cross laminated bamboo.pdf
TRANSCRIPT
-
KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED BAMBOO
SEBAGAI BAHAN KOMPOSIT STRUKTURAL
ANA AGUSTINA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
-
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Cross
Laminated Bamboo sebagai Bahan Komposit Struktural adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ana Agustina
NIM E251120041
-
RINGKASAN ANA AGUSTINA. Karakteristik Cross Laminated Bamboo sebagai Bahan
Komposit Struktural. Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan NARESWORO
NUGROHO.
Cross laminated bamboo (CLB) merupakan produk yang dihasilkan pada
penelitian ini, yang bertujuan untuk menghasilkan cross laminated bamboo (CLB)
kualitas tinggi dengan mengkaji pengaruh kombinasi ketebalan dan orientasi
sudut bilah bambu. Pada penelitian ini dilakukan variasi sudut penyusunan antar
lapisan CLB dengan membentuk sudut 0o, 45
o dan 90
o antara core dengan
face/back. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu betung yang dipotong
menjadi ukuran bilah 115 cm x 2 cm dengan ketebalan bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan
1.33 cm. Tebal CLB yang dibuat sebesar 4 cm menggunakan perekat isosianat
pada berat labur 280 g/m2. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian
kerapatan, kadar air, kembang susut, delaminasi, keteguhan rekat, tekan sejajar
serat, MOE dan MOR yang mengacu pada standar pengujian ASTM D 143-94
(2008) dan JAS 1152 (2007), serta pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel
CLB dengan melakukan penurunan rumus sesuai dengan kaidah-kaidah mekanika
teknik.
Berdasarkan hasil pengujian, nilai delaminasi, kekakuan lentur, keteguhan
patah dan keteguhan rekat belum memenuhi persyaratan standar JAS 1152 (2007).
Sementara untuk nilai tekan sejajar serat apabila dibandingkan dengan produk
CLT dari kayu solid yang memiliki nilai kekuatan tekan sejajar serat 245 kg/cm2,
maka nilai kekuatan tekan sejajar serat CLB jauh lebih tinggi hasilnya yaitu dapat
mencapai 434 kg/cm2. Pada pengujian bidang panel terjadi peningkatan nilai
MOE dan MOR seiring dengan peningkatan sudut core CLB.
Kata kunci: Cross Laminated Bamboo, bambu betung, perekat isosianat, sifat fisis
mekanis
-
SUMMARY
ANA AGUSTINA. Characteristic of Cross Laminated Bamboo as Structural
Composite Material. Supervised by DEDE HERMAWAN and NARESWORO
NUGROHO.
Cross laminated bamboo (CLB) was a product in this research, the purpose
of this study was to produce the high quality of cross laminated bamboo with
examine the effect of layer thickness and orientation angle of CLB. In this study,
the preparation of the angular variation between CLB layer with an angle
between the core and face/back of 0o, 45
o and 90
o were investigated. The type of
bamboo used was betung bamboo splits were cut into size of 115 cm x 2 cm with
thickness of 0.80 cm, 1.00 cm and 1.33 cm respectively. CLB products were made
with a thickness of 4 cm by using isocyanate adhesive (glue spread 280 g/m2).
Testing was conducted on the test density, moisture content, swelling and
shrinkage volume, delamination, bonding strength, compresive strength parallel
to grain, MOE and MOR with reference to ASTM D 143-94 (2008), and JAS 1152
(2007). and testing of the stiffness and strength of CLB panel by derivation
according to the principles of engineering mechanics.
Based on the test results, the value of delamination, MOE, MOR, and
bonding strength were still under the standard requirements of JAS 1152 (2007).
When compared with CLT products of solid wood which had a value of
compressive strength parallel to the fiber of 245 kg/cm2, compressive strength
parallel to fiber value of CLB was much higher which can reach 434 kg/cm2. In
CLB panel testing occurred MOE and MOR values increase with increasing the
angle of CLB cores.
Keywords: Cross Laminated Bamboo, betung bamboo, isocyanate adhesive,
physical mechanical properties
-
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
-
KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED BAMBOO
SEBAGAI BAHAN KOMPOSIT STRUKTURAL
ANA AGUSTINA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
-
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sucahyo, MS
-
Judul Tesis : Karakteristik Cross Laminated Bamboo sebagai Bahan Komposit
Struktural Nama : Ana Agustina
NIM : E251120041
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dede Hermawan, MSc Dr Ir Naresworo Nugroho, MS
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014 Tanggal Lulus:
-
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah
pengembangan produk komposit, dengan judul Karakteristik Cross Laminated
Bamboo sebagai Bahan Komposit Struktural. Karya ilmiah ini merupakan salah
satu syarat untuk melaksanakan penelitian dalam rangka penulisan Tesis untuk
memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil
Hutan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.Dede Hermawan, M.Sc
dan Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS selaku pembimbing atas bimbingan
dan arahan dalam penulisan karya ilmiah, sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan, Bapak Effendi Tri Bahtiar S.Hut M.Si yang telah banyak memberi
saran dalam penulisan karya ilmiah ini, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Sucahyo, MS
selaku dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis. Kepada Dirjen Pendidikan
Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana beasiswa yang diberikan dan kepada Dekan
Sekolah pascasarjana serta ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
melanjutkan studi strata dua. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah (Zulkarnain) (alm), ibu (Zuraida), serta adik-adikku (Mia Masthuriah, Fajar
Mustaqin dan Faras Khairunnisa), atas segala doa dan kasih sayangnya. Di
samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Reza Ramadhan,
Romi Lasse, Bapak Supriatin, Bapak Suhada, Bapak Kadiman, Bapak Mahdi dan
Muh Irfan yang telah membantu selama proses penelitian. Serta ucapan terima
kasih kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan pascasarjana THH 2012.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Agustus 2014
Ana Agustina
-
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
2 METODOLOGI 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Bahan dan Alat Penelitian 4
Prosedur Penelitian 4
Analisis Data 14
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Sifat Fisis Cross Laminated Bamboo 15
Delaminasi Cross Laminated Bamboo 20
Sifat Mekanis Cross Laminated Bamboo 22
Kekakuan dan Kekuatan Bidang Panel Cross Laminated Bamboo 29
4 SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 47
-
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan panel CLB 5 2 Pola penyusunan CLB berdasarkan ketebalan bilah dan orientasi sudut core 7 3 Pola pemotongan contoh uji panel CLB 9 4 Pengujian MOE dan MOR balok CLB menggunakan UTM merk
instron 11
5 Pengujian kekuatan tekan sejajar serat CLB 11 6 Pengujian keteguhan rekat 12 7 Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel 13 8 Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel 13 9 Kerapatan cross laminated bamboo 15
10 Kadar air cross laminated bamboo 15 11 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap kadar air cross
laminated bamboo 17
12 Penyusutan volume cross laminated bamboo 18 13 Pengembangan volume cross laminated bamboo 19 14 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap pengembangan
volume cross laminated bamboo 19
15 Delaminasi rendaman air dingin cross laminated bamboo 20 16 Delaminasi rendaman air mendidih cross laminated bamboo 21 17 Kekakuan lentur cross laminated bamboo 22 18 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE cross
laminated bamboo 23
19 Hubungan nilai MOE pengujian dengan nilai MOE persamaan Hankinson 24
20 Keteguhan patah cross laminated bamboo 25 21 Hubungan nilai MOR pengujian dengan nilai MOR persamaan
Hankinson 26
22 Kekuatan tekan sejajar serat cross laminated bamboo 27 23 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap tekan sejajar serat
cross laminated bamboo 27
24 Keteguhan rekat cross laminated bamboo 28 25 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap keteguhan rekat
cross laminated bamboo 29
26 Kekakuan lentur bidang panel cross laminated bamboo 30 27 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE bidang panel
cross laminated bamboo 30
28 Keteguhan patah bidang panel cross laminated bamboo 31
-
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data rata-rata dan standar deviasi sifat fisis cross laminated bamboo 36 2 Data rata-rata dan standar deviasi delaminasi cross laminated bamboo 36 3 Data rata-rata dan standar deviasi sifat mekanis cross laminated
bamboo 37 4 Data rata-rata dan standar deviasi kekakuan dan kekuatan bidang panel
cross laminated bamboo 37 5 Hasil analisis statistika (uji F) kerapatan Cross Laminated Bamboo 38 6 Hasil analisis statistika (uji F) kadar air Cross Laminated Bamboo 38 7 Hasil analisis statistika (uji F) susut volume Cross Laminated Bamboo 39 8 Hasil analisis statistika (uji F) pengembangan volume Cross Laminated
Bamboo 39 9 Hasil analisis statistika (uji F) delaminasi rendaman air dingin Cross
Laminated Bamboo 40 10 Hasil analisis statistika (uji F) delaminasi rendaman air mendidih Cross
Laminated Bamboo 41 11 Hasil analisis statistika (uji F) MOE Cross Laminated Bamboo 42 12 Hasil analisis statistika (uji F) MOR Cross Laminated Bamboo 42 13 Hasil analisis statistika (uji F) tekan sejajar serat Cross Laminated
Bamboo 43 14 Hasil analisis statistika (uji F) keteguhan rekat Cross Laminated
Bamboo 44 15 Hasil analisis statistika (uji F) MOE bidang panel Cross Laminated
Bamboo 45 16 Hasil analisis statistika (uji F) MOR bidang panel Cross Laminated
Bamboo 45
-
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi pemanfaatan hasil hutan kayu semakin berkembang, salah
satunya adalah produk biokomposit. Adanya keterbatasan terhadap jumlah kayu
bulat menjadi alasan yang membuat produk biokomposit semakin sering
digunakan. Berdasarkan data FAO (2012) produksi produk biokomposit terus
meningkat, hingga saat ini jumlah produksi sekitar 6,6 juta m3/tahun. Produk
biokomposit yang terus dikembangkan saat ini di antaranya papan partikel, papan
serat, plywood, OSB hingga CLT yang digunakan sebagai bahan struktural.
Seiring adanya penurunan kualitas kayu bulat untuk tujuan konstruksi,
membuat produk laminasi bersilang menjadi substitusi bagi kekurangan kayu
bulat tersebut. Cross Laminated Timber (CLT) merupakan perkembangan dari
produk kayu lapis, dimana CLT disusun dari papan tipis dan direkatkan secara
bersama-sama yang dimanfaatkan sebagai komponen struktural (FPInnovations
2013). Salah satu hal yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana menggantikan
kayu mengingat keterbatasan jumlah kayu bulat, dengan bahan substitusi lainnya
yang memiliki potensi tinggi dan mudah dikembangkan, salah satunya adalah
bambu.
Di Indonesia terdapat sekitar 143 jenis bambu termasuk yang masih tumbuh
liar dan belum banyak dimanfaatkan (Widjaja 2001). Jenis-jenis bambu yang ada
di Indonesia baru sekitar 20 jenis saja yang telah dimanfaatkan dan dibudidayakan
oleh masyarakat. Jenis-jenis tersebut antara lain: bambu apus, bambu ater/apel,
bambu andong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam/wulung, bambu
talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreng, bambu perling, bambu
tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang,
bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar (Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, 1999). Indonesia berada pada posisi keempat di dunia dalam hal
luasan hutan bambu yakni memiliki luas sekitar 2,081 juta Ha (Lobovikov et al.
2007).
Pemanfaatan bambu saat sekarang ini semakin berkembang seiring dengan
perkembangan teknologi. Bambu sangat diperlukan sebagai bahan baku di
beberapa industri, antara lain yaitu industri kertas, furniture, kerajinan, sumpit
(chopstick), plybamboo, bambu lamina dan rebung kalengan. Dalam berbagai
pemanfaatan ini oleh industri membuat pemenuhan bahan baku tidak dapat
bergantung pada ketersediaan bambu di alam. Sehingga perlu adanya
pengembangan dalam penanaman bambu dalam bentuk perkebunan.
Pembudidayaan bambu dapat dilakukan pada lahan-lahan yang tidak produktif,
dengan demikian bambu dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Banyak penelitian berkaitan dengan sifat mekanis bambu telah dilakukan
yang sebagian hasilnya menunjukkan bahwa bambu memiliki keunggulan sifat
mekanis (kekuatan tarik dan lentur) daripada kayu (Yu et al. 2008; Verma &
Chariar 2012; Jiang et al. 2012; Chaowana 2013), keunggulan sifat-sifatnya
dibandingkan material lain (plastik, baja) (Jiang et al. 2012; Sakaray et al. 2012;
Chaowana 2013), keunggulan bambu untuk menjaga lingkungan (jumlah
penyerapan karbon yang lebih banyak di bandingkan hutan alam) (Van der lugt et
-
2
al. 2006; Bahtiar et al. 2012; Van der Lugt et al. 2012) dan kelestarian
sumberdaya bambu di alam (Vogtlnder et al. 2010; Nath et al. 2012). Sebagai
produk alam, sifat-sifat batang bambu dipengaruhi oleh banyak faktor selama
periode pertumbuhannya antara lain genetik dan kondisi habitat. Faktor-faktor
tersebut menghasilkan variabilitas pada bentuk dan ukuran bambu sehingga setiap
batang dapat memiliki beraneka ragam ukuran, taper, dan eksentrisitas (Bahtiar et
al. 2013).
Bambu merupakan salah satu bahan baku alternatif sebagai substistusi kayu
dalam hal pengembangan produk berbasis teknologi panel komposit. Beberapa
penelitian dan pemanfaatannya sebagai bahan baku panel yaitu OSB bambu (Lee
et al. 1996; Sumardi 2008; Febrianto et al. 2012), oriented strand lumber dari
bambu (Malanit et al. 2011), bambu lamina (Sulastiningsih et al. 1996; Nugroho
& Ando 2001; Sulastiningsih et al. 1998; Sulastiningsih et al. 2005; Verma &
Chariar 2012), serta plybamboo (Anwar et al. 2012) telah dilakukan. Sebagai
salah satu alternatif pengembangan pemanfaatan bambu pada penelitian ini
dilakukan dengan menciptakan sebuah inovasi dari panel cross laminated timber
(CLT) dengan menggunakan bambu sebagai substitusi kayu. Adapun jenis bambu
yang digunakan sebagai bahan baku adalah bambu betung (Dendrocalamus asper
(Schult. f.) Backer ex Heyne). Alasan penggunaan bambu betung sebagai bahan
baku adalah kekuatan yang dimiliki oleh bambu betung lebih baik dibandingkan
jenis lain (Chaowana 2013), dan hanya bambu betung yang dapat memenuhi
persyaratan tebal bilah yang dibutuhkan pada penelitian ini.
Cross laminated bamboo (CLB) merupakan produk inovasi baru yang
dibuat dari bilah-bilah bambu yang direkat bersilangan. CLB merupakan
perpanjangan dari teknologi yang dimulai dengan produk kayu lapis dengan
lapisan laminasi silang dari vinir yang telah dikenal memiliki sifat-sifat unggul
karena adanya penataan lapisan yang saling bersilangan arah transversal dan
longitudinal. CLB diilhami oleh mulai berkembangnya CLT yang dibuat dari
lamina-lamina kayu yang direkat bersilangan. Dengan berbagai keunggulan
bambu (baik sifat-sifat dasar maupun sumbangannya pada lingkungan), bambu
merupakan salah satu material unggulan yang dapat diproduksi menjadi CLB.
Produk CLB ini menggunakan bambu dengan memanfaatkan sifat orthotropis dari
bambu dengan mendistribusikan kekuatan sepanjang serat bambu pada kedua
arah.
Keuntungan produk CLB ini dapat menjadi panel yang dibuat dari bilah-
bilah bambu yang berdiameter kecil. Produk CLB diharapkan memiliki stabilitas
dimensi yang lebih baik karena rasio kembang susut pada dua arah (panjang dan
lebar) dapat mendekati satu. Lapisan yang saling bersilangan memungkinkan
mendistribusikan beban ke semua sisi dengan lebih merata sehingga dapat
dipergunakan untuk produk konstruksi seperti lantai maupun dinding. Untuk
mendapatkan nilai kekuatan yang optimal, produk CLB dapat dimodifikasi
dengan melakukan kombinasi ketebalan dan orientasi sudut bilah-bilah bambu di
tiap-tiap lapisan. Seperti diketahui bambu mempunyai sifat orthotropik yaitu
kemampuan bambu dalam menerima beban yang bekerja padanya tidak sama,
yaitu tergantung dari arah seratnya. Oleh karena itu, perlakuan orientasi sudut
bilah ini diharapkan dapat mengetahui kemampuan optimal produk CLB dalam
menerima beban berdasarkan arah orientasi sudut bilah yang dibuat. Sedangkan,
-
3
teknik kombinasi ketebalan bilah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan bahan baku bambu.
Perumusan Masalah
Bambu merupakan salah satu bahan baku struktural yang dapat
dikembangkan sebagai alternatif kayu. Salah satunya adalah dalam pengembangan
teknologi bambu lamina. Cross Laminated Bamboo (CLB) dibuat dengan
memanfaatkan bambu dalam ukuran bilah sebagai upaya mengatasi keterbatasan
dimensi bambu yang terdapat rongga dibagian dalam buluh bambu. Kebutuhan
komponen struktural yang berdimensi besar dapat diatasi dengan inovasi ini
karena CLB dapat dibuat dengan dimensi tak hingga dari bahan baku bilah-bilah
bambu kecil.
Setiap komponen struktural harus memenuhi persyaratan tertentu
menyangkut kekuatan, kekakuan, dan kestabilan struktur. Oleh karena itu,
penelitian ini mengkaji pembuatan CLB dengan variasi ketebalan dan orientasi
sudut bilah agar didapatkan CLB dari bambu betung yang dapat memenuhi
persyaratan bahan struktural dan dapat memanfaatkan seluruh bagian buluh
bambu sebagai upaya efisiensi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan cross laminated bamboo
(CLB) kualitas tinggi dengan mengkaji pengaruh kombinasi ketebalan dan
orientasi sudut bilah bambu.
-
4
2 METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengerjaan Kayu IPB untuk proses
pembuatan CLB, pengujian sifat fisis CLB di Laboratorium Biokomposit IPB dan
pengujian sifat mekanis di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu
IPB, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian telah
dilakukan pada bulan September 2013 hingga bulan Mei 2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah bambu betung berumur 3-4 tahun yang
diperoleh dari daerah Cibeureum Bogor, Jawa Barat. Perekat yang digunakan
adalah jenis Water Based Polymer Isocyanate (WBPI) dari PT. Polychemi Asia
Pasifik, terdiri dari base resin dan hardener yang dicampur pada proses perekatan
pada perbandingan 100:15 dan berat labur 280 g/m2.
Alat yang digunakan untuk pembuatan papan dan bilah bambu adalah golok,
gergaji mesin (circular saw) dan amplas. Kiln dry digunakan untuk mengeringkan
bilah bambu. Alat-alat lainnya adalah peralatan untuk aplikasi perekat (wadah
plastik, pengaduk, dan kape karet) dan mesin cold press untuk pengempaan CLB.
Pengujian CLB menggunakan kaliper digital dan meteran untuk pengukuran
dimensi, timbangan digital untuk mengukur berat contoh uji, oven untuk
pengujian sifat fisis, moisture meter untuk mengukur kadar air, water bath dan
wadah. Serta alat uji Universal Testing Machine merk Instron dengan kapasitas
beban sebesar 5 ton dan Universal Testing Machine merk Baldwin kapasitas 30
ton untuk pengujian sifat mekanis.
Prosedur Penelitian
Cross laminated bamboo (CLB) yang dibuat sebanyak 27 panel dengan
ukuran akhirnya 4 cm x 30 cm x 115 cm pada dimensi tebal, lebar, dan panjang.
Prosedur pembuatan panel CLB dapat dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu
pembuatan bilah dan pengeringan, penyusunan bilah, perekatan, pengempaan,
pengkondisian, pembuatan contoh uji dan pengujian panel CLB Gambar 1
merupakan modifikasi dari penelitian Riana (2012) memperlihatkan diagram alir
penelitian CLB.
-
5
Gambar 1 Diagram alir pembuatan panel CLB
Persiapan Bahan Baku
Bilah core
Bilah face/back
Pembentukan Panel CLB
(3-5 Lapisan)
Pelaburan Perekat
Isosianat 280 g/m2
Cold Press
(t = 3 jam, P= 10 kg/cm2
Karakteristik Panel CLB
Pengkondisian 1 minggu
Pembuatan contoh uji
Pengujian sifat fisis-mekanis
Pembuatan Bilah dan
Pengeringan
Penyusunan Bilah
-
6
1. Pembuatan Bilah dan Pengeringan Bambu yang digunakan adalah buluh bambu yang kemudian dipotong
berukuran panjang 115 cm lalu dibelah menjadi bilah-bilah berukuran 2 cm.
Bilah-bilah dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dipergunakan sebagai
bilah face/back, dan bilah core. Adapun ukuran bilah yang dibuat serta jumlahnya
adalah:
1. Bilah face atau back sebanyak 810 bilah, dibagi menjadi tiga kelompok bilah berdasarkan perbedaan ketebalan yaitu:
a. (0.80 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah b. (1.00 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah c. (1.33 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah Bagian kulit luar bilah face dan back tidak disayat sehingga masih memiliki
lapisan silika.
2. Bilah core sebanyak 810 bilah, dipergunakan untuk core yang disusun memiliki orientasi sudut 0
o, 45
o dan 90
o terhadap face maupun back. Ada tiga
kelompok bilah core berdasarkan perbedaan ketebalannya yaitu:
a. (0.80 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 27 x 15 bilah b. (1.00 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 18 x 15 bilah c. (1.33 cm x 2 cm x 115 cm), sebanyak 9 x 15 bilah Bilah core disayat kulit luarnya sehingga tidak memiliki lapisan silika lagi
untuk memudahkan perekatan.
Pola penyusunan bilah antar lapisan dapat dilihat pada Gambar 2. Bilah-
bilah bambu tersebut dikeringkan dengan menggunakan kiln dry pada suhu 60oC
selama 7 hari kemudian dikering anginkan hingga mencapai kadar air kering
udara yaitu sekitar 12-15%. Proses pengeringan ini dilakukan untuk
memperoleh stabilitas dimensi yang lebih baik dan juga untuk mempermudah
proses perekatan.
-
7
Gambar 2 Pola penyusunan CLB berdasarkan ketebalan bilah dan orientasi
sudut core
-
8
2. Pembuatan Panel CLB Panel CLB yang dibuat berukuran panjang 115 cm, lebar 30 cm dan tebal 4
cm dengan 3 kombinasi ketebalan bilah. Tipe panel CLB A (tebal bilah 0.80 cm)
terdiri dari 3 orientasi sudut yaitu 0o, 45
o dan 90
o. Tipe panel CLB B (tebal bilah
1.00 cm) terdiri dari 3 orientasi sudut yaitu 0o, 45
o dan 90
o. Begitu pula dengan
Tipe panel CLB C (tebal bilah 0.80 cm) terdiri dari 3 orientasi sudut yaitu 0o, 45
o
dan 90o.
3. Perekatan Perekat yang digunakan dilaburkan pada permukaan bilah dengan
menggunakan kape karet. Pelaburan dilakukan pada dua permukaan (double
spread) dengan berat labur 280 g/m2. Perekat yang akan dilaburkan disiapkan
dengan menghitung kebutuhan perekat tiap bilah, berdasarkan luas permukaan
bidang rekat dengan menggunakan rumus:
Kebutuhan perekat = Luas bidang rekat x Berat labur
Permukaan bidang rekat bambu dibersihkan dari segala kotoran dan debu,
kemudian perekat dilaburkan pada permukaan bidang rekat secara double spread
dengan menggunakan kape karet sesuai kebutuhan perekat setiap bilah.
4. Pengempaan Pengempaan dilakukan dengan mengunakan mesin kempa dengan tekanan
pengempaan dingin (cold press) umumnya berkisar 10 kg/cm2, pengempaan
dengan perekat isosianat membutuhkan waktu sekitar 3 jam (Riana 2012).
Pengukuran tekanan kempa biasanya dihitung berdasarkan luas bidang rekatan
dan gaya kempa rencana.
5. Pengkondisian Panel CLB dikeluarkan dari mesin kempa dan dikondisikan selama 1
minggu sebelum dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis dengan kelembaban
relatifnya berkisar 60-70% dan suhu ruangan (27oC). Panel CLB ditumpuk
dengan menggunakan ganjal setiap lapisan panel CLB tingkat demi tingkat.
Tumpukan CLB berbentuk persegi dengan ganjal lurus baik secara vertikal
maupun horizontal.
6. Pengujian Pembuatan contoh uji dilakukan setelah panel CLB disimpan dalam ruangan
(conditioning) selama 1 minggu. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisis dan
mekanis berdasarkan standar ASTM D 143-94 (2008), delaminasi berdasarkan
Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No.
1152 tahun 2007 (JAS 2007). CLB selanjutnya dibandingkan dengan standar JAS
1152 (2007) untuk mengetahui kualitas panel CLB yang dibuat dengan bambu
betung sebagai bahan baku. Pola pemotongan contoh uji panel CLB seperti pada
Gambar 3.
-
9
Keterangan:
1. MOE dan MOR balok (61 cm x 5 cm x 4 cm) 2. Kekuatan tekan sejajar serat (16 cm x 5 cm x 4 cm) 3. (a) Delaminasi rendaman air dingin (7.5 cm x 7.5 cm x 4 cm)
(b) Delaminasi rendaman air mendidih (7.5 cm x 7.5 cm x 4 cm)
4. Keteguhan rekat (5 cm x 5 cm x 4 cm) 5. Kerapatan, kadar air dan kembang susut (5 cm x 5 cm x 4 cm) 6. Kekakuan dan kekuatan bidang panel (20 cm x 20 cm x 4 cm)
Gambar 3 Pola pemotongan contoh uji panel CLB
a. Pengujian Sifat Fisis
1) Kerapatan () Kerapatan merupakan nilai dari berat contoh uji sebelum di oven dibagi
dengan volume sebelum di oven, yaitu pada kondisi kering udara. Volume contoh
uji diukur dengan mengalikan panjang, lebar, dan tebalnya dengan alat pengukur
kaliper (VKU) dan selanjutnya ditimbang (BKU). Nilai kerapatan dihitung dengan
rumus:
Kerapatan (g/cm3) =
KU
KU
V
B
2) Kadar Air Kadar air merupakan hasil pembagian kandungan berat air terhadap berat
kering tanur dari contoh uji. Berat air adalah selisih dari berat contoh uji sebelum
di oven dikurangi berat kering tanur. Contoh uji kerapatan digunakan juga dalam
menentukan kadar air. Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya
(BKU) dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103 2 oC selama 24 jam atau
sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering
tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) = KT
KTKU
B
B - B x 100
3) Kembang Susut Pengujian susut kayu dirumuskan sebagai selisih antara dimensi awal (DA)
dengan dimensi kering tanur (DB) dibandingkan dengan dimensi awalnya. Contoh
uji kerapatan dan kadar air digunakan juga dalam menentukan susut kayu. Contoh
115 cm
20 cm
1
2
6
3a 3
b
5
4
-
10
uji diukur tebal (arah radial), lebar (arah tangensial), dan panjang (arah
longitudinal) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal.
Contoh uji dioven pada suhu 103 2 oC selama 24 jam. Contoh uji dikeluarkan
dari oven kemudian diadakan pengukuran panjangnya kembali sehingga diperoleh
dimensi akhir. Nilai susut volume dihitung dengan rumus:
Susut volume (%) = DA
DB -DA x 100
Pengujian pengembangan dapat dirumuskan sebagai selisih antara dimensi
akhir (DB) dengan dimensi awal (DA) dibandingkan dengan dimensi awalnya.
Contoh uji diukur tebal (arah radial), lebar (arah tangensial), dan panjang (arah
longitudinal) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal
(DA). Contoh uji direndam dalam air selama 1 minggu. Contoh uji dikeluarkan
dari air kemudian diadakan pengukuran panjangnya kembali sehingga diperoleh
dimensi akhir (DB). Nilai pengembangan volume dihitung dengan rumus:
Pengembangan volume (%) = DA
DA - DB x 100%
b. Pengujian Sifat Mekanis 1) Modulus of Elasticity (MOE)
Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran 4 cm x 5 cm x 61 cm
untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang. Pengujian MOE panel CLB dilakukan
dengan cara pembebanan terpusat (one point loading bending test). Nilai MOE
dihitung dengan rumus:
MOE = 3
3
Ybh4
PL
dimana:
MOE : Modulus of elasticity (kg/cm2)
P : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) L : Jarak sangga (cm)
Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm)
h : Tebal contoh uji (cm)
2) Modulus of Rupture (MOR) Pengujian MOR panel CLB dilakukan bersama-sama dengan pengujian
MOE dengan memakai contoh uji yang sama (Gambar 4). Pengujian MOR
dilakukan sampai panel CLB yang diberikan beban terpusat ditengah bentangnya
mengalami kerusakan. Nilai MOR dihitung dengan rumus:
MOR= 22bh
PL3
-
11
dimana:
MOR : Modulus of rupture (kg/cm2)
P : Beban maksimum (kgf)
L : Jarak sangga (cm)
b : Lebar contoh uji (cm)
h : Tebal contoh uji (cm)
Gambar 4 Pengujian MOE dan MOR balok CLB menggunakan UTM merk
instron
3) Kekuatan Tekan Sejajar Serat Keteguhan tekan sejajar serat merupakan kemampuan menahan gaya tekan
sejajar arah serat dan mengakibatkan terjadi perpendekan. Contoh uji dengan
ukuran tebal, lebar, dan panjang masing-masing 4 cm, 5 cm, dan 16 cm diberikan
beban pada arah sejajar serat pada kedudukan contoh uji vertikal, pemberian
beban secara perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan (Gambar 5).
Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji.
Nilai keteguhan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus:
Kekuatan tekan sejajar serat (kg/cm2) =
)(cm penampang Luas
(kg) maksimumBeban 2
Gambar 5 Pengujian kekuatan tekan sejajar serat CLB
-
12
4) Keteguhan Rekat Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan
yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara
vertikal (Gambar 6). Contoh uji keteguhan rekat memiliki dimensi panjang, lebar
dan tebal masing-masing 5 cm, 5 cm dan 4 cm. Nilai beban maksimum dibaca
saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan rekat dihitung dengan
rumus:
Keteguhan rekat (kg/cm2) =
)(cmdirekat yangpermukaan Luas
(kg) maksimumBeban 2
Gambar 6 Pengujian keteguhan rekat
c. Delaminasi Pengujian delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam
air dingin dan air mendidih. Contoh uji yang digunakan diambil dari bagian ujung
panel CLB dengan ukuran panjang 7.5 cm. Perendaman dalam air dingin dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam. Selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 40 3 oC selama 18 jam. Perendaman dalam
air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji dalam air mendidih ( 100 oC)
selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan merendamnya dalam air pada suhu
ruangan selama 1 jam. Setelah itu contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu
70 3 oC selama 18 jam. Kemudian dilakukan pengukuran persentase lepasnya
bagian bidang rekat antar lamina (rasio delaminasi) dengan rumus:
Rasio Delaminasi % =Panjang total delaminasi
panjang garis rekat x 100
d. Uji kekakuan dan kekuatan bidang panel Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel dilakukan dengan menguji
lentur bidang yaitu dengan meletakkan panel di atas besi penyangga pada 4 titik,
kemudian beban diberikan tepat di pusat bidang panel (Gambar 7). Metode ini
merupakan salah satu novelty dari penelitian ini yang rumus-rumus dan ketentuan
yang berlaku diturunkan berdasarkan kaidah-kaidah mekanika teknik.
-
13
Keterangan:
P : Beban yang diberikan (kgf)
a : bidang panel CLB (20 cm x
20 cm x 4 cm)
b : besi penyangga
c : plat besi (tebal 3 cm)
Gambar 7 Cara pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel
Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel menggunakan UTM merk
Baldwin dengan pengukuran defleksi pada satu titik (Gambar 8). Dalam
perhitungan nilai kekakuan bidang panel nilai MOE yang diperoleh merupakan
MOE gabungan. Sementara nilai MOE bidang panel akan diperoleh setelah
dilakukan penurunan rumus MOE. Rumus yang digunakan untuk menghitung
MOE bidang panel adalah sebagai berikut:
2EgEp;k
EE;
)y(y4bh
PL
EE
ExEEg 12
213
3
21
21
Keterangan:
E1 : MOE hasil center point loading (MOE sisi kuat)
E2 : MOE sisi lemah
Eg : MOE gabungan dari total defleksi
Ep : MOE bidang panel
k : konstanta; dinyatakan dengan 11 Eg
Ek
Gambar 8 Pengujian kekakuan dan kekuatan bidang panel
20 cm
a
b
c
P
-
14
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis rancangan
dua faktor dalam rancangan acak lengkap (faktorial RAL) (Mattjik & Sumertajaya
2000) dengan 2 faktor perlakuan yaitu perlakuan tebal dan orientasi sudut bilah.
Faktor perlakuan tebal bilah penyusun CLB (A) mempunyai 3 taraf perlakuan
yaitu bilah dengan tebal 0.8 cm, 1 cm dan 1.33 cm. Faktor perlakuan orientasi
sudut bilah (B) mempunyai 3 taraf perlakuan yaitu 0o, 45
o dan 90
o. Tiap
kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, dengan demikian jumlah satuan
percobaan yang dibuat adalah 27 panel CLB. Adapun model umum yang
digunakan adalah:
Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan parameter penentu kualitas CLB ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ke-i yang mendapat taraf ke-j
= Nilai tengah pengamatan Ai = Nilai pengaruh faktor tebal bilah pada taraf ke-i
Bj = Nilai pengaruh faktor orientasi sudut lamina pada taraf ke-j
ABij = Nilai pengaruh interaksi taraf ke-i faktor tebal bilah dantaraf ke-j faktor
orientasi sudut bilah
ij = Nilai galat percobaan
Apabila hasilnya beda nyata (selang kepercayaan 95%), maka dilanjutkan
dengan uji lanjut wilayah berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test).
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui taraf perlakuan mana
yang berpengaruh di antara faktor perlakuan (perlakuan kombinasi tebal bilah atau
orientasi sudut core) dan interaksi kombinasi perlakuan. Analisis data dilakukan
dengan program Statistica 10. Apabila hasil pengujian berbeda nyata, maka akan
dilanjutkan uji wilayah berganda Duncan. Uji Duncan dimaksudkan untuk melihat
perbedaan pengaruh interaksi perlakuan dan masing-masing perlakuan.
-
15
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis Cross Laminated Bamboo
Sifat fisis merupakan salah satu sifat yang menentukan kualitas produk yang
dihasilkan. Hasil pengujian sifat fisis CLB selengkapnya terdapat pada Lampiran
1.
1. Kerapatan
Kerapatan merupakan salah satu sifat fisis yang dinyatakan dalam
perbandingan antara massa terhadap volume bahan dalam kondisi kering udara.
Kerapatan CLB yang dihasilkan memiliki kisaran nilai yang cukup seragam yaitu
0.66-0.70 g/cm3
(Gambar 9). Kecenderungan nilai kerapatan yang dihasilkan pada
tebal bilah 0.80 cm memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan tebal
bilah lainnya, hal ini berkaitan dengan struktur penyusun bambu berupa ikatan
vaskular yang semakin rapat dan kompak pada bagian ujung hingga bagian
pangkal buluh bambu.
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 5), pada data kerapatan
CLB tidak terdapat pengaruh yang nyata pada kedua faktor perlakuan tebal bilah
dan sudut core serta interaksi kedua faktor tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh
keseragaman kondisi bahan baku meskipun masing-masing papan tersusun atas
tebal bilah yang berbeda dengan jumlah garis rekat yang berbeda pula, akan tetapi
tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada kerapatan CLB.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terjadi peningkatan nilai kerapatan
bambu dari bagian pangkal, bagian tengah hingga bagian ujung bambu
(Chaowana 2013; Malanit et al. 2008). Akan tetapi dalam penelitian ini terdapat
keseragaman nilai kerapatan CLB, hal ini diduga karena pengaruh dari jumlah
lapisan yang berbeda dari setiap tebal bilah.
Gambar 9 Kerapatan cross laminated bamboo
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Ker
ap
ata
n (
g/c
m3)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
16
Dalam penelitian ini dilakukan pula pengukuran kerapatan bambu betung.
Adapun nilai kerapatan bambu betung yang digunakan dalam penelitian ini adalah
0.78 g/cm3. Nilai kerapatan bahan baku bambu betung lebih tinggi dibandingkan
produk CLB yang dihasilkan, hal ini berkaitan dengan terdapatnya beberapa celah
pada produk yang dihasilkan sebagai akibat dari proses pengerjaannya yang
bersifat manual sehingga terjadi ikatan yang kurang kompak antara perekat dan
bambu, yang kemudian menghasilkan rongga antar lapisan CLB. Selain itu,
kandungan kadar air yang lebih tinggi pada bambu utuh dapat memberikan
pengaruh terhadap kerapatan bambu yang lebih tinggi dibandingkan kerapatan
CLB. Hal ini dinyatakan dalam penelitian Riana (2012) bahwa kerapatan balok
utuh lebih tinggi dibandingkan produk CLT karena adanya pengaruh dari kadar
air. Akan tetapi berdasarkan hasil uji t antara kerapatan bahan baku bambu dan
kerapatan CLB tidak terdapat perbedaan yang signifikan sehingga tidak terdapat
perbedaan sifat dari segi kerapatan antara produk dan bambu betung.
2. Kadar Air
Kadar air suatu produk erat kaitannya terhadap bahan baku dan jenis
perekat yang digunakan. Kadar air merupakan salah satu faktor penting yang
dapat memberikan pengaruh terhadap sifat mekanis bambu (Li 2004). Pengujian
kadar air dilakukan untuk melihat banyaknya kadar air yang terkandung pada
CLB pada kondisi kering udara. Kadar air CLB rata-rata adalah 12.97 % dengan
kisaran nilai 11.45-13.61 %. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa kadar air
cenderung berfluktuatif, dimana masing-masing tebal bilah memiliki pengaruh
yang berbeda terhadap sudut core yang digunakan. Pada tebal bilah 0.80 cm kadar
air dengan sudut core 0o memiliki kadar air paling rendah dibandingkan sudut
lainnya, sedangkan pada tebal bilah 1.00 cm nilai terendah berada pada sudut core
90o, dan pada tebal bilah 1.33 cm pada sudut core 0
o dan 90
o. Keberagaman ini
diduga adanya pengaruh dari tebal bilah yang selanjutnya memberikan efek
terhadap kadar air dengan variasi sudut core yang digunakan.
Gambar 10 Kadar air cross laminated bamboo
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 6) terdapat interaksi
yang signifikan antara faktor tebal bilah dan sudut core penyusun CLB. Adanya
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Ka
da
r A
ir (
%)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
17
interaksi ditunjukkan dengan faktor yang saling berpotongan (Gambar 11). Hasil
uji lanjut Duncan menunjukkan pada tebal bilah 0.80 cm sudut 0o berbeda nyata
terhadap sudut 45o dan 90
o, tebal bilah 1 cm dengan sudut 0
o dan 45
o, dan tebal
bilah 1.33 cm dengan sudut 45o. Demikian pula untuk kombinasi perlakuan lain
secara jelas disajikan pada Lampiran 6. Perbedaan yang signifikan ini
menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan menjadi faktor yang menentukan
kadar air CLB meskipun secara keseluruhan kadar air berada di bawah 15%.
Gambar 11 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap kadar air cross
laminated bamboo
Selanjutnya menurut Bowyer et al. (2003) yang mempengaruhi banyaknya
air terikat di dalam dinding sel adalah proses pengeringan bahan dan lingkungan
tempat penyimpanan akhir produk. Proses pengeringan bambu yang digunakan
pada penelitian ini mampu menurunkan kadar air terikat pada dinding sel
sehingga kadar air akhir produk berada di bawah 15%. Kadar air bilah sebaiknya
sama atau mendekati dengan kondisi ketika penggunaannya agar tetap terjaga
kualitas CLB tersebut.
Umumnya semakin tinggi kadar air maka akan menurunkan kekuatan dari
kayu, apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat maka akan terjadi
peningkatan kekuatan kayu. Adanya peningkatan kekuatan ini dipengaruhi oleh
struktur dinding sel kayu yang semakin kompak (Tsoumis 1991). Berdasarkan
standar yang ditetapkan oleh JAS 1152 (2007) kadar air produk maksimum senilai
15%, dalam hal ini seluruh produk CLB yang dihasilkan memiliki kadar air
dibawah 15%.
3. Penyusutan Volume
Kembang susut volume merupakan perubahan dimensi pada kayu sebagai
akibat dari perubahan kadar air di dalamnya pada kondisi di bawah titik jenuh
serat (Brown et al. 1952). Pada pengujian susut volume, terjadi penurunan
dimensi dari CLB sebagai akibat penurunan kadar air pada produk. Hasil
penelitian menunjukkan penyusutan volume berkisar antara 2.34 % sampai 7.51
% (Gambar 12), dari data tersebut perlakuan sudut core 45o mengalami
penyusutan dimensi yang lebih besar, dan sudut core 90o mengalami penyusutan
dimensi terendah.
Hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan orientasi sudut
memberikan pengaruh nyata terhadap penyusutan CLB, setelah dilakukan uji
0
2
4
6
8
10
12
14
16
sudut 0 sudut 45 sudut 90
Ka
da
r A
ir (
%)
Perlakuan
0.80 cm
1.00 cm
1.33 cm
-
18
lanjut Duncan terhadap orientasi sudut diperoleh bahwa orientasi sudut 90o
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan sudut 0o dan 45
o yakni 3.09%.
Hal ini diduga adanya pengaruh dari arah serat yang saling tegak lurus antar
lapisan CLB. Penelitian yang menunjukkan hasil serupa ditunjukkan dalam
penelitian Riana (2012) yang membuat CLT dari kayu jabon, dimana terjadi
penurunan nilai penyusutan volume seiring dengan besarnya perubahan orientasi
sudut lamina yang digunakan.
Gambar 12 Penyusutan volume cross laminated bamboo
Meskipun sudut core yang dibentuk memiliki pengaruh terhadap
penyusutan, tebal bilah yang digunakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dari hasil pengujian ini. Ikatan vaskular bambu lebih rapat dan kompak pada tebal
bilah 0.80 cm, akan tetapi tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap
penyusutan volume. Hal ini diduga oleh jumlah garis rekat yang lebih banyak
pada CLB dengan tebal bilah 0.80 cm sehingga penyusutan volume yang terjadi
tidak jauh berbeda dengan tebal bilah lainnya. Banyaknya jumlah garis rekat dapat
memberikan pengaruh terhadap penyusutan volume, dimana akan semakin
rendahnya uap air yang terperangkap pada daerah rekatan seiring dengan
penambahan jumlah garis rekat.
4. Pengembangan Volume Pengembangan volume merupakan perubahan dimensi yang terjadi sebagai
akibat dari peningkatan kadar air yang dinyatakan dalam persen pada kondisi
basah. Pengembangan volume pada CLB berkisar pada nilai 1.86-9.76 %
(Gambar 13), kecenderungan yang terjadi pada pengembangan volume adalah
pengembangan yang lebih besar diperoleh pada tebal bilah penyusun 0.80 cm. Hal
ini berkaitan dengan berat jenis dari pangkal hingga ujung bambu yang berbeda,
menurut Ulfah (2006) bagian ujung bilah bambu memiliki berat jenis yang lebih
besar sehingga akan mempengaruhi kestabilan dimensi dari bambu tersebut. Hal
ini disebabkan oleh berat jenis yang tinggi maka akan memiliki massa kayu yang
lebih tinggi sehingga akan lebih banyak air yang terserap ke dalam bambu
tersebut.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Pen
yu
suta
n v
olu
me
(%)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
19
Gambar 13 Pengembangan volume cross laminated bamboo
Apabila diperhatikan dari perlakuan sudut core, maka pengembangan
volume CLB mengalami penurunan nilai seiring dengan semakin besarnya sudut
core yang digunakan, kecuali pada CLB dengan tebal bilah 0.80 cm yang
cenderung stabil antar perlakuan sudut core yang diberikan. Berdasarkan hasil uji
statistika (Lampiran 8), diperoleh terdapatnya hubungan interaksi yang signifikan
pada kedua faktor yang digunakan terhadap nilai pengembangan volume sehingga
dilakukan uji lanjut Duncan. Hubungan interaksi tersebut terdapat pada Gambar
14 yang menunjukkan adanya garis yang saling berpotongan pada faktor tebal
bilah dan sudut core CLB.
Gambar 14 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap pengembangan
volume cross laminated bamboo
Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa tebal bilah 0.80 cm sudut 0o
hanya berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90o. Tebal bilah 0.80 cm
sudut 45o dan 90
o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm dengan sudut 45
o
dan 90o. Sedangkan pada tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o hanya berbeda nyata
dengan tebal bilah 1.00 cm sudut 90o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 45
o berbeda
nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90o, tebal bilah 0.80 cm sudut 45
o dan
90o serta tebal bilah 1.33 cm sudut 0
o. Selanjutnya tebal bilah 1.00 cm sudut 90
o
0
2
4
6
8
10
12
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Pen
gem
ba
ng
an
vo
lum
e (%
)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
0
2
4
6
8
10
12
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Pen
gem
ba
ng
an
vo
lum
e (%
)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
20
berbeda nyata terhadap seluruh kombinasi perlakuan tebal bilah dan sudut core.
Pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0o menunjukkan perbedaan nyata terhadap tebal
bilah 1.00 cm sudut 45o dan 90
o. Pada tebal bilah 1.33 cm sudut 45
o dan 90
o
keduanya hanya berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90o. Seperti
halnya pada plywood, CLB dengan sudut core 90o memiliki nilai kembang-susut
yang lebih stabil karena adanya arah serat yang saling tegak lurus dan dapat
menahan terjadinya proses kembang-susut yang besar.
Delaminasi Cross Laminated Bamboo
Pengujian delaminasi dilakukan untuk melihat kualitas perekatan produk
terhadap pengembangan dan penyusutan akibat pemberian kondisi kelembaban
dan panas yang tinggi (Vick 1999). Pengujian delaminasi dilakukan dengan
menguji pada rendaman dingin dan rendaman air mendidih. Data delaminasi
rendaman air dingin dan air mendidih selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
1. Delaminasi Rendaman Air Dingin
Pengujian delaminasi rendaman air dingin memiliki kisaran nilai antara 0-
6.63 %, nilai delaminasi rendaman air dingin yang diperoleh pada penelitian ini
disajikan pada Gambar 15. Nilai delaminasi pada tebal bilah 1.33 cm sudut 45o
dan 90o adalah 0%, setelah dilakukan pengujian tidak terdapatnya delaminasi pada
kedua faktor perlakuan tersebut. Hal ini diduga pengaruh dari jumlah garis rekat
yang lebih sedikit dibandingkan tebal bilah laninnya, dan adanya arah lapisan
yang saling bersilangan memberikan pengaruh terhadap kekuatan rekatan
antarlapisan. Hasil pengujian analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan interaksi yang signifikan pada faktor tebal bilah dan
sudut core terhadap nilai delaminasi rendaman air dingin.
Gambar 15 Delaminasi rendaman air dingin cross laminated bamboo
Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan, hasil uji tersebut menunjukkan
tebal bilah 0.80 cm sudut 0o dan 90
o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33 cm
sudut 45o dan 90
o. Sementara tebal bilah 0.80 cm sudut 45
o hanya berbeda nyata
terhadap tebal bilah 1.33 cm sudut 90o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o, 45
o dan 90
o
0
2
4
6
8
10
12
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Dela
mia
nsi
Air
Din
gin
(%
)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
21
berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33 cm sudut 45o dan 90
o. Selanjutnya tebal
bilah 1.33 cm sudut 0o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33 cm sudut 45
o dan
90o. Tebal bilah 1.33 cm dengan sudut 45
o dan 90
o berbeda nyata terhadap seluruh
kombinasi perlakuan lainnya, kecuali pada sudut 45o yang menunjukkan tidak
berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 45o. Berdasarkan standar JAS
1152 (2007) delaminasi rendaman air dingin memiliki persentase maksimum 5 %
sehingga secara keseluruhan papan CLB dapat memenuhi persyaratan standar
tersebut.
2. Delaminasi Rendaman Air Mendidih
Pengujian delaminasi rendaman air mendidih memberikan nilai berkisar
4.33-28% (Gambar 16). Delaminasi yang diuji pada CLB memperoleh hasil yang
cukup beragam, pada pengujian delaminasi rendaman air mendidih CLB dengan
tebal bilah 1.33 cm memberikan persentase delaminasi terkecil dibandingkan
dengan ketebalan bilah 0.80 cm dan 1.00 cm. Hasil uji statistika (Lampiran 10)
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada faktor perlakuan tebal
bilah dan orientasi sudut core terhadap nilai delaminasi rendaman air mendidih.
Selanjutnya dilakukan uji Duncan, hasil pengujian menunjukkan tebal bilah 0.80
cm memiliki nilai delaminasi paling kecil dibandingkan tebal bilah lainnya. Hal
ini diduga oleh banyaknya garis rekat pada tebal bilah 0.80 cm sehingga
delaminasi terjadi lebih sedikit dibandingkan tebal bilah lainnya.
Pada faktor sudut core, setelah dilakukan uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa sudut 90o memberikan nilai delaminasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan sudut core lainnya. Seperti halnya pada pengembangan volume, perlakuan
sudut core memberikan hasil yang semakin kecil nilai delaminasinya seiring
dengan perubahan besarnya sudut core yang digunakan.
Gambar 16 Delaminasi rendaman air mendidih cross laminated bamboo
Berdasarkan hasil pengujian dengan rendaman air mendidih, CLB dengan
perekat isosianat belum mampu memenuhi standar dan tidak mampu bertahan
pada kondisi yang ekstrim. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perekat isosianat tidak dapat bertahan pada kondisi ekstrim dan belum memenuhi
standar JAS 1152 (2007) (Riana 2012; Herawati 2007).
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Del
am
ina
si A
ir M
end
idih
(%)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
22
Sifat Mekanis Cross Laminated Bamboo
Sifat mekanis merupakan karakteristik penting bagi suatu produk yang
memiliki tujuan penggunaan struktural. Adapun sifat mekanis yang dikaji pada
penelitian ini meliputi modulus elastisitas (MOE), Modulus of Rupture (MOR),
tekan sejajar serat dan keteguhan rekat. Keseluruhan data uji sifat mekanis CLB
disajikan pada Lampiran 3.
1. Modulus Elastisitas (MOE)
Pengujian modulus elastisitas (MOE) dilakukan untuk melihat sejauh mana
kemampuan produk untuk mempertahankan bentuk awalnya sebagai akibat dari
menahan beban yang cenderung dapat merubah bentuk dan ukurannya. Modulus
elastisitas diukur pada kondisi tegangan dan regangan berada di bawah batas
proporsi. Nilai MOE menunjukkan keelastisan suatu bahan, semakin tinggi nilai
MOE maka akan semakin kaku bahan tersebut, sebaliknya semakin rendah nilai
MOE maka akan semakin elastis bahan tersebut (Dinwoodie 1981). Modulus
elastisitas pada CLB memiliki kisaran nilai antara 8363-53760 kg/cm2 dengan
nilai tertinggi pada CLB dengan tebal bilah 1.33 cm sudut 0o sebesar 53760
kg/cm2, dan CLB terendah pada tebal bilah 1.33 cm sudut 45
o sebesar 8363
kg/cm2, seperti yang tersaji pada Gambar 17.
Gambar 17 Kekakuan lentur cross laminated bamboo
Pada CLB yang menggunakan tebal bilah 0.80 cm ternyata memberikan
nilai MOE yang lebih tinggi apabila dibandingkan tebal bilah 1.00 cm dan 1.33
cm. Kemudian pada perlakuan sudut, sudut core 0o memberikan nilai MOE yang
lebih tinggi dibandingkan sudut core lainnya. Pada penelitian ini fenomena arah
miring serat memberikan penurunan nilai MOE CLB. Menurut Bowyer et al.
(2003) kemiringan serat dapat menyebabkan penurunan nilai kekuatan yang
besarnya penurunan ditentukan oleh besarnya kemiringan serat tersebut.
Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 11) diperoleh adanya
interaksi yang nyata antara tebal bilah dan sudur core CLB. Pada Gambar 18
terdapat perpotongan antara faktor tebal bilah dan sudut core, yang menunjukkan
interaksi pada kedua faktor tersebut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pada
tebal bilah 0.80 cm sudut 0o berbeda nyata terhadap keseluruhan kombinasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
MO
E (
10
3k
g/c
m2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
23
perlakuan tebal bilah dan sudut kecuali pada tebal bilah 1.00 cm sudut 0o. Pada
tebal bilah 0.80 cm sudut 45o dan 90
o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm,
1.00 cm dan 1.33 cm pada sudut 0o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o berbeda nyata
terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 45o dan 90
o, tebal bilah 1.00 cm sudut 45
o, dan
tebal bilah 1.33 cm sudut 0o, 45
o dan 90
o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 45
o berbeda
nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan 1.33 cm pada sudut 0o.
Selanjutnya pada tebal bilah 1.00 cm sudut 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah
0.80 cm sudut 0o, dan tebal bilah 1.33 cm sudut 0
o dan 45
o. CLB dengan tebal
bilah 1.33 cm sudut 0o memiliki nilai MOE yang berbeda nyata terhadap
kombinasi perlakuan lainnya. Tebal bilah 1.33 cm sudut 45o berbeda nyata
terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o dan 90
o serta
tebal bilah 1.33 cm sudut 0o. Sedangkan pada tebal bilah 1.33 cm dengan sudut
core 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan 1.33 cm dengan
sudut 0o.
Gambar 18 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE cross
laminated bamboo
Hubungan interaksi antara tebal bilah dan sudut core memiliki
kecenderungan semakin tebal bilah yang digunakan semakin besar nilai MOE dan
semakin besar sudut core yang digunakan semakin kecil nilai MOE CLB. CLB
memiliki hasil terbaik pada papan dengan tebal bilah 1.33 cm sudut core 0o, papan
CLB berikutnya yang memiliki nilai MOE yang tinggi adalah CLB dengan tebal
bilah 1.00 cm sudut core 0o dan 0.80 cm sudut core 0
o. Hal ini erat kaitannya
dengan arah serat yang saling sejajar pada antar lapisan papan CLB. Akan tetapi,
secara keseluruhan CLB tidak ada yang memenuhi persyaratan JAS 1152 (2007)
dengan nilai minimum 75000 kg/cm2.
Menurut Nugroho (2000) pemberian beban yang dilakukan pada suatu panel
dengan sudut tertentu, maka akan semakin menurun nilai MOE seiring dengan
meningkatnya arah miring serat. Persamaan Hankinson akan digunakan untuk
melihat hasil penelitian dengan teori yang ada mengenai pengaruh arah serat
terhadap sifat mekanis bahan, dalam hal ini dilakukan terhadap nilai MOE CLB.
Persamaan Hankinson digunakan untuk menunjukkan terjadinya penurunan nilai
MOE seiring dengan peningkatan sudut serat hingga sudut 90o. Data yang
diperlukan untuk menghitung MOE menggunakan persamaan Hankinson adalah
nilai MOE pada arah sejajar serat (0o) dan tegak lurus serat (90
o). Adapun
persamaan Hankinson sebagai berikut:
F=FF
Fsin2 + F cos2
0
10
20
30
40
50
60
sudut 0 sudut 45 sudut 90
MO
E (
10
3 k
g/c
m2)
Perlakuan
0.80 cm
1.00 cm
1.33 cm
-
24
0
10
20
30
0 45 90
MO
E (
10
3k
g/c
m2)
Orientasi Sudut Core
Nilai MOE
0.80 cm
Nilai MOE
Hankinson 0
10
20
30
0 45 90
MO
E (
10
3k
g/c
m2)
Orientasi Sudut Core
Nilai MOE
1.00 cm
MOE
Hankinson
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3
MO
E (
10
3k
g/c
m2)
Orientasi Sudut Core
Nilai MOE
1.33 cm
MOE
Hankinson
Dimana F adalah nilai pengujian CLB pada sudut tertentu, F adalah nilai pengujian CLB sejajar serat, dan F adalah nilai pengujian CLB tegak lurus serat. Hubungan antara nilai MOE dari hasil pengujian dan nilai MOE yang diperoleh
dari persamaan Hankinson disajikan pada Gambar 19. Nilai MOE dari persamaan
Hankinson menunjukkan semakin menurun seiring dengan peningkatan sudut core
yang digunakan. Arah sudut 0o memiliki nilai MOE yang lebih tinggi, dilanjutkan
dengan sudut 45o dan nilai terendah pada sudut 90
o. Sementara nilai MOE yang
diperoleh dari hasil pengujian nilai MOE mengalami kecenderungan menurun
pada sudut 45o kemudian naik kembali pada sudut 90
o, dengan nilai MOE
tertinggi pada sudut 0o. Dengan demikian hasil perhitungan dengan persamaan
Hankinson tidak dapat diterapkan pada penelitian ini karena sudut 45o memiliki
nilai MOE yang paling rendah dibandingkan sudut lainnya.
Gambar 19 Hubungan nilai MOE pengujian dengan nilai MOE persamaan
Hankinson
2. Modulus of Rupture (MOR)
Modulus of Rupture (MOR) merupakan batas maksimum suatu bahan
menahan beban hingga bahan tersebut mengalami perubahan bentuk/kerusakan.
MOR CLB memiliki kisaran nilai 105.14-244.36 kg/cm2, nilai MOR tertinggi
diperoleh oleh contoh uji dengan tebal bilah 1.33 cm sudut core 0o yaitu 244.36
kg/cm2 dan nilai terendah pada CLB dengan tebal bilah 0.80 cm sudut core 90
o
sebesar 105.14 kg/cm2, seperti terlihat pada Gambar 20.
-
25
MOR CLB mengalami peningkatan seiring dengan peningkatn tebalnya
bilah yang digunakan. Pada ketiga sudut core yang digunakan, sudut 0o memiliki
nilai yang lebih baik dibandingkan sudut core lainnya. Berdasarkan hasil uji
statistika (Lampiran 12) terdapat perbedaan yang nyata pada masing-masing
faktor tanpa menunjukkan hubungan interaksi yang signifikan. Pada faktor tebal
bilah, terhadap nilai MOR CLB menunjukkan CLB dengan tebal bilah penyusun
1.33 cm berbeda nyata terhadap 0.80 cm dan 1.00 cm. CLB dengan tebal bilah
penyusun 1.33 cm memberikan nilai MOR yang lebih baik dibandingkan tebal
bilah penyusun lainnya (Gambar 20). Hal tersebut menunjukkan terdapatnya
pengaruh dari penggunaan tebal bilah terhadap nilai MOR.
Selanjutnya untuk faktor pengaruh sudut core, berdasarkan hasil pengujian
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sudut core 0o terhadap sudut 45
o
dan 90o, yaitu sudut core 0
o memiliki nilai yang lebih tinggi kemudian dilanjutkan
oleh sudut 90o dan yang memiliki nilai MOR terkecil adalah sudut 45
o. hal ini
berarti terdapatnya pengaruh sudut core yang digunakan, dimana terjadi
penurunan nilai MOR seiring dengan peningkatan arah sudut core. Meskipun nilai
MOR sudut 90o memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan sudut 45
o akan tetapi
berdasarkan hasil uji lanjut Duncan tidak berbeda signifikan pada kedua orientasi
sudut core CLB.
Gambar 20 Keteguhan patah cross laminated bamboo
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CLB yang saling sejajar antar
lapisannya mampu menghasilkan nilai MOR lebih baik dibandingkan CLB
lainnya. Hal ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh contoh uji yang berbentuk
balok panjang sehingga keberadaan lapisan yang saling tegak lurus tidak mampu
menahan beban secara maksimal. Sehingga untuk melihat pengaruh dari arah
sudut seharusnya melakukan pengujian bidang panel.
Nilai MOR pada pengujian selanjutnya dibandingkan dengan nilai MOR
yang diperoleh dari persamaan Hankinson. Gambar 21 menunjukkan hubungan
antara nilai MOR pengujian dengan nilai MOR Hankinson, pada MOR Hankinson
diperoleh nilai MOR yang semakin menurun seiring dengan peningkatan sudut
core yang digunakan. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian, nilai MOR terendah
ditunjukkan pada sudut core 45o, sehingga pendugaan nilai MOR Hankinson tidak
dapat diterapkan dalam penelitian ini.
0
50
100
150
200
250
300
350
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
MO
R (
kg
/cm
2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
26
0
50
100
150
200
0 45 90
MO
R (
kg
/cm
2)
Orientasi Sudut Core
Nilai MOR
0.80 cm
MOR
Hankinson 0
50
100
150
200
0 45 90
MO
R (
kg
/cm
2)
Orientasi Sudut Core
Nilai MOR
1.00 cm
MOR
Hankinson
0
50
100
150
200
250
300
0 45 90
MO
R (
kg
/cm
2)
Orientasi Sudut Core
Nilai MOR
1.33 cm
MOR
Hankinson
Gambar 21 Hubungan nilai MOR pengujian dengan nilai MOR persamaan
Hankinson
Sudut 45o memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan sudut core
lainnya diduga dipengaruhi oleh jumlah bilah yang digunakan lebih banyak pada
masing-masing lapisan untuk membentuk sudut 45o dibandingkan dengan sudut
core lainnya. Sehingga lebih banyak terdapat perlemahan pada sudut core 45o.
Semakin tebal bilah yang digunakan, maka semakin meningkat nilai MOR pada
CLB, hal ini berhubungan dengan semakin berkurangnya jumlah garis rekat.
Jumlah garis rekat mempengaruhi nilai MOR CLB, hal ini disebabkan pada saat
pengujian maka akan semakin besar terjadinya pergeseran antar lapisan penyusun
CLB. Seperti halnya MOE, nilai pada MOR pun tidak memenuhi standar
minimum JAS 1152 (2007) yang mensyaratkan 300 kg/cm2.
3. Tekan Sejajar Serat Pengujian tekan sejajar serat dilakukan untuk memperoleh nilai kekuatan
tekan maksimum, dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penggunaan kayu atau bambu sebagai bahan konstruksi. Berdasarkan hasil
pengujian nilai tekan sejajar serat CLB memiliki kisaran 168-434 kg/cm2, nilai
tertinggi terdapat pada tebal bilah 1.00 cm sudut 0o sebesar 434 kg/cm
2 dan nilai
terendah pada tebal bilah 0.80 cm sudut 45o sebesar 168 kg/cm
2. Pada faktor
ketebalan bilah yang memberikan nilai terbaik adalah tebal bilah 1.00 cm dan 0.80
cm, dan pada faktor sudut core yang memberikan nilai tekan sejajar serat terbaik
adalah sudut 0o. Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tekan sejajar
serat semakin berkurang seiring dengan perubahan sudut core CLB.
-
27
Gambar 22 Kekuatan tekan sejajar serat cross laminated bamboo
Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukkan adanya interaksi pada
faktor tebal bilah dan faktor sudut yang memberikan pengaruh signifikan, hal ini
berarti terdapat pengaruh yang beragam pada tebal bilah dan sudut core yang
digunakan terhadap nilai tekan sejajar serat. Hubungan interaksi pada faktor
perlakuan tebal bilah dan orientasi sudut core (Gambar 23) selanjutnya dilakukan
uji lanjut Duncan, tebal bilah 0.80 cm sudut 0o berbeda nyata terhadap seluruh
kombinasi perlakuan kecuali pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0o. Tebal bilah 0.80
cm sudut 45o dan 90
o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0
o, tebal
bilah 1.00 cm sudut 0o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 0
o dan 90
o. Tebal bilah 1.00
cm sudut 0o memiliki nilai tekan sejajar serat yang berbeda signifikan terhadap
seluruh kombinasi perlakuan tebal bilah dan sudut core. Tebal bilah 1.00 cm sudut
45o dan 90
o berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan 1.33 cm
dengan sudut core 0o. Selanjutnya pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0
o berbeda nyata
terhadap seluruh kombinasi perlakuan kecuali terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut
0o. Tebal bilah 1.33 cm berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm, 1.00 cm dan
1.33 cm dengan sudut 0o. Dan tebal bilah 1.33 cm sudut 90
o berbeda nyata
terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45
o dan 90
o, tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o
dan tebal bilah 1.33 cm dengan sudut 0o.
Gambar 23 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap tekan sejajar serat
cross laminated bamboo
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Tek
an
Sej
aja
r S
era
t (k
g/c
m2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
0
100
200
300
400
500
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Tek
an
sej
aja
r se
ra
t (k
g/c
m2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
28
Pengujian tekan sejajar serat apabila dilihat penampang contoh uji, maka
akan terdapat dua arah pembebanan yaitu untuk lapisan yang sejajar arah
pemberian beban akan menerima beban sejajar serat, sementara lapisan yang
membentuk sudut tertentu terhadap arah pembebanan akan mengalami beban
tegak lurus serat. Oleh sebab itu nilai tekan sejajar serat pada sudut core 0o
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan sudut lainnya. Hasil penelitian
Supartini (2012) menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian ini, yaitu
semakin banyak jumlah lapisan yang saling bersilangan maka akan menambah
nilai pembebanan tegak lurus serat sehingga terjadi penurunan pada nilai tekan
sejajar serat.
Nilai tekan sejajar serat CLB apabila dibandingkan dengan jenis produk
CLT kayu manii, akasia dan jabon memiliki nilai lebih tinggi, dimana dalam
penelitian Riana (2012) menjelaskan bahwa kekuatan tekan sejajar serat CLT
kayu jabon berada di bawah 245.13 kg/cm2, dan dalam penelitian Supartini (2012)
nilai kekuatan tekan sejajar serat CLT kayu manii, akasia dan jabon berada
dibawah nilai 238.56 kg/cm2.
4. Keteguhan Rekat Pengujian keteguhan rekat merupakan salah satu pengujian sifat mekanis
CLB dalam hal pengaruh perekat terhadap sambungan atau lapisan pada produk.
Keteguhan rekat pada standar JAS 1152 (2007) mensyaratkan nilai minimum
adalah 54 kg/cm2, hasil pengujian nilai keteguhan rekat CLB berkisar 6.23-32.29
kg/cm2
sehingga masih berada di bawah standar yang ditetapkan seperti yang
disajikan pada Gambar 24. Hal ini dapat menjelaskan nilai MOE dan MOR yang
tidak memenuhi persyaratan standar JAS 1152 (2007), yang ditunjukkan oleh
pengujian keteguhan rekat memiliki nilai yang rendah. Kecenderungan yang
diperoleh dari penelitian ini adalah semakin besarnya sudut core CLB nilai
keteguhan rekat semakin menurun.
Gambar 24 Keteguhan rekat cross laminated bamboo
Hasil analisis ragam (Lampiran 14) untuk keteguhan rekat menunjukkan
adanya interaksi antara sudut core dan tebal bilah yang digunakan. Tebal bilah
dan sudut core memberikan pengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat,
sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan memberikan hasil
bahwa tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45
o dan 90
o berbeda nyata terhadap tebal
0
10
20
30
40
50
60
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
Ket
egu
ha
n R
eka
t (k
g/c
m2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
29
bilah 1.00 cm sudut 0o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 0
o. Tebal bilah 1.00 cm sudut
0o berbeda nyata terhadap keseluruhan kombinasi perlakuan kecuali terhadap tebal
bilah 1.33 cm sudut 0o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 45
o berbeda nyata terhadap
tebal bilah 1.00 cm sudut 0o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 90
o. Tebal bilah 1.00
cm sudut 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o dan tebal bilah
1.33 cm sudut 0o. Selanjutnya pada tebal bilah 1.33 cm sudut 0
o menunjukkan
nilai tekan sejajar serat berbeda nyata terhadap tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45
o
dan 90o, tebal bilah 1.00 cm sudut 90
o dan tebal bilah 1.33 cm sudut 45
o dan 90
o.
Tebal bilah 1.33 cm sudut 45o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.33cm sudut 0
o
dan tebal bilah 1.00 cm sudut 0o. Dan tebal bilah 1.33 cm sudut 90
o berbeda nyata
terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 0o dan 45
o serta tebal bilah 1.33 cm sudut 0
o.
Hasil interaksi ditunjukkan pada Gambar 25 dimana terdapat perpotongan titik
yang menunjukkan adanya interaksi pada faktor perlakuan.
Gambar 25 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap keteguhan rekat
cross laminated bamboo
Sudut 0o memberikan hasil keteguhan rekat yang lebih baik dibandingkan
dengan sudut 45o dan 90
o. Hal ini sejalan dengan penelitian Riana (2012) dan
Rilatupa et al. (2004), hal ini mungkin erat kaitannya terhadap arah serat yang
sejajar ataupun saling tegak lurus dengan memberikan pengaruh terhadap
perekatannya dimana orientasi sudut core 0o memiliki tahanan yang lebih baik
dalam hal pengujian keteguhan rekat.
Kekakuan dan Kekuatan Bidang Panel Cross Laminated Bamboo
Kekakuan lentur dan keteguhan patah CLB dengan melakukan pengujian
dalam bentuk bidang panel dilakukan untuk melihat pemanfaatan CLB sebagai
panel dinding maupun lantai. Nilai MOE dan MOR panel CLB memberikan hasil
yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan pengujian MOE dan MOR yang
telah lazim dilakukan. Nilai MOE dan MOR bidang panel selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Hasil pengujian terhadap MOE bidang panel memberikan hasil berkisar
antara 120-936 kg/cm2. Pada Gambar 26 menunjukkan hubungan antara perlakuan
tebal bilah dan sudut core CLB, kecenderungan nilai MOE bidang panel terlihat
CLB yang menggunakan sudut core 0o memiliki nilai MOE yang lebih rendah,
0
5
10
15
20
25
30
35
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cmKet
egu
ha
n r
eka
t (k
g/c
m2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
30
kemudian meningkat pada sudut core 45o hingga mencapai nilai MOE tertinggi
pada sudut core 90o. Dengan demikian hasil terbaik ditunjukkan pada CLB sudut
core 90o. Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 15) terhadap faktor
perlakuan menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara kedua faktor tersebut.
Gambar 26 Kekakuan lentur bidang panel cross laminated bamboo
Hubungan interaksi antara faktor perlakuan ditunjukkan pada Gambar 27,
untuk melihat pengaruh lebih lanjut dari interaksi perlakuan perlu dilakukan uji
lanjut Duncan. Nilai MOE bidang panel pada tebal bilah 0.80 cm sudut 0o, 45
o
dan 90o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 90
o dan tebal bilah 1.33
cm sudut 90o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o berbeda nyata terhadap tebal bilah
1.00 cm sudut 45o dan 90
o serta tebal bilah 1.33 cm sudut 90
o. Tebal bilah 1.00 cm
sudut 45o berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 0
o dan 90
o, tebal bilah
1.33 cm sudut 0o, 45
o dan 90
o. Tebal bilah 1.00 cm sudut 90
o berbeda nyata
terhadap keseleruhan kombinasi perlakuan. Tebal bilah 1.33 cm sudut 0o dan 45
o
berbeda nyata terhadap tebal bilah 1.00 cm sudut 45o dan 90
o, tebal bilah 1.33 cm
sudut 90o. tebal bilah 1.33 cm sudut 90
o berbeda nyata terhadap keseluruhan
kombinasi perlakuan CLB.
Gambar 27 Interaksi antara tebal bilah dan sudut core terhadap MOE bidang panel
cross laminated bamboo
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
MO
E p
an
el (
kg
/cm
2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
MO
E b
ida
ng
pa
nel
(k
g/c
m2
)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
31
Penggunaan sudut core 90o ternyata memberikan pengaruh nyata terhadap
nilai MOE, sedangkan sudut core 45o dan 0
o tidak memberikan pengaruh yang
signifikan. Nilai MOE bidang panel semakin meningkat pada CLB dengan tebal
bilah 1.00 cm dan 1.33 cm dengan sudut core 90o. Hal ini berkaitan dengan
jumlah garis rekat yang semakin berkurang sehingga mengurangi perlemahan
pada CLB, serta adanya arah serat yang saling bersilangan pada panel
memberikan pengaruh pada nilai MOE CLB menjadi semakin meningkat.
Keteguhan patah (MOR) bidang panel dihitung dengan menggunakan rumus
yang sama dengan perhitungan MOR, hanya saja akan ada dampak akibat
perbedaan panjang span dan lebar contoh uji yang membuat MOR bidang panel
memiliki nilai yang lebih rendah. MOR bidang panel memiliki kisaran nilai 0.7-
63.02 kg/cm2 (Gambar 28), nilai keteguhan patah pada CLB mengalami
peningkatan dari sudut core 0o hingga sudut core 90
o. Berdasarkan hasil uji
statistika hanya faktor perlakuan sudut yang memberikan pengaruh signifikan,
sudut core 90o berbeda nyata terhadap sudut core 45
o dan sudut 0
o. Fenomena ini
dapat dijelaskan melalui orientasi serat dari setiap lapisan CLB, yang
menunjukkan pada CLB yang saling bersilangan arah seratnya memberikan hasil
MOR yang tinggi, demikian sebaliknya, arah serat setiap lapisan CLB yang saling
sejajar memberikan nilai MOR yang lebih kecil.
Gambar 28 Keteguhan patah bidang panel cross laminated bamboo
Perbedaan nilai MOR bidang panel yang besar antara sudut core disebabkan
oleh pembebanan yang diberikan dipengaruhi oleh sisi terlemah dari bidang panel
tersebut. Pada CLB dengan sudut core 0o titik terlemah terdapat pada rekatan antar
bilah sehingga CLB tidak mampu menahan beban yang besar dibandingkan
dengan sudut core 45o dan 90
o.
Nilai MOE dan MOR bidang panel memiliki nilai yang sangat kecil
dipengaruhi oleh pengujian yang menggunakan tumpuan pada empat titik saja,
sedangkan dalam pemakaiannya panel diberi rangka diseluruh sisi untuk
memperkuat sebuah panel. Selain itu adanya pengaruh dari arah defleksi terlemah
juga menentukan seberapa besar kekuatan dari sebuah panel tersebut.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0.80 cm 1.00 cm 1.33 cm
MO
R P
an
el (
kg
/cm
2)
Perlakuan
sudut 0
sudut 45
sudut 90
-
32
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sifat-sifat yang dimiliki oleh Cross Laminated Bamboo terutama
delaminasi, kekuatan lentur, keteguhan patah dan keteguhan rekat belum
memenuhi syarat standar JAS 1152 (2007), akan tetapi untuk tekan sejajar serat
dari CLB apabila dibandingkan dengan CLT dari kayu solid dengan nilai 245
kg/cm2 memiliki nilai pengujian yang lebih tinggi yaitu 434 kg/cm
2. Pada
pengujian bidang panel terjadi peningkatan nilai MOE dan MOR seiring dengan
peningkatan sudut core. Terdapat kestabilan dimensi yang lebih baik seiring
dengan peningkatan sudut core yang digunakan. Keteguhan rekat yang rendah
memberikan pengaruh pada kekuatan CLB yang dihasilkan.
Saran
Penggunaan CLB ini masih terbatas sebagai dinding tanpa harus menerima
beban yang berarti, akibat pengaruh dari keteguhan rekat CLB yang masih belum
memenuhi standar. Cross Laminated Bamboo yang dihasilkan pada penelitian ini
memiliki sifat fisis mekanis yang dirasa perlu dilakukan peningkatan mutu baik
terhadap bambu sebagai bahan baku maupun proses pengerjaannya.
-
33
DAFTAR PUSTAKA
Anwar UMK, Paridah MT, Hamdan H, Zaidon A, Hanim AR, Nordahlia AS.
2012. Adhesion and bonding properties of low molecular weight phenol
formaldehyde-treated plybamboo. Journal of tropical forest science. 24 (3):
379-386.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2008. Annual Book of
ASTM Standards Volume 04.10, Construction. D143-94 (2008). Standard
Test Methods for Small Clear Specimen of Timber. USA.
Bahtiar ET, Nugroho N, Carolina A, Maulana AC. 2012. Measuring
carbondioxide sink of betung bamboo (dendrocalamus asper (schult f.)
backer ex heyne) by sinusoidal curve fitting on its daily photosynthesis light
response. Journal of Agricultural Science and Technology. 2(7B): 780-788.
Bahtiar ET, Nugroho N, Surjokusumo S, Karlinasari L. 2013. Eccentricity effect
on bamboos flexural properties. Journal of Biological Sciences. 13(2): 82-87. doi: 10.3923/jbs.2013.82.87.
Bowyer JL, Shmulssky R, and Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood
Science. An Introduction, Fourth Edition. Iowa (US): Oowa State Press, A
Blackwell Publishing Company.
Brown HP, Panshin AJ, and Forsaith CC. 1952. Text Book of Wood Technology.
Vol. II. New York (US): Mc Graw Hill Book Company.
Chaowana P. 2013. Bamboo: An alternative raw material for wood and wood-
based composites. Journal of Materials Science Research. 2(2): 90-102.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia.
Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Dinwoodie JM. 1981. Timber Its Structure, Properties and Utilisation. Oregon
(US): Timber Press.
[FAO] Food and Agriculture Organization of United Nations. 2012. Forestry
Statistics [diacu 2014 Juni 9]. Tersedia dari: faostat.fao.org.
Febrianto F, Sahroni, Hidayat W, Bakar ES, Kwon GJ, Kwon JH, Hong SI, Kim
NH. 2012. Properties of oriented strand board made from betung bamboo
(Dendrocalamus asper (Schultes.f) Backerex Heyne). Wood Science and
Technology.46: 53-62. http://dx.doi.org/10.1007/s00226-010-0385-8.
FPInnovations. 2013. Cross Laminated Timber Handbook. Karacabeyli E,
Douglas B, editor. Pointe-Claire, QC. Special Edition SP-529E.
Herawati E. 2007. Karakteristik Balok Laminasi dari Kayu Cepat Tumbuh
Berdiameter Kecil. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation. 2007. Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber. Tokyo.
Jiang Z, Chen F, Wang G, Liu X, Shi SQ, Cheng H. 2012. The circumferential
mechanical properties of bamboo with uniaxial and biaxial compression
tests. Bioresources. 7(4):4806-4816.
-
34
Li X. 2004. Physical, Chemical, and Mechanical Properties of Bamboo and Its
Utilization Potential for Fiberboard Manufacturing. [tesis]. China (CN):
Beijing Forestry University.
Lee, AWC, Bai X, Peralta PN. 1996. Physical and mechanical properties of
strandboard made from moso bamboo. Forest Product Journal. 46(11/12):
84-88.
Lobovikov M, Paudel S, Piazza M, Ren H, Wu J. 2007. World Bamboo Resources
A Thematic Study Prepared in the Framework of the Global Forest Resources Assessment 2005. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Malanit P, Barbu MC, Liese W, Frhwald A. 2008. Macroscopic aspects and
physical properties of Dendrocalamus asper Backer for composite panels.
Journal of Bamboo and Rattan. 7(3-4):151-163.
Malanit P, Barbu MC, Frhwald A. 2011. Physical and mechanical properties of
oriented strand lumber made from an Asian bamboo (Dendrocalamus asper
Backer). European Journal of Wood and Wood Products. 69:27-36.
http://dx.doi.org/10.1007/s00107-009-0394-1.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid I. Bogor (ID): IPB Press.
Nath AJ, Franklin DC, Lawes MJ, Das MC, Das AK. 2012. Impact of Culm
Harvest on Seed Production in a Monocarpic Bamboo.Biotropica. 44(5):
699704.
Nugroho N. 2000. Development of Processing Methods for Bamboo Composite
Materials and Its Structural Performance. [disertation]. Tokyo (JP): Tokyo
University.
Nugroho N, Ando N. 2001. Development of structural composite products made
from bamboo II: fundamental properties of laminated bamboo lumber.
Journal of Wood Science. 47(3):237-242.
Riana A. 2012. Karakteristik cross laminated timber kayu jabon berdasarkan
ketebalan dan orientasi sudut lamina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rilatupa J, Surjono S, Nandika D. 2004. Keandalan Papan Lapis dari Kayu Damar
(Agathis loranthifolia Salisb.) Terpadatkan sebagai Pelat Buhul pada
Arsitektur Konstruksi Atap Kayu. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis.
2(1). Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia.
Sakaray H, Togati NVVK, Reddy IVR. 2012. Investigation on Properties of
Bamboo as Reinforcing Material in Concrete.International Journal of
Engineering Research and Applications (IJERA). 2: 077-083.
Sulastiningsih IM, Nurwati, Sutigno P. 1996. Pengaruh jumlah lapisan terhadap
sifat bambu lamina. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14(9): 366-373.
Sulastiningsih IM, Santoso A and Yuwono T. 1998. Effect of position along the
culm and number of preservative brushing on physical and mechanical
-
35
properties of laminated bamboo. Proceedings Pacific Rim Bio-Based
Composites Symposium. November 2-5 1998: 106 113. Bogor, Indonesia.
Sulastiningsih IM, Nurwati, Santoso A. 2005. Pengaruh lapisan kayu terhadap
sifat bambu lamina. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 23(1): 15-22.
Sumardi I, Kojima Y, Suzuki S. 2008. Effects of strand length and layer structure
on some properties ofstrandboard made from bamboo. Journal of Wood
Science. 54: 128-133.http://dx.doi.org/10.1007/s10086-007-0927-3.
Supartini. 2012. Karakteristik cross laminated timber dari kayu cepat tumbuh
dengan jumlah lapisan yang berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,
Utilazation. New York (US: Van Nostrand Reinhold.
Ulfah D. 2006. Analisis Sifat Fisika Bambu Apus (Gigantochloa Apus Kurz)
Berdasarkan Posisi di Sepanjang Batang. Jurnal Hutan Tropis Borneo.
7(19): 144-149.
Van der Lugt P, Van den Dobbelsteen AAJF, Janssen JJA. 2006. An
environmental, economic and practical assessment of bamboo as a building
material for supporting structures. Construction and Building Materials. 20:
648-656.
Van der Lugt P, Vogtlnder JG, Van der Vegte JH, Brezet JC. 2012. Life Cycle
Assessment and Carbon Sequestration; the Environmental Impact of
Industrial Bamboo Products. Proceedings 9th World Bamboo Congress,
Antwerp, Belgium.
Verma CS, Chariar VM. 2012. Stiffness and strength analysis of four layered
laminate bamboo