daging gelonggongan

Upload: yhagustin-hutajulu

Post on 09-Jul-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

DAGING GELONGGONGAN

Pendahuluan Ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh pedagang daging kepada para konsumennya mulai dari mencampur bahan-bahan kimia berbahaya ke dalam daging hingga membuat dagingnya menjadi daging gelonggongan. Daging gelonggongan adalah daging yang didapat dari hewan yang sebelum disembelih terlebih dahulu diminumi air secara berlebihan. Bahkan, tak jarang hewan bersangkutan pingsan karena kelebihan minum, baru dipotong. Tujuan dari pemberian minum berlebih itu adalah untuk mendapatkan timbangan lebih berat sehingga harga jualnya lebih mahal. Sadis memang, karena sapi yang hendak disembelih dipaksa minum air sebanyak mungkin hingga tubuhnya membengkak. Sapi-sapi naas tersebut diberi minum air melalui selang yang dimasukkan paksa ke dalam mulutnya. Setelah sapi tersebut penuh dengan air dan dirasa airnya sudah menyebar ke seluruh tubuh termasuk daging, barulah sapi dipotong seperti layaknya sapisapi normal. Yang jelas daging sapi gelonggongan banyak mengandung air sehingga merugikan orang yang membeli daging tersebut dengan harga normal. Menjelang bulan Ramadan dan Lebaran seolah sudah menjadi ritual wajib pemerintah di mana pun untuk menggelar razia makanan dan minuman di pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan. Mendekati Lebaran, masyarakat diminta untuk lebih jeli dalam memilih daging untuk dikonsumsi. Salah satunya adalah pengawasan peredaran daging yang tidak layak konsumsi, termasuk mengantisipasi adanya daging gelonggongan. Karena itu berbagai strategi diterapkan, mulai dari sosialisasi terkait dampak negatif daging gelonggongan sampai pemberian peringatan bagi para jagal sapi. Bahwa hanya sapi yang disembelih di rumah pemotongan hewan (RPH) saja

yang dapat beredar dan itu diperkuat dengan surat dan stempel halal dan layak konsumsi. Ada beberapa perangkat hukum sebagai perlindungan bagi konsumen. Misalnya UU Nomor 8/199 tentang perlindungan konsumen dan UU Nomor 23/1992 tentang kesehatan.

Ciri ciri daging gelonggongan Meski berita tentang daging gelonggongan itu sering muncul di media, banyak konsumen, terutama ibu rumah tangga, yang belum paham ciri-ciri daging gelonggongan ketika berbelanja di pasar. Untuk mengenali daging gelonggongan diperlukan kejelian dan kewaspadaan kita. Periksa kondisi daging sebaik mungkin sebelum dibeli. Selain daging periksa juga timbangan penjual, karena ada saja penjual yang memodifikasi alat timbangannya sehingga menguntungkan dirinya sendiri. Hati-hati dengan harga murah yang jauh dari harga normal, karena bisa saja daging yang dijual palsu, gelonggongan, daging busuk dicampur bahan kimia, dan lain sebagainya. Berikut adalah sejumlah ciri daging gelonggongan : 1. Warnanya pucat Daging yang masih baik berwarna merah terang dan

lemaknya berwarna kekuningan. 2. Kandungan air sangat tinggi/lebih berair/lembek cara paling mudah untuk menghindari daging gelonggongan adalah membeli daging yang digantung. Bukan yang ada di bawah atau di wadah lainnya. Sebab daging gelonggongan tidak mungkin digantung karena kandungan air tersebut akan terus-menerus menetes.

3. Kondisinya agak rapuh Jika dipijat daging segar akan kembali ke bentuk semula sebaliknya daging gelonggongan tidak bisa karena struktur dalam daging sudah rusak. 4. Biasanya harganya lebih murah

Kriteria Kualitas Daging Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa factor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong.Faktor penentu kualitas daging pada waktu hewan hidup adalah cara pemeliharaan, yang meliputi : pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh pengeluaran darah pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong.

Kualitas Daging Yang Baik Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging

yang layak konsumsi adalah : 1. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal. 2. Kandungan lemak ( marbling ) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular ). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada wkatu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa. 3. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetic dan usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa. Rasa dan

Aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap. 4. Kelembaban : Secara normal daging mempunyai permukaan yang relative kering sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan demikian mempengaruhi daya simpan daging tersebut.

Kriteria Daging Yang Tidak Baik Bau dan rasa tidak normal akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut :

1. Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam yang akan menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik. 2. Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotic akan menghasilkan daging yang berbau obat obatan. 3. Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan mengurangi selera konsumen. 4. Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah ( jika ditekan dengan jari akan terasa lunak ) dapat mengindikasikan daging tidak sehat, apaila disertai dengan perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi. 5. Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena

menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relative lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfide.

Kasus daging gelonggongan

Kejari Segera Tangani Kasus Daging GelonggongSelasa, 07 Oktober 2008 - 11:11 Merdeka.com - Polres Boyolali segera melimpahkan berkas perkara daging sapi gelonggongan yang melibatkan penjagal, Bero (40), warga Desa Rejomulyo, Candi, Ampel, ke Kejaksaan Negeri setempat. Kapolres Boyolali AKBP Agus Suryo Nugroho melalui Kasat Reskrim Iptu Asnanto di Boyolali, Selasa, mengatakan, berkas perkara sapi gelonggongan telah selesai. Saat ini pihaknya sedang melakukan resume atau meringkas berkas itu dan segera melimpahkan ke kejaksaan setempat. "Berkas kasus sapi gelonggongan, rencananya dilimpahkan kejaksaan, minggu depan," katanya. Menurut dia, nanti kejaksaan akan segera meneliti, jika ada yang perlu dilengkapi, kejaksaan akan memberi tahu. Jika sudah lengkap berkas tersebut, tersangka bersama barang bukti akan diserahkan saat pelimpahan. Kasus sapi gelonggongan di Boyolali ini diharapkan yang terakhir dan tidak ada lagi penjagal yang melakukan tindakan curang tersebut. Sementara penggelonggongan sapi yang dilakukan tersangka Bero yang tertangkap basah saat melakukan aksinya oleh tim gabungan dari Polres Boyolali, Polwil Surakarta, Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) setempat di Desa Rejomulyo, Candi, Ampel Boyolali, Jawa Tengah, Senin (29/9), sekitar pukul 19.00 WIB. Petugas menangkap tersangka bersama barang bukti yakni sebuah selang air dan seekor sapi yang telah digelonggong di rumah tersangka. Petugas yang didampingi dokter hewan dari Dinaskan Boyolali saat memeriksa kondisi sapi yang telah digelonggong, tidak bisa berdiri karena perutnya penuh dengan air dan mulutnya berdarah. Sapi yang digelonggong tersebut kemudian dibawa ke rumah pemotongan hewan (RPH) di Ampel untuk dilakukan pemotongan dan dagingnya langsung dimusnahkan.

Pihaknya saat ini sedang melakukan audit surat daging yang dikeluarkan oleh RPH Ampel dan Disnakan Boyolali, karena dicurigai ada oknum yang turut bermain. Untuk menjual daging gelonggongan, tentu dibutuhkan surat keterangan daging yang dikeluarkan RPH

setempat. (*/bee)

Awas...! Ditemukan Daging Diberi Pengawet MayatSelasa, 23 Agustus 2011 07:46 WIBTRIBUNJATIM.COM,PONOROGO-Menjelang

Lebaran kebutuhan daging

ayam dan sapi mengalami kenaikan permintaan. Sayang, masih ada saja pihak yang memanfaatkan momentum ini dengan menjual daging berbahan pengawet mayat. Daging berbahan pengawet mayat atau biasa dikenal dengan istilah formalin kali ini ditemukan di sejumlah pasar di Kabupaten Ponorogo. Zat tersebut dicampurkan ke dalam daging ayam, sehingga tampak lebih bersih dan segar. Kepala Bidang Peternakan dan Perikanan, Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, Andi Susetyo

menuturkan, dalam razia daging sapi dan ayam yang digelar sepekan ini, pihaknya menemukan banyak beredar daging ayam berformalin. Daging yang mengandung zat berhaya itu ditemukan petugas saat melakukan razia di Pasar Sumoroto, Pasar Balong, dan Pasar Songgolangit. Selama operasi tersebut, kami telah temukan ada daging ayam yang diduga mengandung formalin. Para pedagang yang menjual sudah diberi pembinaan oleh petugas, terang Andi di sela operasi daging di Pasar Songolangit, Ponorogo, Senin (22/8). Kasus daging berformalin menjelang Lebaran sebenarnya bukan hal baru. Di beberapa kota di Tanah Air, dua pekan terakhir hal demikian banyak beredar, Andi mengatakan, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana lebih banyak ditemukan daging ayam mati dua hari lalu dijual di pasaran, serta daging sapi gelonggongan, tahun ini fenomenanya berubah. Ia menyebut, selain berformalin, belum pernah pihaknya menemukan dua jenis daging rekayasa itu selama razia. Meski demikian, ia menganggap penjualan daging ayam berformalin

maupun daging gelonggongan sama-sama mengakibatkan kerugian pada konsumen. Maka kami melakukan operasi ini untuk mengantisipasi agar tidak ada lagi kasus ayam tiren (mati kemarin, red) dan daging gelonggongan yang akan merugikan masyarakat Ponorogo. Maklum, menjelang Lebaran, para pedagang kebanjiran pembeli, katanya. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, Harmanto menjelaskan, dalam setiap operasi atau razia daging, petugas dibekali alat untuk melihat kadar air dalam daging serta alat untuk melihat kadar asam pada daging sapi dan ayam. Ini untuk memantau agar kualitas daging di pasaran dapat diketahui dengan cepat. Saya takut akan terjadi kasus yang lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya, katanya. Karena itulah, ketika dijumpai daging yang dicurigai, petugas langsung mengambil sampel dan mengujinya di laboratorium. Jika hasil uji laboratorium membuktikan bahwa kejadian itu benar adanya, maka mereka akan diberi pembinaan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Kadar normal air dalam daging tidak boleh lebih 77 persen, sementara kadar asam harus dalam kisaran 5,4 sampai 5,8 keasaman. Jika melebihi, kami akan bawa sampel daging ke laboratorium milik dinas dan pedagangnya akan kami bina, urainya.

Dalam operasi sepekan lalu, petugas menemukan banyak daging dari pedagang ayam broiler maupun ayam kampung yang memiliki kadar keasaman lebih tinggi dari kondisi ayam normal. Temuan ini memperkuat sinyalemen bahwa sejumlah pedagang mencampurkan formalin.

Harmanto menambahkan, selain daging yang dicurigai berformalin, petugas juga menemukan sistem penyembelihan ayam yang diragukan kehalalannya. Mereka melihat sebagian daging yang dijual berasal dari ayam yang mati dengan air panas di dalam mesin pembersih bulu ayam. Ini tampak dari fisik ayam di mana ada bagian-bagian urat pada leher yang tidak putus alias tidak disembelih dengan halal. Penyembelihan seperti itu perlu kami waspadai. Karenanya, kami akan berkoordinasi dengan MUI atas Kepala temuan-temuan Dinas selama Jatim operasi kemarin, pungkasnya. belum

Peternakan

Suparwoko

Adisoemarto

mendengar kabar beredarnya daging berformalin di Ponorogo. Meski demikian, jika benar terjadi, ia mengimbau masyarakat waspada. Formalin yang ada di dalam daging bisa merusak pencernaan dan jaringan tubuh, katanya. Menurut Suparwoko, tanda-tanda daging berformalin hampir sama dengan ikan yang sudah diawetkan. Yakni, dagingnya keras dan tidak lentur, tidak ada lalat yang mau hinggap, dan baunya tidak menyengat. Kebiasaan memberi formalin biasanya dilakukan agar daging bisa tahan lama. Ia menyebutkan, daging segar yang digantung secara alami biasanya hanya dapat bertahan antara 3 4 hari saja, tapi kalau diberi formalin bisa bertahan hingga 10 hari. Namun mengenai benar tidaknya di sana (Ponorogo, red) beredar daging yang mengandung formalin, tentu harus dilakukan uji laboratorium terlebih dahulu, tegasnya. Untuk itu, pihaknya akan menerjunkan tim untuk meneliti sekaligus mengambil sampel daging formalin yang menggegerkan masyarakat tersebut. Dinas Peternakan di Kabupaten/Kota di Jatim juga kami imbau mewaspadai keberadaan daging berformalin tersebut, imbuhnya. Selain daging berformalin, Dinas Peternakan Jatim juga minta masyarakat mewaspadai beredarnya daging gelonggongan. Daging jenis ini, kata Suparwoko, biasanya beredar di wilayah Jombang, Mojokerto, Nganjuk, dan Krian Sidoarjo. Perhatian serius juga ditunjukkan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya. Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BBPOM Surabaya, Endang Widowati berjanji akan secepatnya mengecek kebenaran temuan Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. Ini akan menjadi perhatian serius kami, katanya secara terpisah.

Menurut Endang, penggunaan formalin tidak diperbolehkan, walaupun dalam jumlah sangat kecil. Ditegaskan, formalin sebetulnya untuk pengawet mayat. Ini banyak digunakan di Bali. Kemudian lamakelamaan formalin juga dipakai untuk industri kayu lapis agar tidak mudah rusak atau dimakan rayap, katanya. Karena fungsi pengawetnya inilah, akhir-akhir ini formalin banyak dipakai sebagai pengawet makanan seperti tahu, ikan, mie, ayam dan daging. Penggunaan formalin pada makanan

sangat berbahaya. Jika dilakukan secara terus menerus akan terakumulasi, dan pada akhirnya bisa menyebabkan penyakit seperti kanker paru-paru, karena sifatnya sebagai radikal bebas, terangnya. Karena formalin sudah menyebar ke beberapa jenis makanan, Endang mengimbau masyarakat cermat sebelum membeli. Kalau membeli daging, tahu, mi, atau

makanan segar lainnya, tolong dilihat baunya. Kalau ada formalin, baunya menyengat. Khusus untuk ikan insangnya merah, tapi bukan merah segar, katanya. Selain itu, makanan yang memakai formalin juga tidak dihinggapi lalat jika diletakkan di tempat terbuka. Kalau mau

mengetesnya, letakkan makanan itu ke dalam wadah terbuka. Biarkan dua hingga tiga hari. Kalau tidak busuk, pasti ada sesuatu yang tidak beres seperti formalin, karena makanan segar pasti akan busuk dalam waktu dua hingga tiga hari pada suhu biasa, tukasnya.

Lampiran