crs syok,dislokasi,fraktur

73
CASE REPORT SESSION FRAKTUR, DISLOKASI, DAN SYOK Oleh : Presentan: Dimas Harendra S Putra 12100114014 Deassy Surya Maria Isya 2010730021 Preceptor : H. Yuswardi, dr. SpB,FinaCS

Upload: tri-utami-ningrum

Post on 29-Sep-2015

42 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fraktur

TRANSCRIPT

CASE REPORT SESSIONFRAKTUR, DISLOKASI, DAN SYOK

Oleh :Presentan:Dimas Harendra S Putra12100114014Deassy Surya Maria Isya 2010730021

Preceptor :H. Yuswardi, dr. SpB,FinaCS

Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Islam BandungRSUD R.SYAMSUDIN SUKABUMI2015

KASUS

Seorang pria datang diantar oleh polisi ke IGD RSUD SYAMSUDIN SH karena mengalami kecelakaan sepeda motor dan mengalami penurunan kesadaran tampak bingung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan fraktur tibia terbuka 1/3 dextra, fraktur antebrachii terbuka 1/3 distal dextra, dislokasi humerus dextra, suara nafas tambahan seperti ada cairan, akral teraba dingin dan pucat. TD : 80/50 mmHg, nadi : 140x/menit reguler, lemah. Nafas : 32x/menit,

FRAKTURDEFINISITerputusnya kontinuitas tulang, lempeng epifisis atau permukaan sendi kartilago, yang disebabkan adanya force fisik atau kekerasan yang timbul secara mendadak. Fracture is a break in the structural continuity of bone (Apleys). Suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang Terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001) Setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. ( reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 )

EPIDEMIOLOGI < 45 tahun Laki-laki > perempuan Olahraga Pekerjaan Kecelakaan Usia lanjutPerempuan > laki-laki Adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.

ETIOLOGI1. Trauma Tunggal2. Tekanan yang berulang-ulang 3. Kelemahan Abnormal (Fraktur Patologis)

FRAKTUR KARENA TRAUMAKekuatan Langsung Patah pada tempat yang terkena Jaringan lunak rusak Menyebabkan fraktur melintang & fraktur kominutif

Kekuatan Tidak Langsung Fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada

MEKANISME TRAUMAKekuatannya berupa: Pemuntiran # spiral Kompresi oblik pendek Bending / penekukan triangular butterfly Tension melintang

KLASIFIKASI1. Luas fraktur Complete/Comminuted Patah menjadi 2 fragmen Melintang, Oblik, Spiral, kominutif Umumnya disebabkan karena injuri berkekuatan tinggi

Incomplete Terpisah secara tak lengkap Periosteum tetap menyatu Greenstickbengkok/melengkung yang mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang terutama pd anak Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang (tulang tidak pecah menjadi beberapa fragmen),

2. Konfigurasi Fraktur linier Fraktur transversal Fraktur yang arahnya melintang pada tulang Merupakan akibat trauma angulasi atau langsung Bila sudut < 30 o Fraktur oblik Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang Merupakan akibat trauma angulasi bila sudut > 30 o Fraktur spiral Fraktur yang arah garis patahnya membentuk spiral Disebabkan trauma rotasi.Fraktur comminutive Butterfly Comminuted

3. Hubungan antara fragmen fraktur yang satu dengan yang lain Undisplaced Displacement (dislokasi) Angulasi Rotasi Distraksi Overriding Impacted Displacement dari fragmen disebabkan oleh Gaya gravitasi Tarikan otot

4. Hubungan antara fraktur dengan dunia luarCLOSED (SIMPLE) FRACTURE Tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh

OPEN (COMPOUND) FRACTURE Integritas kulit rusak Terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar karena fragmen tajam menembus kulit (dari dalam) karena objek tajam melukai kulit menembus sampai ke tulang (dari luar)

KLASIFIKASI FRAKTUR TERBUKA (Gustilo,1990) Tipe I: Luka kecil, bersih, kerusakan minimal pada jaringan lunak, fraktur tidak kominutif

Tipe II: Luka >1cm, tdk ada penutup kulit, moderate crushing/ comminution of the fracture

Tipe III: Kerusakan yg luas pada kulit, jaringan lunak, dan struktur neurovaskuler Tipe IIIA: Masih dapat ditutupi dgn jaringan lunak Tipe IIIB: Terdapat pelepasan periosteum, fraktur komunitif yg berat Tipe IIIC: Terdapat kerusakan arteri atau saraf perifer

KLASIFIKASI FRAKTUR TERTUTUP (TSCHERNE, 1984)GRADE 0 : Sedikit/tanpa cedera jaringan lunak GRADE 1 : Abrasi dangkal atau memar GRADE 2 : Kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan GRADE 3 : Kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindrom kompartemen.BERDASARKAN KONDISI TULANG Fraktur patologi Fraktur yang disebabkan karena kelemahan tulang, Misalnya pada tumor tulang primer, metastasis ke tulang, infeksi tulang, osteoporosis, dan metabolic bone disease Fraktur segmental Fragmen tulang tengah dikelilingi oleh segmen proksimal dan distal. Fragmen tengah biasanya mengalami kegagalan suplai darah Fraktur stres Ketika adanya beban berulang. Fraktur kompresi (impacted), Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain Fraktur avulasi Fraktur yang diakibatkan trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

PERGESERAN FRAKTURCara Fraktur Bergeser1. Kekuatan cedera 2. Gravitasi 3. Tarikan otot

GENERAL SIGNSTulang yang patah penting untuk melihat adanya1. Shock atau perdarahan2. Kerusakan otak, spinal cord atau viscera3. Penyebab predisposisi

TANDA LOKALLOOK Apakah kulit masih intak? Edema Memar DeformitasFEEL Localized tenderness Pulse: pada bagian distal dari bag yg fraktur Test sensasiVascular injury: surgical emergencyMOVE Apakah pasien dapat memindahkan sendi distal ke area yang injury? Crepitus Posisi abnormal

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR TULANGFraktur healing adalah proses reparasi dari sistem muskuloskeletal untuk mengembalikan integritas skeletalnya karena sejumlah peristiwa biologis yang mengakibatkan pemulihan jaringan tulang, sehingga muskuloskeletal dapat berfungsi kembali. Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dan juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur. Proses penyembuhan terutama tergantung dari resorbsi osteoclast dan diikuti oleh pembentukan osteoblast.

KOMPOSISI TULANG Sebagian besar tulang berupa matriks kolagen yang diisi mineral dan sel-sel tulang. Matriks terdiri dari sebagian besar kolagen tipe I : mucopolysacharida dengan hanya sedikit protein non kolagen : proteoglikan, osteonectin (bone spesific protein), osteocalsin (Gla protein) yang dihasilkan oleh osteoblast. Matriks yang tak bermineral disebut sebagai osteoid yang normalnya sebagai lapisan tipis pada tempat pembentukan tulang baru Mineral tulang terdiri dari Ca dan PO4 yang tersusun dalam bentuk hydroxyapatite. Tulang mature terdiri dari proporsi Ca dan PO4 konstan dan molekulnya diikat oleh kolagen.

SEL-SEL TULANG OsteoblastPembentukan tulang Alkaline phosphatase yang banyak dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks. Akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang baru, atau masuk ke dalam matriks sebagai osteosit Osteosit Osteosit berada di lakunare, F(x) belum jelas. Diduga di bawah pengaruh (PTH) berperan pada resorbsi tulang (osteositik osteolisis) dan transportasi ion kalsium. Sensitif terhadap stimulus mekanik dan meneruskan rangsang ini kepada osteoblast Osteoclast.Mediator utama resorbsi tulang, dibentuk prekursor monosit sumsum tulang akan menstimulus kemotaksis sehingga akan bergerak ke permukaan tulang. Dengan meresorbsi matriks organ, osteoclast akan meninggalkan cekungan di permukaan tulang, yang disebut Lakuna Howship.

REMODELLING TULANGTulang mengalami 2 proses, yatiu remodelling atau turn over (tulang diperbarui kembali dan diperbaiki sepanjang hidup) : Resorbsi Pembentukan Remodelling tulang yang terdiri dari resorbsi dan pembentukan berjalan secara bersamaan, keduanya bekerja saling bergantian.

ResorbsiOsteoclast teraktivasi dan taksis ke permukaan tulang yang bermineral sehingga matriks organik dan mineral diambil. Pada trabekula terbentuk cekungan dan pada korteks membentuk liang seperti kerucut terpotong (cutting cone). Setelah 2-3 minggu resorbsi berhenti dan osteoclast tak tampak. Sekitar 1-2 minggu kemudian, cekungan diliputi osteoblast dan 3 bulan kemudian akan terjadi pembentukan dan mineralisasi tulang.

Proses Pembentukan tulang: Endochondral ossification Osifikasi jaringan kartilago (epifisial plate dan pada penyembuhan tulang) Membraneous ossification Osifikasi jaringan ikat (pembentukan tulang dari subperiosteal).

RESPON TERHADAP FRACTURE HEALING Sumsum tulang (bone marrow) Cortex Periosteum Jaringan lunak eksternal

Sumsum TulangSumsum tulang,hilangnya pembuluh darah diregio dgn fracture callus clot & reorganisasi komplemen seluler dari sum tulang kedalam regio yang mempunyai kepadatan seluler tinggi dan rendah.Regio kepadatan seluler tinggi akan menyebabkan transformasi sel endotel menjadi sel polymorfi. Dalam waktu 24jam setelah fraktur akan mengeluarkan osteoblastik fenotip dan mulai membentuk tulang baru. Aktivitas pada sumsum tulang selama terjadi fraktur healing tidak tergantung pada pengaruh mekanis

CortexPenyembuhan primer/cortical healing merupakan upaya langsung yang dilakukan cortex memantapkan kembali begitu terkoyak. Proses berlangsung bila terdapat pemulihan anatomi dari fragmen fraktur yang menggunakan fiksasi internal rigid. Sel peresorbsi tulang satu sisi fraktur mengalami tunnelling resoptive response, dimana akan memantapkan kembali sistem Haversi yang baru dengan jalan memberikan jalur (pathway) untuk penetrasi pembuluh-pembuluh darah. Pembuluh darah tersebut disertai sel endotel dan sel mesenkim perivaskuler yang menjadi sel osteoprogenitor untuk osteoblast. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan pembentukan unit-unit remodelling yang berlainan dan disebut sebagai cutting cones.Penyembuhan sekunder menyangkut respon pada periosteum dan jaringan lunak luar yang berakhir dengan pembentukan kalus

PeriosteumSeperti telah disebutkan di muka, salah satu respon penyembuhan yang terpenting terjadi di sepanjang periosteum. Sel-sel osteoprogenitor yang berperan dan sel mesenkim undiferensiasi yang tidak berperan mendorong proses fracture healing dengan jalan rekapitulasi osifikasi embrionik dan pembentukan tulang endokondral.Periosteal healing diketahui mampu menjembatani celah selebar setengah diameter tulang, dan tidak bergantung pada jaringan lunak eksternal. Proses ini diperbesar oleh gerakan dan dihambat oleh fiksasi rigid yang berlebihan.Tulang yang terbentuk melalui osifikasi intramembran ditemui di tempat yang lebih jauh dari tempat fraktur, sehingga mengakibatkan pembentukan kalus keras yang membentuk tulang secara langsung tanpa terlebih dahulu membentuk kartilago. Protein struktural yang mengakibatkan matriks tulang terlihat awal pada jaringan tersebut. Tulang yang terbentuk melalui osifikasi endokondral dan dekat dengan tempat fraktur menyangkut timbulnya cartilage anlage yang mengapur dan diganti oleh tulang. Hal ini ditandai dengan produksi molekul-molekul yang ada kaitannya dengan berbagai tipe jaringan muskuloskeletal

Jaringan Lunak EksternalJaringan lunak eksternal memainkan peranan penting pada reparasi tulang dengan timbulnya jembatan kalus baru yang akan menstabilkan fragmen-fragmen fraktur. Tipe jaringan yang terbentuk dari jaringan lunak eksternal tersusun melalui sebuah proses osifikasi endokondral dimana sel-sel mesenkim undiferensiasi didapat, dilekatkan, berproliferasi, dan akhirnya berdiferensiasi menjadi sel-sel pembentuk kartilago.

PROSES FRACTURE HEALING1. Fraktur terjadi bila kekuatan cedera trauma melampaui sifat kekuatan tulang2. Tulang mempunyai kemampuan untuk sembuh sendiri melalui regenerasi.

Faktor yang bertanggungjawab penyembuhan fraktur: 1. Debridement 2. Stabilisasi 3. Remodeling pada tempat fraktur

Penyembuhan: Primer : Bila ada fiksasi rigid. Terjadi jika ada kontak langsung yang kuat antar fragmen fraktur. Fiksasi rigid memerlukan kontak kortikal yang langsung dan pembuluh darah intrameduler yang terbentuk baru. Tidak terjadi pembentukan kalus. Sekunder : Bila tanpa fiksasi rigid. Menunjukkan mineralisasi dan penggantian tulang dari matriks kartilago sehingga terjadi pembentukan kalus. Jembatan kalus eksternal akan menambah stabilitas tempat fraktur dengan bertambah lebarnya tulang. Ini terjadi pada penggunaan gips dan fiksasi eksternal maupun penggunaan intramedullary nail.

PENGATURAN TERHADAP FRACTURE HEALINGFracture healing melibatkan kompleks interaksi dari banyak faktor pengaturan lokal&sistemik. Diantaranya : Bone morphogenetic proteins (BMPs) Transforming growth factor- (TGF-) Platelet-derived growth factor (PDGF) Fibroblast growth factor (PGF)

Faktor pertumbuhan menjalankan fungsi biologinya dengan mengikat reseptor cell-surface transmembrane pada sel target. Pengikatan reseptor transmembran ekstraseluler akan menstimulasi intraseluler untuk terjadinya pengaktifan protein kinase yang spesifik, kemudian terjadi pengaktifan transkripsi gen ke dalam mRNA dan akan diproduksi protein-protein. Faktor pertumbuhan dihasilkan dengan cara autocrine dan paracrine yanga akan terjadi interaksi kompleks dari mediator lokal sehingga sel-sel mesenkim yang undifferensiasi bermigrasi, berproliferasi dan berdifferensiasi di tempat fraktur (proliferasi seluler, differensiasi, kemotaksis dan sintesa protein)

FASE-FASE BONE HEALING Reactive phase Fase fraktur dan inflamasi Pembentukan jaringan granulasi

Reparative phase Pembentukan kalus Lamellar bone deposition Remodeling phase Remodeling to original bone contour

Fracture Healing (Stage)1. Kerusakan jaringan & hematom terjadi sampai dengan hari ke-5 Pembuluh darah robek dan akan terbentuk hematom Tulang permukaan fraktur mati 1-2 mm2. Inflamasi & proliferasi selular (8 jam pertama)Reaksi inflamasi akut Proliferasi sel di bawah periosteum Ujung fragmen dikelilingi jaringan sel dan membuat jembatan Hematom diabsorpsi Pembuluh darah baru

3. Pembentukan Kalus (4minggu) Sel yang berpotensi khondrogenik & osteogenik akan menmbuat massa selular menebal dan akan terbentuk immature bone & kartilago dan terjadi pembentukan kalus dan pemadatan mineral Osteoklas membersihkan tulang yang mati

Pembentukan kalus Fibroblas yang ada di jaringan granulasi mengalami metaplasia dan berubah menjadi kolagenoblas khondroblas, kemudian menjadi osteoblas. Osteoblas dari jaringan tulang yang sehat juga ikut partisipasi. Timbunan jaringan tulang berada di sekitar jaringan kolagen dan pulau-pulau kartilago yang disebut dengan woven bone. Kalus akan menyebabkan fragmen-fragmen bersatu Kalus dapat dijumpai dalam dua tipe: Kalus keras, dimana berlangsung osifikasi intramembran Kalus lunak dimana proses osifikasi endokondral berlangsung

4. Konsolidasi - Tulang rawan menjadi tulang lamellar- Osteoklas membersihkan debris pada fraktur - Osteoblas mengisi celah antar fragmen dan akan membentuk tulang baru

5. Remodeling (6-12 bulan) - Tulang dibentuk ulang oleh proses resorbsi & formasi

Wolff's lawTerjadi perubahan bentuk di luar dan dalam tulang sebagai respon terhadap stres. Tulang mengalami remodeling sebagai respon terhadap stres yang dialaminya sehingga menghasilkan struktur minimal yang dapat beradaptasi terhadap stres tersebut. Contoh: Pada fraktur akibat beban berat pada tulang panjang yang sembuh dengan angulasi, setiap langkah yang diambil pasien akan menghasilkan tekanan pada bagian konveks dan konkaf dari angulasi tersebut. Hal ini tidak membuat struktur tulang menjadi lemah, tetapi stres mekanik yang berulang itu akan menyebabkan terjadinya modeling dan remodeling tulang dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian konkaf dan resorpsi tulang pada bagian konveks. Pada orang yang masih muda, pada akhirnya tulang akan menjadi lurus. Remodelling bukan dipicu oleh prinsip terjadinya stress tapi oleh "flexure". Beban dinamis yang berulang pada tulang memicu remodelling; tapi beban yang statis tidak. Dynamic flexure menyebabkan permukaan tulang yang sakit menyimpang ke arah konkavitas yang muncul selama tindakan dynamic flexure.

Faktor yang mempengaruhi bone healing Usia Lokasi dan bentuk fraktur Fraktur yang dikelilingi banyak otot lebih cepat sembuh dibandingkan fraktur yang letaknya subkutan atau sendi Fraktur berbentuk spiral atau oblique lebih cepat sembuh dari pada bentuk transversal DisplacementUndisplace fragmen fracture lebih cepat sembuh oleh karena periosteum utuh sehingga periosteal lebih cepat VaskularisasiMakin baik vaskularisasi, makin banyak aliran darah, proses penyembuhan makin cepat

DisplacementUndisplace fragmen fracture lebih cepat sembuh oleh karena periosteum utuh sehingga periosteal lebih cepat VaskularisasiMakin baik vaskularisasi, makin banyak aliran darah, proses penyembuhan makin cepat

Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasaLokalisasi Waktu penyembuhan

Falang/metakarpal/metatarsal/kosta Distal radiusDiafisi ulna dan radiusHumerus Klavikula Panggul FemurKondilus femur/tibiaTibia/fibulaVertebra 3-6 minggu 6 minggu 12 minggu 10-12 minggu 6 minggu 10-12 minggu 12-16 minggu 8-10 minggu 12-16 minggu 12 minggu

Penilaian penyembuhan frakturSecara klinis; pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur. Secara radiologi ; pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mingkin dapat ditemukan adanya trabekulais yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medula atau ruangan dalam daerah fraktur. Abnormalitas proses penyembuhan Delayed unionProses penyembuhan berjalan dalam waktu lebih lama daripada yang diperkirakan atau normal (lebih dari 4 bulan). Gambaran radiologis pada keadaan ini belum menampakkan deformitas, sklerosis belum tampak pada ujung fragmen. Non unionAdalah suatu kegagalan penyembuhan tulang, terjadi pada masa lebih dari 8 bulan. Semua proses reparatif sudah berhenti, tetapi kesinambungan tulang belum atau tidak tercapai. Ditandai dengan nyeri. Penyebabnya karena imobilisasi. Sehingga untuk mencegah bony ankylosis maka harus mobilisasi. Mal unionBila proses penyembuhan berjalan normal, union terjadi dalam waktu semestinya namun tidak tercapai bentuk aslinya atau abnormal.

TERAPI PADA FRAKTUR TERTUTUPTerapi terdiri dari :1. Manipulasi, memperbaiki posisi fragmen 2. Pembebatan, pertahankan sampai menyatu 3. Gerakan sendi, harus dipertahankan 4. Weight-Bearing, membantu penyembuhan

REDUKSIUntuk mencegah dysplacement Metode :1. Traksi yang terus-menerus 2. Pembebatan dengan gips 3. Pemakaian penahan fungsional 4. Fiksasi internal5. Fiksasi eksternal

CONTINUOUS TRACTION 1. Traksi dengan gaya berat - Hanya untuk tungkai atas - Wrist sling

2. Skin Traction- Berat 4-5 Kg

3. Skeletal Traction- Wire/Pin insertion at behind tibial tubercle, lower tibia, or calcaneum

KOMPLIKASI TRAKSI1. Menghambat sirkulasi - Terutama pada anak-anak 2. Nerve Injury- Orang tua predisposisi terjadinya peroneal nerve injury 3. Compartement syndrome - Oleh traksi yang berlebihan : kerusakan arteri yang akan menyebabkan iskemi dan cedera dan menyebabkan edema

SPLINTING Tekan luka terbuka dengan menggunakan kasa kering dan steril untuk mengontrol perdarahan dan mencegah kontaminasi agar meminimalisir resiko infeksi Splint seharusnya mencakup sendi atas dan bawah dari tulang yang fraktur Saat memasang splint, harus tetap dimonitor fungsi neurovaskular : capilary refill, pulse, gross sensation dan fungsi motor Splinting harus sudah dilakukan sebelum memindahkan pasien Jika fraktur mengakibatkan deformitas, maka harus dilakukan traksi sebelumnya

KOMPLIKASI CAST SPLINTAGE1. Tight Cast- Complain : diffuse pain - Limb should be elevated- Persisted pain karena split the cast, and open 2. Pressure Sore- Oleh tekanan berlebih 3. Skin Abrasion - Oleh pelepasan gips

FIKSASI INTERNAL Fixed bone fragment with sekrup, plat logam, paku intramedullar Risiko Infeksi bergantung pada pasien, dokter dan fasilitas

INDIKASI UNTUK FIKSASI INTERNAL1. Fraktur yang tidak bisa direduksi selain dengan operasi 2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung kembali setelah reduksi 3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan (fraktur femoral neck)4. Fraktur patologis 5. Fraktur multipel 6. Fraktur pasien yg sulit perawatannya (pasien lansia, paraplegi)

KOMPLIKASI FIKSASI INTERNAL1. Infection 2. Non-Union - Jika tulang telah terikat erat dgn ujung2 yg terpisah - Sering pd kaki/lengan bawah jika satu tulang # dan lainnya tetap utuh3. Implant Failure4. Fraktur ulangan - Jangan lepas implan logam terlalu cepat - Minimum 1 year, 18-24 months is safer- Perlu perlindungan/ perawatan setelah pelepasan implan

EXTERNAL FIXATION

INDIKASI FIKSASI EKSTERNAL1. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak 2. Fraktur dengan kerusakan saraf dan pembuluh 3. Fraktur yang sangat kominutif dan tidak stabil 4. Fraktur yang tidak menyatu 5. Fraktur pelvis, yang sering tidak dapat diatasi dengan metode lain 6. Fraktur yang terinfeksi 7. Cedera multipel yang berat

KOMPLIKASI FIKSASI EKSTERNAL Overdistraksi fragmen Infeksi di tempat pemasangan pen TERAPI FRAKTUR TERBUKA Penanganan dini Debridemen Penutupan luka Stabilisasi fraktur

PENGANGANAN DINI Tutup luka (sementara) mencegah infeksi lebih lanjut Profilaksis antibiotik: kombinasi benzilpenicilin & flukloksasilin tiap 6 jam selama 48 jam (jika luka terkontaminasi) Antitetanus

DebridemenTujuan: membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati, serta memberikan vaskularisasi yang baik pada daerah luka. Dilakukan dalam anestesi umum. Irigasi dengan garam fisiologis. Eksisi luka: sesedikit mungkin, tepi lukanya sehat. Ekstensi pada luka: lakukan dengan hati-hati. Pembersihan luka: dicuci dengan saline, jangan gunakan syringe karena akan memperburuk kontaminasi. Pembuangan jaringan mati. Tendon dan saraf secara umum dibiarkan saja

Penutupan LukaLuka Tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi dapat ditutup, asal dilakukan tanpa tegangan. Luka yang lain dibiarkan terbuka hingga bahaya infeksi telah lewat, balut dengan kasa steril, lihat setelah 2 hari, kalau bersih dapat dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit Stabilisasi FrakturPenting untuk mengurangi infeksi dan membantu perbaikan jaringan lunak. Fiksasi tergantung dari: derajat kontaminasi, jarak waktu dari kejadian sampai operasi, dan banyaknya kerusakan jaringan lunak. Bila kontaminasi minimal dan jarak waktu 30 Slightly anxiousKristaloid750-1000 cc15 30 %

> 100NormalMenurun(+)20 -3020 -30Mildly anxiouskristaloid1500-2000cc20 40%

> 120MenurunMenurun(+)30 405 25Anxious dan confusedKristaloid dan darah> 2000 cc> 40%

> 140MenurunMenurun(+)< 35AnuriaConfused dan letargiKristaloid dan darah

Patofisiologi Kehilangan DarahRespon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh adalah vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral (dalam rongga perut) untuk menjamin arus darah ke ginjal, jantung, dan otak. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung. Pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bardikinin, beta endorfin, dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return dengan cara kontraksi volume darah di dalam sistem vena, hal mana tidak banyak membantu memperbaiki tekanan sistemik. Cara yang paling efektif dalam memulihkan cardiac output dan perfusi organ adalah dengan pengembalian darah ke batas normal dengan memperbaiki volumenya.Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadinya kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphate) tidak memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan intergritasnya dan gradien elektrik normal hilang.

PenatalaksanaanPenanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi. Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemi. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

Terapi Syok Secara UmumLangkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok: Posisi Tubuh 1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. 2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas. 3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia. 4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya. 5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar. 6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali. Pertahankan Respirasi 1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah. 2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway). 3. Berikan oksigen 6 liter/menit 4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT. Pertahankan Sirkulasi Segera pasang infus intravena untuk dapat mempertahankan sirkulasi, harus segera diperoleh akses ke sistem pembuluh darah. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP). mempertahankan sirkulasi paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille). Karena itu maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan cepat.Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena subclavia dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena di kaki, tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses vena sentral di dalam situasi gawat darurat ditak dapat dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumotoraks atau hemotoraks, pada penderita yang saat itu mungkin sudah tidak stabil. Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo- atau hemotoraks. Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya. Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik.Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal dengan sebagai hukum 3 untuk 1. Namun, lebih penting untuk menilai respon penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk syoknya.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian cairan pada penderita syok:1. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru. 2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak). 3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah. 4. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler. 5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. 6. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan. 7. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri. 8. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya. Pemeriksaan JasmaniPemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam jiwa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.3. Airway dan BreathingPrioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.3. Sirkulasi kontrol perdarahanTermasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.3. Disability pemeriksaan neurologiDilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.3. Exposure pemeriksaan lengkapSetelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.3. Dilatasi lambung dekompresiDilatasi lambung serikali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang / pipa ke dalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.3. Pemasangan kateter urinKateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.

Akses Pembuluh DarahHarus segera dapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (Hukum Poiseuille). Karena itu maka lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan cepat.Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena subclavia dengan kateter besar) dengan menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena di kaki, tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya. Seringkali akses vena sentral di dalam situasi gawat darurat ditak dapat dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumotoraks atau hemotoraks, pada penderita yang saat itu mungkin sudah tidak stabil.Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo- atau hemotoraks

Terapi Awal CairanLarutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik.Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita. Pada tabel 1, dapat dilihat cara menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal dengan sebagai hukum 3 untuk 1. Namun, lebih penting untuk menilai respon penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk syoknya.Terapi Kausal Syok Hipovolemik Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ UmumTanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitasnya sukar ditentukan. Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal. Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yan cukup, bila tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin merupakan salah satu dari pemantau utama resusitasi dan respon penderita. Perubahan pada tekanan vena sentral dapat memberikan informasi yang berguna, dan risiko pemasangan jalur vena sentral harus diambil bila kasusnya rumit. Bila diperlukan indeks tekanan pengisian jantung, maka pengukuran tekanan vena sentral cukup baik untuk kebanyakan kasus. Produksi UrinDalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/ jam pada anak-anak dan 2 ml/kg/jam untuk bayi (dibawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik. Keseimbangan Asam BasaPenderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takhipnea. Alkalosis respiratorik seringkali disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini dan tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok berat. Asidosis metabolik terjadi karena metabolisme anaerobik akibat perfusi jaringan yang kurang dan produksi asam laktat. Asidosis yang persisten biasanya akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan darah terus menerus dan pada penderita syok normothermik harus diobati dengan cairan, darah, dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan perdarahan Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat berguna dalam memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan sodium bikarbonat secara rutin untuk mengobati asidosis metabolik sekunder pada syok hipovolemik.

Keputusan Terapeutis Berdasarkan Respon Kepada Resusitasi Cairan AwalRespon penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah pengelolaannya berdasarkan respon penderita pada resusitasi cairan awal. Adalah penting untuk membedakan hemodinamis stabil dari orang yang hemodinamis normal. Penderita yang hemodinamis stabil mungkin tetap ada takhikardi, takhipnea dan oligouri dan jelas masih tetep kurang diresusitasi dan masih syok. Sebaliknya penderita yang hemodinamis normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai,Pola respon yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok : respon cepat, respon sementara dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.A. Respon cepatPenderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintanance. Penderita seperti ini biasanya kehilangan volume darah minimum (kurang dari 20%). Untuk kelompok ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya dan crossmatch nya harus tetap dikerjakan. Konsultasi dan evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan.B. Respon sementara (transient)Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat, hemodinamik penderita menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respon terhadap pemberian darah menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.C. Respon minimal atau tanpa responWalaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tatap tanpa respon, ini menandakan perlunya operasi sangat segera. Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard.Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada kelompok ini. Pemasangan CVP atau echocardiografi emergensi dapat membantu membedakan kedua kelompok ini.

Tabel Respon Terhadap Pemberian Cairan AwalRespon cepatRespon sementaraTanpa respon

Tanda VitalKembali ke normalPerbaikan sementara, tensi dan nadi kembali turunTetap abnormal

Dugaan kehilangan darahMinimal (10-20%)Sedang, masih ada (20 40%)Berat ( > 40%)

Kebutuhan kristaloidSedikitBanyakBanyak

Kebutuhan darahSedikitSedang-banyakSegera

Persiapan darahType specific dan crossmatchType specificEmergensi

OperasiMungkinSangat mungkinHampir pasti

Kehadiran dini ahli bedahPerluPerluPerlu

Cairan Pengganti Cairan KristaloidCairan kristaloid sebagai cairan pengganti: Konsentrasi natrium sama dengan plasma Tidak dapat memasuki sel karena membran sel tidak permeabel terhadap natrium Dapat masuk ke ruang ekstraselularDiperlukan volume cairan kristaloid sekurangnya 3 kali volume yang hilang untuk mempertahankan volume intravaskular. Cairan KoloidLarutan koloid terdiri dari suspensi partikel-partikel yang lebih besar dibandingkan dengan kristaloid. Koloid cenderung untuk bertahan dalam darah dan akan menyerupai protein plasma untuk menajga atau meningkatkan tekanan onkotik koloid darah.Koloid biasanya diberikan dengan volume sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Pada banyak kondisi dimana permeabilitas kapiler meningkat (pada trauma dan sepsis) kebocoran sirkulasi akan terjadi dan infus tambahan dibutuhkan untuk menjaga volume darah. Transfusi DarahPemberian darah packed cell vs darah biasaDapat diberikan darah biasa maupun packed cell. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari darah, bank darah berusaha untuk pemberian terapi komponen darah (packed cell, trombosit, fresh frozen plasma, dll). Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Perbaikan volume darah dapat dicapai dengan pemberian kristaloid, dengan keuntungan tambahan bahwa volume interseluler dan intraseluler terkoreksi.

Hal-hal yang perlu diingat: Belum terdapat bukti bahwa larutan koloid (albumin, dekstran, gelatin, hydroxyethyl starch) mempunyai keuntungan dibandingkan dengan garam fisiologik ataupun larutan garam lainnya untuk resusitasi. Terdapat bukti bahwa larutan koloid mungkin mempunyai efek samping pada keselamatan. Larutan koloid lebih mahal dibandingkan dengan garam fisiologik dan larutan garam seimbang lainnya. Koloid mempunyai peran sangat terbatas dalam resusitasi Plasma manusia sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan pengganti. Semua bentuk plasma mempunyai risiko yang sama dengan darah lengkap yang dapat menularkan infeksi seperti HIV dan hepatitis. Air murni tidak pernah digunakan untuk infus intravena karena air akan menyebabkan hemolisis dan berakibat fatal.Sebelum memberikan cairan per infus: Cek segel botol/kantung cairan tidak sobek; Cek waktu kadaluarsa; Periksa bahwa cairan terlihat jernih dan bebas dari partikel-partikel yang terlihat.

Vasopressors dan InotropikBermacam vasopressor dan agen inotropik dapat digunakan dalam menanggulangi keadaan akut penderita syok.1.DopaminDopamine adalah inotropik atau vasopressor yang sering digunakan. Pada dosis rendah (2-3 g/kg/menit), dopamin memiliki efek inotropik dan kronotropik. Pada rentang dosis ini, dopamine berpean pada reseptor dopaminergik di ginjal dan dapat meningkatkan renal blood flow. Pada dosis intermediate (4-10 g/kg/menit), dopamine terutama memiliki efek inotropik dan kehilangan efeknya pada ginjal. Pada dosis tinggi 25 g/kg/menit, dopamine biasanya tidak memberikan keuntungan dibandingkan norepinefrin.2.DobutaminDobutamin adalah agonis -adrenergik. Dosis yang digunakan 5-20 g/kg/menit, dobutamin merupakan inotropik potensial dan berhubungan dengan peningkatan kardiak output. Tekanan darah arterial dapat tidak berubah atau meningkat sedikit. Penggunaan dobutamin harus diberikan secara hati-hati pada pasien hipotensi. 3.NorepinefrinNorepinefrin adalah agen potensial -adrenergik. Norepinefrin juga memiliki efek -adrenergik, inotropik dan kronotropik. Pada orang dewasa, rentang dosis norepinefrin di mulia dari 0,05 g/kg/menit dan dititrasi sesuai efek yang diinginkan. Kombinasi epinefrin dengan dopamin dosis rendah untuk memperbaiki renal blood flow biasa digunakan, walaupun belum ada terbukti secara klinis. 4. EpinefrinEpinefrin memiliki efek -adrenergik dan -adrenergik. Epinefrin juga merupakan inotropik dan kronotropik yang potensial. Dosis dimulai dari 0,1 g/kg/menit dan dapat dititrasi sesuai efek yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA1. Robbins and Cottran Pathologic Basis of Disease, 7th edition.2. McCance and Huether Pathophysiology the Biologic Basis for Diseases in Children and Adult, 5th edition.3. A. Graham Apley, Louis Solomon. Apleys System of Orthopaedics and Fractures 7th Edition. Butterworth-Heinemann:1993.4. Price Silvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi KOnsep Klinis Proses Penyakit, Edisi 4. EGC,1994: 283-2955. Brunicardi Charles F, et all. Schwartzs Principles of Surgery, 8th Edition. The McGraw-Hill Companies Inc, 2005:Chapter 46. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeons Committee On Trauma. First Impression, 19987. Noer HMS, Waspadi, Rachman AM. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.8. Maier, Ronald V. 2001. Shock. Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine Volume I: 222-227. New York. Mc Graw Hill.