cp 3_glaukoma tekanan normal

25
LAPORAN KASUS III NORMOTENSI GLAUKOMA ODS Baiq Trisna Satriana H1A 008 042 Pembimbing: dr. Samsul Rizal, Sp.M DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD KOTA MATARAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 1

Upload: baiq-trisna-satriana

Post on 10-Aug-2015

136 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS III NORMOTENSI GLAUKOMA ODS

Baiq Trisna Satriana H1A 008 042 Pembimbing: dr. Samsul Rizal, Sp.M

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD KOTA MATARAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2013

1

BAB I PENDAHULUAN

Glaukoma adalah kelompok penyakit mata (suatu neuropati optik) yang umumnya ditandai oleh keruskan saaraf N.II dan kehilangan lapang pandang yang karakteristik-progresif serta berhubungan dengan berbagai faktor resiko terutama tekanan intraokular (TIO) yang tinggi. Glaukoma bila tidak diobati secara tepat dapat menimbulkan kerusakan yang permanen (Perdami., 2006). Hampir 80.000 penduduk Amerika serikat buta akibat glaukoma, sehingga penyakit ini menjadi penyebab kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat diperbaiki, maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin (Riordan, 2010). Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin (Riordan, 2010; Perdami, 2006) Glaukoma tekanan normal merupakan kelainan glaukomatosa pada diskus optikus atau lapang pandang namun memiliki tekanan intraokular yang tetap di bawah 22 mmHg. Patogenesisnya adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kepala sarafoptikus. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan bentuk glaukoma yang paling sering dijumpai, ditandai sudut bilik mata depan yang terbuka, atrofi dan ekstravasasi papil N.II serta lapang pandang karakteristik, yang bersifat progresif lambat, disebabkan berbagai faktor resiko terutama TIO yang terlalu tinggi. Upaya pencegahan kebutaan akibat glaukoma memerlukan penyuluhan dan penjaringan glaukoma secara aktif di masyarakat, baik untuk penemuan kasus maupun deteksi dini (Perdami., 2006).

2

BAB II LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Agama Status Suku Alamat Tanggal pemeriksaan : Tn. PH. H.H : 66 tahun : Laki-laki : Tidak ada (pensiunan) : Islam : Menikah : Jawa : Rembiga, Selaparang : Senin, 28 Januari 2013

2. ANAMNESIS Keluhan utama : Penglihatan mata kiri kabur. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien merasakan penglihatan mata kirinya kabur sejak 4 bulan yang lalu. Penglihatan kabur yang dialami pasien terjadi secara perlahan-lahan tanpa mata merah. Selain pandangan kabur, pasien juga mengeluhkan nampak melihat adanya bintik kehitaman yang dialaminya kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan bintik kehitaman ini muncul sebelum matanya merasa kabur. Pasien mengatakan bintik kehitaman tersebut terletak pada bagian tepi penglihatannya. Bintik kehitaman ini awalnya hanya terbatas pada penglihatan mata kiri pasien. Namun, saat ini gambaran bintik kehitaman yang dialami pasien juga berdampak pada mata kanannya. Pasien mengatakan bintik kehitaman yang dirasakannya ikut bergerak pada saat matanya bergerak, namun berhenti bergerak ketika mata dalam keadaan diam. Keluhan lain seperti pandangan tertutup kabut/asap, gambaran pelangi bila melihat cahaya lampu, silau, terasa nyeri disangkal oleh pasien.

3

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi. Riwayat Diabetes Mellitus (+) sejak november 2011. Selain itu tidak ada riwayat trauma dan riwayat penyakit mata serupa sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga: Riwayat penyakit mata yang serupa pada keluarga pasien tidak diketahui. Pasien mengaku ibu mengalami buta namun tidak diketahui sebab penyakitnya. Pasien juga mengatakan tidak ada di keluarga yang menderita tekanan darah tinggi dan kurang mengetahui apakah ada yang menderita diabetes mellitus. Riwayat Pengobatan: Sejak November 2011 pasien pernah mendapatkan pengobatan untuk penyakit Diabetes Mellitus yang dideritanya. Sejak saat itu pasien mendapatkan terapi untuk menurunkan gula darah dan obat untuk menurunkan kadar kolesterol. Selain itu pasien pernah berobat mata ke BKMM dan diberikan obat tetes mata. Namun setelah dengan pemberian obat tetes tersebut, pasien mengatakan tidak ada perbaikan keluhan yang dialaminya. Sampai pada akhirnya, pasien datang memeriksakan dirinya ke poli mata RSUD Kota Mataram pada 19 November 2012 dan didiagnosis dengan normotensi glaukoma, kemudian pasien disarankan untuk dirujuk ke RS sanglah untuk pemeriksaan perimetri. Tanggal 10 desember 2012 pasien kemudian dirujuk ke RS dr.Soetomo untuk pemeriksaan mata lebih lanjut, dilakukan pemeriksaan Gonoskopi, OCT dan Humphrey; kemudian disana pasien didiagnosis dengan Normotensi glaukoma ODS dd POAG dan diberi terapi Arteoptic eye drop. Pada tanggal 02 januari 2013 pasien datang kembali ke RSUD kota mataram untuk menyerahkan hasil pemeriksaan dari RS Dr.Soetomo, dan pada tanggal 28 januari 2013 pasien datang lagi untuk kontrol dengan keluhan yang masih sama. Penggunaan obat-obatan lain seperti kortikosteroid disangkal oleh pasien. Riwayat Sosial: Dalam kesehariannya pasien tinggal berdua dengan istrinya. Pasien tidak lagi melakukan pekerjaan karena sudah pensiun.Pasien tidak merokok. Pasien memiliki riwayat penggunaan kacamata sebelumnya. Kacamata yang dimiliki pasien adalah kacamata baca. Riwayat alergi: Pasien mengatakan tidak ada alergi baik terhadap makanan maupun obat.4

3. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis KU Kesadaran/GCS : Baik : Compos mentis/E4V5M6

Pemeriksaan Tanda Vital Tekanan darah Nadi Frekuensi Napas Suhu : 130/80 mmHg : 80 kali/menit : 20 kali/menit : 36,7oC

Status Lokalis No 1. Visus 2. Pinhole Koreksi kacamata Pemeriksaan Mata Kanan (OD) 20/40 20/25 Tidak dilakukan Mata Kiri (OS) 20/50 f-1 Tetap Tidak dilakukan

Lapang pandang Tes konfrontrasi Baik dari segala arah Baik dari segala arah

3.

Gerakan bola mata

Gerakan lancar, tepat, jangkauan penuh 4. Kedudukan bola mata 5. Palpebra superior Hirscberg test Edema Hiperemi Blepharospasme Ortoforia (-) (-) (-)

Gerakan lancar, tepat, jangkauan penuh.

ortoforia (-) (-) (-)

5

Pseudoptosis Massa Entropion Ektropion Lagophtalmos Margo palpebra Sikatrik 6. Palpebra Inferior Edema Hiperemi Massa Entropion Ektropion Sikatrik Margo palpebra 7. 8. Fissura palpebra Konjungtiva palpebral Superior Inferior Hiperemi Folikel/Papil Sikatriks Massa Hiperemi Folikel/Papil Sikatriks Massa

(-) (-) (-) (-) (-) Krusta (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Krusta (-) + 10 mm

(-) (-) (-) (-) (-) Krusta (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Krusta (-) + 10 mm

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

9.

Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva Injeksi silier Massa Edema (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

6

10. Kornea 12. Iris 13. Pupil Warna Struktur Bentuk Refleks langsung Refleks tidak langsung 14. Lensa 15. TIO 16. Funduskopi Palpasi Tonometri Refleks fundus Kesan normal 7/5.5 (12.2 mmHg) (+),gambaran warna orange pada fundus Gambaran funduskopi Terlihat gambaran makula, serta pembuluh darah retina,kesan Kesan normal 6/5.5 (14.6 mmHg) (+),gambaran warna orange pada fundus Terlihat gambaran makula serta pembuluh darah retina, kesan Kejernihan Jernih Jernih Coklat Regular Normal, reguler, isokor (+) (+) Coklat Regular Normal, reguler, isokor (+) (+) Bentuk Kejernihan Edema Permukaan Infiltrat Benda asing Lain Cembung Jernih (-) Kesan licin (-) (-) arkus senilis Cembung Jernih (-) Kesan licin (-) (-) arkus senile

11. Bilik mata depan Kedalaman Hifema Hipopion Kesan dalam (-) (-) Kesan dalam (-) (-)

7

masih dalam batas normal. Nampak rasio Cup and Disc 0.9. Tidak tampak adanya gambaran bercak perdarahan, eksudat, mikroaneurisme, penyempitan pembuluh darah, neovaskularisasi, lesi drusen.

dalam batas normal. Nampak rasio Cup and Disc 0.9. Tidak tampak adanya gambaran bercak perdarahan, eksudat, mikroaneurisme, penyempitan pembuluh darah, neovaskularisasi, lesi drusen.

Gambar Mata pasien

Keadaan kedua mata pasien

8

Okuli Dextra

okuli Sinistra

9

BAB III IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS A. IDENTIFIKASI MASALAH Adapun masalah yang ditemukan pada pasien adalah: 1. Mata tenang dengan visus turun perlahan 2. Nampak adanya bintik kehitaman pada tepi penglihatan yang ikut bergerak pada saat mata bergerak dan berhenti ketika mata terdiam 3. Usia 66 tahun 4. Riwayat DM 5. Pemeriksaan gonoskopi, OCT dan humphrey hasil diagnosis normotensi glaukoma ODS dd POAG 6. Visus naturalis OD 20/40 membaik dengan pinhole dan OS 20/50f-1 tidak membaik dengan pinhole 7. CD ratio ODS 0,9

B. ANALISA KASUS 1. Mata tenang dengan penglihatan turun perlahan. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah dapat mengarahkan pada diagnosis banding penyakit seperti kelainan refraksi, katarak, glaukoma kronis, retinopati, dan ARMD (age related macular disease). a. Pada kelainan refraksi, pasien akan mengeluhkan penglihatan jauh, dekat atau keduanya menjadi kabur, yang dapat disertai sakit kepala, untuk memastikan kelainan refraksi dapat dilakukan pemeriksaan visus dan koreksi refraksi. Sebagian besar kelainan refraksi akan memberikan gambaran visus naturalis yang menurun dan jika diperiksa dengan pinhole akan didapatkan visus yang membaik. b. Pada katarak akan didapatkan kondisi penglihatan turun perlahan dengan mata tenang, pasien seringkali mengeluhkan penglihatan seperti ada kabut asap dan juga terdapat gambaran khas nampak kekeruhan pada lensa. Pada pasien ini, tidak ada keluhan seperti pandangan tertutup kabut atau asap dan tidak nampak kekeruhan pada lensa sehingga diagnosa ke arah katarak dapat disingkirkan c. Glaukoma kronis dapat memperlihatkan tanda menyempitnya lapang pandang, meningkatnya tekanan bola mata, dan atrofi papil saraf optic.10

d. Pada retinopati, biasanya disertai adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit kolagen, anemia, dan lainnya. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan funduskopi dimana dapat dijumpai gambaran edema papil,

mikroaneurisme, vena-vena retina dilatasi dan berkelok-kelok, perdarahan retina, eksudat. Pada pasien tidak didapatkan gambaran tersebut pada funduskopi sehingga diagnosis ini dapat disingkirkan. e. Pada ARMD bisa ditemukan adanya kehilangan penglihatan sentral/parasentral secara bertahap, mengeluh melihat benda/garis lurus melengkung, bisa timbul lesi drusen di macula ataupun perdarahan subretina. 2. Nampak adanya bintik kehitaman pata tepi penglihatan yang ikut bergerak pada saat mata bergerak dan berhenti ketika mata terdiam. Kondisi ini menandakan adanya suatu skotoma. Skotoma ditandai dengan hilangnya sebagian lapangan pandang. Dikenal adanya skotoma sentral dan perifer. Skotoma sentral bisa ditemukan pada pasien dengan ARMD, yang umumnya sering mengeluhkan penglihatan sentral yang kabur atau terdistorsi. Penglihatan perifer tidak terpengaruh kecuali bila ada katarak yang memperburuk gambaran. Kehilangan penglihatan sentral menimbulkan kesulitan membaca, mengenali wajah, dan detil-detil lain. Sedangkan pada skotoma perifer biasanya khas untuk glaukoma stadium akhir dan retinopati diabetikum. Lapangan pandang perifer penting untuk menentukan lokasi diri dalam ruang, mendeteksi pergerakan, dan untuk kewaspadaan. Pada pasien ini, skotoma yang dialaminya termasuk skotoma yang perifer, dimana pasien mengatakan nampak melihat bintik kehitaman yang berada pada tepi dari pandangan pasien. Sehingga diagnosis ARMD dapat disingkirkan pada pasien ini. 3. Usia 66 tahun.Usia sering dikaitkan dengan penyakit degeneratif dan gangguan sistemik. Semakin bertambahnya usia, semakin rentan seseorang terkena penyakit. Pada pasien ini usia telah lanjut dan ada riwayat DM sebelumnya. Usia seringpula dikaitkan dengan faktor resiko penyakit mata, seperti katarak akibat gangguan metabolisme lensa akibat semakin bertambahnya usia, glaukoma, ARMD, retinopati diabetikum. Pada pasien ada kemungkinan mengalami glaukoma, bila dikaitkan dengan usia umumnya glaukoma simpleks ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. ARMD umumnya terjadi pada usia

11

diatas 60 tahun akibat kerusakan makula degeneratif. Riwayat diabetes bisa menjadi faktor resiko untuk berkembang di usia lanjut mengalami retinopati diabetikum. 4. Riwayat Diabetes Mellitus. DM memiliki berbagai komplikasi jangka panjang pada vaskular, salah satunya berupa mikroangiopati prekapiler retina, kapiler dan venula yang dikenal dengan retinopati diabetikum, dan dapat menyebabkan oklusi mikrovaskuler dan kebocoran vaskuler. DM juga menurut beberapa sumber memiliki peranan sebagai faktor resiko glaukoma. DM dikatakan dapat meningkatkan tekanan intra okular, hal ini diakibatkan kadar glukosa yang tinggi dalam aquous humor dapat memicu sintesis fibronektin. Sintesis fibronektin ini dapat bertumpuk pada trabekular meshwork dan terjadi akumulasi berlebihan disana. Akibatnya, terjadi peningkatan resistensi aliran keluar aquous humor dan hal ini berkontribusi pada peningkatan TIO. 5. Pemeriksaan gonoskopi, OCT dan humphrey, hasil diagnosis normotensi glaukoma ODS dd POAG (Primary Open Angle Glaucoma). Pemeriksaan gonioskopi dilakukan dengan tujuan untuk menilai keadaan sudut bilik mata depan, apakah terbuka, sempit atau tertutup ataukah terdapat abnormalitas pada sudut tersebut. Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan teknologi pencitraan yang menampilkan gambaran resolusi mikron, cross sectional, pada jaringan invivo termasuk mikrostruktus okuli. OCT dapat menggambarkan struktur Retinal Nerve Fiber Layers (RNFL) yang dapat mendeteksi glaukoma bahkan sebelum terjadi defek lapang pandang dan perubahan saraf optik. Analisa OCT yang sering digunakan pada glaukoma adalah RNFL thickness analysis, RNFL map dan optic nerve head analysis. Humphrey merupakan alat untuk memeriksa lapang pandang seseorang dengan lebih objektif. Pada pasien ini hasil pemeriksaan tidak diketahui, namun pasien didiagnosis dengan Normotensi glaukoma dd POAG dimana seharusnya dengan ketiga pemeriksaan tersebut dapat ditemukan sudut bilik mata depan yang terbuka atau sempit, hasil OCT, RNFL thickness < 60-69, dan dengan kampimetri humphrey didapatkan penurunan lapang pandang. Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis dimana pada pasien TIO tidak menunjukkan adanya peningkatan, dan dengan tes konfrontasi, lapang pandang pasien masih normal namun pasien mengeluh adanya skotoma, jadi diperlukan pemeriksaan yang lebih akurat dan objektif untuk menegakkan diagnosis.

12

Diagnosis banding POAG masih belum dapat disingkirkan karena tanda-tanda yang hampir sama dengan normotensi glaukoma, yang membedakan hanya TIO pada POAG tinggi lebih dari normal, namun pada saat pemeriksaan hampir 50% pasien POAG dapat menunjukkan TIO yang normal, sehingga untuk diagnosisnya perlu pemeriksaan tonometri berulang. Pada pasien ini juga telah dilakukan pemeriksaan berulang dan hasil tetap dalam batas normal, namun hal ini tidak dapat dijadikan landasan untuk menyingkirkan diagnosis POAG karena adanya interfensi pengobatan yang telah diberikan selama ini pada pasien. 6. Visus naturalis OD 20/40 membaik dengan pinhole dan OS 20/50 tidak membaik dengan pinhole. Penurunan visus pada pasien dapat dikarenakan adanya suatu kelainan refraksi atau media ataupun kelainan pada saraf optik. Pada pasien, mata kanan setelah dikoreksi dengan pinhole visus menjadi 20/25. Adanya perbaikan dengan pemeriksaan pinhole ini kemungkinan menunjukkan adanya gangguan refraksi, perlu dilakukan pemeriksaan refraksi untuk mengetahui gangguannya, dan pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata untuk menyingkirkan penyebab gangguan media atau kelainan saraf optik. Setelah dilakukan pemeriksaan segmen anterior dan posterior, didapatkan media penglihatan kesan normal, namun ada gangguan pada saraf optik, dimana terjadi cupping. Cupping disini menunjukkan hilangnya akson sel-sel ganglion di retina secara menetap berupa pengempisan nervus optikus yang dapat berakibat penurunan dari visus. Sedangkan untuk Okuli sinistra dimana visus naturalis dan dengan pinhole tetap 20/50, dapat disingkirkan penyebab gangguan refraksi. Dari pemeriksaan segmen anterior dan posterior, media refraksi terlihat normal, namun terdapat gangguan pada saraf optik sama seperti pada OD, dimana terdapat cupping 0,9 yang menunjukkan penurunan jumlah serat saraf, sehingga dapat menganggu visus dan juga lapang pandang. 7. CD ratio ODS 0,9. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada nervus optic. Keadaan ini dapat dijumpai pada kondisi glaukoma. Rasio cup and disc adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraocular, rasio cup and disc lebih dari 0,5 menunjukkan adanya atrofi glaukomatosa.

13

(ilustrasi gambar papil saraf optik)

Diagnosis Kerja: - Normotensi glaukoma ODS Diagnosa Banding: - POAG ODS

C. PLANNING 1. Planning diagnostik : Tidak ada 2. Planning terapi : diberikan obat-obatan yang menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi aquous humour atau meningkatkan pengeluaran cairan aquous humour. Target penurunan TIO yaitu 30%, jadi dipilih obat golongan bloker yang dapat menurunkan TIO 20-30% dan golongan ini juga merupakan obat pilihan utama untuk terapi glaukoma sudut terbuka. Obat yang dipilih yaitu betaxolol eye drop yang kerjanya selektif 1 untuk mengurangi efek samping pemberian obat. 3. Planning monitoring : Visus Gula darah Lapangan pandang Gambaran fundus

14

4. KIE : Beri penjelasan pada pasien mengenai penyakit yang dialaminya dan resikonya bila tidak ditangani dengan cepat dan dapat menimbulkan kerusakan saraf mata lebih lanjut dan memperburuk ketajaman penglihatan pasien.

D. PROGNOSIS Prognosis pada pasien ini, meliputi : Prognosis penglihatan ODS ( ad functionam ): Malam Prognosis Nyawa ( ad vitam ): Bonam

15

BAB 1V RINGKASAN AKHIR

Pasien Laki-laki atas nama Tn. PH. H.H berusia 66 tahun datang ke poli mata RSUD Kota Mataram dengan keluhan mata kiri kabur sejak 4 bulan yang lalu. Penglihatan kabur yang dirasakan terjadi secara perlahan, tidak disertai mata merah. Selain itu pasien mengeluh pandangan nampak adanya bintik kehitaman pada penglihatan tepi yang ikut bergerak pada saat mata bergerak dan berhenti bergerak ketika mata terdiam. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya. Pasien telah didiagnosis normotensi glaukoma ODS dd POAG ODS setelah dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan di RS Dr. Soetomo dengan gonioskopi, OCT dan kampimetri humphrey. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD yaitu 20/40 dan visus OS 20/50f-1. Dengan pinhole ada perbaikan pada visus OD mencapai 20/25, sedangkan pada mata kiri tidak ada perubahan. Pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi dalam batas normal. Pada pemeriksaan TIO dengan tonometer schiotz didapatkan TIO OD 12,2 mmHg dan OS 14,6 mmHg. Pada pemeriksaan funduskopi, tampak peningkatan cup dan disk ratio 0,9 pada ODS. Pasien didiagnosis normotensi glaukoma ODS dan diagnosa banding POAG ODS. Rencana terapi yang akan diberikan.Rencana pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan perimetri untuk melihat dan memeriksa lapangan pandang sentral dan perifer. Rencana tatalaksana dengan betaxolol eye drops. Prognosis penyakit mata dan visus pasien malam dan prognosis ad vitam bonam.

16

DAFTAR PUSTAKA

Babar T.F., et al. 2006. Normal Tension Glaucoma. Pak J Ophthalmol 2006, Vol. 22 No.2 DiPiro, J.T., et al. 2005. Parmacotherapy: A patophysiologic Approach 6th edition. The McGraw-Hill Companies: USA Iljas, S., 2007. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Novita, H.D. 2008. Optical Coherence Tomography (OCT) Posterior Segment.Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol.6, No.3, Desember 2008; Hal.169-177 Perdami., 2006. Panduan Manajemen Klinis Perdami. Perdami. Riordan, Paul dkk. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta; EGC.

17