konjungtivitis wulan
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki- laki
Umur : 18 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kampung Gardu RT 01/08 Kemang Bogor
II. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2013 pukul 11.00 WIB di
Poliklinik Mata RSMM Bogor.
a. Keluhan Utama
Mata kanan merah sejak 1 hari sebelum ke poli.
b. Keluhan tambahan
Mata kanan bengkak, nyeri, perih, berair, buram dan banyak kotoran mata.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSMM dengan keluhan mata kanan
merah sejak 1 hari sebelum datang ke poli mata. Os mengaku pada ssat bangun
tidur mata kanannya agak sulit dibuka seperti menempel. Dan saat dilihat, trelihat
mata kanannya merah dan bengkak. Os mengaku selain itu mata kanannya terasa
nyeri, perih, berair dan banyak kotoran mata. Os mengaku kotoran matanya
berwarna kekuningan, tidak begitu banyak.
1
Selain itu os mengaku mata kanannya melihat agak buram atau kurang
jelas sejak keluhan ini muncul. Os menyangkal ada riwayat kemasukan benda
asing pada matanya. Os mengaku mengucek-ngucek matanya karena terasa ada
yang mengganjal. Os mengaku tidak ada rasa gatal pada matanya. Os
menyangkal keluhan yang sama pada mata kiri.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengaku belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Os juga
menyangkal adanya riwayat kemasukan benda asing pada matanya serta ia juga
menyangkal memiliki riwayat kontak dengan orang yang memiliki keluhan yang
sama.
e. Riwayat Pengobatan
Os mengaku 1 hari sebelumnya telah berobat ke klinik umum dan diberi
obat untuk keluhan matanya, namun os mengaku keluhannya tidak berkurang..
f. Riwayat Keluarga
Os mengaku dalam keluarganya tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gejala yang serupa, berkacamata, menderita darah tinggi kencing
manis dan alergi.
III. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Frekuensi nadi : 88x per menit
Frekuensi napas : 20x per menit
Suhu tubuh : 36,7oC
Tekanan Darah :120/70 mmHg
2
Kepala :
1. Bentuk : Normocephali
2. Mata : Lihat status oftalmologi
3. Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak sekret.
4. Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
5. Bibir : Tidak kering, tidak sianosis
6. Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering
7. Lidah : tidak kotor, tidak tremor
8. Faring : tidak hiperemis
Leher : KGB tidak teraba Trakea lurus di tengah
Toraks:
1. Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), iga vertikal, simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
2. Paru
- Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
- Palpasi : Vokal fremitus simetris
- Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-, wheezing -/-
3. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis midclavicularis sinistra,
tidak teraba thrill
- Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada splitting, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Abdomen:
- Inspeksi : buncit, tidak tampak distensi, tidak tampak vena collateral
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor
kulit baik, lemas
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
3
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Anggota gerak : atas : akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
bawah : akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
b. Status Oftalmologi
Okular Dextra Okular Sinistra
a. Palpebra
1. Skuama
2. Oedem
3. Luka Robek
-
+
-
-
-
-
b. Konjungtiva
1. Injeksi
2. Warna
3. Penebalan
4. Sekret
5. Benda Asing
Konjungtiva,episklera
Hiperemis
-
+
-
Konjungtiva,episklera
Hiperemis
-
+
-
c. Kornea
1. Jernih
2. Benda Asing
3. Infiltrat
4. Sikatrik
5. Arkus Senilis
+
-
-
-
-
+
-
-
-
-
d. COA
1. Isi
2. Volume
Normal
Normal
Normal
Normal
e. Iris
1. Warna
2. Kripta
Coklat
+
Coklat
+
4
3.
f. Pupil
1. Besar
2. Warna
3. Bentuk
4. RCL/RCTL
5. Posisi
6.
3 mm
Hitam
Bulat, regular
+/+
Ortoposisi
3 mm
Hitam
Bulat, regular
+/+
Ortoposisi
g. Visus 0,25 F 0,5 F
h. Gerakan Bola Mata Ke segala arah Ke segala arah
i. Lensa Jernih Jernih
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan swab secret dari mata untuk mengetahui kuman penyebab.
V. Resume
Seorang laki-laki, Tn. D, 18 tahun datang ke poli mata RSMM Bogor dengan keluhan
mata kanan merah sejak 1 hari sebelum datang ke poli mata. Os mengaku pada ssat bangun
tidur mata kanannya agak sulit dibuka seperti menempel. Dan saat dilihat, trelihat mata
kanannya merah dan bengkak. Os mengaku selain itu mata kanannya terasa nyeri, perih,
berair dan banyak kotoran mata. Os mengaku kotoran matanya berwarna kekuningan, tidak
begitu banyak.
Selain itu os mengaku mata kanannya melihat agak buram atau kurang jelas sejak
keluhan ini muncul. Os menyangkal ada riwayat kemasukan benda asing pada matanya. Os
mengaku mengucek-ngucek matanya karena terasa ada yang mengganjal. Os mengaku tidak
ada rasa gatal pada matanya. Os menyangkal keluhan yang sama pada mata kiri.
Os juga menyangkal adanya riwayat kemasukan benda asing pada matanya serta ia
juga menyangkal memiliki riwayat kontak dengan orang yang memiliki keluhan yang sama.
Os mengaku 1 hari sebelumnya telah berobat ke klinik umum dan diberi obat untuk keluhan
matanya, namun os mengaku keluhannya tidak berkurang.
5
Pada status oftalmologis didapatkan : odeam palpebra OD, injeksi konjungtiva +
episkelra ODS, konjuntiva hiperemis ODS, secret (+) ODS, VOD : 0,25 F, VOS : 0,5 F.
VI. Diagnosa Kerja
ODS Konjungtivitis bakterial akut
VII. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
ODS
Obat Tetes Mata :
1. Levofloxacin ed 4 x 1 tetes/hari
2. Posop ed 4 x 1 tetes/hari
Oral :
1. Prednison 5 mg 3 x 2 tab
2. Vitanorm 2 x 1
VIII. Prognosis
Ad Vitam : bonam
Ad Visam : bonam
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konjungtiva
2.1.1. Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat
ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
Gambar 3.1. Anatomi konjungtiva
2.1.2. Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel
silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007). Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk
7
dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan
dapat mengandung pigmen Vaughan, 2010).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang
sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung
yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010).
2.1.3. Perdarahan dan Persarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak (Vaughan, 2010). Konjungtiva
juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif
sedikit (Tortora, 2009).
2.2. Konjungtivitis
2.2.1. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit
ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin
banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif
sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani
transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).
2.2.2. Pembagian Konjungtivitis
2.2.2.1. Konjungtivitis Bakteri
8
A. Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan
iritasi mata (James, 2005).
B. Etiologi dan actor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut
dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria
kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia
dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri
subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi
pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla,
2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada
orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi
(Marlin, 2009).
C. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun
pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada
flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar
ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan
flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009).
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva
sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme
9
pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
D. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri
biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering
dijumpai edema pada kelopak mata (AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri
namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan
reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat
pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).
F. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit
berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang
aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat
pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap
obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
G. Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien
yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan
dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal
ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga
komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah
bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat
menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).
10
H. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis
purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus
dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
2.2.2.2. Konjungtivitis Virus
A. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan
yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri
(Vaughan, 2010).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus
yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat
menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
C. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.
11
D. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan
mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu
dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan
selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien
juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti
sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert, 2005).
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang
biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia
ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata,
kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi
kimosis (Scott, 2010).
E. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya.
Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan
dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan
diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan
onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan
gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan
jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.
Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau
parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).
12
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis
juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi (James, 2005).
2.2.2.3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan
oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009).
Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu
grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa
(Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta
timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma,
eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat
dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata
buatan dari plastik (Asokan, 2007).
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-kategorinya. Pada
konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal,
kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien
dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata
yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis
inferior.
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan
yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang
13
eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan
menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip
konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada
gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk
mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair,
kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder (Jatla, 2009).
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan
kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan
gejala lainnya (Vaughan, 2010).
2.2.2.4. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan
infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul
pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioides immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
2.2.2.5. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,
Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus
pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
2.2.2.6. Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi
iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus
konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat
14
menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang
seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau
menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan
pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).
2.2.2.7. Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga dapat
disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan
karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan
pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (AOA, 2008).
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2000. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:
EGC. Hal: 401-402.
2. James, Bruce,Chris C., Anthony B..2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta : Erlangga.
Hal: 35.
3. Ilyas, S. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 6-8.
4. Ilyas, Sidarta, 2005. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive Ophtamology,
fourth edition. New Age international, New Delhi
16