daftar lsikaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/_mediavault/2014/... · penyuntmg: eko ya...
TRANSCRIPT
,zyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
Kutipan PasaJ 72:
Sanksi Pelanggarall Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 19Tahun 2002)utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBA
1. BarangsHlpa (h:ngan s(,·ngaJ.l dan r:mpa hak mcl.ikuk.m pcrbuaran t;;CuagallluH,l
drmaksud dalarn 1'.•,,,1 2 .rvat 1, atau Pasal 49 ay.u I Jan .'\".11 (2 dipidan .•den
gan pidanayutsrponmlkihgedbaWVUSPOMKJIBp(..'n)'lI.1 m,t<;lng m151l1g paling slngk.1t I satu bulan dan atnu dc.id.i
paling sedikir Rp 1.IIIIII.()Otl,UI) saru iura furl .t h ..• tau p.dll'" penjara paling lam.r
7 {tujuh) rahun dan ',1I:1U dcnda paling banvak Rp :;.tltlO.lIOtl.OUO,OO (lima mihar
rupiah)
2. Barangsiapa dengan sl'llgaja menyiarkan. memame rk.m, mcngcdarkan, aiau nu-n
jual kepada urnurn -u.uu Ciptaan 3{aU barang ha-rl pl'ianggarlln l lak Cipta atau
Hak Terkait sebagaunann dim.rksud pada avat I dlpld,ln ••dengan pidan a penj.rr ••
paling lama 5 (urn.•) rahun dao /atau denda pallng b.mv .•k Rp )I)O.llOO.()(lO.O(l lim .•
rarus jura rupiah).UTSRPNMJHGEA
MERENTANG
SEJARAH
MENJADI GEREJA BAG I SESAMA
Penyusun:
Pdt. Supriatno
Pdr, Onesimus Dani
Pdt. Daryatno
fijij}®
WMajelis Sinode Gereja Kristen Pasundan
JI. Dewi Sartika 119, Bandung
BPK Gunung Mulia
JI. Kwitang 22-23, Jakarta
MERENTANG SEJARAH, MEMAKNAI KEMANDIRIAN
CopyrightzyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA©utsrponmlkjihgedbaUTPMKIGDA2009 oleh Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan
Diterbitkan dalam ke~a sama antara:
Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan
JI Dewi Sartika 119 Bandung
dan
PT BPK Gunung Mulia, JI. Kwitang 22-23, Jakarta 10420
E-mail: [email protected] - http://www.bpkgm.eomAnggota IKAPI
Penyusun: Pdt. Supriatno, Pdt. Onesimus Dani, Pdt. Daryatno,
Penyuntmg: Eko YA Fangohoy, Anton Sulistiyanto
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Cetakan ke-1 : 2009
Kata/og da/am terbitan (KDT)
Gereja Kristen Pasundan.
Merentang sejarah, memaknai kemandirian I oleh Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan
- Cet. 1. - Jakarta: Gunung Mulia ; 2009.
xvi, 268 him. ; 21 em.
1. Hubungan Antar-Agama. 2. Perubahan Sosial dan Politik-Indonesia.I. Judul.
261
ISBN 978-979-687-708-9utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBA
DAFTAR lSI
Mandirilah, GerejakuzywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBA(Tania Prameswari) VIl
Kata Pengantar Pokja Penerbitan Buku HUT ke-75 GKP Xl
Sambutan Majelis Sinode GKP xiii
Gereja Bagi Sesama (Yanky Karman) 1
2 Allah yang Turut Menderita (Darwin Darmawan) 15
3 Merajut Persaudaraan di Lintasan Zaman
(Weiman Boba) 27
4 Gereja Kristen Pasundan dan Gerakan Penrakosta
(Andreas A. Yewangoe) 37
5 Pendidikan sebagai Pembebasan dan Pemanusiaan
(WieLsma DK Baramulii 47
6 Gereja dan Etika Bisnis (Yahya Wijaya) 61
7 Gereja dan Kemiskinan (Wahyudi) 75
8 Gereja Kaum (Perernpuan) Miskin
(Obertina Modesta Johanis) 99
9 Gereja di Tengah Era Informasi
(Djony Christiania Sabadjan) 119
10 Gereja dan Ornop (Rainy MP. Hutabarat) 127
11 Teologi Politik (Wahju S. Wibowo) 139
VI MERENTANG SE]ARAH, MEMAKNAI KEMANUIRIAN
12 Agama dan KekerasanzywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBA(John A. Titaley) 157
13 Implemenrasi Hak Kebebasan Beragama (Rosidin) 171
14 Menyikapi Peraturan Daerah Bernuansa Agama
di Jawa Barat (Supriatno) 197
15 Membangun Kemitraan Amariman dalam
Kemajemukan Agama (Adang Djumhur Salikin) 219
16 Misi Dialogis dan Transformatif
(Ranto Gunawan Simamorai 229
17 Peran Agarna Melahirkan Perdamaian
(Benny Susetyo) 241
18 Menjalin Relasi Memperkokoh Silaturahmi
(Hasim Adnan) 251
Para Penulis dan Penyusun 263
\utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBA
MANDIRILAH, GEREJAKU
Tania Prameswari
Untuk ukuran seorang manusia
75 tahun sebuah umur panjang yang telah dilewari
Unruk ukuran sebuah gereja
75 rahun adalah sebuah kedewasaan dalam eksistensi
Gereja Kristen Pasundan hadir di tengah dunia
untuk mewujudkan sebuah misi
Mengabarkan Injil di negeri pertiwi ini
Hadir di tengah keberagaman tantangan
Tak mernbuat Gereja Kristen Pasundan lalu parah arang
Pahit dan manisnya kehidupan silih berganti dirasakan GKP
Hal-hal rnernilukan dan membahagiakan bagaikan goresan kuas
pada sebuah lukisan
Goresan-goresan yang lalu mernunculkan gambaran kehidupan
Semakin diterpa maka semakin nyata
GKP menghadapi segala tanrangan untuk menjadi lukisan indah
Indah bukan sekadar dipandang
Indah bukan sekadar dikagumi
Indah rerlebih untuk menjadi arti
Berarti bukan saja unrukku, untukmu, terlebih untuk-Nya
VII
XIV MERFNTANG SEJARAH, MEMAKNAI KEMANDIRIAN
Dalam kaitan untuk memaknai kemandirian rcrsebut, Majelis
Sinode GKP di dalam rangkaian HUT ke-75 ini menerbirkan
bukuzywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBAMerentang Sejarah, Memaknai Kemnndirian. Kami berharap
agar dalam penerbitan buku ini tergambar perjalanan kernan-
dirian Gcreja Kristen Pasundan, bagaimana hubungan dengan
lembaga-Icmbaga mitra serta masyarakat terus dibangun dan
mercflcksikan makna kehadiran Gereja sesuai dcngan visi Gereja
Kristen Pasundan "Menjadi Gereja bagi Sesama". Buku ini kiranya
dapat menggugah kesadaran kita bersama unruk terus-rnenerus
memaknai kernandirian yang kira bangun.
Di penghujung dasawarsa kemandirian GKP 0999-2009)
ini, kiranya kira dapat lebih menghayati makna kemandirian kira,
dan juga buku ini kiranya menjadi bagian yang mengukuhkan
nilai-nilai kemandirian tersebut. Akhirnya, kami mengucapkan
terima kasih kepada pokja buku Merentang Sejnrah, Memalenai
Kemandirian yang telah bekerja keras sehingga buku ini dapat
terbit, juga kcpada para penulis yang relah bcrkonrribusi serta
BPK Cunung Mulia yang bersedia bekerja sama sehingga buku
ini dapar direrbitkan.
Dengan semangat tema HUT ke-75 "Berdirilah Teguh dan
bersyukurlah", kita maknai kernandirian kita dengan penuh suka-
cira, Tuhan rnernberkari kita.
Majelis Sinode
Gereja Kristen PasundanyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMKJIHGFEDCBA,
1utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBA
GEREJA BAGI SESAMA
YonkY KarmanUTSRPNMJHGEA
PENGANTAR
q). erbagai konflik sosial yang berakhir dengan tindak kekerasan,
clJ apa pun pcmicunya, memperlihatkan bahwa kekerasan relah
menjadi model unruk menyclesaikan masalah. Ironisnya, Indonesia
dikenal olch dunia luar sebagai bangsa yang ramah.
Senti men anrargolongan dan antarkelompok, sikap curiga,
sikap agresif sernua itu dimungkinkan karen a orang lain tidak
terrnasuk kelompokku. Karena bukan sesamaku, orang lain
dikejar-kejar, dikasari, dikerasi, dilukai, bahkan dibunuh. Krisis
sosial yang mengancam integrasi bangsa itu tidak boleh dianggap
sura tan takdir seperti dalam hiporesis clashes of ciuilizations-siye
Samuel Huntington. Kita bukan pemeran-pemeran pasif yang
digerakkan oleh kekuaran nasib. Bila kita menerimanya sebagai
takdir sejarah, maka tidak ada yang perlu bertanggung jawab atas
semua air mara dan luka akibat kontlik sosial. Suratan takdir terlalu
abstrak untuk dibicarakan sebagai faktor determinan keterpurukan
rzyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
2 MERENTANG SE)ARAH, MEMAKNAJ KEMANDIRIAN
bangsa. Kitalah penentu nasib sendiri. Kita harus berani keluar
dari keterturupan kelompok dan menjadi sesama bagi orang lain.
Dua reks berikut rnenjadi dasar bagi refleksi teologis untuk
gereja bagi sesama. Kedua teks dicatar dalam Injil sebagai ajaran
Yesus. Teks yang satu dalam rangka mengoreksi sebuah pertanyaan
yang keliru, sedangkan teks yang lain tentang melayani sesama.yutsrponmlkihgedbaWVUSPOMKJIB
I.utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBAPERTANYAAN YANG KEURU (LUK. 10:25-37)
Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul untuk perumpamaan
ini "OrangSamaria yang murah had". Dengan judul itu, inti
perumpamaan adalah orang Samaria yang murah hati. Perumpa-
maan iru dibaca dari sudut orang Samaria dan pembaca dirninra
meneladaninya.
A. Siapakah Sesamaku?
Suatu ketika seorang ahli Taurat hendak menguji Yesus dan
bertanya apa yang harus dilakukannya untuk memperoleh hidup
kekal. Yesus balik bertanya, "Apa yang tertulis dalam Taurat?"
Orang itu rnengutip Taurat, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (bnd. UI. 6:5; 1m.
19: 18). Kasih yang sempurna. Yesus membenarkan jawaban ahli
Taurat itu. Jika ia mengasihi Allah dan manusia seperti itu, ia akan
memperoleh hidup yang dimaksudnya.
Ahli Taurar itu bertanya lagi, "Siapakah sesamaku manusia?" Ia
bertanya bukan karena tidak tahu, tetapi karena ingin menjatuhkan
Yesus. Orang Yahudi memiliki pandangan berbeda-beda tentang
siapa yang rerrnasuk sesama dan siapa yang bukan. Tidak seriap
orang otomatis sesama mereka. Menanggapi perranyaan yang
GEREJA BAG! SESAMA3
sifatnya menguji itu, Yesus tidak langsung menjawab "Sesarnamu
manusia adalah yang ini arau itu." Yesus menjawabnya secara tidak
langsung lewat sebuah cerita yang menyentuh hati tentang seorang
yang terrimpa musibah.
Ada seorang Yahudi turun dari Yerusalem ke Yerikho. Jalan
dari Yerusalem menuju Yerikho terkenal buruk dan berbahaya
bagi pejalan kaki. Ada ruas jalan sepanjang 25 kilometer yang
perbedaan tingginya ekstrern, ada temp at yang ketinggiannya
750 meter di atas permukaan laut dan tempat lain 200 meter
di bawah permukaan laut. Ruas jalan yang curam itu, dengan
ketinggian hampir 1.000 meter, sering dimanfaatkan para bandit.
Orang Yahudi dalam cerita Yesus itu jatuh ke tangan penyamun
yang merampoknya habis-habisan, memukulinya dan sesudah iru
dibiarkan dalam keadaan sekarat tergeletak di tepi jalan.
Kemudian berrurut-turut lewadah seorang imam dan se-
orang Lewi. Keduanya orang Yahudi, tergolong rohaniwan pada
zamannya, kelompok khusus dalam masyarakat Yahudi yang
bertugas menjaga standar kekudusan ritual. Imam bertanggung
jawab atas ibadah dan upacara kurban di Bait Allah, dibantu
kaum Lewi. Selain itu, kaum Lewi juga bertanggung jawab atas
musik dalam ibadah dan atas keamanan bangunan-bangunan di
kompleks Bait Allah. Banyak di antara imam dan orang Lewi yang
tinggal di wilayah Yerikho lantaran tempat itu subur, hangat pada
musim dingin, nyaman sebagai tempat bermukim. Dengan begitu,
imam dan orang Lewi mondar mandir Yerikho- Yerusalem. Mereka
bertugas di Yerusalem. Selesai tugas, mereka kern bali ke Yerikho.
Imam dalam cerita Yesus melihat ada orang tergeletak di jalan
dalam keadaan mengenaskan. Bukannya berhenti sebentar dan
memberi perrolongan sebisanya, ia menghindar dengan menempuh
jalan lain. Sebagai manusia, mungkin ia simpati pada korban.
Namun, ia juga punya alasan untuk tidak menuruti dorongan
4zyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBAMERENTANG SEJARAH, MEMAKNAI KEMANDIRIAN
sirnpati itu. Menolong korban perampokan di jalan sama dengan
cari susah. Fakta ada orang dirampok mernperlihatkan sebelum
itu ada perampok di sekitar situ. Alih-alih memberi perrolongan,
malah orang yang coba-coba menolong korban perampokan akan
menjadi sasaran berikut para perampok yang mungkin masih
berada di sekitar sana. Mungkin juga karena orang iru dalam
keadaan setengah mati, imam itu berpikir percuma saja menolong
orang yang akan mati. Apalagi, rnenyentuh mayat membuat najis.
Dernikian juga, dengan orang Lewi yang lewat sesudah itu. Ia tidak
melakukan apa-apa. Orang-orang iru tidak mau repor. Mereka
ingin menghindari masalah.
Yesus terus bertutur, Kemudian, lewatlah seorang Samaria.
Secara keturunan, orang Samaria adalah Yahudi campuran, tetapi
dianggap orang asing oleh orang Yahudi. Pada abad ke-8 SM, Raja
Asyur mendatangkan orang-orang asing untuk mendiami kota-kota
Samaria menggantikan orang Israel yang ditawan ke Asyur sekaligus
kawin campur dengan orang Samaria yang masih tinggal (2 Raj.
17:24-41). Lahirlah keturunan campuran. Meski orang Samaria
menganut agama Yahudi, tetapi orang Yahudi menganggap agama
Yahudi yang dianut mcreka tidak murni lagi. Itu menjadi sebuah
alasan orang Yahudi untuk tidak menganggap orang Samaria
sebagai sesama mereka. Permusuhan di antara orang Yahudi dan
orang Samaria meruncing, ketika orang Samaria mendirikan Bait
Allah sendiri di Gunung Gerizim tetapi dihancurkan orang Yahudi
(128 SM).
Injil Yohanes mencatar orang Yahudi dan orang Samaria tidak
saling bergaul (Yoh. 4:9). Ketika Yesus akan singgah di sebuah
desa Samaria, desa itu menolak kehadiran-Nya sebab mcngetahui
Yesus dalam perjalanan menuju Yerusalem. Mengerahui hal itu,
Yakobus dan Yohanes mengusulkan agar adazywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBAapi diturunkan dari
GEREJA BAG! SESAMA5
lanzir unruk membinasakan orang Samaria. Tentu saja Yesuso
menegur sikap keras murid-Nya (Luk. 9:53-55). Setidak-tidaknya
rergarnbar benih SARA (suku, ras, dan agama) dan kebencian di
antara kedua kornunitas itu yang berasal dari sejarah permusuhan
yang panjang.
Di antara kelompok di luar Yahudi yang tidak dianggap
sesama, mungkin orang Samaria yang paling tidak disukai oleh
orang Yahudi. Kalau betul begiw, Yesus memasukkan figur
ekstrern ke dalam ceritanya. Logikanya, orang Samaria yang lewat
itu, sarna dengan kedua orang terdahulu, juga akan membiarkan
saja orang Yahudi yang terkapar itu. Nyatanya, ia memberi
pertolongan. Sirnpati yang dirniliki imam dan orang Lewi berhenti
sebagai simpati. Namun, simpati orang Samaria melahirkan aksi.
Simpati memang baik, nasihat juga baik. Yang terbaik tentu saja
pertolongan konkrer.
Setelah menolong seadanya, mencuci luka orang Yahudi itu
dengan anggur dan minyak, membalur lukanya, orang Samaria
itu membawanya ke sebuah penginapan untuk dirawat lebih
lanjur. Orang Samaria itu mau merepotkan diri! Padahal, ia bukan
pengangguran. Ia "sedang dalam perjalanan". Ia memiliki urusan
yang harus diselesaikan. Setiba di penginapan, ia masih merawat
korban dan menginap semalam. Karena ada urusan yang harus
diselesaikannya, ia harus pergi meninggalkan korban. Namun, ia
sempat menitipkan sejumlah uang kepada pemilik penginapan
sebagai biaya untuk rnerawar korban selama ia pergi. Ia berjanji
untuk kembali dan membayar segala kekurangan yang ada setelah
urusannya selesai.
6 MERENTANG SEJARAH, MEMAKNAI KEMANDIRIANyutsrponmlkihgedbaWVUSPOMKJIB
B.utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBABagaimana Menjadi Sesama?
Apa yang paling mendorong orang Samaria itu mau rnerepotkan
diri sehingga batas-baras penghalang secara etnis dan riwayat
permusuhan turun-temurun menjadi begitu tipis? Belas kasihan.
Itulah penjelasan Yesus. Sampai di sini, Yesus tidak meneruskan
ceritanya. Namun, Yesus belum menjawab pertanyaan ahli Taurat
"Siapakah sesamaku manusia?"
Malah, Yesus balik bertanya kepadanya, "Siapakah di antara
ketiga orangyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMKJIHGFEDCBAini (imam, orang Lewi, orang Samaria), menurut
pendaparrnu, adalah sesama manusia bagi orang yang jaruh ke
rangan penyamun itu?" Masih rerkesima dengan cerita Yesus
rentang orang Samaria, ahli Taurar menjawab, "Orang yang telah
menunjukkan belas kasihan kepadanya." Segera Yesus menutup
dialognya sambil berkata, "Pergilah dan perbuatlah demikian!"
Mengapa sampai akhir dialog, Yesus tidak menjawab pertanyaan
tentang "siapakah sesamaku?" Pertanyaan itu keliru. Pertanyaan
itu mengasumsikan ada orang yang termasuk kelompokku dan
ada yang tidak: ada yang sederajat sebagai sesama dan ada yang
tidak.
Cara bertanya demikian menempatkan diri penanya sebagai
pemberi kriteria siapa saja yang layak menjadi sesama. Penanya
merasa layak menentukan siapa sesamanya dan siapa bukan.
Di matanya tidak semua orang adalah sesama. Irulah implikasi
sosial di balik pertanyaan "siapakah sesarnaku". Namun, di mara
Yesus, cara pandang demikian keliru. jadi, yang mendorong
Yesus bercerita panjang lebar adalah karena kepada-Nya diajukan
scbuah pertanyaan yang kcliru. Pertanyaan itu tidak cuma keliru,
tetapi implikasinya serius dalam kehidupan sosial. Orang Samaria
dalam cerita Yesus telah berhasil menjadi sesama bagi orang yang
memerlukan uluran tangan. Ia telah menjadi sesama bagi orang
GEREJA BAGI SESAMA7
yang malang itu, sedangkan imam dan orang Lewi belum menjadi
sesama kendati kesamaan etnisitas dan agama.
Yesus mengoreksi pertanyaan yang keliru dengan sebuah
pertanyaan yang tepat. "Siapakah yang menjadi sesamazywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBAbagi orang
yang malang itu?" Dalam pertanyaan yang diajukan Yesus, kriteria
sesama tidak lagi ditentukan dari sudur penanya, melainkan dari
sudut orang lain, tepatnya, orang yang sedang membutuhkan
pertolongan. Bagi orang yang dirampok dan dianiaya, satu-satunya
yang diharapkan adaJah pertolongan konkret dari siapa saja.
Yesus mengoreksi pertanyaan keliru itu sebab pertanyaan itu
mengasumsikan pengelompokan primordial di antara manusia
berdasarkan etnisitas atau agama. Pengelompokan seperri itu
memengaruhi sikap kita terhadap orang lain. Yang termasuk
kelompok ditolong. Yang di luar kelompok tidak ditolong. Itulah
kecenderungan primordial man usia. Seharusnya, kita menjadi
sesama bagi siapa saja sebagai sarna-sarna makhluk ciptaan Allah.
Kita harus rnenemui orang lain sebagai sesama dalam perjumpaan
yang konkret.
Secara tidak langsung, Yesus mau rnengatakan, "Perluaslah
lingkaran sesamarnu menjadi siapa saja, sarna halnya seperti seorang
yang dalam kcsusahan akan rnengharapkan pertolongan dari siapa
saja yang dapat menolongnya!" jadi, pertanyaan yang tepat bukan
"Siapakah sesarnaku" melainkan "Apakah aku menjadi sesama bagi
orang lain". Apakah aku rnenjadi sesama bagi yang terdiskriminasi?
Apakah aku menjadi sesama bagi yang sedang ketakutan? Apakah
aku menjadi sesarna bagi yang dilecehkan martabatnya? Apakah
aku rnenjadi sesarna bagi yang rnenderita? Daripada bertanya
"Siapakah sesarnaku" sebaiknya kita rnenerobos batas-batas yang
memisahkan kita dari kelompok di luar kita. Kita harus mengubah
kebiasaan mengajukan pertanyaan keliru "Siapakah sesarnaku" dan
mernbiasakan diri menjadi sesama.
8 MERENTANG SEJARAH, MEMAKNAI KEMANDIRIANutsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBA
II. MELAYANI SESAMA (MAT. 25:31-46)
Seriusnya menjadi sesama dipertegas dengan eksrrern dalam drama
pengadilan terakhir. Anak Manusia digambarkan akan datang
dalam kemuliaan rajawi bersama para malaikat dan bersemayam
di atas takhra kemuliaan. Semua bangsa dikumpulkan di hadapan-
Nya, dipisahkan saru per sam, seperti gembala memisahkan domba
dari kambing. Ia menempatkan domba-domba di sebelah kanan
dan kambing-kambing di sebelah kiri.yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMKJIHGFEDCBA
,
A. Pengadllan Terakhir
Sang raja berkata kepada mereka yang di sebelah kanan, "Mari,
hai kamu yang diberkati Bapa-Ku, terirnalah Kerajaan yang telah
disediakan bagimu sejak dunia dijadikan, sebab ketika Aku lapar,
engkau mernberi-Ku makan. Ketika Aku haus, engkau rnemberi-
Ku minum. Ketika Aku seorang asing, engkau mernberi-Ku tum-
pangan. Ketika Aku telanjang, engkau mernberi-Ku pakaian.
Ketika Aku sakit, engkau melawat-Ku. Ketika Aku di dalam
penjara, engkau mengunjungi-Ku."
Orang-orang benar itu Iangsung merespons, "Tuhan, kapan
kami rnelihar-Mu lapar dan mernberi-Mu makan; atau haus dan
kami rnernberi-Mu minum? Kapan kami melihat-Mu sebagai
orang asing dan mernberi-Mu tumpangan; atau telanjang dan
kami mernberi-Mu pakaian? Kapan kami rnelihat-Mu sakir atau
dalam penjara dan kami mengunjungi-Mu?"
Raja itu menjawab, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya se-
gala sesuatu yang engkau lakukan untuk salah seorang dari saudara-
Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk-Ku."
Kemudian, raja itu juga berkata kepada mereka yang di
sebelah kiri, "Enyahlah dari hadapan-Ku, sebab ketika Aku lapar,
GEREJA BAGI SESAMA 9
enzkau ridak mernberi-Ku makan. Kerika Aku haus, engkau tidakt>
mernberi-Ku minum. Ketika Aku seorang asing, engkau tidak
mernberi-Ku tumpangan. Ketika Aku telanjang, engkau tidak
memberi-Ku pakaian. Keuka Aku sakit dan dalam penjara, engkau
ridak mclawat-Ku."
Karuan saja mereka rerheran-heran dan memprotes peng-
hakiman itu. "Tuhan, memangnya kapan kami melihat-Mu lapar
atau haus atau sebagai orang asing atau telanjang atau sakit atau
dalam penjara, dan kami tidak melayani-Mu? Jika kami tahu itu
Engkau, sudah tentu kami akan melayani-Mu." Orang-orang itu
bukan tidak mau berbuat sesuatu untuk Yesus. Mereka mau, asal
mereka tahu kalau itu Yesus.
Jawab sang raja, "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya segala
sesuatu yang tidak engkau lakukan untuk salah seorang dari yang
paling hina ini, kamu ridak melakukannya juga untuk Aku."
Dalam pengadilan terakhir, Yesus mengidentifikasi diri sebagai
orang kecil. "Segala sesuatu yang engkau Iakukan untuk salah
seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, engkau relah me-
lakukannya unruk-Ku." Yesus tidak malu mengidenrifikasi diri
sebagai orang yang biasanya luput dari perhatian orang banyak.
Yesus menyebut mereka dengan sapaan inrim "salah seorang dari
saudara-Ku". Ia tidak malu mengaku saudara mereka, berrenrangan
dengan kebiasaan orang yang lebih senang mengidentifikasi diri
sebagai sahabat orang besar atau terkena!' Yesus mengidentifikasi
diri sebagai sahabat orang kecil. Dalam pengadilan terakhir, orang
dihakirni berdasarkan sejauh mana mereka melayani Yesus. Dan,
rupanya akan ada kejutan. Orang sering berpikir melayani Yesus
berarti mengambil bagian dalam aktivitas gerejawi. Ternyara lebih
dari itu. Peduli sesama adalah tolok ukur pengadilan terakhir.
10 MERENTANG SEJARAH, MEMAKNAI KEMANDlRIAN
\utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBA
B. Salah Mengenali Yesus
Ketidakpedulian adalah akar dosa sosial. Menurut Alkirab, ketidak-
pedulian sosial adalah masalah serius sejak awal sejarah man usia.
Berlawanan dengan kecenderungan dogmatika yang mengasalkan
dosa kepada kisah di Taman Eden (Kej. 3), kata "dosa" pertama
kali muncul di luar taman itu (Kej. 4:7-9).
Tuhan bertanya meminta pertanggungjawaban Kain yang baru
membunuh adiknya, "Di mana Habel, adikmu?" Kain menjawab,
"Apakah aku penjaga adikku?" Jawaban Kain tipikal respons orang
yang menghindar dari tanggung jawab sosial. Orang berdalih,
"Apakah aku penjaga sesamaku?" Orang tidak suka bertanggung
jawab atas sesama, sebuah sikap yang akhirnya memenjarakan
orang dalam egoisme kelompok. Jalan keluar dari penjara egoisme
itu adalah tidak mengelak dari tanggung jawab sosial.
Oalam pengadilan terakhir, orang diberkati karena kepe-
duliannya dalam memberi makan kepada yang lapar, memberi
minum kepada yang haus, memberi rumpangan kepada orang
asing, memberi pakaian kepada yang telanjang, mengunjungi
orang sakit dan tahanan. "5egala sesuatu yang engkau lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, engkau
relah melakukannya untuk-Ku." Orang lain tidak diberkati karena
miskin peduli sesama. "Segala sesuatu yang tidak engkau lakukan
untuk salah seorang dari yang paling hina ini, engkau tidak
melakukannya juga untuk-Ku." Melakukan sesuatu untuk salah
seorang yang paling hina adalah melakukannya demi mengenali
wajah Yesus di dalam diri sesama. Itulah hakikar melayani Yesus.
Untuk sebagian orang, mudah. Namun, untuk sebagian lagi,
ternyata susah. Mengenali wajah Tuhan di dalam diri orang yang
rerlupakan. Persis di situ orang sering tersandung, seperti tergambar
dalam pengadilan terakhir, Problem kira adalah ridak mengenali
wajah Tuhan di dalam diri sesama.
CLREJA BAGI SESAMAyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMKJIHGFEDCBAI I
Ketika men} usun konstitusi Misi Karitas, Ibu Teresa me-
nambah sebuah kaul baru kepada tiga kaul konvensional (hidup
miskin, hidup selibar, dan hidup dalam ketaatan kepada hierarki),
"Mernberi harapan kepada mereka yang telah kehilangan harapan.
Mengenali wajah Tuhan dalam diri mereka yang menderita.
Itulah panggilan kami." Berdasarkan kaul keernpat itu, Ibu Teresa
bersama rekan-rekan sepanggilan menyediakan tempat tinggal bagi
bayi yang dibuang dan mereka yang sekarat di repi jalan di kota
Calcutta. Ibu Teresa berhasil membawa agama ke ruang publik
dengan menaruh rasa hormat kepada martabat manusia yang
tercampak dalam pragmatisme kehidupan metropolitan. Wajah
Tuhan dikenali saar orang berhasil keluar dari lingkaran agama,
suku, atau status sosialnya, dan menjumpai sesama yang juga
diciptakan menurut gambar Allah.
III. KEUTUHAN INJIL
5ebagian orang Kristen tidak peduli dengan kesalehan sosial
dan mengaitkannya sebagai lnjil SosialzywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBA(Social Gospel]. Padahal,
kesalehan sosial rak terpisah dari Injil Yesus. Injil harus uruh dalam
kata (pewartaan) dan laku (perbuatan). jika Injil diberitakan tanpa
arogansi dan tanpa sikap superior, orang akan terharu dan bersyukur
merayakan datangnya tahun rahmat Tuhan (Luk. 4: 19).
Kadang aksi sosial gereja dicurigai pihak lain sebagai alat
kristenisasi, bukan ungkapan solidariras yang rulus. Bahkan,
tuduhan itu kini lebih keras lagi. Pemurtadan. Sengaja membujuk
orang lain murrad dari agamanya. Meski tuduhan kristenisasi atau
pemurtadan bernada provokatif dan sering tanpa dasar, kecurigaan
itu harus diakui merupakan bagian dari memori kolekrif kehidupan
sebagian kornunitas di luar Kristen. Sebagai bahan introspeksi,
barangkali itu juga karcna gereja belum berhasil menyatu dengan
T2 MERENTANG SEjARAH, MEMAKNAl KEMANDIRIAN
lingkungan sosialnya sehingga masih dipandang sebagai sosok
asing. Karena tidak mau terlibat dengan persoalan bangsa, gereja
kadang dipandang hanyazywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBAindekos di bumi Indonesia. Kecurigaan
itu masih ditambah lagi dengan propaganda bahwa agama Kristen
bukan "agama priburni", meski tidak ada agama-agama yang
diakui pemerintah Indonesia termasuk kategori itu.
Sesuai dengan keutuhan Injil, gercja seharusnya ridak meng-
alami defisit keberanian untuk menghadapi all kinds of euil. Gercja
tidak hanya mengurusi evil dosa rohani. Sejauh ini, tidak sedikit
karya sosial- gereja di tengah masyarakat. Namun, tarnpaknya
gereja masih diruntut lebih banyak lagi untuk rerlibat melampaui
tindakan karitatif. Jika suatu evil dialami orang lain, apalagi tidak
termasuk yang sekelornpok, ada kecenderungan untuk tidak mau
rahu. Mungkin menjadi objek pembicaraan, tctapi tidak terdorong
untuk terlibat, Iru urusan orang lain. Orang berlindung di balik
sikap "Aku tidak mau terlibar". Lain halnya jika evil itu kira alarni
sendiri, spontan kira bcrupaya menyelcsaikannya.
Jika tidak rnawas diri, gereja bisa asyik dengan diri sendiri,
kadang dibungkus slogan memuliakan Allah. Kelembagaan gereja
dikcmbangkan dengan baik, tetapi wajah Tuhan di dalam diri
scsama gagal dikenali. Orientasi kesalehan verrikal (individual)
perlu diimbangi dengan kesalehan horizontal (sosial), agar orang
tidak merasa lebih sebagai warga surga daripada warga Indonesia
(bumi).
Firman Allah melalui Nabi Yeremia kepada umat di pembuangan
yang notabene minoritas adalah "usahakanlah kesejahteraan kora
ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepadayxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMKJIHGFEDCBA
TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahreraanrnu" (Yer.
29:7). Yeremia mengajak umat memandang diri mereka sebagai
bagian dari bangsa Babel. Orang Kristen memiliki kewarganegaraan
ganda. Warga bumi sekaligus warga surga, Kedua kewarganegaraan
lJl:.REjA BAGl SESAMA13
iru tidak dikotornis. Upayakan kesejahteraan bangsa di mana
gercja terrnasuk bagian di dalamnya. Upayakan kesejahteraan
gereja sebagai bagian integral dari bangsa. Itulah cara terbaik orang
Kristen menjalani dwikewarganegaraannya.
Dalam perspektif iman Kristen yang holisrik, mencintai
Tuhan menjadi nyata dalam mencintai sesama di tingkat kota
maupun negeri. Wujud mencintai negeri adalah ikut memberi
sumbangsih kepada bangsa unruk keluar dari berbagai kemelut.
Dalam konteks itu, orang Kristen tidak cukup hanya berdoa
saja untuk kesejahteraan kota dan negeri. Juga orang Kristen
harus mengupayakan kesejahreraannya. Kcsejahteraan negeri
adalah kesejahteraan umat. Tidak kristiani jika membanggakan
kesejahreraan umat di tengah kererpurukan negeri.UTSRPNMJHGEA
PENUTUP
i\hsih ada masalah dengan menjadi gereja bagi scsama. Pada tingkat
\ .1Ilg lebih sempit, itu rerj.idi di lingkungan Kristen. Komunitas-
kornuniras Kristen bersemangar mengusung idcntitas kelompok
masing-masing. Ada kelompok didasarkan pada etnisitas. Ada
kelornpok didasarkan pada pcnekanan salah saru ajaran Alkitab
arau tradisi Kristen tertenru. Masing-masing mcnganggap gereja
sendiri lebih baik. Bukan pengelompokan itu sendiri yang menjadi
soalnya, tetapi yang dikhawatirkan adalah perasaan superioritas
kelompok.
Kadang soal seasas mernbuat gereja terhalang untuk bergereja
secara am. Dalam sebuah kompleks gedung bisa muncul lebih
dari lima nama gereja. Gereja-gereja dibuka dengan seman gat
waralaba dan minim wawasan Kerajaan Allah. Tidak mudah
mewujudkan keesaan gereja dalam aspek-aspek praktis sekali pun.
Mudah-mudahan semakin banyak kerja sarna antargereja untuk
MERENTANG SE]ARAH, MEMAKr-;AI KEMANDIRIAN
mendukung suatu pelayanan tanpa menonjolkan identitas gereja
masing-masing. ltu bisa terjadi jika tiap kelornpok Kristen tidak
menilai orang lain apakah termasuk sesama, melainkan selalu
bertanya apakah mereka sudah menjadi sesama bagi orang lain.
Banyak uang dihabiskan gereja unruk mengontrak, membeli,
atau membangun gedung ibadah. Jika dilakukan di tempat-tempat
yang masih sedikit gereja, itu bisa dipahami. Jika dilakukan dalam
semangat persaingan antargereja, maka fen omena menjamurnya
ternpat ibadah Kristen secara tidak proporsional berarti juga
pernborosan uang dan energi yang mestinya bisa disalurkan untuk
pelayanan lain yang sifatnya lebih mendesak. Diburuhkan banyak
dana untuk mencetak putra daerah menjadi sarjana-sarjana Kristen
yang kelak kembali ke daerah asalnya untuk mengembangkan
dan memajukan daerah mereka yang tertinggal. Paradigma gereja
misioner perlu diperluas, yaitu membiayai kehidupan keluarga
guru di daerah atau pedalaman sehingga mereka bisa dengan
tenang mengabdi sebagai guru mestinya sarna penting seperti
membiayai utusan lnjil.
Pada tingkat berbangsa, gereja perlu menjadi inkarnasional
dengan mengembangkan kesalehan yang rerlibar dalam masalah-
masalah kemanusiaan dan lingkungan. Itulah kesalehan individual-
vertikal yang bergerak melarnpaui kesalehan sosial-horizontal.
Dalam jangka paniang, gereja di Tanah Air perIu dengan sengaja
menonjolkan unsur keindonesiaan agar stigma asing tidak melekat
pada dirinya. Gereja di Indonesia perlu mengindonesia. Dalam
kaitan ini, menjadi penting solidaritas dan tindakan bcrbagi
dengan yang kurang beruntung. Gereja hadir sebagai solusi dan
meningkatkan harkat hidup sesama. Praksis kesalehan demikian
hanya rnungkin bila kita selalu berupaya mengenali wajah Tuhan
di dalam diri sesama.yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMKJIHGFEDCBA
2utsrpnmlkjihgfedbaYUTSRPNMLKJIHGFEDCBA
ALLAH YANG TURUT
MENDERITAzywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBA
Darwin Darmawan
PENDERITAAN DAN MAKNANYA
Penderitaan adalah megaphone suara Tuhan, demikian orang
bijak pernah bilang. Maksudnya begini. Saat ada derita,
secara spontan atau reflektif secara otomatis atau sengaja, manusia
akan ingat pada Tuhan yang dia sembah. Menghadapi peristiwa
gempa bumi, misalnya. Selain kepiluan dan kepanikan yang
menguasai jiwa, manusia juga akan bertanya: Mengapa Tuhan
mengizinkan terjadinya gempa? Apa kehendak Tuhan dengan
semua itu? Pertanyaan akan semakin keras diajukan, jika di antara
para korban terdapat anak-anak kecil atau orang-orang yang relatif
tidak banyak dosanya.
Pertanyaan-pertanyaan iru tidak didorong oleh kegenitan
intelektual. Jadi, ini bukan agar rasio dipuaskan. Perranyaan-
pertanyaan itu muncul karena jiwa manusia mencari makna di
balik derita, Memakai istilah Leibniz, saat manusia berhadapan
dengan derita, maka muncul masalah tbeodicy, yaitu masalah yang
15
Masih ada masalah dengan menjadi gereja bagi sesama. Pada tingkat yang lebihsempit, itu terjadi di lingkungan Kristen. Kornunnas-komunitas Kristen bersemangatmengusung identitas kelompok rnasinq-masinq. Ada kelompok didasarkan padaetnisitas. Ada kelompok didasarkan pada penekanan salah satu ajaran Alkitab atautradisi Kristen tertentu. Masing·masing menganggap gereja sendiri lebih baik. Bukanpengelompokan itu sendiri yang menjadi soalnya, tetapi yang dikhawatirkan adalahperasaan superioritas kelompok.utsrponmlkjihgedbaUTPMKIGDA
''Gereja bagizywvutsrponmlkjihgfedcbaYWTSRPOMLKJHGDCBAseseme;yutsrponmlkihgedbaWVUSPOMKJIBPdt.Vonky Karman
Ketika gereja secara proaktif mengupayakan dan mempromosikan perdamaian ditengah masyarakat, pada akhirnya dunia akan melihat gereja sebagai komunitas yangmerepresentasikan karakteristik Allah yang senantiasa menghendaki perdamaian.
uPeranAgama Melahirkan Perdemsisn", Rm. Benny Susetyo
GKP sebagai salah satu gereja mainstream tentunya secara sadar melakukan tugaspendidikan bukan sekadar supaya terlihat sebagai gereja, melainkan sebagai caramenyatakan bahwa GKP hadir untuk memberitakan Kabar Baik (Injil) kepada segenapmakhluk.
UPendidikansebagai Pembebasan dan Pemenusiesn", Pdt. Wielsma OK. Baramuli
Berkaitan dengan kemiskinan, sebenarnya GKP juga telah memiliki komitmen untukturut serta mengatasinya. Pertanyaannya kemudian: apakah seluruh bagian GKPtelah menghayati dengan baik visi GKP dan Rencana Kerja Dasar GKP serta men-jadikannya sebagai guideline dalam merancang program kerja tahunannya?
"Gereja Kaum (Perempuan) Miskin~ Pdt Obertina Modesta Johanis
Buku ini merupakan ungkapan pergumulan lintas waktu dan kelompok, yangdipersembahkan dalam rangka HUT ke-7S Gereja Kristen Pasundan (GKP).Ada delapan belas penulis dari berbagai agama, gereja, dan sudut pandang,
yang mencoba merespons persoalan-persoalan kontemporer yang masihmenggelayuti bangsa ini, seperti kekerasan atas nama agama, kemiskinan
terstruktur, marginalisasi perempuan, dampak teknologi, dan sebagainya. Bukuini, dengan demikian, pantas untuk dibaca oleh siapa saja yang prihatin atas
nasib semua anak bangsa dan berupaya berbela rasa dengan mereka!
Merentang Sejarah,
Me aknai Kemandirian ISBN 978-979-687-708-9zyxwvutsrponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
A• 1 0 0 5 0 3 6 0 0 0
III II9 789796 877089
________ Sosial Kemasyarakatan