refrat anton

54
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembung merupakan salah satu kondisi yang sering dikeluhkan oleh orang tua untuk membawa anaknya berobat. Penyebab terjadinya kembung tersering pada anak adalah intoleransi laktosa, bakteri tumbuh lampau dan gangguan fungsional saluran cerna (antara lain dyspepsia, irritable bowel syndrome/ IBS).(Lichtman, 2000) Perut kembung adalah perasaan (subyektif) perut seperti lebih besar dari normal, jadi suatu tanda atau gejala ketidaknyamanan, merupakan hal yang lebih ringan dari distention.(Richard,1999) Perut kembung yang merupakan keadaan yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari. (Richard,1999). Sehubungan dengan hal tersebut, penting bagi seorang dokter untuk memahami dengan baik anatomi, histologi, dan fisiologi agar dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien. Diharapkan dengan disusunnya referat ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai perut kembung.

Upload: fbindonesia

Post on 23-Oct-2015

103 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

refrat

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Anton

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kembung merupakan salah satu kondisi yang sering dikeluhkan oleh

orang tua untuk membawa anaknya berobat. Penyebab terjadinya kembung

tersering pada anak adalah intoleransi laktosa, bakteri tumbuh lampau dan

gangguan fungsional saluran cerna (antara lain dyspepsia, irritable bowel

syndrome/ IBS).(Lichtman, 2000)

Perut kembung adalah perasaan (subyektif) perut seperti lebih besar dari

normal, jadi suatu tanda atau gejala ketidaknyamanan, merupakan hal yang lebih

ringan dari distention.(Richard,1999)

Perut kembung yang merupakan keadaan yang sering ditemukan dalam

praktek dokter sehari-hari.(Richard,1999). Sehubungan dengan hal tersebut,

penting bagi seorang dokter untuk memahami dengan baik anatomi, histologi, dan

fisiologi agar dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien.

Diharapkan dengan disusunnya referat ini dapat menambah pengetahuan

mahasiswa mengenai perut kembung.

Dalam referat ini, penulis membahas mengenai anatomi, histologi, dan

fisiologi yang berkaitan dengan terjadinya perut kembung.

1.2. Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui struktur makroskopis, dan mikroskopis serta

fisiologi terjadinya perut kembung.

2. Untuk lebih mengetahui faktor-faktor penyebab dan mekanisme perut

kembung.

Page 2: Refrat Anton

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI GASTER

2.1.1. Definisi Gaster (Ventriculus)

Gaster adalah alat pertama dalam rongga perut guna menimbun makanan yang akan dicerna setelah masuk melalui mulut dan oesofagus.(Snell,2006)

2.1.2. Topografi Gaster

Gaster tertutup oleh peritonium, kecuali pada lintasan pembuluh darah sepanjang curvatura gastrica (ventricularis) dan pada daerah kecil di sebelah dorsal ostium cardiacum. Kedua lembar omentum minus meluas, mengelilingi gaster dan melepaskan diri pada curvatura gastrica major sebagai omentum majus. Permukaan ventral gaster bersentuhan dengan Diaphragma, lobus hepatis sinister, dinding abdomen ventral.(Moore,2002)

Palungan lambung (stomach bed), tempat rebah gaster pada sikap telentang dibentuk oleh dinding dorsal bursa omentalis dan struktur yang terdapat antara dinding tersebut dan dinding abdomen dorsal: Diaphragma; Colon transversal, mesocolon transversum, pancreas, splen (lien), dan truncus coeliacus serta ketiga cabangnya; Glandula suprarenalis sinistra dan bagian cranial ren sinistra.(Snell,2006 dan Moore,2002)

Gaster memiliki Curvatura gastrica minor sebagai tepi gaster yang cekung. Curvatura gastrika major sebagai tepi gaster yang cembung dan lebih panjang. Sebuah takik tajam kira-kira pada dua pertiga distal jarak curvatura gastrica minor yang disebut incisura angularis sebagai patokan batas antara corpus gastricum dengan pylorus. Cardia sekitar muara oesophagus. Fundus gastricus, yakni bagian kranial yang melebar dan berbats pada kubah diaphragma sebelah kiri. Corpus gastricum yang terdapat antara fundus dan antrum pyloricum. Pars pylorica, bagian gaster yang menyerupai corong; bagian yang lebar, yakni antrum pyloricum beralih ke bagian yang sempit, ytakni canalis pyloricus. Pylorus, daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk membentuk musculus sphincter pylori guna mengatur pengosongan isi gaster melalui ostium pyloricum ke dalam duodenum.(Snell,2006 dan Moore,2002)

Page 3: Refrat Anton

3

Gambar 2.1.2. Topografi Gaster.

(Moore,2002) Anatomi Klinis Dasar

2.1.3. Vaskularisasi Gaster

Arteri-arteri gaster berasal dari truncus coeliacus dan cabangnya:

Arteri gastrica sinistra berassal dari truncus coeliacus dan melintas dalam omentum minus ke cardia, lalu membelok secara tajam untuk mengikuti curvatura gastrica minor dan beranastomosis dengan arteri gastrica dextra.

Arteri gastrica dextra dilepaskan dari arteria hepatica dan melintas ke kiri, mengikuti curvatura gastrica major untuk mengadakan anastomosis dengan arteria gastrica sinistra.

Arteria gastroepiploica dextra merupakan cabang arteria gaastroduodenalis dan melintas ke kiri sepanjang curvatura gastrica major, lalu mengadakan anastomosis dengan arteria gastroomentalis (epiploica) sinistra.

Arteria gastroomentalis (epiploica) sinistra berasal dari arteria splenica (lienalis) dan beranastomosis dengan arteria gastroomentalis (epiploica) dextra.

Arteria gastricae breves berasal dari ujung distal arteria splenica (lienalis) dan menuju ke fundus.(Snell,2006 dan Moore,2002)

Vena-vena gaster mengikuti arteri-arteri yang sesuai dalam hal letak dan lintasan. Vena gastrica dextra dan vena gastrica sinistra mencurahkan isinya ke dalam vena portae hepatis, dan venaegastrica breves dan vena gastro-omentalis (epiploica) membawa isinya ke dalam vena splenica(lienalis) yang bersatu dengan vena mesenterica superior untuk membentuk vena portae hepatis. Vena gastro-

Page 4: Refrat Anton

4

omentalis (epiploica) dextra bermuara dalam vena mesenterica superior.(Moore,2002)

Gambar 2.1.3. Pembuluh darah Gaster.

(Moore,2002) Anatomi Klinis Dasar

2.1.4. Drainase Limfatik Gaster

Pembuluh-pembuluh limfe gaster mengikuti arteri-arteri sepanjang curvatura gastrica major curvatura gastrica minor. Pembuluh-pembuluh ini menyalurkan limfe dari permukaan ventral dan permukaan dorsal gaster ke kedua curvatura tersebut untuk dicurahkan ke dalam nodi limphoidei gastrici yang tersebar di tempat tersebut. Pembuluh eferen dari kelenjar limfe ini mengikuti arteri besar ke nodi limphoidei coeliaci.(Snell,2006 dan Moore,2002)

Gambar 2.1.4. Drainase Limfatik Gaster.

(Moore,2002) Anatomi Klinis Dasar

Page 5: Refrat Anton

5

2.1.5. Persarafan GasterPersarafan gaster parasimpatis berasal dari truncus vagalis anterior dan

truncus vagalis posterior serta cabangnya. Persarafan simpatis berasal dari segmen medulla spinalis T6 sampai T9 melalui plexus coeliacus dan disebarkan melalui gastro-omentalis (epiploica). Truncus vagal anterior dan posterior berasal dari plexus oesophagus dan memasuki abdomen melalui hiatus oesophagus. Cabang-cabang hiatus dari n. vagus anterior berjalan ke hepar. Cabang coeliaca dari n. vagus posterior berjalan ke ganglion coeliaca dimana cabang ini kemudian mempersarafi usus ke bagian bawah sampai colon transersum distal. Truncus vagal anterior dan posterior berjalan ke bawah sepanjang kurvatura minor sebagai saraf Latarjet anterior dan posterior di mana terjadi percabangan terminal yang mempersarafi lambung. N. vagus membawa saraf motoris dan sekretoris ke lambung. Saraf sekretoris mempersarafi bagian yang menyekresi asam lambung (korpus).(Snell,2006 dan Moore,2002)

Gambar 2.1.5. Pesarafan Gaster.

(Moore,2002) Anatomi Klinis Dasar

Page 6: Refrat Anton

6

2.2. HISTOLOGI GASTER

Gaster dibagi dalam 3 bagian histologik: kardia, fundus dan korpus, dan pilorus. Fundus dan korpus adalah bagian lambung yang terluas. Dinding lambung terdiri atas empat lapisan : mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.(Janqueiro,2007)

2.2.1. GASTER BAGIAN FUNDUS DAN KORPUS

Mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa. Permukaan lambung dilapisi oleh epitel selapis silindris yang meluas ke dalam dan melapisi foveola gastrica, yaitu invaginasi tubular epitel permukaan. Di fundus, foveola gastrica terletak tidak dalam dan masuk ke dalam mukosa kira-kira seperempat ketebalannya. Di bawah epitel terdapat jaringan ikat longgar lamina propria yang mengisi celah-celah di antara kelenjar gastrika. Batas luar mukosa di bentuk oleh selapis tipis otot polos muskularis mukosa yang terdiri ats lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Berkas tipis otot polos muskularis mukosa meluas ke dalam lamina propria di antara kelenjar gastrika kea rah epirel permukaan.(Janqueiro,2007)

Kelenjar gastrika berhimpitan di dalam lamina propria dan menempati keselurauhan mukosa. Kelenjar gastrika bermuara ke dalam dasar foveola gastrica. Epitel permukaan mukosa lambung mengandung jenis sel yang sama, dari daerah kardia sampai pilorus. Namun, terdapat perbedaan regional pada jenis sel yang menyusun kelenjar gastrika. Dua jenis sel dapat diidentifikasi di kelenjar gastrika. Sel parietal asidofilik terletak di bagian atas kelenjar, sedangkan sel zimogenik (chief cell) basofilik menempati bagian bawah. Daerah di bawah kelenjar pada lamina propria mengandung jaringan limfoid atau nodulus limfoid kecil.(Janqueiro,2007)

Mukosa lambung yang kosong memperlihatkan banyak lipatan temporer yaitu rugae. Rugae terbentuk akibat kontraksi lapisan otot polos, muskularis mukosa. Saat lambung terisi, rugae menghilang dan mukosa tampak licin.(Janqueiro,2007)

Submukosa terletak di bawah muskularis mukosa. Pada lambung kosong, submukosa dapat meluas ke dalam rugae. Submukosa mengandung jaringan ikat padat tidak teratur dan lebih banyak serat kolagen daripada lamina propria. Selain itu, submukosa banyak mengandung pembuluh limfe, kapiler, arteriol besar, dan venula. Di bagian yang lebih dalam pada submukosa terlihat kelompok ganglion parasimpatis pleksus saraf submukosa (Meissner) yang terisolasi.(Janqueiro,2007)

Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan otot polos, masing-masing terorientasi dalam bidang berbeda: lapisan oblik di sebelah dalam,sirkular di

Page 7: Refrat Anton

7

tengah, dan longitudinal di sebelah luar. Lapisan oblik tidak utuh dan tidak selalu tampak pada irisan dinding lambung. Diantara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal terdapat pleksus saraf mienterikus (Auerbach) ganglion parasimpatis dan serat saraf.(Janqueiro,2007)

Serosa terdiri dari lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi muskularis eksterna dan dilapisi oleh mesotel selapis gepeng peritoneum visceral. Serosa dapat mengandung banyak sel adipose. Berikut gambaran histologis dari gaster fundus dan korpus.(Janqueiro,2007)

Gambar 2.2.1. Gaster Fundus dan Korpus

(Janqueiro,2007) Histologi Teks & Atlas

2.2.2. GASTER BAGIAN PILORUS

Di mukosa bagian pilorus lambung, foveola gastrika lebih dalam daripada yang terdapat di daerah korpus atau fundus. Foveola gastrika meluas ke dalam mukosa kira-kira separuh atau lebih ketebalannya. Permukaan lambung dilapisi oleh epitel mukosa selapis silindris yang juga meluas ke dalam dan melapisi foveola gastrica.(Janqueiro,2007)

Kelenjar pilorus bermuara ke dalam dasar foveola gastrica. Kelenjar pilorus adalah kelenjar tubulus bercabang atau bergelung yang mengandung sekresi mukus, terlihat dalam potongan melintang atau memanjang. Serupa

Page 8: Refrat Anton

8

dengan bagian kardia lambung, hanya satu jenis sel terdapat di epitel kelenjar ini. Sel kolumner tinggi kurang terwarnai karena kandungan musigennya. Seperti terlihat di sel mukosa lainnya inti lonjong atau gepeng terletak di basal. Sel enteroendokrin juga terdapat di daerah ini dan dapat ditunjukkan dengan pulasan khusus.(Janqueiro,2007)

Struktur yang lain didaerah pilorus lambung serupa dengan yang terdapat di daerah lain. Lamina propria mengandung jaringan limfoid difus dan kadangkala nodulus limfoid. Di bawah nodulus limfoid terdapat otot polos musjularis mukosa. Serat otot polos dari lapisan sirkular muskularis mukosa berjalan ke atas diantara kelenjar pilorus ke dalam lamina propria dan bagian atas mukosa. Di bawah muskularis mukosa adalah jaringan ikat padat tidak teratur submukosa, yang mengandung pembuluh darah arteriol dan venula dalam berbagai ukuran. Berikut gambaran histologis dari gaster bagian pilorus.(Janqueiro,2007)

Gambar 2.2.2. Gaster Pilorus

(Janqueiro,2007) Histologi Teks & Atlas

Page 9: Refrat Anton

9

2.3. FISIOLOGI LAMBUNG

2.3.1. Fungsi NormalLambung berfungsi sebagai tempat penampungan, yang melepaskan

makanan yang sudah dilunakan, dicampur, tetapi baru sedikit yang di cerna, ke dalam usus. Proses awal emulsifikasi lemak, dan pencernaan protein terjadi disini.lambung mensekresi faktor intrinsik, yang sangat penting untuk asimilasi vitamin B12 di dalam ileum.(Kurt,1999)

Bila makanan meregangkan lambung, “refleks vasovagal” dari lambung ke batang otak dan kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot korpus lambung sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, menampung jumlah makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat lambung berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5 liter. Tekanan dalam lambung tetap rendah sampai batas ini tercapai.(Guyton,2007)

2.3.2. Sekresi LambungMukosa lambung mempunyai dua tipe kelenjar tubular yang penting,

yakni Kelenjar Oksintik (disebut juga kelenjar gastrik), dan Kelenjar Pilorik. Sekresi dari Kelenjar Oksintrik terdiri dari tiga tipe sel: (1) sel leher mukus yang terutama menyekresi mukus; (2) sel peptik (chief) yang menyekresikan sejumlah besar pepsinogen; dan (3) sel parietal (sel oksintrik) yang menyekresi asam hidroklorida dan faktor intrinsik(substansi faktor intinsik yang sangat penting untuk absorpsi vitamin B12 didalam ileum, disekresi oleh sel parietal bersama dengan sekresi asam hidroklorida). Sedangkan Kelenjar Pilorik terutama menyekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus dari asam lambung. Kelenjar tersebut juga menyekresi hormon gastrin.(Guyton,2007)

Kelenjar oksintik terletak pada bagian dalam korpus dan fundus lambung, meliputi 80 persen bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian 20 persen bagian distal lambung.(Guyton,2007)

2.3.3. Gas Dalam Traktus GastrointestinalGas, dapat memasuki traktus gastrointestinal dari tiga sumber yang

berbeda: (1) udara yang ditelan; (2) gas yang terbentuk di dalam perut sebagai hasil kerja bakteri; (3) gas yang berdifusi dari darah ke dalam traktus gastrointestinal. Kebanyakan gas dalam lambung adalah campuran nitrogen dan oksigen yang berasal dari udara yang ditelan. Pada orang secara umum, kebanyakan gas ini dikeluarkan lewat sendawa. Hanya sejumlah kecil gas yang umumnya muncul dalam usus halus, dan banyak dari gas ini merupakan udara yang berjalan dari lambung masuk ke traktus gastrointestinalis.(Guyton,2007)

Dalam usus besar, kebanyakan gas berasal dari kerja bakteri, termasuk khususnya karbondioksida, metana, dan hydrogen. Ketika metana dan hidrogen bercampur secara tepat dengan oksigen, kadang terbentuk campuran yang benar-benar bisa meledak.

Makanan tertentu diketahui menyebabkan pengeluaran flatus yang lebih besar melalui anus dibandingkan makanan yang lain; kacang-kacangan, kubis, bawang, kembang kol, jagung dan makanan tertentu yang mengiritasi seperti cuka. Beberapa dari makanan ini bertindak sebagai medium yang baik untuk bakteri pembentuk gas, terutama tipe karbohidrat yang tak terabsorpsi yang dapat mengalami fermentasi. Contohnya, kacang-kacangan mengandung karbohidrat tak

Page 10: Refrat Anton

10

tercerna yang masuk ke dalam kolon dan merupakan makanan utama bagi bakteri kolon. Tetapi pada keadaan lain, pengeluaran gas yang berlebihan berasal dari usus besar, yang mencetuskan pengeluaran peristaltik cepat gas melalui anus sebelum gas tersebut dapat diabsorpsi.(Guyton,2007)

2.4. PERUT KEMBUNGUntuk memahami perut kembung ada 2 hal yang harus diketahui:

a. Gejala/bloating: merupakan perasaan (subyektif) perut seperti lebih besar dari normal, jadi merupakan suatu tanda atau gejala ketidaknyamanan, merupakan hal yang lebih ringan dari distention.

b. Tanda/distention: merupakan hasil pemeriksaan fisik (obyektif) dimana didapatkan bahwa perut lebih besar dari normal, bisa didapatkan dari observasi saat menggunakan baju jadi  kesempitan dan lambung jelas lebih besar dari biasanya.(Richard,1999)

Ada 3 hal yang dapat menyebabkan membesarnya ukuran perut dan harus dibedakan, yaitu air, udara, dan jaringan dalam perut. Kembung dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Berkelanjutan, biasanya akibat adanya massa atau pembesaran organ dalam perut seperti tumor, cairan (asites), atau jaringan lemak (kegemukan)

b. Sementara/hilang timbul, yang berhubungan dengan peningkatan gas atau cairan dalam lambung, usus halus maupun usus besar.(Kurt,1999)

2.4.1. Mekanisme dan Penyebab Perut Kembunga. Produksi gas yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh bakteri, melalui 3

mekanisme. Pertama, jumlah gas yang dihasilkan oleh setiap individu tidak sama sebab ada bakteri tertentu yang menghasilkan banyak gas sementara yang lainnya tidak. Kedua, makanan yang sulit dicerna dan diabsorbsi di usus halus menyebabkan banyaknya makanan yang sampai di usus besar sehingga makanan yang harus dicerna bakteri akan bertambah dan gas yang dihasilkan bertambah banyak. Contohnya adalah pada kelainan intoleransi laktosa, sumbatan pancreas, dan saluran empedu. Ketiga, karena keadaan tertentu bakteri tumbuh dan berkembang di usus halus dimana biasanya seharusnya di usus besar. Biasanya hal ini berpotensi meningkatkan flatus (buang angin/kentut)

b. Sumbatan mekanis. Sumbatan dapat terjadi di sepanjang lambung sampai rectum, jika bersifat sementara dapat menyebabkan kembung yang bersifat sementara. Contohnya adalah adanya parut di katub lambung yang dapat mengganggu aliran dari lambung ke usus.  Sesudah makan makanan bersama udara tertelan, kemudian setelah 1-2 jam lambung mengeluarkan asam dan cairan dan bercampur dengan makanan untuk membantu pencernaan. Jika terdapat sumbatan yang tidak komplit makan makanan dan hasil pencernaan dapat masuk ke usus dan dapat mengatasi kembung.

Page 11: Refrat Anton

11

Selain itu kondisi feses yang terlalu keras juga dapat menjadi sumbatan yang dapat memperparah kembung.

c. Sumbatan fungsional. Yang dimaksud sumbatan fungsional adalah akibat kelemahan yang tejadi pada  otot lambung dan usus sehingga gerakan dari saluran cerna tidak baik yang menyebabkan pergerakan makanan menjadi lambat sehingga terjadi kembung. Hal ini bisa terjadi pada penyakit gastroparesis, Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan Hirschprung's. Selain itu faktor makanan seperti lemak juga akan memperlambat pergerakan makanan, gas, dan cairan ke saluran cerna bawah yang juga berakibat kembung. Serat yang digunakan untuk mengatasi sembelit juga dapat menyebabkan kembung tanpa adanya peningkatan jumlah gas, namun adanya kembung ini disebabkan oleh melambatnya aliran gas ke usus kecil akibat serat.

d. Hipersensitifitas saluran cerna. Beberapa orang ada yang memang hipersensitif terhadap kembung , mereka merasakan kembung padahal  jumlah makanan, gas, dan cairan di saluran cerna dalam batas normal, biasanya bila mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak.(Richard, 1999 dan Kurt,1999)

2.5 INTOLERANSI LAKTOSASusu merupakan sumber nutrient esensial terutama untuk bayi baru lahir

dan anak yang sedang tumbuh dan berkembang karena mengandung komponen yang diperlukan pada diet yang sehat, antar lain karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Laktosa adalah komponen karbohidrat dalam susu yang akan dihidrolisis di usus halus (paling banyak di jejunum) oleh enzim laktase menjadi glukosa dan galaktosa yang mudah diserap.(IDAI, 2010)

2.5.1 DefisiensiIntoleransi laktosa merupakan sindrom klinis (sakit perut, diare, flatus dan

kembung) yang terjadi setelah mengkonsumsi 2 gram laktosa per-kg berat badan, maksimum 50 gram, dalam 20% larutan (dosis uji toleransi standar terhadap laktosa). Jika terjadi peninggian maksimum kadar glukosa darah tidak lebih dari 20 mg/dl setelah uji toleransi terhadap laktosa, maka keadaan ini disebut malabsorpsi laktosa. (IDAI, 2010)

2.5.2. KejadianScrimshaw dan Murray (1988) serta Sahi (1994) melaporkan prevalensi

maldigesti laktosa secara global. Prevalensi lebih dari 50% terdapat di negara-negara Amerika Selatan, Afrika dan Asia dan mencapai hampir 100% di beberapa negara Asia. Di amerika serikat prevalensi intoleransi laktosa adalah 15% untuk populasi kulit putih, 53% di antara populasi Meksiko-Amerika dan 80% pada populasi kulit hitam. Di negara Eropa prevalensinya bervariasi antara 2% di

Page 12: Refrat Anton

12

Skandinavia sampai 70% di Sisilia. Prevalensi di Negara Australia dan Selandia Baru adalah 6% dan 9%.(IDAI, 2010)

2.5.3. Etiologi Intoleransi laktosa dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu primer

(genetic), sekunder, dan bawaan. Disebut primer bila sindrom klinis yang timbul tanpa riwayat atau penyakit saluran cerna yang mendasari. Jika didapatkan penyakit saluran cerna maka diklasifikasikan sebagai intoleransi laktosa sekunder. Keduanya paling sering dijumpai di klinik. Intoleransi laktosa bawaaan sangat jarang dijumpai dan biasanya bermanifestasi sejak lahir. Gambaran histologist mukosa saluran pencernaan biasanya normal akan tetapi aktivitas enzim laktase di brush-border sangat rendah atau tidak ada sama sekali. (IDAI, 2010)

2.5.4. Patogenesis Pada negara dimana populasi hipolaktasia primer cukup tinggi, seperti di

negara Indonesia maka aktivitas enzim laktase akan berkurang mulai usia 2-3 tahun. Sebaliknya di Finlandia onset kebanyakan terjadi pada masa dewasa muda. Mekanisme tinja cair yang terjadi adalah akibat karbohidrat yang tidak diabsorpsi dengan baik, sehingga terjadi beban osmotik yang meningkat, menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit. Dilatasi usus halus yang terjadi akibat proses osmosis tersebut, akan menginduksi percepatan waktu singgah di usus halus dan hal ini sesuai dengan derajat maldigesti. Waktu singgah yang cepat ini akan menyebabkan proses hidrolisis akan berkurang, karena berkurangnya waktu kontak antara laktosa dan enzim laktase yang tersisa. Gejala perut kembung (distensi abdomen) dan rasa sakit(cramp) yang terjadi berasal dari modifikasi keadaan usus halus dan kolon, seperti waktu singgah dan komposisi flora usus dan hal tersebut mempengaruhi derajat beratnya gejala. Gejala malabsorpsi laktosa bervariasi di antara individu. Jika laktosa dikonsumsi dalam jumlah sedikit tetapi dalam jangka waktu yang lama oleh individu yang intoleransi laktosa, maka flora usus akan beradaptasi terhadap beban laktosa tersebut, sehingga gejala yang timbul akibat gas dan asam di kolon akan berkurang atau hilang. (IDAI, 2010)

2.5.5 Manifestasi klinis Aktivitas enzim laktase yang mulai berkurang pada usia 2-3 tahun (pada

intoleransi laktosa primer), biasanya akan memberikan gejala setelah usia lebih dari 6 tahun, dan hal ini tergantung dari kecepatan penurunan enzim laktase di usus maupun asupan laktosa pada diet. Gejala klinis intoleransi laktosa dapat berupa kembung, sakit perut dan flatus yang terjadi sekitar 1 jam setelah mengkonsumsi susu sapi atau produk susu sapi. Tinja cair disertai flatus yang berlebihan dan rasa mules dapat terjadi beberapa jam kemudian. Pada pemeriksaan fisik jarang disertai gangguan tumbuh (gagal tumbuh atau malnutrisi). Sakit perut yang tidak spesifik dan tidak terfokus biasanya tidak

Page 13: Refrat Anton

13

memberikan rasa sakit yang bermakna pada palpasi dan biasanya hanya dijumpai keadaan kembung pada perut. Peningkatan bising usus (borborygmi) sering terdengar pada saat palpasi ataupun auskultasi di daerah perut. (IDAI, 2010)

2.5.6 Diagnosis Malabsorpsi dapat didiagnosis berdasarkan kombinaaasi manifestasi klinis

dan uji diagnostic antara lain uji toleransi laktosa, uji hidrogen napas (breath hydrogen test) dan pengukuran enzim laktase melalui biopsi usus halus. Cara lain adalah pemeriksaan pH (asam) dan reduksi tinja (> 0,5%). Tetapi cara ini tidak dianjurkan untuk penelitian karena uji ini dinyatakan valid bila pengukuran dilakukan setelah laktosa dikonsumsi, waktu singgah usus harus cepat, tinja dalam keadaan segar dan pemeriksaan dilakukan sesegera mungkin, serta degradasi laktosa dalam kolon oleh bakteri tidak komplit. Pengukuran kadar laktase secara langsung dibandingkan dengan sukrase melalui biopsi jejunum jarang dilakukan karena merupakan pemeriksaan yang invasif. Hal ini sulit diterapkan terutama untuk pasien klinik. Pemeriksaan secara tidak langsung yang sering dilakukan adalah pemeriksaan glukosa darah serial (setiap 2 jam) setelah mengkonsumsi laktosa secara oral (2 g per-kg berat badan, maksimum 50 g laktosa). Jika kadar gula darah tidak meningkat lebih dari 20 mg/dl, maka diagnosis malabsorpsi laktosa dapat ditegakkan. Pemeriksaan yang sederhana dan tidak invasif adalah uji hidrogen napas. Dosis laktosa yang dibutuhkan adalah 2 g laktosa per-kg berat badan dan maksimum 50 g dalam 20% larutan dalam air. Setelah puasa sejak malam hari (4 jam pada bayi kecil), dilakukan uji hidrogen napas dengan cara mengukur udara ekshalasi sebelum mengkonsumsi laktosa dan pada interval 30 menit setelah konsumsi laktosa sampai total 2-3 jam. Produksi hidrogen yang diekskresikan melalui udara napas merupakan hasil fermentasi laktosa yang tidak dapat dicerna oleh bakteri dalam kolon. Pada 30 menit pertama bila terjadi peningkatan < 10 ppm dibandingkan nilai basal dianggap normal, sedangkan peningkatan antara 10-20 ppm dianggap bermakna bila disertai gejala. Nilai peningkatan > 20 ppm dianggap malabrorpsi laktosa. Uji hydrogen napas dapat memberikan hasil yang negatif palsu bila sebelumnya mendapat antibiotik atau bakteri kolon tidak memproduksi hidrogen (sekitar 1% dari populasi). (IDAI, 2010)

2.5.7 TerapiTerapi malabsorpsi laktosa tergantung dari usia anak. Pada anak berusia

kurang dari 5 tahun, malabsorpsi laktosa yang dibuktikan oleh uji hidrogen napas, menunjukkan kerusakan usus halus bila terjadi pasca gastroenteritis. Walaupun demikian beberapa penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari kelompok ini yang memerlukan susu formula rendah laktosa, karena penggantian epitel yang rusak tersebut sangat cepat dan tidak semua infeksi usus akan menyebabkan kerusakab nukosa. Selain itu pada bayi berusia kurang dari 6 bulan

Page 14: Refrat Anton

14

sebaiknya diberikan susu formula normal setelah rehidrasi tercapai. Pada diare persisten sebaiknya upaya pemberian rendah laktosa dengan cara mencampur susu dengan sereal/susu fermentasi daripada dengan air. Pada anak yang berusia lebih dari 5 tahun, malabsorpsi laktosa dapat akibat kadar enzim laktase yang rendah ataupun karena mukosa usus yang rusak pasca gastroenteritis. Jika reduksi ataupun restriksi laktosa dibutuhkan maka perlu substitusi alternative sumber nutrient untuk menghindarkan berkurangnya asupan energy dan protein (sperti live-culture yoghurt) serta kebutuhan kalsium perlu diperhitungkan dalam dietnya. Suplementasi kalsium dapat berupa kalsium glukonat cair (untuk bayi dan anak) atau kalsium karbonat (untuk anak yang lebih besar). Produk lain yang mengandung kalsium antara lain adalah ikan, sayuran dan kacang-kacangan. Terapi lain adalah substitusi enzim laktase yang berasal dari ragi yang dapat berupa preparat tetes (dengan cara menambahkan pada produk susu sapi)ataupun tablet kunyah (yang dikonsumsi sebelum mencerna makanan yang mengandung laktosa). (IDAI, 2010)

2.5.8. PrognosisPada umumnya prognosis intoleransi laktosa cukup baik. Karena penyebab

kelainan bawaan sangat jarang terjadi maka diagnosis alergi protein susu sapi pada bayi perlu dipertimbangkan bila terjadi gejala in toleransi terhadap susu sapi atau produk susu sapi yang dikonsumsi. (IDAI, 2010)

2.5.9. PencegahanUntuk mengurangi bertambah buruknya gejala intoleransi laktosa maka

perlu dicermati untuk menghindarkan susu sapi atau produk susu sapi dalam diet. Kegagalan dalam mengenali “intoleransi laktosa yang sementara” pada bayi maupun anak dapat menyebabkan keluhan diaren kronik dan kembung, sehingga mengganggu masukan makanan yang adekuat. Hal ini merupakan pemicu terjadinya gangguan pertumbuhan pada bayi dan anak. (IDAI, 2010)

2.6. BAKTERI TUMBUH LAMPAUPada saat lahir usus halus dalam keadaan steril, segera setelah persalinan,

organism yang tertelan melalui mulut mulai membuat kolonisasi di saluran cerna. Lambung maupun usus halus tidak mengandung bakteri dalam jumlah yang bermakna seperti halnya usus besar(kolon) yang normalnya mengandung 1010

organisme per mililiter(tabel 1). Mikroflora kolon baru akan berproliferasi di usus halus bila mekanisme klirens di usus halus terganggu, contohnya pada kondisi stasis. (IDAI, 2010)

Page 15: Refrat Anton

15

Tabel 11.1. Flora normal usus di saluran cerna normal

Usus halus proksimal< 106 organisme per-mililiterBakteri aerob, dominasi flora mulutStreptococcus, lactobacillus, Neisseria

Usus halus distal> 109 organisme per-mililiterSejumlah besar bakteri anaerob dan bakteri anaerob fakultatifBacteroides, Escherichia coli, Bifidobacterium

Kolon< 1010 organisme per-mililiterBakteri anaerob dan anaerob fakultatifBacteroides, E. Coli, Bifidobacterium, Clostridium

Sumber : Crabbe

2.6.1. DefinisiSindrom klinis yang terjadi mempunyai sebutan bermacam-macam,

diantaranya adalah stagnant, blind loop, contaminated small bowel, small bowel stasis dan small bowel bacterial overgrowth syndrome (sindrom bakteri tumbuh lampau di usus halus). Karakteristik sindrom ini selain kembung adalah (1)) kolonisasi abnormal usus halus oleh organisme yang biasanya berada di kolon, (2) steatorrhea, dan (3) anemia. (IDAI, 2010)

2.6.2 KejadianKondisi usus halus yang steril tergantung dari sejumlah faktor yang

mengurangi kandungan jumlah kuman serta mencegah kolonisasi kuman. Faktor antibakteri ini dapat berupa sistem imun tubuh ataupun non-imun. Yang termasuk faktor non-imun adalah asam lambung, gerakan peristaltic usus, enzim pencernaan, mucus, katup ileosekal dan kandungan bakteri. Faktor imunitas tubuh terhadap bakteri usus sejak awal kehidupan diperankan oleh antibodi dengan cara mengendalikan kolonisasi bakteri dan penetrasi mukosa oleh bakteri ataupun produk bakteri. Kehilangan kemampuan untuk produksi imunoglobulin(hipogamaglobulinemia) dan defisiensi sIgA sering menyebabkan kolonisasi parasit tertentu seperti Giardia lambia .Imunoglobulin G spesifik dan IgA memepercepat eliminasi parasit usus seperti Giardia dan nematoda. Bakteri tumbuh lampau sering dijumpai pada pasien dengan anemia pernisiosa dan pasien dengan hipogamaglobulinemia disertai akhlorhidria. (IDAI, 2010)

Page 16: Refrat Anton

16

2.6.3 Etiologi

Beberapa faktor predisposisi terjadinya bakteri tumbuh lampau di usus halus dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu (1) kelainan anatomis (divertikula, duplikasi, striktur, stenosis, web, blind loop), (2) gangguan motilitas usus (pseudoobstruction, hilangnya fungsi migratorymotorcomplexes/MMC menyebabkan stasis akibat terganggunya fungsi peristaltic, neuropati otonom pada diabetes, penyakit vaskular kolagen pada skleroderma), (3) adanya lesi yang menyebabkan peningkatan jumlah bakteri usus halus bagian proksimal (akhlorhidria, fistula, dan hilangnya katup ileosekal), dan (4) defisiensi imun penjamu (immunodeficiency, malnutrisi, dan prematuritas). (IDAI, 2010)

2.6.4 Patofisiologi

Jumlah bakteri intralumen usus yang berlebihan akan menyebabkan perubahan sekresi dan produksi metabolit, enzim serta toksin intralumen yang akan merusak mukosa dan selanjutnya akan diabsorpsi. Dampak lanjut terhadap penjamu dapat dibagi bmenjadi 3 kategori yaitu efek intra lumen, efek terhadap mukosa dan efek sistemik(Tabel 11.2).

Tabel 11.2. Bakteri intra-lumen: efek pada penjamu

Efek Intralumen Efek Terhadap Mukosa Efek Sistemik

Dekonjugasi garam empedu Hilangnya disakaridase Absorpsi toksin bakteri, antigen11 α-hidroksilase Kerusakan enterosit Inflamsi hatiDeplesi garam empedu Inflamasi Pembentukan kompleks imunMalabsorpsi lemak Hilang protein Vaskulitis kulitMalabsorpsi vitamin B12 Perdarahan Poliarteritis

Fermentasi asam lemak rantai pendekPelepasan protease, toksin

Sumber : Lichtman

Efek patologis akan maksimal bila bakteri tumbuh lampau menempati usus halus bagian proksimal. Bakteri anaerob intralumen, terutama yang berasal dari tinja, memiliki enzim yang akan mendekonjugasi garam empedu dan mengubah asam kolat dan kenodeoksikolat menjadi asam deoksikolat dan litokolat. Hasil akhirnya adalah menurunkan konsentrasi garam empedu di duodenum dan jejunum, menyebabkan trigliserid dan kolesterol tidak dihidrolisis menjadi misel (campuran asam lemak dan mono serta digliserid) dan garam empedu, melainkan akan banyak terbentuk emulsi yang berbentuk Kristal dan tidak larut dalam air. Akibat lebih lanjut akan terjadi maldigesti lemak dan malabsorpsi lemak. Bakteri intralumen terutama Bacteroides dan coliform juga menggunakan B12 sehingga merupakan competitor dan menyebabkan malabsorpsi vitamin B12 . Bakteri yang

Page 17: Refrat Anton

17

jumlahnya berlebihan tersebut akan memproduksi enzim dan metabolit yang akan dapat merusak mukosa usus. Sebagai akibatnya aktivitas enzim disakaridase akan berkurang akibat lesi mukosa setempat (patchy) yang menyebabkan atrofi vili dan respon inflamasi subepitel. Penelitian pada bayi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara intoleransi karbohidrat dan bakteri tumbuh lampau. Selain hal tersebut akan terjadi hilang protein (hipo-proteinemia) dan anemia akibat kehilangan darah kronik. Produk bakteri dan antigen akan diserap melalui mukosa yang rusak menyebabkan efek sistemik. Penelitian Riordan dan kawan-kawan menunjukkan bahwa bakteri tumbuh lampau di usus halus menyebabkan peningkatan permeabilitas usus pada manusia, sedangkan penelitian lain pada tikus menunjukkan bahwa terjadi peningkatan absorpsi polimer bakteri (peptidoglikan) pada keadaan bakteri tumbuh lampau di usus halus.(IDAI, 2010)

2.6.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis dapat terjadi pada sepertiga pasien, dan variasi gejala dapat ringan sampai berat bahkan menjadi kronis. Gejala yang berat sesuai dengan letak bakteri tumbuh lampau pada usus halus proksimal, sedangkan makin ke distal maka manifestasi gejala makin ringan. Gejala sistemik biasanya terjadi setelah operasi pintas (bypass) usus.Selain gejala klinis dapat terjadi maldigesti lemak, karbohidrat dan protein, serta kehilangan protein endogen melalui usus. Sakit perut yang terjadi adalah akibat intoleransi karbohidrat sekunder. Defisiensi vitamin jarang terdeteksi secara klinis. Defisiensi vitamin B12 dapat dicegah karena terdapatnya cadangan kobalamin yang adekuat dalam tubuh. Anemia defisiensi besi dapat terjadi karena kehilangan besi melalui usus. Asam folat serum akan meningkat karena bakteri tersebut pun memproduksi vitamin K dan asam folat. Pneumoperitoneum dan asites dilaporkan dapat terjadi sekunder akibat bakteri tumbuh lampau.(IDAI, 2010)

Tabel 11.3. Manifestasi klinik bakteri tumbuh lampau di usus halus

Gejala Klasik Gejala lainDiare kronis Berat badan menurunSteatorea Perawakan pendekAnemia Sakit perut

Sistemik Enteropati hilang proteinArtritis HipoalbuminemiaTenosinovitis OsteomalasiaRuam vesikulopustular Rabun senjaEritema nodosum AtaksiaFenomena RaynaudNefritisHepatitisSteatosis hati

Sumber : Lichtman

Page 18: Refrat Anton

18

2.6.6. Diagnosis

Anamnesis yang cermat merupakan hal yang penting untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiagnosis keadaan yang mendasari terjadinya bakteri tumbuh lampau. Riwayat operasi daerah perut sebelumnya perlu ditanyakan karena bakteri tumbuh lampau di usus halus merupakan komplikasi jangka panjang akibat perubahan motilitas atau akibat stasis yang terjadi pada perubahan anatomik tersebut. Pemeriksaan barium meal dengan follow-through dapat mendeteksi adanya striktur usus, divertikel, dan perlambatan waktu singgah. Walaupun demikian hasil pemeriksaan barium meal yang normal tidak dapat mengeksklusi adanya bakteri tumbuh lampau di usus halus yang secara klinis bermakna.

Adanya bakteri anaerob di cairan usus halus bagian proksimal yang bukan merupakan flora normal mulut, perut maupun usus halus proksimal dan jumlahnya lebih dari 106 koloni merupakan baku emas uji diagnostic pada bakteri tumbuh lampau. Misalnya ditemukan spesies Bacteroides. Karena sangat sulit melalukan biakan bakteri anaerob, maka ditemukannya bakteri anaerob fakultatif, seperti strain E.coli, lebih dari 106 koloni pada biakan tersebut dapat merupakan bukti adanya kolonisasi bakteri anaerob.

Pengukuran H2 napas merupakan pemerikaan noninvasif yang dapat digunakan pada anak ataupun bayi. Sel mamalia tidak memproduksi H2 , sedangkan mikroflora kolon komensal pada umumnya memproduksi H2 . Hidrogen yang diproduksi tersebut akan diabsorpsi dan didistribusikan ke seluruh tubuh dan akhirnya dikeluarkan lewat udara napas. Konsumsi karbohidrat yang tidak diserap, seperti laktulosa, akan menyebabkan peningkatan kadar H2 yang dihasilkan yang berkolerasi dengan adanya bakteri tumbuh lampau.

Peningkatan bermakna kadar konjugat asam 5-aminosalisilat ursodeoksikolat monofosfat (5-ASA-UDCA monophospat) di urin pada bakteri tumbuh lampau di usus halus merupakan pemeriksaan noninvasive yang menjanjikan dan masih dalam tahap penelitian.(IDAI, 2010)

Page 19: Refrat Anton

19

Tabel 11.4. Uji diagnostik bakteri tumbuh lampau di usus halus Uji Tapis Uji diagnostik

Pewarnaan Sudan untuk lemak dalam tinja InvasifPengukuran lemak dalam tinja tamping 72 jam Aspirasi duodenumUji Schilling terhadap faktor intrinsik BiakanBarium meal dengan follow-through Bakteri aerob

Bakteri anaerob Ekslusi enteropatogen

yang telah diketahui Garam empedu

dekonjugasi Asam lemak rantai pendekNoninvasif

Indikanuria Asam empedu serum Uji hidrogen napas

Sumber : Lichtman

2.6.7. Terapi

Tatalaksana bakteri tumbuh lampau di usus halus dapat dibagi 3 yaitu koreksi penyakit yang mendasari pemberian antibiotik dan terapi suportif. Penyebab terjadinya bakteri tumbuh lampau di usus halus multi faktor dan sebagian besar dapat dikoreksi secara bedah. Oleh sebab itu evaluasi ke arah penyebab kasus bedah harus dilakukan dengan cermat. Gejala akut penyakit Crohn, sebagai penyakit yang mendasari, bila diberikan steroid akan memperbaiki keadaan. Pemberian cisaprid untuk gangguan motilitas pada pseudoobstruksi usus dilaporkan efektif.

Pemilihan jenis antibiotik berdasarkan efektivitasnya terhadapat Bacteroides. Pilihan yang utama adalah metronidazol dan dapat diberikan selama 2 sampai 4 minggu. Bila terjadi kekambuhan dapat diberikan antibiotic dengan spectrum luas, seperti trimetoprim-sulfametoksazol atau gentamisin. Kloramfenikol dan linkomisisn sebaiknya digunakan bila terhadap antibiotik yang lain telah resisten. Penggunaan probiotik merupakan alternative terapi yang saat ini dilaporkan cukup efektif untuk terapi bakteri tumbuh lampau.

Terapi suportif terutama untuk mencegah komplikasi metabolik dan defisit nutrient. Pemberian nutrisi dengan bahan dasar yang mudah dicerna dan rendah lemak(mengandung asam lemak rantai sedang), sangat diperlukan untuk menjaga tumbuh kembang yang normal. Pemberiaan suplementasi vitamin yang larut dalam lemak perlu untuk mencegah komplikasi rabun senja, osteomalasia, ataupun kelainan neurologis.(IDAI, 2010)

Page 20: Refrat Anton

20

2.6.8. Prognosis

Prognosis tergantung dari penyakit yang mendasari dan respon terhadap terapi.(IDAI, 2010)

2.7. DISPEPSIAMenurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang

menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek”. Menurut Konsensus Roma tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas. Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. (Kurt,1999)

2.7.1. Klasifikasi Dispepsia Penyebab dispepsia pada anak-anak adalah memberi makan terlalu banyak

atau susu kaleng yang tidak cocok. Namun kadang-kadang dapat pula timbul karena penyakit, misalnya tukak lambung. Penyebab timbulnya gejala dispepsia sangat banyak sehingga diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya penyebab dispepsia yaitu :2.7.2. Dispepsia Organik

Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.12 Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :a. Dispepsia Tukak Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum.

b. Refluks Gastroesofageal Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam terutama setelah makan.

Page 21: Refrat Anton

21

c. Ulkus Peptik Ulkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau pada

divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan. Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum : 1. Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam yang makin banyak. 2. Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin. 3. Peningkatan respon gastrin terhadap makanan 4. Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah pengasaman isi lambung. 5. Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan akibat masuknya asam ke duodenum. Menurunnya resistensi mukosa duodenum terhadap asam lambung dan pepsin dapat berperan penting. Insiden ulkus peptik meningkat pada kegagalan ginjal kronik. Ulkus juga dapat berkaitan dengan hiperparatiroidisme, sirosis, penyakit paru dan jantung. Kortikosteroid meningkatkan resiko ulkus peptik dan perdarahan saluran pencernaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ulkus peptik antara lain merokok, golongan darah O, penyakit hati kronik, penyakit paru kronik dan pankreatitis kronik. Gastritis atrofik kronik, refluks empedu dan golongan darah A merupakan predisposisi untuk ulkus lambung.

d. Penyakit Saluran Empedu Sindroma dispepsia ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.

e. Karsinoma Karsinoma dari saluran makan (esophagus, lambung, pancreas dan kolon) sering menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri perut. Keluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia dan berat badan menurun.

f. Pankreatitis Rasa nyeri timbul mendadak yang menjalar ke punggung. Perut terasa makin tegang dan kembung.

g. Dispepsia pada sindrom malabsorbsi Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir.

Page 22: Refrat Anton

22

h. Dispepsia akibat obat-obatan Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya obat golongan NSAIDs, teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin dan lain-lain).

i. Gangguan Metabolisme Diabetes Mellitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan

lambung yang lambat sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroid menyebabkan timbulnya hipomotilitas lambung. (Kurt,1999 dan Richard,1999 )

Dispepsia akibat infeksi bakteri Helicobacter pylori Helicobacter pylori adalah sejenis kuman yang terdapat dalam lambung

dan berkaitan dengan keganasan lambung. Hal penting dari Helicobacter pylori adalah sifatnya menetap seumur hidup, selalu aktif dan dapat menular bila tidak dieradikasi. Helicobacter ini diyakini merusak mekanisme pertahanan pejamu dan merusak jaringan. Helicobacter pylori dapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi hipergastrinemia. (Kurt,1999)

2.7.3. Dispepsia Fungsional Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang

telah berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology dan endoskopi. Dalam konsensus Roma II, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut : sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu terakhir, terus menerus atau kambuh (perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di perutbagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan endoskopi) yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya.Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat. Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :a. Sekresi Asam Lambung

Page 23: Refrat Anton

23

Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau hiposekresi. b. Dismotilitas Gastrointestinal

Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus. c. Diet dan Faktor Lingkungan

Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal.

d. Psikologik Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral.( Richard,1999). 2.7.4. Mekanisme DispepsiaSalah satu infectious agent dispepsia adalah Helicobacter pylori. Sebagian besar individu yang terinfeksi tetap asimptomatik sepanjang hidupnya dan sebagian berkembang menjadi tukak peptik atau keganasan. Pada tukak peptik/keganasan dapat terjadi perdarahan dan akhirnya kematian. Helicobacter pylori dalam tubuh akan timbul di dalam lambung, oleh karena itu dianggap masuknya organisme ini dianggap dapat melalui air liur, muntahan atau melalui tinja. Cara penularan Helicobacter pylori masih belum diketahui secara pasti. Penularan kemungkinan melalui oral-oral, fecal-oral atau gastro-oral.

Air liur dianggap sebagai sumber penularan yang potensial, karena air liur dapat mengikuti regurgitasi atau muntah sehingga mikroorganisme lambung dapat mencapai rongga mulut. Muntahan diduga bisa menjadi sumber penularan, Galal dkk berhasil melakukan biakan dari muntahan pada sebagian subjek penelitiannya. Pada penelitian lain Parsonnet melakukan biakan pada bahan muntahan, air liur dan tinja. Hasilnya menunjukkan bahwa bahan muntahan mengandung jumlah kuman terbanyak dibandingkan dengan air liur dan tinja. Rute fekal-oral dianggap merupakan jalur utama infeksi enterik tetapi pada kenyataannya Helicobacter pylori dari sediaan tinja sulit ditemukan. (Richard,1999)

Page 24: Refrat Anton

24

2.7.5. Epidemiologi Dispepsia a. Manusia 1. Umur Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas umur 45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti Helicobacter pylori pada anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-75% pada populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%. 2. Jenis Kelamin Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan insidennya 2 : 1.5 Penelitian yang dilakukan Tarigan di RSUP. Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita dispepsia fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan sebanyak 13 orang (59,1%).3. Etnik Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi pada kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit putih. Di kalangan Aborigin frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun kondisi hygiene dan sanitasi jelek. Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit dalam sub bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun 2001, diperoleh proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang (45,5%), Karo 6 orang (27,3%), Jawa 4 orang (18,2%), Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada kelompok dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang (13,6%), Nias 1 orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).15 4. Golongan Darah Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang berkaitan dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori. (Richard,1999)

b. Tempat Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya, sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8 tahun terinfeksi setiaptahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.(Richard,1999) c. Waktu

Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi yang memjalankan puasa. Penelitian di Turki pada tahun 1994, ditemukan terjadi peningkatan kasus dengan komplikasi tukak selama bulan ramadhan dibandingkan bulan lain. Penelitian di Paris tahun 1994 yang melibatkan 13 sukarelawan yang

Page 25: Refrat Anton

25

melaksanakan ibadah puasa membuktikan adanya peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin selama berpuasa dan kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai. (Richard,1999)

2.7.6. Determinan a. Host/Penjamu

Penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit.

1. Umur dan Jenis kelamin Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eddy Bagus di Unit Endoskopi Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001 diperoleh penderita dispepsia terbanyak pada usia 30 sampai 50 tahun. Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan insidennya 2:1.

2. Stress dan Faktor Psikososial Stres dan faktor psikososial diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna menimbulkan perubahan sekresi dan vaskularisasi. Dispepsia non ulser sebagai suatu kelainan fungsional dapat dipengaruhi emosi sehingga dikenal dengan istilah dispepsia nervosa.Penelitian yang dilakukan Mudjadid dan Manan mendapatkan 40% kasus dispepsia disertai dengan gangguan kejiwaan dalam bentuk anxietas, depresi atau kombinasi keduanya. (Richard,1999) b. Agent

Agent sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.

1. Helicobacter Pylori Agent yang dapat menimbulkan dispepsia adalah Helicobacter pylori. Helicobacter pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini disebabkan ammonia, cytotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini dan bersifat merusak mukosa lambung. 2. Obat-Obatan Sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan beberapa iritasi gastrointestinal sehingga mengakibatkan mual, mual dan nyeri di ulu hati. Misalnya NSAIDs, aspirin, potassium supplemen dan obat lainnya. 3. Ketidaktoleransian Pada Makanan

Page 26: Refrat Anton

26

Sejumlah makanan dapat menimbulkan dispepsia, diantaranya adalah jeruk, makanan pedas, alkohol, makanan berlemak dan kopi. Mekanisme oleh makanan yang menimbulkan dispepsia termasuk kelebihan makan, kegagalan pengosongan gastrik, iritasi dan mukosa lambung. 4. Gaya Hidup Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah pengkonsumsi rokok, minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah banyak dan makan makanan yang mengandung asam. (Kurt,1999) c. Environment

Lingkungan merupakan factor yang menunjang terjadinya penyakit. Faktor ini disebut sebagai faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial ekonomi.

1. Lingkungan Fisik Penyebaran dispepsia pada umumnya terdapat di lingkungan yang padat penduduknya, soioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan dengan negara maju.

2. Lingkungan Sosial Ekonomi Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hatono di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar tahun 2001-2002, diperoleh bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah penderita dispepsia pada tenaga kerja di PT tersebut, hal ini karena pengaruh bising yang dihasilkan mesin pabrik kepada stress pekerja. (Richard,1999)

2.7.7. Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominant membagi dispepsia menjadi tiga tipe :1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala: nyeri epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid, nyeri saat lapar dan nyeri episodik.

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala: mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan, mual, muntah dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan.

3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas). (Kurt,1999)

2.7.9 Pencegahan Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut :

Page 27: Refrat Anton

27

1. Pencegahan Primer (Primary Prevention) Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai : a. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia.

b. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan penyediaan air bersih.

c. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya.

d. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta merokok.

2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagmosis and Prompt Treatment). a. Diagnosis Dini (Early Diagnosis) Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi anamnese yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi. Bila seorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah telah berlangsung lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan yaitu :a.1. Laboratorium Pemeriksaan labortorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah, urine, tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika cairan tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorbsi. Dan pada pemeriksaan urine, jika ditemukan adanya perubahan warna normal urine maka dapat disimpulkan terjadi gangguan ginjal. Seorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya. a.2. Radiologis Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara

Page 28: Refrat Anton

28

radiologist akan tampak massa yang irregular, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. a.3. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis. Yang perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di lambung yang sering ditemukan adalah tanda peradangan tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan parsdesenden, tumor jinak dan ganas yang divertikel.Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus, lambung maupun duodenum maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak. Sedangkan bila ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak. Pada pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Helicobacter pylori, dimana cairan tersebut diambil dan ditumbuhkan dalam media Helicobacter pylori. Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi Helicobacter pylori dikerjakan dengan metode Passive Haem Aglutination (PHA), dengan cara menempelkan antigen pada permukaan sel darah merah sehingga terjadi proses aglutinasi yang dapat diamati secara mikroskopik. Bila di dalam serum sampel terdapat anti Helicobacter pylori maka akan terjadi aglutinasi dan dinyatakan positif terinfeksi Helicobacter pylori. a.4. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) merupakan saran diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk membantu menetukan diagnostik dari suatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada pasien dispepsia terutama bila dugaan kearah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esophagus dan lambung.b. Pengobatan Segera (Prompt Treatment) b.1. Diet mempunyai peranan yang sangat penting. Dasar diet tersebut adalah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan dalam lambung dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCL. b.2. Perbaikan keadaan umum penderita b.3. Pemasangan infus untuk pemberian cairan, elektrolit dan nutrisi. b.4. Penjelasan penyakit kepada penderita. Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan penderita dispepsia adalah antasida, antikolinergik, sitoprotektif dan lain-lain. 3. Pencegahan Tertiera. Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.

Page 29: Refrat Anton

29

b. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat. (Kurt,1999)

2.8 Irritable Bowel Syndrom(IBS)

Irritable bowel syndrome (IBS) adalah satu dari penyakit-penyakit usus yang paling umum dan mempengaruhi suatu perkiraan dari 15% orang-orang di Amerika. Istilah, lain  untuk IBS adalah spastic colon, spastic colitis, dan mucous colitis.

Ketika IBS adalah suatu penyakit fungsional utama, adalah penting untuk menyebutkan suatu penyakit fungsional utama kedua dirujuk sebagai dyspepsia, atau dyspepsia fungsional. Gejala-gejala dari dyspepsia diperkirakan berasal dari saluran pencernaan bagian atas; kerongkongan, lambung, dan bagian pertama dari usus kecil. Gejala-gejala termasuk ketidakenakan perut bagian atas, perut kembung (perasaan subyektif dari kepenuhan perut tanpa penggelembungan yang obyektif), atau penggelembungan yang obyektif (pembengkakan atau pembesaran). Gejala-gejala mungkin atau mungkin tidak berhubungan dengan makanan-makanan. Mungkin ada mual dengan atau tanpa muntah dan cepat kenyang (suatu perasaan kekenyangan setelah makan hanya sejumlah kecil makanan). (Kurt,1999)

2.8.1 Tanda dan Gejala

Irritable Bowel Syndrome adalah salah satu gangguan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan perubahan kebiasaan BAB, nyeri perut, dan tidak ditemukan adanya organism penyebab kelainan tersebut. Sindrom ini merupakan sindrom yang paling banyak ditemukan dari seluruh penyakit saluran pencernaan dalam sehari-hari. IBS dapat digolongkan menurut gejala paling dominan, yakni IBS- A (nyeri perut merupakan gejala yang paling dominan), IBS-C ( konstipasi merupakan gejala yang paling dominan), dan IBS-D (diare merupakan gejala yang paling dominan).

Irritable Bowel Syndrome selalu diderita pertama kali sebelum umur 30 tahun, bahkan anak-anak dan remajapun sering mengalaminya. Perbandingan wanita menderita sindrom ini 2x lebih banyak daripada pria. Gejala utama dari IBS adalah nyeri atau rasa tidak enak di bagian perut disertai dengan diare yang berkala atau konstipasi. Beberapa gejala lain yang sering dialami penderita IBS adalah : kembung, nyeri bertambah hebat sewaktu-waktu, peningkatan frekuensi BAB dan seringkali terasa sakit saat BAB, adanya lendir pada tinja, perasaan tidak tuntas BAB. (Richard,1999)

Page 30: Refrat Anton

30

Ada satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengatakan gejala yang diderita seseorang sebagai sindrom ini, yakni Rome criteria. Kriteria tersebut adalah : mengalami nyeri atau rasa tidak enak di bagian perut paling sedikit 3 hari dalam sebulan selama 3 bulan terakhir disertai dengan dua atau lebih gejala berikut :

1. Perubahan kebiasaan BAB (diare atau konstipasi)2. Adanya perubahan dalam frekuensi tinja.3. Adanya perubahan dalam konsistensi tinja.

2.8.2 Penyebab IBSSampai sekarang, penyebab IBS masih belum diketahui, namun ada

beberapa hipotesis yang mencoba menjelaskannya. Berbagai laporan ilmiah menyebutkan bahwa IBS berkaitan dengan alergi makanan atau hipersensitif makanan.

2.8.3 Mendiagnosis IBSThe Rome II CriteriaGejala-gejala dari IBS adalah beragam dan tidak konsisten diantara pasien-

pasien. Lebih dari itu, tidak ada tes-tes abnormal yang secara karakteristik dapat digunakan untu mendiagnosis IBS. Semua ini telah membuatnya menjadi sulit untuk menetapkan IBS dan mengidentifikasi pasien-pasien, terutama untuk studi-studi penelitian. Pada tahun 1999, suatu grup dari penyelidik-penyelidik internasional bertemu di Rome untuk kedua kalinya (Rome II). Disana, mereka mengembangkan suatu set dari kriteria untuk gejala-gejala yang digunakan untuk mendiagnosis IBS.

Kriteria Rome II menyatakan bahwa dalam rangka untuk terdiagnosis dengan IBS, seorang pasien harus telah menderita nyeri perut atau ketidaknyamanan untuk 12 minggu atau lebih (tidak perlu harus minggu yang berurutan) dalam 12 bulan sebelumnya. Nyeri atau ketidaknyamanan harus mempunyai dua dari tiga ciri-ciri berikut:

a. Pembebasan dengan pembuangan air besarb. Serangan yang berhubungan dengan suatu perubahan dalam

frekwensi fecesc. Serangan yang berhubungan dengan suatu perubahan dalam bentuk

dari feces

Gejala-gejala lain yang tidak penting, namun mendukung suatu diagnosis dari IBS, adalah: (1) frekwensi abnormal dari feces-feces (lebih dari 3/per hari atau kurang dari 3/per minggu); (2) bentuk feces yang abnormal (bergumpal-gumpal dan keras, atau lepas dan berair); (3) pengeluaran feces yang abnormal (ngeden, kebelet, atau perasaan-perasaan belum bersih buang air besarnya); (4)

Page 31: Refrat Anton

31

pengeluaran lendir; dan (5) kembung (merasakan penggelembungan perut, atau pembesaran).

Kriteria Rome II adalah agak spesifik untuk suatu diagnosis dari IBS. Pada intinya, mereka memerlukan kehadiran dari nyeri perut berkepanjangan atau ketidaknyamanan yang pada beberapa cara berhubungan dengan suatu perubahan dalam pola pembuangan air besar. Gejala-gejala dari dyspepsia (mual atau ketidaknyamanan perut setelah makan-makan), penggelembungan perut, dan kentut yang meningkat sendirian tidak jatuh didalam definisi ini. Meskipun demikian, banyak pasien-pasien mempunyai gejala-gejala ini bersama-sama dengan gejala-gejala dari IBS adalah tidak jelas apakah pasien-pasien ini mempunyai satu persoalan (IBS) atau lebih dari satu persoalan. (IDAI, 2010)

2.8.4 Memastikan Diagnosis

Diagnosis Irritable Bowel Syndrome yang disebabkan  alergi atau hipersensitif makanan dibuat bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.

Untuk memastikan makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit.

Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children Allergy clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”. Bila setelah dilakukan eliminasi beberapa penyebab alergi makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam gangguan muntah tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan.

Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui penyebab alergi adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdiri dari tes gores, tes tusuk atau tes suntik. PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA ALERGI ATAU TIDAK, BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali terdapat false negatif, artinya hasil negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal inilah maka sebaiknya tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya berdasarkan tes kulit ini.  

Page 32: Refrat Anton

32

Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat kontroversial atau ”unproven diagnosis”. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi profesi alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang menjadi perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang sering memperberat permasalahan alergi yang ada

Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau dokter. Di bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara klinis sebagai alat diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu baik. Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial tersebut adalah Applied Kinesiology, VEGA Testing (Electrodermal Test,bioresonansi), Hair Analysis Testing in Allergy, Auriculo-cardiac reflex, Provocation-Neutralisation Tests, Nampudripad’s Allergy Elimination Technique (NAET), Beware of anecdotal and unsubstantiated allergy tests. (IDAI, 2010 dan Richard,1999)

 2.8.5 Penatalaksanaan

Penanganan Irritable Bowel Syndrome  karena alergi dan hipersensitifitas makanan pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.    

Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya dibandingkan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau membaca label makanan.  

Obat-obatan simtomatis seperti pencahar, anti histamine (AH1 dan AH2), ketotifen, ketotofen, kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi gejala sementara bahkan dlamkeadaan tertentu seringkali tidak bermanfaat, umumnya mempunyai efisiensi rendah.

Page 33: Refrat Anton

33

Sedangkan penggunaan imunoterapi dan natrium kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga sekarang. (Kurt,1999)

2.8.6  Terapi Obat

1. Pada tahun 2002, FDA menyetujui tegaserod (Zelnorm), obat pertama yang khas untuk perawatan dari nyeri perut dan sembelit pada wanita-wanita dengan IBS.

2. Suatu obat yang serupa tegaserod, disebut cisapride atau Propulsid3. Obat yang paling luas dipelajari untuk perawatan diare pada IBS adalah

loperamide (Imodium).4. Alosetron , seperti tegaserod, mempengaruhi reseptor-reseptor serotonin.

Alosetron, dengan menghalangi reseptor-reseptor 5-HT3, mencegah serotonin dari pengikatan dan dengan demikian mencegah kontraksi-kontraksi.

5. Obat-obat yang paling luas dipelajari untuk perawatan nyeri perut adalah suatu kelompok dari obat-obat yang disebut smooth-muscle relaxants. Smooth muscle relaxants yang umum digunakan adalah hyoscyamine (contoh, Levsin) dan methscopolamine (contoh, Pamine). Obat-obat lain menggabungkan smooth muscle relaxants dengan suatu obat penenang (contoh, Donnatal), namun tidak ada bukti bahwa tambahan dari obat-obat penenang menambah pada keefektifan dari perawatan.

Obat-obat psikotropik yang umum digunakan termasuk tricyclic antidepressants, amitriptyline (Elavil), desipramine (Norpramine), dan trimipramine (Surmontil). Meskipun studi-studi membesarkan hati, masih belum jelas apakah kelompok-kelompok yang lebih baru dari antidepressants, serotonin-reuptake inhibitors, seperti fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil) adalah efektif 

Pengobatan Irritable Bowel Syndrome karena alergi dan hipersensitifitas makanan yang baik adalah dengan menanggulangi penyebabnya. Bila gangguan sulit makan yang dialami disebabkan karena gangguan alergi dan hipersensitifitas makanan, penanganan terbaik adalah menunda atau menghindari makanan sebagai penyebab tersebut.    

Konsumsi obat-obatan saluran cerna atau pencahar, pola makan serat, buah dan air putih banyak, terapi tradisional ataupun beberapa cara dan strategi untuk menangani Irritable Bowel Syndrome tidak akan berhasil selama penyebab utama  alergi dan hipersensitifitas makanan tidak diperbaiki. (Richard,1999 dan Kurt, 1999)

Page 34: Refrat Anton

34

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Lambung berfungsi sebagai tempat penampungan, yang melepaskan makanan yang sudah dilunakan, dicampur, tetapi baru sedikit yang di cerna, ke dalam usus. Lambung menampung jumlah makanan yang makin lama makin banyak sampai suatu batas saat lambung berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5 liter.

Sekresi mukosa lambung mempunyai dua tipe kelenjar tubular yang penting, yakni Kelenjar Oksintik (disebut juga kelenjar gastrik), dan Kelenjar Pilorik.

Gas, dapat memasuki traktus gastrointestinal dari tiga sumber yang berbeda: (1) udara yang ditelan; (2) gas yang terbentuk di dalam perut sebagai hasil kerja bakteri; (3) gas yang berdifusi dari darah ke dalam traktus gastrointestinal. Dalam usus besar, kebanyakan gas berasal dari kerja bakteri, termasuk khususnya karbondioksida, metana, dan hydrogen.

Makanan tertentu diketahui menyebabkan pengeluaran flatus yang lebih besar melalui anus dibandingkan makanan yang lain; kacang-kacangan, kubis, bawang, kembang kol, jagung dan makanan tertentu yang mengiritasi seperti cuka.

Ada 2 hal yang harus diketahui untuk identifikasi perut kembung, yaitu: (1) gejala/bloating; (2) tanda/distensi. Kembung dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu a) berkelanjutan; ataukah b) sementara/hilang-timbul.

Mekanisme dan penyebab perut kembung, yaitu: (1) produksi gas yang berlebihan; (2) sumbatan mekanis; (3) sumbatan fungsional; (4) hipersensitifitas saluran cerna.

Penyebab terjadinya kembung tersering pada anak adalah intoleransi laktosa, bakteri tumbuh lampau dan gangguan fungsional saluran cerna (antara lain dyspepsia, irritable bowel syndrome/ IBS)

Page 35: Refrat Anton

35

DAFTAR PUSTAKA

Guyton A.C., Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta. EGC.

2007.

Junqueira, L.C dan Carneiro, J. Histologi Dasar Teks & Atlas. Jakarta. EGC.

2007.

Kurt j. isselbacher et al. Editor edisi bahasa Indonesia. Ahmad h. asdie. Harrison

Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. EGC. 1999.

Moore, K.L dan Agur, A.M.R. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta. Hipokrates. 2002.

Richard e. Behrman, Robert m. kliegman, ann m. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson vol 2. Jakarta. EGC. 1999.

Snell, R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta. EGC.

2006.

IDAI. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta. IDAI. 2010

Page 36: Refrat Anton

36

REFERAT

Meteorismus pada anak

Diajukan Kepada :

dr. M.Mukhson, Sp.A

Disusun oleh :

Anton Christian O.S G1A211080

SMF PENYAKIT ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2012