coverlaporan kasus

75
LAPORAN KASUS 26 JUNI 2012 ASTIGMAT MIXTUS OD + ASTIGMAT HIPERMETROP SIMPLEK OS + PRESBIOPIA ODS Oleh : YUNITA SARI G1A106075 KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

Upload: afrizal-mahadi

Post on 07-Aug-2015

179 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: CoverLAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

26 JUNI 2012

ASTIGMAT MIXTUS OD + ASTIGMAT HIPERMETROP SIMPLEK OS + PRESBIOPIA ODS

Oleh :

YUNITA SARI

G1A106075

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

SMF/BAGIAN MATA RSUD RADEN MATTAHER/PSPD UNJA

JAMBI 2012

Page 2: CoverLAPORAN KASUS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

LAPORAN KASUS.......................................................................................... iii

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 1

1. ANATOMI MATA............................................................................... 2

2. REFRAKSI MATA

2.1 Akomodasi............................................................................................. 4

2.2 Mekanisme Akomodasi........................................................................ 5

2.3 Emetropia .............................................................................................. 5

2.4 Ametropia............................................................................................... 6

3. ASTIGMATISME

3.1 Definisi.................................................................................................. 8

3.2 Epidemiologi .......................................................................................... 9

3.3 Etiologi ................................................................................................. 9

3.4 Klasifikasi............................................................................................... 11

3.5 Gejala Klinis............................................................................................ 16

3.6 Penegakan Diagnosis............................................................................... 17

3.7 Penatalaksanaan ................................................................................... 21

4. PRESBIOPIA

4.1 Definisi.................................................................................................. 26

4.2 Eidemiologi............................................................................................ 27

4.3 Klasifikasi.............................................................................................. 27

4.4 Gejala Klinis........................................................................................... 28

4.5 Penyebab................................................................................................ 29

4.6 Tatalaksana............................................................................................ 30

5. PEMERIKSAAN REFRAKSI................................................................. 31

PEMBAHASAN................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: CoverLAPORAN KASUS

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Astigmat

Miktus OD + Astigmat Hipermetrop Simplek OS + Presbiopia ODS”.

Penulisan Laporan Kasus ini dibuat dan disusun untuk mermenuhi dan

melengkapi syarat menjalani kepanitraan klinik senior di bagian Mata RSUD Raden

Mattaher Jambi. Dalam pembuatan dan penulisan Laporan Kasus ini, penulis banyak

menerima bantuan oleh berbagai pihak, baik berupa saran, masukan, bimbingan,

dorongan dan motivasi secara moril, serta data maupun informasi. Untuk itu dalam

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. H. Dzarizal ,

SpM, MPH, dr. H. Suwandi, SpM, dr. H. Kuswaya, SpM, dr. Muhamad Ikhsan,

SpM, dan dr. Melliya Firinda.

Sepenuhnya penulis menyadari Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna dan

masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang

bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan

penulisan Laporan Kasus ini. Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga

Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Jambi, 26 Juni 2012

Penulis

Page 4: CoverLAPORAN KASUS

ANAMNESA

Nama : Ny. U

Umur : 56 tahun

Alamat : Kelurahan suka karya

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Status : Sudah Menikah

Keluhan Utama Mata kiri dan kanan terasa kabur

Anamnesa Khusus Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri dan

kanan terasa kabur sejak 4 bulan yang lalu, pasien juga

mengeluh mata cepat lelah, untuk melihat jauh kabur

dan melihat dekat juga tidak nyaman, pasien juga

mengeluh bahwa kepalanya sering pusing. Dari

keterangan pasien tidak didapatkan riwayat mata merah

dan riwayat trauma.

Riwayat penyakit

yang lalu

± 10 Tahun yang lalu sudah menggunakan kaca mata.

Diabetes Melitus disangkal.

Hipertensi disangkal.

Anamnesa Keluarga Semua keluarga (Ayah, Ibu, Adik) menggunakan kaca

mata.

Riwayat Gizi Baik

Keadaan Sosial

Ekonomi

Menengah

Penyakit Sistemik

SMF/BAGIAN MATA

RSUDP RADEN MATTAHER JAMBI/FK. UNJA

Page 5: CoverLAPORAN KASUS

Trac Resp

Tract Digest

Cardio Vasc

Endokrin

Neurologi

Kulit

THT

Gilut

Lain-lain

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

I. PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI

OD OS

Visus SC : 6/12 PH: 6/9

Koreksi : S -050 C + 150 as 1800 6/6

Adde: S +250

Visus SC: 6/12 PH: 6/9

Koreksi: C +150 as 1800 6/6

Adde: S +250

II. MUSCLE BALANCE

PERGERAKAN BOLA MATA

Versi : Baik

Duksi : Baik

Versi : Baik

Duksi : Baik

Page 6: CoverLAPORAN KASUS

III. PEMERIKSAAN EKSTERNAL

Papebra Superior :

Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)

Palpebra Inferior :

Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)

Cilia :

Trikiasis (-), madarosis (-) Trikiasis (-), madarosis (-)

Ap.Lacrimalis :

Sumbatan (-) Sumbatan (-)

Conj.Tars.Sup :

Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-) Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-)

Conj.Tars.Infe :

Pupil (-), folikel (-)lithiasis (-) Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-)

Conj.Bulbi :

Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-), injeksi

konjungtiva (-)

Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-), injeksi

konjungtiva (-)

Page 7: CoverLAPORAN KASUS

Cornea : jernih Jernih

COA : Dalam, Hipopion (-) Dalam, hifema (-), Hipopion (-)

Pupil : Isokor, bulat

Refleks Cahaya :

- Direct (+)

- Indirect (+)

Diameter : 3 mm

Isokor, bulat

Refleks Cahaya :

- Direct (+)

- Indirect (+)

Diameter : 3 mm

IRIS : Coklat, Kripta jelas Coklat, Kripta jelas

-LENSA : Jernih Jernih

Lain –lain

IV. PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSKOPY

CILIA : Trikiasis (-), madarosis (-) Trikiasis (-), madarosis (-)

CONJUNTIVA : Injeksi siliaris (-),

injeksi konjuntiva (-)

Injeksi siliaris (-), injeksi konjuntiva (-)

CORNEA : Jernih dan tembus pandang Jernih dan tembus pandang

COA : dalam, hipopion (-) dalam, hipopion (-)

IRIS : Coklat, kripta jelas Coklat, kripta jelas

LENSA : Jernih Jernih

V. TONOMETRI

SCHIOTZ : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

APPLANASIA: Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VI. GONIOSKOPY

Tidak dilakukan

VII. VISUAL FIELD

Lapangan pandang dalam batas normal Lapangan pandang dalam batas normal

VIII. PEMERIKSAAN PADA KEADAAN MIDRIASIS

Tidak Dilakukan

Page 8: CoverLAPORAN KASUS

OD OS

LENSA :

VITREOUS :

FUNDUS :

IX. PEMERIKSAAN UMUM

Tinggi Badan : 155 cm Cardio Vasc : -

Berat Badan : 57 Kg G.I. Tract : -

Tekanan darah : 110/90 mmhg Paru-Paru : -

Nadi : 60 x/menit Neurology : -

Suhu : Afebris

Pernafasan : 20 x/menit

X. PEMERIKSAAN LAIN

XI.DIAGNOSA

Astigmat Mixtus OD + Astigmat Hipermetrop Simplek OS + Presbiopia ODS

XII.DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

XIII. ANJURAN PEMERIKSAAN

XIV.PENATALAKSANAAN

Peresepan kaca mata:

Untuk mata kanan (OD) S -050 C +150 as 1800 add +250

Untuk mata kiri (OS) C +1 50 as 1800 add +250 dan Pupil Distance (PD) : PD

Page 9: CoverLAPORAN KASUS

dekat: 60 mm dan PD jauh: 63mm.

Dibuat Resep kaca mata

Dan Konsultasi jika ada kuluhan.

XV.PROGNOSA

ad Bonam OD OS

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Page 10: CoverLAPORAN KASUS

1. PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi

yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat

membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia,

hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara

kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua

adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma.1

Hasil survai Morbiditas Mata dan Kebutaan di Indonesia yang

dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan Perhimpunan

Dokter Ahli Mata Indonesia pada tahun 1982, menunjukkan bahwa kelainan

refraksi menduduki urutan paling atas dari 10 penyakit mata utama.2

Dari hasil survai kesehatan anak di daerah DKI Jaya yang dilakukan oleh

Kanwil Depkes DKI bersama PERDAMI Cabang DKI pada anak Sekolah Dasar

dan lbtiddaiah di seluruh wilayah DKI diketahui bahwa angka kelainan refraksi

rata-rata sebesar 11,8%. Sehingga di Indonesia dari ± 48,6 juta murid Sekolah

Dasar diperkirakan terdapat 5,8 juta orang anak yang menderita kelainan refraksi.3

Astigmatisme idiopatik lebih sering. Secara klinis astigmatisme refraktif

ditemukan sebanyak 95% mata. Insidensi astigmatisme yang signifikan secara

klinis dilaporkan 7,5-75%, bergantung pada specific study dan defenisi derajat

astigmatisma yang signifikan secara klinis. Kira-kira 44% dari populasi umum

memiliki astigmatisme lebiih dari 0.50 D, 10% lebih dari 1.00 D, dan 8% lebih

dari 1.50 D. astigmatisme ditemukan 22% pada Down Syndrome.4

2. ANATOMI MATA

Page 11: CoverLAPORAN KASUS

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di

bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:

1. Sklera.

Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera

disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke

dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.

2. Jaringan uvea.

Merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang

yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda

paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas

iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan

otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator

dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar

mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak

di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor) yang

dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi

kornea dan sklera.

3. Retina.

Terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang

merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi

rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang

potensial antara retina dan khoroid sehingga retina dapat terlepas dari khoroid

yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata

dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan

pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan

tarikan pada retina, maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina.

Page 12: CoverLAPORAN KASUS

Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah akuatornya pada

badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada

akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah

makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar

lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. Sistem

sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem

ekskresi dimulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,

duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.5,7

Gambar 1 Anatomi mata

3. REFRAKSI MATA

Refraksi Mata adalah: perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta

mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti

mata dalam keadaan tidak berakomodasi.7,8

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri

atas :

Page 13: CoverLAPORAN KASUS

1. Kornea

2. Humour aquous

3. Lensa

4. Vitreus humour

5. Panjangnya bola mata.

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan

panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah

melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.6

Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan

bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak berakomodasi atau

istirahat melihat jauh.7,8

Dikenal beberapa istilah di dalam bidang refraksi, seperti pungtum Proksimum

merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan

jelas.Pungtum remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat

dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan

retina atau foveola bila mata istirahat. Pada ametropia pungtum remotum terletak

di depan mata sedang pada mata hipermetropia titik semu di belakang mata. 7,8

3.1 Akomodasi

Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina,

demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi

benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi,

maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi

adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot

siliari.Akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi

akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata

harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh reflex

akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada

waktu konvergensi atau melihat dekat. 6

Page 14: CoverLAPORAN KASUS

3.2 Mekanisme Akomodasi

Mekanisme Akomodasi ada 2 teori:

1. Teori Helmholzt : Kalau mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan badan

siliare, digerakkan kedepan bawah , sehingga zonulla zinii jadi kendor, lensa

menjadi lebih cembung, karena elastisitasnya sendiri. Banyak yang mengikuti

teori ini.

2. Teori Tschering : Bila mm, siliaris berkontraksi, maka iris dan badan siliaris

digerakkan kebelakang atas sehingga zonula zinii menjadi tegang, juga

bagian perifer lensa menjadi tegang sedang bagian tengahnya didorong

kesenteral dan menjadi cembung. 6,7

3.3 Emetropia

Emetropia berasal dari kata Yunani :

Emetros : ukuran normal atau dalam keseimbangan wajar

Opsis : Penglihatan 6

Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi

pembiasan sinar mata dan berfungsi normal.1 Pada mata ini daya bias mata adalah

normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di daerah macula lutea tanpa

bantuan akomodasi .Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada macula lutea disebut

Ametropia.6,7 Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau

100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa , dan bada kaca keruh maka

sinar tidak dapat diteruskan ke macula lutea. Pada keadaan media penglihatan

keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6. 6

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran

depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai

daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.Lensa memegang

peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila

Page 15: CoverLAPORAN KASUS

melihat benda yang dekat.Panjang bola mata sesorang dapat berbeda-beda.Bila

terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau

adanya perubahan panjang (lebih panjang lebih pendek) bola mata maka sinar

normal tidak dapat terfokus pada macula.Keadaan ini disebut sebagai Ametropia

yang dapat berupa miopia, hipermetropia atau astigmatisma.6

Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan

kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkuranganya elastisitas lensa

sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada

usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia. 6

3.4 Ametropia

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran

depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai

daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.Lensa memegang

peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila

melihat benda yang dekat.6

Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda.Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan

panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat

terfokus pada macula.Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa

miopi, hipermetropia, atau astigmatisma.6

Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat

memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak tereletak pada

retina.Pada keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk.

Dikenal berbagai bentuk ametropia, seperti :6,7

1. Ametropia aksial

Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau

lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di

Page 16: CoverLAPORAN KASUS

belakang retina. Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina

karena bola mata lebih panjang dan pada hipermetropia aksial fokus

bayangan dibelakang retina. 6,7

2. Ametropia Refraktif

Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila

daya bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopi) atau

bila daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang

retina (hipermetropia refraktif). 6,7

Tabel. 1 Kausa Ametropia

Ametropia Lensa koreksi Kausa refraktif Aksial

Miopia Lensa (-) Bias kuat Bola mata panjang

Hipermetropia Lensa (+) Bias lemah Bola mata pendek

Astigmat reguler

Astigmat Ireguler

Kacamata silinder

Lensa kontak

Kurvatura 2 meredien

tegak lurus

Kurvatura kornea ireguler

Ametropia dapat ditemukan dalam beberapa bentuk kelainan, sebagai berikut:

1. Miopia

2. Hipermetropia

3. Astigmat

4. Presbiopia

Page 17: CoverLAPORAN KASUS

4. ASTIGMATISME

4.1 Definisi

Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud

tanpa satu titik. Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak

direfraksikan dengan sama pada semua meridian. Jika mata astigmatism melihat

gambaran palang, garis vertikal dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam

pada dua jarak pandang yang berbeda. Mata astigmatisme bisa dianggap

berbentuk seperti bola sepak yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi

banyak titik.

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan

garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi

lebih dari satu titik. Umumnya setiap orang memiliki astigmatisme ringan.

Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah

pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat

mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan

dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat

terjadi perubahan kelengkungan kornea.

Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti astigmatisme regular dan

astigmatisme iregular. Astigmatisme regular adalah suatu keadaan refraksi dimana

terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan

mata. Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2

meridian saling tegak lurus.

Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu keadaan kelainan

refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder negatif dengan

sumbu horizontal (45-90 derajat). Astigmatisme tidak lazim (astigmat against the

rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimanana

koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120

derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat).1,6,7,9

Page 18: CoverLAPORAN KASUS

4.2 Epidemiologi 11,12

Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari

pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak

3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di

Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan

astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki

dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.

4.3 Etiologi 7, 12

Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan–kornea dan

lensa. Pada mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk memfokus

mempunyai kurvatura yang rata seperti permukaan bola karet. Kornea atau

lensa dengan permukaan demikian merefraksikan semua sinar yang masuk

dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan yang tajam terfokus pada

retina. Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan

dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang

tidak terfokus pada retina.7,12

Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain,

termasuk:

1. Miopia.

Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata

lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina dan

menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.

2. Hiperopia.

Page 19: CoverLAPORAN KASUS

Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek

dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan menyebabkan objek

dekat terlihat kabur. 7,12

Penyebab terjadinya astigmatismus adalah:7

1. Kornea

Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar

adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan

media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini

terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau

pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan lengkung

permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka

atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.

2. Lensa Kristalin

Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa

kristalin juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan

mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatismus

yang terjadi karena kelainan pada lensa kristalin ini disebut juga astigmatismus

lentikuler.7

Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai

diturunkan dengan cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi

setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang termasuk

tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor perkembangan.

Astigmatisme tidak menjadi lebih parah dengan membaca di tempat yang kurang

pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar televisi atau menjadi juling. Jika

distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan jika distorsi

terjadi pada lensa, disebut astigmatisme lentikular. Astigmatisme juga bisa

terjadi karena traksi pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang merubah

bentuk sklera menjadi bentuk astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous,

dan permukaan yang tidak rata pada retina.7,12

Page 20: CoverLAPORAN KASUS

4.4 Klasifikasi 7

Berdasarkan letak titik astigmatismus, astigmatisma dibagi menjadi:

1. Astigmatisme regular.

Astigmatisme dikategorikan regular jika meredian–meredian

utamanya (meredian di mana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di

sistem optis bolamata), mempunyai arah yang saling tegak lurus. Misalnya,

jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°, maka daya bias

terlemahnya berada pada meredian 180°, jika daya bias terkuat berada

pada meredian 45°, maka daya bias terlemah berada pada meredian 135°.

Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat,

akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak

disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme

regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

a. Astigmatisme With The Rule.

Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada

meredian horisontal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl – pada

axis vertikal atau Cyl + pada axis horisontal.

Page 21: CoverLAPORAN KASUS

b. Astigmatisme Against The Rule.

Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari

padameredian vertikal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl -

pada axis horisontal atau dengan Cyl + pada axis vertikal.

Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias terkuat

akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan disebut titik B

Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme

regular dibedakan dalam 5 jenis, yaitu :

a. Astigmatismus Myopicus Simplex.

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan

titik B berada tepat pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y

memiliki angka yang sama.

Page 22: CoverLAPORAN KASUS

b. Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan

titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y

memiliki angka yang sama.

c. Astigmatismus Myopicus Compositus.

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik

B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Page 23: CoverLAPORAN KASUS

d. Astigmatismus Hypermetropicus Compositus

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan

titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi

astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

e. Astigmatismus Mixtus.

Page 24: CoverLAPORAN KASUS

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik

B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini

adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak

dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi

sama-sama + atau -.

Jika ditinjau dari arah axis lensa koreksinya, astigmatisme regular ini

juga dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Astigmatisme Simetris.

Astigmatisme ini, kedua bolamata memiliki meredian utama yang

deviasinya simetris terhadap garis medial. Ciri yang mudah dikenali adalah

axis cylindris mata kanan dan kiri yang bila dijumlahkan akan bernilai

180° (toleransi sampai 15°), misalnya kanan Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -

0,75X135°.

b. Astigmatisme Asimetris.

Jenis astigmatisme ini meredian utama kedua bolamatanya tidak

memiliki hubungan yang simetris terhadap garis medial. Contohnya, kanan

Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -0,75X100°.

c. Astigmatisme Oblique.

Adalah astigmatisme yang meredian utama kedua bolamatanya

cenderung searah dan sama-sama memiliki deviasi lebih dari 20° terhadap

Page 25: CoverLAPORAN KASUS

meredian horisontal atau vertikal. Misalnya, kanan Cyl -0,50X55° dan kiri

Cyl -0,75X55°.

2. Astigmatisme Irregular.

Bentuk astigmatisme ini, meredian-meredian utama bolamatanya tidak saling

tegak lurus. Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidakberaturan

kontur permukaan kornea atau pun lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya

kekeruhan tidak merata pada bagian dalam bolamata atau pun lensa mata

(misalnya pada kasus katarak stadium awal). Astigmatisme jenis ini sulit untuk

dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun

bisa, biasanya tidak akan memberikan hasil akhir yang setara dengan tajam

penglihatan normal. Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh

ketidakberaturan kontur permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan

optimal masih cukup besar, yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard

contact lens) atau dengan tindakan operasi (LASIK, keratotomy).

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri astigmatisma dibagi menjadi:

a. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya

astigmatis-mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan

tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu

diberikan.

b. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d

2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata

koreksi.

c. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya >3,00 Dioptri. Astigmatismus ini

sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

Page 26: CoverLAPORAN KASUS

4.5 Gejala Klinis 7

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatisme tinggi

menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya

keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.

2. Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk

mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga

menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan

mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk

memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatisme rendah, biasa ditandai dengan gejala-

gejala sebagai berikut :

1. Sakit kepala pada bagian frontal.

2. Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya pende-

rita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek

mata.

4.6 Diagnosis 9, 13

Untuk menegakkan diagnosis astigmatisme dilakukan anamnesis dan

pemeriksaan tambahan.

4.6.1 Anamnesis

Anamnesis dari gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme.

4.6.2 Pemeriksaan Tambahan

Uji pinhole

Uji lobang kecil ini dilakukan untuk apakah bekurangnya tajam penglihatan

diakibatkan kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan atau

kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah

Page 27: CoverLAPORAN KASUS

dilakukan pinhole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksin

yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti

pada pasien tersebut kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang

menggangu penglihatan.9,13

Uji refraksi

1. Subjektif

Optotipe dari snellen dan trial lens

Metode yang digunakan adalah dengan metode ‘trial and error’ jarak

pemeriksaan 6 meter/5meter/20 kaki. Digunakan kartu snellen yang

diletakkan setinggi penderita, mata diperiksa satu persatu. Dibiasakan mata

kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus atau tajam penglihatan masing-

masing mata. Bila visus tidak 6/6 maka dikoreksi dengan lensa sferis positif,

bila dengan lensa seferis psitif tajam penglihatan membaik mencapai 6/6 atau

5/5 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila

dengan memberikan lensa sferis positif menambah kabur tajam penglihatan

maka diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5

atau 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita miopia. Bila setelah

pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak mencapai tanjam penglihatan

maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada

keadaan ini dilakukan uji pengaburan (fogging technique). 9,13

2. Objektif 9,13, 14

Autorefraktometer

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan

menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya

dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini

mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan

pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.

Page 28: CoverLAPORAN KASUS

Gambar 9. Automated refractometer

Gambar 10. Hasil automated refractometer

Streak Retinoskop

Yaitu dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang

bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against

movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai

netralisasi.

Keratometri

Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius

kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat

berharga namun mempunyai keterbatasan:

Page 29: CoverLAPORAN KASUS

a. Keratometer mengukur 4 titik pada permukaan kornea parasentral

tanpa mengindahkan kornea bagian sentral dan perifer.

b. Keratometer menilai secara rata-rata dan simetris pada titik-titik pada

permukaan kornea semimeridien 180 yang berlawanan.

c. Hasil pengukuran keratometer sangat tergantung pada zona

permukaan kornea mempunyai nilai radius dan kekuatan refraksi yang

berbeda (zona diameter 4 mm mempunyai kekuatan 36 D dan 2.88

mm berkekuatan 50 D).

d. Ketepatan ukuran keratometer akan berkurang pada permukaan

kornea sangat landai (flat) dan sangat besar pada kornea yang sangat

lengkung (steep).

Gambar 11. Keratometri tipe B&L

Uji Pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya

dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris

pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien

diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling

jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 derajat yang jelas, maka tegak lurus

padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan

Page 30: CoverLAPORAN KASUS

sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai

garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring

horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder

ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan

perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.9,13,14

Gambar 12. Kartu untuk tes Astigmatisme

Keratoskop

Keratoskop atau placid disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.

pemeriksa memperhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme

reguler “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irreguler imej tersebut

tidak berbentuk sempurna.14

Javal ophtalmometer

Boleh dignakan utuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, dimana akan

menentukan kekuatan dari refraksi kornea.14

Page 31: CoverLAPORAN KASUS

4.7 Penatalaksanaan 14,15

Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah

kelainan refraksi atau mencegah jangan sampai menjadi parah.

1. Koreksi lensa

a. Astigmatisme dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.

Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatisme akan dapat

membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan

bertambah jelas.

b. Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder.

c. Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender

bertujuan untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak

memperbaiki tajam penglihatan.

d. Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada

aksis 900 dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes

astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif,

untuk astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif.

e. Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk

meneutralisasi permukaan kornea yang tidak rata.

2. Obat -obatan

Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan

siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari

myopia pada anak-anak usia kurang 20 tahun.

3. Orthokeratology

Pada astigmatisme irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan

sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat

dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka

permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

Lensa kontak merupakan suatu lensa tipis dari bahan fleksibel (soft

contact lens) atau rigid (rigid gas permeable lens) yang berkontak dengan

kornea. Lensa kontak menmberikan koreksi penglihatan yang lebih baik

Page 32: CoverLAPORAN KASUS

dibanding kacamata. Lensa kontak dapat diresepkan untuk mengoreksi

miopia, hiperopia, astigmatisme, anisometropia, anisokonia, afakia, setelah

operasi katarak, atau pada keratokonus. Soft contact lens atau rigid gas

permeable lens dapat mengoreksi miopia, hiperopia, dan presbiopia. Lensa

kontak toric yang memiliki kirvatura berbeda yang disatukan pada permukaan

depan lensa dapat diresepkan untuk mengoreksi astigmatisma.

Gambar 13 Perbedaan soft contact lens dan RGP

Komplikasi yang dapat terjadi adalah microbial keratitis yang dapat

menyebabkan hilangnya penglihtan. Komplikasi lain yang dapat terjadi

adalah tarsal papillary conjunctivitis dan perubahan bulbar conjunctival,

epithelial keratopathy, corneal neovascularization, nonmicrobial infiltrates,

dan corneal warpage. Perubahan endotel dapat terjadi termasuk

polymegethism, pleomorphism, dan jarang berupa reduksi densitas sel

endotelial. Stromal edema sering terjadi, penipisan kornea juga pernah

dilaporkan. Gejala klinisnya dapat bermacam-macam. Asupan oksigen ke

kornea penting diperhatikan terutama pada pasien dengan kelainan refraksi

tinggi akibatnya lensa kontak yang dipakai lebih tebal dan lebih berpotensi

menimbulkan masalah.

a. Soft Contact Lens

Soft contact lens terbuat dari poly-2-hydroxyethyl methacrylate dan

plastik fleksibel serta 30-79% air. Diameternya sekitar 13-15 mm dan

Page 33: CoverLAPORAN KASUS

menutupi seluruh kornea. lensa ini dapat digunakan untuk miopia dan

hiperopia. Karena lensa ini mengikuti lengkung kornea maka tidak dapat

dipakai untuk mengoreksi astigmatisme yang lebih dari astigmatisme

minimal. Karena ukurannya yang lebih besar soft contact lens lebih

gampang dipakai dan jarang kemasukan benda asing antara pada ruang

lensa dan kornea serta adaptasinya juga cepat.

Gambar 14 soft contact lens

Gambar 15 Lensa kontak bifokus

b. RGP (rigid gas permeable) lens

Lensa RGP terbuat dari fluorocarbon dan campuran polymethyl

methacrylate. Diameternya 6.5-10 mm in diameter dan hanya menutupi

sebagian kornea mengapung di atas lapisan air mata. Lensa RGP

memberikan penglihatan yang lebih tajam dibanding soft contact lens,

pertukaran oksigen yang lebih baik sehingga dapat mencegah infeksi dan

gangguan mata lain. Durasi pemakaian lensa RGP dapat lebih lama

dibanding soft contact lens. Lensa RGP disesuaikan ukurannya pada setiap

Page 34: CoverLAPORAN KASUS

mata dengan lebih tepat dan teliti. Kerugiaannya adalah lensa RGP kurang

nyaman dibanding soft contact lens dan masa adaptasinya yang lebih lama.

Lensa RGP dapat mengoreksi kelainan seperti keratoconus dimana

terdapat irregularitas bentuk kornea yang tidak dapat dikoreksi soft contact

lens. 6,12 Lensa kontak toric dipakai untuk mengoreksi astigmat. Lensa ini

memiliki dua power untuk sferis dan silindris. Agar berada pada posisi

yang tepat dan stabil biasanya lensa ini lebih berat dan memiliki penanda

di bawah.

Gambar 16 Lensa kontak toric

c. Gabungan

Terdapat pula lensa kontak yang merupakan gabungan soft contact

lens dan RGP yang memadukan keuntungan keduanya yakni lebih mudah

dipakai dan pertukaran oksigen yang baik.

Page 35: CoverLAPORAN KASUS

Gambar 17 Lensa kontak gabungan soft contact lens dan RGP

4. Bedah Refraksi 14,15

Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:

a. Radial keratotomy (RK)

Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di

parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat

rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka

dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa orang

menjalaniradial keratotomy menunjukan penurunan myopia, sebagian

besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat

menurunkan pengguanaan lensa kontak. Komplikasi yang dilaporkan pada

bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari refraksi dan ketajaman

penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-kadang

penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik,

meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan

perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada

beberapa bulan atau tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan

menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada gejala presbiopia.

Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata.14,15

b. Photorefractive keratectomy (PRK)

Page 36: CoverLAPORAN KASUS

Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi

laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-

92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan photorefractive

keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang terbaik didapatkan

hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien. 5 Kornea yang keruh adalah

keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah

beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-

kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum

operasi. Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih

dapat diprediksi dari pada radial keratotomy.14,15

c. Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (lasik)

Merupakan salah satu tipe PRK, laser digunakan untuk membentuk

kurva kornea dengan membuat slice (potongan laser) pada kedua sisi

kornea.14,1

5. PRESBIOPIA 7,9,16

5.1 Definisi

Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia,

yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahanlahan berkurang. Presbiopia terjadi

akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya

kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa

sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat. Gejala presbiopia biasanya

timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan

refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan

pasien, dan lainnya.7,9,16

Page 37: CoverLAPORAN KASUS

Gambar 18. mata presbiopia

5.2 Epidemiologi

Lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia pada 2005, diperkirakan,

terserang "presbyopia", atau gangguan yang berhubungan dengan usia dalam

melihat benda pada jarak dekat. Selain itu sebanyak 410 juta orang berada dalam

kondisi tak dapat melakukan tugas yang mengharuskan pandangan dekat,

demikian satu laporan di dalam jurnal AS Archives of Ophthalmology, terbitan

Desember. Para peneliti di University of New South Wales di Australia

meramalkan bahwa prevalensi "presbyopia" di seluruh dunia akan naik jadi 1,4

miliar orang paling lambat 2020 dan 1,8 miliar orang pada 2050.9,16

5.3 Klasifikasi

Presbiopia, yang biasa juga disebut penglihatan tua (presby=old=tua;

opia=vision= penglihatan) merupakan keadaan normal sehubungan dengan usia,

di mana kemampuan akomodasi seseorang telah mengalami penurunan sehingga

sampai pada tahap di mana penglihatan pada jarak dekat menjadi kurang jelas.

Ini sejalan dengan penurunan fisiologis amplitudo akomodasi yang dimulai sejak

seseorang berumur 10 tahun, dan bervariasi dengan individu, pekerjaan, dan

kelainan refraksi. Secara klinis, presbiopia terjadi setelah umur 40 tahun,

Page 38: CoverLAPORAN KASUS

biasanya sekitar 44 atau 45 tahun. Orang yang dalam pekerjaan sehari–harinya

banyak membutuhkan ketelitian pada penglihatan dekat, akan

menyadari/merasakan presbiopia pada dirinya secara dini. Namun, orang yang

jarang memerlukan ketelitian dalam penglihatan dekatnya, baru akan menyadari

presbiopia yang dialaminya ketika sudah kesulitan membaca koran atau

majalah.7,9,16

Gambar 19 Mata Presbiopia pada saat melihat dekat.

Presbiopia diklasifasikan menjadi 2 jenis berdasarkan waktu terjadinya, yaitu:

1. Presbyopia Precock.

Presbyopia Precock adalah presbiopia yang terjadi sebelum penderita

mencapai umur 40 tahun.

2. Presbyopia

Presbyopia adalah presbiopia yang terjadi pada saat penderita mencapai

umur 40 tahun atau lebih.

5.4 Gejala Klinik. 7,9

Pada umumnya, panderita presbiopia akan menunjukkan gejala–gejala dan

keluhan sebagai berikut :

Page 39: CoverLAPORAN KASUS

1. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil.

2. Menjauhkan obyek bacaan dari mata pada saat membaca, sampai posisi di

mana ia merasa nyaman dalam membaca.

3. Jika membaca lebih senang atau selalu mencari tempat yang bersinar

terang.

4. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan penglihatan

dekat yang teliti.

5. Timbul keluhan mata lelah, mata terasa pegal, atau bahkan sakit kepala

setelah membaca agak beberapa lama.

6. Gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar

yang lebih terang untuk membaca dekat.

5.5 Penyebab Terjadinya Presbiopia.

Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang secara

alamiah dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan

kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat

puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana

elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan

menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya

adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung. Organ

utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan

otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi

serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula,

yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini

mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai

berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh

dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi

kaku (sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan

dalam mengubah kecembungan lensa kristalin.7,9

Page 40: CoverLAPORAN KASUS

5.6 Tatalaksana 7.9.16

Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya

menggunakan lensa cembung (plus). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai

kacamata untuk penglihatan jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia,

maka ukuran dioptri lensa cembung itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut

sebagai addisi. Addisi adalah perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi

dekat.

Berikut ini merupakan addisi rata–rata yang ditemukan pada berbagai

tingkatan usia :

1. 40 tahun +1,00 D.

2. 45 tahun +1,50 D.

3. 50 tahun +2,00 D.

4. 55 tahun +2,50 D.

5. 60 tahun +3,00 D.

Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan

jarak kerja penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari–hari

yang banyak membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada

umumnya adalah 33 cm, maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai

addisi yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan

Page 41: CoverLAPORAN KASUS

akomodasi bila melihat obyek yang berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada

pada titik focus lensa S +3,00 D tersebut. Jika penderita merupakan seseorang yang

dalam pekerjaannya lebih dominan menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis

fokus tunggal (monofocal) merupakan koreksi terbaik untuk digunakan sebagai

kacamata baca.

Gambar Mata Presbiopia + lensa koreksi pada saat melihat dekat.

Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia

menginginkan penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi. Selain dengan lensa

kacamata, presbiopia juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang

tersedia dalam bentuk lensa kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja,

tidak setiap orang dapat menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan

perlakuan dan perawatan secara khusus. Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia

adalah dengan tehnik monovision ( penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata

dikondisikan hanya bisa untuk melihat jauh saja, dan mata yang satunya lagi

dikondisikan hanya bisa untuk melihat dekat. Alat koreksi yang dipakai bisa berupa

lensa kacamata atau lensa kontak. Ada beberapa orang yang dapat menggunakan

Page 42: CoverLAPORAN KASUS

metode ini, sementara sebagian besar yang lain dapat pusing–pusing atau kehilangan

kedalaman persepsi atas obyek yang dilihat.7,9,16

6. PEMERIKSAAN REFRAKSI 7,8,17

Tujuan pemeriksaan refraksi ialah untuk memperoleh ketajaman

penglihatan yang setinggi-tingginya dengan menggunakan lensa.7,8

Pemeriksaan refraksi ada dua cara :

1. Secara objektif

dengan menggunakan Oftalmoskope, Retinoskope, Autorefraktometer.

2. Secara Subjectif

Dengan menggunakan optotipe snellen dan trial lenses.

6.1 Pemeriksaan refraksi secara objektif 7,8

a. Oftalmoskop

bila terdapat kelainan refraksi, fundus tak dapat terlihat jelas, pada

funduskopi, terkecuali jika diputarkan lensa koreksi pada lubang

penglihatannya. Besarnya lensa koreksi menetukan macam dan

besarnya kelainan refraksi secara kasar. Tetapi harus diperhitungkan

pula keadaan refraksi pemeriksanya

b. Retinoskope

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak- anak, orang yang tak

dapat membaca, bisu karena tak dibutuhkan kerjasama dari penderita.

Dapat dilakukan cepat dan tepat.

Yang dinilai gerakan cahaya pada pupil yang disebut refleks fundus

Biasanya pasien duduk dengan jarak 50 cm dari pemeriksa. Dengan

memakai lensa bantu maka ukuran refraksi dapat ditentukan.

c. Autorefraktometer

Page 43: CoverLAPORAN KASUS

d. Keratometer, untuk lensa kontak

6.2 Pemeriksaan refraksi secara subjektif

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata

secara subjektif.Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk

mengetahui penyebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam

penglihatan.Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata memberikan

keluhan mata.

Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan

kartu Snellen dan bila penglihatan kurang, maka tajam penglihatan diukur

dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari) ataupun

proyeksi sinar. Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah objek

secara kuantitatif ditentukan dengan 2 cara :

1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam busur menit).

2. Dengan fraksi Snellen. Ini ditentukan dengan mempergunakan huruf atau

cincin Londolt atau objek ekuivalen lainnya. 7

Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat

kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk

kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk

penglihatan normal.Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20

kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut.7,8

Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau

20/15 atau 20/20 kaki).Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea,

sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji

warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam

penglihatan.7,8

Penglihatan perifer merupakan penglihatan tepi yang dilaksanakan terutama

oleh sel batang yang menempati retina bagian perifer.Tajam penglihatan perifer

Page 44: CoverLAPORAN KASUS

merupakan kemampuan menangkap adanya benda, gerakan, atau warna objek di

luar garis langsung penglihatan.7,8

6.3 Cara Pemeriksaan Visus Dasar 17

1. Pasien duduk 6 meter (20 feet) dari kartu Snellen.

2. Tutup mata kiri dengan okluder atau telapak tangan tanpa menekan bola

mata.

3. Minta pasien membaca/mengidentifikasi optotip atau pemeriksa menunjuk

optotip. Dimulai dari yang terbesar hingga yang terkecil, dari kiri ke

kanan, yang masih dapat teridentifikasi sampai hanya separuh optotip pada

satu baris yang teridentifikasi dengan benar.

4. Lihat berapa tajam penglihatan pada baris tersebut.

5. Catat jumlah optotip yang salah diidentifikasi .

6. Ulangi langkah 1-5 untuk mata kiri.

7. Ulangi dengan menggunakan kedua mata dan catat sebagai tajam

penglihatan dua mata.

6.3.1 Pemeriksaan Visus Satu Mata 7,8,17

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca

mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan

dilihat kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya.

Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana hanya

dapat membedakan 2 titik tersebut membentuk sudut 1 menit. Satu huruf

hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap

bagian dipisahkan dengan sudut 1 menit.

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6

meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan

beristirahat atau tanpa akomodasi.

Page 45: CoverLAPORAN KASUS

Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar misalnya

kartu baca Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak

tertentu sehingga huruf pada baris tannda 60, berarti huruf tersebut

membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter, dan pada baris tanda 30,

berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 30 meter. Huruf

pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut 5 menit pada jarak 6

meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan jelas.

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau

kemampuan melihat seseorang, seperti :

1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada

jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf trsebut dapat pada jarak 6

meter.

2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan

angka 30, berarti tajam penglihatan pasaien adalah 6/30

3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan

angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50

4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada

jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada

jarak 60 meter

5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen,

maka dilakukn uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang

normal pada jarak 60 meter

6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60 dengan

pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60 , yang

berarti hanya dapat menghitung jari pad ajarak 1 meter.

7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam

penglihatan pasien yang lebih buruk dari pada 1/60. Orang normal

dapat melihat gerakan atau lambain tangan pada jarak 1 meter, berarti

tajam penglihatannya adalah 1/300

Page 46: CoverLAPORAN KASUS

8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan

tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai

tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada

jarak tidak berhingga.

9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka

dikatakan penglihatannya adalah 0/ buta nol.

Hal di atas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat

berkomunikasi.

Bila seseorang diragukan penglihatannya berkurang akibat kelaianan refraksi,

maka dialkuakn uji Pinhole.

o Bila deilakukan uji Pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada

kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kaca mata.

o Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan

mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan

yang mengakibatkan penglihatan menurun.

Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia, maka

apabila melihat benda-benda yang sedikit didekatkan akan terlihat kabut.

6.4 Cara Pemeriksaan Low Visual Acuity17

Jika pasien tidak dapat melihat huruf pada Kartu Snellen yang paling atas,

maka dilakukan pemeriksaan ini.

1. Minta pasien duduk dengan nyaman.

2. Tutup mata yang tidak diperiksa.

3. Pemeriksa berdiri 1 m dari pasien, acungkan jari pemeriksa, minta pasien

menghitung jumlah jari.

4. Bila pasien menjawab dengan benar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m, dst,

hingga jarak 6 meter.

5. Tajam penglihatan dicatat : hitung jari dari jarak 1 m = 1/60, dari jarak 2

m = 2/60, s/d 6/60.

Page 47: CoverLAPORAN KASUS

6. Bila pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 1 m, gerakkan tangan

pemeriksa dari jarak 1 m. 7. Tanyakan apakah pasien dapat melihat

gerakan tangan serta arah gerakan tangan pemeriksa.

7. Bila dapat melihat gerakan tangan : tajam penglihatan dicatat sebagai

hand movement atau 1/300.

8. Bila tidak dapat melihat gerakan tangan, sinari mata pasien dengan lampu

senter dan tanyakan apakah pasien dapat melihat cahaya.

9. Bila dapat melihat cahaya : tajam penglihatan dicatat sebagai ligh

perception atau 1/~.

10. Bila tak dapat melihat cahaya disebut no light perception atau 0.

11. Ulangi langkah 11-10 untuk mata sebelahnya.

6.5 Tes Pin Hole 17

Tes Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah penglihatan yang buram

disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan. Cara pemeriksaannya adalah

sebagai berikut :

1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter

atau 20 kaki) dari kartu pemeriksaan .

2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila

berkacamata, pasang koreksi kacamatanya

3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan.

4. Catat sebagai tajam penglihatan PH

6.6 Pengukuran Jarak Pupil 17

Cara pemeriksaan jarak pupil pada penglihatan dekat :

1. Sinari kedua mata dengan pen light dari jarak 33 cm.

2. Minta pasien agar melihat cahaya.

Page 48: CoverLAPORAN KASUS

3. Ukur jarak antara pupil OD dengan OS.

4. Catat sebagai jarak pupil pada penglihatan dekat.

Untuk mendapatkan jarak pupil pada penglihatan jauh dapat dilakukan

dengan cara yang sama, namun pasien memfiksasikan penglihatannya pada

objek yang jauh. Selain itu jarak pupil untuk penglihatan jauh bisa didapatkan

dengan cara:

1. Menambahkan 2 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat kurang

dari 60 mm.

2. Menambahkan 3 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat lebih dari

60 mm.

Page 49: CoverLAPORAN KASUS

BAB II

PEMBAHASAN

Pasien Ny.U (56 Tahun) adalah seorang ibu rumah tangga yang

tempat tinggalnya di Kelurahan Suka Karya, pada tanggal 16 juni 2012 pasien

Ny.U datang ke RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi dengan keluhan mata

sebelah kiri dan kanan terasa kabur sejak 4 bulan yang lalu, pasien juga

mengeluh mata cepat lelah, untuk melihat jauh kabur dan melihat dekat juga

tidak nyaman, pasien juga mengeluh bahwa kepalanya sering pusing. Dari

keterangan pasien tidak didapatkan riwayat mata merah dan riwayat trauma.

Dilakukan pemeriksaan visus pada pasien yaitu dengan hasil : VOD

6/12 dan VOS 6/12, PH 6/9. setelah dilakukan koreksi didapatkan

hasil untuk mata kanan (OD) yaitu S -050 C +150 as 1800 add +250 dan untuk

mata kiri (OS) yaitu C +1 50 as 1800 add +250 dan Pupil Distance (PD) yaitu PD

dekat: 60 mm dan PD jauh: 62 mm.

Pasien di diagnosa Astigmat Mixtus OD + Astigmat Hipermetrop

Simplek OS + Presbiopia ODS.

Pegobatan yang diberikan pada pasien Ny.U ini adalah

Dengan menggunakan kaca mata S -050 C +150 as 1800 add +250 OD +

C +1 50 as 1800 add +250 OS dan Pupil Distance (PD) yaitu PD dekat:

60 mm dan PD jauh: 62 mm.

Di buat resep kaca mata.

Dan konsultasi jika ada keluhan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 50: CoverLAPORAN KASUS

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-tiga. Jakarta. Balai Penerbit FK UI.

2004

2. Departemen Kesehatan RI. Kelaian Refraksi di Indonesia. 2008

3. B David R Hardten. 5,8 Juta Anak yang Menderita Kelainan Refraksi. 2009

4. Biro Pusat Statistik. Astigmatisme refraktif ditemukan sebanyak 95% mata.

1986

5. Eva RP. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva RP,

editors. Oftalmologi umum. 14th ed. Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2000.

7-15

6. Ilyas S. Glaukoma. Edisi ke-dua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

2009. Hal: 64-83, 200-12, 192-212.

7. Wijaya, Nana, Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta:

Abaditegal. 1993.. Hal 245-271

8. Riordan P, Whitcher P John Eva. Optik dan refraksi dalam:

Vaugandan Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakrta :

EGC.2009. Hal 30, 393-98

9. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R, Simarmata M. Ilmu Penyakit

Mata. Cetakan ke-dua. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2003

10. Olver J and Cassidy L, Basic an Refraction. In Olver J and Cassidyl,

Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005: 22-23

11. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Oftalmology. New York:

Blackwell ublishing 2003: 20-26

12. Whitcher J P and Eva P R, Low Vsion. In Whitvher J P and Eva P R,

Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill.

2007

13. A.K. Khuruna, Comrehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and

Refraction, New Age Inernational (P) Limited Publishers, 12: 36-38. 2007

Page 51: CoverLAPORAN KASUS

14. Deborah, Pavan-Langston Manu at Ocular, 6 th Edition: Retractive Surgery,

Lippincott wiliams and wilkins. 5: 73-100, 2008.

15. Roque, M. Astigmatisme. Diunduh dari: http://emedicine

.medscape.com/article/1220845-over view#a 0101. Diakses pada tanggal 21

Juni 2012.

16. Anonim. Presbiopia. Diunduh dari: http://emedicine./Presbyopia. Diakses

pada tanggal 21 Juni 2012.

17. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2006. 1-14, 35-48