coverlaporan kasus
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
26 JUNI 2012
ASTIGMAT MIXTUS OD + ASTIGMAT HIPERMETROP SIMPLEK OS + PRESBIOPIA ODS
Oleh :
YUNITA SARI
G1A106075
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
SMF/BAGIAN MATA RSUD RADEN MATTAHER/PSPD UNJA
JAMBI 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
LAPORAN KASUS.......................................................................................... iii
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 1
1. ANATOMI MATA............................................................................... 2
2. REFRAKSI MATA
2.1 Akomodasi............................................................................................. 4
2.2 Mekanisme Akomodasi........................................................................ 5
2.3 Emetropia .............................................................................................. 5
2.4 Ametropia............................................................................................... 6
3. ASTIGMATISME
3.1 Definisi.................................................................................................. 8
3.2 Epidemiologi .......................................................................................... 9
3.3 Etiologi ................................................................................................. 9
3.4 Klasifikasi............................................................................................... 11
3.5 Gejala Klinis............................................................................................ 16
3.6 Penegakan Diagnosis............................................................................... 17
3.7 Penatalaksanaan ................................................................................... 21
4. PRESBIOPIA
4.1 Definisi.................................................................................................. 26
4.2 Eidemiologi............................................................................................ 27
4.3 Klasifikasi.............................................................................................. 27
4.4 Gejala Klinis........................................................................................... 28
4.5 Penyebab................................................................................................ 29
4.6 Tatalaksana............................................................................................ 30
5. PEMERIKSAAN REFRAKSI................................................................. 31
PEMBAHASAN................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Astigmat
Miktus OD + Astigmat Hipermetrop Simplek OS + Presbiopia ODS”.
Penulisan Laporan Kasus ini dibuat dan disusun untuk mermenuhi dan
melengkapi syarat menjalani kepanitraan klinik senior di bagian Mata RSUD Raden
Mattaher Jambi. Dalam pembuatan dan penulisan Laporan Kasus ini, penulis banyak
menerima bantuan oleh berbagai pihak, baik berupa saran, masukan, bimbingan,
dorongan dan motivasi secara moril, serta data maupun informasi. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. H. Dzarizal ,
SpM, MPH, dr. H. Suwandi, SpM, dr. H. Kuswaya, SpM, dr. Muhamad Ikhsan,
SpM, dan dr. Melliya Firinda.
Sepenuhnya penulis menyadari Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
penulisan Laporan Kasus ini. Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga
Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Jambi, 26 Juni 2012
Penulis
ANAMNESA
Nama : Ny. U
Umur : 56 tahun
Alamat : Kelurahan suka karya
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status : Sudah Menikah
Keluhan Utama Mata kiri dan kanan terasa kabur
Anamnesa Khusus Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri dan
kanan terasa kabur sejak 4 bulan yang lalu, pasien juga
mengeluh mata cepat lelah, untuk melihat jauh kabur
dan melihat dekat juga tidak nyaman, pasien juga
mengeluh bahwa kepalanya sering pusing. Dari
keterangan pasien tidak didapatkan riwayat mata merah
dan riwayat trauma.
Riwayat penyakit
yang lalu
± 10 Tahun yang lalu sudah menggunakan kaca mata.
Diabetes Melitus disangkal.
Hipertensi disangkal.
Anamnesa Keluarga Semua keluarga (Ayah, Ibu, Adik) menggunakan kaca
mata.
Riwayat Gizi Baik
Keadaan Sosial
Ekonomi
Menengah
Penyakit Sistemik
SMF/BAGIAN MATA
RSUDP RADEN MATTAHER JAMBI/FK. UNJA
Trac Resp
Tract Digest
Cardio Vasc
Endokrin
Neurologi
Kulit
THT
Gilut
Lain-lain
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
I. PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI
OD OS
Visus SC : 6/12 PH: 6/9
Koreksi : S -050 C + 150 as 1800 6/6
Adde: S +250
Visus SC: 6/12 PH: 6/9
Koreksi: C +150 as 1800 6/6
Adde: S +250
II. MUSCLE BALANCE
PERGERAKAN BOLA MATA
Versi : Baik
Duksi : Baik
Versi : Baik
Duksi : Baik
III. PEMERIKSAAN EKSTERNAL
Papebra Superior :
Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior :
Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Cilia :
Trikiasis (-), madarosis (-) Trikiasis (-), madarosis (-)
Ap.Lacrimalis :
Sumbatan (-) Sumbatan (-)
Conj.Tars.Sup :
Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-) Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-)
Conj.Tars.Infe :
Pupil (-), folikel (-)lithiasis (-) Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-)
Conj.Bulbi :
Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-), injeksi
konjungtiva (-)
Pupil (-), folikel (-), lithiasis (-), injeksi
konjungtiva (-)
Cornea : jernih Jernih
COA : Dalam, Hipopion (-) Dalam, hifema (-), Hipopion (-)
Pupil : Isokor, bulat
Refleks Cahaya :
- Direct (+)
- Indirect (+)
Diameter : 3 mm
Isokor, bulat
Refleks Cahaya :
- Direct (+)
- Indirect (+)
Diameter : 3 mm
IRIS : Coklat, Kripta jelas Coklat, Kripta jelas
-LENSA : Jernih Jernih
Lain –lain
IV. PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSKOPY
CILIA : Trikiasis (-), madarosis (-) Trikiasis (-), madarosis (-)
CONJUNTIVA : Injeksi siliaris (-),
injeksi konjuntiva (-)
Injeksi siliaris (-), injeksi konjuntiva (-)
CORNEA : Jernih dan tembus pandang Jernih dan tembus pandang
COA : dalam, hipopion (-) dalam, hipopion (-)
IRIS : Coklat, kripta jelas Coklat, kripta jelas
LENSA : Jernih Jernih
V. TONOMETRI
SCHIOTZ : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
APPLANASIA: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VI. GONIOSKOPY
Tidak dilakukan
VII. VISUAL FIELD
Lapangan pandang dalam batas normal Lapangan pandang dalam batas normal
VIII. PEMERIKSAAN PADA KEADAAN MIDRIASIS
Tidak Dilakukan
OD OS
LENSA :
VITREOUS :
FUNDUS :
IX. PEMERIKSAAN UMUM
Tinggi Badan : 155 cm Cardio Vasc : -
Berat Badan : 57 Kg G.I. Tract : -
Tekanan darah : 110/90 mmhg Paru-Paru : -
Nadi : 60 x/menit Neurology : -
Suhu : Afebris
Pernafasan : 20 x/menit
X. PEMERIKSAAN LAIN
XI.DIAGNOSA
Astigmat Mixtus OD + Astigmat Hipermetrop Simplek OS + Presbiopia ODS
XII.DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
XIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
XIV.PENATALAKSANAAN
Peresepan kaca mata:
Untuk mata kanan (OD) S -050 C +150 as 1800 add +250
Untuk mata kiri (OS) C +1 50 as 1800 add +250 dan Pupil Distance (PD) : PD
dekat: 60 mm dan PD jauh: 63mm.
Dibuat Resep kaca mata
Dan Konsultasi jika ada kuluhan.
XV.PROGNOSA
ad Bonam OD OS
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi
yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat
membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia,
hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara
kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua
adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma.1
Hasil survai Morbiditas Mata dan Kebutaan di Indonesia yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan Perhimpunan
Dokter Ahli Mata Indonesia pada tahun 1982, menunjukkan bahwa kelainan
refraksi menduduki urutan paling atas dari 10 penyakit mata utama.2
Dari hasil survai kesehatan anak di daerah DKI Jaya yang dilakukan oleh
Kanwil Depkes DKI bersama PERDAMI Cabang DKI pada anak Sekolah Dasar
dan lbtiddaiah di seluruh wilayah DKI diketahui bahwa angka kelainan refraksi
rata-rata sebesar 11,8%. Sehingga di Indonesia dari ± 48,6 juta murid Sekolah
Dasar diperkirakan terdapat 5,8 juta orang anak yang menderita kelainan refraksi.3
Astigmatisme idiopatik lebih sering. Secara klinis astigmatisme refraktif
ditemukan sebanyak 95% mata. Insidensi astigmatisme yang signifikan secara
klinis dilaporkan 7,5-75%, bergantung pada specific study dan defenisi derajat
astigmatisma yang signifikan secara klinis. Kira-kira 44% dari populasi umum
memiliki astigmatisme lebiih dari 0.50 D, 10% lebih dari 1.00 D, dan 8% lebih
dari 1.50 D. astigmatisme ditemukan 22% pada Down Syndrome.4
2. ANATOMI MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:
1. Sklera.
Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.
2. Jaringan uvea.
Merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang
yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda
paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas
iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan
otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator
dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak
di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor) yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi
kornea dan sklera.
3. Retina.
Terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang
merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi
rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang
potensial antara retina dan khoroid sehingga retina dapat terlepas dari khoroid
yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata
dan bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan
pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan
tarikan pada retina, maka retina akan robek dan akan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah akuatornya pada
badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah
makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar
lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. Sistem
sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi dimulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.5,7
Gambar 1 Anatomi mata
3. REFRAKSI MATA
Refraksi Mata adalah: perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta
mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti
mata dalam keadaan tidak berakomodasi.7,8
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas :
1. Kornea
2. Humour aquous
3. Lensa
4. Vitreus humour
5. Panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah
melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.6
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak berakomodasi atau
istirahat melihat jauh.7,8
Dikenal beberapa istilah di dalam bidang refraksi, seperti pungtum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan
jelas.Pungtum remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan
retina atau foveola bila mata istirahat. Pada ametropia pungtum remotum terletak
di depan mata sedang pada mata hipermetropia titik semu di belakang mata. 7,8
3.1 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi
benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi,
maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi
adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot
siliari.Akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi
akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata
harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh reflex
akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada
waktu konvergensi atau melihat dekat. 6
3.2 Mekanisme Akomodasi
Mekanisme Akomodasi ada 2 teori:
1. Teori Helmholzt : Kalau mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan badan
siliare, digerakkan kedepan bawah , sehingga zonulla zinii jadi kendor, lensa
menjadi lebih cembung, karena elastisitasnya sendiri. Banyak yang mengikuti
teori ini.
2. Teori Tschering : Bila mm, siliaris berkontraksi, maka iris dan badan siliaris
digerakkan kebelakang atas sehingga zonula zinii menjadi tegang, juga
bagian perifer lensa menjadi tegang sedang bagian tengahnya didorong
kesenteral dan menjadi cembung. 6,7
3.3 Emetropia
Emetropia berasal dari kata Yunani :
Emetros : ukuran normal atau dalam keseimbangan wajar
Opsis : Penglihatan 6
Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi
pembiasan sinar mata dan berfungsi normal.1 Pada mata ini daya bias mata adalah
normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di daerah macula lutea tanpa
bantuan akomodasi .Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada macula lutea disebut
Ametropia.6,7 Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau
100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa , dan bada kaca keruh maka
sinar tidak dapat diteruskan ke macula lutea. Pada keadaan media penglihatan
keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6. 6
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda yang dekat.Panjang bola mata sesorang dapat berbeda-beda.Bila
terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau
adanya perubahan panjang (lebih panjang lebih pendek) bola mata maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada macula.Keadaan ini disebut sebagai Ametropia
yang dapat berupa miopia, hipermetropia atau astigmatisma.6
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan
kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkuranganya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada
usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia. 6
3.4 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda yang dekat.6
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda.Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada macula.Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa
miopi, hipermetropia, atau astigmatisma.6
Ametropia dalam keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat
memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak tereletak pada
retina.Pada keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk.
Dikenal berbagai bentuk ametropia, seperti :6,7
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau
lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di
belakang retina. Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina
karena bola mata lebih panjang dan pada hipermetropia aksial fokus
bayangan dibelakang retina. 6,7
2. Ametropia Refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila
daya bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopi) atau
bila daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang
retina (hipermetropia refraktif). 6,7
Tabel. 1 Kausa Ametropia
Ametropia Lensa koreksi Kausa refraktif Aksial
Miopia Lensa (-) Bias kuat Bola mata panjang
Hipermetropia Lensa (+) Bias lemah Bola mata pendek
Astigmat reguler
Astigmat Ireguler
Kacamata silinder
Lensa kontak
Kurvatura 2 meredien
tegak lurus
Kurvatura kornea ireguler
Ametropia dapat ditemukan dalam beberapa bentuk kelainan, sebagai berikut:
1. Miopia
2. Hipermetropia
3. Astigmat
4. Presbiopia
4. ASTIGMATISME
4.1 Definisi
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud
tanpa satu titik. Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak
direfraksikan dengan sama pada semua meridian. Jika mata astigmatism melihat
gambaran palang, garis vertikal dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam
pada dua jarak pandang yang berbeda. Mata astigmatisme bisa dianggap
berbentuk seperti bola sepak yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi
banyak titik.
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan
garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi
lebih dari satu titik. Umumnya setiap orang memiliki astigmatisme ringan.
Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah
pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat
mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan
dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat
terjadi perubahan kelengkungan kornea.
Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti astigmatisme regular dan
astigmatisme iregular. Astigmatisme regular adalah suatu keadaan refraksi dimana
terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan
mata. Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian saling tegak lurus.
Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu keadaan kelainan
refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder negatif dengan
sumbu horizontal (45-90 derajat). Astigmatisme tidak lazim (astigmat against the
rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimanana
koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120
derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat).1,6,7,9
4.2 Epidemiologi 11,12
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari
pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak
3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di
Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan
astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki
dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.
4.3 Etiologi 7, 12
Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan–kornea dan
lensa. Pada mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk memfokus
mempunyai kurvatura yang rata seperti permukaan bola karet. Kornea atau
lensa dengan permukaan demikian merefraksikan semua sinar yang masuk
dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan yang tajam terfokus pada
retina. Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan
dengan cara yang sama dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang
tidak terfokus pada retina.7,12
Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain,
termasuk:
1. Miopia.
Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata
lebih panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina dan
menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.
2. Hiperopia.
Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek
dari normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan menyebabkan objek
dekat terlihat kabur. 7,12
Penyebab terjadinya astigmatismus adalah:7
1. Kornea
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan
media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini
terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan lengkung
permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka
atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
2. Lensa Kristalin
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan
mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatismus
yang terjadi karena kelainan pada lensa kristalin ini disebut juga astigmatismus
lentikuler.7
Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai
diturunkan dengan cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi
setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang termasuk
tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor perkembangan.
Astigmatisme tidak menjadi lebih parah dengan membaca di tempat yang kurang
pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar televisi atau menjadi juling. Jika
distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan jika distorsi
terjadi pada lensa, disebut astigmatisme lentikular. Astigmatisme juga bisa
terjadi karena traksi pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang merubah
bentuk sklera menjadi bentuk astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous,
dan permukaan yang tidak rata pada retina.7,12
4.4 Klasifikasi 7
Berdasarkan letak titik astigmatismus, astigmatisma dibagi menjadi:
1. Astigmatisme regular.
Astigmatisme dikategorikan regular jika meredian–meredian
utamanya (meredian di mana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di
sistem optis bolamata), mempunyai arah yang saling tegak lurus. Misalnya,
jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°, maka daya bias
terlemahnya berada pada meredian 180°, jika daya bias terkuat berada
pada meredian 45°, maka daya bias terlemah berada pada meredian 135°.
Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat,
akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme
regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With The Rule.
Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada
meredian horisontal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl – pada
axis vertikal atau Cyl + pada axis horisontal.
b. Astigmatisme Against The Rule.
Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari
padameredian vertikal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl -
pada axis horisontal atau dengan Cyl + pada axis vertikal.
Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias terkuat
akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan disebut titik B
Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme
regular dibedakan dalam 5 jenis, yaitu :
a. Astigmatismus Myopicus Simplex.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada tepat pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.
b. Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y
memiliki angka yang sama.
c. Astigmatismus Myopicus Compositus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
d. Astigmatismus Hypermetropicus Compositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan
titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.
e. Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi
sama-sama + atau -.
Jika ditinjau dari arah axis lensa koreksinya, astigmatisme regular ini
juga dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Astigmatisme Simetris.
Astigmatisme ini, kedua bolamata memiliki meredian utama yang
deviasinya simetris terhadap garis medial. Ciri yang mudah dikenali adalah
axis cylindris mata kanan dan kiri yang bila dijumlahkan akan bernilai
180° (toleransi sampai 15°), misalnya kanan Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -
0,75X135°.
b. Astigmatisme Asimetris.
Jenis astigmatisme ini meredian utama kedua bolamatanya tidak
memiliki hubungan yang simetris terhadap garis medial. Contohnya, kanan
Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -0,75X100°.
c. Astigmatisme Oblique.
Adalah astigmatisme yang meredian utama kedua bolamatanya
cenderung searah dan sama-sama memiliki deviasi lebih dari 20° terhadap
meredian horisontal atau vertikal. Misalnya, kanan Cyl -0,50X55° dan kiri
Cyl -0,75X55°.
2. Astigmatisme Irregular.
Bentuk astigmatisme ini, meredian-meredian utama bolamatanya tidak saling
tegak lurus. Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidakberaturan
kontur permukaan kornea atau pun lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya
kekeruhan tidak merata pada bagian dalam bolamata atau pun lensa mata
(misalnya pada kasus katarak stadium awal). Astigmatisme jenis ini sulit untuk
dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun
bisa, biasanya tidak akan memberikan hasil akhir yang setara dengan tajam
penglihatan normal. Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh
ketidakberaturan kontur permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan
optimal masih cukup besar, yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard
contact lens) atau dengan tindakan operasi (LASIK, keratotomy).
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri astigmatisma dibagi menjadi:
a. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya
astigmatis-mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan
tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu
diberikan.
b. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d
2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata
koreksi.
c. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya >3,00 Dioptri. Astigmatismus ini
sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
4.5 Gejala Klinis 7
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatisme tinggi
menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
2. Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk
memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatisme rendah, biasa ditandai dengan gejala-
gejala sebagai berikut :
1. Sakit kepala pada bagian frontal.
2. Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya pende-
rita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek
mata.
4.6 Diagnosis 9, 13
Untuk menegakkan diagnosis astigmatisme dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan tambahan.
4.6.1 Anamnesis
Anamnesis dari gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme.
4.6.2 Pemeriksaan Tambahan
Uji pinhole
Uji lobang kecil ini dilakukan untuk apakah bekurangnya tajam penglihatan
diakibatkan kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah
dilakukan pinhole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksin
yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti
pada pasien tersebut kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan.9,13
Uji refraksi
1. Subjektif
Optotipe dari snellen dan trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan metode ‘trial and error’ jarak
pemeriksaan 6 meter/5meter/20 kaki. Digunakan kartu snellen yang
diletakkan setinggi penderita, mata diperiksa satu persatu. Dibiasakan mata
kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus atau tajam penglihatan masing-
masing mata. Bila visus tidak 6/6 maka dikoreksi dengan lensa sferis positif,
bila dengan lensa seferis psitif tajam penglihatan membaik mencapai 6/6 atau
5/5 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan memberikan lensa sferis positif menambah kabur tajam penglihatan
maka diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5
atau 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita miopia. Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak mencapai tanjam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada
keadaan ini dilakukan uji pengaburan (fogging technique). 9,13
2. Objektif 9,13, 14
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini
mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
Gambar 9. Automated refractometer
Gambar 10. Hasil automated refractometer
Streak Retinoskop
Yaitu dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang
bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against
movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai
netralisasi.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan:
a. Keratometer mengukur 4 titik pada permukaan kornea parasentral
tanpa mengindahkan kornea bagian sentral dan perifer.
b. Keratometer menilai secara rata-rata dan simetris pada titik-titik pada
permukaan kornea semimeridien 180 yang berlawanan.
c. Hasil pengukuran keratometer sangat tergantung pada zona
permukaan kornea mempunyai nilai radius dan kekuatan refraksi yang
berbeda (zona diameter 4 mm mempunyai kekuatan 36 D dan 2.88
mm berkekuatan 50 D).
d. Ketepatan ukuran keratometer akan berkurang pada permukaan
kornea sangat landai (flat) dan sangat besar pada kornea yang sangat
lengkung (steep).
Gambar 11. Keratometri tipe B&L
Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien
diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling
jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 derajat yang jelas, maka tegak lurus
padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan
sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai
garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring
horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder
ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan
perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.9,13,14
Gambar 12. Kartu untuk tes Astigmatisme
Keratoskop
Keratoskop atau placid disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
pemeriksa memperhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
reguler “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irreguler imej tersebut
tidak berbentuk sempurna.14
Javal ophtalmometer
Boleh dignakan utuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, dimana akan
menentukan kekuatan dari refraksi kornea.14
4.7 Penatalaksanaan 14,15
Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah
kelainan refraksi atau mencegah jangan sampai menjadi parah.
1. Koreksi lensa
a. Astigmatisme dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatisme akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan
bertambah jelas.
b. Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder.
c. Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender
bertujuan untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak
memperbaiki tajam penglihatan.
d. Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada
aksis 900 dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes
astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif,
untuk astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif.
e. Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk
meneutralisasi permukaan kornea yang tidak rata.
2. Obat -obatan
Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan
siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari
myopia pada anak-anak usia kurang 20 tahun.
3. Orthokeratology
Pada astigmatisme irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan
sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat
dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka
permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
Lensa kontak merupakan suatu lensa tipis dari bahan fleksibel (soft
contact lens) atau rigid (rigid gas permeable lens) yang berkontak dengan
kornea. Lensa kontak menmberikan koreksi penglihatan yang lebih baik
dibanding kacamata. Lensa kontak dapat diresepkan untuk mengoreksi
miopia, hiperopia, astigmatisme, anisometropia, anisokonia, afakia, setelah
operasi katarak, atau pada keratokonus. Soft contact lens atau rigid gas
permeable lens dapat mengoreksi miopia, hiperopia, dan presbiopia. Lensa
kontak toric yang memiliki kirvatura berbeda yang disatukan pada permukaan
depan lensa dapat diresepkan untuk mengoreksi astigmatisma.
Gambar 13 Perbedaan soft contact lens dan RGP
Komplikasi yang dapat terjadi adalah microbial keratitis yang dapat
menyebabkan hilangnya penglihtan. Komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah tarsal papillary conjunctivitis dan perubahan bulbar conjunctival,
epithelial keratopathy, corneal neovascularization, nonmicrobial infiltrates,
dan corneal warpage. Perubahan endotel dapat terjadi termasuk
polymegethism, pleomorphism, dan jarang berupa reduksi densitas sel
endotelial. Stromal edema sering terjadi, penipisan kornea juga pernah
dilaporkan. Gejala klinisnya dapat bermacam-macam. Asupan oksigen ke
kornea penting diperhatikan terutama pada pasien dengan kelainan refraksi
tinggi akibatnya lensa kontak yang dipakai lebih tebal dan lebih berpotensi
menimbulkan masalah.
a. Soft Contact Lens
Soft contact lens terbuat dari poly-2-hydroxyethyl methacrylate dan
plastik fleksibel serta 30-79% air. Diameternya sekitar 13-15 mm dan
menutupi seluruh kornea. lensa ini dapat digunakan untuk miopia dan
hiperopia. Karena lensa ini mengikuti lengkung kornea maka tidak dapat
dipakai untuk mengoreksi astigmatisme yang lebih dari astigmatisme
minimal. Karena ukurannya yang lebih besar soft contact lens lebih
gampang dipakai dan jarang kemasukan benda asing antara pada ruang
lensa dan kornea serta adaptasinya juga cepat.
Gambar 14 soft contact lens
Gambar 15 Lensa kontak bifokus
b. RGP (rigid gas permeable) lens
Lensa RGP terbuat dari fluorocarbon dan campuran polymethyl
methacrylate. Diameternya 6.5-10 mm in diameter dan hanya menutupi
sebagian kornea mengapung di atas lapisan air mata. Lensa RGP
memberikan penglihatan yang lebih tajam dibanding soft contact lens,
pertukaran oksigen yang lebih baik sehingga dapat mencegah infeksi dan
gangguan mata lain. Durasi pemakaian lensa RGP dapat lebih lama
dibanding soft contact lens. Lensa RGP disesuaikan ukurannya pada setiap
mata dengan lebih tepat dan teliti. Kerugiaannya adalah lensa RGP kurang
nyaman dibanding soft contact lens dan masa adaptasinya yang lebih lama.
Lensa RGP dapat mengoreksi kelainan seperti keratoconus dimana
terdapat irregularitas bentuk kornea yang tidak dapat dikoreksi soft contact
lens. 6,12 Lensa kontak toric dipakai untuk mengoreksi astigmat. Lensa ini
memiliki dua power untuk sferis dan silindris. Agar berada pada posisi
yang tepat dan stabil biasanya lensa ini lebih berat dan memiliki penanda
di bawah.
Gambar 16 Lensa kontak toric
c. Gabungan
Terdapat pula lensa kontak yang merupakan gabungan soft contact
lens dan RGP yang memadukan keuntungan keduanya yakni lebih mudah
dipakai dan pertukaran oksigen yang baik.
Gambar 17 Lensa kontak gabungan soft contact lens dan RGP
4. Bedah Refraksi 14,15
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
a. Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di
parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat
rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka
dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa orang
menjalaniradial keratotomy menunjukan penurunan myopia, sebagian
besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat
menurunkan pengguanaan lensa kontak. Komplikasi yang dilaporkan pada
bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari refraksi dan ketajaman
penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-kadang
penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik,
meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan
perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada
beberapa bulan atau tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan
menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada gejala presbiopia.
Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata.14,15
b. Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi
laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-
92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan photorefractive
keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang terbaik didapatkan
hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien. 5 Kornea yang keruh adalah
keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah
beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-
kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi. Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih
dapat diprediksi dari pada radial keratotomy.14,15
c. Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (lasik)
Merupakan salah satu tipe PRK, laser digunakan untuk membentuk
kurva kornea dengan membuat slice (potongan laser) pada kedua sisi
kornea.14,1
5. PRESBIOPIA 7,9,16
5.1 Definisi
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia,
yaitu akomodasi untuk melihat dekat perlahanlahan berkurang. Presbiopia terjadi
akibat penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya
kontraksi otot akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa
sukar memfokuskan sinar pada saat melihat dekat. Gejala presbiopia biasanya
timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya tergantung kelainan
refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan penglihatan
pasien, dan lainnya.7,9,16
Gambar 18. mata presbiopia
5.2 Epidemiologi
Lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia pada 2005, diperkirakan,
terserang "presbyopia", atau gangguan yang berhubungan dengan usia dalam
melihat benda pada jarak dekat. Selain itu sebanyak 410 juta orang berada dalam
kondisi tak dapat melakukan tugas yang mengharuskan pandangan dekat,
demikian satu laporan di dalam jurnal AS Archives of Ophthalmology, terbitan
Desember. Para peneliti di University of New South Wales di Australia
meramalkan bahwa prevalensi "presbyopia" di seluruh dunia akan naik jadi 1,4
miliar orang paling lambat 2020 dan 1,8 miliar orang pada 2050.9,16
5.3 Klasifikasi
Presbiopia, yang biasa juga disebut penglihatan tua (presby=old=tua;
opia=vision= penglihatan) merupakan keadaan normal sehubungan dengan usia,
di mana kemampuan akomodasi seseorang telah mengalami penurunan sehingga
sampai pada tahap di mana penglihatan pada jarak dekat menjadi kurang jelas.
Ini sejalan dengan penurunan fisiologis amplitudo akomodasi yang dimulai sejak
seseorang berumur 10 tahun, dan bervariasi dengan individu, pekerjaan, dan
kelainan refraksi. Secara klinis, presbiopia terjadi setelah umur 40 tahun,
biasanya sekitar 44 atau 45 tahun. Orang yang dalam pekerjaan sehari–harinya
banyak membutuhkan ketelitian pada penglihatan dekat, akan
menyadari/merasakan presbiopia pada dirinya secara dini. Namun, orang yang
jarang memerlukan ketelitian dalam penglihatan dekatnya, baru akan menyadari
presbiopia yang dialaminya ketika sudah kesulitan membaca koran atau
majalah.7,9,16
Gambar 19 Mata Presbiopia pada saat melihat dekat.
Presbiopia diklasifasikan menjadi 2 jenis berdasarkan waktu terjadinya, yaitu:
1. Presbyopia Precock.
Presbyopia Precock adalah presbiopia yang terjadi sebelum penderita
mencapai umur 40 tahun.
2. Presbyopia
Presbyopia adalah presbiopia yang terjadi pada saat penderita mencapai
umur 40 tahun atau lebih.
5.4 Gejala Klinik. 7,9
Pada umumnya, panderita presbiopia akan menunjukkan gejala–gejala dan
keluhan sebagai berikut :
1. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil.
2. Menjauhkan obyek bacaan dari mata pada saat membaca, sampai posisi di
mana ia merasa nyaman dalam membaca.
3. Jika membaca lebih senang atau selalu mencari tempat yang bersinar
terang.
4. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan penglihatan
dekat yang teliti.
5. Timbul keluhan mata lelah, mata terasa pegal, atau bahkan sakit kepala
setelah membaca agak beberapa lama.
6. Gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar
yang lebih terang untuk membaca dekat.
5.5 Penyebab Terjadinya Presbiopia.
Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang secara
alamiah dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan
kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat
puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana
elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan
menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya
adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung. Organ
utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan
otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi
serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula,
yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini
mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai
berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi
kaku (sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan
dalam mengubah kecembungan lensa kristalin.7,9
5.6 Tatalaksana 7.9.16
Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya
menggunakan lensa cembung (plus). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai
kacamata untuk penglihatan jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia,
maka ukuran dioptri lensa cembung itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut
sebagai addisi. Addisi adalah perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi
dekat.
Berikut ini merupakan addisi rata–rata yang ditemukan pada berbagai
tingkatan usia :
1. 40 tahun +1,00 D.
2. 45 tahun +1,50 D.
3. 50 tahun +2,00 D.
4. 55 tahun +2,50 D.
5. 60 tahun +3,00 D.
Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan
jarak kerja penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari–hari
yang banyak membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada
umumnya adalah 33 cm, maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai
addisi yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan
akomodasi bila melihat obyek yang berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada
pada titik focus lensa S +3,00 D tersebut. Jika penderita merupakan seseorang yang
dalam pekerjaannya lebih dominan menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis
fokus tunggal (monofocal) merupakan koreksi terbaik untuk digunakan sebagai
kacamata baca.
Gambar Mata Presbiopia + lensa koreksi pada saat melihat dekat.
Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia
menginginkan penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi. Selain dengan lensa
kacamata, presbiopia juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang
tersedia dalam bentuk lensa kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja,
tidak setiap orang dapat menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan
perlakuan dan perawatan secara khusus. Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia
adalah dengan tehnik monovision ( penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata
dikondisikan hanya bisa untuk melihat jauh saja, dan mata yang satunya lagi
dikondisikan hanya bisa untuk melihat dekat. Alat koreksi yang dipakai bisa berupa
lensa kacamata atau lensa kontak. Ada beberapa orang yang dapat menggunakan
metode ini, sementara sebagian besar yang lain dapat pusing–pusing atau kehilangan
kedalaman persepsi atas obyek yang dilihat.7,9,16
6. PEMERIKSAAN REFRAKSI 7,8,17
Tujuan pemeriksaan refraksi ialah untuk memperoleh ketajaman
penglihatan yang setinggi-tingginya dengan menggunakan lensa.7,8
Pemeriksaan refraksi ada dua cara :
1. Secara objektif
dengan menggunakan Oftalmoskope, Retinoskope, Autorefraktometer.
2. Secara Subjectif
Dengan menggunakan optotipe snellen dan trial lenses.
6.1 Pemeriksaan refraksi secara objektif 7,8
a. Oftalmoskop
bila terdapat kelainan refraksi, fundus tak dapat terlihat jelas, pada
funduskopi, terkecuali jika diputarkan lensa koreksi pada lubang
penglihatannya. Besarnya lensa koreksi menetukan macam dan
besarnya kelainan refraksi secara kasar. Tetapi harus diperhitungkan
pula keadaan refraksi pemeriksanya
b. Retinoskope
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak- anak, orang yang tak
dapat membaca, bisu karena tak dibutuhkan kerjasama dari penderita.
Dapat dilakukan cepat dan tepat.
Yang dinilai gerakan cahaya pada pupil yang disebut refleks fundus
Biasanya pasien duduk dengan jarak 50 cm dari pemeriksa. Dengan
memakai lensa bantu maka ukuran refraksi dapat ditentukan.
c. Autorefraktometer
d. Keratometer, untuk lensa kontak
6.2 Pemeriksaan refraksi secara subjektif
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata
secara subjektif.Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk
mengetahui penyebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam
penglihatan.Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata memberikan
keluhan mata.
Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan
kartu Snellen dan bila penglihatan kurang, maka tajam penglihatan diukur
dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari) ataupun
proyeksi sinar. Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah objek
secara kuantitatif ditentukan dengan 2 cara :
1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam busur menit).
2. Dengan fraksi Snellen. Ini ditentukan dengan mempergunakan huruf atau
cincin Londolt atau objek ekuivalen lainnya. 7
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat
kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk
kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk
penglihatan normal.Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20
kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut.7,8
Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau
20/15 atau 20/20 kaki).Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea,
sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji
warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam
penglihatan.7,8
Penglihatan perifer merupakan penglihatan tepi yang dilaksanakan terutama
oleh sel batang yang menempati retina bagian perifer.Tajam penglihatan perifer
merupakan kemampuan menangkap adanya benda, gerakan, atau warna objek di
luar garis langsung penglihatan.7,8
6.3 Cara Pemeriksaan Visus Dasar 17
1. Pasien duduk 6 meter (20 feet) dari kartu Snellen.
2. Tutup mata kiri dengan okluder atau telapak tangan tanpa menekan bola
mata.
3. Minta pasien membaca/mengidentifikasi optotip atau pemeriksa menunjuk
optotip. Dimulai dari yang terbesar hingga yang terkecil, dari kiri ke
kanan, yang masih dapat teridentifikasi sampai hanya separuh optotip pada
satu baris yang teridentifikasi dengan benar.
4. Lihat berapa tajam penglihatan pada baris tersebut.
5. Catat jumlah optotip yang salah diidentifikasi .
6. Ulangi langkah 1-5 untuk mata kiri.
7. Ulangi dengan menggunakan kedua mata dan catat sebagai tajam
penglihatan dua mata.
6.3.1 Pemeriksaan Visus Satu Mata 7,8,17
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca
mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan
dilihat kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya.
Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana hanya
dapat membedakan 2 titik tersebut membentuk sudut 1 menit. Satu huruf
hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap
bagian dipisahkan dengan sudut 1 menit.
Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6
meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar misalnya
kartu baca Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak
tertentu sehingga huruf pada baris tannda 60, berarti huruf tersebut
membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter, dan pada baris tanda 30,
berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 30 meter. Huruf
pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut 5 menit pada jarak 6
meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan jelas.
Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan melihat seseorang, seperti :
1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada
jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf trsebut dapat pada jarak 6
meter.
2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan
angka 30, berarti tajam penglihatan pasaien adalah 6/30
3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan
angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50
4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada
jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada
jarak 60 meter
5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen,
maka dilakukn uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang
normal pada jarak 60 meter
6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60 dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60 , yang
berarti hanya dapat menghitung jari pad ajarak 1 meter.
7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam
penglihatan pasien yang lebih buruk dari pada 1/60. Orang normal
dapat melihat gerakan atau lambain tangan pada jarak 1 meter, berarti
tajam penglihatannya adalah 1/300
8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan
tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai
tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada
jarak tidak berhingga.
9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka
dikatakan penglihatannya adalah 0/ buta nol.
Hal di atas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat
berkomunikasi.
Bila seseorang diragukan penglihatannya berkurang akibat kelaianan refraksi,
maka dialkuakn uji Pinhole.
o Bila deilakukan uji Pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada
kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kaca mata.
o Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan
mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan
yang mengakibatkan penglihatan menurun.
Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia, maka
apabila melihat benda-benda yang sedikit didekatkan akan terlihat kabut.
6.4 Cara Pemeriksaan Low Visual Acuity17
Jika pasien tidak dapat melihat huruf pada Kartu Snellen yang paling atas,
maka dilakukan pemeriksaan ini.
1. Minta pasien duduk dengan nyaman.
2. Tutup mata yang tidak diperiksa.
3. Pemeriksa berdiri 1 m dari pasien, acungkan jari pemeriksa, minta pasien
menghitung jumlah jari.
4. Bila pasien menjawab dengan benar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m, dst,
hingga jarak 6 meter.
5. Tajam penglihatan dicatat : hitung jari dari jarak 1 m = 1/60, dari jarak 2
m = 2/60, s/d 6/60.
6. Bila pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 1 m, gerakkan tangan
pemeriksa dari jarak 1 m. 7. Tanyakan apakah pasien dapat melihat
gerakan tangan serta arah gerakan tangan pemeriksa.
7. Bila dapat melihat gerakan tangan : tajam penglihatan dicatat sebagai
hand movement atau 1/300.
8. Bila tidak dapat melihat gerakan tangan, sinari mata pasien dengan lampu
senter dan tanyakan apakah pasien dapat melihat cahaya.
9. Bila dapat melihat cahaya : tajam penglihatan dicatat sebagai ligh
perception atau 1/~.
10. Bila tak dapat melihat cahaya disebut no light perception atau 0.
11. Ulangi langkah 11-10 untuk mata sebelahnya.
6.5 Tes Pin Hole 17
Tes Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah penglihatan yang buram
disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan. Cara pemeriksaannya adalah
sebagai berikut :
1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter
atau 20 kaki) dari kartu pemeriksaan .
2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila
berkacamata, pasang koreksi kacamatanya
3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan.
4. Catat sebagai tajam penglihatan PH
6.6 Pengukuran Jarak Pupil 17
Cara pemeriksaan jarak pupil pada penglihatan dekat :
1. Sinari kedua mata dengan pen light dari jarak 33 cm.
2. Minta pasien agar melihat cahaya.
3. Ukur jarak antara pupil OD dengan OS.
4. Catat sebagai jarak pupil pada penglihatan dekat.
Untuk mendapatkan jarak pupil pada penglihatan jauh dapat dilakukan
dengan cara yang sama, namun pasien memfiksasikan penglihatannya pada
objek yang jauh. Selain itu jarak pupil untuk penglihatan jauh bisa didapatkan
dengan cara:
1. Menambahkan 2 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat kurang
dari 60 mm.
2. Menambahkan 3 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat lebih dari
60 mm.
BAB II
PEMBAHASAN
Pasien Ny.U (56 Tahun) adalah seorang ibu rumah tangga yang
tempat tinggalnya di Kelurahan Suka Karya, pada tanggal 16 juni 2012 pasien
Ny.U datang ke RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi dengan keluhan mata
sebelah kiri dan kanan terasa kabur sejak 4 bulan yang lalu, pasien juga
mengeluh mata cepat lelah, untuk melihat jauh kabur dan melihat dekat juga
tidak nyaman, pasien juga mengeluh bahwa kepalanya sering pusing. Dari
keterangan pasien tidak didapatkan riwayat mata merah dan riwayat trauma.
Dilakukan pemeriksaan visus pada pasien yaitu dengan hasil : VOD
6/12 dan VOS 6/12, PH 6/9. setelah dilakukan koreksi didapatkan
hasil untuk mata kanan (OD) yaitu S -050 C +150 as 1800 add +250 dan untuk
mata kiri (OS) yaitu C +1 50 as 1800 add +250 dan Pupil Distance (PD) yaitu PD
dekat: 60 mm dan PD jauh: 62 mm.
Pasien di diagnosa Astigmat Mixtus OD + Astigmat Hipermetrop
Simplek OS + Presbiopia ODS.
Pegobatan yang diberikan pada pasien Ny.U ini adalah
Dengan menggunakan kaca mata S -050 C +150 as 1800 add +250 OD +
C +1 50 as 1800 add +250 OS dan Pupil Distance (PD) yaitu PD dekat:
60 mm dan PD jauh: 62 mm.
Di buat resep kaca mata.
Dan konsultasi jika ada keluhan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-tiga. Jakarta. Balai Penerbit FK UI.
2004
2. Departemen Kesehatan RI. Kelaian Refraksi di Indonesia. 2008
3. B David R Hardten. 5,8 Juta Anak yang Menderita Kelainan Refraksi. 2009
4. Biro Pusat Statistik. Astigmatisme refraktif ditemukan sebanyak 95% mata.
1986
5. Eva RP. Anatomi dan embriologi mata. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva RP,
editors. Oftalmologi umum. 14th ed. Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2000.
7-15
6. Ilyas S. Glaukoma. Edisi ke-dua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
2009. Hal: 64-83, 200-12, 192-212.
7. Wijaya, Nana, Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta:
Abaditegal. 1993.. Hal 245-271
8. Riordan P, Whitcher P John Eva. Optik dan refraksi dalam:
Vaugandan Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakrta :
EGC.2009. Hal 30, 393-98
9. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R, Simarmata M. Ilmu Penyakit
Mata. Cetakan ke-dua. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2003
10. Olver J and Cassidy L, Basic an Refraction. In Olver J and Cassidyl,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005: 22-23
11. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Oftalmology. New York:
Blackwell ublishing 2003: 20-26
12. Whitcher J P and Eva P R, Low Vsion. In Whitvher J P and Eva P R,
Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill.
2007
13. A.K. Khuruna, Comrehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and
Refraction, New Age Inernational (P) Limited Publishers, 12: 36-38. 2007
14. Deborah, Pavan-Langston Manu at Ocular, 6 th Edition: Retractive Surgery,
Lippincott wiliams and wilkins. 5: 73-100, 2008.
15. Roque, M. Astigmatisme. Diunduh dari: http://emedicine
.medscape.com/article/1220845-over view#a 0101. Diakses pada tanggal 21
Juni 2012.
16. Anonim. Presbiopia. Diunduh dari: http://emedicine./Presbyopia. Diakses
pada tanggal 21 Juni 2012.
17. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2006. 1-14, 35-48