d2075-wulan tri wahyuni.pdf

142

Click here to load reader

Upload: vohuong

Post on 11-Dec-2016

295 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE DETEKSI NEURAMINIDASE

BERDASARKAN REAKSI INHIBISI ENZIMATIK OLEH ZANAMIVIR

MENGGUNAKAN ELEKTRODA BORON DOPED DIAMOND

TERMODIFIKASI EMAS

DISERTASI

WULAN TRI WAHYUNI S

NPM. 1206199185

PROGRAM STUDI S3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JUNI 2015

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 2: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE DETEKSI NEURAMINIDASE

BERDASARKAN REAKSI INHIBISI ENZIMATIK OLEH ZANAMIVIR

MENGGUNAKAN ELEKTRODA BORON DOPED DIAMOND

TERMODIFIKASI EMAS

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor dalam Ilmu Kimia

WULAN TRI WAHYUNI S

NPM. 1206199185

PROGRAM STUDI S3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JUNI 2015

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 3: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 4: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

ATA

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 5: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

PENGANTAR

Puji dan syukur mendalam penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat, karunia, kemurahan, dan pertolongan-Nya sehingga Disertasi

dengan judul “Pengembangan Metode Deteksi Neuraminidase Berdasarkan

Reaksi Inhibisi Enzimatik Oleh Zanamivir Menggunakan Elektroda Boron

Doped Diamond Termodifikasi Emas” berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Dr. Ivandini Tribidasari Anggraningrum selaku promotor dan Dr. Endang Saepudin

selaku kopromotor atas bimbingan, arahan, dan diskusi sehingga penelitian dan

penyusunan disertasi ini dapat berjalan dengan baik.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Dr. rer.nat. Abdul Haris dan Ketua

Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Indonesia Dr. Endang Saepudin atas

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan program Doktor pada Program Studi

Ilmu Kimia FMIPA UI. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Asep

Saepumillah selaku ketua Program Pascasarjana Ilmu Kimia dan seluruh staf pengajar

program S3 Ilmu Kimia atas ilmu dan diskusi yang sangat berguna selama penulis

menempuh pendidikan S3 Ilmu Kimia di Fakultas MIPA Universitas Indonesia.

Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Tim Penguji

Prof. Usman Sumo Friend Tambunan, Dr. Jarnuzi Gunlazuardi, Dr. Herry Cahyana,

Dr. Rahmat Wibowo, Prof. Yasuaki Einaga, dan Dr. Cuk Imawan atas masukan dan

saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan disertasi ini.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada

Prof. Yasuaki Einaga atas kesempatan yang berharga bagi penulis untuk menjalankan

program sandwich-like dan bergabung dalam group riset yang dipimpinnya di Keio

University Jepang, serta atas diskusi yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam

menyelesaikan penelitian serta menyusun naskah publikasi internasional. Pada

kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktorat

Pendidikan Tinggi atas beasiswa sandwich-like tahun anggaran 2014 yang diberikan

kepada penulis.

Penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada Prof. Tun Tedja Irawadi

selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB periode 2009-2013 dan Prof. Dr.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 6: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Purwantiningsih selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB periode 2013-2018

atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengembangkan diri dan

menuntut ilmu pada jenjang S3 di Universitas Indonesia. Ungkapan terima kasih yang

tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman selaku kepala divisi

Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB atas begitu banyak nasehat, dorongan,

dukungan, dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengembangkan diri

sejak pertama kali penulis menjadi staf pengajar di Divisi Kimia Analitik hingga saat

ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada

keluarga besar Departemen Kimia FMIPA IPB, khususnya keluarga besar divisi

Kimia Analitik atas dukungan, bantuan, dan kerjasama yang diberikan selama penulis

menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar

Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB atas dukungan yang diberikan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan hormat yang sedalam-dalamnya

kepada orang tua terkasih Bapak B. Saepudin, ibu Titi Rohayati, dan Ibu Hartini atas

doa dan dukungan tiada henti yang diberikan kepada penulis. Terima kasih penulis

sampaikan kepada Budi Riza Putra, M.Si serta kepada kakak dan adik penulis atas

doa dan dukungan yang diberikan.

Tidak lupa penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada seluruh anggota Bioelectrochemistry Research Group dan Einaga

Research Group atas kebersamaan dan diskusi hangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga

disampaikan kepada teman seperjuangan di program S3 Ilmu Kimia angkatan 2012

atas pertemanan dan silaturahmi yang berkesan. Kepada semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, disampaikan ucapan terima kasih mendalam atas

dukungan dan bantuan yang diberikan.

Dengan memohon keridhoan Allah SWT, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Depok, 4 Juni 2015

Penulis

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 7: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 8: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

ABSTRAK

Nama : Wulan Tri Wahyuni S

Program Studi : Ilmu Kimia

Judul : Pengembangan Metode Deteksi Neuraminidase Berdasarkan

Reaksi Inhibisi Enzimatik Oleh Zanamivir Menggunakan

Elektroda Boron Doped Diamond Termodifikasi Emas

Neuraminidase (NA) merupakan enzim yang dapat dimiliki oleh virus, mikroba, dan

mamalia, termasuk di antaranya mikroba dan virus patogen. Deteksi NA merupakan

aspek penting dalam upaya mengawasi penyebaran penyakit infeksi yang disebabkan

oleh mikroba dan virus patogen tersebut. Di samping itu, analisis kuantitatif NA

penting dalam penentuan komposisi vaksin. Pada penelitian ini dikembangkan metode

deteksi NA dengan teknik elektrokimia berdasarkan inhibisi NA oleh zanamivir.

Deteksi NA dilakukan berdasarkan perubahan respon elektrokimia zanamivir dalam

buffer fosfat pH 5,5 saat terdapat NA dan tidak. Elektroda Boron doped diamond

termodifikasi emas, yaitu Au-BDD dan AuNPs-BDD digunakan sebagai elektroda

kerja dan pengukuran dilakukan menggunakan teknik voltametri siklik. Deteksi NA

dikembangkan juga pada sistem magnetic beads dan sistem strip test. Pengembangan

sistem magnetic beads dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan sensitivitas

deteksi, sementara sistem strip test merupakan pengembangan awal untuk membuat

piranti praktis pengukuran NA. Pengaruh mucin terhadap performa deteksi NA

diamati dengan menggunakan mucin submaxillary 0,33 mg/mL. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa terjadi korelasi linear antara konsentrasi zanamivir dengan

intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda BDD termodifikasi

emas. Linearitas pengukuran zanamivir berdasarkan puncak arus reduksi emas pada

elektroda Au-BDD diperoleh pada kisaran 5 x 10-6

- 1 x 10-4

M (R2 = 0,990) dengan

limit deteksi (LOD) 1,49 x 10-6

M, sementara pada elektroda AuNPs-BDD diperoleh

pada kisaran konsentrasi 1 x 10-6

- 1 x 10-5

M (R2 = 0,998) dengan LOD 2,29 x 10

-6

M. Keberadaan NA menyebabkan konsentrasi zanamivir bebas dalam larutan

berkurang dan menurunkan zanamivir yang teradsorpsi pada permukaan selektroda.

Akibatnya puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-

BDD meningkat. Kalibrasi linear konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi Au

pada elektroda Au-BDD diperoleh pada kisaran 0 – 15 mU (R2 = 0,996) dengan LOD

0,25 mU dan %RSD 1,18 %, sementara kisaran linear 0 – 12 mU (R2 = 0,997), LOD

0,12 mU, dan %RSD 2,49% diperoleh saat pengukuran dilakukan dengan elektroda

AuNPs-BDD. Keberadaan mucin tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap

deteksi NA dengan metode yang dikembangkan. Sistem magnetic beads belum

berhasil meningkatkan sensitivitas deteksi NA. Nilai LOD pengukuran yang diperoleh

ialah sebesar 0,64 mU pada kisaran linear 0 – 8 mU. Deteksi NA pada sistem strip test

yang dikombinasikan dengan pengukuran elektrokimia telah berhasil dikembangkan

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 9: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

pada kisaran linear 0 - 15 mU dengan nilai LOD sebesar 0,26 mU. Deteksi NA dalam

matriks mucin dapat dilakukan pada sistem strip test sekalipun keberadaan mucin

dilaporkan dapat menurunkan presisi pengukuran.

Kata Kunci : Neuraminidase, zanamivir, voltametri, BDD termodifikasi emas,

magnetic beads, strip test, mucin

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 10: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

ABSTRACT

Name : Wulan Tri Wahyuni S

Study Program : Chemistry

Judul : Development of Neuraminidase Detection Method Based on

Its Enzymatic Inhibition by Zanamivir Using Gold Modified

Boron Doped Diamond Electrodes

Neuraminidase (NA) is a hydrolase enzyme which is commonly found in viruses,

microbes, and mammals, including pathogenic microbes and viruses. Detection of NA

is very important for monitoring the spread of such pathogen microbes and viruses.

Meanwhile, the quantification of NA is also crucial for vaccine composition

investigation. Development of an electrochemical method for NA detection using

gold modified boron doped diamond (Au-BDD and AuNPs-BDD) electrodes were

conducted in this study. The detection method was developed based on the difference

of electrochemical responses of zanamivir in the presence and the absence of NA in

phosphate buffer solution pH 5,5. Measurements were performed using cyclic

voltammetry technique. Detection of NA also developed on magnetic beads in order

to improve the sensitivity of measurement. On the other hand, to build up a practical

devices for NA detection, preliminary development of strip test was conducted by

using Au-BDD as working electrode. The performance of detection method was

evaluated in the presence of 0,33 mg/mL bovine submaxillary gland mucin. A linear

calibration curve of zanamivir was observed in the concentration range of 5 x 10-6

- 1

x 10-4

M (R2 = 0,990) with limit of detection (LOD) of 1,49 x 10

-6 M for Au-BDD

electrode. Linear calibration curve in the concentration range of 1 x 10-6

- 1 x 10-5

M

(R2 = 0,998) with LOD 2,29 x 10

-6 M was observed on AuNPs-BDD. The presence of

NA caused the concentration of free zanamivir in the solution decreases and less

zanamivir can be adsorbed at the electrode. As the result, the oxidation and the

reduction peak currents of gold were increase. Linear calibration curve of NA was

obtained in the concentration range of 0 – 15 mU (R2 = 0,996), a LOD of 0,25 mU

and %RSD of 1,18 % was achieved on Au-BDD electrode. Furthermore, linear

calibration curve of NA on AuNPs-BDD electrode was in the concentration range of 0

– 12 mU (R2 = 0,997) with LOD of 0,12 mU and %RSD of 2,49%. A comparable

performance of NA detection was observed in the presence of mucin. Sensitivity of

NA detection was decrease in magnetic beads system, the LOD of 0,64 mU was

achieved in linear range of 0 – 8 mU. Detection of NA on strip test system was

successfully developed in linear range of 0 - 15 mU with LOD of 0,26 mU. NA

detection in the presence of mucin was demonstrated on strip test system, the result

suggested that the precision was decreased. Nevertheless the method is still promising

for pharmaceutical or medical application.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 11: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Key Words : Neuraminidase, zanamivir, voltammetry, gold modified BDD,

magnetic beads, strip test, mucin

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 12: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

DAFTAR PUBLIKASI

1. Wulan Tri Wahyuni, Tribidasari A. Ivandini, Prastika K. Jiwanti, Endang

Saepudin, Jarnuzi Gunlazuardi, and Yasuaki Einaga. 2015. Electrochemical

Detection of Neuraminidase based on Zanamivir Inhibition using Gold-

Modified Boron-Doped Diamond Electrode. Electrochemistry, 83(5): 357–

362. ISSN: 1344-3542. 2. Wulan Tri Wahyuni, Tribidasari A. Ivandini,

Endang Saepudin.

Electrochhemical Detection of Zanamivir using Gold and Gol-Modified

Boron Doped Diamond Electrode. International Conference “Current

Breakthrough in Pharmacy Materials and Analysis”. Proceeding, ISBN: 978-

602-70429-9-5, pp 42-49, January 10th

, 2015.

DRAFT ARTIKEL

1. Wulan Tri Wahyuni, Tribidasari A. Ivandini, Endang Saepudin, and Yasuaki

Einaga. Gold Nanoparticles-Boron Doped Diamond Electrode for

Electrochemical Detection of Neuraminidase. manuscript.

KEIKUTSERTAAN DALAM KONFERENSI INTERNASIONAL

1. Joint Indonesia-UK Conference on Organic and Natural Product Chemistry.

Gadjah Mada University, Yogyakarta, 10-11th

December 2014. As oral presenter.

Title: Development of Voltammetric Detection of Zanamivir at Gold-Modified

Boron-Doped Diamond Electrode and Its Application for Neuraminidase

Detection.

2. International Conference “Current Breakthrough in Pharmacy Materials

and Analysis”. Muhammadiyah University, Solo, January 10th

, 2015. Title:

Electrochhemical Detection of Zanamivir using Gold and Gol-Modified

Boron Doped Diamond Electrode.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 13: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………... i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………… iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN DISERTASI ………… v

ABSTRAK ………………………………………………………………… vi

ABSTRACT ……………………………………………………………….. viii

DAFTAR PUBLIKASI …………………………………………………… x

DAFTAR ISI……………………………………………………………… xi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..... xvi

DAFTAR TABEL…………………………………………………............. xxi

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..... xxii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 3

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………. 4

1.4 Hipotesis……………………………………………………………….. 5

1.5 Ruang Lingkup………………………………………………………… 5

1.6 Manfaat Penelitian……………………………………………………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Neuraminidase………………………………………………………….. 7

2.2 Inhibitor Neuraminidase ……………………………………………….. 9

2.3 Analisis Oseltamivir ………………..………………………………….. 15

2.4 Analisis Zanamivir ..………………………………………………….... 16

2.5 Deteksi Neuraminidase ………………………………………………... 17

2.6 Elektrokimia : Voltametri ……………………………………………… 17

2.7 Boron Doped Diamond (BDD) dan Modified-BDD …………………… 24

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 14: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

2.8 Teknik Spektroskopi untuk Karakterisasi BDD ……………………….. 28

2.9 Magnetic Beads ………………………………………………………… 32

2.10 Lateral Flow Analysis : Strip Test ……………………………………. 32

2.11 Transmission Electron Microscopy (TEM) ………………………...... 33

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Peralatan

3.1.1 Bahan …………………………………………………………….. 35

3.1.2 Peralatan dan Instrumen …………………………………………. 35

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Studi Elektrokimia Zanamivir dan Oseltamivir pada Elektroda

Au…………………………………………………………….........

36

3.2.2 Pembuatan Elektroda BDD 0.1%, Au-BDD, AuNPs-BDD ……… 37

3.2.2.1 Preparasi Silicon Wafer ……………………………………... 37

3.2.2.2 Fabrikasi Elektroda Boron Doped Diamond 0,1% ………. 37

3.2.2.3 Karakterisasi Elektroda BDD 0,1 % ……………………... 38

3.2.2.4 Pembuatan Gold Modified Boron Doped Diamond

Electrode dengan Teknik Elektrodeposisi ….….................

38

3.2.2.5 Pembuatan Gold Nanoparticle Modified Boron Doped

Diamond Electrode dengan Teknik Chemical Deposition..

39

3.2.3 Pengukuran Elektrokimia Zanamivir……….……………………. 39

3.2.3.1 Pemilihan Kecepatan Payar Pengukuran Elektrokimia

Zanamivir …………………………………………………

39

3.2.3.2 Penentuan Potential Windows Pengukuran Elektrokimia

Zanamivir …………………………………………………

39

3.2.3.3 Penentuan Koefisien Difusi ……………………............... 39

3.2.3.4 Pengukuran Zanamivir pada Berbagai Konsentrasi ........... 40

3.2.2.5 Presisi Pengukuran Zanamivir …………………................ 40

3.2.4 Pengukuran Elektrokimia Neuraminidase ……………………….. 40

3.2.4.1 Optimasi pH ………….……………………………………... 40

3.2.4.2 Optimasi Waktu Reaksi Zanamivir dengan Neuraminidase 40

3.2.4.3 Pengukuran Neuraminidase ………..…………………...... 40

3.2.4.4 Presisi Pengukuran Neuraminidase ..…………………...... 41

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 15: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

3.2.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Neuraminidase 41

3.2.5 Immobilisasi Zanamivir pada Magnetic Beads………………........ 41

3.2.5.1 Modifikasi Zanamivir dengan Biotin ……………………... 41

3.2.5.2 Aktivasi Magnetic Beads ………………………………… 41

3.2.5.3 Modifikasi Magnetic Beads dengan Zanamivir ………..... 42

3.2.5.4 Optimasi Jumlah Magnetic Beads ..…………………........ 42

3.2.6 Pengukuran Elektrokimia NA menggunakan Magnetic Beads

termodifikasi Zanamivir...................................................................

42

3.2.7 Pengembangan Strip Test untuk Deteksi Neuraminidase ……....... 43

3.2.7.1 Rancangan Strip Test ……………………............................ 43

3.2.7.2 Immobilisasi Zanamivir ………………………………….. 43

3.2.7.3 Deteksi Neuraminidase ………………………..………..... 44

3.2.7.4 Deteksi Neuraminidase pada Matriks Mucin ……….......... 44

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Studi Perilaku Elektrokimia Zanamivir dan Oseltamivir pada Elektroda

Emas …………………………………………………………………….

45

4.1.1 Studi Perilaku Elektrokimia Zanamivir pada Elektroda Emas ....... 45

4.1.2 Studi Perilaku Elektrokimia Oseltamivir pada Elektroda Emas ..... 48

4.2 Fabrikasi Elektroda BDD 0,1 %, Au-BDD, dan AuNPs-BDD ………… 49

4.2.1 Fabrikasi BDD 0,1 % dengan MPACVD ....................................... 49

4.2.2 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan Spektroskopi Raman ................. 50

4.2.3 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan SEM dan XPS ........................... 51

4.2.4 Optimasi Kondisi Pembuatan BDD termodifikasi Emas dengan

Metode Elektrodeposisi: Optimasi Potensial dan Waktu Deposisi..

54

4.2.5 Karakterisasi Au-BDD dengan XPS dan SEM dan Evaluasi

Stabilitas Elektroda .........................................................................

56

4.2.6 Pembuatan BDD Termodifikasi Emas dengan Metode Chemical

Deposition .......................................................................................

58

4.2.7 Karakterisasi AuNPs-BDD dengan XPS dan SEM dan Evaluasi

Stabilitas Elektroda..........................................................................

61

4.3 Pengukuran Elektrokimia Zanamivir pada Elektroda Emas, Au-BDD,

dan AuNPs-BDD ………………………………………………………..

65

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 16: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

4.3.1 Penentuan Kecepatan Payar Pengukuran Zanamivir ...................... 65

4.3.2 Potential Window Pengukuran Zanamivir .................................... 67

4.3.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Zanamivir ................................ 67

4.4 Pengukuran Neuraminidase pada Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD 71

4.4.1 Pengoptimuman pH dan Waktu Reaksi Enzim Neuraminidase ...... 73

4.4.2 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Elektroda

Au-BDD dan AuNPs-BDD ..............................................................

74

4.4.3 Stabilitas Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD pada Pengukuran

Neuraminidase ................................................................................

76

4.4.4 Pengaruh Kecepatan Payar pada Pengukuran Enzim

Neuraminidase ................................................................................

77

4.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Enzim Neuraminidase

dengan Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD ................................

78

4.5 Pengukuran Neuraminidase dengan Zanamivir yang Diimmobilisasi

pada Magnetic Beads Menggunakan Elektroda Au-BDD ……………...

80

4.5.1 Immobilisasi Zanamivir pada Sistem Magnetic Beads ................. 80

4.5.2 Optimasi Konsentrasi Magnetic Beads pada Immobilisasi

Zanamivir .........................................................................................

82

4.5.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase dengan Sistem

Magnetic Beads ................................................................................

83

4.5.4 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase dalam Matriks

Mucin dengan Sistem Magnetic Beads ............................................

87

4.6 Pengembangan Strip Test untuk Deteksi Neuraminidase ……………… 88

4.6.1 Rancangan Strip Test ...................................................................... 88

4.6.2 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Strip Test

dengan Elektroda Au-BDD ........................................................

89

4.6.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase dalam Matriks

Mucin pada Strip Test dengan Elektroda Au-BDD ......................

90

RINGKASAN HASIL …………………………………………………….. 93

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 94

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 96

LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 107

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 17: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 18: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Konsep pemikiran yang melandasi penelitian …………… 5

Gambar 2.1 Struktur N-acetyl neuraminic acid ……………………… 7

Gambar 2.2 Ilustrasi mekanisme kerja NA dalam melepas anakan

virus yang siap menginveksi sel inang …………………..

7

Gambar 2.3 Neuraminidase ………………………............................. 8

Gambar 2.4 Ilustrasi mekanisme kerja inhibitor neuraminidase ……… 10

Gambar 2.5 Struktur obat influenza dari golongan inhibitor

neuraminidase (a) dan bentuk metabolit aktif obat

influenza dari golongan inhibitor neuraminidase (b) ……..

10

Gambar 2.6 Interaksi oseltamivir dengan neuraminidase tanpa mutasi

His274 (a) dan neuraminidase yang mengalami mutasi

His274Gly (b) …………………………………………….

12

Gambar 2.7 Interaksi sisi aktif enzim neuraminidase dengan zanamivir 13

Gambar 2.8 Profil perubahan potensial yang diaplikasikan dari V1 ke

V2 …………………………………………………………

18

Gambar 2.9 Profil arus versus waktu pada Potential step voltammetry 19

Gambar 2.10 Profil konsentrasi versus jarak menunjukkan gradien

konsentrasi di sekitar elektroda ………….........................

19

Gambar 2.11 Profil tegangan yang diaplikasikan pada linear sweep

voltammetry ………………………………………………

20

Gambar 2.12 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan

payar untuk sistem reversible …………………………….

20

Gambar 2.13 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan

payar untuk sistem quasireversible dan irreversible ……..

21

Gambar 2.14 Profil potensil yang diaplikasikan pada teknik cyclic

voltammetry …………………………………………...............

22

Gambar 2.15 Hubungan potensial vs arus (a), hubungan potensial vs

arus pada berbagai kecepatan payar untuk sistem

reversible (b), sistem quasireversible dan irreversible

(c)………………………………………………………….

24

Gambar 2.16 Voltamogram siklik elektroda diamond dalam H2SO4 0.1

M ………………………………………………………….

25

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 19: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.17 Skema tipe elektroda diamond yang digunakan: a). doped-

diamond thin film electrode, b). doped-diamond thin film

electrode dengan interlayer antara substrat dan lapisan

diamond, c). doped diamond particle diimmobilisasi pada

passivated surface, d). doped diamond particle

diimmobilisasi pada insulating film ....................................

26

Gambar 2.18 Ilustrasi Rayleigh, Stoke, dan anti-Stoke scattering. Stoke,

dan anti-Stoke merupakan inelastic scattering yang

digunakan pada spektroskopi Raman ……………………...

29

Gambar 2.19 Komponen utama instrument SEM ………………………. 30

Gambar 2.20 Ilustrasi proses analisis sampel pada XPS …………………. 31

Gambar 2.21 Komponen utama instrument TEM …………………………. 34

Gambar 3.1 Rancangan sel elektrokimia ………………………………….. 36

Gambar 3.2 Skema sel elektrokimia pengukuran dengan magnetic

beads ………………………………………………………….....

42

Gambar 3.3 Rancangan strip test pengukuran neuraminidase ………... 43

Gambar 4.1 Profil CV PBS pH 7 dan zanamivir 5 x 10-4

M dalam PBS

pH 7……………………………………………………….

45

Gambar 4.2 Struktur zanamivir dengan gugus guanidine ……………. 47

Gambar 4.3 Ilustrasi mekanisme (a) dan interaksi molekul (b) pada

adsorpsi zanamivir di permukaan elektroda Au yang

mengganggu pembentukan Au2O3 …………………………………….

47

Gambar 4.4 Profil CV oseltamivir fosfat 1x10-4

M dalam PBS pH 7….. 48

Gambar 4.5 Silica wafer (a) dan BDD 0,1 % pada permukaan silica

wafer (b) …………………………………………………..

49

Gambar 4.6 Spektrum Raman H-BDD 0,1% ………………………….. 51

Gambar 4.7 Topografi permukaan H-BDD (a) dan O-BDD (b)

diperoleh dengan SEM pada perbesaran 2500 kali ……….

52

Gambar 4.8 Spektrum XPS H-BDD dan O-BDD ……………………. 53

Gambar 4.9 Profil CV zanamivir 1,5 x 10-4

M pada Au-BDD dengan

potensial deposisi Au bervariasi dan waktu tetap (a), Plot

E terhadap I pada t konstan (b) …………………………

55

Gambar 4.10 Voltamogram siklik zanamivir 1,5 x 10-4

M diukur

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 20: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

menggunakan elektroda Au-BDD pada waktu deposisi Au

bervariasi (a), Plot t terhadap I pada V kostan (b) ………..

56

Gambar 4.11 Spektra XPS (a) dan foto SEM (b) elektroda Au-BDD ….. 57

Gambar 4.12 Stabilitas elektroda Au-BDD pada pengukuran ………….. 58

Gambar 4.13 Panjang gelombang absorbansi maksimum koloid AuNPs 59

Gambar 4.14 Gambar nanopartikel emas (AuNPs) dengan TEM ……… 60

Gambar 4.15 Spektrum XPS H-BDD (a), O-BDD (b), N-BDD (c),

AuNPs-BDD (d), Au-BDD (e). Inset spektrum XPS Au ...

61

Gambar 4.16 Topografi permukaan O-BDD dan N-O-BDD diperoleh

dengan SEM pada perbesaran 2500 kali ………………….

62

Gambar 4.17 Topografi permukaan AuNPs-BDD diperoleh dengan

SEM ………………………………………………………

63

Gambar 4.18 Analisis unsur Au, C, N, dan O pada elektroda AuNPs-

BDD diperoleh dengan SEM-EDX ……………………….

64

Gambar 4.19 Stabilitas elektroda AuNPs-BDD pada pengukuran ……... 64

Gambar 4.20 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4

M dalam PBS

pH 7 pada berbagai kecepatan payar ……………………..

65

Gambar 4.21 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak

arus reduksi Au pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b),

dan AuNPs-BDD (c) …...…………………………………

66

Gambar 4.22 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4

M dalam PBS

pH 7 pada berbagai potential window …………………….

67

Gambar 4.23 Profil voltametri siklik zanamivir pada berbagai

konsentrasi dalam PBS diukur dengan elektroda Au (a)

dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c) …………………..

69

Gambar 4.24 Profil logaritmik dan kalibrasi linear konsentrasi

zanamivir vs. puncak arus reduksi Au pada elektroda Au

(a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c) …. …………..

70

Gambar 4.25 Profil voltametri siklik zanamivir 1 x 10-4

M dengan

adanya NA (garis merah) dan tidak ada NA (garis hitam)..

72

Gambar 4.26 Ilustrasi mekanisme meningkatnya arus reduksi Au akibat

reaksi inhibisi NA – zanamivir …………………………...

72

Gambar 4.27 Penentuan pH (a) dan waktu inkubasi (b) optimum reaksi

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 21: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

enzim NA 10 mU dengan zanamivir 1 x 10-4

M …………. 73

Gambar 4.28 Profil voltametri siklik zanamivir dengan keberadaan NA

berbagai konsentrasi dan kurva kalibrasi linear

pengukuran NA berdasarkan puncak arus oksidasi dan

reduksi Au pada elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD

(b) …………………………………………………………

75

Gambar 4.29 Stabilitas elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b)

pada pengukuran NA ……………………………………..

76

Gambar 4.30 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak

arus reduksi Au saat ada NA pada elektroda Au-BDD (a)

dan AuNPs-BDD (b) ………...……………………………

77

Gambar 4.31 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai

konsentrasi dalam matriks mucin dan kurva kalibrasi

linear pengukuran NA dalam matriks mucin berdasarkan

puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-

BDD (a) dan AuNPs-BDD (b) ……………………………

79

Gambar 4.32 Ilustrasi reaksi konjugasi zanamivir dengan biotin dan

immobilisasi pada magnetic beads ……………………….

80

Gambar 4.33 Spektrum FTIR zanamivir, biotin, magnetic beads, dan

zanamivir-biotin-magnetic beads ……………………

82

Gambar 4.34 Voltamogram siklik sistem MB-zanamivir dan MB-biotin 83

Gambar 4.35 Optimasi jumlah magnetic beads pada immobilisasi

zanamivir …………………………………………………

83

Gambar 4.36 Profil XPS elektroda Au-BDD yang diperoleh dengan

teknik voltametri siklik …………………………………...

84

Gambar 4.37 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai

konsentrasi pada sistem magnetic beads dengan elektroda

Au-BDD (a), kurva kalibrasi pengukuran NA pada sistem

magnetic beads dengan elektroda Au-BDD (b) ………

85

Gambar 4.38 Ilustrasi mekanisme berkurangnya arus reduksi Au akibat

keberadaan NA pada system magnetic beads …………….

86

Gambar 4.39 Kurva kalibrasi pengukuran NA berdasarkan puncak arus

reduksi Au pada sistem magnetic beads dengan elektroda

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 22: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Au-BDD ………………………………………………….. 87

Gambar 4.40 Profil voltametri siklik pengukuran NA pada strip test (a),

Kurva kalibrasi linear pengukuran NA pada strip test

berdasarkan puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada

elektroda Au-BDD (b) ……………………………………

90

Gambar 4.41 Profil voltametri siklik pengukuran NA dalam matriks

mucin pada strip test (a), Kurva kalibrasi linear

pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip test

dengan elektroda Au-BDD (b) ……………………………

91

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 23: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Performa elektroda kerja pada penentuan oseltamivir …… 16

Tabel 2.2 Karakteristik BDD pada berbagai nisbah B/C …………… 26

Tabel 3.1 Kondisi operasi MPACVD pada pembuatan BDD 0,1 % .. 37

Tabel 4.1 % atom pada O-BDD dan Au-BDD berdasarkan spectrum

XPS ………………………...............................................

57

Tabel 4.2 % atom berdasarkan spectrum XPS untuk BDD dan

modified BDD …………………………………………….

63

Tabel 4.3 Ringkasan pengukuran zanamivir dengan elektroda emas

dan BDD termodifikasi emas ……………………………..

71

Tabel 4.4 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dengan

elektroda BDD termodifikasi emas ……………………….

75

Tabel 4.5 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dengan

elektroda BDD termodifikasi emas ……………………….

79

Tabel 4.6 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA

dalam Matriks Mucin pada Sistem Magnetic Beads

dengan Elektroda Au-BDD ……………………………….

88

Tabel 4.7 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA

dalam Matriks Mucin pada Strip Test dengan Elektroda

Au-BDD …………………………………………………..

92

Tabel 4.8 Ringkasan hasil penelitian ……………………………….. 93

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 24: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir dan tahapan penelitian ……………………... 107

Lampiran 2 Gambar Instrument MAPCVD (a), SEM (b), Raman

spectrometry (c), XPS (d), TEM (e) ……………………...

108

Lampiran 3 Profil voltametri siklik oseltamivir 1 x 10-4

M dalam

buffer sitrat pH 7…………………………………………..

109

Lampiran 4 Spektrum Raman H-BDD pada beberapa lokasi ………… 110

Lampiran 5 Penentuan koefisien difusi ……………………………….. 111

Lampiran 6 Contoh perhitungan penentuan nilai LOD pengukuran

zanamivir ………………………….……………………

113

Lampiran 7 Pengukuran NA secara tidak langsung berdasarkan

interaksi NA dengan zanamivir menggunakan elektroda

bare Au. Voltammogram siklik pengukuran NA (a),

kurva kalibrasi pengukuran NA …………………………

114

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

Spektra FTIR larutan zanamivir-biotin dalam buffer fosfat

Pengukuran NA tanpa zanamivir pada elektroda Au (a),

dan Au-BDD (b), kurva hubungan konsentrasi NA dengan

puncak arus reduksi emas pada elektroda Au-BDD………

Daftar Riwayat Hidup Penulis…………………………….

115

116

118

Lampiran 11 Publikasi Ilmiah ………………………………………….. 122

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 25: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neuraminidase (NA) merupakan enzim yang dapat dimiliki oleh virus,

mikroba, dan mamalia, termasuk di antaranya mikroba dan virus patogen.

Mikroba dan virus patogen yang dilaporkan mengandung NA antara lain Vibrio

cholera (Vimr et al., 1988), Streptococcus pneumonia (Berry et al., 1988),

Corynebacterium diptheriae (Moriyama & Barksdale, 1967), Erysipelothrix

rhusiopathiae (Wang et al., 2005), Clostridium perfringens (Chien et al., 1997),

Ornithobacterium rhinotracheale (Kastelic et al., 2013), avian influenza virus dan

Newcastle disease virus (Turgeon et al., 2011). Enzim ini berperan dalam proses

penyebaran mikroba dan virus patogen dengan cara mengkatalisis pemutusan

ikatan glikosidik pada ujung sialic acid atau neuraminic acid sehingga membantu

pelepasan mikroba atau virus baru dari dalam sel inang dan memfasilitasi

penyebarannya (Samson et al., 2013).

Deteksi NA telah dikembangkan untuk mengawasi penyebaran penyakit

infeksi yang disebabkan oleh mikroba dan virus patogen (Hurt et al., 2004);

(Varillas et al., 2011); (Turgeon et al., 2011); (Yang et al., 2012); (Zhang et al.,

2012); (Li et al., 2013). Teknik kuantifikasi NA juga telah dikembangkan dalam

upaya menentukan komposisi vaksin influenza yang digunakan untuk mencegah

penyebaran virus influenza (Gerentes et al., 1998); (Williams et al., 2012). Di

samping itu, deteksi NA telah dikembangkan juga sebagai salah satu teknik

alternatif untuk deteksi virus influenza.

Teknik deteksi NA yang telah dikembangkan antara lain berbasis reaksi

enzimatis antara NA dengan substrat 4-MU-NANA atau derivatnya dan produk

reaksi yang memiliki sifat fluoresens dideteksi pada panjang gelombang yang

sesuai (Yang et al., 2012; Zhang et al., 2012). Gerentes et al., (1998)

mengembangkan teknik ELISA untuk mendeteksi NA. Teknik enzyme link lectin

assay dikembangkan oleh Westgeest et al. (2015) untuk mendeteksi aktivitas

pemutusan sialidase oleh NA. Kuantifikasi NA juga dilakukan secara simultan

dengan deteksi hemagglutinin menggunakan LC-MS-MS (Williams et al., 2012),

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 26: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

sementara Li et al., (2013) dan Takayama et al., (2013) mengembangkan teknik

RT-PCR untuk deteksi NA berdasarkan informasi genetiknya.

Elektrokimia meupakan green analysis technique karena menggunakan

jumlah dan jenis reagen kimia yang sedikit, waktu analisis yang singkat, serta

instrument yang sederhana. Boron doped diamond (BDD) merupakan material

semikonduktor yang banyak digunakan sebagai elektroda kerja pada analisis

elektrokimia. BDD dilaporkan memiliki arus latar belakang yang kecil, jendela

potensial yang lebar pada larutan berair, dan memiliki stabilitas kimia dan fisika

yang tinggi (Ivandini et al., 2005). BDD dilaporkan memiliki biokompatibilitas

yang tinggi karena tersusun atas karbon (Ivandini et al., 2012). Elektroda BDD

sering dimodifikasi dengan logam seperti platina (Ivandini, et al., 2005b;

Rismetov et al., 2014), nikel (Ivandini et al., 2004; (Zeng et al., 2012), tembaga

(Ivandini et al., 2004; (Chiku et al., 2010), dan emas (Yamada et al., 2008;

Ivandini et al., 2010). Metal modified BDD dilaporkan memberikan arus latar

belakang yang rendah, derau (noises) yang kecil, serta limit deteksi yang rendah

(Ivandini et al., 2010; Toghill & Compton, 2010). Deteksi NA dengan teknik

voltametri sejauh ini belum dilaporkan karena NA tidak tergolong ke dalam enzim

redoks sehingga tidak aktif secara elektrokimia.

Kerja NA dalam penyebaran virus influenza dari sel inang dihambat

dengan menggunakan inhibitor neuraminidase (NAI). Oseltamivir, zanamivir,

peramivir, dan laninamivir merupakan senyawa yang tergolong ke dalam NAI.

Oseltamivir dan zanamivir ialah NAI yang telah diizinkan oleh WHO dan

digunakan di beberapa negara sebagai obat influenza dengan nama dagang tamiflu

dan relenza. Oseltamivir maupun zanamivir berinteraksi dengan sisi aktif NA

melalui interaksi elektrostatik dan ikatan hidrogen (Mihajlovic & Mitrasinovic,

2008; Ramachandran et al., 2012). Kendati saat ini telah dilaporkan bahwa NA

mengalami mutasi pada sisi aktifnya dan terjadi perubahan interaksi antara NAI

dengan sisi aktif NA, namun interaksi NA-NAI masih dapat diamati (Mihajlovic

& Mitrasinovic, 2008). Saat ini senyawa baru sebagai kandidat NAI telah banyak

dikembangkan antara lain dari golongan peptida siklik (Tambunan et al., 2012)

Deteksi zanamivir secara elektrokimia dengan teknik square wave

voltammetry telah dilakukan menggunakan hanging mercury drop electrode

(HMDE). Deteksi zanamivir pada HMDE didasarkan pada kemampuannya

mengkatalisis reaksi evolusi hidrogen (Skrzypek, 2010). Hal ini membuka

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 27: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

peluang dilakukannya deteksi NA secara tidak langsung berdasarkan reaksi

inhibisi zanamivir terhadap NA. Namun demikian, penggunaan HMDE sebagai

elektroda kerja masih terkendala alasan keamanan. Di samping itu pH optimum

deteksi zanamivir pada HMDE yaitu pada pH 2,2 terlalu asam untuk aktivitas NA.

Deteksi tidak langsung NA dengan teknik voltametri berdasarkan reaksi

inhibisi NA oleh zanamivir dikembangkan pada penelitian ini. Perubahan respon

elektrokimia zanamivir pada saat bebas dan saat berinteraksi dengan NA dijadikan

dasar deteksi NA dengan teknik voltametri. Elektroda gold-modified boron doped

diamond digunakan sebagai elektroda kerja. Dilakukan juga pengujian terhadap

sampel NA yang mengandung matriks mucin untuk mengevaluasi kemungkinan

diaplikasikannya teknik deteksi yang dikembangkan terhadap real sample. Sistem

magnetic beads dikembangkan untuk mengevaluasi pengaruh sistem terhadap

performa teknik deteksi NA, sementara sistem strip test dikembangkan sebagai

pendekatan untuk menciptakan piranti deteksi NA yang praktis dan mudah

digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian yang dilakukan meliputi:

1. Pengukuran zanamivir telah dilakukan dengan teknik voltametri menggunakan

hanging mercury drop electrode. Apakah analisis kuantitatif zanamivir dapat

dilakukan dengan teknik voltametri menggunakan elektroda Au dan gold-

modified boron doped diamond?

2. Gugus karboksilat, amina, dan amida pada zanamivir mengalami interaksi

elektrostatik dengan NA. Bagaimana pengaruh NA terhadap respon

elektrokimia zanamivir, apakah perubahan respon berkorelasi dengan

konsentrasi NA?

3. Magnetic beads banyak digunakan pada deteksi biomolekul termasuk protein.

Apakah penggunaannya dapat memperbaiki sensitivitas dan selektivitas

pengukuran NA dengan teknik voltametri?

4. Apakah teknik deteksi NA berdasarkan inhibisi NA oleh zanamivir dapat

dikembangkan dalam bentuk lateral flow analysis (strip test) yang

dikombinasikan dengan terknik voltametri?

5. Mucin merupakan merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam

matriks spesimen sampel yang digunakan pada pemeriksaan penyakit

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 28: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

pernapasan. Bagaimana pengaruh interferensi mucin pada deteksi NA dengan

teknik voltametri?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mempelajari sifat elektrokimia zanamivir, menentukan kondisi optimum, dan

melakukan pengukuran kuantitatif zanamivir dengan teknik voltametri pada

elektroda Au dan gold- modified boron doped diamond.

2. Mempelajari pengaruh NA terhadap perilaku elektrokimia zanamivir,

menentukan kondisi optimum pengukuran NA, dan melakukan pengukuran

NA berdasarkan reaksi inhibisi NA oleh zanamivir dengan teknik voltametri.

3. Melakukan imobilisasi zanamivir pada magnetic beads, menentukan kondisi

optimum pengukuran NA dengan magnetic beads, dan mempelajari efektivitas

pengukuran NA dengan teknik voltametri pada sistem magnetic beads.

4. Mengembangkan teknik analisis kuantitatif NA dengan lateral flow analysis

(strip test) yang dikombinasikan dengan terknik voltametri.

5. Mempelajari pengaruh interferensi mucin pada deteksi NA dengan teknik

voltametri.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 29: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian yang dilakukan ialah:

1. Analisis kuantitatif zanamivir dapat dilakukan dengan teknik voltametri

mengguanakan elektroda emas dan boron doped diamond termodifikasi emas.

2. Perubahan sinyal elektrokimia zanamivir saat bebas dan saat terikat NA dapat

menjadi dasar pengukuran NA secara elektrokimia.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian mencakup studi elektrokimia zanamivir dan oseltamivir, studi

pengaruh NA terhadap perilaku elektrokimia zanamivir, studi pengaruh

immobilisasi zanamivir pada magnetic beads terhadap selektivitas dan sensitivitas

pengukuran NA, pengembangan strip test untuk deteksi NA, serta studi

interferensi mucin terhadap deteksi NA. Konsep pemikiran yang melandasi

penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1.1 Konsep pemikiran yang melandasi penelitian.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 30: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

perilaku elektrokimia zanamivir dan oseltamivir pada elektroda gold-modified

boron doped diamond. Memberikan gambaran pengaruh NA terhadap perilaku

elektrokimia zanamivir. Hal ini dapat menjadi dasar untuk deteksi tidak langsung

NA dengan teknik voltametri berdasarkan reaksi inhibisi NA oleh zanamivir.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 31: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Neuraminidase

Neuraminidase (NA) merupakan kelompok besar enzim hidrolase yang

memutuskan ikatan glikosidik pada neuraminic acid (Neu5Ac). NA ditemukan pada

beberapa jenis virus, mamalia, dan bakteri, namun yang telah banyak diidentifikasi

ialah neuraminidase virus. NA virus merupakan glikoprotein dengan bagian tertentu

menempel pada membran virus dan bagian kepala yang mengandung sisi katalitik.

Aktivitas katalitik NA ialah memutus ujung terminal N-acetyl neuraminic acid

(Gambar 2.1). NA memastikan virus tidak terjebak pada permukaan sel dengan cara

memutuskan rantai polisakarida. Mekanisme kerja NA diilustrasikan pada Gambar

2.2.

Gambar 2.1 Struktur N-acetylneuraminic acid.

Gambar 2.2 Ilustrasi mekanisme kerja NA dalam melepas anakan virus yang siap

menginveksi sel inang. (dimodifikasi dari sumber: Journal.prous.com)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 32: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Struktur sisi aktif NA pada beberapa organisme seperti virus influenza A dan B

bersifat sangat conserved (Samson et al., 2013). NA merupakan enzim hidrolase.

Enzim ini memiliki EC number EC 3.2.1.18. Angka 3 menunjukkan kelompok

hidrolase sementara angka 2 menunjukkan ikatan yang dihidrolisis oleh enzim

tersebut ialah ikatan glikosidik. NA pada virus influenza dibedakan menjadi N1

hingga N9. N1 merupakan NA yang terdapat pada virus influenza H5N1 dan H1N1

yang terdiri atas 469 residu asam amino. Struktur NA menurut protein data bank

disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Neuraminidase. (Sumber http://www.rcsb.org/pdb)

Sisi katalitik NA terdiri atas 8 residu gugus fungsi, yaitu Arg118, Asp151,

Arg152, Arg224, Glu276, Arg292, Arg371, and Tyr406 dan dikelilingi oleh 11 residu

kerangka Glu119, Arg156, Trp178, Ser179, Asp198, Ile222, Glu227, His274, Glu277,

Asn294, dan Glu425 yang berimplikasi dengan stabilisasi sisi aktif pada struktur

(Colman et al., 1993). Beberapa laporan menuliskan bahwa sisi aktif neuraminidase

dapat mengalami mutasi berupa perubahan pada beberapa asam amino di sisi aktifnya.

NA dilaporkan terdapat pada beberapa bakteri patogen seperti Vibrio cholera

(Vimr et al., 1988), Streptococcus pneumonia (Berry et al., 1988), Corynebacterium

diptheriae (Moriyama & Barksdale, 1967), Erysipelothrix rhusiopathiae (Wang et al.,

2005), Clostridium perfringens (Chien et al., 1997), dan Ornithobacterium

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 33: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

rhinotracheale (Kastelic et al., 2013). NA membantu bakteri ataupun virus

menyerang dan menginfeksi inangnya. O. rhinotracheale merupakan bakteri pathogen

bagi ayam dan kalkun yang dilaporkan mengandung NA yang memutuskan sialic acid

dari SAα(2-3)gal pada trakea kalkun dan ayam (Kastelic et al., 2013). E.

rhusiopathiae merupakan bakteri gram positif yang menyebabkan berbagai penyakit

patogen seperti luka api pada unggas dan arthritis pada mamalia. Salah satu faktor

virulensi dan patogenitas dari E. rhusiopathiae ialah NA. Selain membantu dalam

proses penyerangan terhadap host, NA yang dimiliki mikroba juga berfungsi

memberikan sialic acid bebas kepada bakteri untuk asimilasi sebagai karbon dan

sumber energi (Cortield & Schauer 1982). NA dari C. perfringens berukuran besar 72

kDa dan memiliki kemampuan menghidrolisis glikoprotein dan glikolipida manusia

dengan efisiensi yang tinggi (Chien et al., 1997).

2.2. Inhibitor Neuraminidase

Inhibitor neuraminidase (NAI) berdasarkan pada struktur 2,3-dihidro analog

dari N-acetyl-neuraminic acid (DANA). NA mengikat NAI lebih kuat (afinitas lebih

besar) dibanding substrat alami N-acetyl neuraminic acid (Neu5Ac). Akibatnya virus

anakan baru gagal dilepaskan dari reseptor sialic acid dan mengalami agregasi pada

permukaan sel yang terinfeksi dan menghambat penyebaran infeksi terhadap sel

lainnya. Mekanisme kerja NAI disajikan pada Gambar 2.4.

Obat yang digolongkan sebagai NAI antara lain oseltamivir, zanamivir,

peramivir, dan laninamivir, disajikan pada Gambar 2.5a (Samson et al., 2013). Bentuk

metabolit aktif dari obat tersebut disajikan pada Gambar 2.5b (Meeprasert et al.,

2012). Di antara NAI tersebut, oseltamivir dan zanamivir telah banyak digunakan di

beberapa negara dan telah dijual secara komersial dengan nama dagang tamiflu dan

relenza.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 34: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.4 Ilustrasi mekanisme kerja inhibitor neuraminidase.

(dimodifikasi dari sumber: Journal.prous.com)

Gambar 2.5 Struktur obat influenza dari golongan inhibitor neuraminidase (a) dan

bentuk metabolit aktif obat influenza dari golongan inhibitor neuraminidase (b).

(Sumber: (Samson et al., 2013; Meeprasert et al., 2012).

Oseltamivir secara komersial beredar sebagai oseltamivir fosfat. Oseltamivir

mengandung gugus fungsi etil ester yang memerlukan hidrolisis ester untuk

dikonversi menjadi bentuk aktifnya, oseltamivir karboksilat. Obat ini diberikan secara

oral. Oseltamivir dibuat dari modifikasi kerangka analog, termasuk diadisikannya

(a) (b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 35: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

rantai samping lipofilik yang ruah yang memungkinkan obat untuk dapat diberikan

secara oral. Senyawa ini merupakan NAI yang bersifat kompetitif. Oseltamivir

digunakan untuk pencegahan dan pengobatan influenza yang gejalanya baru terjadi

kurang dari dua hari. Diberikan secara oral selama 5 hari, dua kali sehari dengan dosis

yang disesuaikan dengan berat badan pasien. Oseltamivir fosfat diserap secara cepat

dari saluran pencernaan dan dikonversi oleh esterase hati menjadi menjadi metabolit

aktifnya, oseltamivir karboksilat (Samson et al., 2013).

Sisi aktif neuraminidase berinteraksi dengan oseltamivir melalui interaksi

elektrostatik (Gambar 2.6a). Neuraminidase dilaporkan mengalami resistensi terhadap

oseltamivir karena terjadinya mutasi pada sisi aktifnya, tepatnya pada His274. Posisi

His274 dapat digantikan oleh asam amino dengan rantai samping yang kecil seperti

Gly, Ser, Asn, dan Gln, maupun asam amino dengan rantai samping yang besar

seperti Phe dan Tyr. Saat mutasi terjadi melalui penggantian His274 dengan asam

amino berantai samping kecil, sensitivitas neuraminidase terhadap oseltamivir tidak

banyak berubah. Di sisi lain penggantian His274 dengan Phe dan Tyr menyebabkan

sensitivitasnya terhadap oseltamivir berkurang (Mihajlovic & Mitrasinovic, 2008).

Namun demikian, interaksi sisi aktif neuraminidase yang mengalami mutasi dengan

oseltamivir masih dapat diamati (Gambar 2.6b).

Zanamivir memiliki bioavailabilitas yang rendah untuk oral sehingga

serbuknya dikemas dalam alat inhaler. Hal ini menyebabkan penggunaan zanamivir

lebih terbatas dibanding oseltamivir, padahal uji in vitro menunjukkan hambatan

zanamivir terhadap neuraminidase virus influenza A (H1N1) dan virus influenza B

lebih kuat dibandingkan oseltamivir (CDC, 2009; Sheu et al., 2008). Penggunaan

zanamivir bersamaan dengan oseltamivir (bitherapy) telah dicoba oleh Escuret et al.,

(2012), namun hasil yang diperoleh belum dapat memberikan gambaran mengenai

efektivitas bitherapy tersebut. Zanamivir dilaporkan dapat mengalami fotodegradasi

dengan laju kinetik yang lambat. Pada paparan sinar matahari yang normal, setelah 18

hari konsentrasinya masih bertahan sebanyak 30% (Zonja et al., 2013). Di sisi lain

zanamivir stabil terhadap penyimpanan selama 5 hari pada suhu ruang dan -80 C

(Baughman et al., 2007). Sisi aktif neuraminidase berinteraksi dengan zanamivir

melalui beberapa gugus fungsi zanamivir seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.

O

NH2

NH

O

O

O

HN

H2N

H2NArg 118

HN H2N

Arg 371 NH2

HO

NH

NH2H2N

Tyr 406

OH

O

OGlu 119

HN

NH2H2N

Arg 156

Glu 227

O

O

O

H2N

Asn 294

O

O

Asp151

NH

H2N

NH2

OH

Glu 276

O

O

N

NH2

NH2

Arg 224

Ile 222

OH

NH

Trp 178

Ser 246

Ser 179

Glu 277

O OTyr 347

Arg 152

Arg 292

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 36: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.6 Interaksi neuraminidase dengan oseltamivir (a), ineuraminidase mutasi

His274Gly dengan oseltamivir (b). (Sumber: Mihajlovic & Mitrasinovic, 2008)

H2N

HN

H2N

NH2Arg 118

OH

H2N

HN

NH2H2N

Arg 156

Arg 292

Tyr 347

NHO

O

O

O

OH

HN H2N

Arg 371 NH2

Tyr 406

O

O

O

O

Glu 119

Glu 227

OH

Ser 179 NH

Trp 178

O

O

Asp151

NH

H2N

NH2Arg 152

Ile 222

NH

NH2

Glu 276

O

O

HN

NH2

NH2

Arg 224

Glu 277

O O

O

H2N

Asn 294

OHSer 246

(a)

(b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 37: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.7 Interaksi sisi aktif enzim neuraminidase dengan zanamivir

(Ramachandran et al., 2012).

Peramivir merupakan turunan siklopentana yang mengandung gugus negatif

karboksilat, gugus positif gugus guanidine dan rantai samping lipofilik (Babu et al.,

2000). Bioavailabilitasnya rendah sehingga diberikan dengan injeksi atau infus.

Afinitas sisi aktif NA terhadap peramivir lebih kuat dibandingkan terhadap

oseltamivir (Bantia et al., 2011). Peramivir dapat diberikan kepada pasien penderita

avian influenza secara bersamaan dengan oseltamivir karena kerja kedua obat tersebut

tidak antagonis (Hernandez et al., 2011).

Laninamivir mengandung gugus 4-guanidine dan gugus 7-metoksi.

Laninamivir menunjukkan kemampuan menghambat neuraminidase virus influenza A

pada range yang luas (N1-N9) dan virus influenza B (Yamashita et al., 2009).

Laninamivir digunakan dengan cara dihirup sehingga dikemas dalam bentuk alat

inhaler. Pengujian terhadap tikus menunjukkan kemampuan laninamivir dalam

menghambat neuraminidase lebih kuat dibandingkan oseltamivir dan zanamivir

(Kubo et al., 2010). Laninamivir memiliki kemampuan untuk melawan neuraminidase

yang sudah mengalami mutasi. Nilai IC50 laninamivir terhadap neuraminidase tipe

mutan dan wild tidak terlalu jauh berbeda (Meeprasert et al., 2012).

Virus influenza yang mengalami resistensi terhadap NAI disebabkan oleh

mutasi pada neuraminidase yang menyebabkan perubahan bentuk sisi katalitik dari

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 38: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

neuraminidase dan menurunkan kemampuan binding NA terhadap NAI. M utasi

His274Tyr, Arg292Lys, dan Asn294Ser berkaitan dengan menurunnya kemampuan

binding antara oseltamivir dengan neuraminidase sehingga menyebabkan resistensi

terhadap oseltamivir. Mutasi Arg292Lys dan Asn294Ser menyebabkan tidak

terjadinya rotasi Glu276 dan tidak terjadi ikatan antara Glu276 dengan Arg224

sehingga tidak terjadi pembentukan pocket pada neuraminidase yang mampu

berikatan dengan rantai hidrofobik pada oseltamivir.

Zanamivir tidak memiliki gugus hidrofobik tetapi memiliki gugus guanidine

sehingga resistensi yang terjadi disebabkan oleh mutasi pada kerangkan residu

katalitik. Peramivir memiliki gugus hidrofobik seperti oseltamivir dan memiliki gugus

guanidine seperti zanamivir sehingga resistensi terhadap paramivir analog dengan

yang terjadi pada oseltamivir dan zanamivir. Resistensi terhadap laninamivir belum

dilaporkan hingga saat ini, namun demikian laninamivir berikatan dengan

neuraminidase pada sisi ikatan yang mirip dengan ikatan antara zanamivir dengan

neuraminidase sehingga resistensi terhadap laninamivir dimungkinkan terjadi

(Samson et al., 2013).

Di samping NAI yang telah disebutkan di atas, telah dikembangkan beberapa

senyawa yang berpotensi sebagai NAI, antara lain dari golongan peptida siklik

(Tambunan et al., 2012). Beberapa senyawa peptida siklik yang dikembangkan

memiliki aktivitas hambatan dan afinitas lebih baik dibandingkan NAI yang telah

digunakan. Di antara peptide siklik yang telah dikembangkan tersebut terdapat

kandidat yang potensial menggantikan NAI karea diketahui juga memiliki toksisitas

yang rendah. Terdapat juga senyawa yang berpotensi dikembangkan sebagai NAI

yang diisolasi dari Zingiberaceae, yaitu 1, 2-di-O- β-D-glucopyranosyl-4-allylbenzene

(BGA). Senyawa ini memiliki aktivitas hambatan terhadap NA, terdapat sekitar 14

residu pada sisi aktif NA yang berinteraksi dengan BGA (Tambunan et al., 2010).

2.3. Analisis Oseltamivir

Penentuan oseltamivir telah dilakukan dengan HPLC (Joseph-Charles et al.,

2007), elektroforesis kapiler (Laborde-Kummer et al., 2009), LC-MS-MS

(Lindegårdh et al., 2007) dan kolorimetri (Green et al., 2008), spektrofotometri

(Malipatil et al., 2010), dan potensiometri (Hamza et al., 2012). Penentuan oseltamivir

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 39: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

secara kualitatif dengan teknik voltametri siklik telah dilakukan oleh Ivic et al.,

(2011). Elektroda kerja yang digunakan ialah elektroda emas polikristalin. Puncak

oksidasi dan reduksi oseltamivir teramati pada potensial -0,5 dan -0,7 V. Elektrolit

yang digunakan pada penelitian ini ialah NaHCO3 0,05 M dengan pH 8,4. Puncak

oksidasi dan reduksi oseltamivir tidak dapat teramati saat digunakan glassy carbon

sebagai elektroda kerja. Hal ini menunjukkan bahwa elektroda glassy carbon tidak

dapat digunakan untuk analisis kualitatif oseltamivir.

Pop et al., (2010) melaporkan analisis kuantitatif oseltamivir menggunakan

teknik differential pulse voltammetry. Elektroda kerja zinctetranaphthaloporphyrin

(ZnTNP) based diamond electrode, zinc-5,10,15,20-tetra(4-sulfophenyl)porphyrin

(ZnTSPP) based diamond electrode, ZnTNP based carbon paste electrode, dan

ZnTSPP based carbon paste electrode memiliki sensitivitas masing-masing 0,844

mA/mol/L; 36 mA/mol/L; 27,8 mA/mol/L; dan 67 mA/mol/L. Daerah kerja masing-

masing 10-11

-10-7

mol/L; 10-10

-10-8

mol/L; 10-9

-10-7

mol/L; 10-9

-10-7

mol/L. Limit

deteksi analisis kurang dari 10-9

mol/L dan %RSD kurang dari 1,0 %. Respon

elektroda yang digunakan stabil selama lebih dari 3 bulan. Pada Pop et al., (2012)

kembali melakukan analisis kuantitatif oseltamivir dengan teknik differential pulse

voltammetry. Pada penelitian ini digunakan delapan buah elektroda kerja, yaitu

ZnTNP diamond, ZnTNP carbon, ZnTSPP diamond, ZnTSPP carbon, Zn-

tetraphenylporphyrin (ZnTPP) diamond, ZNTPP carbon, Zn-phthalocyanine (ZnPc)

diamond, dan ZnPc carbon. Elektrolit yang digunakan ialah titrisol dengan pH 5.

Performa masing-masing elektroda disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Performa elektroda kerja pada penentuan oseltamivir

Senyawa

Elektroaktif

Matriks Range

konsentrasi

linear

(mol/L)

Limit of

Detection

Sensitivitas E (mV)

ZnTNP Diamond 10-11

– 10-7

6,28 x 10-12

844 nA/mol/L 831±5

Carbon 10-9

– 10-7

7,00 x 10-10

27,8 mA/mol/L -678±4

ZnTSPP Diamond 10-10

– 10-8

7,30 x 10-11

36 mA/mol/L 398±8

Carbon 10-9

– 10-7

1,95 x 10-10

67 mA/mol/L 648±5

ZnTPP Diamond 10-11

– 10-9

7,19 x 10-12

45 nA/mol/L 691±8

Carbon 10-13 – 10-11 3,64 x 10-14 212 mA/mol/L -668±7

ZnPc Diamond 10-8

– 10-6

8,17 x 10-9

88,5 nA/mol/L 683±8

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 40: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Carbon 10-9

– 10-6

6,74 x 10-10

2,95 mA/mol/L -678±9

2.4. Analisis Zanamivir

Penentuan zanamivir dalam serum dan urin telah dilakukan dengan teknik LC-

MS-MS. Deteksi dilakukan dengan menggunakan isotop stabil sebagai standar

internal. Zanamivir pada range konsentrasi 10-5000 ng/mL dapat dideteksi dengan

metoda yang dikembangkan dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 0,2 mL

dengan waktu analisis 5 menit (Allen et al., 1999). Baughman et al., (2007)

menggunakan teknik positive ion hydrophilic interaction chromatography

(HILIC)/tandem mass spectrometry (MS) untuk menganalisis zanamivir dalam

plasma tikus dan kera. Limit kuantitasi dari teknik yang digunakan ialah 2 ng/mL dan

konsentrasi tertinggi yang dapat dideteksi ialah sebesar 10000 ng/mL. Rasio sinyal

terhadap derau pada 2 ng/mL ialah 5:1. Teknik LC dengan TOF quadrupole MS juga

telah dikembangkan untuk analisis zanamivir. Teknik ini dapat mendeteksi zanamivir

pada rentang 5-1000 ng/mL (Ge et al., 2012).

Analisis zanamivir dengan teknik voltametri telah dilaporkan oleh Skrzypek

(2010). Dilaporkan bahwa zanamivir bertindak sebagai elektrokatalis pada permukaan

mercury drop electrode yang akan mengkatalisis evolusi hidrogen. Analisis zanamivir

dengan teknik Square Wave Voltammetry telah dilakukan pada kondisi pH buffer

sitrat-fosfat 2,2. Teknik ini dapat mendeteksi zanamivir pada range 4,8 x 10-7

– 1,2 x

10-5

mol/L dengan limit deteksi dan limit kuantitasi berturut-turut sebesar 1,5 x 10-7

dan 4,8 x 10-7

.

2.5. Deteksi Neuraminidase

Deteksi neuraminidase (NA) telah dilaporkan dengan teknik enzimatis,

fluorometrik, ELISA, spektroskopi, melting analysis, RT-PCR. Teknik analisis NA

berdasarkan reaksi enzimatis dilakukan dengan menggunakan 2'-(4-

Methylumbelliferyl)-α-D-N-acetylneuraminic acid (4-MUNANA) maupun derivatnya

sebagai substrat. Produk reaksi enzimatis yang memiliki sifat fluoresens dideteksi

pada panjang gelombang yang sesuai (Yang et al., 2012). Zhang et al., (2012)

mengembangkan deteksi NA dengan teknik enzimatis ini pada microfluidic chip.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 41: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Deteksi dan kuantisasi NA dengan teknik immunocapture ELISA

dikembangkan oleh Gerentes et al., (1998) berdasarkan penggunaan monoclonal

antibodi spesifik untuk NA. Teknik ini dapat mendeteksi NA yang telah dimurnikan

hingga konsentrasi 7 ng/mL. Deteksi NA secara simultan dengan hemagglutinin

dikembangkan dengan LC-MS-MS. Teknik ini dapat mendeteksi hingga 1 ug/mL

(Williams et al., 2012). Teknik melting analysis telah digunakan untuk mendeteksi

perubahan pada sequence NA tanpa memerlukan probe yang spesifik (Varillas et al.,

2011), sementara RT-PCR juga telah dikembangkan untuk menganalisis perubahan

atau mutasi yang terjadi pada NA virus (Takayama et al., 2013).

2.6. Elektrokimia: Voltametri

Voltametri merupakan salah satu teknik untuk menginvestigasi mekanisme

elektrolisis. Pada teknik voltametri, arus yang mengalir diamati untuk setiap potensial

yang diaplikasikan pada elektroda kerja. Voltametri termasuk ke dalam teknik

potentiostatic atau controlled potential technique. Potensial diaplikasikan pada

rentang tertentu untuk mendorong terjadinya transfer muatan (reaksi redoks) pada

interface elektroda dengan larutan. Besarnya arus yang dihasilkan pada proses

tersebut kemudian diukur (Wang, 2006). Komponen penting pada teknik voltametri

meliputi hal-hal berikut:

1. Elektroda : Biasanya digunakan logam yang bersifat inert seperti emas atau

platinum. Saat ini selain digunakan batangan logam banyak juga digunakan

nanopartikel logam atau oksida logam yang dilapiskan pada material substrat yang

sesuai.

2. Pelarut : Merupakan zat cair yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi untuk

memastikan dapat melarutkan elektrolit dan membantu menghantarkan arus. Air

dan asetonitril merupakan contoh pelarut yang banyak digunakan.

3. Background electrolyte : Merupakan garam yang inert secara elektrokimia,

biasanya dimasukkan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibanding analat (0,1

M). Berfungsi mengalirkan arus listrik, contohnya: NaCl, tetrabutilamonium

perklorat.

4. Reaktan/analat : Merupakan spesi yang akan ditentukan secara elektrokimia.

Biasanya berada pada konsentrasi rendah, kurang dari 10-3

M.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 42: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Berdasarkan potensial yang digunakan, voltametri dibedakan menjadi tiga, yaitu: a).

Potential Step, b). Linear Sweep, c). Cyclic Voltammetry.

a. Potential Step Voltammetry

Pada potential step voltammetry, tegangan atau potensial yang diaplikasikan

diubah dari V1 menjadi V2 (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Profil perubahan potensial yang diaplikasikan dari V1 ke V2. (Sumber:

http://www.cheng.cam.ac.uk)

Seiring dengan proses elektrolisis yang terjadi pada permukaan elektroda,

terbentuk gradien konsentrasi karena konsentrasi di permukaan elektroda akan

berkurang terkonsumsi oleh proses elektrolisis. Dropnya gradien konsentrasi

berdampak pada turunnya arus listrik yang dihasilkan. Respon arus yang dihasilkan

disajikan pada Gambar 2.9 dan profil gradien konsentrasi disajikan pada Gambar

2.10.

Gambar 2.9 Profil arus versus waktu pada Potential step voltammetry. (Sumber:

http://www.cheng.cam.ac.uk)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 43: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.10 Profil konsentrasi versus jarak menunjukkan gradien konsentrasi di

sekitar elektroda. (Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)

b. Linear Sweep Voltammetry

Pada linear sweep voltammetry kisaran potensial tertentu diaplikasikan, misal

antara V1 dan V2, tegangan dipayar pada kisaran tersebut mulai dari nilai V1 hingga

V2 (Gambar 2.11). Besarnya kecepatan payar (scan rate) dihitung berdasarkan

kemiringan garis yang menghubungkan V1 dengan V2.

Gambar 2.11 Profil tegangan yang diaplikasikan pada linear sweep voltammetry.

(Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)

Pada linear sweep voltammetry, voltamogram yang dihasilkan bergantung

pada beberapa faktor, antara lain : a). laju transfer elektron, b). reaktivitas dari spesi

elektroaktif, dan kecepatan payar tegangan. Voltamogram linear sweep voltammetry

menunjukkan hubungan antara tegangan yang diaplikasikan dengan arus yang

dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan payar, maka besarnya arus yang dihasilkan juga

semakin tinggi (Gambar 2.12)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 44: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.12 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan payar untuk

sistem reversible. (Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)

Apabila sistem yang terjadi bersifat quasireversible dan irreversible maka

profil hubungan tegangan vs arus pada berbagai kecepatan payar disajikan pada

Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Profil hubungan potensial vs arus pada berbagai kecepatan payar

untuk sistem quasireversible dan irreversible.

(Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)

c. Cyclic Voltammetry

Voltametri siklik (CV) memiliki kemiripan dengan linear sweep voltammetry,

perbedaannya ialah setelah potensial yang diaplikasikan mencapai nilai V2 potensial

dipayar kembali hingga mencapai nilai V1. Bentuk potensial yang diaplikasikan ialah

bentuk triangular (Gambar 2.14). Parameter eksperimental yang diperhatikan pada

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 45: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

CV ialah initial potential, switching potential, dan scan rate. Biasanya scan rate atau

kecepatan payar yang digunakan disesuaikan dengan ukuran elektroda yang

digunakan. Sebagai contoh, bila elektroda yang digunakan memiliki diameter puluhan

mm kecepatan payar yang digunakan bisa mencapai 250 mV/s, diameter elektroda 1-2

mm kecepatan payar bisa mencapai 1000 mV/s. Semakin kecil diameter elektroda

biasanya kecepatan payar yang digunakan semakin besar. Sementara itu, parameter

kuantitatif yang penting pada CV meliputi potensial puncak katodik dan anodik (Ep,c

dan Ep,a), puncak arus katodik dan anodik (ip,c dan ip,a), perbedaan puncak potensial

katodik dan anodik (ΔEp = ǀEp,a – Ep,cǀ), potensial formal reaksi redoks (Eº =

[Ep,a+Ep,c]/2), potensial setengah puncak ialah (Ep/2 = E saat i = ip/2) (Foster & Walsh,

2005).

Gambar 2.14 Profil potensil yang diaplikasikan pada teknik cyclic voltammetry.

(Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)

Voltametri siklik dapat memberikan informasi termodinamik suatu proses

redoks dan informasi kinetik transfer elektron heterogen. Di samping itu dapat

diperoleh informasi potensial redoks suatu spesies elektroaktif serta memberikan

informasi mengenai efek media terhadap suatu reaksi redoks. Selama pemayaran pada

potensial yang ditentukan, arus akan diukur dengan potensiostat dan plot potensial vs

arus yang dihasilkan dikenal sebagai cyclic voltammogram (Wang, 2006).

Pada sistem reversible dengan jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi

redoks ialah n, pada suhu 298 K berlaku persamaan Randles-Sevcik:

Ip = (2,69 x 105)n

3/2AD

1/2Cv

1/2

A merupakan luas area elektroda (cm2), D koefisien difusi ((cm

2s

-1), C konsentrasi

larutan, dan v ialah kecepatan payar (Vs-1

). Pada sistem reversible Ep tidak

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 46: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

bergantung pada v dan ǀip,c/ip,aǀ adalah 1. Berlaku pula hubungan ǀEp – Ep/2ǀ = 56,5/n

mV, ΔEp = Ep,a – Ep,c = 0,059/n .

Pada sistem irreversible dengan jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi

redoks ialah n, pada suhu 298 K berlaku persamaan Randles-Sevcik :

Ip = (2,99 x 105)α

1/2ACD

1/2v

1/2

Di mana α merupakan koefisien transfer dan bergantung pada bentuk energi

penghalang pada transfer elektron. ǀEp – Ep/2ǀ = 1,847 RT/αF = 47,7/α (mV) pada 25

ºC. Pada kondisi irreversible sempurna, Ep akan bergeser ke arah potensial lebih

negatif (untuk reaksi reduksi) dengan meningkatnya kecepatan payar (Foster &

Walsh, 2005), dengan kata lain sistem irreversible total ditandai bergesernya nilai

potensial redoks dengan perubahan kecepatan payar (Wang, 2006).

Sementara itu pada kondisi di mana analat teradsorpsi sebagai lapisan tipis

terbatas pada elektroda, berlaku bahwa arus pucak proporsional dengan v, bukan

dengan v1/2

seperti yang berlaku pada sistem reversible maupun irreversible. Di bawah

kondisi isotherm Langmuir (ketika tidak ada interaksi antara adsorbat yang

berdekatan) FWHM = 3,53 RT/nF = 90,6/n mV. FWHM ialah lebar total puncak

katodik dan anodik pada setengah puncak arus. Terjadinya penyimpangan dari nilai

ini mengindikasikan adanya tarikan atau tolakan (interaksi) antara adsorbat yang

berdekatan (Foster & Walsh, 2005).

Voltamogram yang dihasilkan pada cyclic voltammetry menunjukkan

hubungan antara potensial vs arus (Gambar 2.15a). Voltamogram untuk sistem

reversible pada berbagai kecepatan payar disajikan pada Gambar 2.15b sementara

untuk sistem quasireversible dan irreversible disajikan pada Gambar 2.15c.

Siklik voltametri banyak digunakan untuk mengelusidasi mekanisme reaksi

yang kompleks dan mengkuantitasi analat dalam sampel. Berbagai bidang seperti

industri, biomedis, dan lingkungan telah memanfaatkan teknik analisis ini.

Kronoamperometri

Kronoamperometri melibatkan penggunaan potensial konstan selama jangka

waktu tertentu. Kronoamperometri akan menghasilkan kurva hubungan antara waktu

versus arus. Nilai arus akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu karena spesi

elektroaktif pada permukaan elektroda akan terkonsumsi pada reaksi elektrokimia

yang terjadi pada potensial yang digunakan. Teknik ini banyak digunakan untuk

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 47: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

menentukan nilai koefisien difusi spesi elektroaktif atau daerah permukaan elektroda

kerja mengikuti persamaan Cottrell berikut.

I, n, F, A, D, C, t berturut-turut merupakan arus, jumlah elektron yang terlibat

dalam reaksi redoks, tetapan Faraday, luas permukaan elektroda, koefisien difusi,

konsentrasi, dan waktu.

Gambar 2.15 Hubungan potensial vs arus (a), hubungan potensial vs arus pada

berbagai kecepatan payar untuk sistem reversible (b), sistem quasireversible dan

irreversible (c). (Sumber: http://www.cheng.cam.ac.uk)

2.7. Boron Doped Diamond (BDD) dan Modified-BDD

Diamond merupakan material dengan kekerasan sangat tinggi (1 x 104

kg/mm2), konduktivitas termal yang tinggi (2600 W/mK), dan charge carrier

mobilities yang tinggi (untuk elektron sebesar 2200 cm2/Vs). Diamond bersifat

insulator, namun doping terhadap diamond menyebabkannya bersifat semikonduktor

hingga metalik dengan konduktivitas bergantung pada level doping yang dilakukan.

Dopant untuk diamond antara lain ialah boron yang menghasilkan semikonduktor tipe

p, nitrogen, fosforus, dan sulfur yang menghasilkan semikonduktor tipe n. Dopant

a b

c

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 48: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

campuran dapat juga digunakan dan akan membentuk co-doped diamond, dopant

campuran tersebut antara lain menggunakan nitrogen-boron dan boron-sulfur (Kraft,

2007).

Diamond yang telah didoping oleh boron menghasilkan boron doped diamond

(BDD) yang banyak digunakan sebagai elektroda pada analisis elektrokimia. BDD

memiliki keunggulan antara lain potential window yang lebar (Gambar 2.16),

background current yang rendah, inert dan stabil. BDD dapat difabrikasi dengan

teknik chemical vapor deposition (CVD). Teknik CVD dapat diklasifikasikan menjadi

tiga kelompok, yaitu plasma assisted CVD, hot filament assisted CVD, dan

combustion flame CVD. Teknik yang paling banyak digunakan ialah microwave

plasma assisted CVD (MPACVD). Pada teknik CVD biasanya gas metana atau

campuran metana dengan aseton, digunakan sebagai sumber karbon. Sementara

sebagai sumber boron dapat digunakan diboran, trimetilboron, atau borat organik

(Ivandini et al., 2005).

Gambar 2.16 Voltamogram siklik elektroda diamond dalam H2SO4 0,1 M. (Sumber:

Fujishima et al. 2005)

Lapisan BDD dapat ditumbuhkan pada substrat non diamond seperti Si, Mo,

W, Ti, dan Nb. Substrat yang paling umum digunakan ialah Si, hal ini dikarenakan Si

memiliki struktur yang mirip diamond (Ivandini, Einaga, et al., 2005). Rasio boron

terhadap karbon (B/C) yang digunakan saat proses deposisi mempengaruhi BDD yang

dihasilkan. Semakin tinggi nilai rasio B/C, BDD semakin besar nilai konduktivitas

BDD. BDD dengan rasio B/C yang tinggi banyak digunakan untuk reaksi sintesis dan

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 49: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

penguraian secara elektrokimia, sebaliknya B/C yang lebih rendah digunakan untuk

sensor (Levy-clement, 2005). Tabel 2.2 menyajikan karakteristik BDD pada berbagai

nisbah B/C. Menurut Kraft (2007) BDD dapat dideposisikan pada substrat dengan

beberapa cara seperti disajikan pada Gambar 2.17.

Tabel 2.2 Karakteristik BDD pada berbagai nisbah B/C.

(Sumber: Levy-clement, 2005)

B/C dalam

fase gas

(ppm)

Fase padat

[B] (cm-3

)

Resistivitas

(Ω cm)

Ketebalan

(µm)

Rerata

ukuran

butir (µm)

200 8 x 1017

4200 9,5 ~ 6

800 2 x 1019

1800 9 ~ 4

1200 5 x 1019

250 9 ~ 3,5

1600 9 x 1019

60 9,2 ~ 2,5

2000 1 x 1020

11 8,2 ~ 2,8

2800 4 x 1020

7,5

6000 2 x 1021

0,06 7,0 ~ 2

6500 3 x 1021

6,8

8000 5 x 1021

0,06 4,6 ~ 1,3

10000 7 x 1021

0,06 4 ~ 1

12000 1 x 1022

≈ 0,1 4 ~ 0,1

14000 1,5 x 1022

≈ 0,1 4 ~ 1

Živcová et al., (2013) melaporkan bahwa BDD dapat dikategorikan sebagai

BDD berkualitas tinggi apabila memiliki karbon sp3 yang tinggi dan sedikit sekali

terdapat karbon sp2, sementara BDD berkualitas rendah memiliki karbon sp

2 dalam

jumlah yang banyak. Kualitas BDD biasanya dikarakterisasi dengan spektroskopi

Raman karena dapat menunjukkan keberadaan karbon sp2 maupun sp

3.

Gambar 2.17 Skema tipe elektroda diamond yang digunakan: a). doped-

diamond thin film electrode, b). doped-diamond thin film electrode dengan interlayer

antara substrat dan lapisan diamond, c). doped diamond particle diimmobilisasi pada

passivated surface, d). doped diamond particle diimmobilisasi pada insulating film.

(Sumber: Kraft 2007)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 50: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

BDD yang difabrikasi dengan menggunakan MPACVD ialah H terminated

BDD (H-BDD) karena plasma yang digunakan berasal dari gas H2 (Ivandini, Einaga,

et al., 2005). Stabilitas H-BDD dilaporkan dapat terganggu akibat penyimpanan atau

paparan udara dan pemakaian terus-menerus (Vanhove et al., 2007). Modifikasi dapat

dilakukan terhadap doped diamond electrode, antara lain modifikasi permukaan

melalui treatment anodik atau katodik pada elektrolit berair, melalui treatment

plasma, reaksi kimia, penataan elektroda lapisan diamond, deposisi logam berukuran

nano atau oksida logam, deposisi lapisan tipis, serta implantasi ion (Kraft, 2007).

Modifikasi BDD dapat menghasilkan oxygen terminated, amine terminated, carboxyl

terminated, dan metal-modified BDD.

Oxygen terminated BDD (O-BDD) merupakan salah satu jenis BDD yang

banyak digunakan untuk keperluan sensing molekul biologis. O-BDD dapat

dihasilkan melalui treatment anodik terhadap H-BDD. O-BDD memiliki jendela

potensial yang lebih lebar, reprodusibilitas yang tinggi, stabilitas yang baik (stabil

digunakan dalam waktu lebih dari 3 bulan), sensitivitas yang tinggi, dan selektivitas

yang baik, serta mudah disiapkan (Yu et al., 2012). O-BDD dilaporkan telah

digunakan untuk analisis dopamine (Popa et al., 1999; Tryk et al., 2007), asam urat

dan asam askorbat (Popa et al., 2000), purin dan pirimidin (Ivandini et al., 2007).

Metal-modified BDD banyak dikembangkan untuk elektroda sensing. Logam

yang digunakan untuk memodifikasi BDD antara lain platina (Ivandini, et al., 2005b;

Rismetov et al., 2014), nikel (Ivandini et al., 2004; (Zeng et al., 2012), tembaga

(Ivandini et al., 2004; (Chiku et al., 2010), dan emas (Yamada et al., 2008; Ivandini et

al., 2010). Modifikasi BDD dengan logam dapat dilakukan dengan teknik

elektrodeposisi pada potensial tertentu maupun dengan teknik implantasi ion logam.

Modifikasi BDD juga telah dilakukan dengan logam berukuran nano, antara lain

nanopartikel emas menghasilkan gold nanoparticles modified boron doped diamond

(AuNPs-BDD). Nanopartikel emas memberikan aktivitas katalitik lebih tinggi

dibandingkan elektroda emas. Elektroda AuNPs-BDD inert secara kimia, stabilitasnya

tinggi, memiliki potential window yang lebar, capasitive background current yang

rendah (Kraft, 2007; Zhou & Zhi, 2009), serta signal to background current yang

dapat dikontrol (Tian & Zhi, 2007). Di samping itu modifikasi boron doped diamond

electrode dengan nanopartikel emas dilaporkan dapat meningkatkan respon elektroda

hingga empat kali lipat (Siné et al., 2006).

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 51: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

2.8. Teknik Spektroskopi untuk Karakterisasi BDD

Kualitas BDD yang diperoleh dari proses fabrikasi BDD sangat

mempengaruhi pengukuran elektrokimia yang melibatkan BDD tersebut sebagai

elektroda kerja. Teknik spektroskopi digunakan untuk mengkarakterisasi BDD, antara

lain spektroskopi Raman, Scanning Electron Microscopy (SEM), dan X-ray

photoelectron spectroscopy (XPS).

a. Spektroskopi Raman

Spektroskopi Raman merupakan teknik spektroskopi yang mendeteksi vibrasi

molekul. Cahaya berinteraksi dengan molekul dan mengubah polarisasi awan elektron

di sekitar inti dan membentuk fraksi yang tidak stabil yang akan mengemisikan

kembali radiasi (scattering). Apabila proses scattering yang terjadi menginduksi

pergerakan inti, maka terjadi inelastic scattering. Teknik spektroskopi Raman

berdasarkan pada inelastic scattering (penghamburan inelastic) cahaya monokromatik

oleh molekul yang bervibrasi. Inelastic scattering yang dimaksud ialah bahwa

frekuensi foton dalam cahaya monokromatik berubah akibat berinteraksi dengan

sampel (Gambar 2.18). Stoke dan anti-stoke scattering merupakan inelastic scattering

yang dimanfaatkan pada spektroskopi Raman (Smith & Dent, 2004).

Gambar 2.18 Ilustrasi Rayleigh, Stoke, dan anti-Stoke scattering. Stoke, dan anti-

Stoke merupakan inelastic scattering yang digunakan pada spektroskopi Raman.

(Sumber : Smith & Dent, 2004).

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 52: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Proses yang terjadi pada Spektroskopi Raman ialah Foton dari sumber radiasi

diserap oleh sampel lalu diemisikan kembali dengan frekuensi lebih kecil atau lebih

besar dibandingkan frekuensi asalnya. Foton yang diserap sampel menyebabkan

molekul sampel tereksitasi dan menjadi electric oscillating dipole yang kemudian

mengemisikan cahaya. Instrumen dasar pada Spektrometer Raman meliputi sumber

radiasi (laser), sample illumination system and light collection optic, wavelength

selector, dan detektor (photodiode array / PDA, charge couple device / CCD, atau

photomultiplier Tubes / PMT). Instrumen Raman biasanya perlu dikalibrasi sebelum

digunakan. Kalibrasi antara lain dilakukan dengan menggunakan naftalena.

Penghamburan Raman mengekspresikan pergeseran atau perubahan energi

yang terlibat dalam inelastic scattering. Pergeseran energi (enegy shift) pada sumbu X

Spektrum Raman seharusnya dinyatakan sebagai Δcm-1

, namun untuk kepraktisan

dinyatakan sebagai cm-1

. Daerah yang paling banyak digunakan informasinya ialah

pada pergeseran energi 3600-200 cm-1

, dan ada juga yang memanfaatkan daerah

pergeseran energi yang lebih sempit, disesuaikan dengan keperluan.

b. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) banyak digunakan untuk mempelajari

struktur permukaan suatu sampel padat. Signal pada SEM dihasilkan dari interaksi

berkas elektron dengan permukaan sampel. Informasi yang dapat diperoleh dari

analisis dengan SEM antara lain morfologi (tekstur) permukaan sampel padat, struktur

kristal, dan orientasi material penyusun sampel.

Secara umum instrument SEM terdiri atas electron source, condenser lens,

objective lens, scan coils, vacuum system, aperture, magnification control, stigmator,

sample holder, dan detector. Elektron yang dihasilkan electron gun diakselerasi

dengan energi antara 1 hingga 30 keV. Lensa condenser kemudian memfokuskan

berkas elektron hingga akhirnya mencapai sampel dengan diameter 2-10 nm. Gambar

topografi permukaan sampel dihasilkan berdasarkan scanning electron pada

permukaan sampel. Magnifikasi/perbesaran dapat dilakukan disesuaikan dengan detail

pengamatan yang ingin dilakukan terhadap topografi sampel (Goodhew et al., 2001).

Gambar 2.19 menunjukkan komponen utama pada instrumen SEM.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 53: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.19 Komponen utama instrument SEM.

(sumber: http://www.purdue.edu/ehps/rem/rs/sem.htm)

c. X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)

Prinsip kerja dari instrumen X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) ialah

dengan meradiasi sampel dengan radiasi x-ray yang menyebabkan elektron sampel

lepas. Identifikasi unsur dalam sampel dilakukan berdasarkan energi kinetik dari

fotoelektron yang dilepaskan tersebut. Komposisi relatif unsur dalam sampel juga

dapat ditentukan berdasarkan intensitas fotoelektronnya. Informasi yang akan

diberikan oleh instrument ini biasanya berupa spektrum yang memuat binding energy

atau chemical shift dari fotoelektron sebagai sumbu X dan intensitasnya sebagai

sumbu Y.

Pada XPS berlaku hubungan KE = hν – BE – eΦ, KE merupakan energi

kinetik fotoelektron yang lepas, hν merupakan energi foton X-Ray, BE merupakan

energi ikatan dari orbital atom yang melepaskan elektron, dan eΦ merupakan fungsi

kerja spektrometer. Instrumentasi XPS meliputi sumber radiasi sinar X (X-ray)

biasanya ialah anoda (Mg/Al), monokromator, Ar ion gun, sample holder, vacuum

system, electron energy analyzer, dan detector. Ilustrasi proses pada XPS disajikan

pada Gambar 2.20.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 54: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.20 Ilustrasi proses analisis sampel pada XPS.

(Sumber: Fadley, 2010)

2.9. Magnetic Beads

Partikel magnet banyak digunakan untuk berbagai analisis seperti pemisahan,

sensing, dan drug delivery. Saat ini tersedia partikel magnet dengan berbagai ukuran

mulai dari berukuran mikro (20µm) hingga nano (50 nm). Partikel magnet berukuran

nano biasanya digunakan untuk penelitian immunology pemisahan sel, sementara

yang berukuran mikro digunakan untuk berbagai keperluan analisis (Aytur et al.,

2006). Permukaan partikel magnet (beads) dimodifikasi melalui pre-coupled dengan

biomolekul (protein, antibodi, antigen, DNA/RNA probe) atau ligan yang memiliki

afinitas terhadap molekul target.

Streptavidin merupakan salah satu biomolekul berupa protein dengan bobot

molekul sekitar 53 kDa yang digunakan untuk memodifikasi magnetic beads (MB).

Produk komersial MB-streptavidin telah banyak tersedia dan mudah diperoleh.

Streptavidin memiliki afinitas terhadap molekul biotin (vitamin H). Setiap satu

molekul streptavidin dapat mengikat 4 molekul biotin melalui ikatan nonkovalen.

Interaksi yang terjadi antara streptavidin dengan biotin ialah ikatan hidrogen dan gaya

van der waals. Afinitas streptavidin dengan biotin sangat besar, konstanta afinitas

biotin-streptavidin dalam larutan dapat mencapai 1015

M-1

(Green, 1963). Interaksi

biotin-streptavidin juga bersifat stabil terhadap pengaruh suhu dan pH.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 55: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Molekul target dapat diimobilisasi pada magnetic beads dengan cara

dikonjugasikan terlebih dahulu dengan biotin. Interaksi biotin streptavidin selanjutnya

dapat menyebabkan molekul target terimobilisasi pada magnetic beads. Konjugasi

molekul target dengan biotin dapat terjadi melalui beberapa tipe proses biotinilasi,

bergantung pada gugus fungsi yang dimiliki molekul target. Biotinilasi molekul target

dapat terjadi melalui gugus amina primer, sulfidril, karboksil, residu karbohidrat pada

glikoprotein, dan melalui nukleotida.

2.10. Lateral Flow Assay : Strip test

Lateral Flow Assay (LFA) merupakan teknik analisis kualitatif maupun

kuantitatif yang mengkombinasikan biorecognition probe dengan kromatografi.

Umumnya dilakukan pada sebuah strip sehingga sering juga disebut sebagai strip test.

LFA yang sukses dikembangkan ialah Lateral Flow Immunoassay yang dikenal juga

dengan istilah immunokromatografi.

Pada dasarnya LFA (khususnya immunokromatografi) memiliki format yang

tersusun atas sample application pad, conjugate pad, nitrocellulose membrane, dan

adsorbent pad. Sample application pad biasanya terbuat dari selulosa atau glass fiber,

pada bagian ini sampel diaplikasikan. Bagian ini diharapkan dapat mentransport

sampel secara kontinu, seragam, dan perlahan. Adakalanya sample pad didesain untuk

proses pretreatment seperti pemisahan komponen sampel, penghilangan partikel

interferent dan pH adjustment. Conjugate pad merupakan tempat labelled

biorecognition molecule ditempatkan. Biasanya conjugate pad dibuat dari glass fiber,

selulosa, atau poliester. Nitrocellulose membrane merupakan support tempat sampel

bermigrasi menuju control dan test line yang juga terletak pada nitrocellulose

membrane ini. Adsorbent pad disimpan pada bagian ujung, berfungsi menjaga aliran

cairan sampel pada membrane nitrocellulose dan mencegah terjadinya aliran balik

cairan sampel. Bagian tersebut disusun pada backing plastic atau plastik penyangga

(Sajid et al., 2014).

2.11 Transmission Electron Microscopy (TEM)

Instrumen TEM beroperasi menggunakan electron gun yang dihasilkan oleh

sumber elektron seperti filament yang dipanaskan pada suhu mencapai 2800 K

(thermionic gun). Electron gun difokuskan dengan menggunakan lensa

elektromagnetik sebelum mengenai sampel. Elektron yang berenergi tinggi tersebut

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 56: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

akan mengenai sampel dan berinteraksi dengan atom pada sampel. Selanjutnya

elektron yang sama ataupun berbeda akan meninggalkan sampel untuk membentuk

image yang dibaca oleh detektor. Pada TEM digunakan viewing screen yang biasanya

merupakan lapisan electron-fluorescent yang dapat digunakan pada kondisi vakum.

Viewing screen dirangkaikan dengan vertical microscope column yang ketinggiannya

disesuaikan dengan rangkaian lensa yang digunakan, pole pieces, dan cooling water.

Biasanya digunakan 2 buah lensa kondensor (collecting and directing beam), 4 atau 5

lensa projektor (projecting image onto a screen).

Elektron dengan energi ratusan sampai ribuan kV dihasilkan oleh electron gun

yang berada pada bagian paling atas dari microscope column. Bagian berikutnya ialah

2 buah lensa kondensor yang bekerja mengurangi energi electron beam dan

mengontrol diameternya sebelum mengenai sampel. Aperture condensor terletak di

antara lensa kondensor dan digunakan untuk mengatur sudut konvergensi. Setelah

lensa kondensor terdapat specimen chamber. Bagian berikutnya ialah lensa objektif

yang berfungsi membentuk image intermediet pertama dan pola difraksi yang

kemudian diperbesar oleh lensa proyektor berikutnya dan ditampilkan pada

fluorescent screen. Beberapa lensa proyektor digunakan untuk memperbesar image

sebelum ditampilkan (Goodhew et al., 2001). Gambar 2. 21 menunjukkan komponen

utama instrumen TEM.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 57: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 2.21 Komponen utama instrument TEM.

(sumber : http://www.en.academic.ru)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 58: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Peralatan

3.1.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian meliputi zanamivir (Tokyo Chemical

Industry Co. Ltd.), oseltamivir (U.S.Pharmacopeia standards), neuraminidase dari

bakteri Clostridium perfringens (Sigma Aldrich), gas hidrogen, metana, dan

trimetilboron, HAuCl4.4H2O (Wako Pure Chemicals Industries, Ltd.), Mucin dari

bovine submaxillary glands (Sigma Aldrich), Nitrocellulose membrane dengan

ukuran pori 0,45 µm (Bio-Rad), glass fiber filter (Merck Millipore Ltd.), EZ-Link®

Sulfo-NHS-Biotin (Thermo Scientific), Dynabeads® M-280 Streptavidin

(INVITROGEN), Allylamine (Tokyo Chemical Industry Co. Ltd.), Na3C6H5O7, 2-

propanol, K2HPO4, KH2PO4, H3PO4, H2SO4, etanol absolut, NaOH 0,014 N, KOH,

asam sitrat, dan natrium sitrat (Wako Pure Chemicals Industries, Ltd. Atau Merck

Millipore Ltd.), liquid blocker mini pen (Daido Sangyo, Japan), dan high purity

aquades dengan konduktivitas maksimum 18 MΩ dari Simply-Lab water system

(DIRECT-Q 3 UV, Millipore).

3.1.2 Peralatan dan Instrumen

Peralatan yang digunakan pada penelitian ialah berbagai peralatan gelas,

micropipette, neraca analitik, sonikator, vortex, magnetic particle concentrator

(Invitrogen DynaMagTM

-2), magnetic stirrer, incubator (Sansyo Incubator SIB-35),

lampu UV, pH meter (Horiba Laqua), elektroda platina sebagai counter electrode,

elektroda pembanding Ag/AgCl (ALS RE-1C), elektroda Au dan BDD sebagai

working electrode. Instrumen yang digunakan meliputi Electrochemical Analyzer

(ALS/H CH Instruments), Raman spectroscopy (Olympus BX51M), Scanning

Electron Microscopy (SEM) FEI Sirion, Transmission Electron Microscopy (TEM)

FEI TECNAI G2, X-ray photoelectron spectroscopy (XPS) Jeol JPS-9010 TR

photoelectron/spectrometer, dan Microwave Plasma-Assisted Chemical Vapor

Deposition (MPACVD) AX6500X Seki Technotron Corp.

3.2 Prosedur Kerja

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 59: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama meliputi fabrikasi dan

karakterisasi elektroda, studi perilaku elektrokimia zanamivir, dan pengukuran

zanamivir. Pada tahap dua dilakukan optimasi deteksi NA secara tidak langsung

berdasarkan respon elektrokimia zanamivir saat ada dan tidak ada NA, pengukuran

NA pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD, immobilisasi zanamivir pada

permukaan elektroda Au-BDD, dan pengembangan teknik deteksi NA dengan

bantuan magnetic beads, serta pengebangan awal metode deteksi NA dengan lateral

flow analysis (strip test). Diagram alir penelitian disajikan pada Lampiran 1.

3.2.1 Studi Elektrokimia Zanamivir dan Oseltamivir pada Elektroda Au

Sel pengukuran voltametri disiapkan terdiri atas Ag/AgCl sebagai reference

electrode, platina sebagai counter electrode, dan Au sebagai working electrode

(Gambar 3.1). Larutan zanamivir dan oseltamivir dalam buffer fosfat (PBS) 0,1 M pH

7 dimasukkan ke dalam kompartemen sampel pengukuran voltametri. Profil

voltametri siklik zanamivir dan oseltamivir diamati pada rentang potensial 0 hingga

+1500 mV dengan kecepatan payar (scan rate) 100 mV/s.

Gambar 3.1 Rancangan sel elektrokimia.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 60: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

3.2.2 Pembuatan Elektroda Boron Doped Diamond (BDD) 0,1 %, Gold modified

Boron Doped Diamond Electrode (Au-BDD), dan Gold Nanoparticles modified

Boron Doped Diamond Electrode (AuNPs-BDD)

3.2.2.1 Preparasi Silicon Wafer

Bagian permukaan yang mengkilap dari silicon wafer digosokkan pada

permukaan nanodiamond selama kurang lebih 30 menit hingga terbentuk goresan

diamond pada permukaannya. Silicon wafer yang telah digores kemudian disonikasi

dengan isopropanol sebanyak 2 kali masing-masing selama 5 menit dan dikeringkan.

3.2.2.2 Fabrikasi Elektroda BDD 0,1% dengan menggunakan Microwave Plasma

Assisted Chemical Vapor Deposition (MPACVD )

Silicon wafer yang telah disiapkan pada bagian 3.2.2.1 kemudian ditaruh

dalam sample holder yang telah dibersihkan, bagian yang telah digosok berada di

atas. Sampel holder selanjutnya diletakkan di dalam MPACVD chamber (Lampiran

2), setelah cover kaca diletakkan, selanjutnya MPACVD chamber ditutup. Plasma

yang digunakan berasal dari gas hidrogen (H2), gas metana (CH4) digunakan sebagai

sumber karbon dan trimetilboron (C3H9B) sebagai sumber boron. Kondisi proses

chemical vapor deposition pada pembuatan BDD disajikan pada Tabel 3.1. Setelah

proses deposisi selesai didapatkan elektroda BDD dengan konsentrasi 0,1 % Boron.

Tabel 3.1 Kondisi operasi MPACVD pada pembuatan BDD 0,1 %

Parameter Kondisi

CH4 (standard cubic centimeters per minute / sccm) 20

H2 (sccm) 530

TMB (sccm) 2

O2 (sccm) 0,5

Chamber Pressure (Torr) 80

Plenum Pressure (Torr) 70

Microwave Power (W) 6000

Temperature (C) 987

Deposition Time (h) 6

3.2.2.3 Karakterisasi Elektroda BDD 0,1 %

Karakterisasi dengan Spektrometer Raman. Elektroda BDD yang dihasilkan

kemudian dikarakterisasi dengan instrumen spektrometer Raman (Lampiran 2).

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 61: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Sebelum digunakan, instrumen dikalibrasi terlebih dahulu dengan naftalena.

Pengukuran spektrum Raman dilakukan pada beberapa titik BDD yang diperoleh.

Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Katakterisasi

elektroda BDD dengan SEM dilakukan dengan merekatkan elektroda pada carbon

tape lalu dimasukkan ke dalam bilik SEM untuk kemudian dikarakterisasi ukuran

kristal dan topografi permukaannya. Gambar instrumen SEM yang digunakan pada

penelitian disajikan pada Lampiran 2.

Karakterisasi dengan X-Ray Photoelectron Spectroscopy (XPS). Karakterisasi

dengan XPS dilakukan dengan cara memasukkan elektroda BDD ke dalam bilik XPS

dengan merekatkannya pada sample holder dengan carbon tape untuk kemudian

dikarakterisasi kandungan atom karbon, oksigen, emas, dan nitrogen pada elektroda

BDD dan modified-BDD. Gambar instrumen XPS yang digunakan pada penelitian

disajikan pada Lampiran 2.

3.2.2.4 Pembuatan Gold Modified Boron Doped Diamond Electrode dengan

Teknik Electrodeposition

Elektroda BDD yang telah diperoleh disusun pada kompartemen sampel

pengukuran voltametri (Gambar 3.1). Ke dalam kompartemen dimasukkan larutan

HAuCl4.4H2O 2 mM dan H2SO4 0,5 mM dengan perbandingan 1:1. Elektrodeposisi

Au pada permukaan BDD dilakukan pada variasi potensial -800 hingga 0 mV.

Setelah mendapatkan potensial deposisi optimum, waktu deposisi Au pada permukaan

BDD divariasikan pada 50, 100, 150, dan 200 detik. Elektroda gold modified BDD

yang diperoleh selanjutnya disebut sebagai elektroda Au-BDD. Elektroda Au-BDD

yang telah dibuat dikarakterisasi dengan menggunakan SEM dan XPS. Stabilitas

elektroda diamati dengan melakukan pengukuran sebanyak 30 kali ulangan.

3.2.2.5 Pembuatan Gold Modified Boron Doped Diamond Electrode dengan

Teknik Chemical Deposition

Elektroda H-BDD terlebih dahulu dioksidasi dengan siklik voltametri sebanyak

20 kali dalam larutah H2SO4 0,1 M dan dilanjutkan dengan teknik amperometri pada

potensial 3 V selama 20 menit. O-BDD yang diperoleh selanjutnya direndam dalam

allylamina selama 6 jam sambil diradiasi dengan cahaya ultraviolet (Tian et al., 2006).

N-BDD yang diperoleh selanjutnya direndam selama 90 menit dalam larutan

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 62: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

nanopartikel emas (AuNPs) yang telah disiapkan dengan metode Turkevich (Kimling

et al., 2006). Elektroda gold modified BDD yang diperoleh selanjutnya disebut

sebagai AuNPs-BDD. Karakterisasi elektroda AuNPs-BDD dilakukan dengan

menggunakan SEM dan XPS. Stabilitas elektroda diamati dengan melakukan 30 kali

ulangan pengukuran.

3.2.3 Pengukuran Elektrokimia Zanamivir

3.2.3.1 Pemilihan Kecepatan Payar Pengukuran Elektrokimia Zanamivir

Kecepatan payar (scan rate) pengukuran elektrokimia zanamivir divariasikan

pada 25, 50, 100, 150, 200, dan 250 mV/s. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang

menggunakan Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, kawat platina digunakan

sebagai counter electrode, dan Au-BDD sebagai elektroda kerja. Larutan zanamivir

1,5 x 10-4

M dalam PBS 0,1 M digunakan pada pengukuran. Hubungan antara

kecepatan payar dengan arus reduksi selanjutnya ditentukan.

3.2.3.2 Penentuan Potential Windows Pengukuran Elektrokimia Zanamivir

Potential windows pengukuran elektrokimia zanamivir ditentukan pada

rentang -2 hingga +1,5 V. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang menggunakan

Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, kawat platina digunakan sebagai counter

electrode, dan Au-BDD sebagai elektroda kerja. Larutan zanamivir 1,5 x 10-4

M

dalam PBS 0,1 M digunakan pada pengukuran.

3.2.3.3 Penentuan Koefisien Difusi

Koefisien difusi pada pengukuran zanamivir ditentukan dengan mengukur arus

pada potensial tetap yaitu 1100 mV selama 10 detik. Besarnya arus dialurkan terhadap

waktu. Koefisien difusi ditentukan dengan menggunakan persamaan Cottrell setelah

mengalurkan 1/√t dengan arus.

3.2.3.4 Pengukuran Zanamivir pada Berbagai Konsentrasi

Disiapkan larutan zanamivir dengan berbagai konsentrasi pada kisaran 1 x 10-

12 hingga 1 x 10

-4 M dalam PBS 0,1 M. Larutan zanamivir diukur dengan kondisi

pengukuran yang optimum. Selain itu dilakukan juga pengukuran zanamivir pada

rentang konsentrasi yang lebih sempit yaitu pada rentang 1 x 10-6

hingga 1 x 10-4

M.

3.2.3.5 Presisi Pengukuran Zanamivir

Larutan zanamivir diukur dengan teknik voltametri siklik sebanyak sembilan

kali ulangan pada tiga level konsentrasi. Nilai % RSD pengukuran menunjukkan

presisi pengukuran zanamivir.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 63: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

3.2.4 Pengukuran Elektrokimia Neuraminidase

3.2.4.1 Optimasi pH

Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4

M dalam PBS 0,1

M pH 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 7; dan 8. Selanjutnya ke dalam masing-masing larutan

zanamivir dimasukkan neuraminidase (NA) dengan konsentrasi 10 mU. Dilakukan

inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Aktivitas enzim dihentikan dengan

menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 % (Ye et al., 2012). Besarnya

respon elektrokimia larutan zanamivir diukur pada kondisi pengukuran optimum.

3.2.4.2 Optimasi Waktu Reaksi Zanamivir dengan Neuraminidase

Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4

M dalam PBS

0,1 M pH optimum. Ke dalamnya dimasukkan NA dengan konsentrasi 10 mU dan

dilakukan inkubasi pada suhu 37 C selama 10, 20, 25, 30, dan 40 menit. Aktivitas

enzim dihentikan dengan menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %.

Besarnya respon elektrokimia larutan zanamivir diukur pada kondisi pengukuran

optimum.

3.2.4.3 Pengukuran Neuraminidase

Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4

M dalam PBS

0,1 M pH optimum. Ke dalam masing-masing larutan tersebut dimasukkan NA

dengan konsentrasi masing-masing 0 hingga 15 mU dan dilakukan inkubasi pada suhu

37 C selama waktu kontak optimum. Aktivitas enzim dihentikan dengan

menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %. Besarnya respon

elektrokimia larutan zanamivir diukur pada kondisi pengukuran optimum.

3.2.4.4 Presisi Pengukuran Neuraminidase

Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4

M dalam buffer

fosfat pH optimum. Dimasukkan NA ke dalam larutan zanamivir dan dilakukan

inkubasi pada suhu 37 C selama waktu kontak optimum. Aktivitas enzim dihentikan

dengan menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %. Dilakukan sebanyak

9 kali ulangan dan presisi pengukuran ditentukan.

3.2.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Neuraminidase

Digunakan 3 mL larutan zanamivir pada konsentrasi 1 x 10-4

M dalam PBS

pH optimum. Dimasukkan NA pada konsentrasi 0 hingga 15 mU bersama mucin

dengan konsentrasi 3,3 mg/mL ke dalam larutan zanamivir dan dilakukan inkubasi

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 64: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

pada suhu 37 C selama waktu kontak optimum. Aktivitas enzim dihentikan dengan

menambahkan 1 mL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %.

3.2.5. Immobilisasi Zanamivir pada Magnetic Beads

3.2.5.1 Modifikasi Zanamivir dengan Biotin

Zanamivir dilarutkan dalam PBS 0,1 M dengan konsentrasi 1 x 10-3

M.

Sementara itu sulfo-NHS-biotin (dengan jumlah sesuai protocol uji pada produk)

dilarutkan dalam ultrafure water dan disiapkan fresh sesaat sebelum digunakan.

Larutan zanamivir dicampurkan dengan larutan Sulfo-NHS-Biotin dan didiamkan

selama 2 jam pada suhu 8 ºC. Larutan zanamivir yang sudah direaksikan dengan

biotin siap digunakan atau dapat disimpan pada suhu -20C. Analisis FTIR dilakukan

untuk memeriksa keberhasilan biotinilasi.

3.2.5.2 Aktivasi Magnetic Beads

Magnetic beads yang mengandung gugus avidin diaktivasi terlebih dahulu

dengan cara mencampurkan 20 µL magnetic beads 10 mg/mL dengan 1 mL PBS 0,1

M. Campuran divortex selama 5 menit dan PBS dipisahkan dari magnetic beads

dengan menggunakan bantuan magnetic particle concentrator. Proses ini diulangi

sebanyak 4 kali. Magnetic beads kemudian dilarutkan dalam PBS 0,1 M hingga

diperoleh konsentrasi 200 µg/mL.

3.2.5.3 Modifikasi Magnetic Beads dengan Zanamivir

Magnetic beads yang telah diaktivasi dicampur dengan zanamivir-biotin.

Campuran divortex pelan selama 30 menit. Dilakukan pemisahan antara magnetic

beads yang telah mengikat zanamivir (MB-streptavidin-biotin-zan) dengan cairan

pelarut menggunakan magnetic particle concentrator. Selanjutnya dilakukan

pencucian dengan PBS 0,1 M sebanyak 3 kali. MB-streptavidin-biotin-zan

selanjutnya dilarutkan kembali dalam PBS 0,1 M pH 5,5 untuk digunakan dalam

pengujian NA.

3.2.5.4 Optimasi Jumlah Magnetic Beads

Jumlah Magnetic beads yang digunakan pada immobilisasi zanamivir

dioptimasi untuk menentukan perbandingan yang optimum antara zanamivir dengan

magnetic beads. Zanamivir-biotin yang digunakan dibuat tetap 1 x 10-3

M, sementara

jumlah magnetic beads divariasikan pada selang 40 hingga 200 µg. Metode

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 65: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

pencampuran mengikuti prosedur pada poin 3.2.5.3. Evaluasi dilakukan dengan

pengukuran voltametri siklik larutan magnetic beads-zanamivir.

3.2.6. Pengukuran Elektrokimia NA menggunakan Magnetic Beads

Termodifikasi Zanamivir

Rancangan sel elektrokimia terdiri atas elektroda kerja Au-BDD menggunakan

0,5 cm barrel type rare earth magnet, sebagai elektroda pembanding digunakan

Ag/AgCl (KCl jenuh), sedangkan elektroda pendukung digunakan kawat platina

berbentuk spiral. Skema sel pengukuran disajikan pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Skema sel elektrokimia pengukuran dengan magnetic beads.

Keterangan :

a. Counter electrode b. Reference electrode

c. Au-BDD Electrode d. Magnet bar

Larutan NA dengan variasi konsentrasi dalam PBS 0,1 M pH 5,5 diukur

menggunakan sel elektrokimia sesuai skema pada Gambar 3.2. Pengukuran dilakukan

pada kondisi optimum pengukuran NA yang telah diperoleh pada penelitian tahap

sebelumnya.

3.2.7 Pengembangan Strip test untuk Deteksi Neuraminidase

3.2.7.1 Rancangan Strip test

Rancangan strip test disiapkan meliputi bagian sample pad yang terbuat dari

glass fiber filter berukuran 0,5 cm x 0,5 cm, nitrocellulose membrane tempat sampel

bermigrasi berukuran 0,5 cm x 1,5 cm yang mengandung zanamivir yang telah

diimmobilisasi pada daerah ujung, dan adsorbent pad berukuran 0,5 cm x 0,5 cm.

Pada bagian ujung atas dan bawah nitrocellulose membrane tempat sampel bermigrasi

diaplikasikan liquid blocker mini pen. Rancangan strip test yang dibuat disajikan

pada Gambar 3.3.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 66: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 3.3 Rancangan strip test pengukuran neuraminidase.

3.2.7.2 Immobilisasi Zanamivir

Zanamivir 10-2

M diaplikasikan sebanyak 15 µL pada nitrocellulose

membrane. Proses aplikasi dilakukan 3 tahap, masing-masing 5 µL dengan selang

waktu 10 menit untuk setiap aplikasi. Dipastikan zanamivir telah teradsorpsi dengan

baik dan pelarut telah kering sebelum aplikasi berikutnya dilakukan.

3.2.7.3 Deteksi Neuraminidase

NA dilarutkan dalam PBS pH 5,5 dan sebanyak 50 µL NA dengan konsentrasi

0 hingga 15 mU diaplikasikan pada sample pad. Sampel yang telah diaplikasikan

akan berjalan di sepanjang nitrocellulose membrane mencapai zanamivir dan menuju

adsorbent pad. Bagian spot zanamivir selanjutnya digunting lalu diinkubasi pada suhu

37 ºC selama 25 menit. Setelah 25 menit, aktivitas enzim dihentikan dengan

meneteskan 15 µL 0,014 M NaOH dalam etanol 83 %. Setelah reaksi enzim

dihentikan, diteteskan 3 mL PBS 0,1 M pH 5,5 dan dilakukan pengukuran dengan

elektroda Au-BDD.

3.2.7.4 Deteksi Neuraminidase pada Matriks Mucin

NA dilarutkan dalam PBS pH 5,5, sebanyak 50 µL NA dengan konsentrasi 0

hingga 15 mU dicampurkan dengan mucin dan diaplikasikan pada sample pad.

Konsentrasi mucin dalam sampel ialah 3,3 mg/mL. Sampel yang telah diaplikasikan

berjalan disepanjang nitrocellulose membrane mencapai zanamivir dan menuju

adsorbent pad. Bagian spot zanamivir selanjutnya digunting lalu diinkubasi pada suhu

37 ºC selama 25 menit. Setelah 25 menit, aktivitas enzim dihentikan dengan

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 67: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

meneteskan 15 µL 0.014 M NaOH dalam etanol 83 %. Setelah reaksi enzim

dihentikan, diteteskan 3 mL PBS 0,1 M Ph 5,5 dan dilakukan pengukuran dengan

elektroda Au-BDD.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 68: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 STUDI PERILAKU ELEKTROKIMIA ZANAMIVIR DAN

OSELTAMIVIR PADA ELEKTRODA EMAS

4.1.1 Studi Perilaku Elektrokimia Zanamivir pada Elektroda Emas

Profil voltametri siklik zanamivir (Zan) dalam buffer fosfat (PBS) diamati

untuk mengetahui perilaku elektrokimia dari analat tersebut. Elektroda kerja yang

digunakan ialah emas, elektroda platina dan Ag/AgCl masing-masing digunakan

sebagai elektroda counter dan reference. Pada Gambar 4.1 dapat diamati bahwa profil

voltametri siklik (CV) zanamivir dalam PBS 0,1 M pH 7 tidak menunjukkan adanya

puncak oksidasi maupun reduksi zanamivir. Puncak yang teramati ialah oksidasi air

menghasilkan gas oksigen yang mulai muncul pada daerah potensial sekitar 1,23 Volt.

Reaksi oksidasi air terjadi mengikuti persamaan: 2H2O(l) O2(g) + 4H+(aq) + 4e

-.

Selain puncak oksidasi air, teramati puncak oksidasi emas dan puncak reduksi emas.

Reaksi oksidasi dan reduksi emas dapat dituliskan sebagai berikut:

Oksidasi 2Au(s) + 3H2O(l) Au2O3(aq) + 6H+(aq) + 6e

-

Reduksi Au2O3(aq) + 6H+(aq) + 6e

- 2Au(s) + 3H2O(l)

Gambar 4.1 Profil CV PBS pH 7 dan zanamivir 5 x 10-4

M dalam PBS pH 7.

Pada Gambar 4.1 dapat diamati bahwa puncak arus oksidasi dan reduksi Au

pada voltamogram siklik zanamivir (garis berwarna merah) mengalami penurunan

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-500-400-300-200-100

0100200300400500

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

PBS Zan 5 x 10-4 M

Au oxidation

O2 evolution

Au reduction

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 69: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

intensitas dibandingkan pada voltamogram siklik PBS. Di samping itu, dapat diamati

terjadinya pergeseran potensial oksidasi dan reduksi emas. Potensial oksidasi emas

bergeser ke nilai yang lebih positif, sementara potensial reduksinya bergeser ke nilai

yang lebih negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan zanamivir

mempengaruhi transfer elektron pada elektroda kerja sehingga mengurangi intensitas

dan menyebabkan pergeseran potensial reduksi dan oksidasi emas pada elektroda Au

yang digunakan.

Zanamivir merupakan senyawa dengan gugus guanidine yang memiliki titik

isoelektrik 7,4 (Gambar 4.2). Pada pH 7 zanamivir akan bermuatan positif, namun

demikian gugus fungsi guanidine memiliki pasangan elektron bebas dan dapat

menjadi donor elektron. Interaksi antara nitrogen pada gugus guanidine yang kaya

akan elektron bebas dengan Au yang memiliki orbital elektron yang kosong telah

dilaporkan (Ahrens et al., 1999; Zawadzki, 2003; Coles, 2006; Abdou et al., 2009).

Atom nitrogen pada gugus guanidine memungkinkan senyawa tersebut dapat

teradsorpsi pada permukaan elektoda Au (Daigle & BelBruno, 2011). Adsorpsi

zanamivir pada permukaan elektroda Au diduga dapat mengganggu pembentukan

oksida emas Au2O3. Adsorpsi senyawa organik pada permukaan elektroda mengganti

posisi molekul air yang telah teradsorpsi lebih dulu (Bockris et al., 2000; Srinivasan,

2006) mengikuti reaksi berikut:

[organic]sol + nH2Oads ↔ [organic]ads + nH2Osol

Hal ini dapat mengganggu terbentuknya oksida emas Au2O3 yang terbentuk

melalui reaksi 2Au(s) + 3H2O(l) Au2O3(aq) + 6H+(aq) + 6e

-. Di sisi lain, DuVall &

McCreery (1999) melaporkan bahwa teradsorpsinya senyawa organik pada

permukaan elektroda menyebabkan turunnya laju transfer elektron pada permukaan

elektroda. Kondisi ini menyebabkan intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au

menjadi lebih rendah. Ilustrasi mekanisme dan interaksi molekul pada adsorpsi

zanamivir di permukaan elektroda Au disajikan pada Gambar 4.3.

Gugus guanidine

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 70: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.2 Struktur zanamivir dengan gugus guanidine.

Sementara itu (Skrzypek, 2010; Skrzypek, 2012) melaporkan bahwa senyawa

yang mengandung gugus guanidine dapat terprotonasi dan teradsorpsi pada

permukaan elektroda. Lebih lanjut gugus guanidine dapat mengkatalisis reduksi

hidrogen pada permukaan elektroda. Proses adsorpsi senyawa dengan gugus

guanidine pada permukaan elektroda ditunjukkan dengan perubahan kapasitas double

layer, zero charge potential, dan tegangan permukaan pada zero charge potential.

Gambar 4.3 Ilustrasi mekanisme (a) dan interaksi molekul (b) pada adsorpsi

zanamivir di permukaan elektroda Au yang mengganggu pembentukan Au2O3.

4.1.2 Studi Perilaku Elektrokimia oseltamivir pada Elektroda Emas

Perilaku elektrokimia oseltamivir fosfat diamati dengan elektroda emas

sebagai elektroda kerja, Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, dan platina sebagai

elektroda counter. Larutan oseltamivir fosfat (Os) 1 x 10-4

M dalam PBS pH 7 diukur

dengan teknik voltametri siklik. Profil voltametri siklik yang diperoleh (Gambar 4.4)

tidak menunjukkan adanya puncak oksidasi maupun reduksi oseltamivir. Puncak

(a)

(b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 71: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

oksidasi dan reduksi yang teramati merupakan puncak oksidasi dan reduksi Au. Hal

yang menarik adalah keberadaan oseltamivir fosfat pada konsentrasi 1 x 10-4

M tidak

mengurangi intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au. Hal ini diduga terjadi

karena senyawa oseltamivir fosfat tidak mengandung gugus guanidine seperti halnya

zanamivir sehingga proses adsorpsi pada permukaan elektroda tidak terjadi. Kondisi

ini menyebabkan studi elektrokimia oseltamivir fosfat tidak dilakukan pada tahap

selanjutnya. Selain menggunakan buffer fosfat, studi perilaku oseltamivir dilakukan

dengan menggunakan buffer sitrat pH 7. Namun demikian hasil yang diperoleh juga

tidak menunjukkan puncak arus oksidasi maupun reduksi oseltamivir, keberadaan

oseltamivir juga tidak mengurangi intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au

(Lampiran 3).

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5-200

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

O2 evolution

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

PBS pH 7 Os 1x10-4 M

Au reduction

Au oxidation

Gambar 4.4 Profil CV oseltamivir fosfat 1 x 10-4

M dalam PBS pH 7.

4.2 FABRIKASI ELEKTRODA BORON DOPED DIAMOND (BDD) 0,1%,

Au-BDD, dan AuNPs-BDD

4.2.1 Fabrikasi BDD 0,1 % dengan Microwave Plasma Assisted Chemical Vapor

Deposition (MPACVD )

Lapisan diamond yang didoping dengan boron pada konsentrasi 0,1 % telah

berhasil dibuat pada penelitian ini dengan menggunakan MPACVD. Chemical Vapor

Deposition merupakan teknik deposisi yang efisien untuk menumbuhkan lapisan

polikristalin diamond pada permukaan substrat non diamond. Substrat yang

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 72: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

digunakan ialah silica wafer. Substrat Si sering digunakan karena dapat

meminimalkan kontaminasi silang atom dopant dan dapat membentuk kontak tanpa

penghalang dengan lapisan atas diamond. Substrat terlebih dahulu ditreatment dengan

serbuk diamond berukuran nano hingga terbentuk goresan yang berfungsi sebagai sisi

aktif nukleasi diamond (Ivandini et al., 2005). Konversi karbon dari gas metana

menjadi kristal diamond terjadi pada permukaan substrat dengan bantuan plasma dari

H2. Permukaan silica wafer sebelum dilapisi boron doped diamond mengkilat seperti

kaca. Silica wafer sebelum dan setelah dilapisi boron doped diamond disajikan pada

Gambar 4.5.

(a) (b)

Gambar 4.5 Silica wafer (a) dan BDD 0,1 % pada permukaan silica wafer (b).

Boron yang didoping pada lapisan diamond yang ditumbuhkan diharapkan dapat

meningkatkan konduktivitas BDD yang dihasilkan dan tetap mempertahankan sifat

diamond sehingga BDD yang dihasilkan memiliki sifat unggul berupa potential

window yang lebar, background current yang rendah, dan stabilitas yang tinggi. Pada

level konsentrasi boron yang rendah akan terbentuk BDD dengan sifat

semikonduktor, sementara pada konsentrasi boron yang semakin tinggi konduktivitas

BDD akan semakin meningkat. BDD dengan sifat semikonduktor lebih dipilih untuk

keperluan sensor (Levy-clement, 2005). Level doping boron dilaporkan

mempengaruhi katalisis reaksi tertentu pada permukaan BDD. Cai et al., (2005)

melaporkan aktivitas elektrokatalisis reaksi reduksi oksidasi hidrogen dan oksigen

meningkat dengan mengingkatnya level doping. Pada penelitian ini konsentrasi boron

yang didoping ialah sebesar 0,1 % atau rasio B/C dalam ppm sebesar 1000 ppm.

(a) (b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 73: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

BDD yang diperoleh dari proses deposisi dengan MPACVD merupakan H-

terminated BDD (H-BDD). Hal ini dikarenakan plasma yang digunakan melibatkan

penggunaan gas hidrogen. H-terminated BDD selanjutnya dioksidasi menjadi O-

terminated BDD (O-BDD) melalui elektrooksidasi pada potensial tinggi. Proses ini

tidak sepenuhnya mengubah gugus C-H pada permukaan BDD menjadi C-OH atau

C=O, hanya meningkatkan ratio atau jumlah gugus C-OH atau C=O pada permukaan

BDD. O-BDD dilaporkan memiliki potential window yang lebih lebar dan

memberikan hasil pengukuran yang lebih stabil dibandingkan H-BDD. Pada

penelitian ini dilakukan deposisi emas pada permukaan BDD. Sumber Au yang

digunakan ialah larutan garam emas yang menyediakan ion Au3+

sehingga

penggunaan O-BDD dianggap lebih sesuai dibandingkan H-BDD.

4.2.2 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan Spektroskopi Raman

Spektroskopi Raman digunakan untuk mengkarakterisasi apakah lapisan

diamond telah berhasil dibentuk dengan baik pada permukaan substrat silica wafer.

Spektrum Raman dapat menunjukkan keberadaan berbagai fasa karbon meliputi

karbon amorf, grafit, diamond, dan fasa intermediet. Spektrum Raman dari H-BDD

0,1 % yang telah dibuat disajikan pada Gambar 4.6 sementara spektrum Raman pada

berbagai titik pengamatan permukaan BDD disajikan pada Lampiran 4. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa lapisan diamond telah berhasil terbentuk pada seluruh

permukaan silica wafer. Keberhasilan terbentuknya lapisan diamond pada penelitian

ini ditunjukkan dengan munculnya puncak karbon sp3 dari diamond dengan geseran

1332-1334 cm-1

. Menurut Ivandini et al., (2005) phonon diamond akan muncul pada

geseran Raman 1332 cm-1

. Keberadaan boron ditunjukkan oleh adanya puncak yang

lebar pada geseran Raman sekitar 500 cm-1

(Bogdanowicz et al., 2013); (Živcová et

al., 2013). Selain itu, keberadaan boron ditunjukkan oleh asymmetry Fano resonance

(Macpherson, 2015). Hampir tidak teramati keberadaan karbon amorf dan grafit

(karbon sp2) pada geseran 1500 dan 1580 cm

-1, hal ini mengindikasikan bahwa BDD

dengan kualitas yang baik telah berhasil difabrikasi.

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

Inte

nsity

(a.u

.)

Raman shift (cm-1)

400 800 1200 1600 2000

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

Inte

nsity

(a.u

.)

Raman shift (cm-1)

C sp3

B asymmetry Fano resonance Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 74: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.6 Spektrum Raman H-BDD 0,1%.

4.2.3 Karakterisasi BDD 0,1 % dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)

dan X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)

Topografi permukaan dari elektroda H-BDD 0,1 % yang telah dibuat

dianalisis dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa partikel boron doped diamond terbentuk seragam

dengan ukuran partikel sekitar 3-4 µm (Gambar 4.7). Hasil ini sesuai dengan rerata

ukuran kristal boron doped diamond yang dilaporkan oleh (Levy-clement, 2005).

Kristal dengan ukuran yang sama dapat diamati pada permukaan elektroda O-BDD.

Gambar 4.7 Topografi permukaan H-BDD (a) dan O-BDD (b) diperoleh dengan SEM

pada perbesaran 2500 kali.

Informasi mengenai komposisi unsur penyusun elektroda H-BDD dan O-BDD

diketahui melalui analisis dengan X-ray photoelectron spectroscopy (XPS). Hasil

analisis XPS terhadap H-BDD dan O-BDD (Gambar 4.8) menunjukkan bahwa

terdapat puncak dengan intensitas yang kuat pada energi ikatan sekitar 284 eV yang

(a) (b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 75: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

merupakan puncak karbon dan puncak pada energi ikatan sekitar 532 eV yang

menunjukkan keberadaan oksigen. Spektrum XPS H-BDD menunjukkan keberadaan

puncak oksigen dengan intensitas rendah, hal ini dimungkinkan karena terjadinya

adsorpsi oksigen pada permukaan H-BDD ataupun karena oksidasi parsial pada H-

BDD. Pada spektrum XPS dapat diamati bahwa intensitas puncak oksigen pada O-

BDD lebih besar dibandingkan H-BDD, hal ini menunjukkan bahwa anodic treatment

H-BDD dalam H2SO4 telah mengoksidasi permukaan BDD. Oksidasi tersebut

meningkatkan oksigen pada permukaan BDD.

Menurut Azevedo, et al., (2007), dekonvolusi yang dilakukan terhadap puncak

karbon dapat menunjukkan 5 puncak. Puncak dengan intensitas paling tinggi pada

binding energy sekitar 284,1 eV merupakan puncak bulk diamond (C 1s) dari ikatan

C-C. Puncak dengan binding energy lebih kecil (binding energy sekitar 283,5 eV)

merupakan puncak karbon grafit pada BDD. Tiga puncak dengan binding energy

lebih besar diduga berturut-turut menunjukkan karbon dari ikatan C-H (binding

energy sekitar 284,5 eV), karbon dari ikatan C-OH (binding energy sekitar 285,2 eV),

dan karbon dari gugus fungsi karbonil dengan binding energy sekitar 286 eV

(Azevedo et al., 2007). Pustaka lainnya menyebutkan bahwa dekonvolusi terhadap

puncak karbon dapat menunjukkan puncak ikatan karbon dengan boron (C-B) pada

binding energy sekitar 285,5 eV, sementara puncak B1s muncul pada 190,5 eV

(Murugaraj et al., 2012).

Dekonvolusi terhadap puncak oksigen pada energi ikatan sekitar 532 eV

dapat menunjukkan 4 puncak. Puncak tersebut masing-masing merupakan puncak dari

oksigen yang teradsorpsi dengan binding energy sekitar 531 eV), puncak oksigen dari

gugus fungsi C-OH pada binding energy sekitar 532 eV, puncak oksigen dari C=O

dengan binding energy sekitar 533,5 eV dan puncak oksigen dari H2O yang

teradsorpsi pada binding energy sekitar 534,5 eV (Azevedo et al., 2007).

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 76: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.8 Spektrum XPS H-BDD dan O-BDD.

Perhitungan % atomic XPS untuk oksigen dilakukan berdasarkan intensitas

puncak spektra dan bulk sensitivity factor oksigen mengacu pada (Moulder et al.,

1995). Diperoleh informasi bahwa pada H-BDD persentase karbon dan oksigen

berturut-turut sebesar 90,89 % dan 9,11 %, sementara pada O-BDD persentase karbon

ialah 84,97 % dan oksigen ialah 15,03 %. Telah terjadi kenaikan persentase jumlah

atom oksigen pada O-BDD dibandingkan dengan H-BDD, namun proses oksidasi

yang dilakukan tidak mengubah semua ikatan C-H pada permukaan BDD menjadi C-

OH.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 77: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

4.2.4 Optimasi Kondisi Pembuatan BDD termodifikasi Emas dengan Metode

Elektrodeposisi: Optimasi Potensial dan Waktu Deposisi

Ukuran, bentuk, dan distribusi partikel Au pada permukaan elektroda BDD

selama proses nukleasi dan pertumbuhan inti Au ditentukan oleh konsentrasi garam

Au yang digunakan, potensial deposisi, waktu deposisi, dan kehalusan permukaan

BDD yang digunakan. Pada penelitan ini, parameter yang divariasikan ialah potensial

dan waktu deposisi. Konsentrasi garam Au biasanya digunakan pada konsentrasi

rendah, namun demikian perlu dipilih konsentrasi yang tidak terlalu rendah agar

proses nukleasi dipastikan dapat terjadi. Garam Au yang digunakan pada penelitian

ini ialah HAuCl4 dengan konsentrasi 2 mM. Deposisi garam Au pada permukaan

BDD terjadi melalui reduksi Au(III) menjadi Au(0) mengikuti persamaan reaksi

berikut:

+ 3e Au + 4Cl

-AuCl4

-

Proses reduksi Au dapat mulai terjadi pada potensial sekitar 1 V vs. NHE

(Kohl, 2010) atau 0,8 V vs. SSCE. Pada penelitian ini digunakan range potensial 0

hingga -0,8 V vs. SSCE pada penentuan potensial optimum deposisi Au untuk

memberikan overpotensial dan memastikan terjadinya nukleasi endapan Au di

permukaan BDD. Pada proses deposisi digunakan H2SO4 0,5 mM, keberadaan H2SO4

diharapkan dapat menjadi media konduksi dan menjaga agar garam Au tetap larut.

Pengoptimuman potensial deposisi Au pada permukaan BDD dilakukan pada

waktu konstan. Elektroda BDD termodifikasi Au (Au-BDD) yang dihasilkan

selanjutnya digunakan untuk mengukur zanamivir dengan konsentrasi 1,5 x 10-4

M

pada kecepatan payar 100 mV/s. Hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 4.9.

Dapat diamati bahwa potensial deposisi Au pada permukaan BDD yang optimum

untuk pengukuran zanamivir ialah pada -200 mV.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 78: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.9 Profil CV zanamivir 1,5 x 10-4

M pada Au-BDD dengan potensial

deposisi Au bervariasi dan waktu tetap (a), Plot E terhadap I pada t konstan (b).

Optimasi waktu deposisi Au pada permukaan BDD dilakukan dengan

memvariasikan waktu deposisi pada potensial optimum (-200 mV). Waktu deposisi

divariasikan pada 50, 100, 150, dan 200 detik. Elektroda Au-BDD yang dihasilkan

digunakan untuk mengukur zanamivir dengan konsentrasi 1,5 x 10-4

M pada

kecepatan payar 100 mV/s. Hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 4.10.

Dapat diamati bahwa besarnya arus reduksi Au meningkat seiring dengan

meningkatnya waktu deposisi Au. Namun demikian besarnya arus reduksi Au pada

waktu deposisi 150 dan 200 detik tidak berbeda signifikan dengan waktu deposisi 100

detik (α = 0,05). Berdasarkan hasil yang diperoleh, potensial deposisi -200 mV dan

waktu deposisi 100 detik digunakan untuk menyiapkan elektroda Au-BDD pada

tahapan kerja lebih lanjut.

(a) (b)

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

-40

-20

0

20

40

60

80I /

uA

E / V (vs. SSCE)

E = -800 mV E = -600 mV E = -400 mV E = -200 mV E = 0 mV

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 79: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.10 Voltamogram siklik zanamivir 1,5 x 10-4

M diukur menggunakan

elektroda Au-BDD pada waktu deposisi Au bervariasi (a), Plot t terhadap I pada V

kostan (b).

4.2.5 Karakterisasi Au-BDD dengan X-ray photoelectron spectroscopy (XPS)

dan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Evaluasi Stabilitas

Elektroda

Profil topografi dan spektrum XPS Au-BDD yang dihasilkan melalui

elektrodeposisi disajikan pada Gambar 4.11. Berdasarkan spektrum XPS dapat

diketahui bahwa Au telah berhasil dideposisikan pada permukaan BDD, hal ini

ditunjukkan dengan munculnya puncak Au 4f5/2 dan 4f7/2 pada energi ikatan 87 dan

83 eV. Tabel 4.1 menunjukkan % atomic dari atom C, O, dan Au pada O-BDD dan

Au-O-BDD berdasarkan spektrum XPS. Dapat diamati bahwa persen atom C

menurun dengan terdeposisinya Au pada permukaan BDD, penurunan tersebut tidak

terjadi pada atom oksigen. Pada proses elektrodeposisi, atom Au terdeposisi secara

fisik pada permukaan BDD sehingga menutupi karbon. Proses elektrodeposisi yang

terjadi tidak melalui ikatan maupun interaksi kimia antara ion Au yang bermuatan

positif dengan unsur oksigen yang bersifat elektronegatif. Profil topografi berdasarkan

foto SEM juga menunjukkan bahwa Au telah berhasil dideposis secara homogen pada

permukaan BDD dengan ukuran patikel pada kisaran 10 hingga 50 nm.

(a) (b)

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5-40-35-30-25-20-15-10

-505

1015202530

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

50 s 100 s 150 s 200 s

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 80: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.11 Spektra XPS (a) dan foto SEM (b) elektroda Au-BDD.

Tabel 4.1 % atom pada O-BDD dan Au-BDD berdasarkan spektrum XPS

H-BDD O-BDD Au-BDD

C (XPS atomic %) 90,80 84,97 79,62

O (XPS atomic %) 9,11 15,03 18,82

Au (XPS atomic %) 1,55

Elektroda Au-BDD yang diperoleh dievaluasi stabilitasnya dengan

pengukuran zanamivir dalam PBS pH 7 sebanyak tiga puluh kali ulangan. Pengukuran

(a)

(b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 81: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

dilakukan pada jendela potensial 0 – 1500 mV dengan kecepatan 100 mV/s. Intensitas

puncak arus reduksi Au yang diperoleh dari tiga puluh ulangan memiliki nilai standar

deviasi sebesar 0,34 (Gambar 4.12). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

elektroda Au-BDD yang diperoleh melalui elektrodeposisi memiliki stabilitas yang

cukup baik.

Gambar 4.12 Stabilitas elektroda Au-BDD pada pengukuran.

4.2.6 Pembuatan BDD Termodifikasi Emas dengan Metode Chemical

Deposition

Deposisi Nanopartikel emas (AuNPs) pada permukaan BDD memerlukan

teknik tertentu. AuNPs dideposisikan pada permukaan BDD antara lain dengan

vacuum vapor deposition (Yagi et al., 2004) dan sputtering (Roustom et al., 2005).

Namun demikian kedua metode tersebut kompleks. Cara yang lebih sederhana untuk

mendeposisikan AuNPs pada permukaan BDD antara lain ialah dengan chemical

deposition. Teknik ini diawali dengan memodifikasi permukaan BDD terlebih dahulu

menggunakan amina. Gugus amina selanjutnya memungkinkan AuNPs terdeposisi

pada permukaan BDD melalui ikatan kovalen.

BDD merupakan elektroda yang dikenal memiliki stabilitas kimia dan sifat

inert bahkan dalam kondisi yang sangat ekstrim. Modifikasi permukaan BDD dengan

gugus fungsi tertentu memerlukan teknik yang tepat. Modifikasi permukaan BDD

dengan gugus amina dapat dilakukan dengan electrochemical anodization dalam

ammonia cair (Charrier et al., 2013), plasma treatment dengan gas NH3/He (Szunerits

-15

-10

-5

0

0 5 10 15 20 25 30

I p,c

A

Number of Cycles

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 82: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

et al., 2006), atau dengan menggunakan allylamine dengan radiasi ultraviolet 254 nm.

Pada penelitian ini, aminasi dilakukan dengan menggunakan allylamine dengan

radiasi ultraviolet 254 nm selama 6 jam. Gugus amina dari allylamine menempel pada

permukaan BDD melalui ikatan kovalen. Ikatan kovalen terjadi melalui reaksi radikal

yang diinisiasi radiasi UV.

AuNPs yang digunakan pada penelitian ini disiapkan melalui reaksi reduksi

larutan garam emas dalam air dengan sitrat mengacu pada metode Turkevich dan

Frens. Keberadaan ion sitrat akan menstabilkan partikel AuNPs yang dihasilkan.

Spektrum absorbansi UV dari koloid AuNPs yang dihasilkan menunjukkan panjang

gelombang maksimum pada 518 nm (Gambar 4.13), menurut Kimling et al., (2006)

panjang gelombang maksimum absorbansi koloid AuNPs berkorekasi dengan ukuran

partikel AuNPs. Partikel AuNPs dengan ukuran 9 hingga 100 nm memiliki panjang

gelombang absorbansi maksimum pada 518 nm hingga 565 nm.

Gambar 4.13 Panjang gelombang absorbansi maksimum koloid AuNPs.

Analisis dengan Transmission Electron Microscopy (TEM) menunjukkan

bahwa partikel AuNPs yang dihasilkan memiliki ukuran sekitar 15 nm (Gambar 4.14).

Pada gambar terlihat bahwa nanopartikel Au memiliki ukuran yang seragam dan

terpisah satu sama lain (tidak mengalami agregasi). Agregasi tidak terjadi karena

keberadaan ion sitrat yang mengelilingi nanopartikel Au. Pada pH terlalu asam,

nanopartikel Au dapat mengalami agregasi karena adanya gaya elektrostatik yang

kuat antara ion H+ dari asam dengan ion sitrat yang bermuatan negatif. Saat ion sitrat

400 500 600 700 8000.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0518 nm

Abs

orba

nce

Wavelength / nm

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 83: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

berinteraksi dengan H+ dari asam maka nanopartikel Au tidak lagi dikelilingi sitrat

dan akan mengalami agregasi.

Gambar 4.14 Gambar nanopartikel emas (AuNPs) dengan TEM.

Deposisi AuNPs pada permukaan BDD yang telah diaminasi didasarkan pada

terbentuknya ikatan kovalen partikel AuNPs dengan pasangan elektron non ikatan

amina. Ikatan kovalen yang terbentuk ialah kovalen koordinasi antara pasangan

elektron bebas nitrogen dengan orbital elektron kosong pada Au seperti orbital 5f dan

5g serta orbital pada kulit ke enam. Interaksi elektrostatik antara amina yang

bermuatan positif dengan sitrat yang bermuatan negatif menyebabkan deposisi AuNPs

pada permukaan BDD lebih efektif. Keberhasilan deposisi AuNPs pada permukaan

BDD terjadi secara efektif pada pH 4 hingga 5 (Tian et al., 2006). Pada pH terlalu

asam, akan terjadi aggregasi partikel AuNPs yang ditandai dengan berubahnya warna

merah rubi menjadi ungu kebiruan. Sementara itu pada pH basa gugus amina pada

permukaan BDD kurang terprotonasi sehingga interaksi elektrostatik amina dengan

ion sitrat berkurang dan deposisi partikel AuNPs pada permukaan BDD menjadi

kurang optimum. Pada penelitian ini deposisi AuNPs pada permukaan BDD

dilakukan dengan menggunakan koloid AuNPs pada pH 4,5. BDD termodifikasi

nanopartikel emas melalui metode chemical deposition selanjutnya disebut sebagai

AuNPs-BDD.

4.2.7 Karakterisasi Elektroda AuNPs-BDD dengan X-ray Photoelectron

Spectroscopy (XPS) dan Scanning Electron Microscopy (SEM) serta

Evaluasi Stabilitas Elektroda

Keberhasilan aminasi permukaan O-BDD ditunjukkan dengan munculnya

puncak N pada energi ikatan 400 eV (Gambar 4.15c). Puncak tersebut diduga berasal

dari NH2 yang berikatan dengan karbon (ikatan C-NH2). Gambar 4.16 menunjukkan

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 84: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

profil topografi elektroda O-BDD dan N-BDD yang diperoleh dari foto Scanning

Electron Microscopy with Energy Dispersive X-Ray Analysis (SEM-EDX). Dapat

diamati keberadaan atom nitrogen yang ditunjukkan dengan titik berwarna biru

tersebar merata pada permukaan O-BDD. Hal ini menunjukkan bahwa aminasi telah

berhasil dilakukan pada permukaan O-BDD.

600 500 400 300 200 100 0Binding Energy / eV

(e)

(d)

(c)

(b)

(a)

O

N

C

Au

Gambar 4.15 Spektrum XPS H-BDD (a), O-BDD (b), N-BDD (c), AuNPs-BDD (d),

Au-BDD (e). Inset spektrum XPS Au.

100 95 90 85 80 75 70 65 60

Binding Energy / eV

(e)

(d)

(c)

(b)

(a)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 85: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.16 Topografi permukaan O-BDD dan N-BDD diperoleh dengan SEM pada

perbesaran 2500 kali.

Sementara itu keberhasilan deposisi AuNPs pada permukaan BDD

ditunjukkan dengan munculnya dua buah puncak masing-masing Au 4f5/2 dan 4f7/2

pada energi ikatan 88 dan 84 eV (Gambar 4.15d dan inset). Intensitas kedua puncak

Au pada AuNPs-BDD tersebut lebih lemah dibandingkan dengan intensitas Au pada

Au-BDD (Gambar 4.15e dan inset). Hal ini berkaitan dengan jumlah partikel AuNPs

yang berhasil dideposisikan.

Tabel 4.2 menunjukkan persentase atom C, O, N, dan Au yang dihitung

berdasarkan nisbah intensitas puncak spektra dengan bulk sensitivity factor mengacu

pada Moulder et al., (1995). Dapat diamati bahwa proses aminasi permukaan BDD

dengan allylamine diikuti dengan menurunnya persentase atom karbon, sementara

persen atom oksigen relatif tetap. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen tidak terlibat

secara langsung dalam pembentukan ikatan kovalen yang menyebabkan

menempelnya amina pada permukaan BDD. Ikatan kovalen diduga terjadi melalui

reaksi radikal antara allylamina dengan permukaan BDD. Reaksi diawali dengan

abstraksi hidrogen dari ikatan C-H pada permukaan BDD oleh radiasi ultraviolet.

Karbon radikal yang terbentuk pada permukaan BDD selanjutnya membentuk ikatan

kovalen melalui reaksi radikal dengan karbon berikatan rangkap pada allylamina.

Dugaan reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut:

BDD-H → BDD∙ + H∙

BDD∙ + H∙ + CH2=CHCH2NH2 → BDD-CH2CH2CH2NH2

Tabel 4.2 % atom berdasarkan spektrum XPS untuk BDD dan modified BDD

O-BDD N-BDD AuNPs-BDD

C (XPS atomic %) 84,97 72,10 73,12

O (XPS atomic %) 15,03 15,14 14,64

N (XPS atomic %) 12,76 11,40

Au (XPS atomic %) 0,84

.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 86: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.17 menunjukkan profil topografi elektroda AuNPs-BDD yang

diperoleh dari foto SEM. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode chemical

deposition telah berhasil mendeposisikan AuNPs pada permukaan amine terminated-

BDD. Nanopartikel Au ditunjukkan dengan bulir warna putih pada permukaan

AuNPs-BDD. Sementara itu Gambar 4.18 menunjukkan hasil analisis SEM-EDX

masing-masing unsur Au, C, N, dan O pada elektroda AuNPs-BDD. Gambar 4.18

mengkonfirmasi bahwa Au telah berhasil dideposisikan pada permukaan amine

terminated-BDD. Elektroda BDD termodifikasi emas yang dihasilkan melalui

chemical deposition ini selanjutnya disebut sebagai AuNPs-BDD.

Gambar 4.17 Topografi permukaan AuNPs-BDD diperoleh dengan SEM.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 87: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.18 Analisis unsur Au (merah), C (hijau), N (biru muda), dan O (biru) pada

elektroda AuNPs- BDD diperoleh dengan SEM-EDX.

Elektraoda AuNPs-BDD yang diperoleh dievaluasi stabilitasnya dengan

digunakan dalam pengukuran zanamivir dalam PBS pH 7 sebanyak tiga puluh kali

ulangan. Pengukuran dilakukan pada jendela potensial 0 – 1500 mV dengan

kecepatan 100 mV/s. Intensitas puncak arus reduksi Au yang diperoleh dari tiga puluh

ulangan pengukuran memiliki nilai standar deviasi sebesar 0,09 (Gambar 4.19). Hasil

yang tersebut menunjukkan bahwa elektroda AuNPs-BDD memiliki stabilitas yang

baik.

Gambar 4.19 Stabilitas elektroda AuNPs-BDD pada pengukuran.

-15

-10

-5

0

0 5 10 15 20 25 30

I p,c /µ

A

Number of Cycles

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 88: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

4.3 PENGUKURAN ELEKTROKIMIA ZANAMIVIR PADA ELEKTRODA

EMAS, Au-BDD, dan AuNPs-BDD

4.3.1 Penentuan Kecepatan Payar Pengukuran Zanamivir

Kecepatan payar pengukuran zanamivir divariasikan pada kecepatan 25 mV/s

hingga 250 mV/s. Larutan zanamivir dalam PBS 0,1 M digunakan untuk pengukuran.

Peningkatan kecepatan payar berkorelasi dengan meningkatnya puncak arus oksidasi

dan reduksi Au yang terdeteksi (Gambar 4.20).

Gambar 4.20 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4

M dalam PBS pH 7 pada

berbagai kecepatan payar.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi hubungan linear antara akar

kecepatan payar (v1/2

) dengan arus reduksi emas mengikuti persamaan Randles-

Sevcik (Gambar 4.21). Hal ini menunjukkan bahwa transfer massa dari larutan ke

permukaan elektroda dikontrol oleh difusi. Pada penelitian ini kecepatan payar 100

mV/s dipilih untuk pengukuran selanjutnya.

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5-60-50-40-30-20-10

0102030405060708090

100

Scan rate / mVs-1

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

25 50 100 150 200 250

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 89: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.21 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak arus reduksi Au

pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c).

Besarnya koefisien difusi ditentukan dengan pengukuran arus pada potensial

reduksi emas. Berdasarkan persamaan Cottrell diperoleh koefisien difusi pengukuran

zanamivir pada elektroda emas dan BDD termodifikasi emas masing-masing 1,71 x

10-8

cm2s

-1 dan 3,54 x 10

-8 cm

2s

-1. Menurut (Wong et al., 2015), koefisien

nanopartikel emas dalam air ialah sebesar 1,53 x 10-7

cm2s

-1. Sementara itu nilai

koefisien difusi air dalam air murni ialah 2,27 x 10-5

cm2s

-1 (Tanaka, 1978) dan

koefisien difusi H+ dalam air ialah 8,1 x 10

-5 cm

2s

-1 (Wraight, 2006). Nilai koefisien

difusi yang diperoleh dari percobaan tidak sama dengan nilai koefisien difusi spesi-

spesi yang terlibat dalam reaksi oksidasi dan reduksi emas. Dimungkinkan nilai

tersebut merupakan nilai koefisien difusi zanamivir. Perhitungan nilai koefisien difusi

disajikan pada Lampiran 5.

4.3.2 Potential Window Pengukuran Zanamivir

(a) (b)

(c)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 90: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Pengukuran zanamivir dengan elektroda kerja Au, Au-BDD, dan AuNPs-BDD

dilakukan berdasarkan puncak arus oksidasi dan reduksi Au. Dengan demikian

potential window yang digunakan ialah pada daerah potensial terjadinya oksidasi dan

reduksi emas. Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4

M dalam PBS pH 7 pada

berbagai potential window disajikan pada Gambar 4.22. Oksidasi dan reduksi emas

dapat diamati pada potential window 0 hingga 1000 mV. Namun demikian, saat

potential window dilebarkan hingga potensial +1500 mV dapat diamati bahwa puncak

reduksi Au2O3 memiliki intensitas lebih kuat. Hal ini diduga berkaitan dengan

ketersediaan ion H+ di elektroda sebagai hasil dari reaksi oksidasi air atau akibat

berkurangnya jumlah H2O di permukaan elektroda akibat oksidasi air sehingga

kesetimbangan reaksi redoks emas bergeser ke arah reduksi Au2O3. Dapat diamati

juga terjadinya pergeseran puncak reduksi yang menunjukkan bahwa reduksi Au2O3

memerlukan potensial yang lebih negatif.

Gambar 4.22 Profil voltametri siklik zanamivir 1,5 x 10-4

M dalam PBS pH 7 pada

berbagai potential window.

4.3.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Zanamivir

Hubungan konsentrasi zanamivir dengan puncak arus reduksi Au pada

elektroda Au dan Au-BDD diamati dengan memvariasikan konsentrasi zanamivir

pada selang konsentrasi 1,5 x 10-12

M hingga 1,5 x 10-4

M. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa terjadi hubungan logaritmik antara konsentrasi zanamivir dengan

puncak arus reduksi Au pada rentang konsentrasi tersebut. Saat rentang konsentrasi

dipersempit, hubungan linear antara konsentrasi zanamivir dengan puncak arus

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-60-50-40-30-20-10

0102030405060708090

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 - 1000 mV 0 - 1100 mV 0 - 1200 mV 0 - 1300 mV 0 - 1400 mV 0 - 1500 mV

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 91: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

oksidasi dan reduksi Au dapat diamati pada kisaran 1 x 10-5

M hingga 1 x 10-4

M

pada elektroda Au dan 5 x 10-6

M hingga 1 x 10-4

M pada elektroda Au-BDD.

Hubungan linear yang dibangun berdasarkan puncak arus reduksi memberikan

nilai koefisien determinasi yang lebih baik dibandingkan hubungan linear berdasarkan

puncak arus oksidasi Au, baik pada elektroda Au maupun Au-BDD. Berdasarkan

hasil yang diperoleh, elektroda Au-BDD lebih dipilih untuk pengukuran

neuraminidase dibandingkan elektroda Au karena elektroda Au-BDD memberikan

daerah linear pada kisaran yang lebih lebar dengan koefisien determinasi yang lebih

baik.

Pengukuran dengan menggunakan elektroda AuNPs-BDD menunjukkan

hubungan konsentrasi zanamivir dengan puncak arus reduksi Au mengikuti profil

logaritmik pada selang konsentrasi 1 x 10-6

M hingga 1 x 10-4

M. Hasil ini konsisten

dengan pengukuran pada elektroda Au dan Au-BDD yang menunjukkan bahwa pada

rentang konsentrasi lebar hubungan antara konsentrasi zanamivir dengan puncak arus

reduksi Au mengikuti profil logaritmik. Profil linear pada pengukuran dengan

elektroda AuNPs-BDD diperoleh pada selang konsentrasi zanamivir 1 x 10-6

M

hingga 1 x 10-5

M. Gambar 4.23 menunjukkan voltamogram siklik zanamivir yang

diukur dengan elektroda Au, Au-BDD, dan AuNPs-BDD pada masing-masing daerah

linearnya, sementara Gambar 4.24 menunjukkan kurva hubungan konsentrasi

zanamivir dengan puncak arus reaksi reduksi dan oksidasi emas pada elektroda Au,

Au-BDD, dan AuNPs-BDD.

Limit deteksi (LOD) pengukuran zanamivir ditentukan untuk mengetahui

konsentrasi terkecil zanamivir yang dapat dideteksi dan dibedakan dari blanko. Nilai

Y untuk menentukan LOD dihitung berdasarkan persamaan 3So + a, a merupakan

intersept persamaan kurva kalibrasi sementara So merupakan standar deviasi blanko.

Nilai Y yang diperoleh selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan regresi untuk

menentukan konsentrasi yang merupakan nilai LOD. Berdasarkan kurva kalibrasi

hubungan konsentrasi zanamivir dengan puncak arus reduksi Au pada kisaran

konsentrasi linear, diperoleh LOD pengukuran zanamivir pada elektroda Au-BDD

sebesar 1,49 x 10-6

M dan pada elektroda AuNPs-BDD sebesar 2,29 x 10-6

M. Contoh

perhitungan penentuan nilai LOD disajikan pada Lampiran 6.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8-4.0

-3.5

-3.0

-2.5

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

[Zanamivir] / uM

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

PBS 1.0 2.5 5.0 7.5 10

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-20

-10

0

10

20

30

[Zanamivir] / uM

I (uA

)

E / V (vs. SSCE)

PBS 5 7.5 10 25 50 75 100

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-400

-300

-200

-100

0

100

200

300

400

500[Zanamivir] / uM

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

PBS 10 25 50 75 100

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 92: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.23 Profil voltametri siklik zanamivir pada berbagai konsentrasi dalam PBS

diukur dengan elektroda Au (a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c).

(a)

(c)

(a)

(b)

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-5

0

5

10

15

20

[Zanamivir] / uM

I (uA

)

E / V (vs. SSCE)

PBS 1.0 2.5 5.0 7.5 10

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 93: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.24 Profil logaritmik dan kalibrasi linear konsentrasi zanamivir vs. puncak

arus reduksi Au pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b), dan AuNPs-BDD (c).

Presisi pengukuran zanamivir dengan elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD

ditentukan melalui pengukuran larutan zanamivir dalam PBS pada kecepatan payar

100 mV/s sebanyak 9 kali ulangan pada tiga level konsentrasi. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa puncak arus reduksi yang terukur sebanyak 9 kali ulangan

memiliki presisi yang cukup baik dengan nilai %RSD sebesar 0,5 % pada elektroda

Au-BDD dan 2,23 % pada elektroda AuNPs-BDD. Hal ini menunjukkan bahwa

pengukuran zanamivir dengan elektroda Au-BDD maupun AuNPs-BDD memiliki

keterulangan yang baik. Ringkasan hasil pengukuran zanamivir disajikan pada Tabel

4.3

(b)

(c)

(b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 94: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Tabel 4.3 Ringkasan pengukuran zanamivir dengan elektroda emas dan BDD

termodifikasi emas

Parameter Elektroda

Au Au-BDD AuNPs-BDD

Kisaran Linearitas (M) 1 x 10-5

-1 x 10-4

5 x 10-6

- 1 x 10-4

1 x 10-6

- 1 x 10-5

R2 puncak oksidasi

R2 puncak reduksi

0,960

0,969

0,990

0,990

0,946

0,998

LOD (M) puncak oksidasi

LOD (M) puncak reduksi

1,25 x 10-5

1,19 x 10-5

1,53 x 10-6

1,49 x 10-6

1,89 x 10-5

2,29 x 10-6

%RSD (n= 9) puncak oksidasi

%RSD (n= 9) puncak reduksi

2,55

0,33

1,14

0,5

>10

2,23

Sensitivitas

puncak oksidasi (mA/M)

puncak reduksi (mA/M)

363,4

1571,7

40,3

34,8

68,8

46,9

4.4 PENGUKURAN ENZIM NEURAMINIDASE PADA ELEKTRODA Au-

BDD DAN AuNPs-BDD

Profil zanamivir dalam PBS yang mengandung neuraminidase (NA) dan tidak

mengandung NA disajikan pada Gambar 4.25. Dapat diamati bahwa larutan zanamivir

dalam PBS yang mengandung NA memiliki intensitas puncak arus reduksi Au lebih

besar dibandingkan yang tidak mengandung NA. Hal ini diduga terjadi karena adanya

interaksi antara sisi aktif NA dengan gugus fungsi pada struktur zanamivir, termasuk

gugus fungsi guanidine. Interaksi NA dengan zanamivir dapat berupa ikatan hidrogen

maupun interaksi dwikutub-dwikutub (Ramachandran et al., 2012). Terikatnya

zanamivir pada sisi aktif NA menyebabkan jumlah zanamivir bebas dalam larutan

menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zanamivir yang teradsorpsi pada

permukaan elektroda Au-BDD maupun AuNPs-BDD menjadi berkurang sehingga

intensitas puncak arus reduksi Au lebih besar. Ilustrasi mekanisme yang terjadi saat

NA berinteraksi dengan zanamivir dan meningkatkan puncak oksidasi dan reduksi

emas disajikan pada Gambar 4.26.

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

Zan 1 x 10-4 M in PBS Zan + NA in PBS

0.3 0.4 0.5 0.6 0.7-3.5

-3.0

-2.5

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

Zan 1 x 10-5 M in PBS Zan + NA in PBS

I / u

A

E / V (vs. SSCE)Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 95: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.25 Profil voltametri siklik zanamivir 1 x 10-4

M dengan adanya NA (garis

merah) dan tidak ada NA (garis hitam).

Gambar 4.26 Ilustrasi mekanisme meningkatnya arus reduksi Au akibat reaksi inhibisi

NA - zanamivir.

4.4.1 Pengoptimuman pH dan Waktu Reaksi Enzim Neuraminidase

Suhu dan pH merupakan parameter yang penting bagi aktivitas enzim. Pada

penelitian ini suhu reaksi enzimatis yang digunakan ialah 37 C, mengacu pada assay

enzim NA yang umum dilakukan (Ye et al., 2012). Sementara itu pH reaksi enzimatik

divariasikan pada pH 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 7; dan 8. Aktivitas optimum NA diperoleh pada

pH 5,5 (Gambar 4.27a). Hasil ini sesuai dengan informasi dari keterangan produk

Sigma Aldrich yang menyatakan bahwa aktivitas optimum NA dari bakteri C.

perfringens yang digunakan pada penelitian ini memiliki aktivitas optimum pada

kisaran pH 5 hingga 5,5. Aktivitas NA dari C. perfringens masih bisa dipertahankan

hingga pH 7, namun akan menurun pada pH di atas 7. Pengukuran aktivitas enzim

lebih lanjut dilakukan pada pH 5,5.

Zanamivir merupakan inhibitor kompetitif bagi substrat enzim NA. Seperti

halnya interaksi NA dengan substratnya, interaksi NA dengan zanamivir akan

(a) (b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 96: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Pada waktu inkubasi optimum, NA memiliki

kesempatan yang cukup untuk berinteraksi dengan zanamivir sehingga jumlah

zanamivir bebas yang dapat teradsorpsi pada permukaan elektroda kerja akan

berkurang. Waktu kontak enzim neuraminidase dengan zanamivir divariasikan pada

kisaran waktu 10 hingga 40 menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu

kontak optimum ialah 25 menit (Gambar 4.27b). Penelitian lain melaporkan waktu

inkubasi pada uji aktivitas NA selama 30 menit (Ye et al., 2012).

Gambar 4. 27 Penentuan pH (a) dan waktu inkubasi (b) optimum reaksi enzim NA 10

mU dengan zanamivir 1 x 10-4

M.

4.4.2 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Elektroda Au-

BDD dan AuNPs-BDD

Pengukuran enzim neuraminidase (NA) dilakukan pada selang konsentrasi 0

hingga 15 mU. Konsentrasi zanamivir yang digunakan ialah 1 x 10-4

M pada

pengukuran dengan elektroda Au-BDD dan 1 x 10-5

M pada pengukuran dengan

elektroda AuNPs-BDD. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi korelasi

linear antara konsentrasi NA dengan puncak arus oksidasi dan reduksi Au. Kalibrasi

linear antara konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi Au menunjukkan korelasi

yang lebih baik (r2 > 0,99) dibandingkan dengan kalibrasi linear antara konsentrasi

NA dengan puncak arus oksidasi Au baik pada elektroda Au-BDD maupun AuNPs-

BDD. Daerah linear untuk elektroda Au-BDD ialah pada rentang konsentrasi 0 – 15

mU sementara untuk AuNPs-BDD pada konsentrasi 0 – 12 mU. Limit deteksi (LOD)

untuk pengukuran NA ialah sebesar 0,25 mU (30,86 ng/mL) dan 0,12 mU (14,81

ng/mL) masing-masing untuk kalibrasi linear berdasarkan puncak arus reduksi pada

elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD. Sementara itu, LOD yang diperoleh

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 97: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

berdasarkan puncak arus oksidasi lebih besar baik pada elektroda Au-BDD maupun

AuNPs-BDD. Metode yang dikembangkan memiliki LOD yang dapat dibandingkan

dengan metode yang telah digunakan sebelumnya, seperti enzimatic assay dengan

LOD sebesar 6,5 mU (Yang et al., 2012), immunocapture ELISA LOD sebesar 7,4

ng/mL (Gerentes et al., 1998), dan LC/MS/MS dengan LOD sebesar 1 µg/mL

(Williams et al., 2012). Gambar 4.28 menunjukkan profil voltamogram siklik

pengukuran NA berbagai konsentrasi dan kurva kalibrasi linear yang diperoleh untuk

kedua elektroda kerja yang digunakan. Pengukuran NA menggunakan elektroda bare

Au menunjukkan fenomena yang sama, namun lineritas pengukuran tidak memuaskan

(Lampiran 7).

Presisi pengukuran NA dievaluasi dengan melakukan pengukuran sebanyak 9

kali ulangan pada 3 level konsentrasi. Diperoleh nilai % RSD pengukuran NA

berdasarkan puncak arus reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD

berturut-turut sebesar 1,18 % dan 2,49 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran

NA berdasarkan puncak arus reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD

memiliki presisi yang baik. Sementara itu, pengukuran NA berdasarkan puncak arus

oksidasi Au memiliki presisi yang kurang memuaskan, terutama pada elektroda

AuNPs-BDD. Tabel 4.4 menunjukkan ringkasan hasil pengukuran NA pada elektroda

Au-BDD dan AuNPs-BDD.

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-30

-20

-10

0

10

20

30

40 [NA] (mU)

I / u

A

E / V (vs.SSCE)

0 0.5 1.0 6.0 8.0 10.0 12.0 15.0

(a)

(b)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8-4.0

-3.5

-3.0

-2.5

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 0.5 1 2 4 8 12

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

[NA] / mU

I (uA

)

E /V (vs. SSCE)

0 0.5 1.0 2.0 4.0 8.0 12

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 98: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.28 Profil voltametri siklik zanamivir dengan keberadaan NA berbagai

konsentrasi dan kurva kalibrasi linear pengukuran NA berdasarkan puncak arus

oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b).

Tabel 4.4 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dengan elektroda BDD

termodifikasi emas

Parameter Elektroda

Au-BDD AuNPs-BDD

Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 0 – 12

R2 puncak oksidasi

R2 puncak reduksi

0,956

0,996

0,938

0,997

LOD (mU) puncak oksidasi

LOD (mU) puncak reduksi

0,54

0,25

1,64

0,12

%RSD (n= 9) puncak oksidasi

%RSD (n= 9) puncak reduksi

3,08

1,18

>10

2,49

4.4.3 Stabilitas Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD pada Pengukuran

Neuraminidase

Evaluasi stabilitas elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD dalam pengukuran

neuraminidase dilakukan melalui pengukuran NA dengan konsentrasi yang sama

sebanyak tiga puluh kali. Pengukuran dilakukan pada jendela potensial 0 – 1500 mV

dengan kecepatan 100 mV/s. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa elektroda Au-

BDD maupun AuNPs-BDD memiliki stabilitas yang cukup baik, ditunjukkan dengan

nilai standar deviasi tiga puluh kali ulangan pengukuran puncak arus reduksi emas

pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD masing-masing sebesar 0,17 dan 0,14.

Gambar 4.29 menunjukkan profil jumlah pengukuran dengan puncak arus yang

diperoleh.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 99: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.29 Stabilitas elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b) pada pengukuran

NA.

4.4.4 Pengaruh Kecepatan Payar pada Pengukuran Enzim Neuraminidase

Pengukuran NA pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD dilakukan dengan

kecepatan payar yang berbeda pada variasi kecepatan 25 mV/s hingga 250 mV/s.

Peningkatan kecepatan payar berkorelasi dengan meningkatnya arus reduksi yang

terdeteksi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada elektroda Au-BDD

maupun AuNPs-BDD terjadi hubungan linear antara akar kecepatan payar (v1/2

)

dengan puncak arus reduksi Au. Hubungan linear yang terjadi mengikuti persamaan

Randles-Sevcik (Gambar 4.30). Hal ini menunjukkan bahwa transfer massa dari

larutan ke permukaan elektroda saat ada NA dikontrol oleh difusi, sama dengan saat

tidak ada NA dalam larutan.

-15

-10

-5

0

0 5 10 15 20 25 30

I p,c

A

Number of Cycles

-15

-10

-5

0

0 5 10 15 20 25 30

I p,c

A

Number of Cycles

(a)

(b)

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-40

-20

0

20

40

60

80 Scan rate / mVs-1

I / u

A

E / V (vs SSCE)

25 50 100 150 200 250

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 100: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.30 Kurva hubungan akar kecepatan payar dengan puncak arus reduksi Au

saat ada NA pada elektroda Au-BDD (a) dan AuNPs-BDD (b).

4.4.5 Pengaruh Matriks Mucin pada Pengukuran Enzim Neuraminidase

dengan Elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD

Mucin merupakan salah satu komponen mayor dalam matriks sampel cairan

hidung maupun air liur. Pada penelitian ini pengaruh matriks mucin terhadap

pengukuran NA diamati dengan menggunakan mucin Bovine Submaxillary Glands

type I-S M3895 (Sigma Aldrich) dengan konsentrasi 0,33 mg/mL. Mucin dari Bovine

Submaxillary Glands dilaporkan mengandung berbagai glikoprotein dengan beragam

karbohidrat yang terikat pada protein, 9 – 17 % di antaranya ialah sialic acid yang

merupakan substrat bagi NA (Aldrich, 2014). Pengaruh mucin terhadap pengukuran

NA diamati pada selang konsentrasi NA 0 hingga 15 mU. NA masih dapat dideteksi

dengan keberadaan mucin pada konsentrasi yang digunakan. Bertambahnya

konsentrasi NA berkorelasi dengan meningkatnya puncak arus oksidasi dan reduksi

Au yang terukur (Gambar 4.31).

(a)

(b)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8

-9

-8

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

I / u

A

E / V (vs.SSCE)

25 50 100 150 200 250

scan rate / mVs-1

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-20

0

20

40

60

80

100I /

uA

E / V (SSCE)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 101: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Kalibrasi linear antara konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi Au

menunjukkan koefisien determinasi (r2) lebih rendah dibandingkan koefisien

determinasi yang didapat saat NA diukur tanpa keberadaan mucin, baik pada

elektroda Au-BDD maupun AuNPs-BDD. Namun demikian limit deteksi dan presisi

pengukuran menunjukkan pengaruh mucin tidak terlalu berarti teradap pengukuran

NA. Limit deteksi pengukuran NA dalam matriks mucin berdasarkan puncak arus

reduksi Au pada elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD berturut-turut ialah sebesar 0,2

mU dan 0,36 mU. LOD yang diperoleh berdasarkan puncak arus oksidasi pada

elektroda Au-BDD ialah 0,19 mU sementara pada elektroda AuNPs-BDD sebesar

0,66 mU.

Presisi pengukuran NA dalam matriks mucin dievaluasi dengan melakukan

pengukuran sebanyak 9 kali ulangan pada 3 level konsentrasi. Diperoleh nilai % RSD

sebesar 0,71 % dan 1,44 % berturut-turut untuk pengukuran berdasarkan puncak arus

reduksi Au dengan elektroda Au-BDD dan AuNPs-BDD. Nilai %RSD pengukuran

NA berdasarkan puncak arus oksidasi Au ialah 1,31 % dan 4,69%. Hal ini

menunjukkan bahwa pengukuran NA dalam matriks mucin dengan elektroda Au-

BDD maupun Au-NPs-BDD memiliki presisi yang baik. Tabel 4.5 menunjukkan

ringkasan hasil pengukuran NA dalam matriks mucin pada elektroda Au-BDD dan

AuNPs-BDD.

Tabel 4.5 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dalam matriks mucin dengan

elektroda BDD termodifikasi emas

Parameter Elektroda

Au-BDD AuNPs-BDD

Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 0 – 12

R2 puncak oksidasi

R2 puncak reduksi

0,975

0,989

0,949

0,992

LOD (mU) puncak oksidasi

LOD (mU) puncak reduksi

0,19

0,20

0,66

0,36

%RSD (n= 9) puncak oksidasi

%RSD (n= 9) puncak reduksi

1,31

0,71

4,69

1,44

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-40-30-20-10

010203040506070

[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 0.5 1.0 2.0 4.0 6.0 8.0 12.0 15.0

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 102: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.31 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai konsentrasi dalam

matriks mucin dan kurva kalibrasi linear pengukuran NA dalam matriks mucin

berdasarkan puncak arus oksidasi dan reduksi Au pada elektroda Au-BDD (a) dan

AuNPs-BDD (b).

4.5 PENGUKURAN NEURAMINIDASE DENGAN ZANAMIVIR YANG

DIIMMOBILISASI PADA MAGNETIC BEADS MENGGUNAKAN

ELEKTRODA Au-BDD

4.5.1 Immobilisasi Zanamivir pada Sistem Magnetic Beads

Zanamivir terlebih dahulu dikonjugasi dengan biotin sebelum diimmobilisasi

pada magnetic beads. Hal ini dilakukan dengan mereaksikan zanamivir dengan sulfo-

NHS-biotin pada pH 7. Gugus amina pada zanamivir akan berikatan dengan gugus

karboksilat pada biotin melalui ikatan kovalen dan sulfo-NHS akan terlepas. Setelah

terkonjugasi, zanamivir-biotin selanjutnya dicampurkan dengan magnetic beads-

streptavidin. Biotin akan berinteraksi dengan streptavidin melalui ikatan hidrogen dan

gaya van der waals sehingga akhirnya zanamivir dapat diimmobilisasi pada magnetic

beads (Gambar 4.32). Satu buah streptavidin dapat berinteraksi dengan 4 buah biotin

sehingga dapat diasumsikan terdapat 4 zanamivir termodifikasi biotin yang dapat

diimobilisasi pada magnetic beads.

0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 0.5 1 2 4 8 12

(a)

(b)

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs.SSCE)

0 0.5 1 2 4 8 12

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 103: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.32 Ilustrasi reaksi konjugasi zanamivir dengan biotin dan immobilisasi

pada magnetic beads.

Keberhasilan proses biotinilasi zanamivir dibuktikan dengan melakukan

pengukuran FTIR terhadap zanamivir, biotin, dan zanamivir-biotin yang telah

dikonjugasikan dengan magnetic beads. Pengukuran terhadap zanamivir-biotin yang

berbentuk larutan dilakukan, namun hasil yang diperoleh sulit diinterpretasi karena

puncak pelarut air yang sangat kuat menutupi puncak gugus fungsi lainnya (Lampiran

8). Ikatan kovalen terbentuk antara gugus karboksilat biotin dengan gugus amina dari

zanamivir membentuk amida. Hilangnya atau berkurangnya intensitas puncak amina

primer dari gugus guanidine zanamivir dapat membuktikan keberhasilan proses

biotinilasi yang dilakukan. Amina primer ditunjukkan oleh munculnya dua puncak

pada daerah uluran N-H pada daerah 3500-3100 cm-1

dan tekukan N-H pada daerah

1640-1550 cm-1

. Gambar 4.33 menunjukkan spektrum FTIR dari zanamivir serta

zanamivir yang telah dikonjugasi. Dapat diamati bahwa spektra FTIR zanamivir

menunjukkan keberadaan amina primer berupa puncak uluran N-H pada daerah

sekitar 3300 cm-1

dan puncak tekuk N-H pada daerah 1600 cm-1

. Puncak NH2 dari

gugus guanidine zanamivir tidak teramati pada spektra zanamivir-biotin-streptavidin.

Pada spectra zanamivir-biotin-MB teramati puncak pada bilangan gelombang 2850

cm-1

yang merupakan uluran gugus C-H, puncak ini teramati pada zanamivir dan

bition, pada magnetic beads puncak ini sangat lemah. Hilangnya serapan gugus sulfo

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 104: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

dari sulfo-NHS-biotin pada bilangan gelombang 1350 cm-1

juga dapat menunjukkan

keberhasilan proses biotinilasi.

Keberhasilan proses biotinilasi dibuktikan juga dengan pengukuran

elektrokimia. Ketika zanamivir berhasil dikonjugasi dengan biotin, saat ditambahkan

NA akan terjadi interaksi antara zanamivir dengan NA. Gambar 4.34 menunjukkan

bahwa saat NA ditambahkan ke dalam larutan uji, terjadi penurunan puncak arus

reduksi Au. Hal ini diduga terjadi karena zanamivir tidak dapat berinteraksi sempurna

dengan NA, tidak seperti saat zanamivir belum dikonjugasikan dengan biotin (saat

zanamivir bebas). Gugus fungsi zanamivir yang digunakan untuk berinteraksi dengan

NA telah digunakan untuk berikatan dengan biotin pada proses biotinilasi. Namun

demikian, besarnya penurunan puncak arus reduksi yang terjadi tidak sebesar pada

sistem biotin tanpa zanamivir. Hal ini menunjukkan proses biotinilasi telah berhasil

mengkonjugasikan zanamivir dengan biotin dan mengimobilisasi zanamivir pada

magnetic beads.

Gambar 4.33 Spektrum FTIR zanamivir, biotin, magnetic beads, dan zanamivir-

biotin-magnetic beads.

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

Wavenumber / cm-1

Zanamivir Sulfo-NHS-biotin MB-streptavidin Zanamivir-biotin-streptavidin-MB

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

MB-BiotinMB-Biotin-NA

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-15

-10

-5

0

5

10

15

20

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

MB-Zan MB-Zan-NA

ΔI = 0.74 µA ΔI = 0.97 µA Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 105: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.34 Voltamogram siklik sistem MB-zanamivir dan MB-biotin.

4.5.2 Optimasi Konsentrasi Magnetic Beads pada Immobilisasi Zanamivir

Magnetic beads yang digunakan pada proses immobilisasi zanamivir perlu

dioptimasi. Jumlah magnetic beads yang terlalu banyak dapat menutupi seluruh

elektroda dan pada akhirnya mengganggu pengukuran, sementara bila magnetic beads

terlalu sedikit immobilisasi zanamivir tidak efektif. Optimasi jumlah magnetic beads

yang digunakan divariasikan pada 40 hingga 200 µg. Magnetic beads-streptavidin

dengan jumlah bervariasi dikonjugasikan dengan zanamivir-biotin pada konsentrasi

yang konstan. Jumlah magnetic beads menjadi faktor pembatas dalam proses

konjugasi yang dilakukan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah

magnetic beads 120 µg paling optimum digunakan (Gambar 4.35). Jumlah magnetic

beads 120 µg digunakan pada pengukuran selanjutnya.

Gambar 4.35 Optimasi jumlah magnetic beads pada immobilisasi zanamivir.

4.5.3 Linearitas dan Presisi Pengukuran Neuraminidase pada Sistem Magnetic

Beads

Elektroda Au-BDD yang digunakan pada pengukuran NA pada sistem

magnetic beads disiapkan melalui teknik voltammetri siklik. Elektroda BDD

-66

-65

-64

-63

-62

-61

0 40 80 120 160 200

I p

,c /

µA

Magnetic beads / µg

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 106: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

dioksidasi terlebih dahulu melalui anodic treatment pada potensial 3 V selama 20

menit dalam H2SO4 0,1 M. Selanjutnya deposisi Au pada permukaan BDD dilakukan

dengan siklik voltammetri terhadap elektroda O-BDD dalam 1 mM K2AuCl4 dalam

0,1 M H2SO4 sebanyak 100 kali siklik pada potensial 0 sampai 1 V dengan kecepatan

payar 100 mV/s. Profil XPS dari elektroda yang diperoleh (Gambar 4.36)

menunjukkan Au telah berhasil dideposisi pada permukaan BDD.

Gambar 4.36 Profil XPS elektroda Au-BDD yang diperoleh dengan teknik voltametri

siklik.

Linearitas NA pada sistem pengukuran dengan menggunakan magnetic beads

diamati pada rentang konsentrasi NA 0 hingga 15 mU. Zanamivir-biotin-streptavidin-

MB pada kondisi optimum dari tahap 4.5.2 direaksikan dengan NA pada berbagai

konsentrasi dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 25 menit. Setelah reaksi

dihentikan, larutan diukur dengan elektroda Au-BDD menggunakan sel yang

dilengkapi dengan magnetic bar seperti Gambar 3.2. Hasil pengukuran disajikan pada

Gambar 4.37.

Pengamatan berdasarkan puncak arus reduksi Au menunjukkan bahwa

bertambahnya konsentrasi NA berkorelasi dengan menurunnya intensitas puncak arus

reduksi Au. Fenomena ini berkebalikan dengan hasil yang diperoleh pada sistem yang

tidak menggunakan magnetic beads. Hal ini diduga terjadi karena gugus fungsi pada

zanamivir telah digunakan saat konjugasi dengan biotin sehingga ketika NA

direaksikan dengan zanamivir-biotin-streptavidin-MB interaksi antara NA dengan

zanamivir sangat lemah atau bahkan tidak terjadi. Kendatipun interaksi antara

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 107: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

zanamivir dengan NA terjadi, interaksi tersebut tidak dapat melepaskan zanamivir

dari ikatan kovalennya dengan biotin. Zanamivir tetap terimobilisasi pada magnetic

beads yang menempel pada permukaan elektroda. Keberadaan NA diduga dapat

menambah tertutupnya permukaan elektroda Au-BDD sehingga menyebabkan

intensitas puncak arus reduksi emas berkurang. Pengukuran NA secara mandiri

(tanpa zanamivir) pada elektroda Au menunjukkan bahwa keberadaan NA tidak

menurunkan puncak arus reduksi emas secara bermakna. Sementara pengukuran NA

secara mandiri pada elektroda Au-BDD menunjukkan keberadaan NA dapat

penurunan puncak arus reduksi emas, namun penurunan tersebut tidak linear terhadap

konsentrasi NA (Lampiran 9). Ilustrasi untuk fenomena yang terjadi pada pengukuran

NA dengan sistem magnetic beads disajikan pada Gambar 4.38.

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-40

-20

0

20

40

60

80

100

120[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 2 4 8 12 15

y = 0,623x - 18,778 R² = 0,959

y = -2,4168x + 44,386 R² = 0,8382

-40

-20

0

20

40

60

0 3 6 9 12 15

Pe

ak

cu

rre

nt

/ µ

A

Neuraminidase Concentration / mU

Reduction peak Oxidation peak

(a)

(b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 108: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.37 Profil voltametri siklik pengukuran NA berbagai konsentrasi pada

sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD (a), kurva kalibrasi pengukuran NA

pada sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD (b).

Gambar 4.38 Ilustrasi mekanisme berkurangnya arus reduksi Au akibat keberadaan

NA pada sistem magnetic beads.

Hubungan antara intensitas puncak arus reduksi Au dengan konsentrasi NA

memiliki koefisien determinasi sebesar 0,959 pada rentang konsentrasi 0 hingga 15

mU. Sementara itu koefisien determinasi untuk hubungan antara puncak arus oksidasi

Au dengan konsentrasi NA hanya 0,838. Limit deteksi untuk pengukuran NA pada

sistem magnetic beads diperoleh sebesar 1,82 dan 2,32 mU masing-masing untuk

pengukuran berdasarkan puncak arus reduksi dan oksidasi Au. Nilai LOD ini lebih

besar dibandingkan pengukuran tanpa menggunakan sistem magnetic beads. Hal ini

menunjukkan bahwa sitem magnetic beads tidak lebih baik dibandingkan pengukuran

NA secara langsung dengan menggunakan elektroda Au-BDD.

Presisi pengukuran NA pada sistem magnetic beads dievaluasi dengan

melakukan pengukuran sebanyak 9 kali ulangan. Diperoleh nilai % RSD pengukuran

NA pada sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD ialah sebesar 1,41 % dan

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 109: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

3,16 % masing-masing untuk pengukuran berdasarkan puncak arus reduksi dan

oksidasi.

4.5.4 Linearitas dan Presisi pengukuran Neuraminidase dalam Matriks Mucin

pada Sistem Magnetic Beads

Linearitas NA dalam matriks mucin diamati dengan menggunakan mucin pada

konsentrasi 0,33 mg/mL. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kalibrasi linear

hanya dapat diperoleh pada rentang konsentrasi 0 hingga 8 mU dan hanya dapat

dibangun berdasarkan puncak arus reduksi Au. Pada konsentrasi lebih besar dari 8

mU bertambahnya konsentrasi NA tidak linear dengan perubahan puncak arus reduksi

Au. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena konsentrasi NA yang lebih besar dan

keberadaan matriks mucin dari bovine submaxillary glands menutupi permukaan

elektroda. Hasil pengukuran yang diperoleh disajikan pada Gambar 4.39. Limit

deteksi pengukuran NA dalam matriks mucin dengan sistem magnetic beads ialah

sebesar 0,64 mU.

Gambar 4.39 Kurva kalibrasi pengukuran NA berdasarkan puncak arus reduksi Au

pada sistem magnetic beads dengan elektroda Au-BDD.

Presisi pengukuran NA dalam matriks mucin pada sistem magnetic beads

dievaluasi dengan melakukan pengukuran sebanyak 9 kali ulangan. Diperoleh nilai %

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 110: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

RSD sebesar 7,25 %. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan matrik mucin

mempengaruhi dan menurunkan presisi pengukuran NA dengan sistem magnetic

beads. Ringkasan pengukuran NA dan NA dalam matriks mucin pada sistem magnetic

beads disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA dalam Matriks Mucin

pada Sistem Magnetic Beads dengan Elektroda Au-BDD

Parameter Hasil Pengukuran

NA NA dalam Mucin

Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 0 – 8

R2 puncak oksidasi

R2 puncak reduksi

0,838

0,959

n/a

0,950

LOD (mU) puncak oksidasi

LOD (mU) puncak reduksi

1,82

2,32

n/a

0,64

%RSD (n= 9) puncak oksidasi

%RSD (n= 9) puncak reduksi

3,16

1,41

n/a

7,25

4.6 PENGEMBANGAN STRIP TEST UNTUK DETEKSI

NEURAMINIDASE

4.6.1 Rancangan Strip test

Rancangan strip test yang terdiri atas sample pad, nitrocellulose membrane,

test zone, dan adsorbent pad disusun pada plastic baking (Gambar 3.3). Sample pad

pada rancangan strip test digunakan untuk meneteskan sampel. Hal ini dilakukan

karena apabila sampel diteteskan langsung pada permukaan nitrocellulose membrane

dapat terjadi difusi sampel ke arah yang tidak diharapkan. Penggunaan liquid blocker

mini pen pada bagian ujung atas dan bawah nitrocellulose membrane juga

dimaksudkan untuk mencegah pergerakan cairan sampel ke arah yang tidak

diiinginkan. Zanamivir dengan konsentrasi 10-2

M sebanyak 15 µL diaplikasikan

secara bertahap pada nitrocellulose membrane. Aplikasi secara bertahap dilakukan

untuk mencagah difusi sehingga zanamivir dapat terimobilisasi pada daerah sempit

permukaan nitrocellulose membrane .

Sampel yang mengandung NA dengan konsentrasi 0 hingga 15 mU bermigrasi

pada nitrocellulose membrane hingga mencapai zanamivir yang telah

diimobilisasikan terlebih dahulu. NA akan berinteraksi dengan zanamivir pada

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 111: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

nitrocellulose membrane. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 ºC selama 25 menit untuk

memastikan reaksi antara NA dengan zanamivir terjadi. Pengukuran dilakukan pada

elektroda Au-BDD dengan diameter 1 cm setelah reaksi enzimatis dihentikan.

4.6.2 Linearitas dan Presisi pengukuran Neuraminidase pada Stip Test dengan

Elektroda Au-BDD

Hasil pengukuran NA pada perangkat strip test disajikan pada Gambar 4.40

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengukuran NA pada strip test linear pada

rentang konsentrasi NA 0 sampai 15 mU. Walaupun nilai koefisien determinasi yang

diperoleh tidak sebaik pada pengukuran NA dalam larutan, namun masih terkategori

baik dengan koefisien determinasi sebesar 98%. Hal ini menunjukkan bahwa strip

test deteksi NA berpotensi untuk dikembangkan. Adapun limit deteksi (LOD)

pengukuran NA dengan strip test ialah sebesar 0,43 mU untuk pengukuran

berdasarkan puncak arus oksidasi dan 0,26 mU untuk pengukuran berdasarkan puncak

arus reduksi.

Presisi pengukuran NA pada strip test dievaluasi dengan melakukan

pengukuran sebanyak 9 kali ulangan pada 3 level konsentrasi. Presisi dinyatakan

sebagai % RSD. Diperoleh nilai % RSD untuk pengukuran berdasarkan puncak arus

oksidasi Au dan puncak arus reduksi Au pada elektroda Au-BDD masing-masing

sebesar 7,80 % dan 3,74 %. Presisi pengukuran berdasarkan puncak arus reduksi Au

lebih baik dibandingkan pengukuran berdasarkan puncak arus oksidasi Au.

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-40

-20

0

20

40

60[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 2 4 8 12 15

(a)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 112: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.40 Profil voltametri siklik pengukuran NA pada strip test (a), Kurva

kalibrasi linear pengukuran NA pada strip test berdasarkan puncak arus oksidasi dan

reduksi Au pada elektroda Au-BDD (b).

4.6.3 Linearitas dan Presisi pengukuran Neuraminidase dalam Matriks Mucin

pada Stip Test dengan Elektroda Au-BDD

Pengukuran NA dalam matriks mucin dengan konsentrasi 0,33 mg/mL

menggunakan strip test dilakukan pada selang konsentrasi 0 hingga 15 mU. Hasil

yang diperoleh menunjukkan hubungan yang linear hanya dapat dibangun dengan

baik dari data puncak arus reduksi Au. Sementara puncak arus oksidasi Au

memberikan koefisien determinasi kurang dari 90 %. Hal ini diduga terjadi karena

migrasi NA pada nitrocellulose membrane mengalami hambatan akibat keberadaan

mucin yang kental. Gambar 4.41 menyajikan voltamogram siklik dan kurva

pengukuran NA dalam matriks mucin pada berbagai konsentrasi.

y = -1,6889x - 10,181 R² = 0,9814

y = 3,2213x + 11,436 R² = 0,9773

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

0 3 6 9 12 15

Peak

Cur

rent

/µA

Neuraminidase Concentration /mU

Reduction Peak Oxidation Peak

(b)

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-60-50-40-30-20-10

0102030405060708090

[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 2 4 8 12 15

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 113: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Gambar 4.41 Profil voltametri siklik pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip

test (a), Kurva kalibrasi linear pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip test

dengan elektroda Au-BDD (b).

Nilai limit deteksi pengukuran NA dalam matrik mucin dengan strip test

masing-masing ialah 3,67 mU dan 1,61 mU untuk pengukuran berdasarkan puncak

arus oksidasi dan reduksi Au. Presisi pengukuran NA dalam matriks mucin pada strip

test dievaluasi dengan melakukan pengukuran sebanyak 9 kali ulangan. Nilai % RSD

untuk pengukuran berdasarkan puncak oksidasi Au dan puncak reduksi Au pada

elektroda Au-BDD masing-masing sebesar 19,22 % dan 6,27 %. Presisi pengukuran

berdasarkan arus oksidasi Au tidak baik, sementara presisi pengukuran berdasarkan

puncak reduksi Au masih cukup baik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pengukuran

NA dalam matriks mucin dengan strip test disarankan dilakukan berdasarkan puncak

arus reduksi Au. Ringkasan hasil pengukuran NA pada strip test dengan elektroda

Au-BDD disajikan pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Ringkasan pengukuran neuraminidase (NA) dan NA dalam Matriks Mucin

pada Strip test dengan Elektroda Au-BDD

Parameter Hasil Pengukuran

NA NA dalam Mucin

Kisaran Linearitas (mU) 0 – 15 mU 0 – 15 mU

R2 puncak oksidasi

R2 puncak reduksi

0,977

0,981

0,869

0,950

LOD (mU) puncak oksidasi 0,43 3,67

y = -1,3913x - 23,557 R² = 0,9507

y = 2,3501x + 36,288 R² = 0,8695

-60 -40 -20

0 20 40 60 80

100

0 3 6 9 12 15

Peak

Cur

rent

/µA

Neuraminidase Concentration /mU

Reduction Peak Oxidation Peak

(a)

(b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 114: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

LOD (mU) puncak reduksi 0,26 1,61

%RSD (n= 9) puncak oksidasi

%RSD (n= 9) puncak reduksi

7,80

3,74

> 10

6,27

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 115: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Penelitian

Measurement

of Parameter

Electrode

Au Au-BDD AuNPs-BDD

Zanamivir

Linearity range (M) 1 x 10-5

-1 x 10-4

5 x 10-6

- 1 x 10-4

1 x 10-6

- 1 x 10-5

R2 Oxidation peak

R2 Reduction peak

0,960

0,969

0,990

0,990

0,946

0,998

LOD (M) Oxidation peak

LOD (M) Reduction peak

1,25 x 10-5

1,19 x 10-5

1,53 x 10-6

1,49 x 10-6

1,89 x 10-5

2,29 x 10-6

%RSD (n= 9) Oxidation peak

%RSD (n= 9) Reduction peak

2,55

0,33

1,14

0,5

>10

2,23

Neuraminidase

Linearity range (mU) n/a 0 - 15 0 - 12

R2 Oxidation peak

R2 Reduction peak

n/a 0,956

0,996

0,938

0,997

LOD (M) Oxidation peak

LOD (M) Reduction peak

n/a 0,54

0,25

1,64

0,12

%RSD (n= 9) Oxidation peak

%RSD (n= 9) Reduction peak

n/a 3,08

1,18

>10

2,49

Neuraminidase

with mucin

matrix 0,33

mg/mL

Linearity range (mU) n/a 0 – 15 0 - 12

R2 Oxidation peak

R2 Reduction peak

n/a 0,975

0,989

0,949

0,992

LOD (M) Oxidation peak

LOD (M) Reduction peak

n/a 0,19

0,20

0,66

0,36

%RSD (n= 9) Oxidation peak

%RSD (n= 9) Reduction peak

n/a 1,31

0,71

4,69

1,44

Neuraminidase

in magnetic

beads system

Linearity range (mU) n/a 0 - 15 0 - 8

R2 Oxidation peak

R2 Reduction peak

n/a 0,838

0,959

n/a

LOD (M) Oxidation peak

LOD (M) Reduction peak

n/a 1,82

2,32

n/a

0,64

%RSD (n= 9) Oxidation peak

%RSD (n= 9) Reduction peak

n/a 3,16

1,41

n/a

7,25

Neuraminidase

with mucin

matrix 0,33

mg/mL in

magnetic

beads system

Linearity range (mU) n/a 0 - 8 n/a

R2 Oxidation peak

R2 Reduction peak

n/a n/a

0,950

n/a

LOD (M) Oxidation peak

LOD (M) Reduction peak

n/a n/a

0,64

n/a

%RSD (n= 9) Oxidation peak

%RSD (n= 9) Reduction peak

n/a n/a

7,25

n/a

Neuraminidase

on strip test

Linearity range (mU) n/a 0 - 15 n/a

R2 Oxidation peak

R2 Reduction peak

n/a 0,977

0,981

n/a

LOD (M) Oxidation peak

LOD (M) Reduction peak

n/a 0,43

0,26

n/a

%RSD (n= 9) Oxidation peak

%RSD (n= 9) Reduction peak

n/a 7,80

3,74

n/a

Neuraminidase

with mucin

matrix 0,33

mg/mL on

strip test

Linearity range (mU) n/a 0 - 15 n/a

R2 Oxidation peak

R2 Reduction peak

n/a 0,869

0,950

n/a

LOD (M) Oxidation peak

LOD (M) Reduction peak

n/a 3,67

1,61

n/a

%RSD (n= 9) Oxidation peak

%RSD (n= 9) Reduction peak

n/a >10

6,27

n/a

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 116: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan ialah sebagai

berikut

1. Zanamivir tidak elektroaktif namun analisis kuantitatif zanamivir secara

elektrokimia dapat dilakukan pada elektroda kerja Au dan boron doped

diamond temodifikasi Au (Au-BDD dan AuNPs-BDD) berdasarkan

penurunan intensitas puncak arus oksidasi dan reduksi Au yang terjadi akibat

teradsorpsinya zanamivir pada permukaan elektroda kerja tersebut.

2. Puncak arus oksidasi dan reduksi Au dalam larutan zanamivir yang

mengandung neuraminidase (NA) mengalami peningkatan baik pada elektroda

Au-BDD maupun AuNPs-BDD. Interaksi NA dengan zanamivir menyebabkan

jumlah zanamivir bebas dalam larutan berkurang dan jumlah zanamivir yang

teradsorpsi pada permukaan elektroda juga berkurang sehingga puncak arus

oksidasi dan reduksi Au meningkat. Pada kondisi optimum reaksi NA dengan

zanamivir (suhu inhibisi 37 C, pH reaksi 5,5, dan waktu kontak 25 menit)

diperoleh hubungan linear antara konsentrasi NA dengan kenaikan puncak

arus reduksi dan oksidasi Au.

3. Zanamivir berhasil diimmobilisasi pada magnetic beads dengan

memanfaatkan ikatan kovalen zanamivir dengan biotin dan interaksi biotin

dengan streptavidin-magnetic beads. Pada sistem pengukuran dengan

magnetic beads keberadaan NA menurunkan arus reduksi Au pada elektroda

Au-BDD. Penggunaan magnetic beads belum dapat memperbaiki performa

pengukuran NA pada elektroda Au-BDD.

4. Pengukuran NA pada membrane nitrosellulose dapat dilakukan menggunakan

teknik voltammetri pada elektroda Au-BDD dengan limit deteksi yang rendah

dan presisi pengukuran yang cukup baik sehingga strip test pengukurn NA

berpotensi untuk dikembangkan.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 117: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

5. Pengukuran NA dalam matriks sampel yang mengandung mucin dengan

konsentrasi 0,33 mg/mL dapat dilakukan baik pada elektroda Au-BDD

maupun AuNPs-BDD. Performa kerja pengukuran NA dalam matriks mucin

pada kedua elektroda kerja umumnya berubah secara tidak berarti, dan pada

sistem magnetic beads keberadaan mucin menurunkan performa pengukuran.

SARAN

Deteksi neuraminidase secara tidak langsung berdasarkan reaksi inhibisi NA

oleh zanamivir menggunakan elektroda boron doped diamond termodifikasi emas

telah berhasil dikembangkan. Agar metode yang telah dikembangkan dapat

diaplikasikan hal-hal berikut disarankan untuk dilakukan:

1. Dilakukan validasi terhadap metode yang dikembangkan untuk mengabsahkan

hasil analisis yang diperoleh dari metode yang dikembangkan.

2. Dilakukan uji banding atau komparasi metode yang dikembangkan dengan

metode yang telah established.

3. Mengkombinasikan sistem strip test dengan deteksi amperometri untuk

pendekatan aplikasi deteksi NA terhadap sampel real.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 118: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Abdou, H. E., Mohamed, A. A., & Fackler Jr, J. P. (2009). Gold(I) Nitrogen

Chemistry. In Gold Chemistry: Applications and Future Directions in the Life

Sciences.

Ahrens, B., Jones, P. G., & Fischer, A. K. (1999). Gold ( I ) Complexes with Amine

Ligands , 4 [ The Role of N – H ··· Cl Hydrogen Bonds in Gold ( I ) Complexes

with Aliphatic Amine Ligands. European Journal of Inorganic Chemistry, (I),

1103–1110.

Aldrich, S. (2014). Mucin from bovine submaxillary glands Type I-S. Retrieved

January 01, 2014, from https://www.sigmaaldrich.com

Allen, G. ., Brookes, S. ., Barrow, A., Dunn, J. ., & Grosse, C. . (1999). Liquid

chromatographic–tandem mass spectrometric method for the determination of

the neuraminidase inhibitor zanamivir (GG167) in human serum. Journal of

Chromatography B, 732(2), 383–393. doi:10.1016/S0378-4347(99)00306-0

Aytur, T., Foley, J., Anwar, M., Boser, B., Harris, E., & Beatty, P. R. (2006). A novel

magnetic bead bioassay platform using a microchip-based sensor for infectious

disease diagnosis. Journal of Immunological Methods, 314(1-2), 21–9.

doi:10.1016/j.jim.2006.05.006

Azevedo, A. F., Matsushima, J., Vicentin, F. C., Baldan, M. R., & Ferreira, N. G.

(2007). Characterization of ultrananocristalline diamond films by xps. LNLS (pp.

4–5). Campinas.

Babu, Y. S., Chand, P., Bantia, S., Kotian, P., Dehghani, A., El-kattan, Y., …

Montgomery, J. a. (2000). Discovery of a Novel , Highly Potent , Orally Active

and Selective Influenza Neuraminidase Inhibitor through Structure-Based Drug

Design. Journal of Medical Chemistry, 43, 3482–3486. doi:10.1021/jm0002679

Bantia, S., Upshaw, R., & Babu, Y. S. (2011). Characterization of the binding

affinities of peramivir and oseltamivir carboxylate to the neuraminidase enzyme.

Antiviral Research, 91(3), 288–91. doi:10.1016/j.antiviral.2011.06.010

Baughman, T. M., Wright, W. L., & Hutton, K. a. (2007). Determination of zanamivir

in rat and monkey plasma by positive ion hydrophilic interaction

chromatography (HILIC)/tandem mass spectrometry. Journal of

Chromatography. B, 852(1-2), 505–511. doi:10.1016/j.jchromb.2007.02.006

Berry, A. M., Paton, J. C., Glare, E. M., Hansman, D., & Catcheside, D. E. A. (1988).

Cloning and expression of the pneumococcal neuraminidase gene in Escheria

coli. Gene, 71, 299–305.

Bockris, J. O. M., Reddy, A. K. N., & Gamboa-Aldeco, M. (2000). Modern

Electrochemistry: Fundamentals of Electrodics.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 119: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Bogdanowicz, R., Fabianska, A., Golunski, L., Sobaszek, M., Gnyba, M., Ryl, J., …

Siedlecka, E. M. (2013). Influence of the boron doping level on the

electrochemical oxidation of the azo dyes at Si / BDD thin fi lm electrodes .

Diamond & Related Materials, 39, 82–88. doi:10.1016/j.diamond.2013.08.004

Cai, Y., Anderson, A. B., Angus, J. C., & Kostadinov, L. N. (2005). Hydrogen

evolution on diamond electrodes and its dependence on surface C-H bond

strengths. Electrochemical and Solids-State Letters, 8(9), E62–E65.

doi:10.1149/1.1999913

CDC. (2009). Oseltamivir-Resistant 2009 Pandemic Influenza A ( H1N1 ) Virus

Infection in Two Summer Campers Receiving Prophylaxis-North Carolina.

MMWR (Vol. 58, pp. 969–972).

Charrier, G., Aureau, D., Gonçalves, A., Collet, G., Bouttemy, M., Etcheberry, A., &

Simon, N. (2013). Gold nanoparticles immobilization : Evidence of amination of

diamond surfaces in liquid ammonia. Diamond & Related Materials, 32, 36–42.

doi:10.1016/j.diamond.2012.11.014

Chien, C., Huang, Y., & Chen, H. (1997). Small neuraminidase gene of Clostridium

perfringens ATCC 10543: Cloning, nucleotide sequence, and production.

Enzyme and Microbial Technology, 20(4), 277–285. doi:10.1016/S0141-

0229(96)00129-9

Chiku, M., Watanabe, T., & Einaga, Y. (2010). Fabrication of Cu-modified boron-

doped diamond microband electrodes and their application for selective detection

of glucose. Diamond and Related Materials, 19(7-9), 673–679.

doi:10.1016/j.diamond.2010.01.048

Coles, M. P. (2006). Application of neutral amidines and guanidines in coordination

chemistry. Dalton Transactions, (8), 985–1001. doi:10.1039/b515490a

Colman, P. M., Hoyne, P. a, & Lawrence, M. C. (1993). Sequence and structure

alignment of paramyxovirus hemagglutinin-neuraminidase with influenza virus

neuraminidase. Journal of Virology, 67(6), 2972–2980.

Daigle, A. D., & BelBruno, J. J. (2011). Density Functional Theory Study of the

Adsorption of Nitrogen and Sulfur Atoms on Gold (111), (100), and (211)

Surfaces. The Journal of Physical Chemistry C, 115(46), 22987–22997.

doi:10.1021/jp2071327

DuVall, S. H., & McCreery, R. L. (1999). Control of Catechol and Hydroquinone

Electron-Transfer Kinetics on Native and Modified Glassy Carbon Electrodes.

Analytical Chemistry, 71(20), 4594–4602. doi:10.1021/ac990399d

Escuret, V., Cornu, C., Boutitie, F., Enouf, V., Mosnier, A., Bouscambert-Duchamp,

M., … Lina, B. (2012). Oseltamivir-zanamivir bitherapy compared to oseltamivir

monotherapy in the treatment of pandemic 2009 influenza A(H1N1) virus

infections. Antiviral Research, 96(2), 130–7. doi:10.1016/j.antiviral.2012.08.002

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 120: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Fadley, C. S. (2010). X-ray photoelectron spectroscopy: Progress and perspectives.

Journal of Electron Spectroscopy and Related Phenomena, 178-179, 2–32.

doi:10.1016/j.elspec.2010.01.006

Foster, R. J., & Walsh, D. A. (2005). Voltammetry: Overview (pp. 181–188). Dulbin:

Elsevier Ltd.

Ge, J., Liu, F., Holmes, E. H., Ostrander, G. K., & Li, Q. X. (2012). Aqueous normal

phase liquid chromatography coupled with tandem time-of-flight quadrupole

mass spectrometry for determination of zanamivir in human serum. Journal of

Chromatography. B, 906, 58–62. doi:10.1016/j.jchromb.2012.08.020

Gerentes, L., Kessler, N., & Aymard, M. (1998). A sensitive and specific ELISA

immunocapture assay for rapid quantitation of influenza A/H3N2 neuraminidase

protein. Journal of Virological Methods, 73(2), 185–195. doi:10.1016/S0166-

0934(98)00056-1

Goodhew, P. J., Humphreys, J., & Beanland, R. (2001). Electron Microscopy and

Analysis.

Green, M. D., Nettey, H., & Wirtz, R. A. (2008). Determination of Oseltamivir

Quality by Colorimetric and Liquid Chromatographic Methods. Emerging

Infectious Disease, 14(4), 552–556.

Green, N. M. (1963). Avidin. Journal of Biochemistry, 89, 599–609.

Hamza, S. M., Rizk, N. M. H., & Matter, H. A. B. (2012). A new ion selective

electrode method for determination of oseltamivir phosphate (Tamiflu) and its

pharmaceutical applications. Arabian Journal of Chemistry.

doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.arabjc.2012.07.029

Hernandez, J. E., Adiga, R., Armstrong, R., Bazan, J., Bonilla, H., Bradley, J., …

Sheridan, W. (2011). Clinical experience in adults and children treated with

intravenous peramivir for 2009 influenza A (H1N1) under an emergency IND

program in the United States. Clinical Infectious Diseases, 52(6), 695–706.

doi:10.1093/cid/cir001

Hurt, A. C., Barr, I. G., Komadina, N., & Hampson, A. W. (2004). A novel means of

identifying the neuraminidase type of currently circulating human A(H1)

influenza viruses. Virus Research, 103(1-2), 79–83.

doi:10.1016/j.virusres.2004.02.017

Ivandini, T. A., Einaga, Y., Honda, K., & Fujishima, A. (2005). Preparation and

Characterization of Poly crystalline Chemical Vapor Deposited Boron-doped

Diamond Thin Films. In A. Fujishima, Y. Einaga, & D. A. Tryk (Eds.), Diamond

Electrochemistry (pp. 11–25). Tokyo: BKC. Inc.

Ivandini, T. A., Honda, K., Rao, T. N., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2007).

Simultaneous detection of purine and pyrimidine at highly boron-doped diamond

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 121: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

electrodes by using liquid chromatography. Talanta, 71(2), 648–55.

doi:10.1016/j.talanta.2006.05.009

Ivandini, T. A., Saepudin, E., Wardah, H., Dewangga, N., & Einaga, Y. (2012).

Development of a Biochemical Oxygen Demand Sensor Using Gold- Modi fi ed

Boron Doped Diamond Electrodes.

Ivandini, T. A., Sato, R., Makide, Y., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2004).

Electroanalytical application of modified diamond electrodes. Diamond and

Related Materials, 13(11-12), 2003–2008. doi:10.1016/j.diamond.2004.07.004

Ivandini, T. A., Sato, R., Makide, Y., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2005). Pt-

implanted boron-doped diamond electrodes and the application for

electrochemical detection of hydrogen peroxide. Diamond and Related

Materials, 14(11-12), 2133–2138. doi:10.1016/j.diamond.2005.08.022

Ivandini, T. A., Yamada, D., Watanabe, T., Matsuura, H., Nakano, N., Fujishima, A.,

& Einaga, Y. (2010). Development of amperometric arsine gas sensor using

gold-modified diamond electrodes. Journal of Electroanalytical Chemistry,

645(1), 58–63. doi:10.1016/j.jelechem.2010.04.012

Ivic, M. L. A., Petrovic, S. D., Mijin, D. Z., & Drljevic-Duric, K. M. (2011). The

qualitative determination of oseltamivir phosphate in Tamiflu® capsule by cyclic

voltammetry. Hemijska Industrija, 65(1), 87–91.

doi:10.2298/HEMIND100908070A

Joseph-Charles, J., Geneste, C., Laborde-Kummer, E., Gheyouche, R., Boudis, H., &

Dubost, J.-P. (2007). Development and validation of a rapid HPLC method for

the determination of oseltamivir phosphate in Tamiflu and generic versions.

Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 44(4), 1008–1013.

doi:10.1016/j.jpba.2007.04.002

Kastelic, S., Bercic, R. L., Cizelj, I., Bencina, M., Makrai, L., Zorman-rojs, O., …

Bencina, D. (2013). Ornithobacterium rhinotracheale has neuraminidase activity

causing desialylation of chicken and turkey serum and tracheal mucus

glycoproteins. Veterinary Microbiology, 162, 707–712.

doi:10.1016/j.vetmic.2012.09.018

Kimling, J., Maier, M., Okenve, B., Kotaidis, V., Ballot, H., & Plech, A. (2006).

Turkevich Method for Gold Nanoparticle Synthesis Revisited. Journal of

Physical Chemistry B, 110, 15700–15707.

Kohl, P. a. (2010). Electrodeposition of Gold. In M. Schlesinger & M. Paunovic

(Eds.), Modern Electroplating: Fifth Edition (pp. 115–130). John Wiley & Sons,

Inc. doi:10.1002/9780470602638.ch4

Kraft, A. (2007). Doped Diamond : A Compact Review on a New , Versatile

Electrode Material. International Journal of Electrochemical Science, 2, 355–

385.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 122: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Kubo, S., Tomozawa, T., Kakuta, M., Tokumitsu, A., & Yamashita, M. (2010).

Laninamivir prodrug CS-8958, a long-acting neuraminidase inhibitor, shows

superior anti-influenza virus activity after a single administration. Antimicrobial

Agents and Chemotherapy, 54(3), 1256–1264. doi:10.1128/AAC.01311-09

Laborde-Kummer, E., Gaudin, K., Joseph-Charles, J., Gheyouche, R., Boudis, H., &

Dubost, J.-P. (2009). Development and validation of a rapid capillary

electrophoresis method for the determination of oseltamivir phosphate in

Tamiflu and generic versions. Journal of Pharmaceutical and Biomedical

Analysis, 50(3), 544–546. doi:10.1016/j.jpba.2009.05.016

Levy-clement, C. (2005). Semiconducting and Metallic Boron-Doped Diamond

Electrodes. In A. Fujishima, Y. Einaga, & D. A. Tryk (Eds.), Diamond

Electrochemistry. Tokyo: BKC. Inc.

Li, Y., Wu, T., Qi, X., Ge, Y., Guo, X., Wu, B., … Zhou, M. (2013). Simultaneous

detection of hemagglutinin and neuraminidase genes of novel influenza A

(H7N9) by duplex real-time reverse transcription polymerase chain reaction.

Journal of Virological Methods, 194(1-2), 194–6.

doi:10.1016/j.jviromet.2013.08.021

Lindegårdh, N., Hanpithakpong, W., Wattanagoon, Y., Singhasivanon, P., White, N.

J., & Day, N. P. J. (2007). Development and validation of a liquid

chromatographic-tandem mass spectrometric method for determination of

oseltamivir and its metabolite oseltamivir carboxylate in plasma, saliva and

urine. Journal of Chromatography. B, 859(1), 74–83.

doi:10.1016/j.jchromb.2007.09.018

Macpherson, J. V. (2015). A practical guide to using boron doped diamond in

electrochemical research. Phys. Chem. Chem. Phys., 17, 2935–2949.

doi:10.1039/C4CP04022H

Malipatil, S. M., Jahan, K., & Deepthi, M. (2010). Spectrophotometric Determination

Of Oseltamivir Phosphate In Bulk Drug And In Pharmaceutical Formulation .

Research Journal of Pharmaceutical , Biological and Chemical Sciences, 1(4),

933–942.

Meeprasert, A., Khuntawee, W., Kamlungsua, K., Nunthaboot, N., Rungrotmongkol,

T., & Hannongbua, S. (2012). Binding pattern of the long acting neuraminidase

inhibitor laninamivir towards influenza A subtypes H5N1 and pandemic H1N1.

Journal of Molecular Graphics and Modelling, 38, 148–154.

doi:10.1016/j.jmgm.2012.06.007

Mihajlovic, M. L., & Mitrasinovic, P. M. (2008). Another look at the molecular

mechanism of the resistance of H5N1 influenza A virus neuraminidase (NA) to

oseltamivir (OTV). Biophysical Chemistry, 136(2-3), 152–8.

doi:10.1016/j.bpc.2008.06.003

Moriyama, T., & Barksdale, L. (1967). Neuraminidase of Corynebacterium

diphtheriae. Journal of Bacteriology, 94(5), 1565–1581.

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 123: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Moulder, J. F., Stickle, W. F., Sobol, P. E., & Bomben, K. D. (1995). Handbook of X-

ray Photoelectron Spectroscopy. (J. Chastain & R. C. King, Eds.).

Murugaraj, P., Mainwaring, D. E., Al Kobaisi, M., & Siegele, R. (2012). Stable doped

sp2 C-hybrid nanostructures by reactive ion beam irradiation. Journal of

Materials Chemistry, 22, 18403. doi:10.1039/c2jm32714g

Pop, S. F., Stefan-van Staden, R.-I., Ion, R.-M., van Staden, J. F., & Aboul-Enein, H.

Y. (2010). Electroanalysis of oseltamivir phosphate using new microsensors

based on nanostructured materials. European Cell and Materials, 20(3), 204.

Pop, S. F., Stefan-van Staden, R.-I., van Staden, J. F., Aboul-Enein, H. Y., Ion, R.-M.,

& Aydogmus, Z. (2012). Electroanalysis of Oseltamivir Phosphate Using New

Microelectrodes Based on Zinc Complexes with Porphyrins and

Phthalocyanines. Journal of the Electrochemical Society, 159(9), B789–B793.

doi:10.1149/2.001209jes

Popa, E., Kubota, Y., Tryk, D. a., & Fujishima, A. (2000). Selective Voltammetric

and Amperometric Detection of Uric Acid with Oxidized Diamond Film

Electrodes. Analytical Chemistry, 72(7), 1724–1727. doi:10.1021/ac990862m

Popa, E., Notsu, H., Miwa, T., Tryk, D. A., & Fujishima, A. (1999). Selective

Electrochemical Detection of Dopamine in the Presence of Ascorbic Acid at

Anodized Diamond Thin Film Electrodes. Electrochmical and Solid State

Letters, 2(1), 49–51.

Ramachandran, M., Nambikkairaj, B., & Bakyavathy, M. (2012). In silico molecular

modeling of neuraminidase enzyme H1N1 avian influenza virus and docking

with zanamivir ligands. Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 2(6), 426–

430. doi:10.1016/S2222-1808(12)60094-2

Rismetov, B., Ivandini, T. A., Saepudin, E., & Einaga, Y. (2014). Electrochemical

detection of hydrogen peroxide at platinum-modi fi ed diamond electrodes for an

application in melamine strip tests. Diamond and Related Materials, 48, 88–95.

Roustom, B. El, Fóti, G., & Comninellis, C. (2005). Preparation of gold nanoparticles

by heat treatment of sputter deposited gold on boron-doped diamond film

electrode. Electrochemistry Communications, 7(4), 398–405.

doi:10.1016/j.elecom.2005.02.014

Sajid, M., Kawde, A., Daud, M., & Daud, M. (2014). Designs , formats and

applications of lateral flow assay : A literature review. Journal of Saudi

Chemical Society, Accepted m.

Samson, M., Pizzorno, A., Abed, Y., & Boivin, G. (2013). Influenza virus resistance

to neuraminidase inhibitors. Antiviral Research, 98(2), 174–85.

doi:10.1016/j.antiviral.2013.03.014

Sheu, T. G., Deyde, V. M., Okomo-Adhiambo, M., Garten, R. J., Xu, X., Bright, R.

a., … Gubareva, L. V. (2008). Surveillance for neuraminidase inhibitor

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 124: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

resistance among human influenza A and B viruses circulating worldwide from

2004 to 2008. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 52(9), 3284–3292.

doi:10.1128/AAC.00555-08

Siné, G., Duo, I., Roustom, B. El, Fóti, G., & Comninellis, C. (2006). Deposition of

clusters and nanoparticles onto boron-doped diamond electrodes for

electrocatalysis. Journal of Applied Electrochemistry, 36(8), 847–862.

doi:10.1007/s10800-006-9159-2

Skrzypek, S. (2010). Electrochemical Studies of the Neuraminidase Inhibitor

Zanamivir and its Voltammetric Determination in Spiked Urine. Electroanalysis,

22(20), 2339–2346. doi:10.1002/elan.201000163

Skrzypek, S. (2012). Electrode mechanism and voltammetric determination of

selected guanidino compounds. Central European Journal of Chemistry, 10(4),

977–988. doi:10.2478/s11532-012-0043-0

Smith, E., & Dent, G. (2004). Modern Raman Spectroscopy - A Practical Approach.

Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd. doi:10.1002/0470011831

Srinivasan, S. (2006). Electrode/Electrolyte Interface: Structure and Kinetic of Charge

Transfer. In Fuel Cell: From Fundamental to Application.

Szunerits, S., Jama, C., Coffinier, Y., Marcus, B., Delabouglise, D., & Boukherroub,

R. (2006). Direct amination of hydrogen-terminated boron doped diamond

surfaces. Electrochemistry Communications, 8(7), 1185–1190.

doi:10.1016/j.elecom.2006.05.023

Takayama, I., Nakauchi, M., Fujisaki, S., Odagiri, T., Tashiro, M., & Kageyama, T.

(2013). Rapid detection of the S247N neuraminidase mutation in influenza A (

H1N1 ) pdm09 virus by one-step duplex RT-PCR assay. Journal of Virological

Methods, 188, 73–75. doi:10.1016/j.jviromet.2012.12.005

Tambunan, U. S. F., Amri, N., & Parikesit, A. A. (2012). In silico design of cyclic

peptides as influenza virus, a subtype H1N1 neuraminidase inhibitor. African

Journal of Biotechnology, 11(52), 11474–11491. doi:10.5897/AJB11.4094

Tambunan, U. S. F., Fadilah, & Parikesit, A. A. (2010). Bioactive Compounds

Screening from Zingiberaceae Family as Influenza A / Swine Flu Virus

Neuraminidase Inhibitor through Docking Approach. OnLine Journal of

Biological Science, 10(4), 151–156.

Tanaka, K. (1978). Self-diffusion Coefficients of Water in Pure Water and in

Aqueous Solutioiis of Several Electrolytes with 18O and 2H as Tracers. Journal

of the Chemical Society, Faraday Transactions 1, 74, 1879–1881.

doi:10.1039/F19787401879

Tian, R., Rao, T. N., Einaga, Y., & Zhi, J. (2006). Construction of Two-Dimensional

Arrays Gold Nanoparticles Monolayer onto Boron-Doped Diamond Electrode

Surfaces. Chemistry of Materials, 18(4), 939–945. doi:10.1021/cm0519481

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 125: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Tian, R., & Zhi, J. (2007). Fabrication and electrochemical properties of boron-doped

diamond film–gold nanoparticle array hybrid electrode. Electrochemistry

Communications, 9(5), 1120–1126. doi:10.1016/j.elecom.2006.12.027

Toghill, K. E., & Compton, R. G. (2010). Metal Nanoparticle Modified Boron Doped

Diamond Electrodes for Use in Electroanalysis. Electroanalysis, 22(17-18),

1947–1956. doi:10.1002/elan.201000072

Tryk, D. a., Tachibana, H., Inoue, H., & Fujishima, A. (2007). Boron-doped diamond

electrodes: The role of surface termination in the oxidation of dopamine and

ascorbic acid. Diamond and Related Materials, 16(4-7), 881–887.

doi:10.1016/j.diamond.2007.02.002

Turgeon, N., McNicoll, F., Toulouse, M.-J., Liav, A., Barbeau, J., Ho, J., …

Duchaine, C. (2011). Neuraminidase Activity as a Potential Enzymatic Marker

for Rapid Detection of Airborne Viruses. Aerosol Science and Technology,

45(2), 183–195. doi:10.1080/02786826.2010.530624

Vanhove, E., de Sanoit, J., Arnault, J. C., Saada, S., Mer, C., Mailley, P., …

Nesladek, M. (2007). Stability of H-terminated BDD electrodes: an insight into

the influence of the surface preparation. Physica Status Solidi (a), 204(9), 2931–

2939. doi:10.1002/pssa.200776340

Varillas, D., Bermejo-Martin, J. F., Almansa, R., Rojo, S., Nogueira, B., Eiros, J. M.,

… de Lejarazu, R. O. (2011). A new method for detection of pandemic influenza

virus using High Resolution Melting analysis of the neuraminidase gene. Journal

of Virological Methods, 171(1), 284–6. doi:10.1016/j.jviromet.2010.10.003

Vimr, E. R., Lawrisuk, L., Galen, J., & Kaper, J. B. (1988). Cloning and Expression

of the Vibrio cholerae Neuraminidase Gene nanH in Escherichia coli. Journal of

Bacteriology, 170(4), 1495–1504.

Wang, J. (2006). Analytical Electrochemistry (Third.). New Jersey: John Wiley &

Sons, Inc.

Wang, Q., Chang, B. J., Mee, B. J., & Riley, T. V. (2005). Neuraminidase production

by Erysipelothrix rhusiopathiae. Veterinary Microbiology, 107(3-4), 265–72.

doi:10.1016/j.vetmic.2005.01.022

Westgeest, K. B., Bestebroer, T. M., Spronken, M. I. J., Gao, J., Couzens, L.,

Osterhaus, A. D. M. E., … Graaf, M. De. (2015). Optimization of an enzyme-

linked lectin assay suitable for rapid antigenic characterization of the

neuraminidase of human influenza A ( H3N2 ) viruses. Journal of Virological

Methods, 217, 55–63.

Williams, T. L., Pirkle, J. L., & Barr, J. R. (2012). Simultaneous quantification of

hemagglutinin and neuraminidase of influenza virus using isotope dilution mass

spectrometry. Vaccine, 30(14), 2475–82. doi:10.1016/j.vaccine.2011.12.056

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 126: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Wong, K., Chen, C., Wei, K., Roy, V. a. L., & Chathoth, S. M. (2015). Diffusion of

gold nanoparticles in toluene and water as seen by dynamic light scattering.

Journal of Nanoparticle Research, 17(153). doi:10.1007/s11051-015-2965-x

Wraight, C. a. (2006). Chance and design-Proton transfer in water, channels and

bioenergetic proteins. Biochimica et Biophysica Acta - Bioenergetics, 1757, 886–

912. doi:10.1016/j.bbabio.2006.06.017

Yagi, I., Ishida, T., & Uosaki, K. (2004). Electrocatalytic reduction of oxygen to

water at Au nanoclusters vacuum-evaporated on boron-doped diamond in acidic

solution. Electrochemistry Communications, 6(8), 773–779.

doi:10.1016/j.elecom.2004.05.025

Yamada, D., Ivandini, T. a., Komatsu, M., Fujishima, A., & Einaga, Y. (2008).

Anodic stripping voltammetry of inorganic species of As3+ and As5+ at gold-

modified boron doped diamond electrodes. Journal of Electroanalytical

Chemistry, 615(2), 145–153. doi:10.1016/j.jelechem.2007.12.004

Yamashita, M., Tomozawa, T., Kakuta, M., Tokumitsu, A., Nasu, H., & Kubo, S.

(2009). CS-8958, a prodrug of the new neuraminidase inhibitor R-125489, shows

long-acting anti-influenza virus activity. Antimicrobial Agents and

Chemotherapy, 53(1), 186–192. doi:10.1128/AAC.00333-08

Yang, W., Liu, X., Peng, X., Li, P., Wang, T., Tai, G., … Zhou, Y. (2012). Synthesis

of novel N -acetylneuraminic acid derivatives as substrates for rapid detection of

influenza virus neuraminidase. Carbohydrate Research, 359, 92–96.

doi:10.1016/j.carres.2012.06.009

Ye, D., Shin, W., Li, N., Tang, W., Feng, E., Li, J., … Liu, H. (2012). Synthesis of C-

4-modi fi ed zanamivir analogs as neuraminidase inhibitors and their anti-AIV

activities. European Journal of Medicinal Chemistry, 54, 764–770.

doi:10.1016/j.ejmech.2012.06.033

Yu, Y., Zhou, Y., Wu, L., & Zhi, J. (2012). Electrochemical Biosensor Based on

Boron-Doped Diamond Electrodes with Modified Surfaces. International

Journal of Electrochemistry, Article ID, 1–10. doi:10.1155/2012/567171

Zawadzki, H. J. (2003). Synthesis and spectral studies of gold ( III ) complexes with

guanidine derivatives. Transition Metal Chemistry, 28, 820–826.

Zeng, A., Jin, C., Cho, S.-J., Seo, H. O., Kim, Y. D., Lim, D. C., … Boo, J.-H. (2012).

Nickel nano-particle modified nitrogen-doped amorphous hydrogenated

diamond-like carbon film for glucose sensing. Materials Research Bulletin,

47(10), 2713–2716. doi:10.1016/j.materresbull.2012.04.041

Zhang, F., Turgeon, N., Toulouse, M., Duchaine, C., & Li, D. (2012). A simple and

rapid fl uorescent neuraminidase enzymatic assay on a micro fl uidic chip.

Diagnostic Microbiology and Infectious Disease, 74, 263–266.

doi:10.1016/j.diagmicrobio.2012.07.011

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 127: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Zhou, Y., & Zhi, J. (2009). The application of boron-doped diamond electrodes in

amperometric biosensors. Talanta, 79(5), 1189–96.

doi:10.1016/j.talanta.2009.05.026

Živcová, Z. V., Frank, O., Petrák, V., Tarábková, H., Vacík, J., Nesládek, M., &

Kavan, L. (2013). Electrochemistry and in situ Raman spectroelectrochemistry of

low and high quality boron doped diamond layers in aqueous electrolyte

solution. Electrochimica Acta, 87, 518–525. doi:10.1016/j.electacta.2012.09.031

Zonja, B., Goncalves, C., Perez, S., Delgado, A., Petrovic, M., Alpendurada, M. F., &

Barcelo, D. (2013). Evaluation of the phototransformation of the antiviral

zanamivir in surface waters through identification of transformation products.

Journal of Hazardous Materials. doi:10.1016/j.jhazmat.2013.10.008

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 128: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 1 Diagram alir dan tahapan penelitian

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 129: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 2 Gambar Instrument MAPCVD (a), SEM (b), Raman spectroscopy (c),

XPS (d), TEM (e)

(a) (b)

(d)

(c)

(e)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 130: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 3 Profil voltametri siklik oseltamivir 1 x 10-4

M dalam buffer sitrat pH 7

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

CB pH 7 Os in CB pH 7

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 131: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 4 Spektrum Raman H-BDD pada beberapa lokasi

(1) (2)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

Inte

nsity

(a.u

.)

Raman shift (cm-1)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

Raman shift (cm-1)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

Raman shift (cm-1)

(3)

(7) (8) (9)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

Raman shift (cm-1)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

Raman shift (cm-1)200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

0

10000

20000

30000

40000

50000

Inte

nsity

(a.

u.)

Raman shift (cm-1)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 22000

10000

20000

30000

40000

50000

Inte

nsity

(a.u

.)

Raman shift (cm-1)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

Raman shift (cm-1)

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200

Raman shift (cm-1)

(4) (5) (6)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 132: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 5 Penentuan koefisien difusi

Persamaan Cottrell

Keterangan:

D = Koefisien difusi (cm2/s)

C = Konsentrasi larutan uji (mol/cm3)

Misal 1 x 10-4

M = 1 x 10-7

mol/cm3

A = Luas area elektroda (cm2) = πr

2 = 3,14 x (0,2 cm)

2 = 1,256 x 10

-1 cm

2

F = Konstanta Faraday (96500 C/mol)

n =Banyaknya elektron yang ditransfer = 6

t = waktu (s)

Koefisien difusi pengukuran zanamivir dengan elektroda Au:

Koefisien difusi pengukuran zanamivir dengan elektroda Au-BDD:

0

5

10

15

20

25

0 2 4 6 8 10

I / u

A

Time / s

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 133: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0 2 4 6 8 10

I / u

A

Time / s

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 134: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 6 Contoh perhitungan penentuan nilai LOD pengukuran zanamivir

Data pengukuran

[Zanamivir]

/ µM

Ip,c (µA)

Rerata

STDEV

Ip,c 1 2 3

0 -3,68 -3,65 -3,61 -3,64 0,036

1,0 -3,53 -3,58 -3,60 -3,56 0,036

2,5 -3,48 -3,51 -3,47 -3,48 0,031

5,0 -3,43 -3,39 -3,34 -3,38 0,047

7,5 -3,30 -3,26 -3,21 -3,25 0,046

10 -3,15 -3,15 -3,12 -3,14 0,017

LOD = a + 3So

LOD = -3,61 + (3 x 0,036)

LOD = -3,50

Angka tersebut digunakan sebagai nilai Y dan disubstitusi ke persamaan kurva

kalibrasi dan diperoleh nilai X (LOD) sebesar 2,29 x 10-6

M.

y = 0,0469x - 3,61 R² = 0,9984

y = -0,0688x + 3,1143 R² = 0,9461

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

0 2 4 6 8 10

Pe

ak

Cu

rre

nt

/ µ

A

Concentration of Zanamivir / µM

Reduction Peak

Oxidation peak

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 135: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 7 Pengukuran NA secara tidak langsung berdasarkan interaksi NA dengan

zanamivir menggunakan elektroda bare Au. Voltammogram siklik pengukuran NA

(a), kurva kalibrasi pengukuran NA (b)

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

[NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

0 1 2 6 8 15

(a)

(b)

y = 0.0586x - 133.15 R² = 0.6823

-133.6

-133.4

-133.2

-133.0

-132.8

-132.6

-132.4

-132.2

-132.0

0 2.5 5 7.5 10 12.5 15

I p,c

/ µ

A

Neuraminidase concentration / mU

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 136: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 8 Spektra FTIR larutan zanamivir-biotin dalam buffer fosfat

4000 3500 3000 2500 2000 1500 10000.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

Tran

smitt

ance

Wavenumber / cm-1

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 137: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 9 Pengukuran NA tanpa zanamivir pada elektroda Au (a) dan Au-BDD (b),

kurva hubungan konsentrasi NA dengan puncak arus reduksi emas pada elektroda Au-

BDD (c)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-100

-75

-50

-25

0

25

50

75

100 [NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

1 2 4 8 12 15

(a)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6-30

-20

-10

0

10

20

30 [NA] / mU

I / u

A

E / V (vs. SSCE)

1 2 4 8 12 15

(b)

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 138: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

(c)

y = 0,1457x - 23,23 R² = 0,7483

-24

-24

-23

-23

-22

-22

-21

-21

0 3 6 9 12 15

Peak

Cur

rent

/ µ

A

Concentration of Neuraminidase / mU

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 139: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup Penulis

Nama Lengkap : Wulan Tri Wahyuni S, S.Si. M.Si.

Tempat dan Tanggal Lahir : Sukabumi, 23 November 1982

Alamat Rumah : Babakan Fakultas No. 36 RT.003 RW.004

Tegallega Bogor Tengah Bogor 16127

Nomor Telepon/Faks : (+62251) 8628766/ (+62251) 624567

Nomor HP : +6285717088321

Alamat Kantor : Gedung Fakultas Peternakan W2 Level 4,

Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Nomor Telepon/Faks : (+62251) 8628766/ (+62251) 624567

Alamat e-mail : [email protected], [email protected],

Pendidikan

Program: S-1 S-2 S-3

Nama PT Institut Pertanian

Bogor, Indonesia

Institut Pertanian

Bogor, Indonesia

Universitas Indonesia,

Indonesia

Bidang Ilmu Kimia Kimia Kimia

Tahun Masuk 2001 2007 2012

Tahun Lulus 2006 2010 2015

Judul

Skripsi/Tesis/

Disertasi

Isolasi, Purifikasi,

dan Identifikasi

Senyawa Anti-β-

laktamase dari

Banteri IV NF 1-1,

Penghambat

Pertumbuhan

Bakteri Penyebab

Diare

Pengoptimuman dan

Validasi Sidik Jari

Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi Ekstrak

Phyllanthus niruri L.

Pengembangan

Metode Deteksi

Neuraminidase

Berdasarkan Reaksi

Inhibisi Enzimatik

Oleh Zanamivir

Menggunakan

Elektroda Boron

Doped Diamond

Termodifikasi Emas

Nama

Pembimbing/

Promotor

Prof. Dr. Ir.

Latifah K.

Darusman, MS. Dr. Yulin Lestari

Prof. Dr. Ir. Latifah

K. Darusman, MS. Dr. Aji Hamim

Wigena

Dr. Ivandini

Tribidasari

Anggraningrum

Dr. Endang Saepudin

Karya Tulis Dalam Bentuk Artikel Ilmiah/Karya Ilmiah Dalam Prosiding

Seminar

No.

Judul Karya Tulis Nama

Penulis

(Tuliskan

secara

Berurutan)

Dipublikasi

pada

Tahun Tingkat

(Lokal,

Nasional,

Internasional)

1 Phaleria marcocarpa

Fruit Extract as

Insulinotropic Agent

in Treptozotocin-

Induced Diabetic

Cynomolgus

Monkeys (Macaca

Irma H

Suparto, Erni

sulistiawati,

Bayu Febram

Praseto, Wulan

Tri Wahyuni,

Sylvia

Proceedings

of

International

Conference

on Medicinal

Plants

Volume 1

2010 Internasional

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 140: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

fascicularis). Prabandari,

Yasmina

Paramastri

2 Optimization of

Extraction Solvent

using Simplex

Centroid with Axial

Design to Obtain

Phyllanthus niruri

HPLC Profile

Wulan Tri

Wahyuni,

Latifah K.

Darusman, Aji

Hamim Wigena

Proceedings

of

International

Conference

on Medicinal

Plants

Volume 2

2010 Internasional

3 Seed Powder of

Moringa oleifera as

Coagulant for

Reduction of

Turbidity and

Concentration of

Manganese and Iron

in Water Purification

Process

Wulan Tri

Wahyuni,

Latifah K.

Darusman,

Restu Sminar

Rahayu

Proceedings

of

International

Conference

on Chemical

Science

2010 Internasional

4 Inhibitory activity of

Curcuma domestica,

Curcuma

xanthorrhiza and

Zingiber zerumbet

mixed extract in

proliferation of colon

cancer cells HCT

(ATCC-CCL 116)

Latifah K.

Darusman,

Wulan Tri

Wahyuni,

Nurima Zebua

Proceeding of

International

Symposium

on

Temulawak

2011 Internasional

5 Pengoptimuman

Ekstraksi Flavonoid

Daun Salam

(Syzygium

polyanthum)

Latifah K.

Darusman,

Wulan Tri

Wahyuni, Julia

Devy

Proceeding of

National

Seminar of

Pokjanas TOI

2011 Nasional

6 Potency of Ficus

carica L. Leaves

Extract as

Antioxidants and

Inhibitory Activity

of the Extract

against HeLa

Cancer Cell

Proliferation

Wulan Tri

Wahyuni,

Latifah K.

Darusman,

Redoyan Refli

Proceeding

International

Seminar of

Forest and

Medicinal

Plants

2013 International

7 Potency of

Andrographis

paniculata,

Tinospora crispa, and Combination

Extract as α-

Glucosidase

Inhibitor and

Chromatographic

Fingerprint Profile

of the Extracts

Wulan Tri

Wahyuni,

Latifah K.

Darusman,

Rona Jutama

Proceeding of

International

Seminar on

Science

2013 International

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 141: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Karya Tulis Dalam Bentuk Artikel Ilmiah/Karya Ilmiah Dalam Jurnal Ilmiah

No.

Judul Karya Tulis Nama Penulis Nama Jurnal No. Penerbitan

1 Daya Inhibisi

Ekstrak Flavonoid

Buah Mahkota

Dewa (phaleria

macrocarpa)

Terhadap Enzim α-

Glukosidase

Irma H. Suparto,

Wulan Tri

Wahyuni, Rolif

Hartika

SAINS 38 (1) 2009

2 First Order

Ultraderivative

Spectrophotometric

Methods for

Determination of

Reserpine in

Antihypertension

Tablet

Latifah K.

Darusman,

Mohamad Rafi,

Wulan Tri

Wahyuni, Rizna

Azrianiningsari

Indonesia

Journal of

Chemistry

12 (3) 2012

3 Acetylcholinesteras

e Inhibition and

Antioxidant

Activity of

Syzygium cumini, S.

aromaticum, and S.

polyanthum from

Indonesia

Latifah K.

Darusman,

Wulan Tri

Wahyuni,

Farahdina Alwi

Journal of

Biological

Science

13 (5) 2013

4 Efektivitas Krim

Antijerawat Kayu

Secang (caesalpinia

sappan) terhadap

Propionibacterium

acne pada Kulit

Kelinci

Siti Sadiah,

Latifah K.

Darusman,

Wulan Tri

Wahyuni,

Irmanida

Batubara

Jurnal Ilmu

Kefarmasian

Indonesia

11 (2) 175-181

5 Aktivitas

Antibakteri dan

Antioksidan daun

Kipahit Tithonia

diversifolia dan

Fraksinasi Senyawa

Aktifnya

Wulan Tri

Wahyuni,

Irmanida

Batubara, Ade

Suherman

Jurnal Bahan

Alam

Indonesia

8 (5) 350-356

6 Optimization and

Validation of High

Performance Liquid

Chromatographic

Fingerprint of

phyllanthus niruri

Wulan Tri

Wahyuni,

Latifah K.

Darusman, Aji

Hamim Wigena

Indonesia

Journal of

Chemistry

14 (2) 2014

7 Electrochemical

Behavior of Wulan Tri

Wahyuni,

Electrochemist

ry

83 (5) 2015

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.

Page 142: D2075-Wulan Tri Wahyuni.pdf

Zanamivir at Gold-Modified Boron

Doped Diamond

Electrodes for an

Application in

Neuraminidase

Sensing

Tribidasari A. Ivandini, Pastika

K Jiwanti,

Endang

Saepudin,

Jarnuzi

Gunlazuardi,

Yasuaki Einaga

Pengembangan metode..., Wulan Tri Wahyuni, FMIPA UI, 2015.