cr kiki

23
BAB I PENDAHULUAN Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa. Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody IgG yang terikat pada basement membrane zone.

Upload: rizki-putra-sanjaya

Post on 28-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CR kiki

BAB I

PENDAHULUAN

Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai

oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada

orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang

melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun

presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama

pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak ada.

Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB memerlukan tingkat pemeriksaan yang

tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen target

pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi

kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.

Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan

berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3

(komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG

sirkulasi dan antibody IgG yang terikat pada basement membrane zone.

Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi di

lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut

"membran basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal

disebut antigen hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel peradangan

(kemotaksis). Pasien pemfigoid bulosa biasanya terjadi pada usia 60 tahunan

namun dapat terjadi pada anak-anak. Pengobatan sangatlah penting karena

penyakit ini bersifat kronik dan dapat terjadi remisi spontan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 2: CR kiki

2.1. Insiden dan Epidemiologi

Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun

dengan puncak insiden terjadi pada usia sekitar 80 tahun. Meskipun

demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak, dan laporan di

sekitar awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk

diagnosis menjadi lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar

data tersebut memasukkan anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di

zona membran basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang

memiliki kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden

Pemfigoid Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.

2.2. Etiologi

PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan dengan

respon humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen: antigen PB

180 (PB180, PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230

atau PBAG1.

Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi

autoantibodi pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun

tubuh kita menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing

yang berpotensi membahayakan. Untuk alasan yang tidak jelas, tubuh dapat

menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu dalam tubuh. Dalam

Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap

membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit

(dermis) dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu

aktivitas inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa

gatal pada kulit.

Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa

faktor dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu

obat seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu

Page 3: CR kiki

studi kasus menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk

dalam faktor pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang

berefek langsung pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh

pada kasus Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor

yang memicu PB ataupun memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor

fisik termasuk suhu panas, luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan

dapat menginduksi PB pada kulit normal.

2.3. Anatomi Kulit

Gambar 2.1. Anatomi kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu

lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis

terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum

spinosum dan stratum basal.

Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah stratum basale.

Stratum basal terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal

pada perbatasan dermo – epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini

merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua

jenis sel yaitu sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel

Page 4: CR kiki

basal dalam membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi

hemidesmosom adalah melekatkan sel – sel basal dengan membrana basalis.

2.4. PATOFISIOLOGI

Gambar 2.2 : Mekanisme pembentukan bula di Pemfigoid Bulosa (PB).

Gambar atas menggambarkan beberapa struktur protein membran basal

epidermis yang berfungsi sebagai autoantigen utama dalam penyakit kulit

autoimun subepidermal bulosa. Autoantigens utama pada pasien PB adalah

antigen PB 230 (PB230) dan antigen PB 180.

Autoantibodi PB terakumulasi dalam jaringan dan mengikat antigen pada

membran basal. Pasien dengan PB mengalami respon sel T autoreaktif untuk

PB180 dan PB230, dan ini mungkin penting untuk merangsang sel B untuk

menghasilkan autoantibodi patogen.

Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan bula

subepidermal terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi

Page 5: CR kiki

komplemen, perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan eosinofil), dan

pembebasan berbagai kemokin dan protease, seperti metaloproteinase

matriks-9 dan neutrofil elastase.

Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun

seluler dan humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal.

Antigen PB merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,

diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian BMZ (basal membrane zone)

epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal

dengan membrane basalis, strukturnya berbeda dengan desmosom.

Terdapat dua jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul

230kD disebut PBAg1 (Pemfigoid Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD

dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada

PB180.

Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik

dan alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak

jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis dengan dermis.

Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada pemfigus

bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan lamina

densa. Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya

tarikan filament dan hemidesmosom.

Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap

antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan

jalur klasik komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis

leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-produk sel mas menyebabkan

kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor kemotaktik eosinofil

anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast mengakibatkan

pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan

Page 6: CR kiki

di membran basal pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan gelatinase yang

memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2, yang mungkin berkontribusi

terhadap pembentukan bula.

2.5. DIAGNOSA

A. GAMBARAN KLINIS

Fase Non Bulosa

Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit

nonbulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan

sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau

urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan.

Gejala nonspesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda

penyakit.

Fase Bulosa

Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit

normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan

infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar.

Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat

bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi

seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur

anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi

memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar.

Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa

hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh.

Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.

Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.

Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi

secara sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa

tahun. Rasa gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky

tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula ruptur

Page 7: CR kiki

dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar

dan sembuh dengan cepat.

Lesi kulit

Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula.

Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau

yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat

bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok

dalam pola serpiginosa dan arciform.

Tempat Predileksi

Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.

Gambar 2.3: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.

Page 8: CR kiki

Gambar 2.4 : Pemfigoid Bulosa.

Gambar 2.5: Pemfigoid Bulosa.

Page 9: CR kiki

Gambar 2.6: Pemfigoid Bulosa.

Gambar 7: Pemfigoid Bulosa.

2.6. Pemeriksaan Laboratorium

Pemfigus bulosa harus dibedakan dengan pemfigus, dermatosis linear IgA,

eritema multiforme, erupsi obat, dermatitis herpetiformis dan epidermolisis

bulosa. Penderita harus melakukan Biopsi kulit dan titer antibodi serum untuk

membedakannya. Biopsi sangat penting untuk membedakan penyakit-

penyakit ini karena mempunyai prognosis yang tidak sama.

Page 10: CR kiki

a) HISTOPATOLOGI

Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknyacelah di

perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang

utama adalah eosinofil.

b) IMUNOLOGI

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun

seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone). Pewarnaan Immunofluorescence

langsung (IF) menunjukkan IgG dan biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan

paralesional kulit dan substansi intraseluler dari epidermis.

2.7. Diagnosis Banding

1. Pemfigus vulgaris (PV), adalah sebuah penyakit autoimun yang serius,

dengan bulla, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran

mukosa yang sering berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen

imunosupresif. Penyakit ini adalah prototype dari keluarga / golongan

pemfigus, yang merupakan sekelompok penyakit bula autoimun

akantolitik. Gambaran lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula

yang kendur di atas kulit normal dan dapat pula erosi. Membran mukosa

terlibat dalam sebagian besar kasus. Distribusinya dapat dibagian mana

saja pada tubuh. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran

akantolisis suprabasalis. Pada pemeriksaan imunopatologi, diperoleh IgG

dengan pola interseluler.

Page 11: CR kiki

Gambar 2.8: Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek.

Gambar 2.9: Pemphigus vulgaris. Erosions and flaccid bullae pada kulit normal.

2. Pemfigus foliaseus (PF) adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus

dengan akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada

pemfigus foliaseus berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang

kendur. Membran mukosa jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian

tubuh yang lebih terbuka dan bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar

sebasea. Pada gambaran histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada

stratum granulosum. Pada pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG

dengan pola intraseluler.

3. Pemfigus vegetans (PVeg), memberikan gambaran lesi berupa plak

granulomatosa, dan adakalanya terdapat vesikel di pinggiran lesi.

Membran mukosa terlibat pada sebagian besar kasus. Distribusi lesi pada

daerah intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila. Pada

pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan

abses-abses intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan

imunopatologi, didapatkan hasil seperti Pemfigus vulgaris.

4. Epidermolisis Bulosa (EB), adalah sebuah penyakit bula subepidermal

kronik yang berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam

fibrin pada zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding

Page 12: CR kiki

tegang dan erosi, gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus

bulosa, Dermatitis herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran

mukosa terlibat pada kasus yang parah. Distribusi lesinya sama dengan

Pemfigoid Bulosa. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan bula

subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG linear pada

zona membrane basal.

5. Dermatitis herpetiformis (DH), adalah erupsi pruritus yang kronis,

rekuren, dan intensif yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan

pada badan dan terdiri dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika

yang tersusun berkelompok, serta berkaitan dengan gluten-sensitive

enteropathy (GSE) dan deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa papul

berkelompok, urtikaria, vesikel serta krusta. Membran mukosa tidak

terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku, lutut, glutea, sakral dan

skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran mikroabses di

papilla dermis, dan vesikel subepidermal. Pada pemeriksaan

imunopatologi, didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung papilla.

Gambar 2.11: Dermatitis Herpetiformis dicirikan oleh kelompok vesikel intens

pruritic, papula, dan lesi urtikaria seperti biasanya didistribusikan secara simetris

pada permukaan ekstensor. Sariawan Celiac hadir dalam 75 sampai 90% dari

pasien tetapi asimtomatik dalam banyak kasus.

6. Dermatosis IgA linear, adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal

yang dimediasi sistem imun, dan merupakan kasus yang cukup jarang

Page 13: CR kiki

ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan adanya deposit IgA linear yang

homogen pada zona membran basal kutaneus. Gambaran lesi kulitnya

berupa vesikel yang anular, berkelompok dan dapat berupa bula. Membran

mukosa terlibat dan biasanya terdapat erosi dan ulkus pada mulut, serta

erosi dan pada konjungtiva. Distribusi lesinya bisa dimana saja. Pada

pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran bula subepidermal dan

disertai neutrofil. Pada pemeriksaaan imunopatologi, didapatkan IgA

linear pada zona membran basal.

2.8. Penatalaksanaan

Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam kombinasi

dengan agen lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline.

Obat-obat ini biasanya dimulai secara bersamaan, mengikuti penurunan

secara bertahap dari prednison dan agen steroid setelah remisi klinis tercapai.

Kasus ringan mungkin hanya memerlukan kortikosteroid topikal.

Methrotrexate mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit berat yang

tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60 mg

sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan.

Sebagian kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.

Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti Pemfigus,

dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3 tahun. Dosis

awal 60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap dikurangi ke

jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga

berpotensi memberikan efek samping yang buruk seperti prednison. Suatu

kajian menjelaskan jika glukokortikoid sistemik diberikan pada penderita

dengan dosis tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4 minggu, kombinasi

dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya penderita

harus menanggung efek samping obat tersebut.

Page 14: CR kiki

Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat

imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan

dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada

penderita dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa

ditangani dengan cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat

yaitu hanya beberapa hari.

Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif untuk

mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid

Bulosa. Sulfon mungkin efektif pada setengah pasien dengan Pemfigoid

Bulosa. Tidak banyak pasien yang berespon terhadap dapson.

2.9. Prognosis

Pemfigoid Bulosa ialah penyakit kulit kronis yang bisa menetap selama

beberapa bulan atau beberapa tahun, namun secara umum prognosisnya baik.

Walaupun mayoritas pasien yang mendapatkan terapi akan mengalami remisi

spontan, tingkat mortalitas dipertimbangkan pada pasien yang sudah lanjut

usia.

Usia tua dan kondisi umum yang buruk telah terbukti secara signifikan

mempengaruhi prognosis. Secara historis, dinyatakan bahwa prognosis pasien

dengan Pemfigoid Bulosa jauh lebih baik dari pasien dengan pemfigus,

terutama Pemfigus Vulgaris dengan Pemfigoid Bulosa dimana tingkat

mortalitasnya sekitar 25% untuk pasien yang tidak diobati dan sekitar 95%

untuk pasien dengan penyakit Pemvigus Vulgaris saja tanpa pengobatan.

Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa penelitian di Eropa pada kasus

Pemfigoid Bulosa menunjukkan bahwa bahkan dengan perawatan, pasien

Pemfigoid Bulosa memiliki prognosa seburuk penyakit jantung tahap akhir,

dengan lebih dari 40% pasien meninggal dunia dalam kurun 12 bulan. Dari

studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit penyerta dan pola praktek

(penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat imunosupresif) juga

mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.

Page 15: CR kiki

DAFTAR PUSTAKA

1. Borradori L, Bernard P. Bullous pemphigoid in Bolognia. J L Jorizzo, J L Rapini, R P. Dermatology, vol 1 2nd Edition by Mosby. 2. Fenella Wojnarowska R A J

2. Eady & Susan M Burge. Bullous Eruption in Champion. RH Burton, J L Burns, D A Breathnach S.M. Textbook of Dermatology

3. John R Stanley. Pemphigus in Freedberg. I M Eisen, A Z Wolff, K Austen, K F Goldsmith, L A and Katz S.I. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine vol. 1 6th Edition. (McGraw-Hill, New York, 1999)

4. Habif T P. Clinical Dermatology, a Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition (October 27, 2003) by Mosby

5. Djuanda A. Pemfigoid Bulosa. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FK-UI 2010. P.210-211.

6. William H, Bigby M, Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B. Evidence- Based Dermatology. p. 660 – 663 (BMJ Book, London)

Page 16: CR kiki

7. Wolff K, Johnson R A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill. 2007

8. MacKie M. R. Clinical Dermatology. 4th Edition. Oxford medical publications;1997. P. 233-235.

9. Bickle M. K, Roark R. Tom, Hsu, S. Autoimmune Bullous Dermatoses. [online]. 2002 May 01. [cited 2012 Aug 31]; [16 pages]. Available from: URL: http//www.amfamphysician.org/education/rg_cme.html.

10. Kumar V, Cotran R S, Robbins, S L. Robbins Basic Pathology 7th Edition. p. 796-798. Elsevier, New Delhi, 2004

11. Schachner A L, Hansen C R. Pediatric Dermatology. 2th Edition. Beers M H, Porter RS, Jones T V, Kaplan J L, Berkwits M. The Merck Manual 18th Edition Volume. pp. 947-950 (Elsevier, New Jersey, 2006)

12. Bullous pemphigoid : American Osteopathic College of Dermatology. Available from: URL:http://www.aocd.com/index.html#ed

13. Swerlick A R, Korman J N. Bullous Pemphigoid: Journal of Investigative Dermatology . [online]. 2004 May 04 [cited 2012 Aug 31]; [10 Pages]. Available from: URL: http://www.nature.com/jid/journal/v122/n5/index.html#ed

14. Bernard Philippe, Ziad Reguia. Risk Factors for Relapse in Patients With Bullous Pemphigoid in Clinical Remission. [online]. 2009, May [cited 2011 Aug 31]; [11 pages]. Available from: URL: http://archderm.ama-assn.org/