css hipertensi umam
DESCRIPTION
hipertensi hipertensiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal
diantaranya adalah meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi
yang belum mendapat pengobatan maupun yang diobati tetapi tekanan darahnya belum
mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas.
Prevalensi kasus hipertensi saat ini diperkirakan mencapai 15-25% dari populasi
dewasa. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara
maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan
yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun
belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih
kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.
Di negara berkembang seperti Vietnam tahun 2004 mencapai 34,5%, Thailand (1989):
17%, Malaysia (1996) : 29,9%, Philipina (1999) : 22%, Singapura (2004) : 24,9%.
Berdasarkan data SKRT 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 14% dengan
kisaran 13,4 sampai 14,6%. Sedangkan berdasrkan SKRT 2001 dan 2004, prevalensi
hipertensi pada usia > 65 tahun meningkat dari 26,3% menjadi 29%.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang
dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan
darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu
kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan
jiwa penderita.
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara garis
besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2 golongan yaitu : hipertensi
emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).
Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari
kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita dipikirkan suatu
keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf
sentral, miokardinal, dan ginjal. HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara
penaggulangan keduanya berbeda.
1
Gambaran kilnis krisis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD diastolik >
120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggidan terjadi dalam waktu yang singkat
dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar TD yang dapat menyebabkan
krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang
sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang.
Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT, namun para kilinisi harus
tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat
membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan
yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur diagnostik karena
sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat reversible.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-
10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan
seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing,
penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat. Menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti
yang terlihat pada tabel 1 dibawah. 1
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 71
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80Prahipertensi 120-139 80-89Hipertensi derajat 1 140-159 90-99Hipertensi derajat 2 > 160 > 100
Terkadang pasien yang lalai dalam pengobatan dapat mengarah keadaan krisis hipertensi.
Krisis hipertensi terbagi menjadi dua yaitu :2
a. Hipertensi darurat (emergensi) : tekanan darah yang sangat tinggi terdapat
kelainan/kerusakan target organ yang progresif sehingga tekanan darah harus
diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat membatasi/mencegah
kerusakan target organ yang terjadi.
b. Hipertensi mendesak (urgensi) : tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai
kelainan/kerusakan organ target yang progresif sehingga penurunan tekanan darah
dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari)
Tabel 2. Klasifikasi Krisis Hipertensi2
3
Kelompok Biasa Mendesak Darurat Tekanan darah > 180/110 > 180/110 > 220/140Gejala Tidak ada, kadang-
kadang sakit kepala dan gelisah
Sakit kepala hebat, sesak napas
Sesak napas, nyeri dada, kacau, gangguan kesadaran
Pemeriksaan fisik
Organ target tidak ada Organ target tidak ada Ensefalopati, edema paru, gangguan fungsi ginjal, iskemia jantung
Pengobatan Awasi 1-3 jam, mulai/teruskan obat oral, naikkan dosis
Awasi 3-6 jam, obat oral berjangka kerja pendek
Pasang jalur intravena, periksa laboratorium standar, terapi obat intravena
Rencana Periksa ulang dalam 3 hari
Periksa ulang dalam 24 jam
Rawat ruangan/ICU
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial
atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.1
a. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut
juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis,
sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol,
merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50
tahun.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab
spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio
aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.
3. Faktor Risiko
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas.
Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain : 1
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Keturunan
4
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau
salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih
besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal
(tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan
penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun.
Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin.
Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan.
Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang
mununjukkan adanya pengaruh hormon.
Umur
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur
seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas
dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian
besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun
tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65
tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian,
risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya umur.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.
Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan
darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena
nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik
terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik
maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti
dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan
vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.
5
Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan
hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya
penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya
hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua
obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing individu.
Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan
efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat
menurunkan tekanan darah secara signifikan.
Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama
dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang
percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang
tersebut menjadi hipertensi.
Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan
aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan
mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat
setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara
teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi
maupun normotensi.
Asupan
Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum
normal adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam
basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot.
Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh
6
kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus membran
semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya
lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat
– zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang tidak
dapat menembus dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada
kedua sisi membran.
Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi
terutama di usus halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume
pertama – tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume
sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang
vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat
volume cairan ekstraseluler umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi
efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total.
Natrium diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal,
disini natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang
cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium
yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui
urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan
kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal
untuk mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi
tinggi dan rendah bila konsumsi rendah.
Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif
terhadap natrium, misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang
hipertensi atau diabetes. Asosiasi jantung Amerika menganjurkan setiap orang
untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi
dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya
meningkat lebih cepat dengan meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi
lebih sering ditemukan. Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan
hipertensi masih belum jelas. Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui
terjadi kenaikan tekanan darah ketika asupan garam ditambah.
Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium
adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan
7
konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik
cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.
Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan
sekresi aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi
kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi
natrium dan air juga penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi
aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium
serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan
kecepatan aliran di tubulus distal.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling
yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada
populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi
lebih rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium.
Asupan Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot
halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah.
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat
hubungan timbal balik antara magnesium dan tekanan darah.
Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi magnesium tidak
efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena adanya
efek pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi
magnesium direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi.
4. Patofisiologi
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi
antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan
tekanan darah tersebut adalah: 1
a. Faktor risiko seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis.
b. Sistem saraf simpatis
- Tonus simpatis
- Variasi diurnal
8
c. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi :
Endotel pembuluh darah berperan utama , tetapi remodelling dari endotel, otot polos
dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
d. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan
aldosteron.
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi1
5. Gejala klinis
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan
penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya
bersifat non spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Apabila hipertensi tetap tidak
diketahui dan tidak dirawat, mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark
miokardium stroke atau gagal ginjal namun dteksi dini dan perawatan hipertensi yang efektif
dapat menurunkan jumlah morbilitas dan mortalitas dengan demikian pemeriksaan tekakan
darah secara teratur mempunyai arti penting dalam perawatan hipertensi.3
6. Evaluasi Hipertensi1
Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk :
9
a. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau
menilai adanya penyakit penyerta yang memperngaruhi prognosis dan menentukan
pengobatan
b. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah
c. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis meliputi :
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri , pemakaian obat-obatan
analgesik dan obat/bahan lain
Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromasitoma)
Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
c. Faktor-faktor risiko :
Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien
Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
Kebiasaan merokok
Pola makan
Kegemukan, intensitas olah raga
Kepribadian
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attack, defisit sensoris atau motoris
Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten
e. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
f. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
10
Pemeriksaan fisis selain memeriksa tekanan darah juga untuk evaluasi adanya penyakit
penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.
Pengukuran tekanan darah:
- Pengukuran rutin di kamar periksa
- Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien
istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan
peletakan manset dan stetoskop harus benar. Pengukutan dilakukan dua kali dengan sela
antara 1-5 menit pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya
sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan
pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dengan
menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah.
Untuk orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi
ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi adalah:
- Test darah rutin
- Glukosa darah (sebaiknya puasa)
- Kolesterol total serum
- Kolesterol LDL dan HDL serum
- Trigliserida serum (puasa)
- Asam urat serum
- Kreatinin serum
- Kalium serum
- Hemoglobin dan hematokrit
- Urinalisis
- Elektrokardiogram
Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan test lain seperti :
- Ekokardiogram
- USG karotis (dan femoral)
- C-reactive protein
- Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
11
- Proteinuria kuantitatif
- Funduskopi
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta
sistemik, yaitu:
- Aterosklerotik (melalui profil lemak)
- Diabetes (pemeriksaan gula darah)
- Fungsi ginjal (pemeriksaan poroteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan laju
filtrasi glomerulus)
Pada pasien hipertensi beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila
ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk
mengeveluasi adanya kerusakan organ target meliputi:
a. Jantung
- Pemeriksaan fisis
- Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks dan
sirkulasi pulmoner)
- Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta
hipertrofi ventrikel kiri)
- Ekokardiografi
b. Pembuluh darah
- Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
- Ultrasonografi (USG) karotis
- Fungsi endotel (masih dalam penelitian)
c. Otak
- Pemeriksaan neurologis
- Diagnosis strok ditegakkan dengan menggunakan cranial computed tomography
(CT)scan atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk pasien dengan keluhan
gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif.
d. Mata : Funduskopi
e. Fungsi Ginjal
- Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/ mikroalbuminuria
serta rasio albumin kreatinin urin.
12
- Perkiraan laju filtrasi glomerulus
-
7. Tatalaksana
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: 1,4
a. Target tekanan darah <140/90 mmHg untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
b. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
c. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai
target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.
Terapi Nonfarmakologis
Modifikasi gaya hidup ( penurunan berat badan , mengurangi konsumsi garam dan alkohol,
olahraga teratur ) mungkin cukup untuk hipertensi ringan.4,5
Menurunkan berat badan bila gemuk
Latihan fisik aerobik secara teratur
Mengurangi konsumsi garam <2,3 gr natrium atau <6 gr NaCl sehari
Makan kalium, kalsium, magnesium yang cukup dari diet
Membatasi minum alkohol (20-30 ml etanol sehari)
Berhenti merokok serta kurangi makanan berkolestrol dan lemak jenuh untuk
kesehatan kardiovaskular
Terapi farmakologis bila tekanan darah terlalu tinggi pada beberapa kali pencatatan atau pada
pemantaun tekana darah dalam 24 jam.4
Terapi Farmakologis
Apabila perubahan gaya hidup tidak cukup memadai Untuk mendapatkan tekanan darah yang
diharapkan , maka harus dimulai terapi obat. Pada awalnya sebaiknya diberikan satu jenis
obat. Pengobatan utamanya dapat berupa diuretika, penyekat reseptor beta adrenergik ,
13
penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE, atau penyekat reseptor alfa adrenergik, bergantung
pada berbagai pertimbangan pasien.3
Jenis obat-obatan antihipertensi antara lain4
1. β – blocker seperti atenolol dan metoprolol, menurunkan denyut jantung dan tekanan
darah dengan bekerja secara antagonis terhadap sinyal adrenegik. Manfaat jangka
panjang dari penggunaan tidak diragukan lagi terutama pada penyakit koroner. Efek
samping obat ini adalah letalergi, impotensi, perifer dingin, eksaserbasi diabetes dan
hiperlipidemia.
2. Diuretik dan diuretik taizid, seperti bendrofluazid : aman dan efektif
3. Antagonis kanal kalsium ( calsium channel) : yaitu vasodilator yang menurunkan
tekanan darah. Nipedipin (kemungkinan amlodipin) menyebabkan takikardi refleks
kecuali bila diberikan β-blocker. Diltiazem dan verapamil menyebabkan bradikardi
bermanfaat bila terdapat kontraindikasi β-blocker. Efek samping, muka merah, edem
pergelangan kaki, perburukan gagal jantung (kecuali amlodipin).
4. Inhibitior enzim pengubah angiotensin (ACE) seperti kaptopril, enalapril, lisinopril, dan
ramipril. Memberikan efek antihipertensi dengan menghambat pembentukan
angiotensin II. Efek samping menyebabkan hipotensi berat atau gagal ginjal akut serta
batuk kering sering dijumpai dan angiodema
5. Antagonis reseptor angiotensin II seperti losartan dan valsartan. Bekerja antagonis
terhadap aksis angiotensin II. Efeknya dalam fungsi ginjal pada hipertensi renovaskular
sama.
6. Anatgonis α, seperti doksasozin. Vasodilator yang menurunkan tekanan darah dengan
bekerja antagonis dengan reseptor α-adrenergik pada pembuluh darah perifer.
7. Obat-obat lain misal obat yang bekerja sentral, seperti metildopa, atau mioksinidin yang
lebih baru.
Jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC7 :1
a. Diuretika terutama jenis Thiazide atau aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Channel Blocker atau calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II receptor blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi terapi dimulai secara bertahap-tahap dan target
tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
14
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi
24 jam dengan pemberiak sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dana da tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian
tekanand arah belum mencapai target maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal
maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk
mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan
dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien :
a. Diuretik dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretik
e. AB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
Rekomendasi JNC 86
Pada pasien berumur 60 tahun keatas, pemberian terapi diberikan bila tekanan darah
sistolik ≥150 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan darah dibawah ambang tersebut.
Pada pasien berumur kurang dari 60 tahun dan pasien berumur diatas 18 tahun dengan
penyakit ginjal kronik atau diabetes, target terapi hipertensi adalah 140/90 mmHg
Pada pasien kulit putih dengan hipertensi, mulai pengobatan dengan salah satu dari
diuretik thiazid, CCB, ACE-I, atau ARB
Pada pasien kulit hitam dengan hipertensi, maka diberikan pengobatan diuretik thiazid
atau CCB
Pada pasien dengan diabetes, pasien berumur diatas 18 tahun dengan penyakit ginjal
kronik, terapi inisial atau tambahan yang diberikan berasal dari golongan ACE-I atau
ARB.
Jangan menggunakan kombinasi ACE-I dengan ARB pada pasien yang sama
Bila target tekanan darah pasien belum tercapai dalam waktu 1 bulan pengobatan,
tingkatkan dosis obat inisial atau tambahkan obat dari golongan lain yang
15
direkomendasikan; bila kombinasi 2 obat belum berhasil untuk mencapai target
tekanan darah, dapat ditambah obat ketiga dari golongan yang direkomendasikan
Pada pasien yang tidak dapat mencapai target tekanan darah dengan pengobatan 3
kombinasi obat, gunakan obat dari golongan lainnya atau rujuk ke spesialis hipertensi.
Rekomendasi AHA/ACC/CDC6
Tekanan darah yang ditargetkan adalah ≤139/89 mmHg
Hipertensi stage 1 (tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99
mmHg) : dapat diterapi dengan perubahan gaya hidup, dan bila dibutuhkan, gunakan
obat diuretik thiazid
Hipertensi stage 2 (tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg) :
dapat diterapi dengan kombinasi diuretik thiazid dan ACE-I, ARB, atau CCB
Pasien yang gagal mencapai target tekanan darah: dosis obat dapat ditingkatkan
dan/atau tambahkan obat dari golongan yang berbeda.
Rekomendasi golongan obat untuk beberapa keadaan khusus6
Gagal jantung: diuretik, beta-bloker, ACE-I, ARB, antagonis aldosteron
Postmyocardial infark: beta-bloker, ACE-I, antagonis aldosteron
Resiko tinggi penyakit koroner: diuretik, beta-bloker, ACE-I, CCB
Diabetes : diuretik, beta-bloker, ACE-I, ARB, CCB
Penyakit ginjal kronik : ACE-I, ARB
Pencegahan rekuren stroke: diuretik, ACE-I
16
Gambar 2. Algoritma pengobatan hipertensi oleh JNC 87
17
Gambar 3. Obat yang direkomendasikan oleh JNC 8
18
Gambar 4. Algoritma terapi krisis hipertensi1
19
Pemberian obat secara oral :Captopril : dosis 6,25 – 50 mg PO/SL
setelah 15 menit periksa TD berikan obat selama 1,5 jam selang 15 menit/tablet
Klonidin : beritakan satu tablet klonidin 0,15 mcg pantau TD setelah 1 jam berikan setiap satu tablet klonidin selama 6 jam selang 1 jam/tablet
Jika terapi tercapai maka pertimbangkan pemberian obat kombinasi seperti captoril 25 mg dengan dosis 3x/ hari dan pemberian obat amlodipin 5 mg dengan dosis 1x/hari, tanyakan faktor risiko memperberat seperti DM, dislipidemia, obesitas, merokok, alkohol, serta edukasi pembatasan intake garam, olahraga 30 menit/hari, kurangi konsumsi alkohol.
Jika terapi belum tercapai maka dapat mengoptimalkan dosis pemberian obat
Pemberian obat secara parenteral :Diltiazem (sediaan 10mg/ampul),
pertama bolus 10 mg IV lanjutkan dengan memasukkan 5 ampul diltiazem ke dalam 500 cc NaCl 500 cc dengan dosis 5-10 mg/jam, jika mengambil dosis 5 mg/jam maka berikan makrodrip 16 tts/jam dengan dosis meksimal 10 mg yaitu makrodrip 33 tts/jam
Nicardipin (sediaan 25mg/10ml), bolus dengan dosis 10-30 mcg/kgBB, sehingga bolus ½ ml atau maksimal 1 ml IV, kemudian teruskan dengan dosis 0,5-6 mcg/kgBB/menit, yaitu masukkan 1 ampul nicardipin ke dalam NaCl 0,9% 500 cc, berikan 24 tts/jam
Hipertensi biasa/krisis hipertensi (> 180/110)
Kerusakan organ target :Mata : retinopati funduskopi ditemukan penyempitan arteriole, AV
nicking, silver wire, cotton wool, edema papilJantung : hiperteropi jantung ictus cordis melebar, batas jantung
melebar, bunyi jantung S3 dan S4, EKG : gelombang R V5/V6 + gelombang S V1/V2 > 35, infark miokard : segmen ST elevasi, rotgen kardiomegali
Edema paru : ronki, rotgen bat wingGagal ginjal : anuria, oligouria, lab : ur, kr meningkat, protein urin (+)Stroke : parese ekstremitas unilateral/bilateral, CT Scan Kepala :
perdarahan epidura/subaracnoid/intraserebri
Jika tidak : termasuk krisis hipertensi urgensi
Jika iya : termasuk krisis hipertensi emergensi
Tabel 3. Indikasi dan Kontraindikasi Obat-Obat Anti Hipertensi1
Kelas Obat Indikasi KontraindikasiMutlak Tidak
MutlakDiuretika (Thiazide)
Gagal jantung kongestif, usia lanjut, isolated systolic hypertension, ras Afrika
gout Kehamilan
Diuretika (Loop)
Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif
Diuretika (anti aldosteron)
Gagal jantung kongestif, pasca infark miokardium
Gagal ginjal, hiperkalemia
Penyekat β Angina pektoris, pasca infark miokardium, gagal jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia
Asma, penyakit
paru obstruktif menahun, A-V block (derajat 2 atau 3)
Penyakit pembuluh darah perifer, intoleransi glukosa, atlit atau pasien yang aktif secara fisik
CalciumAntagonist (dihydropiridine)
Usia lanjut, isolated systolic hypertensionc, angina pektoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan
Takiaritmia, gagal jantungKongestif
Calcium Antigonist (verapamil, diltiazem)
Angina pektoris, aterosklerotis karotis, takikardia supraventrikuler
A-V block (derajat 2 atau 3), gagal jantung kongestif
PengahambatACE
Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel kiri, pasca infark miokardium, non-diabetik nefropati
Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral
Angiotensin II receptor antagonist (AT1-blocker)
Nefropati DM tipe 2, mikroalbuminur ia diabetik, proteinuria, hipertropi ventrikel kiri, batuk karena ACEI
Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral
Α-Blocker Hiperplasia prostat (BPH), hiperlipidemia
Hipotensi ortostatis Gagal jantung kongestif
Tabel 4. Obat Hipertensi Oral yang dipakai di Indonesia2
Obat Dosis Efek Lama KerjaNifedipin 5-10 mg Diulang 15 menit 5-15 menit 4-6 jamKaptopril 12,5-25 mg Diulang ½ jam 15-30 menit 6-8 jamKlonidin 75-150 ug Diulang/jam 30-60 menit 8-16 jamPropanolol 10-40 mg Diulang ½ jam 15-30 menit 3-6 jam
20
Tabel 5. Obat Hipertensi Parenteral yang dipakai di Indonesia2
Obat Dosis Efek Lama KerjaKlonidin IV 150 ug 6 amp per 230 cc
glukosa 5% mikrodrip30-60 menit 24 jam
Nitrogliseri IV 10-50 ug100 ug/cc per 500cc
2-5 menit 5-10 menit
Nikardipin IV 0,5-6 ug/kg/menit 1-5 menit 15-30 menitDiltiazem IV 5-15 ug/kg.menit SamaNitroprusid IV 0,25 ug/kg/menit Langsung 2-3 menit
8. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan komplikasi yaitu kerusakan organ tubuh, naik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah:1
a. Penyakit ginjal kronis
b. Jantung
Hipertrofi ventrikel kiri
Angina atau infark miokardium
Gagal jantung
c. Otak
Strok
Transient Ischemic Attack (TIA)
d. Penyakit arteri perifer
e. Retinopati
\
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Yugiantoro M. Hipertensi Esensial. Editor: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Hal 599-603
2. Roesma J. Krisis Hipertensi. Editor: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Hal 616
3. Price, Sylvia A., dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC : Jakarta.
2003.
4. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Erlangga : Jakarta. 2006
5. G. Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru : Jakarta. 1999.
6. Madhur, Meena S. dkk. Hypertension. Medscape (serial online) (diakses pada 19 Juni
2015). Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/241381.
7. Mahvan TD, Mlodinow SG. JNC 8: What’s Covered, What’s Not, and What Else to
Consider. The Journal of Family Practice. 2014. Vol. 63, No.10.
22