-seri dan senyum senti menyilang di wajahnya, lai-laki ini hilir mudik diantara bangku-bangku murid baru. Mengulang-ulang mantra ajaib ini di depan kami bertiga puluh. Setiap dia berteriak, kami menyela balik dengan kata yang sama man jadda wajadda. Mantra ajaib berbahasa arab ini bermakna tegas.:”siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil (AHMAD FUADI, 2011 : 40-41).

Kata-kata mujarab man jadda wajadda artinya bahwa siapa yang

bersungguh-sungguh akan berhasil. Kata-kata itulah yang pertama kali diberikan

kepada murid baru. Man jadda wajadda diberikan kepada murid baru untuk

memotivasi. Bahkan kata-kata itu diucapakan berkali-kali sampai melekat di dalam

hati. Bahwa segala sesuatu itu apabila dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan

membuahkan hasil.

Setiap kelas, setiap mulut berlomba-lomba menyuarakan man jadda

wajadda dengan lantang. Bahkan suara itu sampai membahana ke ponogoro. Hampir

satu jam perlombaan menyuarakan man jadda wajadda itu dilakukan. Namun tak

satupun murid yang protes. Justru kata itulah sampai sekarang tetap terpatri di dalam

hati dan jiwa setiap murid. Walaupun sudah keluar dari pondok man jadda wajadda

tetap membahana keliang telinga setiap orang. Hal ini terlihat dalam kutipan novel

sebagai berikut:

Selain kelas kami, puluhan kelas juga demikian. Masing-masing dikomandoi seorang kondaktur yang energik, menyalakan “man jadda wajadda” hampir satu jam non stop, kalimat ini bersahut-sahutan dan bertalu_talu. Koor ini bergelombang seperti guruh di musim hujan, menyesaki udara pagi di sebuah desa terpencil di udik ponorogo.

Page 129: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

117

Inilah pelajaran pertama kami ini di PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kami kelak. (Ahmad Fuadi, 2011 : 41)

“man jadda wajadda,” teriakku pada diri sendiri. Sepotong syair arab yang diajarkan di hari pertama masuk kelas membakar tekadku. Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. (AHMAD FUADI, 2011 : 82)

Rumus man jadda wajadda terbukti mujarab. Kesungguhanku telah di balas konstan. (AHMAD FUADI, 2011 : 82)

Siapa pun yang meresapi dan melaksanakan kata man jadda wa jadda

dengan bersungguh-sungguh. Maka, usahanya itu akan segerah dibalas kebaikan oleh

tuhan. Hal itu dilakukan oleh alif sekaligus pengarang novel tersebut. Alif dengan

bersugguh-sunguh berdoa dan berusaha. Usaha tersebut tidak sia-sia. Alif

mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun. Semua itu tidak terlepas dari suratan

takdir allah SWT.

3) Komunikasi keagamaan

Komunikasi keagamaan juga terdapat dalam novel negeri lima menara.

Komunikasi keagamaan ini terjadi ketika alif, atang dan baso berlibur ke rumah atang

di bandung. Komunikasi keagamaan yang terdapat dalam kutipan novel ini adalah

komunikasi keagamaan berupa dakwah. Dakwah itu di lakukan di mesjid universitas

unpad bandung. Hal tersebut sesuai dengan pesan kyai rais. Bahwa dimanapun kalian

berada sampaikan kebaikan dan nasehat walaupun hanya satu ayat. Kyai rais adalah

pimpinan pondok madani dalam novel tersebut adalah sebagi berikut:

“silahkan gunakan liburan untuk berjalan, dalam masyarakat di sekitar kalian. Dimanapun dan kapanpun, kalian adalah murid PM. Sampaikanlah kebaikan dan nasehat walau satu ayat”. Begitu pesan singkat kyai rais di acara melepas libur minggu lalu. Kesempatan seperti yang di sampaikan atang adalah pelajari diluar PM., menjalankan amanah kyai rais dan melaksanakan ajaran nabi

Page 130: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

118

muhammad, bilighual anniwalau aayah. Sampaikanlah sesuatu dariku walau hanya sepotong ayat. (AHMAD FUADI, 2011 : 219)

Undangan dari universitas unpad sudah diterimah atang. Undangan

tersebut berisi tentang permintaan mengisi dakwah setelah ashar di masjid universitas

unpad. Mulanya atang , alif dan baso tercengang melihat banyaknya jamaah yang ada

di mesjid tersebut. Tetapi, karena pendidikan di pondok madani yang sangat ketat dan

berkualitas tinggi. Hal itu di tepis oleh ketiga orang tersebut. Dengan semangat yang

tinngi, ketiganya membawakan dakwah dengan tiga bahasa. Bahasa indonesia, bahasa

arab dan bahasa inggris. Jamaah yang ada di mesjid itu terkagum-kagum dengan

dakwah atang, alif dan baso. Semuanya sungguh sangat bagus. Hal itu sesuai dengan

kutipan pada novel tersebut sebagai berikut:

Seperti undangan yang diterima atang, kami datang ke mesjid unpad sebelum ashar. Di luar dugaan, shalat ashar berjamaah di masjid kampus ini penuh. Aku sempat agak grogi melihat jamah yang beragam, mulai dari mahasiswa, dosen, masyarakat umum dan terutama mahasiswa yang manis-manis. Tapi begitu aku tampil di mimbar membakan pidato bahasa inggris favoritku yang berjudul “how islam solves our problems”.pelan-pelan grogiku mengucap. Semua text pidato dan potongan dalil masih aku hafal dengan baik. (AHMAD FUADI, 2011 : 220)

b. Sistem kemasyarakatan atau komunikasi sosial

1) Kekerabatan

Matrilinear merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan

identitas masyarakat minang. Garis keturunan di rujuk kepada ibu yang di kenal

dengan samande (se-ibu). Sedangkan ayah mereka disebut oleh masyarakat dengan

nama sumando (ipar) dan di perlakukan sebagai tamu dalam keluarga.

Page 131: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

119

Kaum perempuan di minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa

sehingga dijuluki dengan bundo kanduang, memainkan peranan dalam menentukan

keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang di buat oleh kaum lelaki dalam

posisi mereka sebagi mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (

kepala suku). Matrilinear tetap dipertahankan masyarakat minangkabau sampai

sekarang walau hanya diajarkan secara turung temurung dan tidak ada sanksi adat

yang diberikan kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut.

Hal tersebut sesuai dengan tokoh amaak. Amaak menyarankan alif agar

bersekolah di pondok pesantren. Semua keputusan tersebut berada di tangan amaak.

Sedangkan ayah hanya diam dan menuruti keputusan amaak. Hal ini sesuai dengan

kutipan novel negeri lima menara.

“amaak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti buya hamka yang sekampung dengan kita itu. Melalukan amar ma;ruf nahi mungkar, mengajak seorang kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. “ kata amak pelan-pelan.

Beliau berhenti sebentar untuk menarik napas. Aku cuma mendengarkan. Kepalaku ini terasa melayang.

Setelah menenangkan diri sejenak dan menghela napas panjang, amak meneruskan dengan suara gemetar.

“jadi amak minta dengan sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah aliyah”(AHMAD FUADI, 2011 ; 8)

Dalam kutipan di atas, amak memegang peranan penting di dalam

keluarga. Amak yang memutuskan segala sesuatu yang ada di keluarga. Ayah alif

hanya berperan sebagai tamu dalam keluarga. Amak yang berbicara kepada alif.

Page 132: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

120

Amak berharap alif bersedia untuk melanjutkan sekolah ke madrasah aliyah atau

sering di sebut pondok pesantren.

2) Asosiasi dan perkumpulan

Asosiasi dan perkumpulan yang terdapat dalam novel negeri lima menara

karya ahmad fuadi ini berupa asosiasi persahabatan sahibul menara, di menara masjid

yang dilakukan setiap sore menjelang magrib. Sahibul menara berasal dari bahasa

arab. Kata sahibul kerap digunakan untuk menyatakan kepunyaan. Sahibul menara itu

terdiri dari alif, baso, atang, said, raja, dan dulmajid. Kutipan dalam novel antara lain

sebagai berikut:

Setelah termenung beberapa lama said berteriak.

“aku tahu dimana kita bisa berkumpul tampa diganggu dan tempatnya dekat dengan masjid. Yuk.!” Kata dia lansung berjalan cepat dan memaksa kami ikut. Kami sepakat, kaki menara ini tempat yang sangat cocok untuk berkumpul . pertama, dekat dengan mesjid, kapan pun lonceng shalat berbunyi, kami tinggal berjalan sedikit lansung sampai di mesjid. Kedua, relatif tidak terpantau para tugas keamanan yang terlau sibuk menyatroni asrama dengan asrama. Sementara berundak ini cukup tersembunyi karena ditutupi oleh taman, sementara kami bisa memantau keadaan PM melalui sela-sela dedaunan. Ketiga, tempat ini teduh dan memungkinkan kami berlama-lama, untuk belajar, ngobrol bahkan tidur-tiduran sambil lurus menatap langit di temani ujung menara yang lancip mengkilap.

Di bawah bayangan menara ini kami lewatkan waktu untuk bercerita tentang impian-impian kami, membahas pelajaran tadi siang, ditemani kacang sukro. Bagaikan menara cita-cita kami tinngi menjulang. Kami ingin sampai di puncak-puncak mimpi kelak. (AHMAD FUADI, 2011 : 93-94).

Dimenara tersebut merupakan tempat untuk berkumpul. Membahas

pelajaran tadi siang. Membicarakan pelajaran yang sulit, menghafal, diskusi dan

menghayal negara yang diimpikan. Masing-masing anggota sahibul menara memiliki

Page 133: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

121

cita-cita. Cita-cita itu dilukiskan di awan dengan gambar negara sesuai keinginan

masing-masing anggota sahibul menara. Alif ingin melihat awan itu sebagai benua

Amerika, raja melihat awan seperti benua Eropa, Atang melihat awan itu sebagai

negara Timur Tengah dan Afrika. Baso lebih suka melihat awan itu sebagai benua

Asia dan Afrika, dan dulmajid serta Said lebih suka melihat awan tetap sebagai

negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan kutipan novel sebagai berikut :

Kini di bawah menara PM, imajinasiku kembali melihat awan-awan ini menjelma menjadi peta dunia. Tepatnya menjadi daratan yang didatangi Columbus sekitar 500 tahun silam: Benua Amerika. (AHMAD FUADI. 2011 : 207)

Selain perkumpulan sahibul menara di menara masjid, aula juga

merupakan tempat berkumpul bagi semua murid PM. Di aula tersebut sebagian

kegiatan dilakukan. Hal itu sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut.

Sehabis isya, murid-murid berbondong-bondong memenuhi aula. Ratusan kursi disusun sampai ke teras untuk menampung tiga ribu orang. Semua orang mengobrol seperti dengan ribuan tawon transmigrasi. Dipanggung duduk berjejer beberapa ustad senior dan kiai. Sebuah tulisan besar menggantung sebagai latar : pekan perkenalan siswa PM. (AHMAD FUADI, 2011 : 48)

Malamnya, semua murid dikumpulkan di aula untuk menyaksikan pembukaan musim ujian oleh kiai Rais, seakan-akan ujian adalah sebuah hari besar keramat ketiga setelah idul adha dan idul fitri. (AHMAD FUADI, 2011 : 189-190)

Aku layangkan pandanganku ke aula diseberang Al-Barq. Jam 2 malam, aula ini sudah ramai seperti pasar subuh! Puluhan lampu semprong berkerlap-kerlip di atas setiap meja pasukan Sahirul lail. Ketika angin malam berhembus, mata apinya serentak menari-nari seperti kunang. (AHMAD FUADI, 2011 : 198)

Pengumuman kelulusan kita sudah ada, bisa dilihat di aula, “ seru said sebagai ketua angkatan kami berteriak-teriak setelah subuh. Walau masih pegal-pegal dengan perjalanan keliling jawa timur kemarin, kami tidak sabar untuk berbondong-bondong ke aula. Walau sudah bertawakal sepenuh hati, tetap saja

Page 134: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

122

hatiku berdebur-debur ketika melihat pengumuman yang ditempel di aula. (AHMAD FUADI, 2011 : 395)

Aula merupakan tempat untuk perkumpulan murid baru. Di aula tersebut

murid baru diberi amanat, pengumuman dan nasehat yang berkaitan dengan

pendidikan di pondok Madani. Biasanya para kiai dari pondok Madani yang

memimpin pertemuan tersebut. Semua murid baru harus mengikuti acara tersebut.

Selain perkumpulan untuk murid baru, aula juga digunakan untuk belajar para murid

ketika akan menghadapi ujian. Semua murid belajar di aula, bahkan aula diubah

sebagai perkemahan massal. Semua itu dilakukan demi ujian. Ujian bagi pondok

Madani adalah hari yang istimewa selain hari idul fitri dan idul adha. Aula juga

digunakan menyampaikan pengumunan kelulusan bagi murid kelas enam. Hal itu

semua dilakukan di aula.

c. Sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan ini berhubungan dengan tubuh manusia dan

berhubungan antar sesama manusia. Sistem pengetahuan yang terkait dengan novel

negeri lima menara ini adalah sistem pengetahuan tentang pengajaran di pondok yang

bersifat modern. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel Negeri Lima Menara

sebagai berikut.

Masih segar dalam ingatanku bagaimana senior kelas enam tahun lalu membuat gempar dengan show mereka. Ditengah gelapnya aula, tahu-tahu sosok tubuh terbang! Benar-benar terbang di atas kepala penonton. Lebih hebat lagi, badannya diluputi api yang menyala-nyala. Ini adegan yang mempersinifikasikan iblis yang melayang-melayang siap membakar nafsu manusia. Rahasia efek itu adalah membaluri baju pemadam kebakaran dengan spritus untuk menyulut api, dan mencantolkan baju barisi pemberat ini kelabel berjalan. Untuk keamanan, tentu saja tidak ada orang didalam baju ini. Selama

Page 135: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

123

berbulan-bulan, kami tidak bosan membahasnya, kelas enam tahun lalu bahkan disebut “the fire maker”. (AHMAD FUADI,2011 : 338).

Bagi siswa kelas enam di pondok Madani, diwajibkan menampilkan

sebuah pentas. Pentas itu dihadiri oleh seluruh warga pondok Madani dan masyarakat

sekitar. Hal ini berhubungan dengan sistem pengetahuan yaitu bahwa siswa kelas

enam tahun lalu behasil membuat pesta luar biasa. Pesta pertunjukan itu biasa disebut

dengan class six show. Class six show yang ditampilkan senior kelas enam tahun lalu

yaitu bercerita tentang iblis yang melayang-layang di udara. Iblis itu melayang

dengan tubuh terbakar oleh api. Dengan pertunjukan itu. Menunjukkan bahwa sistem

pengetahuan murid kelas enam sudah maju dan kreatif. Terbukti dengan

menampilkan iblis yang melayang, digunakan manusia tiruan yang memakai baju

pemadam kebakaran. Rahasianya adalah baju pemadam itu dibalut dengan spiritus

untuk menyulut api. Baju itu diletakkan pada kabel berjalan. Sehingga, pertunjukan

itu benar-benar seperti dalam kehidupan nyata.

Sistem pengetahuan lain adalah kelas Alif yang menampilkan pertunjukan

Class Six Show dengan cerita Ibnu Batutah. Class Six Show ini juga spektakuler. Hal

ini terlihat pada kutipan novel yang menceritakan perjalanan Ibnu Batutah dalam

menyebarkan agama islam. Ide itu disampaikan oleh Atang. Ketika Ibnu Batutah

berjalan topan badai, maka penonton juga merasakan angin kencang. Waktu Ibnu

Batutah terkena hujan tropis, penonton juga merasakan basah karena hujan. Ibnu

Batutah sedang berjalan menembus kabut Himalaya, maka penonton juga harus ikut

tersesat bersamanya. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut :

Page 136: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

124

“aku punya ide,” kata Atang menggebu-gebu, seminggu sebelum hari H. “jadi, kawan-kawan, aku ingin kita membuat teater yang panggungnya tidak terbatas dipanggung depan, tapi panggungnya juga ada ditempat duduk penonton, kalau Ibnu Batutah sedang berjalan menembus topan badai, maka penonton akan ikut di terpa angin kencang, kalau dia sedang kena hujan tropis, penonton ikut basah dengan percikan air, kalau dia sedang menembus kabut Himalaya, penonton juga harus ikut tersesat bersamanya.” (AHMAD FUADI, 2011 : 340)

Namun, untuk melaksanakan ide cemerlang itu, membutuhkan

pengorbanan. Untuk membuat asap buatan, Alif, Said dan Atang harus pergi ke

Surabaya. Bahan utama untuk membuat asap itu adalah karbon dioksida kering.

Karbon dioksida bersuhu yang didapatkan, sehingga apabila terkena udara sedikit saja

akan mengeluarkan asap banyak. Istilah ilmiyahnya ada kondensasi, sehingga asap

tersebut bisa kita lihat seperti kabut.

Sementara sistem pengetahuan yang berkaitan dengan pembelajaran yang

bersifat modern adaah pengajaran mengenai penggunaan bahasa asing. Penggunaan

bahasa asing wajib bagi semua murid. Bagi murid baru diberi kesempatan untuk

belajar selama empat bulan. Siapa yang melanggarnya akan mendapatkan sanksi. Hal

ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

“dan yang tidak kalah penting, bagi anak baru, kalian hanya punya waktu

empat bulan untuk boleh berbicara bahasa indonesia. Setelah empat bulan, semua

wajib berbahasa inggris dan arab, 24 jam. Percaya kalian bisa kalau berusaha.

Sesungguhnya bahasa asing adalah anak kunci jendela-jendela dunia.” (AHMAD

FUADI, 2011 : 51)

Page 137: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

125

Bahasa Asing yang perlu dipelajari oleh murid adalah bahasa Arab dan

bahasa Inggris. Bagaimanapun juga bahasa asing adalah kunci untuk membuka

jendela dunia. Pondok Madani berharap lulusan pondok bisa bersaing di kancah

dunia.

d. Bahasa

Bahasa dalam kebudayaan yang di kemukakan oleh koentjaraningrat ada

dua macam, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa yang terdapat dalam novel

Negeri Lima Menara ini adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa yang

digunakan adalah bahasa Minang, bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris.

1. Lisan

1. Bahasa Minang

Alif sebagai tokoh utama berasal dari kampung bayur, minanjau. Bahasa

daerah minagkabau adalah bahasa minang. Bahasa daerah itu digunakan sebagai alat

komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat pada novel Negeri Lima

Menara. Bahasa Minang yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara adalah

sebagai berikut:

“buyuang, sejak waang masih di kandungan, amak selalu punya cita-cita,” mata

amak kembali menatapkku.(AHMAD FUADI, 2011 : 8)

Buyuang merupakan pangilan untuk anak laki-laki di kampung Minanjau.

Buyuang adalah panggilan Alif. Biasa Amaak memanggil Alif dengan sebutan

Buyuang. Waang adalah kata ganti orang kedua tunggal yaitu artinya kamu. Waang

Page 138: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

126

diucapkan Amaak kapada Alif. Hal itu diucapkan ketika amaak membujuk Alif untuk

masuk ke Pondok.

Sementara itu kata ambo kata ganti orang pertama, yaitu saya. Kata ambo

dianggap lebih sopan dan dipakai ketika bicara dengan orang yang dihormati.

Sebutan kata ambo ini digunakan Alif ketika berbicara dengan ibunya . Alif membela

diri bahwa Alif tidak berbakat dalam agama. Alif lebih senang melanjukan sekolah ke

SMA. Namun, ibu Alif tetap kukuh agar Alif melanjutkan sekolah ke Pondok.

Bahkan ibu Alif mengatakan bahwa orang tua lain mengirim anaknya ke sekolah

madrasah bukan berarti anak tersebut cadiak. Cadiak artinya adalah pintar. Hal

tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

“tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin manjadi

insinyur dan ahli ekonomi.” Tangkisku sengi. Mukaku merah dan mata terasa

panas. (AHMAD FUADI, 2011 : 9)

“Tapi bukan salah ambo orang tua lain mengirim anak yang kuran cadiak

masuk madrasah...” (AHMAD FUADI. 2011 : 9)

Di dalam novel Negeri Lima Menara juga terdapat bahasa Minang yang

berbentuk sebuah kalimat percakapan. “Allah kanai lo baliak. Kita kean lagi!”

kalimat tersebut adalah kalimat yang dilontarkan oleh Etek Muncak dan keneknya

secara bersamaan. Kalimat “Allah kanai lo baliak. Kita kean lagi!”artinya bahwa

roda belakang bus tersebut pecah. Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel

sebagai berikut:

Page 139: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

127

BLAAR! Bus tiba-tiba bergetar dan oleng. Semua penumpang berteriak kaget.

Amukan di perutku tiba-tiba surut, pudur seperti lilin di henbus angin, Pak Etek

Muncak dan kenek bersamaan berseru, “Allah kanai lo baliak. Kita kean lagi!”.

Roda belakang pecah. (AHMAD FUADI, 2011 : 21)

Kalimat Minang lain yang ditemukan adalah “ndak ba’a do” artinya

adalah sebentar lagi perjalanan menyebrang pulau akan sampai. “ndak ba’a do”

disampaikan oleh bapak kepada Alif. Karena perjalanan laut ketika itu sangat

manakutkan. Tiba-tiba gelombang laut tinggi. Kapal tergoncang, penumpangnya

bagai dilempar kesana-kesana. Hal ini sesui dengan kutipan dalam novel sebagai

berikut:

“ndak ba’a do”, sebentar lagi kita sampai!” seru ayah mencoba menenangkan

sambil menggamit bahuku. Padahal setengah jam yang lalu pelayaran sambil

mulus, gemericik air yang di belah haluan terasa menenramkan hati. (AHMAD

FUADI, 2011 : 22).

2. Bahasa Arab

Bahasa resmi di Pondok Madani dalam novel adalah bahasa Arab dan

Bahasa Inggris. Bahasa Arab yang disampaikan secara lisan dalam novel tersebut

sangat banyak sekali. Bahasa Arab yang terdapat dalam novel adalah sebagai berikut:

Bujukan mereka aar tetap tinggal di kampung telah kukalahkan dengan

argumen berbahasa Arab yang terdengar gagah, “uthulubul ilma walau bisshin”

artinya “tuntutlah ilmu, bahkan walau ke negeri sejauh Cina”. (AHMAD FUADI,

2011 : 17).

Page 140: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

128

Sementara itu, setelah tiba di Pondok Madani Alif dan bapaknya di

sambut dengan ramah oleh panitia pendaftaran dari Pondok Madani. Disela-sela

perkataan panitia pendaftaran dari Pondok tersebut ada beberapa kalimat dengan

bahasa Arab. Kalimat tersebut adalah “shabahal khair ya akhi Burhan.” Artinya

adalah ini rombongan tamu pertama hari ini. Semua delapan orang. Hal tersebut

diucapkan oleh Ismail kepada Burham. Burham adalah panitia pendaftaran . burham

menjawab perkataan Ismail dengan kalimat bahasa Arab yaitu “Syukron ya akhi.”

Artinya yaitu terima kasih. Hal tersebut sesuai dengan kutipan pada novel sebagai

berikut:

A meloncat turun dari bus. Kerikil yang diinjak oleh hak sepatunya

berderik-derik. Dian menyerahkan selembar daftar penumpang ke seorang anak

muda berwajah riang yang telah menunggu di luar mobil. Sebuah dasi berkelir biru

laut menggantung rapi di ketah leher baju putihnya. “ shabahal khair ya akhi

Burham. Ini rombongan tamu pertama hari ini . semua delapan orang.” Kata Ismail.

“ Syukron ya akhi. Terima kasih. Kami akan beri pelayanan terbaik. (AHMAD

FUADI, 2011 : 29-30).

Bahasa Arab selalu digunakan dalam pembelajaran. Misalnya, ustad

Salman. Ustad Salman mengajarkan Bahasa Arab. Beliau mengajar dengan

menggunakan metode yang mudah dipahami oleh murid. Metode tersebut adalah

metode dengar, ikuti, teriakkan dan ulangi lagi. Tidak ada terjemahan bahasa

Indonesia sama sekali. Namun, metode tersebut sangat ampuh untuk

menginternalisasi bahasa baru ke dalam sel otak dan membangun refleks bahasa

Page 141: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

129

yang bertahan lama. Inilah sistem bahasa yang membuat Pondok Madani terkenal.

Dengan kemampuan muridnya berbicara aktif. Seperti kutipan dalam novel di bawah

ini, ada kalimat “Quuluu jamaaatan... maa haaza?Haaza kitaabun.” Artinya apa

yang saya pegang ini? Ini adalah buku. Hal tersebut sesuai dengan kutipan sebagai

berikut:

Lalu dengan gerakan tangan, dia mengisyaratkan untuk bersama-sama

mengulang apa yang disebutkan tadi dengan keras. “Quuluu jamaaatan... maa

haaza?Haaza kitaabun.” (AHMAD FUADI, 2011 : 110).

Murid baru membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi bahasa

asing. Hal tersebut diakui semua murid baru. Dalam waktu empat bulan murid baru

harus bisa menggunakan bahasa arab dan bahasa inggris. Kata “kaifah arabiyatuka ya

akhi. Khalas lancar.”aadi faqad. Sedikit-sedikit, astathi.” merupakan kata-kata yang

diucapkan oleh murid baru. “kaifah arabiyatuka ya akhi. Khalas lancar.” Artinya

bagaimana bahasa arab yang kamu kuasai, apakah lancar? Kalimat itu selalu di

ucapkan oleh kyai atau murid senior kepada murid baru. Kata .”aadi faqad. Sedikit-

sedikit, astathi.” Artinya sedikit-sedikit murid baru bisa berbahasa arab. Walaupun

sepenuhnya belum bisa lancar. Seperti kutipan dalam novel tersebut:

“kaifah arabiyatuka ya akhi. Khalas lancar?.

.”aadi faqad. Sedikit-sedikit, astathi.”

itulah broken arabic yang sering muncul diantara anak tahun pertama. Kami

saling bertanya bagaimana kemampuan bahasa arab. Dengan seadanya, kami jawab

Page 142: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

130

ya sudah sedikit-sedikit. Walau belum menguasai grammar dengan cepat, kami

berusaha menggunakan kosa kata arab. (AHMAD FAUDI, 2011 :132)

itulah masalah yang selalu muncul pada murid baru. Masalah tersebut

adalah penggunaan bahasa arab. Dengan pengunaan kosa kata sedikit, digunakan

dalam komunikasi sehari-hari. Hal tersebut membantu dan mempercepat penguasaan

bahasa arab murid.

Bahasa arab juga digunakan untuk memberikan semangat dalam

pertandingan bulu tangkis. Karena tidak boleh menggunakan bahasa indonesia. Maka

semua murid yang melihat pertandingan bulu tangkis berbicara dengan bahasa arab.

Kata “idrib...idrib...idrib...qawaiyyan...hit...hit...hit hander!” kata tersebut adalah

kata penyemangat bagi tim indonesia. Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam

novel sebagai berikut:

“idrib...idrib...idrib...qawaiyyan...hit...hit...hit hander!” suaraku sampai parau

meneriaki setiap pukulan indonesia. (AHMAD FUADI, 2011: 187)

Berpijak dari pernyataan di atas, bahasa arab juga digunakan kiai untuk

memberikan motivasi, nasehat dan semangat kepada murid, nasehat dan semangat

tersebut disampaikan para kiyai ketika akan menghadapi ujian. Ujian di pondok

madani berlangsung selama dua minggu. Seperti kata “uthlub ilma minal mahdi ila

lahdi” artinya tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat. Setelah memberikan

nasehat, pertemuan itu di tutup dengan doa bersama. Seperti kata “allahummaftah

Page 143: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

131

alaina hikmatan birahmatika ya arhamarrahimin.” Artinya tuhan kami, bukanlah

kepada kami hikmah dan bantulah kami dengan rahmat-mu, wahai sang maha

pengasih. Doa tersebut adalah doa meminta perlindungan agar ilmu yang didapatkan

selama pendidikan di pondok madani bisa masuk kedalam sumsum otak. Hal tersebut

sesuai dengan kutipan pada novel berikut:

“anak-anakku, ilmu bagai nur, sinar. Dan sinar tidak bisa datang dan ada

ditempat yang gelap. Karena itu, bersihkan hati dan kepalaku, supaya sinar itu bisa

datang, menyentuh dan menerangi kalbu kalian semua”. Kiai rais memulai

wejangannya dengan lemah lembut. Beliau menegaskan keutamaan menuntut ilmu,

dia mendapat kehormatan sebagi mujahid, pejuang Allah. Bahkan kalau mati dalam

proses mencari ilmu, dia akan di ganjar dengan gelar syahid, dan berhak mendapat

dearat premium di akhirat nanti. Tidak main-main, rasulullah sendiri yang

mengatakan agar kita menuntut ilmu dari orok sampai menjelang jatah umur kita

expired uthlub ilma minal mahdi ila lahdi. Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang

lahat . (AHMAD FUADI), 2011 : 190)

Kerahkan semua kemampuan kalian belajar!” berikan yang terbaik! Baru

setelah segala usaha disempurnakan berdoalah dan bertakwalah. Tugas kita hanya

sampai usaha dan doa, serahkan kepada tuhan selebihnya, ikhlaskan keputusan

kepadanya, sehingga kita tidak akan pernah stres dalam hidup ini. Stres hanya bagi

orang yang belum berusaha dan tawakkal. Ma’annajah, good luck”. Intonasi

lembutnya belum berubah menjadi berkobar-kobar. Kiai Rais telah menyentrum 300

Page 144: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

132

murid kesayangannya. Kami telah bertepuk tangan dengan gempita. (AHMAD

FUADI, 2011 : 190)

Acara malam ini ditutup dengan dia Kiai Rais yang kami amini dengan

sepenuh hati, meminta tuhan untuk membuka hati dan fikiran kami dalam menerima

nur ilmu tadi. Allahummaftah alaina hikmatan alaina birahmatika ya

arhamarrahimin. Tuhan kami, bukanlah kepada kami hikmah dan bantulah kami

dengan rahmatMu, wahai sang maha pengasih. Said dan Atang lebih lama

membenamkan mukanya ditelapak tangan mereka yang terbuka setelah doa berakhir.

Memang, akhir-akhir ini kedua kawanku harus berjuang keras untuk bisa mengejar

pelajaran. (AHMAD FUADI, 2011 : 190-191)

Pondok Madani memiliki sistem panjaga keamanan yang ketat. Sistem

keamanan itu khususnya dilakukan pada malam hari. Pondok Madani memiliki lahan

yang sangat luas, peternakan dan perkebunan. Setiap malam murid pondok madani

mendapat giliran unuk berjaga. Hal tersebut dinamakan bulis lai atau ronda malam.

Bagi yang bertugas ronda malam mendapat keringanan untuk tidur sore. Ketika jam

untuk ronda, maka murid yang berjaga segera dibangunkan. Seperti kata “Qum ya

akhi”. Artinya ayo bangun. Semua murid yang bertugas. Bangun untuk berjaga.

Supaya berjaga tidak mengantuk, ada tim khusus yang menyediakan kopi. Seperti

kata “Hoi, la tan’sa daiman,” artinya ini kopi datang!” Alif dan Dulmajid mendapat

tugas didekat sungai. Mata Alif dan Dulmajid tetap mengantuk. Walaupun sudah

Page 145: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

133

minum kopi. Alif dan Dulmajid tertidur. Sergapan tyson datang secara tiba-tiba

membangunkan dengan air. Seperti kutipan “Qiyaman ya akhi!”

Sergapan tyson membuat alif dan dulmajid terjaga. Tiba-tiba dari arah

sungai terdengar suara gemercik, seperti orang berjalan. Alif dan dulmajid segera

bersiap-siap untuk menangkap maling tersebut. Dengan sigap maling itu bisa di

kalahkan oleh alif dan dulmajid. Atas keberaniannya itu alif dan dulmajid tidak jadi

di hukum. Hal tersebut sesuai kutipan dalam novel sebagi berikut.

”qum ya akhi ayo bangun. Waktunya bertugas. Cepat berkumpul di kantor keamanan pusat untuk briefing dan pembagian lokasi kalian,” katanya didepan kami yang masih menguap dan mengucek-ngucek mata.(AHMAD FUADI, 2011 : 238)

”qum ya akhi, kok sudah tidur, belum habis ceritaku,” aku goyang-goyang bahunya. .(AHMAD FUADI, 2011 : 244)

“hoi, la tan’as daiman, ini kopi datang,!, kata alif melihat kami berwajah tidur, sabrum menuangkan cairan hitam ke gelas kami dengan gayung pelastik.(AHMAD FUADI, 2011 : 244)

“qiyaman ya akhi, yang punya tangan ini mengeram, geraman yang kukenal. Geraman tyson ya tuhan tangan kirinya memegang botol air yang digunakan untuk membasahi mukaku. Melihat aku bangun, sekarang dia menjentikan air kemuka dul yang segerah mencelat dan terjengkang dari kursinya karena kaget. (AHMAD FUADI, 2011 : 245)

Sementara itu kalimat “kullukum ra’in wakullukum masulum an

raiyatihi,” artinya setiap orang adalah pemimpin yang tidak peduli siapapun, paling

tidak untuk mereka sendiri. Itu kata-kata nasehat murid pondok madani harus bisa

menjadi seorang pemimpin. Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai

berikut:

Page 146: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

134

“kullukum ra’in wakullukum masulum an raiyatihi,” ini kata-kata penting untuk leader ship di PM. Setiap orang adalah pemimpin, tidak peduli siapapun, paling tidak untuk mereke diri sendiri. (AHMAD FUADI, 2011 : 297)

Dalam bahasa arab ucapan terima kasih juga banyak terdapat dalam novel

negeri lima menara. Seperti “syukran ya akhi,” artinya terimah kasih. Hal tersebut

sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

“syukran ya akhi, gitu dong, sering-sering kita dikasih bonus,”sahutku senang hati. Hanya pada hari spesial saja kami dapat jatah makan mewah dengan daging susu, dan kurma. Misalnya menjelang ujian, hari raya, atau hari kami naik kelas enam (AHMAD FUADI, 2011 ; 363).

3. Bahasa inggris

Bahasa ingris merupakan bahasa yang wajib dikuasai murid selain bahasa

arab. Hal ini diterapkan guna mengantisipasi kemajuan zaman. Bahasa ingris

merupakan bahasa resmi internasional. Sehingga harapan kedepan, lulusan pondok

madani bisa fasih menggunakan bahasa ingris.

Bahasa ingris banyak terdapat dalam novel negeri lima menara. Hal itu

terjadi karena dala novel negeri lima menara terdapat beberapa tokoh orang asing.

Bahasa ingris yang terdapat dalam novel negeri lima menara adalah sebagai berikut:

Rasanya tidak ada yang melebihi cara PM mengistimewakan waktu

ujiannya. Ujiannya maraton sepanjang 15 hari disambut bagai pesta akbar, riuh dan

semarak. You can the feel the exam in the air. Itulah the moment truth seorang pencari

ilmu untuk membuktikan bahwa jerih payah belajar selama ini mendatangkan hasil

setimpal, yaitu meresapnya ilmu tadi sampai ke sumsumnya. (AHMAD FUADI,

2011 ; 189)

Page 147: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

135

Bahasa ingris yang terdapat dalam kutipan di atas adalah : you can feel

the exam in the air” artinya bahwa kamu buktikan usahamu belajar selama ini akan

mendapatkan hasil yang setimpal. Kata “the moment of truth” artinya suasana atau

moment yang bagus. Kalimat tersebut digunakan ketika akan diadakan ujian maraton.

Bahasa ingris juga ditemukan dalam percakapan di pesawat. Percakapan

tersebut antara alif dan pramugari pesawat terbang. Ketika itu alif melakukan

perjalanan washintong DC-london dengan menggunakan pesawat brtish airways.

Seperti kata “ whoul you like something dto drink, sir? Artinya anda mau minum apa,

pak? Kata tersebut diucapkan oleh pramugari pesawat dengan logat bahasa ingris

yang kental. Alif menjawab dengan “a cup of tea would be lovely,” artinya secangkir

teh yang manis. Pramugari tersebut menjawab “certainly, sir” artinya bailklah pak.

Pramugari tersebut segera menuangkan teh ke dalam cangkir. Bahasa ingris yang

digunakan dalam percakapan tersebut merupakan bahasa resmi internasional yang di

bawakan dengan sopan pramugari. Alif sebagai lawan bicara berusaha membalas

percakapan tersebut dengan ramah dan sopan. Sehingga percakapan tersebut dapat

berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan novel tersebut:

whoul you like something dto drink, sir? Tawar sebuah suara merdu beraksen british yang lengket. Aku tergegap dan mengucek-ngucek mata. Pelan-pelan bagai lensa auto focus,pandanganku memejam.

“a cup of tea would be lovely,” sahutku. Aku agak memaksa menggunakan gaya british yang katanya suka menggunakan kata “lovely” “certainly, sir” dia mencurahkan isi poci putihnya ke cangkirku. (AHMAD FUADI, 2011 : 286)

Page 148: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

136

Sementara itu, pramugari yang berambut merah tersebut datang.

Pramugari menawarkan “desser” makanan pencuci mulut. Ada beberapa pilihan

makanan penutup diantaranya ada “chocolate baklava, qatayyef with cheese dan

arabian ice cream with date.” Alif memilih makanan pencuci mulut arabian ice cream

with date.” Yaitu ice crem dari arab. Hal tersebut sesuai kutipan pada novel sebagai

berikut.

Sirambut merah yang lagi memamerkan senyum customer service yang sama.

‘‘sir, kami punya beberapa pilihan dessert ala timur tengah. Apakah anda

tertarik mencoba?

‘kami punya“chocolate baklava, qatayyef with cheese dan arabian ice cream

with date.”

“sepertinya yang terakhir enak, boleh minta yang itu?

“certainly, sir’ (AHMAD FUADI,2011 :287)

Bahasa ingris tidak hanya digunakan oleh murid dan kiyai pondok

madani. Tetapi tukang masak juga menggunakan bahasa ingris dengan lancar. Hal ini

terbukti seperti kata “good morning my friend,” artinya selamat pagi teman. Tukang

masak pondok madani menyediakan kurma untuk merayakan keberhasilan kenaikan

kelas. Hal tersebut sesuai kutipan dalam novel sebagai berikut:

‘good morning my friend” untuk merayakan hari keberhasilan kita naik kelas

enam, kami menyediakan kurma ini untuk mencuci mulut ,” katanya tersenyum

lebar menyodorkan 3 buah hitam berkilat-kilat. (AHMAD FUADI, 2011 : 289).

Page 149: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

137

Selanjutnya, bahasa ingris juga digunakan ketika alif dipilih sebagai

student speaker. Pidato tersebut menyambut dubes inggris yaitu McGregor. ketika

tiba waktunya menyampaikan pidato, pembawa acara memanggil alif dengan bahasa

ingris yaitu “your excellncy, one of our student would like to welcome you. Mr. alif

fikri...” artinya ananda mulia, salah satu murid kami akan menyampaikan sambutan,

yaitu pak alif fikri... hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagi berikut.

your excellncy, one of our student would like to welcome you Mr. alif fikri...” undang MC sambil menganggukkan dagu yang duduk mengkerut di ujung aula. Tiba-tiba kerongkonganku terasa kering dan dasiku terasa mencekik. .(AHMAD FUADI, 2011 : 318)

sementara itu diakhir acara, alif berjabat tangan dengan dubes ingris.

Dubes ingris sangat senang dengan pidato yang dibawakan oleh alif, dubes ingris

berjabat tangan sambil berkata “in deed, a very good speech. I like your idea on how

to stengthen the relationship between wes and the east.” Artinya memang bagus

pidatomu. Aku suka ide dengan idemu yang membahas tentang cara memperkuat

hubungan antara negara barat dengan timur. Alif fikri hanya bisa membalas dengan

ucapan “..thank you sir, thank you sir...” artinya adalah terima kasih pak. Hal ini

sesuai dengan kutipan novel sebagai berikut:

Diakhir acara, aku sempat bersalaman dan berfoto bersama pak dubes dan

kyai rais. Tanganku tenggelam di dalam tangan dubes yang besar dan empuk. Di

ayun-ayunkan tanganku beberapa kali sambil berkata, “ indeed, a very good speech. I

like yor idea on how to trengthen the relatoinship between west and the east.”

Page 150: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

138

Aku senyum-senyum sambil berulang-ulang menyebut... thank you sir,

thank you sir. (AHMAD FUADI, 2011 : 320)

Bahasa ingris yang ditemukan selanjutnya adalah kalimat “its, official, we

are go to good!” artinya itu secara resmi, kita diisinkan untuk melaksanakan acara

tersebut. Hal tersebut merupakan ucapan yang disampaikan ustad salman kepada

murid. Bahwa acara kilas 70 yang telah di rencanakan disetujui oleh kyai rais. Hal

tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

“its, official, we are go to good!” seru ustad salman sambil melempar

kepalanya ke udara..” kiyai rais setuju kita punya kilas 70.”(AHMAD FUADI,

2011 327).

2. Tulisan

1. Bahasa arab

Bahasa kedua menurut kontjaraningrat adalah bahasa tulisan. Bahasa

tulisan yaitu bahasa dalam wujud tulisan. Hal ini juga terdapat dalam novel negeri

lima menara. Seperti kutipan dibawah ini kata “mam thalabal ‘ul sahiral layali.” Ini

merupakan pepatah dalam bahasa arab. Artinya adalah siapa yang ingin mendapatkan

kemuliyaan, maka bekerjalah sampai jauh malam. Seperti kutipan dalam novel sebagi

berikut:

Sahirul lail maknanya kira-kira begadang sampai jauh malam untuk

belajar dan membaca buku. Sebuah pepatah arab berbunyi. Man thalabal ‘ula sahiral

layali. Siapa yang ingin mendapatkan kemuliayaan, maka bekerjalah sampai jauh

malam. Dan aku ingin mencari kemuliyaan itu. (AHMAD FUADI, 2011 : 196)

Page 151: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

139

Tulisan Arab selanjutnya adalah kata “ma’an Najah,” artinya “ semoga

sukses dalam ujian “. Ini merupakan kata penyemangat bagi murid. Dalam kutipan

tersebut sebentar lagi akan diadakan ujian selama dua minggu. Di Pondok Madani

diberi sepanduk yang berisikan semangat dan motivasi. Salah satunya yaitu poster

yang bertuliskan “ma’an Najah”. Seperti kutipan dalam novel sebagai berikut:

Pagi itu, tepat dua minggu sebelum hari pertama ujian, aku terbengong-

bengong melihat suasana PM yang baru. ma’an Najah, “semoga sukses dalam ujian”

dalam bentuk poster selebaran kami temukan di ruang kelas, asrama, kantin di pohon-

pohon, bahkan di lapangan basket. (AHMAD FUADI, 2011 ; 189)

Sementara itu, ketika Alif berada di dalam pesawat terbang menuju ke

London, Alif mencoba makanan pencuci mulut. Makanan itu berupa setangkap es

krim yang puncaknya diberi kurma dari Jeddah. Penyajian es krim tersebut kartu yang

berisikan pesan. Pesan tersebut adalah “This Ajwa date is imported from a natural

farmoff jeddah, believed by muslims as the favorite fruit of the Prophet Muhammad.

Enjoy your dessert.” Artinya kurma yang terdapat dalam es krim tersebut, adalah

kurma dari jeddah Jenis Kurma itu adalah makanan favorit nabi Muhammad SAW.

Selamat menikmati makanan ini. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai

berikut:

Dengan rapih dia meletakkan sebuah mankok kecil, setangkup es krim

berwarna krem, ditaburi hazelnut, dan dipuncak sebutir kurma yang mengkilat-kilat.

Sebuah kartu kecil bercorak gambar kubah menemani pesananku.

Page 152: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

140

Tulisannya: This Ajwa date is imported from a natural farmoff jeddah,

believed by muslims as the favorite fruit of the Prophet Muhammad. Enjoy your

dessert. (AHMAD FUADI, 2011 : 287-288).

2. Bahasa Ingris

Selain bahasa Arab, bahasa tulis berupa bahasa Ingris juga terdapat dalam

novel Negeri Lima Menara. Seperti tulisan “we are going back to Trafalgar Square

today.” Artinya mereka akan kembali ke Trafalgar Square besok. Hal ini merupakan

salah satu pelajaran murid di Pondok Madani. Pelajaran membaca bahasa Ingris.

Sehingga bagi murid yang belum begitu paham mengenai bahasa Inggris,

membacanya harus dieja. Selain itu, ada juga contoh membaca kalimat “waath thaimi

izzz ith nanung.” Maksudnya “what time is it now”. Artinya jam berapa sekarang?

Namun, dalam mengeja kata now tersebut harus dengan berdengung panjang. Seperti

membaca bahasa Arab. Hal tersebut sesuai dengan kutipan sebagai berikut:

“wai ari guingg tho Trafalghaar Siquarri tudayy,” bacanya tegang, sementara

butir-butir peluh mengucur deras dari jidatnya yang lebar. Tulisannya yang

dibacanya: “wee are going back to Trafalgar Square today,”

“Waath thaimi izzz ith naung”. Maksudnya “what time is it now”. Time di baca

dengan thaim dengan menggunakan huruf tha tebal yang sempurna sekali.

Now, dibaca dengan berdengung panjang, persis seperti dia membaca mad

panjang tiga harakat dengan ilmu tajwid. (AHMAD FUADI, 2011 : 118)

Peraturan di Pondok Madani menganjurkan kepada muridnya untuk

mengirim surat kepada perusahaan luar negeri. Surat tersebut berisi permintaan

Page 153: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

141

bantuan buku yang menunjang pembelajaran di Pondok Madani. Ketika itu Alif

mengirim surat ke radio Amerika. Setelah berapa lama Alif mendapat balasan.

Balasan surat tersebut berisi buku. Surat tersebut bertuliskan “Mr. Fikri, enjoy your

free copy of this book. Thank you VOA Indonesian service.” Artinya bapak Fikri

silahkan menikmati buku gratis permintaan anda. Terima kasih. Dari bagian VOC

Indonesia. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

“wah buku percakapan indonesia-american English dari radio Amerika!”

teriakku kaget. Secarik surat pendek menyertai dan berbunyi : “Mr. Fikri, enjoy

your free copy of this book. Thank you VOA Indonesian service.” (AHMAD

FUADI, 2011 : 174)

Sementara itu, tulisan bahasa Inggris terdapat dalam poster. Poster

tersebut ditempel menjelang ujian dilaksanakan. Poster yang berisi “You can feek the

exam in the air” artinya bahwa usaha belajar yang maksimal akan mendatangkan

hasil yang setimpal. Itulah the moment of truth. Itulah suasana yang dinantikan. Hal

tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagi berikut:

Rasanya tidak ada yang melebihi cara PM mengistimewakan waktu ujian.

Ujian maraton sepanjang 15 hari di sambut bagai pesta akbar, riuh dan semarak. You

can the exam in the air. Itulah the moment of truth seorang pencari ilmu untuk

membuktikan bahwa jerih payah belajar selama ini mendatangkan hasil setimpal,

yaitu meresapnya ilmu tadi sampai ke sumsumnya. (AHMAD FUADI, 2011 : 189).

Page 154: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

142

e. Kesenian

Kesenian merupakan salah satu unsur yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat. Kesenian yang terdapat dalam Novel Negeri Lima Menara berupa

kesenian kaligrafi dan bangunan.

1. Kaligrafi

Kaligrafi merupakan salah satu mata pelajaran di Pondok Madani.

Kaligrafi tersebut belajar mengenai menulis arab yang indah. Ketika ujian, kaligrafi

juga diujikan. Pelajaran kaligrafi juga merupakan pelajaran yang digemari oleh Alif.

Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

Ujian hari akhir adalah dua pelajaran favoritku: kaligrafi Arab dan bahasa Inggri. Walau bukan pelajaran utama, untuk kaligrafi, aku mempersiapkan diri lebih dari para sahibul Menara. Kaligrafi tidak dihapalkan, tapi dipraktekkan. Dengan tekun, aku menulis berlembar-lembar kertas dengan menggunakan beragam gaya kaligrafi yang diajarkan dan yang belum diajarkan. Aku bahkan meminjam beberapa buku referensi kaligrafi terbitan Mesir dan lokal. Qalam pena khusus kaligrafi pun aku siapkan dengan berbagai ukuran. Semua aku lakukan dengan penuh antusiasme. Dengan gembira dan percaya diri aku mengerjakan soal ujian kaligrafi dan Bahasa Inggris. Inilah hari tersuksesku dalam ujian kali ini. (AHMAD FUADI, 2011 : 203).

2. Bangunan

Selanjutnya bangunan dalam unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat

ini merupakan kesenian. Bangunan yang digambarkan dalam novel Negeri Lima

Menara adalah bangunan pondok Madani dan menara. Bangunan di Pondok Madani

memang sangat luas. Bangunan tersebut terdiri dari beberapa bagian yang memiliki

fungsi tersendiri. Bangunan pertama berupa masjid. Bangunan kedua berupa aula

serba guna. Aula tersebut berguna untuk semua kegiatan penting seperti: pagelaran

Page 155: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

143

teater, musik, diskusi ilmiah, upacara selamat datang buat siswa baru dan

penyambutan tamu penting. Bangunan ketiga asrama, yaitu gedung yang digunakan

untuk menginap bagi murid baru. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai

berikut:

“yang kedua adalah aula serba guna. Di sini semua kegiatan penting berlangsung. Pagelaran teater, musik, diskusi ilmiah, upacara selamat datang buat siswa baru dan penyambutan tamu penting,” kata Burham sambil memimpin kami melewati aula. Gedung ini seukuran hampir setengah lapangan sepak bola dan diujungnya ada panggung serta tirai pertunjukan. Tampak mukanya minimalis dengan gaya art-deco , bergaris-garis lurus. Sederhana tapi megah. Di atas gerbangnya yang menghadap ke luar, tergantung jam antik dan tulisan dari besi berlapis krom: Pondok Madani.

Rombongan kecil kami melintasi lapangan besar yang berada di depan masjid dan balai pertemuan menuju bangunan memanjang berbentuk huruf L. Dindingnya dikapur putih bersih, atap segi tiganya dilapisi genteng berwarna bata dan ubinya berwarna semen mengkilat. Kusen, jendela dan tiangnya dilaburi cat minyak hijau muda. Bangunan sederhana yang tampak bersih dan terawat ini terdiri dari 14 kamar besar. Bangunan ini semakin teduh dengan beberapa pohon rindang dan kolam air mancur di halamannya.

“gedung ini salah satu asrama murid dan di kenal baik oleh semua alumni karena setiap anak tahun pertama akan tinggal di asrama yang bernama al-barq. Yang berarti petir. Kami ingin anak baru bisa menggelepar sekuat petir dan bersinar seterang petir,” terang pemandu kami. Mata raja yang berdiri disebelahku berbinar-binar.(ahmad fuadi, 2011 : 32).

f. Sistem mata pencarian

Mata pencarian yang terdapat dalam novel negeri lima menara adalah

guru dan pegawai pemkab. Hal ini terlihat pada mata pencarian orang tua alif dan

orang tua atang. Hal ini dapat terlihat pada kutipan novel sebagai berikut.

1. guru

walau berprofesi sebagi guru madrasah, beliau pengajar matematika, seringkali pendapatnya lain dengan amaak. Misalnya, ayah percaya untuk berjuang bagi

Page 156: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

144

agama, orang tidak harus masuk madrasah. Dia lebih sering menyebut-nyebut keteladanan bung hatta, bung syahrir, pak natsir, atau haji agus salim, dibanding buya hamka. Padahal latar belakang religius ayahku tidak kalah kuat. Ayah dari ayahku adalah ulama yang terkenal di minangkabau. (AHMAD FUADI, 2011 ; 10).

Berdasarkan kutipan di atas bahwa pekerjaan ayah alif adalah seorang

guru matematika di madrasah. Hal tersebut tidak terlepas dari kewajiban seorang

kepala keluarga yaitu mencari nafkah. Walaupun ayah alif berprofesi sebagai guru.

Beliau lebih banyak diam yang berkaitan dengan sekolah alif.

Sementara itu yang berperan dalam urusan pendidikan alif adalah amak.

Amak bekerja sebagai seorang guru di sekolah swasta. Bahkan amak relah tidak

dibayar. Hal itu dilakukan amak, supaya mendapatkan pekerjaan . pekerjaan yang di

jadikan pegangan hidup dimasa depan. Hal itu dapat terlihat pada kutipan dalam

novel sebagai berikut:

Beberapa hari setelah eforia kelulusan mulai kisut, amak mengajakku duduk di dalam rumah amakku. Seorang perempuan berbadan kurus dan mungil. Wajahnya sekurus badannya, dengan sepasang mata yang bersih dan dinaungi alis tebal. Mukanya selalu mengibarkan senyum kesiapa saja . kalau keluar rumah selalu menggunakan baju kurung yang dipadu dengan kain atau rok panjang. Tidak pernah celana panjang, kepalanya selau ditutup songkok dan di lehernya digantung selendang. Dia menamatkan spg bertepatan dengan pemberontakan G30S, sehingga negara yang sedang kacau tidak mampu segera mengangkatnya menjadi guru. Amak terpaksa menjadi guru sukarela yang hanya dibayar beras selama 7 tahun, sebelum diangkat menjadi pegawai negeri (AHMAD FUADI, 2011 : 6).

2. pegawai pemda

Pegawai pemerintah daerah merupakan mata pencaharian yang terdapat

dalam novel negeri lima menara. Pegawai daerah ini adalah mata pencaharian pak

Page 157: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

145

yunus. Pak yunus adalah ayah atang. Keluarga pak yunus tinggal di bandung. Hal ini

sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

Pak yunus adalah pegawai pemda bandung dan aktif di muhammadiyah. Kaca depan rumahnya menempel sebuah stiker hijau denagn gambar matahari ditengahnya,. “ dari mulai orang tua saya sudah aktif di pengurus cabang muhammadiyah,” katanya pak yunus. (AHMAD FUADI, 2011 : 218).

g. Sistem peralatan hidup dan teknologi

Sistem peralatan dan teknologi merupakan tujuh unsur kebudayaan yang

dikemukakan oleh koentjaraningrat sistem peralatan dan teknologi ini berhubungan

dengan transportasi peralatan komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk wadah,

pakaian dan tempat berlindung. Hal ini dapat terlihat pada kutipan novel sebagai

berikut;

1. Transportasi

Bersama ayah, aku menumpang bus kecil harmonis yang terkentut-kentut merayapi kolak Ampek Peluak Ampek jalan mendaki dengan 44 kelok patah. Kawasan danau meninjau menyerupai kuali raksasa dan kami sekarang memanjat pinggir kuali untuk keluar, makin lama kami makin tinggi di atas Danau Meninjau. Dalam satu jam permukaan danau yang biru tenang itu menghilang dari pandangan mata berganti dengan horison yang didominasi dua puncak gunung yang gagah, merapi yang kepundan aktifnya mengeluarkan asap dan singgalan yang puncaknya di peluk awan, tujuan kami ke kaki merapi Kota Bukit tinggi, di kota sejuk ini kami berhenti di loket bus antar pulau. P.O.ANS. Dari ayah aku tahu kalau PO itu kependekan dari perusahaan oto. (AHMAD FUADI, 2011 : 15)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa transportasi yang digunakan Alif dan

ayah adalah bus. Bus digunakan sebagai alat transportasi menuju ke pondok madani

yang ada di Jawa Timur. Hal tersebut dipilih karena tiket bus lebih murah mengigat

Page 158: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

146

keluarga Alif berasal dari keluarga yang kurang mampu menggunakan armada

pesawat, tidak mampu membeli tiketnya.

Jawa timur terletak di sebelah selatan pulau Sumatra. Untuk sampai ke

pulau Jawa harus menyeberang pulau menggunakan transportasi laut. Alif dan ayah

menyeberang laut dengan menggunakan ferry, ketika menyeberang lautan pada waktu

malam hari, ombak sangat besar. Sehingga Alif merasa takut, cemas dan mual. Hal

ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

“Pegangan yang kuat” temak laki-laki bercambang lembat dengan seragam kelasi kepada penumpang ferry raksasa yang aku tumpangi. Dari laut yang gulita, deburan demi deburan terus datang menerpa badan kapal, bagai tidak setuju dengan perjalananku. Lampu ruang penumpang mengeridip setiap goyangan keras datang. Angin bersiut-siutan melontarkan tempias air laut yang terasa asin di mulut. Muka dan bajuku basah.

Aku segera mencekal erat pagar besi dengan tangan kanan. Tapi aku tetap terhuyung ke kanan, ketika kapal besar menampar lembut ferry. Mukaku terasa pias karna cemas dan mual, berkali-kali aku komat kamit memasang doa agar laut kembali tenang. Ayah memeluk tiang besi diselahnya. (AHMAD FUADI, 2011 : 22)

Sementara itu, ketika Alif sudah lulus kuliah mendapat kesempatan untuk

bertemu dengan dua kawan lama di pondok Madani. Pertemuannya itu dilakukan di

London. Untuk sampai di London Alif menggunakan armada pesawat terbang. Hal

ini dapat terlihat pada kutipan dalam novel sebagai berikut:

Penerbangan Washington DC-London dengan Britis Air Ways sungguh nyaman. Aku tertidur nyeyak hampir empat jam. Sebuah tidur penuh mimpi, mimpi yang deras dengan kenangan hidupku mas lalu bersama 5 bocah nusantara yang terdampar disebuah kampung di jawa dalam misi merebut mimpi mereka. (AHMAD FUADI,2011 : 286)

Page 159: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

147

2. Peralatan Komunikasi

Peralatan komunikasi yang digunakan dalam novel Negeri Lima Menara

adalah surat. Surat merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berkomunikasi

dalam jarak yang sangat jauh. Alif berhubungan dengan pamannya yang ada di Mesir

dengan saling berkirim surat, hal ini dilakukuan beberapa bulan sekali. Begitu juga

Alif ketika berada di pondok Madani. Supaya dapat berkomunikai dengan keluarga di

Minangkabau dan berkomunikasi dengan temannya, Alif menggunakan alat

komunikasi surat. Hal tersebut dilakukan karena pada zaman tersebut telephone

masih sangat jarang. Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

Aku baca surat Pak Etek Gindo dengan penerangan sinar matahari yang menyelinap dari sela-sela dinding kayu. Dia mendoakan aku lulus dengan baik dan memberi usul. (AHMAD FUADI, 2011 : 12).

3. Peralatan komunikasi dalam bentuk wadah

Peralatan komunikasi yang digunakan di Pondok Madani adalah piring

dan gelas. Setiap anak membawa piring dan gelas sendiri-sendiri untuk makan. Dapur

tempat untuk menyediakan makanan tidak menyediakan peralatan makan, petugas

dapur hanya melayani murid yang membawa piring dan gelas sendiri serta kupon-

kupon tersebut digunakan untuk mendapatkan lauk. Hal ini terlihat pada kutipan

dalam novel sebagai berikut:

Setiap kali makan kami membawa sobekan angka yang sesuai dengan tanggal hari ini. “intadzir. Tunggu saya lupa dimana menaruh kupon makan,” balasku sambil mengaduk-aduk lemari. “cepat,kita akan kalah dengan asrama sebelah”

Page 160: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

148

“iya,Tapi saya tidak punya kupon.” “Ma fizy. Tadak ada. Ya nasib hari ini kurang baik”.gumamku berlalu tanpa kupon penting ini. Aku pasrah, tidak ada kupon, tidak ada rendang sambil menenteng piring dan gelas masing-masing, kami berlari-lari kecil ke dapur umum. Kalau kami terlambat sedikit saja, antrian bisa mengular sampai ke halaman dapur. (AHMAD FUADI, 2011 : 120-121).

4. Pakaian

Pakaian adalah mahkota yang digunakan untuk menutupi badan. Pakaian

yang digunakan bagi murid pondok Madani di tentukan. Yaitu berupa kaos baju olah

raga dan baju pramuka, serta bawahan sarung ketika sholat. Semua seragam tersebut

sudah ditulis pada daftar belanja wajib bagi murid baru. Hal ini dapat terlihat pada

kutipan dalam novel sebagai berikut:

Perlengkapan pakaian 1. Sarung 2. Ikat pinggang 3. Kopiah 4. Baju pramuka 5. Baju olahraga (kaos dan training pack) 6. Papan nama untuk disematkan di baju. Latar belakang angu untuk anak

kelas 1. Waktu pembuatan 10 menit. (AHMAD FUADI, 2011 : 58)

5. Tempat berlindung dan perumahan

Setiap murid yang di pondok madani tidak diperbolehkan untuk pulang.

Sehingga siapapun yang masuk Pondok Madani menempati asrama yang sudah

disediakan. Asrama tersebut dibangun di atas tanah yang sangat luas. Asrama Pondok

Madani bisa menampung ratusan murid. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel

sebagai berikut:

Page 161: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

149

“gedung ini salah satu asrama murid dan dikenal baik oleh semua alumni, karena setiap anak tahun pertama akan tinggal di asrama yang bernama AL-Barq, yang berarti petir. Kami ingin anak baru bisa menggelar sekuat petir dan bersinar seterang petir, “ terang pemandu kami. Mata Raja yang berdiri disebelahku berbinar-binar. (AHMAD FUADI, 2011:32)

2. Nilai-nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel Negeri Lima Menara

Ahmad Fuadi

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan

berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna

bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki

ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai.

Ada beberapa nilai pendidikan yang dapat diperoleh dari sebuah cerita

(dalam hal ini novel). Nilai pendidikan itu di antaranya adalah nilai yang

dikemukakan oleh max scheler. Dalam penelitian yang diambil untuk menganalisis

nilai pendidikan adalah nilai yang di kemukakan oleh max scheler. Maka nilai-nilai

pada novel dapat dikemukakan sebagi berikut:

a. Nilai vitalitas atau kehidupan sosial

Nilai sosial adalah yang dianut oleh masyarakat, mengenai apa yang

dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang

menganggap menolong memiliki nilai baik, adapun mencuri, bernilai buruk. Nilai

sosial termasuk pada nilai vitalitas atau kehidupan sosial.

Ukuran untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas

atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh

Page 162: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

150

kebudayaan yang dianut masyarakat. Oleh karena itu masyarakat yang satu dengan

masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.

Kehidupan sosial keluarga Alif berada diantara golongan menengah ke

bawah, kedua orang tua Alif adalah seorang guru Madrasah, Alif tinggal di sebuah

rumah kontrakan beratap seng dan berdinding kayu. Alif yang sejak kecil bersekolah

di Madrasah, setelah lulus Madrasah Tsanawiyah atau setara SMP ingin melanjutkan

di sekolah umum. Menurutnya iya merasa sudah cukup bekal agama yang dimilikinya

selama sekolah di Madrasah.

Kehidupan warga tempat Alif tinggal, banyak yang menyekolahkan ke

sekolah agama karena tidak punya uang, karena ongkos masuk sekolah Madrasah

lebih murah dibandingkan sekolahan negeri. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut ini

“beberapa orang tua menyekolahkan anak ke sekolah agama karena tidak punya

cukup uang. Ongkos masuk madrasah lebih murah....:”(AHMADFUADI,2011:6)

Kehidupan keluarga Alif yang serba kekurangan juga nampak dalam

kutipan berikut:

Tidak ada waktu lagi. Menurut informasi dari surat pak Etek Gindo, waktu pendaftaran pondok Madani ditutup empat hari lagi, padahal butuh tiga hari jalan darat untuk sampai dijawa Timur. Tiket pesawat tidak terjangkau oleh kantung keluargaku. “kita naik bus saja ke Jawa besok pagi,”kata ayah yang akan mengantarku, (AHMAD FUADI,2011:14)

Kutipan di atas menerangkan bahwa keluarga Alif tidak mampu

membelikan tiket pesawat terbang untuk menuju pondok Madani yang terletak di

Jawa Timur. Ketika itu dilalui perjalanan darat dari pulau Sumatera menuju Jawa

Page 163: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

151

Timur membutuhkan waktu sekitar 3 hari, dan pendaftaran pondok Madani hanya

tinggal 4 hari lagi.

b. Nilai spiritual atau nilai agama

Agama adalah risalah yang disampaikan Allah kepada nabi sebagai

petunjuk bagi manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta

mengatur hubungan dan tanggung jawab kepada Allah, manusia dan masyarakat serta

alam sekitarnya.

Agama dan pandangan hidup kebanyakan orang menekankan kepada

ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan serta sikap menerima apa yang

terjadi. Pandangan hidup yang demikian jelas memperhatikan apa yang dicari adalah

kebahagiaan jiwa, sebab agama adalah pakaian hati, batin atau jiwa.

Amak Aif menganjurkan Alif untuk masuk ke pondok, Amak percaya

bahwa Aif akan menjadi pemimpin agama yang hebat. Bagaimanapun juga garis

keturunan Amak adalah garis keturunan ulama. Alif tidak mau melanjutkan sekolah

ke pondok. Alif ingin melanjutkan ke SMA dan kuliah agar bisa seperti Habibie.

Amak tetap tidak mengijinkan karena bersekolah di SMA membutuhkan uang yang

banyak. Hal ini sesuai kutipan dalam novel:

Tapi aku ingin....

Waang anak pandai dan berbakat. Waang akan jadi pemimpin umat yang besar. Apalagi Waang punya darah ulama dari kedua kakekmu.(AHMAD FUADI,2011 :9)

Page 164: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

152

Sementara itu, Alif bersedia bersekolah di Pondok. Namun pondok yang

dipilih adalah pondok Madani di jawa Timur. Pelajaran agama di pondok dapat

dilakukan setiap saat. Hal ini terungkap dalam novel sebagai berikut:

“terima kasih atas pertanyaannya pak. Menurut kiai kami, pendidikan PM tidak membedakan agama dan non agama. Semuanya satu dan semuanya berhubungan. Agama langsung dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari. Di Madani, agama adalah oksigen, dia ada dimana-mana,” jelas Burhan lancar. (AHMAD FUADI,2011 : 35)

Pendidikan agama di pondok Madani tidak mengenal waktu. Setiap saat

agama selalu diajarkan di pondok. Kiai dipondok harus membuat aturan agama harus

diajarkan setiap saat. Disela-sela pelajaran umum juga diberikan materi agama. Hal

ini sesuai denga pertanyaan dari bapak Alif. Bahwa dipondok banyak diajarkan

tentang pelajaran umum, kapan agama akan diajarkan? Dengan senang hati pemandu

pondok menjelaskan bahwa agama dipondok diajarkan setiap waktu.

Pendidikan agama islam dalam novel ini sangat kental sekali. Setiap

detail diceritakan dengan sangat menarik. Ini menandakan bahwa ajaran di pondok

memang sangat ketat. Apalagi soal agama islam. Di pondok waktu sholat memang

segala aktifitas harus dihentikan. Semua harus datang ke mesjid pada waktu sholat

magrib. Namun, untuk sholat lainnya dilakukan di kamar masing-masing. Hal ini

dilakukan untuk melatih murid agar menjadi imam bagi orang lain. Hal ini sesuai

dengan kutipan dalam novel sebagai berikut:

Shalat magrib di mesjid jami dihadiri seluruh penduduk sekolah. Karena hampir semua orang hadir, kecuali yang sakit atau pura-pura sakit, waktu seperempat jam setelah sholat dimanfaatkan untuk memberikan maklumat penting bagi

Page 165: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

153

semua warga. Kismuh Islam, bagian yang khusus mengurusi pengumuman tampil di depan jamaah. Ditemani secarik kertas dan kepercayaan diri, mereka membacakan pengumuman. (AHMAD FUADI,2011:70)

Kami termenung-menung meresapi pesan yang menggugah ini. Awan-awan sumber khayal kami sekarang berganti warna menjadi terang, seiring dengan merapatnya matahari dengan peraduannya. Lonceng berdentang, waktunya kami ke mesjid menunaikan magrib. ( AHMAD FUADI, 2011: 211)

Untuk sholat . shalat isyah, subuh, dhuhur, ashar dan shalat sunnah di

lakukan di kamar sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa sistem religi dalam novel

tersebut sangat menonjol. Shalat malam biasa alif dan kawan-kawan kerjakan. Shalat

dan berdoa merupakan usaha yang dilakukan agar semua pekerjaan dan kesulitan

dalam belajar biasa teratasi. Karena hanya tuhanlah semua memohon dan meminta

bantuan. Semua itu dilakukan dengan khusuk ikhlas. Hal ini sesuai dengan kutipan

dalam novel sebagai berikut:

Aku membentang sajadah dan melakukan shalat tahajjud. Diakhir rakaat, aku benamkan kesebuah sujud yang panjang dan dalam. Aku coba memusatkan perhatian kepadanya dan menghilang selainnya. Pelan-pelan aku merasa badanku semakin mengecil dan mengecil dan mengkerut hanya menjadi setitik debu yang melayang-layang di semesta luas yang diciptakannya. Betapa kecil dan tidak berartinya diriku, dan betapa luas kekuasaanya. Dengan segalah kerendahan hati, aku bisikkan doaku.

“ ya Allah, hamba datang mengadu kepadamu dengan hati rusuh dan berharap. Ujian pelajaran muthalah tinggal besok, tapi kau belum siap dan belum hapal pelajaran. Hambamu ini datang meminta kelapangan pikiran dan kemudahan untuk mendapat ilmu dan bisa menghapal dan lulus ujian dengan baik. Sesunguhnya engkau maha pendengar terhadap doa hamba yang kesulitan. Amminnnn”

Alhamdullilah, selesai tahajud badanku terasa lebih enteng dan segar. Aku siap sahirul lail, belajar keras dini sampai subuh. Dengan setumpuk buku di tangan, sarung melilit leher dan sebuah sajadah, aku bergabung dengan para pelajar malam lainnya di atas teras asrama. Ada belasan orang yang sudah terlebih dahulu membuka buku pelajaran di tengah malam buta ini. Ada yang bersila,

Page 166: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

154

ada yang berselonjor, ada yang menopang punggungnya dengan dinding, dengan bermacam gaya,. Tapi semuanya sama; mulut komat-kamit, buku terbuka di tangan sarung melilit leher, segelas kopi dan duduk di atas hamparan sajadah. Sekilas mereka sedang naik permadani terbang .(AHMAD FUADI, 2011 : 197-198).

Dengan shalat tahajjud badan juga terasa ringan dan segar. Apalagi

menjelang ujian, banyak murid yang melakukan doa malam. Sungguh yang jarang

dilakukan oleh orang awam.

c. Ungkapan nilai moral secara positip dan secara negatif.

Pendidikan bertujuan menyiapkan dalam keseimbangan, kesatuan

orgamis, harmonis, dinamis. Guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.

Adapun filsafat pendidikan nasional adalah suatu sistem yang mengatur

dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri atas landasan

yang dijiwai oleh filsafat hidup bangsa” pancasila” yang diabadikan demi

kepentingan bangsa dan negara dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan

negara indonesia.

Nilai pendidikan merupakan hal-hal yang penting dan ajaran yang

berguna bagi kemanusiaan untuk meningkatkan harkat dan martabat serta menjadikan

manusia berbudaya. Nilai pendidikan adalah nilai yang bermoral. Moral merupakan

tingka laku perbuatan manusia dipandang dari nilai baik-buruk, benar dan salah

berdasarkan adat dan kebiasaan dimana individu itu berada. Nilai moral dibagi dua

yaitu segi positif dan negatifnya. Kedua hal itu perlu disampaikan, sebab kita dapat

memperoleh teladan yang bermamfaat. Segi positif harus di tonjolkan sebagai hal

yang ditiru dan diteladani. Demikian yang segi negatif perlu juga diketahui serta di

Page 167: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

155

sampaikan kepada pembaca. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak tersesat, bisa

membedakan mana yang baik mana yang buruk. Seperti halnya orang belajar. Ia akan

berusaha bertindak lebih baik jika tidak tahu hal-hal yang buruk dan tidak pantas

dilakukan. Nilai moral mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluru

persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia, mencakup semua

persoalan yang boleh dikatakan tak terbatas.

Pandangan hidup yang terungkap dalam novel negeri lima menara adalah

kata mujarab yang disampaikan oleh ustad salman kata mujarab yang memikat semua

orang adalah man jadda wa jadda. Hal tersebut terdapat dalam kutipan novel seperti

di bawa ini.

“man jadda wajada” teriakku pada diri sendiri. Sepotong syair arab yang diajarkan dihari pertama masuk kelas membakar tekadku. Siapa yang bersungguh sungguh akan sukses. (AHMAD FAUDI, 2011 :82)

Rumusan man jaddah wajada terbukti mujarab. Kesungguhanku segera dibalas kontan. (AHMAD FUADI, 2011 :82)

Siapapun yang meresapi dan melaksanakan kata man jadda wajada

dengan sungguh-sungguh maka, usahanya itu akan dibalas dengan kebaikan oleh

tuhan. Hal itu dilakukan oleh alif sekaligus pengarang novel tersebut. Alif dengan

bersungguh-sungguh berdoa dan berusaha. Usaha tersebut tidak sia-sia. Alif

mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun, semua itu tidak terlepas dari suratan

takdir Allah SWT.

Page 168: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

156

d. Nilai Budaya

Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam

suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan organisasi yang mengakar pada

suatu kebiasaan, keparcayaan (belive), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu

yang dapat dibedakan dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa

yang akan terjadi atau sedang terjadi.

Nilai budaya yang terungkap dalam novel yaitu kepercayaan orang

mengenai minang adalah mengenai rumah makan padang. Supremasi orang minang

soal makanan sangat terlihat dalam perjalanan menuju ke pondok madani. Perjalanan

dengan menggunakan bus tersebut terlihat begitu jelas. Hal ini sesuai dengan kutipan

dalam novel sebagai berikut:

Supremasi orang minang soal makanan tampak pada perjalanan ini.

Hampir sumua tempat makanan di pinggir jalan lintas sumatera dan padang memakai

tanduk dan bertuliskan “RM padang”. Di dalam ruangannya yang lapang tersusun

meja dan kursi yang jumlahnya ratusan. Speaker yang berbentuk kotak-kotak kayu

ada di setiap sudut ruangan dan tidak henti-henti memperdengarkan lagu pop minang.

(AHMAD FUADI, 2011 : 23)

Orang minang yang membuka restoran makanan selalu menggunakan

atap tanduk dan bertuliskan “RM Padang”. Atap tanduk merupakan ciri rumah

gabang. Rumah gabang merupakan rumah adat daerah minangkabau. Bagi sebagian

Page 169: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

157

besar orang menggunakan atap tanduk menonjolkan salah satu ciri khas kebudayaan

daerah. Hal itulah yang menjadi ciri khas orang padang.

Selain itu juga menggunakan tulisan RM Padang. Itu merupakan satu

kesatuan dengan atap bertanduk. Kedua ciri khas tersebut tidak bisa terpisahkan.

Ibarat langit dengan bumi. Keduanya merupakan budaya irang minang. Selain itu,

kebudayaan lain dari minang adalah tingkat derajat pedas pada makanan rendang.

Semakin jauh dari padang derajat pedasnya semakin berkurang. Hal inilah yang

menjadi kebudayaan yang dianut masyarakat padang secara turun temurun.

3. Pandangan Pengarang Terhadap Pondok Madani dalam Novel Negeri Lima

Menara Karya Ahmad Fuadi

Ahmad Fuadi lahir di bayur, di sebuah kampung yang kecil. Kampung itu

terletak di Danau Minanjau. A. Fuadi lahir pada tanggal 30 desember 1972. Fuadi

menulis novel ini terinspirasi oleh pengalaman peribadi ketika menempuh

pendidikan. Pendidikan di pondok gontor memberikan kenikmatan yang

mencerahkan kehidupan, semuah tokoh dalam novel negeri lima menara terinspirasi

oleh sosok asli. Karakter yang ada dalam tokoh, juga merupakan gabungan dari

beberapa karakter yang sebenarnya.

Pandangan ahmad fuadi terhadap pondok madani dalam novel negeri

lima menara, merupakan tempat mengajarkan tentang kehidupan yang percaya dan

bertakwa terhadap tuhan. Selain itu pengarang juga berpandangan bahwa pondok

Page 170: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

158

madani merupakan tempat untuk membentuk karakter seseorang dan menjadi

manusia berwawasan luas.

Murid pondok madani dibekali dengan iman yang kuat, pintar dan

berkarakter tersebut, tidak terlepas dari pendidik pondok. Pondok pengajar madani

sebagian besar adalah lulusan ingris dan mesir. Menurut ahmad fuadi, kyai pondok

madani tidak hanya mengajarkan agama. Belajar agama dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Misalnya, dengan membaca buku, pengajian, atau lewat internet

pondok pesantren adalah tempat belajar kehidupan secara total. Artinya belajar

mengenai kehidupan yang nantinya akan di terapkan dalam masyarakat.

Di pondok madani, murid belajar dengan pembiasaan yang baik dan

teratur selama 24 jam. Selama 24 jam tersebut semua aktivitas dipantau oleh para

kyai. Kegiatan di pondok madani antara lain belajar (learn how to learn), etos kerja

sampai tujuan hidup. Di pondok madani juga di wajibkan untuk menulis karangan

sebanyak tiga kali dalam seminggu dan menulis teks pidato dalam tiga bahasa. Semua

kegiatan tersebut dipantau dan diperiksa oleh kyai dengan ketat.

Menurut ahmad fuadi pembiasaan positif tersebut memudahkannya

menulis sampai sekarang. Menulis perlu etos kerja yang keras dan kejernihan visi

tentang hidup. Selain hal tersebut, dengan adanya pembiasaan yang positif ahmad

fuadi mendapatkan beberapa beasiswa keluar negeri. Hal itu terjadi karena adanya

semangat dan motifasi yang diajarkan di pondok madani. Kesempatan ahmad fuadi

untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri antara lain di ingris. London, amerika

serikat dan singapura.

Page 171: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

159

Ahmad fuadi memang tidak salah pilih bersekolah dipondok madani.

Selain penjelasan di atas, pondok madani juga merupakan tempat membentuk anak

muda dengan totalitas pendidikan yang iklas. Artinya, pengajar di pondok

memberikan pendidikan yang mengajarkan keikhlasan. Selain itu kyai pondok

madani memberikan ilmu yang dimiliki dengan ikhlas dan hanya mengharapkan

pahala dari Allah. Ahmad fuadi sangat beruntung bisa masuk ke pondok madani.

Pondok madani juga memberikan bekal hidup bagi anak didiknya. Bekal

tersebut antara lain bekal untuk mengarungi hidup. Dimana kehidupan itu terkadang

senang dan susah. Bekal tersebut tertanam di dalam pikiran dan hati. Bekal itu berupa

ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Keduanya saling berjalan

beriringan untuk mengarungi kehidupan. Namun penanaman dan penerapan bekal

setiap individu di pondok madani itu berbeda-beda.

Selanjutnya pandangan ahmad fuadi terhadap pondok madani adalah

kepercayaan pondok yang mengharuskan murid pondok menggunakan bahasa asing

selama 24 jam. Bahasa asing tersebut adalah bahasa Arab dan bahasa Inggris. Setiap

murid diwajibkan menggunakan bahasa asing dengan harapan agar semua murid bisa

berbahasa asing dengan lancar. Dimana bahasa asing merupakan kunci utama untuk

menjelajahi dunia.

Semua dapat dilakukan dan didapat oleh ahmad fuadi berkat semangat,

motivasi, kesungguhan, doa dan kerja keras. Salah satunya dalah motivasi yang

diajarkan di pondok madani. Motivasi tersebut adalah man jadda wajadda artinya

siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Menurut pandangan pengarang

Page 172: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

160

man jadda wajadda harus di imbangi dengan usaha keras. Setiap keberhasilan pasti

ada jaraknya. Jarak tersebut tidak bisah ditentukan berapa lamanya. Jarak tersebut

harus diisi dengan kesabaran. Man jadda wajadda saja tidak cukup, tetapi harus di

dilengkapi dengan man shabara zhafira artinya siapa yang sabar akan beruntung.

B. Pembahasan

1. Aspek Sosial Budaya yang Terdapat dalam Novel Negeri Lima Menara

Karya Ahmad Fuadi

Koentjaraningrat (dalam P. Hariono, 2009: 38 dan Mg. Sri Wijayati,

2007: 133) memaparkan tujuh unsur kebudayaan sebagai berikut: (1) sistem religi;

(2) sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa;

(5) kesenian; (6) sistem mata pencarian; dan (7) sistem peralatan hidup atau

teknologi.

Ketujuh unsur kebudayaan di atas, masing-masing memiliki tiga wujud

kebudayaan. Sehingga tiap-tiap kebudayaan dapat dijelaskan pada 1) wujud budaya

(gagasan, pola berpikir), 2) wujud sosial( tindakannya, pola aktivitas), 3) wujud fisik.

Keseluruhan sistem dalam wujud kebudayaan itu pada akirnya menjelma menjadi

kebudayaan makro suatu masyarakat, yang memiliki peraturan antar unsur

kebudayaan dan wujud kebudayaan (P. Hariyono, 2009: 38 ).

Sosial budaya yang terdapat dalam novel sesuai dengan tujuh unsur yang

dikemukakan oleh koentjaraningrat (dalam P. Hariyono, 2009: 38 dan Mg. Sri

Page 173: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

161

Wijayati, 2007: 133). Sistem religi yang terdapat dalam novel adalah menganut

agama islam. Novel tersebut bercerita tentang kehidupan sehari-hari di pondok

madani. Dimana pondok sarat dengan pendidikan agama yang sangat kental.

Selanjutnya sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, terdapat

organisasi berupa perkumpulan enam murid pondok madani. Perkumpulan enam

murid tersebut deberi nama sahibul manara. Tempat perkumpulan sahibul manara

yaitu di menara masjid pondok madani. Selain di menara masjid, perkumpulan juga

dilakukan di aula.

Sistem pengetahuan juga terdapat dalam novel tersebut yaitu murid kelas

enam pondok madani mampu membuat pertujukan yang spektakuler. Sehingga

pertunjukan itu diberi nama class six show.

Sementara itu bahasa yang terdapat dalam novel berupa bahasa lisan dan

tulisan. Bahasa lisan terdiri dari bahasa minang, bahasa inggris dan bahasa arab.

Sedangkan bahasa tulisan berupa bahasa inggris dan bahasa arab. Untuk bidang

kesenian terdapat kesenian berupa kaligrafi dan kesenian bangunan pondok yang

menawan. Sistem mata pencarian yang terdapat dalam novel yaitu guru dan pegawai

pemda. Guru merupakan mata pencarian orang tua alif. Orang tua atang yang tinggal

di bandung bekerja sebagai pegawai pemda.

Unsur kebudayaan yang terakhir adalah sistem peralatan hidup dan

teknologi terdiri dari transportasi, alat komunikasi, peralatan konsumsi dalam bentuk

Page 174: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

162

wadah dan pakaian. Transportasi yang digunakan alif untuk pergi kepondok adalah

bus dan kapal. Namun, setelas lulus dan sukses alif belajar di luar negeri. Untuk dapat

ke luar negeri, alif menggunakan alat transportasi pesawat terbang. Selanjutnya,

peralatan komunikasi berguna untuk mengetahui keadaan dan kabar berita. Maka

dalam novel terdapat alat komunikasi berupa surat. Lain halnya dengan alat

komunikasi berupa wadah. Peralatan makan yang digunakan adalah piring dan gelas.

Terakhir adalah pakaian, pakaian seragam di pondok sudah ditentukan yaitu pakaian

pramuka, sarung dan pakaian olah raga.

2. Nilai-Nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel Negeri Lima Menara

Karya Ahmad Fuadi

Nilai pendidikan yang dapat diperoleh dari novel ini adalah nilai

pendidikan yang dikemukakan oleh Max Scheker. Dalam penelitian ini nilai-nilai

yang diambil untuk menganalisis nilai pendidikan adalah nilai yang dikemukakan

oleh Max Scheker. Maka nilai dalam novel dapat dikamukakan yaitu nilai vitalitas

atau kehidupan sosial, nilai religius atau keagamaan, nilai norma positif dan negatif

dan nilai budaya.

Nilai vitalitas yaitu mengenai kehidupan sosial keluarga alif yang

sederhana. Sehingga orang tua alif tidak mampu menyekolahkan alif di sekolah

negeri. Maka oarang tua alif menganjurkan untuk bersekolah di pondok yang

biayanya jauh lebih murah.

Page 175: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

163

Nilai pendidikan selanjutnya yaitu nilai religius atau keagamaan. Alif

menuruti nasehat orang tua untuk sekolah di pondok. Di pondok madani terdapat

pembelajaran agama yang diajarkan setiap saat. Dimanapun berada, pelajaran agama

selalu dipelajari. Hal ini terbukti sesuai dengan kutipan.

“terima kasih atas pertanyaannya pak. Menurut kiai kami, pendidikan PM tidak

membedakan agama dan non agama. Semua satu dan semua berhubungan.

Agama langsung dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari. Di madani, agama

adalah oksigen, dia ada dimana-mana,” jelas burhan lancar. (AHMAD FUADI,

2011 : 35)

Sementara itu nilai moral positif dan negatif berupa kalimat mujarab yang

mendatangkan motivasi dan semangat tinggi. Kata mujarab tersebut adalah man jadda

wajadda. Artinya siapa yang berusaha dengan sungguh-sungguh maka akan sukses.

Nilai pendidikan yang terakhir adalah nilai budaya. Budaya merupakan

suatu yang dianut oleh masyrakat setempat. Berkaitan dengan budaya tersebut, dalam

novel terdapat budaya mengenai kepercayaan orang minang tentang rumah makan

padang. Dalam mendirikan rumah makan padang bangunannya mempunyai atap

bertanduk dan bertuliskan “RM Padang”.

Page 176: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

164

3. Pandangan Pengarang Terhadap Pondok Madani dalam Novel Negeri

Lima Menara Karya ahmad Fuadi

Langkah yang dilakukan pengarang dalam menciptakan karyanya terinspirasi

dari kisah pribadinya. Awalnya pengarang terpaksa masuk di pendidikan pondok

madani. Pengarang ingin mewujudkan cita-cita menjadi seperti habibie. Akan tetapi,

keinginannya ditentang oleh orang tua pengarang. Keinginan masuk pondok madani

timbul karena surat dari etek gindo. Keputusan pengarang untuk melanjutkan

kepondok merupakan keputusan setengah hati. Selanjutnya keputusannya itu sirna

seiring berjalannya waktu dan terlaksananya pembelajaran di pondok madani.

Ahmad Fuadi sebagai pengarang novel negeri lima menara memandang

pondok madani adalah tempat membangun karakter anak bangsa. Dimana lulusan

pondok madani mampu bersaing di dunia kerja dan mampu bersaing dikancah luar

negeri. Selain itu pondok madani tempat mengajar ilmu pengetahuan dari wawasan

yang luas.

Hal ini sesuai dengan pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam

UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 UU sisdiknas. Karakter bangsa merupakan karakter

watak, tabiat, akhlak, atau keperibadian seseorang yang terbentuk dari hasil

internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai

landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri dari

sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan

Page 177: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

165

hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang kepada orang lain menumbuhkan

karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter

bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.

Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu,

maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan di lingungan

sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter

bangsa hanya dapat dilakukan dalam satu proses pendidikan yang tidak melepaskan

peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyrakat, dan budaya bangsa.

(Pedoman sekolah, 2010)

Selanjutnya pengarang memiliki pandangan pengarang merupakan orang yang

paling beruntung bisa menjadi murid pondok madani. Beruntung pondok madani

memberikan bekal ilmu pembangun karakter. Pengarang juga merasa menjadi anak

muda yang dibentuk dengan totalitas pendidikan yang ikhlas. Pondok madani telah

memberikan bekal untuk mengarungi kehidupan ini. Baik kehidupan yang senang

maupun kehidupan yang susah. Bekal tersebut melekat dalam otak dan hati. Namun

semua itu tak dapat lepas dari motivasi para kiai yang ada di pondok madani.

Page 178: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

166

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Aspek Sosial Budaya yang Terdapat dalam Novel Negeri Lima Menara

Karya Ahmad Fuadi

a. Sistem Religi meliputi (1) sistem kepercayaan yang menganut ajaran Agama

Islam; (2) sistem nilai dan pandangan hidup yaitu berupa kata mujarab “man

jadda wajadda’; dan (3) komunikasi keagamaan berupa dakwa;

b. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial meliputi (1) sistem

kekerabatan masyarakat Minangkabau yang matrilinial dan (2) asosiasi dan

perkumpulan Sahibul Menara di menara masjid sebelum Magrib dan aula

yang digunakan sebagai perkumpulan murid untuk melakukan kegiatan;

c. Sistem pengetahuan berupa kemampuan membuat Pesta pertunjukan itu

biasa di sebut dengan Class Six Show. Class Six Show yang ditampilkan

murid senior kelas enam dan pengajaran pondok yang bersifat modern yaitu

penggunaan bahasa asing selama 24 jam;

d. Bahasa yang terdapat dalam Novel Negeri Lima Menara adalah bahasa lisan

dan bahasa tulis. Bahasa lisan berupa bahasa Minang, bahasa Arab dan

bahasa Inggris. Bahasa tulis berupa bahasa Arab dan bahasa Inggris.

e. Keseniaan berupa keseniaan kaligrafi dan bangunan;

f. Sistem mata pencaharian yitu berupa guru dan pegawai Pemda;

Page 179: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

167

g. Sistem peralatan hidup dan komunikasi berupa (1) transportasi yaitu berupa

bus dan kapal; (2) peralatan komunikasi berupa surat; (3) bentuk peralatan

komunikasi dalam bentuk wadah berupa piring dan gelas; (4) pakaian yang

digunakan setiap hari di dalam pondok yaitu berupa sarung, baju pramuka

dan baju olahraga.

2. Nilai-Nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel Negeri Lima Menara

karya Ahmad Fuadi

a. Nilai Vitalitas atau Kehidupan Sosial yang berupa kisah kehidupan keluarga

Alif yang sederhana.

b. Nilai spiritual atau nilai agama yang tokohnya berguna islam dan

menampilkan kesediaan Alif untuk masuk ke Pondok.

c. Nilai moral yang positif dan negatif, nilai tersebut berupa nilai moral yang

positif yaitu adanya pembelajaran pertama dengan menggunakan kata yang

mujarab “man jadda wajadda’

d. Nilai budaya berupa supremasi masyarakat mengenai rumah makan padang

yang terdapat atap bertanduk dan bertuliskan ‘’RM Padang’’.

3. Pandangan Pengarang terhadap Pondok Madani dalam Novel Negeri Lima

Menara karya Ahmad Fuadi

Pandangan Ahmad Fuadi terhadap Pondok Madani dalam novel

Negeri Lima Menara, tempat yang mengajarkan kehidupan yang percaya dan

bertakwa terhadap Tuhan. Selain itu pengarang juga berpandangan bahwa

Pondok Madani merupakan tempat untuk membentuk karakter seorang dan

Page 180: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

168

menjadikan manusia berwawasan luas. Pondok Madani merupakan pondok

yang memberi bekal hidup kepada murid dan mengaharuskan muridnya untuk

menggunakan bahasa asing selama 24 jam. Semua itu dapat dilakukan dengan

usaha dan kerja keras seperti motivasi yang diajarkan di pondok man jadda

wajadda.

B. Implikasi

Penelitian ini melakukan pekerjaan terhadap karya novel berjudul

Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan dalam Novel Negeri Lima Menara karya

Ahmad Fuadi. Hasil penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang

relevan memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Menjadi alternatif bahan materi pengajaran sastra

Pada aspek pendidikan, penelitian ini dapat memberikan alternatif

bahan materi pengajaran sastra. Pengajaran sastra seharusnya difokuskan pada

upaya untuk memiliki kemampuan aoresiasi, kemampuan untuk memiliki sikap

dan nilai, tidak terbatas hanya pada pengetahuan atau mengfal judul dan

pengarang karya sastra. Di dalam hal tesebut tercakup masalah pemberian

tanggapan terhadap karya sastra. Dalam pengajaran sastra, siswa harus

diarahkan pada penilaian karya sastra secara objektif. Maka, hal ini akan

membentuk jiwa sastra yang tidak hanya menampilkan prestasi akademis, tetapi

juga mengembangkan karakter diri yang potensial.

Page 181: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

169

2. Pencapaian dalam proses pengajaran sastra

Penelitian ini mangkaji objek karya sastra berbentuk novel

beerjudul Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Memang, karya novel

memiliki jumlah halaman yang banyak sehingga diperlukan waktu banyak

dalam proses apresiasi karya. Meskipun demikian, hasil analisis pada aspek

sosiologi pada novel tersebut telah memberikan gambaran awal yang sederhana

terhadap kandungan novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

Pemahaman merupakan tahapan kelanjutan atas pengetahuan aspek fisik sastra

berupa wujud buku. Sosiologi sastra terkandung di dalam dan di liar karya

sastra. Oleh karena itu, pendidik harus memberikan arahan jelas terhadap aspek

pencapaian pembelajaran apresiasi sastra. Dengan begitu ada persiapan berupa

bahan materi yang telah disederhanakan sehingga dapat dipahami siswa secara

baik.

3. Pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

Bagi guru, pengkajian terhadap karya sastra novel melalui

pendekatan sosiologi sastra bisa dikembangkan dalam pola pengajaran apresiasi

karya sastra kepada siswa. Kajian ini memberikan fakta sastra dari dalam karya

itu sendiri juga dari luar karya sastra berupa pengarang kreatif dan latar sosial

budaya masyarakat pembentuknya. Dalam hal ini patokan pengajaran bukan

hanya pada aspek kognitif, melainkan juga pada aspek afektif bahkan

psikomotoriknya. Hal tersebut dapat dicapai dengan peran pendidik yang tidak

hanya menyampaikan kaidah pemahaman sosiologi, tetapi juga pada aspek

Page 182: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

170

nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Artinya, pendidik

juga menggugah kesadaran siswa sebagai manusia dengan memberikan

gambaran keteladanan dari nilai-nilai edukatif cerita sastra tersebut.

4. Sebagai salah satu pendidikan nilai moral

Media pembelajaran dapat diambil dari berbagai sumber, termasuk

dari sebuah kisah atau cerita. Cerita Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad

Fuadi merupakan cerita yang mengandung nilai pendidikan, terutama nilai

moral. Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi pendidikan di Pondok

Madani. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam novel tersebut menggambarkan

karakteristik manusia dengan sisi kemanusian yang dimiliki. Manusia

merasakan suka dan duka, tertawa dan menangis, juga emosi dan pemaaf. Hal

itu merupakan cermin bagi pembaca dalam menjalani hidup dalam kehidupan

masyarakat juga dalam melakukan interaksi di masyarakat. Novel tersebut

memberikan gambaran lengkap sosok manusia dengan realitas masalah yang

dihadapi dalam hidup di pondok. Sikap dan perilaku yang dilakukan dalam

menangani masalah yang terjadi menjadi contoh yang bisa diteladani. Oleh

karena itu, novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dapa dijadikan

sebagai sumber pengajaran.

5. Aspek keteladanan

Bagi siswa, materi dengan objek novel yang menggambarkan

realitas masyarakat memberikan variasi materi belajar terhadap apresiasi karya

sastra. Siswa juga akan merasa terdorong aspek kesadarannya jati dirinya

Page 183: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

171

sebagai insan cendekiawan. Cerita yang bermakna dalam dan menggugah

motivasi dari novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi memberikan

kedalaman arti tersendiri bagi siswa. Pada akhirnya siswa akan menemukan

keteladanan yang utuh saat mereka menghadapai realitas kehidupan yang

mereka jalani.

6. Aspek pelestarian seni budaya Minangkabau melalui pendidikan

Wujud lain dari implikasi penelitian ini yaitu pada pelestarian

budaya, khususnya dalam hal ini seni budaya Minangkabau sebagian menjadi

cerita novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Aktivitas penelitian

yang dilakukan penulis merupakan bentuk kepedulian yang secara sederhana

dari tindakan yang bisa dilakukan dalam aspek pelestarian seni budaya

Minangkabau. Sebagai hal sederhana penulis akan mencapai pemahaman dasar

terhadap seni budaya yang memang harus dilestarikan yang ditampilkan dalam

karya sastra tersebut.

Keluhuran budaya Minangkabau perlu diwariskan dari generasi ke

generasi. Aspek awal yang bisa dilakukan yaitu dengan show up ‘’

menunjukkan ‘’ eksistensi seni budaya tersebut. Hal itu bisa dicapai dengan

pelaksanaan penelitian ini. Meluasnya efek ini ketika terjadi akumulasi dari

pengaruh positif yang diperoleh oleh masyarakat pembaca karya sastra ini.

Setiap pembaca akan memberikan pengaruh yang lebih luas dengan penyebaran

terhadap nilai-nilai seni budaya yang tekandung dalam karya sastra manakala

tejadi proses interaksi yang lebih meluas.

Page 184: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

172

Oleh karena itu, proses pelestarian seni budaya Minangkabau

kemudian dapat lebih dikembangkan, bahkan bisa dilakukan secara lebih

sistematis. Aplikasi yang lebih mudah mengarah pada media pendidikan.

Penyelenggaraan pengajaran sastra menjadi salah satu sarana yang bisa

diandalkan. Sistematika yang dimiliki proses pengajaran bisa menempatkan

karya sastra ini sebagai bahan ajar apresiasi karya sastra. Diharapkan proses

pengajaran menjadi sarana pelestarian seni budaya yang efektif. Penanaman

nilai-nilai luhur seni budaya Minangkabau dapat dilakukan terprogram,

kontinyu, terarah terpantau secara baik.

7. Pengembangan kualitas dan kompetensi penelitian sastra

Pada aspek penelitian ilmiah, hasil penelitian ini menambah

kuantitas dan kualitas penelitian ilmiah, khususnya kajian di bidang karya

sastra. Secara kuantitas, penelitian ini akan menjadi dokumen sastra yang dapat

dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian yang akan dilakukan di masa

mendatang. Oleh karena itu, penelitian ini juga mendorong kegiatan ilmiah

karena akan memberikan motivasi mahasiswa untuk melakukan kegiatan

penelitian. Tumbuhnya motivasi kegiatan ilmiah juga akan meningkatkan

kompetensi atau kualitas kajian terhadap penelitian. Para peneliti lain akan

melakukan peningkatan kualitas penelitian mulai dari materi yang dikaji sampai

ke metodologi sehingga penelitian pada masa selanjutnya akan lebih

berkembang dan bervariasi.

Page 185: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

173

8. Memberikan paradikma positif sastra kepada masyarakat pembaca

Kajian sastra merupakan alternatif bagi mahasiswa atau peneliti

yang memiliki sense kecenderungan tehadap dunia sastra. Paradikma

pengkajian terhadap karya sastra sendiri akan mengubah persepsi masyarakat

yang cenderung memandang sastra suatu yang abstrak dan imajinatif belaka.

Fakta yang bisa dimunculkan yaitu dengan peningkatan kualitas penelitian serta

hasi penelitian yang ternyata menyodorkan solusi dalam menyelesaikan

masalah kemanusiaan di masyarakat.

9. Cermin edukasi masyarakat

Pada aspek sosial masyarakat penelitian terhadap novel Negeri

Lima Menara karya Ahmad Fuadi ini dapat menjadi cermin bagi masyarakat

pembaca. Pembaca merupakan pribadi-pribadi yang hidup di masyarakat.

Demikian juga tokoh-tokoh dalam novel merupakan perwujudan pribadi

manusia dalam media cerita. Pengalaman-pengalaman peristiwa yang terjadi

pada tokoh bisa menjadi teladan yang bijak tampa dengan menggurui.

Mayarakat pembaca pun dari interaksi sosial yang positif dari cerita yang

diperhatikan dalam novel tersebut.

Dengan akal pikirannya, masyarakat pembaca akan dapat bertindak

dan berperilaku dengan baik melalui hikmah yang diambil dari deskripsi

peristiwa dalam cerita novel tersebut karena pada hakikatnya karya sastra

merupakan wujud realitas yang dituangkan dalam sebuah cerita. Perwujudan

Page 186: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

174

sikap dan perilaku yang santun di dalam masyarakat akan membentuk sistem

kemasyarakatan yang baik.

C. Saran

Pada penelitian ini penulis menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Pada aspek pendidikan, pendidik bahasa dan sasra sebaiknya melakukan

pengajaran dengan sistemastika yang runtut dan detail agar mudah dipahami

dan mendaptkan makna novel yang mendalam. Pencapaian maksial terhadap

pengajaran apresiasi sasra harus diwujudkan secara baik, mencakup aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, pengajaran tidak

terpatok pada hafalan, tetapi pada proses apresiasi yang mendalam. Di

samping itu, pendidikan tidak boleh melupakan berkenan penanaman nilai

moral serta kesadaran pelestarian seni budaya kepada siswa.

2. Siswa sebaiknya melakukan pengalaman belajar sastra yang lebih intens

karena dengan hal ini masa pencapaian prestasi siswa hanya pada akademisi,

tetapi juga pada perubahan behaviour.

3. Peneliti yang memiliki sense terhadap kajian sastra sebaiknya senantiasa

melakukan peningkatan kompetensi dan kualitas pengakajian sastra.

Pengkajian sastra bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan yang ada juga

dengan objek karya sastra mutakhir yang memiliki tingkat kerumitan yang

kompleks.

4. Masyarakat pembaca sebaiknya melakukan implementasi yang positif

sebagai hasil interaksinya dengan sastra sehingga menjadi fakta nyata yang

Page 187: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

175

bisa menjadi pengaruh meluas tehadap perwujudan efek-efek potensial di

masyarakat.

Page 188: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

176

Lampiran

Page 189: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

177

SINOPSIS

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah

Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan,

bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau

Maninjau.

Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera

dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya

Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti

perintah Ibunya: belajar di pondok.

Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera”

sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.

Dia terheran-heran mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak

menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan

Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di

udara.

Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari

Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso

dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap

menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk.

Page 190: TESIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

178

Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian

masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak

tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa

pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.