cross laminated bamboo.pdf

65
KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED BAMBOO SEBAGAI BAHAN KOMPOSIT STRUKTURAL ANA AGUSTINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: hasnalatifa

Post on 17-Sep-2015

65 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED BAMBOO

    SEBAGAI BAHAN KOMPOSIT STRUKTURAL

    ANA AGUSTINA

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

    INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Cross

    Laminated Bamboo sebagai Bahan Komposit Struktural adalah benar karya saya

    dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

    kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

    karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

    dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

    Pertanian Bogor.

    Bogor, Agustus 2014

    Ana Agustina

    NIM E251120041

  • RINGKASAN ANA AGUSTINA. Karakteristik Cross Laminated Bamboo sebagai Bahan

    Komposit Struktural. Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan NARESWORO

    NUGROHO.

    Cross laminated bamboo (CLB) merupakan produk yang dihasilkan pada

    penelitian ini, yang bertujuan untuk menghasilkan cross laminated bamboo (CLB)

    kualitas tinggi dengan mengkaji pengaruh kombinasi ketebalan dan orientasi

    sudut bilah bambu. Pada penelitian ini dilakukan variasi sudut penyusunan antar

    lapisan CLB dengan membentuk sudut 0o, 45

    o dan 90

    o antara core dengan

    face/back. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu betung yang dipotong

    menjadi ukuran bilah 115 cm x 2 cm dengan ketebalan bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan

    1.33 cm. Tebal CLB yang dibuat sebesar 4 cm menggunakan perekat isosianat

    pada berat labur 280 g/m2. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian

    kerapatan, kadar air, kembang susut, delaminasi, keteguhan rekat, tekan sejajar

    serat, MOE dan MOR yang mengacu pada standar pengujian ASTM D 143-94

    (2008) dan JAS 1152 (2007), serta pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel

    CLB dengan melakukan penurunan rumus sesuai dengan kaidah-kaidah mekanika

    teknik.

    Berdasarkan hasil pengujian, nilai delaminasi, kekakuan lentur, keteguhan

    patah dan keteguhan rekat belum memenuhi persyaratan standar JAS 1152 (2007).

    Sementara untuk nilai tekan sejajar serat apabila dibandingkan dengan produk

    CLT dari kayu solid yang memiliki nilai kekuatan tekan sejajar serat 245 kg/cm2,

    maka nilai kekuatan tekan sejajar serat CLB jauh lebih tinggi hasilnya yaitu dapat

    mencapai 434 kg/cm2. Pada pengujian bidang panel terjadi peningkatan nilai

    MOE dan MOR seiring dengan peningkatan sudut core CLB.

    Kata kunci: Cross Laminated Bamboo, bambu betung, perekat isosianat, sifat fisis

    mekanis

  • SUMMARY

    ANA AGUSTINA. Characteristic of Cross Laminated Bamboo as Structural

    Composite Material. Supervised by DEDE HERMAWAN and NARESWORO

    NUGROHO.

    Cross laminated bamboo (CLB) was a product in this research, the purpose

    of this study was to produce the high quality of cross laminated bamboo with

    examine the effect of layer thickness and orientation angle of CLB. In this study,

    the preparation of the angular variation between CLB layer with an angle

    between the core and face/back of 0o, 45

    o and 90

    o were investigated. The type of

    bamboo used was betung bamboo splits were cut into size of 115 cm x 2 cm with

    thickness of 0.80 cm, 1.00 cm and 1.33 cm respectively. CLB products were made

    with a thickness of 4 cm by using isocyanate adhesive (glue spread 280 g/m2).

    Testing was conducted on the test density, moisture content, swelling and

    shrinkage volume, delamination, bonding strength, compresive strength parallel

    to grain, MOE and MOR with reference to ASTM D 143-94 (2008), and JAS 1152

    (2007). and testing of the stiffness and strength of CLB panel by derivation

    according to the principles of engineering mechanics.

    Based on the test results, the value of delamination, MOE, MOR, and

    bonding strength were still under the standard requirements of JAS 1152 (2007).

    When compared with CLT products of solid wood which had a value of

    compressive strength parallel to the fiber of 245 kg/cm2, compressive strength

    parallel to fiber value of CLB was much higher which can reach 434 kg/cm2. In

    CLB panel testing occurred MOE and MOR values increase with increasing the

    angle of CLB cores.

    Keywords: Cross Laminated Bamboo, betung bamboo, isocyanate adhesive,

    physical mechanical properties

  • Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

    Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

    atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

    penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

    tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

    IPB

    Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

    dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED BAMBOO

    SEBAGAI BAHAN KOMPOSIT STRUKTURAL

    ANA AGUSTINA

    Tesis

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains

    pada

    Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sucahyo, MS

  • Judul Tesis : Karakteristik Cross Laminated Bamboo sebagai Bahan Komposit

    Struktural Nama : Ana Agustina

    NIM : E251120041

    Disetujui oleh

    Komisi Pembimbing

    Dr Ir Dede Hermawan, MSc Dr Ir Naresworo Nugroho, MS

    Ketua Anggota

    Diketahui oleh

    Ketua Program Studi

    Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

    Dekan Sekolah Pascasarjana

    Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MSc

    Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

    Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014 Tanggal Lulus:

  • PRAKATA

    Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala

    karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

    dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah

    pengembangan produk komposit, dengan judul Karakteristik Cross Laminated

    Bamboo sebagai Bahan Komposit Struktural. Karya ilmiah ini merupakan salah

    satu syarat untuk melaksanakan penelitian dalam rangka penulisan Tesis untuk

    memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil

    Hutan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.Dede Hermawan, M.Sc

    dan Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS selaku pembimbing atas bimbingan

    dan arahan dalam penulisan karya ilmiah, sehingga karya ilmiah ini berhasil

    diselesaikan, Bapak Effendi Tri Bahtiar S.Hut M.Si yang telah banyak memberi

    saran dalam penulisan karya ilmiah ini, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Sucahyo, MS

    selaku dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis. Kepada Dirjen Pendidikan

    Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana beasiswa yang diberikan dan kepada Dekan

    Sekolah pascasarjana serta ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

    Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan penulis kesempatan untuk

    melanjutkan studi strata dua. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada

    ayah (Zulkarnain) (alm), ibu (Zuraida), serta adik-adikku (Mia Masthuriah, Fajar

    Mustaqin dan Faras Khairunnisa), atas segala doa dan kasih sayangnya. Di

    samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Reza Ramadhan,

    Romi Lasse, Bapak Supriatin, Bapak Suhada, Bapak Kadiman, Bapak Mahdi dan

    Muh Irfan yang telah membantu selama proses penelitian. Serta ucapan terima

    kasih kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan pascasarjana THH 2012.

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

    pengetahuan.

    Bogor, Agustus 2014

    Ana Agustina

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR GAMBAR viii

    DAFTAR LAMPIRAN ix

    1 PENDAHULUAN 1

    Latar Belakang 1

    Perumusan Masalah 3

    Tujuan Penelitian 3

    2 METODOLOGI 4

    Tempat dan Waktu Penelitian 4

    Bahan dan Alat Penelitian 4

    Prosedur Penelitian 4

    Analisis Data 14

    3 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

    Sifat Fisis Cross Laminated Bamboo 15

    Delaminasi Cross Laminated Bamboo 20

    Sifat Mekanis Cross Laminated Bamboo 22

    Kekakuan dan Kekuatan Bidang Panel Cross Laminated Bamboo 29

    4 SIMPULAN DAN SARAN 32

    Simpulan 32

    Saran 32

    DAFTAR PUSTAKA 33

    LAMPIRAN 36

    RIWAYAT HIDUP 47

  • DAFTAR GAMBAR

    1 Diagram alir pembuatan panel CLB 5 2 Pola penyusunan CLB berdasarkan ketebalan bilah dan orientasi sudut core 7 3 Pola pemotongan contoh uji panel CLB 9 4 Pengujian MOE dan MOR balok CLB menggunakan UTM merk

    instron 11

    5 Pengujian kekuatan tekan sejajar serat CLB 11 6 Pengujian keteguhan rekat 12 7 Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel 13 8 Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel 13 9 Kerapatan cross laminated bamboo 15

    10 Kadar air cross laminated bamboo 15 11 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap kadar air cross

    laminated bamboo 17

    12 Penyusutan volume cross laminated bamboo 18 13 Pengembangan volume cross laminated bamboo 19 14 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap pengembangan

    volume cross laminated bamboo 19

    15 Delaminasi rendaman air dingin cross laminated bamboo 20 16 Delaminasi rendaman air mendidih cross laminated bamboo 21 17 Kekakuan lentur cross laminated bamboo 22 18 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE cross

    laminated bamboo 23

    19 Hubungan nilai MOE pengujian dengan nilai MOE persamaan Hankinson 24

    20 Keteguhan patah cross laminated bamboo 25 21 Hubungan nilai MOR pengujian dengan nilai MOR persamaan

    Hankinson 26

    22 Kekuatan tekan sejajar serat cross laminated bamboo 27 23 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap tekan sejajar serat

    cross laminated bamboo 27

    24 Keteguhan rekat cross laminated bamboo 28 25 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap keteguhan rekat

    cross laminated bamboo 29

    26 Kekakuan lentur bidang panel cross laminated bamboo 30 27 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE bidang panel

    cross laminated bamboo 30

    28 Keteguhan patah bidang panel cross laminated bamboo 31

  • DAFTAR LAMPIRAN

    1 Data rata-rata dan standar deviasi sifat fisis cross laminated bamboo 36 2 Data rata-rata dan standar deviasi delaminasi cross laminated bamboo 36 3 Data rata-rata dan standar deviasi sifat mekanis cross laminated

    bamboo 37 4 Data rata-rata dan standar deviasi kekakuan dan kekuatan bidang panel

    cross laminated bamboo 37 5 Hasil analisis statistika (uji F) kerapatan Cross Laminated Bamboo 38 6 Hasil analisis statistika (uji F) kadar air Cross Laminated Bamboo 38 7 Hasil analisis statistika (uji F) susut volume Cross Laminated Bamboo 39 8 Hasil analisis statistika (uji F) pengembangan volume Cross Laminated

    Bamboo 39 9 Hasil analisis statistika (uji F) delaminasi rendaman air dingin Cross

    Laminated Bamboo 40 10 Hasil analisis statistika (uji F) delaminasi rendaman air mendidih Cross

    Laminated Bamboo 41 11 Hasil analisis statistika (uji F) MOE Cross Laminated Bamboo 42 12 Hasil analisis statistika (uji F) MOR Cross Laminated Bamboo 42 13 Hasil analisis statistika (uji F) tekan sejajar serat Cross Laminated

    Bamboo 43 14 Hasil analisis statistika (uji F) keteguhan rekat Cross Laminated

    Bamboo 44 15 Hasil analisis statistika (uji F) MOE bidang panel Cross Laminated

    Bamboo 45 16 Hasil analisis statistika (uji F) MOR bidang panel Cross Laminated

    Bamboo 45

  • 1

    1 PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Teknologi pemanfaatan hasil hutan kayu semakin berkembang, salah

    satunya adalah produk biokomposit. Adanya keterbatasan terhadap jumlah kayu

    bulat menjadi alasan yang membuat produk biokomposit semakin sering

    digunakan. Berdasarkan data FAO (2012) produksi produk biokomposit terus

    meningkat, hingga saat ini jumlah produksi sekitar 6,6 juta m3/tahun. Produk

    biokomposit yang terus dikembangkan saat ini di antaranya papan partikel, papan

    serat, plywood, OSB hingga CLT yang digunakan sebagai bahan struktural.

    Seiring adanya penurunan kualitas kayu bulat untuk tujuan konstruksi,

    membuat produk laminasi bersilang menjadi substitusi bagi kekurangan kayu

    bulat tersebut. Cross Laminated Timber (CLT) merupakan perkembangan dari

    produk kayu lapis, dimana CLT disusun dari papan tipis dan direkatkan secara

    bersama-sama yang dimanfaatkan sebagai komponen struktural (FPInnovations

    2013). Salah satu hal yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana menggantikan

    kayu mengingat keterbatasan jumlah kayu bulat, dengan bahan substitusi lainnya

    yang memiliki potensi tinggi dan mudah dikembangkan, salah satunya adalah

    bambu.

    Di Indonesia terdapat sekitar 143 jenis bambu termasuk yang masih tumbuh

    liar dan belum banyak dimanfaatkan (Widjaja 2001). Jenis-jenis bambu yang ada

    di Indonesia baru sekitar 20 jenis saja yang telah dimanfaatkan dan dibudidayakan

    oleh masyarakat. Jenis-jenis tersebut antara lain: bambu apus, bambu ater/apel,

    bambu andong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam/wulung, bambu

    talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreng, bambu perling, bambu

    tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang,

    bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar (Departemen Kehutanan dan

    Perkebunan, 1999). Indonesia berada pada posisi keempat di dunia dalam hal

    luasan hutan bambu yakni memiliki luas sekitar 2,081 juta Ha (Lobovikov et al.

    2007).

    Pemanfaatan bambu saat sekarang ini semakin berkembang seiring dengan

    perkembangan teknologi. Bambu sangat diperlukan sebagai bahan baku di

    beberapa industri, antara lain yaitu industri kertas, furniture, kerajinan, sumpit

    (chopstick), plybamboo, bambu lamina dan rebung kalengan. Dalam berbagai

    pemanfaatan ini oleh industri membuat pemenuhan bahan baku tidak dapat

    bergantung pada ketersediaan bambu di alam. Sehingga perlu adanya

    pengembangan dalam penanaman bambu dalam bentuk perkebunan.

    Pembudidayaan bambu dapat dilakukan pada lahan-lahan yang tidak produktif,

    dengan demikian bambu dapat meningkatkan produktivitas lahan.

    Banyak penelitian berkaitan dengan sifat mekanis bambu telah dilakukan

    yang sebagian hasilnya menunjukkan bahwa bambu memiliki keunggulan sifat

    mekanis (kekuatan tarik dan lentur) daripada kayu (Yu et al. 2008; Verma &

    Chariar 2012; Jiang et al. 2012; Chaowana 2013), keunggulan sifat-sifatnya

    dibandingkan material lain (plastik, baja) (Jiang et al. 2012; Sakaray et al. 2012;

    Chaowana 2013), keunggulan bambu untuk menjaga lingkungan (jumlah

    penyerapan karbon yang lebih banyak di bandingkan hutan alam) (Van der lugt et

  • 2

    al. 2006; Bahtiar et al. 2012; Van der Lugt et al. 2012) dan kelestarian

    sumberdaya bambu di alam (Vogtlnder et al. 2010; Nath et al. 2012). Sebagai

    produk alam, sifat-sifat batang bambu dipengaruhi oleh banyak faktor selama

    periode pertumbuhannya antara lain genetik dan kondisi habitat. Faktor-faktor

    tersebut menghasilkan variabilitas pada bentuk dan ukuran bambu sehingga setiap

    batang dapat memiliki beraneka ragam ukuran, taper, dan eksentrisitas (Bahtiar et

    al. 2013).

    Bambu merupakan salah satu bahan baku alternatif sebagai substistusi kayu

    dalam hal pengembangan produk berbasis teknologi panel komposit. Beberapa

    penelitian dan pemanfaatannya sebagai bahan baku panel yaitu OSB bambu (Lee

    et al. 1996; Sumardi 2008; Febrianto et al. 2012), oriented strand lumber dari

    bambu (Malanit et al. 2011), bambu lamina (Sulastiningsih et al. 1996; Nugroho

    & Ando 2001; Sulastiningsih et al. 1998; Sulastiningsih et al. 2005; Verma &

    Chariar 2012), serta plybamboo (Anwar et al. 2012) telah dilakukan. Sebagai

    salah satu alternatif pengembangan pemanfaatan bambu pada penelitian ini

    dilakukan dengan menciptakan sebuah inovasi dari panel cross laminated timber

    (CLT) dengan menggunakan bambu sebagai substitusi kayu. Adapun jenis bambu

    yang digunakan sebagai bahan baku adalah bambu betung (Dendrocalamus asper

    (Schult. f.) Backer ex Heyne). Alasan penggunaan bambu betung sebagai bahan

    baku adalah kekuatan yang dimiliki oleh bambu betung lebih baik dibandingkan

    jenis lain (Chaowana 2013), dan hanya bambu betung yang dapat memenuhi

    persyaratan tebal bilah yang dibutuhkan pada penelitian ini.

    Cross laminated bamboo (CLB) merupakan produk inovasi baru yang

    dibuat dari bilah-bilah bambu yang direkat bersilangan. CLB merupakan

    perpanjangan dari teknologi yang dimulai dengan produk kayu lapis dengan

    lapisan laminasi silang dari vinir yang telah dikenal memiliki sifat-sifat unggul

    karena adanya penataan lapisan yang saling bersilangan arah transversal dan

    longitudinal. CLB diilhami oleh mulai berkembangnya CLT yang dibuat dari

    lamina-lamina kayu yang direkat bersilangan. Dengan berbagai keunggulan

    bambu (baik sifat-sifat dasar maupun sumbangannya pada lingkungan), bambu

    merupakan salah satu material unggulan yang dapat diproduksi menjadi CLB.

    Produk CLB ini menggunakan bambu dengan memanfaatkan sifat orthotropis dari

    bambu dengan mendistribusikan kekuatan sepanjang serat bambu pada kedua

    arah.

    Keuntungan produk CLB ini dapat menjadi panel yang dibuat dari bilah-

    bilah bambu yang berdiameter kecil. Produk CLB diharapkan memiliki stabilitas

    dimensi yang lebih baik karena rasio kembang susut pada dua arah (panjang dan

    lebar) dapat mendekati satu. Lapisan yang saling bersilangan memungkinkan

    mendistribusikan beban ke semua sisi dengan lebih merata sehingga dapat

    dipergunakan untuk produk konstruksi seperti lantai maupun dinding. Untuk

    mendapatkan nilai kekuatan yang optimal, produk CLB dapat dimodifikasi

    dengan melakukan kombinasi ketebalan dan orientasi sudut bilah-bilah bambu di

    tiap-tiap lapisan. Seperti diketahui bambu mempunyai sifat orthotropik yaitu

    kemampuan bambu dalam menerima beban yang bekerja padanya tidak sama,

    yaitu tergantung dari arah seratnya. Oleh karena itu, perlakuan orientasi sudut

    bilah ini diharapkan dapat mengetahui kemampuan optimal produk CLB dalam

    menerima beban berdasarkan arah orientasi sudut bilah yang dibuat. Sedangkan,

  • 3

    teknik kombinasi ketebalan bilah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi

    pemanfaatan bahan baku bambu.

    Perumusan Masalah

    Bambu merupakan salah satu bahan baku struktural yang dapat

    dikembangkan sebagai alternatif kayu. Salah satunya adalah dalam pengembangan

    teknologi bambu lamina. Cross Laminated Bamboo (CLB) dibuat dengan

    memanfaatkan bambu dalam ukuran bilah sebagai upaya mengatasi keterbatasan

    dimensi bambu yang terdapat rongga dibagian dalam buluh bambu. Kebutuhan

    komponen struktural yang berdimensi besar dapat diatasi dengan inovasi ini

    karena CLB dapat dibuat dengan dimensi tak hingga dari bahan baku bilah-bilah

    bambu kecil.

    Setiap komponen struktural harus memenuhi persyaratan tertentu

    menyangkut kekuatan, kekakuan, dan kestabilan struktur. Oleh karena itu,

    penelitian ini mengkaji pembuatan CLB dengan variasi ketebalan dan orientasi

    sudut bilah agar didapatkan CLB dari bambu betung yang dapat memenuhi

    persyaratan bahan struktural dan dapat memanfaatkan seluruh bagian buluh

    bambu sebagai upaya efisiensi.

    Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan cross laminated bamboo

    (CLB) kualitas tinggi dengan mengkaji pengaruh kombinasi ketebalan dan

    orientasi sudut bilah bambu.

  • 4

    2 METODOLOGI PENELITIAN

    Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengerjaan Kayu IPB untuk proses

    pembuatan CLB, pengujian sifat fisis CLB di Laboratorium Biokomposit IPB dan

    pengujian sifat mekanis di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu

    IPB, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian telah

    dilakukan pada bulan September 2013 hingga bulan Mei 2014.

    Bahan dan Alat Penelitian

    Bahan yang digunakan adalah bambu betung berumur 3-4 tahun yang

    diperoleh dari daerah Cibeureum Bogor, Jawa Barat. Perekat yang digunakan

    adalah jenis Water Based Polymer Isocyanate (WBPI) dari PT. Polychemi Asia

    Pasifik, terdiri dari base resin dan hardener yang dicampur pada proses perekatan

    pada perbandingan 100:15 dan berat labur 280 g/m2.

    Alat yang digunakan untuk pembuatan papan dan bilah bambu adalah golok,

    gergaji mesin (circular saw) dan amplas. Kiln dry digunakan untuk mengeringkan

    bilah bambu. Alat-alat lainnya adalah peralatan untuk aplikasi perekat (wadah

    plastik, pengaduk, dan kape karet) dan mesin cold press untuk pengempaan CLB.

    Pengujian CLB menggunakan kaliper digital dan meteran untuk pengukuran

    dimensi, timbangan digital untuk mengukur berat contoh uji, oven untuk

    pengujian sifat fisis, moisture meter untuk mengukur kadar air, water bath dan

    wadah. Serta alat uji Universal Testing Machine merk Instron dengan kapasitas

    beban sebesar 5 ton dan Universal Testing Machine merk Baldwin kapasitas 30

    ton untuk pengujian sifat mekanis.

    Prosedur Penelitian

    Cross laminated bamboo (CLB) yang dibuat sebanyak 27 panel dengan

    ukuran akhirnya 4 cm x 30 cm x 115 cm pada dimensi tebal, lebar, dan panjang.

    Prosedur pembuatan panel CLB dapat dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu

    pembuatan bilah dan pengeringan, penyusunan bilah, perekatan, pengempaan,

    pengkondisian, pembuatan contoh uji dan pengujian panel CLB Gambar 1

    merupakan modifikasi dari penelitian Riana (2012) memperlihatkan diagram alir

    penelitian CLB.

  • 5

    Gambar 1 Diagram alir pembuatan panel CLB

    Persiapan Bahan Baku

    Bilah core

    Bilah face/back

    Pembentukan Panel CLB

    (3-5 Lapisan)

    Pelaburan Perekat

    Isosianat 280 g/m2

    Cold Press

    (t = 3 jam, P= 10 kg/cm2

    Karakteristik Panel CLB

    Pengkondisian 1 minggu

    Pembuatan contoh uji

    Pengujian sifat fisis-mekanis

    Pembuatan Bilah dan

    Pengeringan

    Penyusunan Bilah

  • 6

    1. Pembuatan Bilah dan Pengeringan Bambu yang digunakan adalah buluh bambu yang kemudian dipotong

    berukuran panjang 115 cm lalu dibelah menjadi bilah-bilah berukuran 2 cm.

    Bilah-bilah dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dipergunakan sebagai

    bilah face/back, dan bilah core. Adapun ukuran bilah yang dibuat serta jumlahnya

    adalah:

    1. Bilah face atau back sebanyak 810 bilah, dibagi menjadi tiga kelompok bilah berdasarkan perbedaan ketebalan yaitu:

    a. (0.80 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah b. (1.00 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah c. (1.33 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah Bagian kulit luar bilah face dan back tidak disayat sehingga masih memiliki

    lapisan silika.

    2. Bilah core sebanyak 810 bilah, dipergunakan untuk core yang disusun memiliki orientasi sudut 0

    o, 45

    o dan 90

    o terhadap face maupun back. Ada tiga

    kelompok bilah core berdasarkan perbedaan ketebalannya yaitu:

    a. (0.80 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 27 x 15 bilah b. (1.00 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah c. (1.33 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 9 x 15 bilah Bilah core disayat kulit luarnya sehingga tidak memiliki lapisan silika lagi

    untuk memudahkan perekatan.

    Pola penyusunan bilah antar lapisan dapat dilihat pada Gambar 2. Bilah-

    bilah bambu tersebut dikeringkan dengan menggunakan kiln dry pada suhu 60oC

    selama 7 hari kemudian dikering anginkan hingga mencapai kadar air kering

    udara yaitu sekitar 12-15%. Proses pengeringan ini dilakukan untuk

    memperoleh stabilitas dimensi yang lebih baik dan juga untuk mempermudah

    proses perekatan.

  • 7

    Gambar 2 Pola penyusunan CLB berdasarkan ketebalan bilah dan orientasi

    sudut core

  • 8

    2. Pembuatan Panel CLB Panel CLB yang dibuat berukuran panjang 115 cm, lebar 30 cm dan tebal 4

    cm dengan 3 kombinasi ketebalan bilah. Tipe panel CLB A (tebal bilah 0.80 cm)

    terdiri dari 3 orientasi sudut yaitu 0o, 45

    o dan 90

    o. Tipe panel CLB B (tebal bilah

    1.00 cm) terdiri dari 3 orientasi sudut yaitu 0o, 45

    o dan 90

    o. Begitu pula dengan

    Tipe panel CLB C (tebal bilah 0.80 cm) terdiri dari 3 orientasi sudut yaitu 0o, 45

    o

    dan 90o.

    3. Perekatan Perekat yang digunakan dilaburkan pada permukaan bilah dengan

    menggunakan kape karet. Pelaburan dilakukan pada dua permukaan (double

    spread) dengan berat labur 280 g/m2. Perekat yang akan dilaburkan disiapkan

    dengan menghitung kebutuhan perekat tiap bilah, berdasarkan luas permukaan

    bidang rekat dengan menggunakan rumus:

    Kebutuhan perekat = Luas bidang rekat x Berat labur

    Permukaan bidang rekat bambu dibersihkan dari segala kotoran dan debu,

    kemudian perekat dilaburkan pada permukaan bidang rekat secara double spread

    dengan menggunakan kape karet sesuai kebutuhan perekat setiap bilah.

    4. Pengempaan Pengempaan dilakukan dengan mengunakan mesin kempa dengan tekanan

    pengempaan dingin (cold press) umumnya berkisar 10 kg/cm2, pengempaan

    dengan perekat isosianat membutuhkan waktu sekitar 3 jam (Riana 2012).

    Pengukuran tekanan kempa biasanya dihitung berdasarkan luas bidang rekatan

    dan gaya kempa rencana.

    5. Pengkondisian Panel CLB dikeluarkan dari mesin kempa dan dikondisikan selama 1

    minggu sebelum dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis dengan kelembaban

    relatifnya berkisar 60-70% dan suhu ruangan (27oC). Panel CLB ditumpuk

    dengan menggunakan ganjal setiap lapisan panel CLB tingkat demi tingkat.

    Tumpukan CLB berbentuk persegi dengan ganjal lurus baik secara vertikal

    maupun horizontal.

    6. Pengujian Pembuatan contoh uji dilakukan setelah panel CLB disimpan dalam ruangan

    (conditioning) selama 1 minggu. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisis dan

    mekanis berdasarkan standar ASTM D 143-94 (2008), delaminasi berdasarkan

    Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No.

    1152 tahun 2007 (JAS 2007). CLB selanjutnya dibandingkan dengan standar JAS

    1152 (2007) untuk mengetahui kualitas panel CLB yang dibuat dengan bambu

    betung sebagai bahan baku. Pola pemotongan contoh uji panel CLB seperti pada

    Gambar 3.

  • 9

    Keterangan:

    1. MOE dan MOR balok (61 cm x 5 cm x 4 cm) 2. Kekuatan tekan sejajar serat (16 cm x 5 cm x 4 cm) 3. (a) Delaminasi rendaman air dingin (7.5 cm x 7.5 cm x 4 cm)

    (b) Delaminasi rendaman air mendidih (7.5 cm x 7.5 cm x 4 cm)

    4. Keteguhan rekat (5 cm x 5 cm x 4 cm) 5. Kerapatan, kadar air dan kembang susut (5 cm x 5 cm x 4 cm) 6. Kekakuan dan kekuatan bidang panel (20 cm x 20 cm x 4 cm)

    Gambar 3 Pola pemotongan contoh uji panel CLB

    a. Pengujian Sifat Fisis

    1) Kerapatan () Kerapatan merupakan nilai dari berat contoh uji sebelum di oven dibagi

    dengan volume sebelum di oven, yaitu pada kondisi kering udara. Volume contoh

    uji diukur dengan mengalikan panjang, lebar, dan tebalnya dengan alat pengukur

    kaliper (VKU) dan selanjutnya ditimbang (BKU). Nilai kerapatan dihitung dengan

    rumus:

    Kerapatan (g/cm3) =

    KU

    KU

    V

    B

    2) Kadar Air Kadar air merupakan hasil pembagian kandungan berat air terhadap berat

    kering tanur dari contoh uji. Berat air adalah selisih dari berat contoh uji sebelum

    di oven dikurangi berat kering tanur. Contoh uji kerapatan digunakan juga dalam

    menentukan kadar air. Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya

    (BKU) dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103 2 oC selama 24 jam atau

    sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering

    tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus:

    Kadar air (%) = KT

    KTKU

    B

    B - B x 100

    3) Kembang Susut Pengujian susut kayu dirumuskan sebagai selisih antara dimensi awal (DA)

    dengan dimensi kering tanur (DB) dibandingkan dengan dimensi awalnya. Contoh

    uji kerapatan dan kadar air digunakan juga dalam menentukan susut kayu. Contoh

    115 cm

    20 cm

    1

    2

    6

    3a 3

    b

    5

    4

  • 10

    uji diukur tebal (arah radial), lebar (arah tangensial), dan panjang (arah

    longitudinal) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal.

    Contoh uji dioven pada suhu 103 2 oC selama 24 jam. Contoh uji dikeluarkan

    dari oven kemudian diadakan pengukuran panjangnya kembali sehingga diperoleh

    dimensi akhir. Nilai susut volume dihitung dengan rumus:

    Susut volume (%) = DA

    DB -DA x 100

    Pengujian pengembangan dapat dirumuskan sebagai selisih antara dimensi

    akhir (DB) dengan dimensi awal (DA) dibandingkan dengan dimensi awalnya.

    Contoh uji diukur tebal (arah radial), lebar (arah tangensial), dan panjang (arah

    longitudinal) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal

    (DA). Contoh uji direndam dalam air selama 1 minggu. Contoh uji dikeluarkan

    dari air kemudian diadakan pengukuran panjangnya kembali sehingga diperoleh

    dimensi akhir (DB). Nilai pengembangan volume dihitung dengan rumus:

    Pengembangan volume (%) = DA

    DA - DB x 100%

    b. Pengujian Sifat Mekanis 1) Modulus of Elasticity (MOE)

    Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran 4 cm x 5 cm x 61 cm

    untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang. Pengujian MOE panel CLB dilakukan

    dengan cara pembebanan terpusat (one point loading bending test). Nilai MOE

    dihitung dengan rumus:

    MOE = 3

    3

    Ybh4

    PL

    dimana:

    MOE : Modulus of elasticity (kg/cm2)

    P : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) L : Jarak sangga (cm)

    Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm)

    h : Tebal contoh uji (cm)

    2) Modulus of Rupture (MOR) Pengujian MOR panel CLB dilakukan bersama-sama dengan pengujian

    MOE dengan memakai contoh uji yang sama (Gambar 4). Pengujian MOR

    dilakukan sampai panel CLB yang diberikan beban terpusat ditengah bentangnya

    mengalami kerusakan. Nilai MOR dihitung dengan rumus:

    MOR= 22bh

    PL3

  • 11

    dimana:

    MOR : Modulus of rupture (kg/cm2)

    P : Beban maksimum (kgf)

    L : Jarak sangga (cm)

    b : Lebar contoh uji (cm)

    h : Tebal contoh uji (cm)

    Gambar 4 Pengujian MOE dan MOR balok CLB menggunakan UTM merk

    instron

    3) Kekuatan Tekan Sejajar Serat Keteguhan tekan sejajar serat merupakan kemampuan menahan gaya tekan

    sejajar arah serat dan mengakibatkan terjadi perpendekan. Contoh uji dengan

    ukuran tebal, lebar, dan panjang masing-masing 4 cm, 5 cm, dan 16 cm diberikan

    beban pada arah sejajar serat pada kedudukan contoh uji vertikal, pemberian

    beban secara perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan (Gambar 5).

    Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji.

    Nilai keteguhan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus:

    Kekuatan tekan sejajar serat (kg/cm2) =

    )(cm penampang Luas

    (kg) maksimumBeban 2

    Gambar 5 Pengujian kekuatan tekan sejajar serat CLB

  • 12

    4) Keteguhan Rekat Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan

    yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara

    vertikal (Gambar 6). Contoh uji keteguhan rekat memiliki dimensi panjang, lebar

    dan tebal masing-masing 5 cm, 5 cm dan 4 cm. Nilai beban maksimum dibaca

    saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan rekat dihitung dengan

    rumus:

    Keteguhan rekat (kg/cm2) =

    )(cmdirekat yangpermukaan Luas

    (kg) maksimumBeban 2

    Gambar 6 Pengujian keteguhan rekat

    c. Delaminasi Pengujian delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam

    air dingin dan air mendidih. Contoh uji yang digunakan diambil dari bagian ujung

    panel CLB dengan ukuran panjang 7.5 cm. Perendaman dalam air dingin dengan

    merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam. Selanjutnya

    dikeringkan dalam oven pada suhu 40 3 oC selama 18 jam. Perendaman dalam

    air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji dalam air mendidih ( 100 oC)

    selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan merendamnya dalam air pada suhu

    ruangan selama 1 jam. Setelah itu contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu

    70 3 oC selama 18 jam. Kemudian dilakukan pengukuran persentase lepasnya

    bagian bidang rekat antar lamina (rasio delaminasi) dengan rumus:

    Rasio Delaminasi % =Panjang total delaminasi

    panjang garis rekat x 100

    d. Uji kekakuan dan kekuatan bidang panel Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel dilakukan dengan menguji

    lentur bidang yaitu dengan meletakkan panel di atas besi penyangga pada 4 titik,

    kemudian beban diberikan tepat di pusat bidang panel (Gambar 7). Metode ini

    merupakan salah satu novelty dari penelitian ini yang rumus-rumus dan ketentuan

    yang berlaku diturunkan berdasarkan kaidah-kaidah mekanika teknik.

  • 13

    Keterangan:

    P : Beban yang diberikan (kgf)

    a : bidang panel CLB (20 cm x

    20 cm x 4 cm)

    b : besi penyangga

    c : plat besi (tebal 3 cm)

    Gambar 7 Cara pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel

    Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel menggunakan UTM merk

    Baldwin dengan pengukuran defleksi pada satu titik (Gambar 8). Dalam

    perhitungan nilai kekakuan bidang panel nilai MOE yang diperoleh merupakan

    MOE gabungan. Sementara nilai MOE bidang panel akan diperoleh setelah

    dilakukan penurunan rumus MOE. Rumus yang digunakan untuk menghitung

    MOE bidang panel adalah sebagai berikut:

    2EgEp;k

    EE;

    )y(y4bh

    PL

    EE

    ExEEg 12

    213

    3

    21

    21

    Keterangan:

    E1 : MOE hasil center point loading (MOE sisi kuat)

    E2 : MOE sisi lemah

    Eg : MOE gabungan dari total defleksi

    Ep : MOE bidang panel

    k : konstanta; dinyatakan dengan 11 Eg

    Ek

    Gambar 8 Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel

    20 cm

    a

    b

    c

    P

  • 14

    Analisis Data

    Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis rancangan

    dua faktor dalam rancangan acak lengkap (faktorial RAL) (Mattjik & Sumertajaya

    2000) dengan 2 faktor perlakuan yaitu perlakuan tebal dan orientasi sudut bilah.

    Faktor perlakuan tebal bilah penyusun CLB (A) mempunyai 3 taraf perlakuan

    yaitu bilah dengan tebal 0.8 cm, 1 cm dan 1.33 cm. Faktor perlakuan orientasi

    sudut bilah (B) mempunyai 3 taraf perlakuan yaitu 0o, 45

    o dan 90

    o. Tiap

    kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, dengan demikian jumlah satuan

    percobaan yang dibuat adalah 27 panel CLB. Adapun model umum yang

    digunakan adalah:

    Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk

    Keterangan :

    Yijk = Nilai pengamatan parameter penentu kualitas CLB ke-k yang memperoleh

    kombinasi perlakuan ke-i yang mendapat taraf ke-j

    = Nilai tengah pengamatan Ai = Nilai pengaruh faktor tebal bilah pada taraf ke-i

    Bj = Nilai pengaruh faktor orientasi sudut lamina pada taraf ke-j

    ABij = Nilai pengaruh interaksi taraf ke-i faktor tebal bilah dantaraf ke-j faktor

    orientasi sudut bilah

    ij = Nilai galat percobaan

    Apabila hasilnya beda nyata (selang kepercayaan 95%), maka dilanjutkan

    dengan uji lanjut wilayah berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).

    Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui taraf perlakuan mana

    yang berpengaruh di antara faktor perlakuan (perlakuan kombinasi tebal bilah atau

    orientasi sudut core) dan interaksi kombinasi perlakuan. Analisis data dilakukan

    dengan program Statistica 10. Apabila hasil pengujian berbeda nyata, maka akan

    dilanjutkan uji wilayah berganda Duncan. Uji Duncan dimaksudkan untuk melihat

    perbedaan pengaruh interaksi perlakuan dan masing-masing perlakuan.

  • 15

    3 HASIL DAN PEMBAHASAN

    Sifat Fisis Cross Laminated Bamboo

    Sifat fisis merupakan salah satu sifat yang menentukan kualitas produk yang

    dihasilkan. Hasil pengujian sifat fisis CLB selengkapnya terdapat pada Lampiran

    1.

    1. Kerapatan

    Kerapatan merupakan salah satu sifat fisis yang dinyatakan dalam

    perbandingan antara massa terhadap volume bahan dalam kondisi kering udara.

    Kerapatan CLB yang dihasilkan memiliki kisaran nilai yang cukup seragam yaitu

    0.66-0.70 g/cm3

    (Gambar 9). Kecenderungan nilai kerapatan yang dihasilkan pada

    tebal bilah 0.80 cm memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan tebal

    bilah lainnya, hal ini berkaitan dengan struktur penyusun bambu berupa ikatan

    vaskular yang semakin rapat dan kompak pada bagian ujung hingga bagian

    pangkal buluh bambu.

    Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 5), pada data kerapatan

    CLB tidak terdapat pengaruh yang nyata pada kedua faktor perlakuan tebal bilah

    dan sudut core serta interaksi kedua faktor tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh

    keseragaman kondisi bahan baku meskipun masing-masing papan tersusun atas

    tebal bilah yang berbeda dengan jumlah garis rekat yang berbeda pula, akan tetapi

    tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada kerapatan CLB.

    Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terjadi peningkatan nilai kerapatan

    bambu dari bagian pangkal, bagian tengah hingga bagian ujung bambu

    (Chaowana 2013; Malanit et al. 2008). Akan tetapi dalam penelitian ini terdapat

    keseragaman nilai kerapatan CLB, hal ini diduga karena pengaruh dari jumlah

    lapisan yang berbeda dari setiap tebal bilah.

    Gambar 9 Kerapatan cross laminated bamboo

    0,0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Ker

    ap

    ata

    n (

    g/c

    m3)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 16

    Dalam penelitian ini dilakukan pula pengukuran kerapatan bambu betung.

    Adapun nilai kerapatan bambu betung yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    0.78 g/cm3. Nilai kerapatan bahan baku bambu betung lebih tinggi dibandingkan

    produk CLB yang dihasilkan, hal ini berkaitan dengan terdapatnya beberapa celah

    pada produk yang dihasilkan sebagai akibat dari proses pengerjaannya yang

    bersifat manual sehingga terjadi ikatan yang kurang kompak antara perekat dan

    bambu, yang kemudian menghasilkan rongga antar lapisan CLB. Selain itu,

    kandungan kadar air yang lebih tinggi pada bambu utuh dapat memberikan

    pengaruh terhadap kerapatan bambu yang lebih tinggi dibandingkan kerapatan

    CLB. Hal ini dinyatakan dalam penelitian Riana (2012) bahwa kerapatan balok

    utuh lebih tinggi dibandingkan produk CLT karena adanya pengaruh dari kadar

    air. Akan tetapi berdasarkan hasil uji t antara kerapatan bahan baku bambu dan

    kerapatan CLB tidak terdapat perbedaan yang signifikan sehingga tidak terdapat

    perbedaan sifat dari segi kerapatan antara produk dan bambu betung.

    2. Kadar Air

    Kadar air suatu produk erat kaitannya terhadap bahan baku dan jenis

    perekat yang digunakan. Kadar air merupakan salah satu faktor penting yang

    dapat memberikan pengaruh terhadap sifat mekanis bambu (Li 2004). Pengujian

    kadar air dilakukan untuk melihat banyaknya kadar air yang terkandung pada

    CLB pada kondisi kering udara. Kadar air CLB rata-rata adalah 12.97 % dengan

    kisaran nilai 11.45-13.61 %. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa kadar air

    cenderung berfluktuatif, dimana masing-masing tebal bilah memiliki pengaruh

    yang berbeda terhadap sudut core yang digunakan. Pada tebal bilah 0.80 cm kadar

    air dengan sudut core 0o memiliki kadar air paling rendah dibandingkan sudut

    lainnya, sedangkan pada tebal bilah 1.00 cm nilai terendah berada pada sudut core

    90o, dan pada tebal bilah 1.33 cm pada sudut core 0

    o dan 90

    o. Keberagaman ini

    diduga adanya pengaruh dari tebal bilah yang selanjutnya memberikan efek

    terhadap kadar air dengan variasi sudut core yang digunakan.

    Gambar 10 Kadar air cross laminated bamboo

    Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 6) terdapat interaksi

    yang signifikan antara faktor tebal bilah dan sudut core penyusun CLB. Adanya

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Ka

    da

    r A

    ir (

    %)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 17

    interaksi ditunjukkan dengan faktor yang saling berpotongan (Gambar 11). Hasil

    uji lanjut Duncan menunjukkan pada tebal bilah 0.80 cm sudut 0o berbeda nyata

    terhadap sudut 45o dan 90

    o, tebal bilah 1 cm dengan sudut 0

    o dan 45

    o, dan tebal

    bilah 1.33 cm dengan sudut 45o. Demikian pula untuk kombinasi perlakuan lain

    secara jelas disajikan pada Lampiran 6. Perbedaan yang signifikan ini

    menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan menjadi faktor yang menentukan

    kadar air CLB meskipun secara keseluruhan kadar air berada di bawah 15%.

    Gambar 11 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap kadar air cross

    laminated bamboo

    Selanjutnya menurut Bowyer et al. (2003) yang mempengaruhi banyaknya

    air terikat di dalam dinding sel adalah proses pengeringan bahan dan lingkungan

    tempat penyimpanan akhir produk. Proses pengeringan bambu yang digunakan

    pada penelitian ini mampu menurunkan kadar air terikat pada dinding sel

    sehingga kadar air akhir produk berada di bawah 15%. Kadar air bilah sebaiknya

    sama atau mendekati dengan kondisi ketika penggunaannya agar tetap terjaga

    kualitas CLB tersebut.

    Umumnya semakin tinggi kadar air maka akan menurunkan kekuatan dari

    kayu, apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat maka akan terjadi

    peningkatan kekuatan kayu. Adanya peningkatan kekuatan ini dipengaruhi oleh

    struktur dinding sel kayu yang semakin kompak (Tsoumis 1991). Berdasarkan

    standar yang ditetapkan oleh JAS 1152 (2007) kadar air produk maksimum senilai

    15%, dalam hal ini seluruh produk CLB yang dihasilkan memiliki kadar air

    dibawah 15%.

    3. Penyusutan Volume

    Kembang susut volume merupakan perubahan dimensi pada kayu sebagai

    akibat dari perubahan kadar air di dalamnya pada kondisi di bawah titik jenuh

    serat (Brown et al. 1952). Pada pengujian susut volume, terjadi penurunan

    dimensi dari CLB sebagai akibat penurunan kadar air pada produk. Hasil

    penelitian menunjukkan penyusutan volume berkisar antara 2.34 % sampai 7.51

    % (Gambar 12), dari data tersebut perlakuan sudut core 45o mengalami

    penyusutan dimensi yang lebih besar, dan sudut core 90o mengalami penyusutan

    dimensi terendah.

    Hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan orientasi sudut

    memberikan pengaruh nyata terhadap penyusutan CLB, setelah dilakukan uji

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    sudut 0 sudut 45 sudut 90

    Ka

    da

    r A

    ir (

    %)

    Perlakuan

    0.80 cm

    1.00 cm

    1.33 cm

  • 18

    lanjut Duncan terhadap orientasi sudut diperoleh bahwa orientasi sudut 90o

    memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan sudut 0o dan 45

    o yakni 3.09%.

    Hal ini diduga adanya pengaruh dari arah serat yang saling tegak lurus antar

    lapisan CLB. Penelitian yang menunjukkan hasil serupa ditunjukkan dalam

    penelitian Riana (2012) yang membuat CLT dari kayu jabon, dimana terjadi

    penurunan nilai penyusutan volume seiring dengan besarnya perubahan orientasi

    sudut lamina yang digunakan.

    Gambar 12 Penyusutan volume cross laminated bamboo

    Meskipun sudut core yang dibentuk memiliki pengaruh terhadap

    penyusutan, tebal bilah yang digunakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

    dari hasil pengujian ini. Ikatan vaskular bambu lebih rapat dan kompak pada tebal

    bilah 0.80 cm, akan tetapi tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap

    penyusutan volume. Hal ini diduga oleh jumlah garis rekat yang lebih banyak

    pada CLB dengan tebal bilah 0.80 cm sehingga penyusutan volume yang terjadi

    tidak jauh berbeda dengan tebal bilah lainnya. Banyaknya jumlah garis rekat dapat

    memberikan pengaruh terhadap penyusutan volume, dimana akan semakin

    rendahnya uap air yang terperangkap pada daerah rekatan seiring dengan

    penambahan jumlah garis rekat.

    4. Pengembangan Volume Pengembangan volume merupakan perubahan dimensi yang terjadi sebagai

    akibat dari peningkatan kadar air yang dinyatakan dalam persen pada kondisi

    basah. Pengembangan volume pada CLB berkisar pada nilai 1.86-9.76 %

    (Gambar 13), kecenderungan yang terjadi pada pengembangan volume adalah

    pengembangan yang lebih besar diperoleh pada tebal bilah penyusun 0.80 cm. Hal

    ini berkaitan dengan berat jenis dari pangkal hingga ujung bambu yang berbeda,

    menurut Ulfah (2006) bagian ujung bilah bambu memiliki berat jenis yang lebih

    besar sehingga akan mempengaruhi kestabilan dimensi dari bambu tersebut. Hal

    ini disebabkan oleh berat jenis yang tinggi maka akan memiliki massa kayu yang

    lebih tinggi sehingga akan lebih banyak air yang terserap ke dalam bambu

    tersebut.

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Pen

    yu

    suta

    n v

    olu

    me

    (%)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 19

    Gambar 13 Pengembangan volume cross laminated bamboo

    Apabila diperhatikan dari perlakuan sudut core, maka pengembangan

    volume CLB mengalami penurunan nilai seiring dengan semakin besarnya sudut

    core yang digunakan, kecuali pada CLB dengan tebal bilah 0.80 cm yang

    cenderung stabil antar perlakuan sudut core yang diberikan. Berdasarkan hasil uji

    statistika (Lampiran 8), diperoleh terdapatnya hubungan interaksi yang signifikan

    pada kedua faktor yang digunakan terhadap nilai pengembangan volume sehingga

    dilakukan uji lanjut Duncan. Hubungan interaksi tersebut terdapat pada Gambar

    14 yang menunjukkan adanya garis yang saling berpotongan pada faktor tebal

    bilah dan sudut core CLB.

    Gambar 14 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap pengembangan

    volume cross laminated bamboo

    Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa tebal bilah 0.80 cm sudut 0o

    hanya berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90o. Tebal bilah 0.80 cm

    sudut 45o dan 90

    o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm dengan sudut 45

    o

    dan 90o. Sedangkan pada tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o hanya berbeda nyata

    dengan tebal bilah 1.00 cm sudut 90o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 45

    o berbeda

    nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90o, tebal bilah 0.80 cm sudut 45

    o dan

    90o serta tebal bilah 1.33 cm sudut 0

    o. Selanjutnya tebal bilah 1.00 cm sudut 90

    o

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Pen

    gem

    ba

    ng

    an

    vo

    lum

    e (%

    )

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Pen

    gem

    ba

    ng

    an

    vo

    lum

    e (%

    )

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 20

    berbeda nyata terhadap seluruh kombinasi perlakuan tebal bilah dan sudut core.

    Pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0o menunjukkan perbedaan nyata terhadap tebal

    bilah 1.00 cm sudut 45o dan 90

    o. Pada tebal bilah 1.33 cm sudut 45

    o dan 90

    o

    keduanya hanya berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90o. Seperti

    halnya pada plywood, CLB dengan sudut core 90o memiliki nilai kembang-susut

    yang lebih stabil karena adanya arah serat yang saling tegak lurus dan dapat

    menahan terjadinya proses kembang-susut yang besar.

    Delaminasi Cross Laminated Bamboo

    Pengujian delaminasi dilakukan untuk melihat kualitas perekatan produk

    terhadap pengembangan dan penyusutan akibat pemberian kondisi kelembaban

    dan panas yang tinggi (Vick 1999). Pengujian delaminasi dilakukan dengan

    menguji pada rendaman dingin dan rendaman air mendidih. Data delaminasi

    rendaman air dingin dan air mendidih selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.

    1. Delaminasi Rendaman Air Dingin

    Pengujian delaminasi rendaman air dingin memiliki kisaran nilai antara 0-

    6.63 %, nilai delaminasi rendaman air dingin yang diperoleh pada penelitian ini

    disajikan pada Gambar 15. Nilai delaminasi pada tebal bilah 1.33 cm sudut 45o

    dan 90o adalah 0%, setelah dilakukan pengujian tidak terdapatnya delaminasi pada

    kedua faktor perlakuan tersebut. Hal ini diduga pengaruh dari jumlah garis rekat

    yang lebih sedikit dibandingkan tebal bilah laninnya, dan adanya arah lapisan

    yang saling bersilangan memberikan pengaruh terhadap kekuatan rekatan

    antarlapisan. Hasil pengujian analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan

    bahwa terdapat hubungan interaksi yang signifikan pada faktor tebal bilah dan

    sudut core terhadap nilai delaminasi rendaman air dingin.

    Gambar 15 Delaminasi rendaman air dingin cross laminated bamboo

    Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan, hasil uji tersebut menunjukkan

    tebal bilah 0.80 cm sudut 0o dan 90

    o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33 cm

    sudut 45o dan 90

    o. Sementara tebal bilah 0.80 cm sudut 45

    o hanya berbeda nyata

    terhadap tebal bilah 1.33 cm sudut 90o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o, 45

    o dan 90

    o

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Dela

    mia

    nsi

    Air

    Din

    gin

    (%

    )

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 21

    berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33 cm sudut 45o dan 90

    o. Selanjutnya tebal

    bilah 1.33 cm sudut 0o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33 cm sudut 45

    o dan

    90o. Tebal bilah 1.33 cm dengan sudut 45

    o dan 90

    o berbeda nyata terhadap seluruh

    kombinasi perlakuan lainnya, kecuali pada sudut 45o yang menunjukkan tidak

    berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 45o. Berdasarkan standar JAS

    1152 (2007) delaminasi rendaman air dingin memiliki persentase maksimum 5 %

    sehingga secara keseluruhan papan CLB dapat memenuhi persyaratan standar

    tersebut.

    2. Delaminasi Rendaman Air Mendidih

    Pengujian delaminasi rendaman air mendidih memberikan nilai berkisar

    4.33-28% (Gambar 16). Delaminasi yang diuji pada CLB memperoleh hasil yang

    cukup beragam, pada pengujian delaminasi rendaman air mendidih CLB dengan

    tebal bilah 1.33 cm memberikan persentase delaminasi terkecil dibandingkan

    dengan ketebalan bilah 0.80 cm dan 1.00 cm. Hasil uji statistika (Lampiran 10)

    menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada faktor perlakuan tebal

    bilah dan orientasi sudut core terhadap nilai delaminasi rendaman air mendidih.

    Selanjutnya dilakukan uji Duncan, hasil pengujian menunjukkan tebal bilah 0.80

    cm memiliki nilai delaminasi paling kecil dibandingkan tebal bilah lainnya. Hal

    ini diduga oleh banyaknya garis rekat pada tebal bilah 0.80 cm sehingga

    delaminasi terjadi lebih sedikit dibandingkan tebal bilah lainnya.

    Pada faktor sudut core, setelah dilakukan uji lanjut Duncan menunjukkan

    bahwa sudut 90o memberikan nilai delaminasi yang lebih rendah dibandingkan

    dengan sudut core lainnya. Seperti halnya pada pengembangan volume, perlakuan

    sudut core memberikan hasil yang semakin kecil nilai delaminasinya seiring

    dengan perubahan besarnya sudut core yang digunakan.

    Gambar 16 Delaminasi rendaman air mendidih cross laminated bamboo

    Berdasarkan hasil pengujian dengan rendaman air mendidih, CLB dengan

    perekat isosianat belum mampu memenuhi standar dan tidak mampu bertahan

    pada kondisi yang ekstrim. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa

    perekat isosianat tidak dapat bertahan pada kondisi ekstrim dan belum memenuhi

    standar JAS 1152 (2007) (Riana 2012; Herawati 2007).

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Del

    am

    ina

    si A

    ir M

    end

    idih

    (%)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 22

    Sifat Mekanis Cross Laminated Bamboo

    Sifat mekanis merupakan karakteristik penting bagi suatu produk yang

    memiliki tujuan penggunaan struktural. Adapun sifat mekanis yang dikaji pada

    penelitian ini meliputi modulus elastisitas (MOE), Modulus of Rupture (MOR),

    tekan sejajar serat dan keteguhan rekat. Keseluruhan data uji sifat mekanis CLB

    disajikan pada Lampiran 3.

    1. Modulus Elastisitas (MOE)

    Pengujian modulus elastisitas (MOE) dilakukan untuk melihat sejauh mana

    kemampuan produk untuk mempertahankan bentuk awalnya sebagai akibat dari

    menahan beban yang cenderung dapat merubah bentuk dan ukurannya. Modulus

    elastisitas diukur pada kondisi tegangan dan regangan berada di bawah batas

    proporsi. Nilai MOE menunjukkan keelastisan suatu bahan, semakin tinggi nilai

    MOE maka akan semakin kaku bahan tersebut, sebaliknya semakin rendah nilai

    MOE maka akan semakin elastis bahan tersebut (Dinwoodie 1981). Modulus

    elastisitas pada CLB memiliki kisaran nilai antara 8363-53760 kg/cm2 dengan

    nilai tertinggi pada CLB dengan tebal bilah 1.33 cm sudut 0o sebesar 53760

    kg/cm2, dan CLB terendah pada tebal bilah 1.33 cm sudut 45

    o sebesar 8363

    kg/cm2, seperti yang tersaji pada Gambar 17.

    Gambar 17 Kekakuan lentur cross laminated bamboo

    Pada CLB yang menggunakan tebal bilah 0.80 cm ternyata memberikan

    nilai MOE yang lebih tinggi apabila dibandingkan tebal bilah 1.00 cm dan 1.33

    cm. Kemudian pada perlakuan sudut, sudut core 0o memberikan nilai MOE yang

    lebih tinggi dibandingkan sudut core lainnya. Pada penelitian ini fenomena arah

    miring serat memberikan penurunan nilai MOE CLB. Menurut Bowyer et al.

    (2003) kemiringan serat dapat menyebabkan penurunan nilai kekuatan yang

    besarnya penurunan ditentukan oleh besarnya kemiringan serat tersebut.

    Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 11) diperoleh adanya

    interaksi yang nyata antara tebal bilah dan sudur core CLB. Pada Gambar 18

    terdapat perpotongan antara faktor tebal bilah dan sudut core, yang menunjukkan

    interaksi pada kedua faktor tersebut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pada

    tebal bilah 0.80 cm sudut 0o berbeda nyata terhadap keseluruhan kombinasi

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    MO

    E (

    10

    3k

    g/c

    m2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 23

    perlakuan tebal bilah dan sudut kecuali pada tebal bilah 1.00 cm sudut 0o. Pada

    tebal bilah 0.80 cm sudut 45o dan 90

    o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm,

    1.00 cm dan 1.33 cm pada sudut 0o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o berbeda nyata

    terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 45o dan 90

    o, tebal bilah 1.00 cm sudut 45

    o, dan

    tebal bilah 1.33 cm sudut 0o, 45

    o dan 90

    o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 45

    o berbeda

    nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan 1.33 cm pada sudut 0o.

    Selanjutnya pada tebal bilah 1.00 cm sudut 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah

    0.80 cm sudut 0o, dan tebal bilah 1.33 cm sudut 0

    o dan 45

    o. CLB dengan tebal

    bilah 1.33 cm sudut 0o memiliki nilai MOE yang berbeda nyata terhadap

    kombinasi perlakuan lainnya. Tebal bilah 1.33 cm sudut 45o berbeda nyata

    terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o dan 90

    o serta

    tebal bilah 1.33 cm sudut 0o. Sedangkan pada tebal bilah 1.33 cm dengan sudut

    core 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan 1.33 cm dengan

    sudut 0o.

    Gambar 18 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE cross

    laminated bamboo

    Hubungan interaksi antara tebal bilah dan sudut core memiliki

    kecenderungan semakin tebal bilah yang digunakan semakin besar nilai MOE dan

    semakin besar sudut core yang digunakan semakin kecil nilai MOE CLB. CLB

    memiliki hasil terbaik pada papan dengan tebal bilah 1.33 cm sudut core 0o, papan

    CLB berikutnya yang memiliki nilai MOE yang tinggi adalah CLB dengan tebal

    bilah 1.00 cm sudut core 0o dan 0.80 cm sudut core 0

    o. Hal ini erat kaitannya

    dengan arah serat yang saling sejajar pada antar lapisan papan CLB. Akan tetapi,

    secara keseluruhan CLB tidak ada yang memenuhi persyaratan JAS 1152 (2007)

    dengan nilai minimum 75000 kg/cm2.

    Menurut Nugroho (2000) pemberian beban yang dilakukan pada suatu panel

    dengan sudut tertentu, maka akan semakin menurun nilai MOE seiring dengan

    meningkatnya arah miring serat. Persamaan Hankinson akan digunakan untuk

    melihat hasil penelitian dengan teori yang ada mengenai pengaruh arah serat

    terhadap sifat mekanis bahan, dalam hal ini dilakukan terhadap nilai MOE CLB.

    Persamaan Hankinson digunakan untuk menunjukkan terjadinya penurunan nilai

    MOE seiring dengan peningkatan sudut serat hingga sudut 90o. Data yang

    diperlukan untuk menghitung MOE menggunakan persamaan Hankinson adalah

    nilai MOE pada arah sejajar serat (0o) dan tegak lurus serat (90

    o). Adapun

    persamaan Hankinson sebagai berikut:

    F=FF

    Fsin2 + F cos2

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    sudut 0 sudut 45 sudut 90

    MO

    E (

    10

    3 k

    g/c

    m2)

    Perlakuan

    0.80 cm

    1.00 cm

    1.33 cm

  • 24

    0

    10

    20

    30

    0 45 90

    MO

    E (

    10

    3k

    g/c

    m2)

    Orientasi Sudut Core

    Nilai MOE

    0.80 cm

    Nilai MOE

    Hankinson 0

    10

    20

    30

    0 45 90

    MO

    E (

    10

    3k

    g/c

    m2)

    Orientasi Sudut Core

    Nilai MOE

    1.00 cm

    MOE

    Hankinson

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    1 2 3

    MO

    E (

    10

    3k

    g/c

    m2)

    Orientasi Sudut Core

    Nilai MOE

    1.33 cm

    MOE

    Hankinson

    Dimana F adalah nilai pengujian CLB pada sudut tertentu, F adalah nilai pengujian CLB sejajar serat, dan F adalah nilai pengujian CLB tegak lurus serat. Hubungan antara nilai MOE dari hasil pengujian dan nilai MOE yang diperoleh

    dari persamaan Hankinson disajikan pada Gambar 19. Nilai MOE dari persamaan

    Hankinson menunjukkan semakin menurun seiring dengan peningkatan sudut core

    yang digunakan. Arah sudut 0o memiliki nilai MOE yang lebih tinggi, dilanjutkan

    dengan sudut 45o dan nilai terendah pada sudut 90

    o. Sementara nilai MOE yang

    diperoleh dari hasil pengujian nilai MOE mengalami kecenderungan menurun

    pada sudut 45o kemudian naik kembali pada sudut 90

    o, dengan nilai MOE

    tertinggi pada sudut 0o. Dengan demikian hasil perhitungan dengan persamaan

    Hankinson tidak dapat diterapkan pada penelitian ini karena sudut 45o memiliki

    nilai MOE yang paling rendah dibandingkan sudut lainnya.

    Gambar 19 Hubungan nilai MOE pengujian dengan nilai MOE persamaan

    Hankinson

    2. Modulus of Rupture (MOR)

    Modulus of Rupture (MOR) merupakan batas maksimum suatu bahan

    menahan beban hingga bahan tersebut mengalami perubahan bentuk/kerusakan.

    MOR CLB memiliki kisaran nilai 105.14-244.36 kg/cm2, nilai MOR tertinggi

    diperoleh oleh contoh uji dengan tebal bilah 1.33 cm sudut core 0o yaitu 244.36

    kg/cm2 dan nilai terendah pada CLB dengan tebal bilah 0.80 cm sudut core 90

    o

    sebesar 105.14 kg/cm2, seperti terlihat pada Gambar 20.

  • 25

    MOR CLB mengalami peningkatan seiring dengan peningkatn tebalnya

    bilah yang digunakan. Pada ketiga sudut core yang digunakan, sudut 0o memiliki

    nilai yang lebih baik dibandingkan sudut core lainnya. Berdasarkan hasil uji

    statistika (Lampiran 12) terdapat perbedaan yang nyata pada masing-masing

    faktor tanpa menunjukkan hubungan interaksi yang signifikan. Pada faktor tebal

    bilah, terhadap nilai MOR CLB menunjukkan CLB dengan tebal bilah penyusun

    1.33 cm berbeda nyata terhadap 0.80 cm dan 1.00 cm. CLB dengan tebal bilah

    penyusun 1.33 cm memberikan nilai MOR yang lebih baik dibandingkan tebal

    bilah penyusun lainnya (Gambar 20). Hal tersebut menunjukkan terdapatnya

    pengaruh dari penggunaan tebal bilah terhadap nilai MOR.

    Selanjutnya untuk faktor pengaruh sudut core, berdasarkan hasil pengujian

    menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sudut core 0o terhadap sudut 45

    o

    dan 90o, yaitu sudut core 0

    o memiliki nilai yang lebih tinggi kemudian dilanjutkan

    oleh sudut 90o dan yang memiliki nilai MOR terkecil adalah sudut 45

    o. hal ini

    berarti terdapatnya pengaruh sudut core yang digunakan, dimana terjadi

    penurunan nilai MOR seiring dengan peningkatan arah sudut core. Meskipun nilai

    MOR sudut 90o memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan sudut 45

    o akan tetapi

    berdasarkan hasil uji lanjut Duncan tidak berbeda signifikan pada kedua orientasi

    sudut core CLB.

    Gambar 20 Keteguhan patah cross laminated bamboo

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CLB yang saling sejajar antar

    lapisannya mampu menghasilkan nilai MOR lebih baik dibandingkan CLB

    lainnya. Hal ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh contoh uji yang berbentuk

    balok panjang sehingga keberadaan lapisan yang saling tegak lurus tidak mampu

    menahan beban secara maksimal. Sehingga untuk melihat pengaruh dari arah

    sudut seharusnya melakukan pengujian bidang panel.

    Nilai MOR pada pengujian selanjutnya dibandingkan dengan nilai MOR

    yang diperoleh dari persamaan Hankinson. Gambar 21 menunjukkan hubungan

    antara nilai MOR pengujian dengan nilai MOR Hankinson, pada MOR Hankinson

    diperoleh nilai MOR yang semakin menurun seiring dengan peningkatan sudut

    core yang digunakan. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian, nilai MOR terendah

    ditunjukkan pada sudut core 45o, sehingga pendugaan nilai MOR Hankinson tidak

    dapat diterapkan dalam penelitian ini.

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    MO

    R (

    kg

    /cm

    2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 26

    0

    50

    100

    150

    200

    0 45 90

    MO

    R (

    kg

    /cm

    2)

    Orientasi Sudut Core

    Nilai MOR

    0.80 cm

    MOR

    Hankinson 0

    50

    100

    150

    200

    0 45 90

    MO

    R (

    kg

    /cm

    2)

    Orientasi Sudut Core

    Nilai MOR

    1.00 cm

    MOR

    Hankinson

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    0 45 90

    MO

    R (

    kg

    /cm

    2)

    Orientasi Sudut Core

    Nilai MOR

    1.33 cm

    MOR

    Hankinson

    Gambar 21 Hubungan nilai MOR pengujian dengan nilai MOR persamaan

    Hankinson

    Sudut 45o memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan sudut core

    lainnya diduga dipengaruhi oleh jumlah bilah yang digunakan lebih banyak pada

    masing-masing lapisan untuk membentuk sudut 45o dibandingkan dengan sudut

    core lainnya. Sehingga lebih banyak terdapat perlemahan pada sudut core 45o.

    Semakin tebal bilah yang digunakan, maka semakin meningkat nilai MOR pada

    CLB, hal ini berhubungan dengan semakin berkurangnya jumlah garis rekat.

    Jumlah garis rekat mempengaruhi nilai MOR CLB, hal ini disebabkan pada saat

    pengujian maka akan semakin besar terjadinya pergeseran antar lapisan penyusun

    CLB. Seperti halnya MOE, nilai pada MOR pun tidak memenuhi standar

    minimum JAS 1152 (2007) yang mensyaratkan 300 kg/cm2.

    3. Tekan Sejajar Serat Pengujian tekan sejajar serat dilakukan untuk memperoleh nilai kekuatan

    tekan maksimum, dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    penggunaan kayu atau bambu sebagai bahan konstruksi. Berdasarkan hasil

    pengujian nilai tekan sejajar serat CLB memiliki kisaran 168-434 kg/cm2, nilai

    tertinggi terdapat pada tebal bilah 1.00 cm sudut 0o sebesar 434 kg/cm

    2 dan nilai

    terendah pada tebal bilah 0.80 cm sudut 45o sebesar 168 kg/cm

    2. Pada faktor

    ketebalan bilah yang memberikan nilai terbaik adalah tebal bilah 1.00 cm dan 0.80

    cm, dan pada faktor sudut core yang memberikan nilai tekan sejajar serat terbaik

    adalah sudut 0o. Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tekan sejajar

    serat semakin berkurang seiring dengan perubahan sudut core CLB.

  • 27

    Gambar 22 Kekuatan tekan sejajar serat cross laminated bamboo

    Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan adanya interaksi pada

    faktor tebal bilah dan faktor sudut yang memberikan pengaruh signifikan, hal ini

    berarti terdapat pengaruh yang beragam pada tebal bilah dan sudut core yang

    digunakan terhadap nilai tekan sejajar serat. Hubungan interaksi pada faktor

    perlakuan tebal bilah dan orientasi sudut core (Gambar 23) selanjutnya dilakukan

    uji lanjut Duncan, tebal bilah 0.80 cm sudut 0o berbeda nyata terhadap seluruh

    kombinasi perlakuan kecuali pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0o. Tebal bilah 0.80

    cm sudut 45o dan 90

    o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0

    o, tebal

    bilah 1.00 cm sudut 0o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 0

    o dan 90

    o. Tebal bilah 1.00

    cm sudut 0o memiliki nilai tekan sejajar serat yang berbeda signifikan terhadap

    seluruh kombinasi perlakuan tebal bilah dan sudut core. Tebal bilah 1.00 cm sudut

    45o dan 90

    o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan 1.33 cm

    dengan sudut core 0o. Selanjutnya pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0

    o berbeda nyata

    terhadap seluruh kombinasi perlakuan kecuali terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut

    0o. Tebal bilah 1.33 cm berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan

    1.33 cm dengan sudut 0o. Dan tebal bilah 1.33 cm sudut 90

    o berbeda nyata

    terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45

    o dan 90

    o, tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o

    dan tebal bilah 1.33 cm dengan sudut 0o.

    Gambar 23 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap tekan sejajar serat

    cross laminated bamboo

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    400

    450

    500

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Tek

    an

    Sej

    aja

    r S

    era

    t (k

    g/c

    m2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Tek

    an

    sej

    aja

    r se

    ra

    t (k

    g/c

    m2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 28

    Pengujian tekan sejajar serat apabila dilihat penampang contoh uji, maka

    akan terdapat dua arah pembebanan yaitu untuk lapisan yang sejajar arah

    pemberian beban akan menerima beban sejajar serat, sementara lapisan yang

    membentuk sudut tertentu terhadap arah pembebanan akan mengalami beban

    tegak lurus serat. Oleh sebab itu nilai tekan sejajar serat pada sudut core 0o

    memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan sudut lainnya. Hasil penelitian

    Supartini (2012) menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini, yaitu

    semakin banyak jumlah lapisan yang saling bersilangan maka akan menambah

    nilai pembebanan tegak lurus serat sehingga terjadi penurunan pada nilai tekan

    sejajar serat.

    Nilai tekan sejajar serat CLB apabila dibandingkan dengan jenis produk

    CLT kayu manii, akasia dan jabon memiliki nilai lebih tinggi, dimana dalam

    penelitian Riana (2012) menjelaskan bahwa kekuatan tekan sejajar serat CLT

    kayu jabon berada di bawah 245.13 kg/cm2, dan dalam penelitian Supartini (2012)

    nilai kekuatan tekan sejajar serat CLT kayu manii, akasia dan jabon berada

    dibawah nilai 238.56 kg/cm2.

    4. Keteguhan Rekat Pengujian keteguhan rekat merupakan salah satu pengujian sifat mekanis

    CLB dalam hal pengaruh perekat terhadap sambungan atau lapisan pada produk.

    Keteguhan rekat pada standar JAS 1152 (2007) mensyaratkan nilai minimum

    adalah 54 kg/cm2, hasil pengujian nilai keteguhan rekat CLB berkisar 6.23-32.29

    kg/cm2

    sehingga masih berada di bawah standar yang ditetapkan seperti yang

    disajikan pada Gambar 24. Hal ini dapat menjelaskan nilai MOE dan MOR yang

    tidak memenuhi persyaratan standar JAS 1152 (2007), yang ditunjukkan oleh

    pengujian keteguhan rekat memiliki nilai yang rendah. Kecenderungan yang

    diperoleh dari penelitian ini adalah semakin besarnya sudut core CLB nilai

    keteguhan rekat semakin menurun.

    Gambar 24 Keteguhan rekat cross laminated bamboo

    Hasil analisis ragam (Lampiran 14) untuk keteguhan rekat menunjukkan

    adanya interaksi antara sudut core dan tebal bilah yang digunakan. Tebal bilah

    dan sudut core memberikan pengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat,

    sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan memberikan hasil

    bahwa tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45

    o dan 90

    o berbeda nyata terhadap tebal

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    Ket

    egu

    ha

    n R

    eka

    t (k

    g/c

    m2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 29

    bilah 1.00 cm sudut 0o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 0

    o. Tebal bilah 1.00 cm sudut

    0o berbeda nyata terhadap keseluruhan kombinasi perlakuan kecuali terhadap tebal

    bilah 1.33 cm sudut 0o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 45

    o berbeda nyata terhadap

    tebal bilah 1.00 cm sudut 0o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 90

    o. Tebal bilah 1.00

    cm sudut 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o dan tebal bilah

    1.33 cm sudut 0o. Selanjutnya pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0

    o menunjukkan

    nilai tekan sejajar serat berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45

    o

    dan 90o, tebal bilah 1.00 cm sudut 90

    o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 45

    o dan 90

    o.

    Tebal bilah 1.33 cm sudut 45o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33cm sudut 0

    o

    dan tebal bilah 1.00 cm sudut 0o. Dan tebal bilah 1.33 cm sudut 90

    o berbeda nyata

    terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 0o dan 45

    o serta tebal bilah 1.33 cm sudut 0

    o.

    Hasil interaksi ditunjukkan pada Gambar 25 dimana terdapat perpotongan titik

    yang menunjukkan adanya interaksi pada faktor perlakuan.

    Gambar 25 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap keteguhan rekat

    cross laminated bamboo

    Sudut 0o memberikan hasil keteguhan rekat yang lebih baik dibandingkan

    dengan sudut 45o dan 90

    o. Hal ini sejalan dengan penelitian Riana (2012) dan

    Rilatupa et al. (2004), hal ini mungkin erat kaitannya terhadap arah serat yang

    sejajar ataupun saling tegak lurus dengan memberikan pengaruh terhadap

    perekatannya dimana orientasi sudut core 0o memiliki tahanan yang lebih baik

    dalam hal pengujian keteguhan rekat.

    Kekakuan dan Kekuatan Bidang Panel Cross Laminated Bamboo

    Kekakuan lentur dan keteguhan patah CLB dengan melakukan pengujian

    dalam bentuk bidang panel dilakukan untuk melihat pemanfaatan CLB sebagai

    panel dinding maupun lantai. Nilai MOE dan MOR panel CLB memberikan hasil

    yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan pengujian MOE dan MOR yang

    telah lazim dilakukan. Nilai MOE dan MOR bidang panel selengkapnya dapat

    dilihat pada Lampiran 4.

    Hasil pengujian terhadap MOE bidang panel memberikan hasil berkisar

    antara 120-936 kg/cm2. Pada Gambar 26 menunjukkan hubungan antara perlakuan

    tebal bilah dan sudut core CLB, kecenderungan nilai MOE bidang panel terlihat

    CLB yang menggunakan sudut core 0o memiliki nilai MOE yang lebih rendah,

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cmKet

    egu

    ha

    n r

    eka

    t (k

    g/c

    m2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 30

    kemudian meningkat pada sudut core 45o hingga mencapai nilai MOE tertinggi

    pada sudut core 90o. Dengan demikian hasil terbaik ditunjukkan pada CLB sudut

    core 90o. Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 15) terhadap faktor

    perlakuan menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara kedua faktor tersebut.

    Gambar 26 Kekakuan lentur bidang panel cross laminated bamboo

    Hubungan interaksi antara faktor perlakuan ditunjukkan pada Gambar 27,

    untuk melihat pengaruh lebih lanjut dari interaksi perlakuan perlu dilakukan uji

    lanjut Duncan. Nilai MOE bidang panel pada tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45

    o

    dan 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90

    o dan tebal bilah 1.33

    cm sudut 90o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o berbeda nyata terhadap tebal bilah

    1.00 cm sudut 45o dan 90

    o serta tebal bilah 1.33 cm sudut 90

    o. Tebal bilah 1.00 cm

    sudut 45o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 0

    o dan 90

    o, tebal bilah

    1.33 cm sudut 0o, 45

    o dan 90

    o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 90

    o berbeda nyata

    terhadap keseleruhan kombinasi perlakuan. Tebal bilah 1.33 cm sudut 0o dan 45

    o

    berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 45o dan 90

    o, tebal bilah 1.33 cm

    sudut 90o. tebal bilah 1.33 cm sudut 90

    o berbeda nyata terhadap keseluruhan

    kombinasi perlakuan CLB.

    Gambar 27 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE bidang panel

    cross laminated bamboo

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    800

    900

    1000

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    MO

    E p

    an

    el (

    kg

    /cm

    2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    800

    900

    1000

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    MO

    E b

    ida

    ng

    pa

    nel

    (k

    g/c

    m2

    )

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 31

    Penggunaan sudut core 90o ternyata memberikan pengaruh nyata terhadap

    nilai MOE, sedangkan sudut core 45o dan 0

    o tidak memberikan pengaruh yang

    signifikan. Nilai MOE bidang panel semakin meningkat pada CLB dengan tebal

    bilah 1.00 cm dan 1.33 cm dengan sudut core 90o. Hal ini berkaitan dengan

    jumlah garis rekat yang semakin berkurang sehingga mengurangi perlemahan

    pada CLB, serta adanya arah serat yang saling bersilangan pada panel

    memberikan pengaruh pada nilai MOE CLB menjadi semakin meningkat.

    Keteguhan patah (MOR) bidang panel dihitung dengan menggunakan rumus

    yang sama dengan perhitungan MOR, hanya saja akan ada dampak akibat

    perbedaan panjang span dan lebar contoh uji yang membuat MOR bidang panel

    memiliki nilai yang lebih rendah. MOR bidang panel memiliki kisaran nilai 0.7-

    63.02 kg/cm2 (Gambar 28), nilai keteguhan patah pada CLB mengalami

    peningkatan dari sudut core 0o hingga sudut core 90

    o. Berdasarkan hasil uji

    statistika hanya faktor perlakuan sudut yang memberikan pengaruh signifikan,

    sudut core 90o berbeda nyata terhadap sudut core 45

    o dan sudut 0

    o. Fenomena ini

    dapat dijelaskan melalui orientasi serat dari setiap lapisan CLB, yang

    menunjukkan pada CLB yang saling bersilangan arah seratnya memberikan hasil

    MOR yang tinggi, demikian sebaliknya, arah serat setiap lapisan CLB yang saling

    sejajar memberikan nilai MOR yang lebih kecil.

    Gambar 28 Keteguhan patah bidang panel cross laminated bamboo

    Perbedaan nilai MOR bidang panel yang besar antara sudut core disebabkan

    oleh pembebanan yang diberikan dipengaruhi oleh sisi terlemah dari bidang panel

    tersebut. Pada CLB dengan sudut core 0o titik terlemah terdapat pada rekatan antar

    bilah sehingga CLB tidak mampu menahan beban yang besar dibandingkan

    dengan sudut core 45o dan 90

    o.

    Nilai MOE dan MOR bidang panel memiliki nilai yang sangat kecil

    dipengaruhi oleh pengujian yang menggunakan tumpuan pada empat titik saja,

    sedangkan dalam pemakaiannya panel diberi rangka diseluruh sisi untuk

    memperkuat sebuah panel. Selain itu adanya pengaruh dari arah defleksi terlemah

    juga menentukan seberapa besar kekuatan dari sebuah panel tersebut.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm

    MO

    R P

    an

    el (

    kg

    /cm

    2)

    Perlakuan

    sudut 0

    sudut 45

    sudut 90

  • 32

    4 SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    Sifat-sifat yang dimiliki oleh Cross Laminated Bamboo terutama

    delaminasi, kekuatan lentur, keteguhan patah dan keteguhan rekat belum

    memenuhi syarat standar JAS 1152 (2007), akan tetapi untuk tekan sejajar serat

    dari CLB apabila dibandingkan dengan CLT dari kayu solid dengan nilai 245

    kg/cm2 memiliki nilai pengujian yang lebih tinggi yaitu 434 kg/cm

    2. Pada

    pengujian bidang panel terjadi peningkatan nilai MOE dan MOR seiring dengan

    peningkatan sudut core. Terdapat kestabilan dimensi yang lebih baik seiring

    dengan peningkatan sudut core yang digunakan. Keteguhan rekat yang rendah

    memberikan pengaruh pada kekuatan CLB yang dihasilkan.

    Saran

    Penggunaan CLB ini masih terbatas sebagai dinding tanpa harus menerima

    beban yang berarti, akibat pengaruh dari keteguhan rekat CLB yang masih belum

    memenuhi standar. Cross Laminated Bamboo yang dihasilkan pada penelitian ini

    memiliki sifat fisis mekanis yang dirasa perlu dilakukan peningkatan mutu baik

    terhadap bambu sebagai bahan baku maupun proses pengerjaannya.

  • 33

    DAFTAR PUSTAKA

    Anwar UMK, Paridah MT, Hamdan H, Zaidon A, Hanim AR, Nordahlia AS.

    2012. Adhesion and bonding properties of low molecular weight phenol

    formaldehyde-treated plybamboo. Journal of tropical forest science. 24 (3):

    379-386.

    [ASTM] American Society for Testing and Materials. 2008. Annual Book of

    ASTM Standards Volume 04.10, Construction. D143-94 (2008). Standard

    Test Methods for Small Clear Specimen of Timber. USA.

    Bahtiar ET, Nugroho N, Carolina A, Maulana AC. 2012. Measuring

    carbondioxide sink of betung bamboo (dendrocalamus asper (schult f.)

    backer ex heyne) by sinusoidal curve fitting on its daily photosynthesis light

    response. Journal of Agricultural Science and Technology. 2(7B): 780-788.

    Bahtiar ET, Nugroho N, Surjokusumo S, Karlinasari L. 2013. Eccentricity effect

    on bamboos flexural properties. Journal of Biological Sciences. 13(2): 82-87. doi: 10.3923/jbs.2013.82.87.

    Bowyer JL, Shmulssky R, and Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood

    Science. An Introduction, Fourth Edition. Iowa (US): Oowa State Press, A

    Blackwell Publishing Company.

    Brown HP, Panshin AJ, and Forsaith CC. 1952. Text Book of Wood Technology.

    Vol. II. New York (US): Mc Graw Hill Book Company.

    Chaowana P. 2013. Bamboo: An alternative raw material for wood and wood-

    based composites. Journal of Materials Science Research. 2(2): 90-102.

    Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia.

    Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.

    Dinwoodie JM. 1981. Timber Its Structure, Properties and Utilisation. Oregon

    (US): Timber Press.

    [FAO] Food and Agriculture Organization of United Nations. 2012. Forestry

    Statistics [diacu 2014 Juni 9]. Tersedia dari: faostat.fao.org.

    Febrianto F, Sahroni, Hidayat W, Bakar ES, Kwon GJ, Kwon JH, Hong SI, Kim

    NH. 2012. Properties of oriented strand board made from betung bamboo

    (Dendrocalamus asper (Schultes.f) Backerex Heyne). Wood Science and

    Technology.46: 53-62. http://dx.doi.org/10.1007/s00226-010-0385-8.

    FPInnovations. 2013. Cross Laminated Timber Handbook. Karacabeyli E,

    Douglas B, editor. Pointe-Claire, QC. Special Edition SP-529E.

    Herawati E. 2007. Karakteristik Balok Laminasi dari Kayu Cepat Tumbuh

    Berdiameter Kecil. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

    [JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation. 2007. Japanese Agricultural

    Standard for Glued Laminated Timber. Tokyo.

    Jiang Z, Chen F, Wang G, Liu X, Shi SQ, Cheng H. 2012. The circumferential

    mechanical properties of bamboo with uniaxial and biaxial compression

    tests. Bioresources. 7(4):4806-4816.

  • 34

    Li X. 2004. Physical, Chemical, and Mechanical Properties of Bamboo and Its

    Utilization Potential for Fiberboard Manufacturing. [tesis]. China (CN):

    Beijing Forestry University.

    Lee, AWC, Bai X, Peralta PN. 1996. Physical and mechanical properties of

    strandboard made from moso bamboo. Forest Product Journal. 46(11/12):

    84-88.

    Lobovikov M, Paudel S, Piazza M, Ren H, Wu J. 2007. World Bamboo Resources

    A Thematic Study Prepared in the Framework of the Global Forest Resources Assessment 2005. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

    Malanit P, Barbu MC, Liese W, Frhwald A. 2008. Macroscopic aspects and

    physical properties of Dendrocalamus asper Backer for composite panels.

    Journal of Bamboo and Rattan. 7(3-4):151-163.

    Malanit P, Barbu MC, Frhwald A. 2011. Physical and mechanical properties of

    oriented strand lumber made from an Asian bamboo (Dendrocalamus asper

    Backer). European Journal of Wood and Wood Products. 69:27-36.

    http://dx.doi.org/10.1007/s00107-009-0394-1.

    Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi

    SAS dan Minitab Jilid I. Bogor (ID): IPB Press.

    Nath AJ, Franklin DC, Lawes MJ, Das MC, Das AK. 2012. Impact of Culm

    Harvest on Seed Production in a Monocarpic Bamboo.Biotropica. 44(5):

    699704.

    Nugroho N. 2000. Development of Processing Methods for Bamboo Composite

    Materials and Its Structural Performance. [disertation]. Tokyo (JP): Tokyo

    University.

    Nugroho N, Ando N. 2001. Development of structural composite products made

    from bamboo II: fundamental properties of laminated bamboo lumber.

    Journal of Wood Science. 47(3):237-242.

    Riana A. 2012. Karakteristik cross laminated timber kayu jabon berdasarkan

    ketebalan dan orientasi sudut lamina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian

    Bogor.

    Rilatupa J, Surjono S, Nandika D. 2004. Keandalan Papan Lapis dari Kayu Damar

    (Agathis loranthifolia Salisb.) Terpadatkan sebagai Pelat Buhul pada

    Arsitektur Konstruksi Atap Kayu. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis.

    2(1). Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia.

    Sakaray H, Togati NVVK, Reddy IVR. 2012. Investigation on Properties of

    Bamboo as Reinforcing Material in Concrete.International Journal of

    Engineering Research and Applications (IJERA). 2: 077-083.

    Sulastiningsih IM, Nurwati, Sutigno P. 1996. Pengaruh jumlah lapisan terhadap

    sifat bambu lamina. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14(9): 366-373.

    Sulastiningsih IM, Santoso A and Yuwono T. 1998. Effect of position along the

    culm and number of preservative brushing on physical and mechanical

  • 35

    properties of laminated bamboo. Proceedings Pacific Rim Bio-Based

    Composites Symposium. November 2-5 1998: 106 113. Bogor, Indonesia.

    Sulastiningsih IM, Nurwati, Santoso A. 2005. Pengaruh lapisan kayu terhadap

    sifat bambu lamina. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 23(1): 15-22.

    Sumardi I, Kojima Y, Suzuki S. 2008. Effects of strand length and layer structure

    on some properties ofstrandboard made from bamboo. Journal of Wood

    Science. 54: 128-133.http://dx.doi.org/10.1007/s10086-007-0927-3.

    Supartini. 2012. Karakteristik cross laminated timber dari kayu cepat tumbuh

    dengan jumlah lapisan yang berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian

    Bogor.

    Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,

    Utilazation. New York (US: Van Nostrand Reinhold.

    Ulfah D. 2006. Analisis Sifat Fisika Bambu Apus (Gigantochloa Apus Kurz)

    Berdasarkan Posisi di Sepanjang Batang. Jurnal Hutan Tropis Borneo.

    7(19): 144-149.

    Van der Lugt P, Van den Dobbelsteen AAJF, Janssen JJA. 2006. An

    environmental, economic and practical assessment of bamboo as a building

    material for supporting structures. Construction and Building Materials. 20:

    648-656.

    Van der Lugt P, Vogtlnder JG, Van der Vegte JH, Brezet JC. 2012. Life Cycle

    Assessment and Carbon Sequestration; the Environmental Impact of

    Industrial Bamboo Products. Proceedings 9th World Bamboo Congress,

    Antwerp, Belgium.

    Verma CS, Chariar VM. 2012. Stiffness and strength analysis of four layered

    laminate bamboo