contoh penelitian kualitatif

53
TUGAS 2 PROPOSAL PENELITIAN ANALISIS PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA NONRUTIN PADA MATERI ATURAN PENCACAHAN DI KELAS XI MIA SMAN 1 TELLU SIATTINGE KABUPATEN BONE DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF (Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah penelitian pendidikan matematika) MUH. ALFIANSYAH 161050701024 KELAS 02 PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR MAKASSAR 2016

Upload: muhammad-alfiansyah

Post on 09-Jan-2017

203 views

Category:

Education


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh Penelitian Kualitatif

TUGAS 2

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA

DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA NONRUTIN

PADA MATERI ATURAN PENCACAHAN DI KELAS XI MIA

SMAN 1 TELLU SIATTINGE KABUPATEN BONE

DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF

(Disusun dalam rangka memenuhi

tugas mata kuliah penelitian pendidikan matematika)

MUH. ALFIANSYAH

161050701024

KELAS 02

PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR

2016

Page 2: Contoh Penelitian Kualitatif

ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 9

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 10

D. Manfaat Penelitian .............................................................. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 12

A. Berpikir Reflektif ................................................................ 12

B. Gaya Kognitif ..................................................................... 17

C. Matematika Nonrutin .......................................................... 21

D. Pemecahan Masalah Matematika ....................................... 23

E. Langkah-Langkah Berpikir Reflektif dalam Pemecahan ..

Masalah Matematika Nonrutin ............................................ 28

F. Aturan Pencacahan ............................................................. 32

G. Penelitian yang Relevan ..................................................... 35

H. Kerangka Pikir ..................................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 41

A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 41

B. Jenis Penelitian ................................................................... 41

C. Subjek Penelitian ................................................................ 41

D. Data Penelitian .................................................................... 43

E. Tehnik Pengumpulan Data ................................................. 44

F. Validasi Data ...................................................................... 45

G. Tehnik Analisis Data .......................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 48

Page 3: Contoh Penelitian Kualitatif

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sebagai ilmu yang

dapat membantu manusia untuk dapat berfikir logis, obyektif, analitis, kritis,

kreatif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi (Tisngati, 2015). Kaitannya

dengan dunia pendidikan yaitu salah satu tujuan pembelajaran matematika di

sekolah adalah agar siswa memiliki pemahaman pemecahan masalah, yakni

memahami konsep matematika, mampu menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

menggunakan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam pemecahan masalah (Permendikbud Nomor 59, 2014).

Namun, menurut Suwasti (2016), pembelajaran matematika di sekolah

belum sepenuhnya memberikan konstribusi kepada siswa untuk mengembangkan

pemecahan masalah. Proses pembelajaran matematika masih dipahami sebagai

hasil aktivitas kognitif saja, yakni pemberian rumus dan mengerjakan soal latihan

(latihan penerapan rumus yang diajarkan). Selama ini kecenderungan para siswa

hanya terfokus pada hafalan rumus untuk menyelesaikan masalah. Umumnya

siswa berpikir hanya dengan menghafalkan rumus bisa menemukan solusi dari

permasalahan. Padahal, hal itu belum tentu bisa terealisasikan. Oleh sebab itu,

perlu membelajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika sehingga

kemampuan berpikir siswa perlu dikembangkan (Lutfiananda, 2016).

Menurut Subandar (2009) dalam mempelajari matematika siswa harus

berpikir agar mampu memahami konsep-konsep matematika yang telah dipelajari

Page 4: Contoh Penelitian Kualitatif

2

serta menggunakannya dengan tepat untuk menyelesaikan permasalahan

matematika yang dihadapi. Proses berpikir dalam menyelesaikan masalah

matematika yang dimaksud terkait dengan kemampuan mengingat, mengenali

hubungan antar konsep, hubungan sebab akibat, hubungan analogi atau

perbedaan, yang selanjutnya dapat menimbulkan gagasan-gagasan original

sehingga berpengaruh dalam penarikan keputusan atau kesimpulan.

Keterampilan berpikir menjadi hal yang diperlukan siswa dalam

mempelajari berbagai hal khususnya matematika. Melalui keterampilan berpikir

yang baik, siswa dapat memahami masalah matematika yang dihadapinya untuk

selanjutnya dapat menerapkan konsep yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah

tersebut. Siswa juga diharapkan memperoleh kesimpulan yang baik sehingga

siswa tidak sekadar menguasai apa yang dilakukannya untuk mendapatkan

jawaban dari masalah yang dihadapi, tetapi juga pengetahuan baru yang

bermanfaat bagi dirinya (Lutfiananda, 2016).

Salah satu kemampuan berpikir yang mendukung keterampilan pemecahan

masalah siswa dalam pembelajaran matematika adalah berpikir reflektif. Noer

(2008) menjelaskan bahwa teori tentang berpikir reflektif dimulai dari eksplorasi

John Dewey saat mendiskusikan proses mental tertentu yaitu memfokuskan dan

mengendalikan pola pikiran. Dewey menamai hal tersebut dengan istilah "berpikir

reflektif". Dalam hal ini proses yang dilakukan bukan sekadar suatu urutan dari

gagasan-gagasan, tetapi suatu proses yang berurutan sedemikian sehingga masing-

masing ide mengacu pada ide terdahulu untuk menentukan langkah berikutnya.

Dengan demikian, semua langkah berurutan, saling terhubung, saling mendukung

Page 5: Contoh Penelitian Kualitatif

3

satu sama lain dan berperan untuk menuju pada penarikan kesimpulan terhadap

solusi permasalahan yang diberikan.

Gurol (2011) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan

terarah dan tepat yakni siswa menyadari, menganalisis, mengevaluasi,

memotivasi, mendapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi belajar

yang tepat dalam proses belajarnya sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat

Skemp (Nasriadi, 2016) mengemukakan bahwa berpikir reflektif dapat

digambarkan sebagai proses berpikir yang merespon masalah dengan

menggunakan informasi atau data yang berasal dari dalam diri (internal), dapat

menjelaskan apa yang telah dilakukan, memperbaiki kesalahan yang ditemukan

dalam memecahkan masalah, serta mengkomunikasikan ide dengan simbol bukan

dengan gambar atau objek langsung.

Melalui proses berpikir reflektif dapat diketahui proses siswa dalam

memecahkan suatu masalah secara lebih mendalam, sebab proses berpikir reflektif

tidak sekadar menuntut jawaban dari suatu masalah tetapi juga konsep, fakta dan

alasan yang logis, serta pengambilan keputusan yang rasional dalam setiap proses

pemecahan masalah yang dilakukan. Berpikir reflektif sangat penting bagi siswa

untuk mengevaluasi proses belajarnya sendiri khususnya dalam memecahkan

masalah. Sementara itu, guru perlu mengetahui proses berpikir reflektif siswa

untuk memperoleh informasi tentang kesalahan yang dihadapi siswa sehingga

dapat membantu dalam perbaikan kualitas pembelajaran (Lutfiananda, 2016).

Gurol (2011) menyatakan bahwa berpikir reflektif sangat penting bagi siswa

dan guru. Namun, hal ini sangat berbeda dengan fakta di lapangan, bahwa berpikir

Page 6: Contoh Penelitian Kualitatif

4

reflektif belum menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah

(Lutfiananda, 2016). Hal tersebut sesuai dengan temuan Sabandar (2009) bahwa

kemampuan berpikir reflektif masih jarang diperkenalkan oleh guru atau

dikembangkan untuk siswa sekolah menengah. Lebih lanjut, Suharna, dkk.,

(2013) melaporkan bahwa dalam pembelajaran matematika, berpikir reflektif

kurang mendapat perhatian guru. Terkadang guru hanya memperhatikan hasil

akhir dari penyelesaian masalah yang dikerjakan siswa, tanpa memperhatikan

bagaimana siswa menyelesaian masalah. Jika jawaban siswa berbeda dengan

kunci jawaban, biasanya guru langsung menyalahkan jawaban siswa tersebut

tanpa menelusuri mengapa siswa menjawab demikian.

Selain itu, rendahnya kemampuan berpikir reflektif juga tercantum pada

studi pendahuluan yang dilakukan oleh Nindiasari (Nindiasari, dkk., 2014)

terhadap sejumlah siswa SMA di Tanggerang pada tahun 2010 memperoleh

beberapa temuan di antaranya: 1) guru lebih banyak memberikan rumus, konsep

matematika yang sudah siap digunakan dan tidak mengajak siswa berpikir untuk

menemukan rumus dan konsep matematika yang dipelajarinya, 2) hampir lebih

dari 60% siswa belum mampu menyelesaikan tugas berpikir reflektif matematis,

misalnya tugas menginterpretasi, mengaitkan, dan mengevaluasi.

SMAN 1 Tellu Siattinge merupakan salah satu dari dua sekolah di

Kabupaten Bone yang telah menerapkan kurikulum 2013 selama empat tahun.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam kurikulum 2013 menekankan proses

pembelajaran tidak hanya berfokus pada pemantapan aktivitas prosedural siswa

tetapi juga telah memberikan perhatian khusus pada pengembangan pengetahuan

Page 7: Contoh Penelitian Kualitatif

5

dan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Berdasarkan hasil

wawancara dengan guru matematika kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge

diperoleh informasi bahwa meski telah menerapkan kurikulum 2013 selama

empat tahun, namun pembelajaran matematika yang dilakukan masih dikatakan

kurang dalam menggali pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah

matematika siswa. Selama ini guru masih sering sekadar melatih aktivitas

prosedural siswa akibat beberapa kendala yang dihadapi. Selain itu, berpikir

reflektif masih belum menjadi salah satu tujuan pembelajarn matematika. Guru

hanya menilai kemampuan siswa dari jawaban tes yang diberikan tanpa menggali

lebih jauh proses yang dilakukan siswa hingga sampai pada jawaban tersebut. Hal

ini sejalan dengan temuan para ahli (peneliti terdahulu) mengenai berpiki reflektif

yang diungkapkan pada paragraf sebelumya.

Selain memperhatikan kemampuan berpikir reflektif, guru juga perlu

memperhatikan gaya kognitif siswa saat memecahkan masalah, sebab menurut

Panjaitan (Nasriadi 2016) pemecahan masalah dapat dipahami sebagai suatu

proses kognitif yang memerlukan usaha dan konsentrasi pikiran, karena dalam

memecahkan masalah siswa mengumpulkan, mengidentifikasi dan menganalisis

informasi yang relevan dan akhirnya mengambil keputusan. Oleh sebab itu,

menurut Nasriadi (2016) gaya kognitif berhubungan dengan cara penerimaan dan

pemrosesan informasi siswa, sehingga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

siswa memecahkan masalah.

Kogan (Warli, 2009) mendefinisikan gaya kognitif sebagai variasi siswa

dalam merasa, mengingat, dan berpikir, atau sebagai cara membedakan,

Page 8: Contoh Penelitian Kualitatif

6

memahami, menyimpan, menginterpretasikan, dan memanfaatkan informasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Suryanti (2014) berpendapat bahwa gaya kognitif

adalah gaya siswa dalam berfikir yang melibatkan kemampuan kognitif dalam

kaitannya menerima, menyimpan, mengolah dan menyajikan informasi, dimana

gaya tersebut akan terus melekat dengan tingkat konsistensi yang tinggi serta akan

mempengaruhi perilaku dan aktivitas siswa baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Para psikolog mengembangkan berbagai jenis gaya kognitif diantaranya

berdasarkan konseptual tempo (kecepatan dalam berpikir) yakni gaya kognitif

reflektif-impulsif. Kagan dan Kogan (Warli, 2009) mendefinisikan reflektif-

impulsif adalah derajat/tingkat subjek dalam menggambarkan ketepatan dugaan

penyelesaian masalah yang mengandung ketidakpastian jawaban. Mengacu pada

definisi impulsif-reflektif tersebut, terdapat dua aspek penting yang harus

diperhatikan dalam mengukur impulsif-reflektif, yaitu: Aspek pertama, dalam

mengukur impulsif reflektif dilihat dari variabel waktu yang digunakan siswa

dalam menyelesaikan masalah. Aspek kedua, frekuensi siswa dalam memberikan

jawaban sampai mendapatkan jawaban betul.

Sesungguhnya bila aspek waktu (variabel waktu) dibedakan menjadi dua,

yaitu cepat dan lambat, kemudian aspek frekuensi menjawab dibedakan menjadi

cermat/akurat (frekuensi menjawab sedikit) dan tidak cermat/tidak akurat

(frekuensi menjawab banyak), maka siswa dapat dikelompokkan menjadi 4

(empat) kelompok yakni Reflektif, Impulsif, Fast Accurate dan Slow Inaccurate.

Nama gaya kognitif ini adalah reflektif-impulsif, menurut Warli (2009) mungkin

Page 9: Contoh Penelitian Kualitatif

7

proporsi anak yang menempati kategori reflektif dan impulsif itu terbesar. Lebih

lanjut, Warli mengutip beberapa hasil penelitian terdahulu dalam tulisannya,

seperti: penelitian Reuchlin di tahun 2005 menemukan proporsi anak impulsif-

reflektif sebesar 70%, demikian juga penelitian Rozencwajg & Corroyer di tahun

2005 menemukan proporsi anak impulsif-reflektif sebesar 76,2%.

Kagan (Widadah, dkk., 2013) berpendapat bahwa siswa yang memiliki

karakteristik menggunakan waktu yang relatif lama dalam menyelesaikan

masalah, tetapi cermat atau teliti sehingga jawaban yang diberikan cenderung

benar dan unik (tidak umum), disebut siswa yang bergaya kognitif reflektif. Siswa

yang memiliki karakteristik menggunakan waktu yang relatif singkat dalam

menyelesaikan masalah, tetapi kurang cermat sehingga jawaban cenderung salah,

disebut siswa yang bergaya kognitif impulsif. Siswa yang fast accurate adalah

siswa yang memiliki karakteristik menggunakan waktu singkat dalam menjawab

masalah, tetapi cermat/teliti sehingga jawaban yang diberikan cenderung benar,

sedangkan siswa slow inaccurate adalah siswa yang memiliki karakteristik

menggunakan waktu yang lama dalam menjawab masalah, tetapi tidak/kurang

cermat sehingga jawaban cenderung salah.

Untuk melatih kemampuan pemahaman pemecahan masalah siswa maka

selain memperhatikan kemampuan berpikir dan gaya kognitifnya, bentuk soal

yang digunakan dalam proses pemecahan masalah ikut serta sebagai aspek yang

memiliki peranan penting. Menurut Marchis (2012) siswa belajar matematika

dengan menyelesaikan soal atau masalah agar memperoleh pengetahuan dan

pemahaman yang lebih mendalam serta mengembangkan keterampilan

Page 10: Contoh Penelitian Kualitatif

8

matematikanya. Bentuk soal dan masalah dalam matematika memiliki perbedaan

satu sama lain. Menurut Milgram (Marchis, 2012) masalah matematika dibedakan

dari suatu soal matematika karena tidak memiliki prosedur yang pasti/umum

diketahui dalam menyelesaikannya.

Menurut Wahyudi dan Budiono (2012) pada umumnya masalah matematika

dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin.

Masalah rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur

yang dipelajari di kelas atau prosedurnya umum diketahui. Masalah jenis ini

banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih siswa

menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan masalah

nonrutin adalah soal yang dalam proses menyelesaikannya diperlukan pemikiran

lebih lanjut karena prosedurnya tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di

kelas. Dengan kata lain, masalah nonrutin ini menyajikan situasi baru yang belum

pernah dijumpai oleh siswa sebelumnya. Situasi baru tersebut memuat tujuan

yang jelas yang akan dicapai, tetapi cara mencapainya tidak segera muncul dalam

benak siswa.

Memberikan masalah nonrutin kepada siswa berarti melatih mereka

menerapkan berbagai konsep matematika dalam situasi baru sehingga pada

akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka

pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi masalah

nonrutin inilah yang dapat digunakan sebagai soal pemecahan masalah.

Pemecahan masalah dalam pengajaran matematika dapat diartikan sebagai

penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika yang telah

Page 11: Contoh Penelitian Kualitatif

9

atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan masalah nonrutin (Wahyudi dan

Budiono 2012).

Namun, menurut Suandito, dkk. (2009), pada kenyataannya yang selama ini

diajarkan di sekolah adalah kebanyakan masalah matematika yang rutin. Masalah

rutin tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur yang dapat

dikatakan standar. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap

matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti, terurut dan

prosedural. Sebab, siswa cenderung jarang diperkenalkan untuk menganalisis

serta menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut, tidak

sedikit guru yang masih bergantung pada buku ajar termasuk dalam pemilihan

materi tes untuk evaluasi siswa.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan topik “Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa dalam

Memecahkan Masalah Matematika Nonrutin pada Materi Aturan Pencacahan di

Kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge Kabupaten Bone Ditinjau dari Gaya

Kognitif”.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah yang diuraikan pada bagian

pendahuluan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu

Siattinge bergaya kognitif reflektif dalam memecahkan masalah matematika

nonrutin?

Page 12: Contoh Penelitian Kualitatif

10

2. Bagaimana proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu

Siattinge bergaya kognitif impulsif dalam memecahkan masalah matematika

nonrutin?

3. Bagaimana proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu

Siattinge bergaya kognitif fast accurate dalam memecahkan masalah

matematika nonrutin?

4. Bagaimana proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu

Siattinge bergaya kognitif slow inaccurate dalam memecahkan masalah

matematika nonrutin?

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah mencari jawaban atas masalah

penelitian yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan:

1. Proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge bergaya

kognitif reflektif dalam memecahkan masalah matematika nonrutin.

2. Proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge bergaya

kognitif impulsif dalam memecahkan masalah matematika nonrutin.

3. Proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge bergaya

kognitif fast accurate dalam memecahkan masalah matematika nonrutin.

4. Proses berpikir reflektif siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge bergaya

kognitif slow inaccurate dalam memecahkan masalah matematika nonrutin.

Page 13: Contoh Penelitian Kualitatif

11

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat menjadi sumbangan positif terhadap pembelajaran

matematika dalam proses berpikir reflektif dan pemecahan masalah.

b. Diharapkan dapat menambah literatur kepustakaan bidang penelitian

pendidikan matematika.

c. Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain dalam

melaksanakan penelitian selanjutnya, khususnya terkait proses berpikir

reflektif dalam pemecahan masalah nonrutin siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan dan pengetahuan bagi siswa

sehingga mampu meningkatkan kemampuan matematika serta

keterampilan pemecahan masalahnya.

b. Diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi guru dalam

merancang pembelajaran untuk melatih keterampilan pemecahan masalah

siswa serta masukan positif bagi kepala sekolah serta pihak terkait untuk

memfasilitasi pembelajaran.

Page 14: Contoh Penelitian Kualitatif

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir Reflektif

Menurut John Dewey (1910), definisi mengenai berpikir reflektif yang

selama ini digunakan adalah: “active, persisten, and careful consideration of any

belief or supposed from of knowledge in the light of the grounds that support it

and the conclusion to which it tends”. Berpikir reflektif merupakan pemikiran

secara aktif, terus menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan saksama

tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format yang diharapkan

tentang pengetahuan apabila dipandang dari sudut pandang yang mendukungnya

dan menuju pada suatu kesimpulan.

Menurut Noer (2008), berpikir reflektif dalam belajar adalah kemampuan

siswa dalam memberi pertimbangan tentang proses belajarnya. Apa yang

diketahui, apa yang diperlukan untuk mengetahui, dan bagaimana menjembatani

kesenjangan selama proses belajar. Berpikir reflektif dalam prosesnya melibatkan

pemecahan masalah, perumusan kesimpulan, memperhitungkan hal-hal yang

berkaitan, dan membuat keputusan. Langkah-langkah yang dilakukan dapat dibagi

dalam 3 fase yaitu:1) Reactin, 2) Elaborating, 3) Contemplating.

Berpikir reflektif memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan

tentang proses berpikir mereka. Menurut Kurniawati, dkk. (Masamah, dkk., 2015)

bahwa kemampuan berpikir reflektif sangat diperlukan bagi siswa dalam proses

pemecahan masalah, sebab siswa harus memprediksi jawaban benar dengan

segera sehingga dapat mengeksplorasi masalah dengan mengidentifikasi konsep

Page 15: Contoh Penelitian Kualitatif

13

matematika yang terlibat dalam masalah yang diberikan dan menggunakan

berbagai strategi. Ketika strategi telah dipilih oleh siswa, mereka perlu

membangun ide, menarik kesimpulan, menentukan validitas argumen, memeriksa

kembali solusi, dan mengembangkan strategi alternatif.

Selanjutnya, Zehavi dan Mann (Nindiasari, dkk., 2014) merinci kemampuan

berpikir reflektif meliputi kegiatan: menganalisis penyelesaian masalah,

menyeleksi teknik, memonitor proses solusi, insight, dan pembentukan konsep.

Sejalan dengan itu Nindiasari (2011) berpendapat bahwa proses berpikir reflektif

diantaranya adalah kemampuan untuk meninjau kembali, memantau dan

memonitor proses solusi di dalam pemecahan masalah.

Tisngati (2015) berpendapat bahwa dalam berpikir reflektif siswa dapat

merasakan dan mengidentifikasi masalah, membatasi dan merumuskan masalah,

mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah,

mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan

data yang dibutuhkan, melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah

dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.

Berpikir reflektif membantu siswa untuk mengetahui kesesuaian

pelaksanaan maupun solusi pemecahan masalah yang diperoleh dengan informasi

awal yang diketahui pada soal. Lochhead (Lutfiananda, 2016) menyatakan bahwa

inti dari berpikir logis adalah berpikir reflektif sehingga berpikir reflektif dapat

digunakan untuk memeriksa kembali apa yang telah dilakukan dalam proses

pemecahan masalah. Berpikir reflektif bertujuan untuk mengetahui alasan atau

bukti yang mendukung setiap keputusan yang diambil dalam proses pemecahan

Page 16: Contoh Penelitian Kualitatif

14

masalah. Oleh sebab itu, siswa yang mampu berpikir reflektif dapat melaksanakan

tugas atau belajar matematika secara mandiri untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. Hal ini dikarenakan aktivitas belajar yang dilakukan dapat

direncanakan dengan baik dengan melihat proses belajar yang telah dilakukan,

informasi atau pengetahuan apa yang diketahui, apa yang masih perlu diketahui

dan bagaimana cara menghubungkan kedua hal tersebut agar sampai pada

penarikan kesimpulan solusi terhadap masalah yang diberikan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir

reflektif merupakan kegiatan berpikir matematis secara aktif, terus menerus dan

penuh pertimbangan untuk memahami masalah disertai dengan alasan yang jelas

dan rasional yang bertujuan untuk menarik suatu kesimpulan atau memecahkan

masalah dengan menghubunkan informasi yang ada dengan pengetahuan

terdahulu yang dimiliki, merepresentasikan masalah dengan simbol-simbol,

mengkomunikasikan secara matematis, menalar dan memecahkan masalah.

Hubungan Berpikir Reflektif dengan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir reflektif dalam matematika memuat kemampuan

berpikir kritis dan berpikir kreatif sama seperti kemampuan berpikir lainnya.

Kedua kemampuan berfikir ini dipandang sangat essensial dalam

mengembangkan kemampuan-kemampuan lain dalam belajar matematika dan

dapat dikembangkan ketika siswa sedang berada dalam proses yang intens tentang

pemecahan masalah. Dengan kata lain, pembelajaran matematika di kelas sedapat

mungkin menyentuh aspek pemecahan masalah dan dilakukan secara sengaja dan

terencana. Misalnya menurut Masson dalam (Saragih, 2008) dalam pemecahan

Page 17: Contoh Penelitian Kualitatif

15

masalah, langkah looking back dari Polya adalah suatu tahap berpikir reflektif,

yaitu secara sengaja belajar dari pengalaman, tetapi sering tidak dilakukan secara

efektif dan tersulit diperkenalkan pada orang.

a. Berpikir Kritis

The National Council Exelence in Critical Thinking (Tunakotta, 2011)

mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses intelektual berdisiplin yang secara

aktif dan cerdas mengonseptualisasikan, menerapkan, menganalisis, mensinte-

sakan, atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan melalui

observasi, pengalaman, refleksi (perenungan kembali), nalar, atau komunikasi

sebagai panduan mengenai yang dipercaya dan tindakan yang diambil.

Menurut Saragih (2008) berfikir kritis ditandai dengan mampu memberikan

alasan ketika mengemukakan pendapat dan mengapa hal ini demikian (terjadi)

tatkala menerima atau mendapatkan suatu informasi. Dengan demikian, tujuan

berfikir kritis adalah mengevaluasi tindakan yang terbaik dan diyakini.

Jacob dan Sam (2008) mendefinisikan empat tahapan proses berpikir kritis

dalam pemecahan masalah, yaitu:

1) Clarification: tahap dimana siswa merumuskan masalah dengan tepat dan jelas.

2) Assesment: tahap dimana siswa menemukan pertanyaan yang penting dalam

masalah.

3) Inference: tahap dimana siswa membuat kesimpulan berdasarkan informasi

yang telah diperoleh.

4) Strategies: tahap dimana siswa berpikir secara terbuka dalam menyelesaikan

masalah.

Page 18: Contoh Penelitian Kualitatif

16

b. Berpikir Kreatif

Menurut Saragih (2008) berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu

kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang

sedang dihadapi, bahwa di dalam situasi itu terlihat atau teridentifikasi adanya

masalah yang ingin atau harus diselesaikan. Selanjutnya ada unsur originalitas

gagasan yang muncul dalam benak seseorang terkait dengan apa yang

teridentifikasi. Hasil yang dimunculkan dari berpikir kreatif itu sesungguhnya

merupakan suatu yang baru bagi yang bersangkutan serta merupakan sesuatu yang

berbeda dari yang biasanya dia lakukan. Untuk mencapai hal ini orang harus

melakukan sesuatu terhadap permasalahan yang dihadapi, dan tidak tinggal diam

saja menunggu.

Indikator kemampuan berpikir kreatif menurut Saragih (2008) sebagai

berikut:

1) Fluency (Kelancaran) dalam memunculkan gagasan atau pertanyaan yang

beragam serta menjawabnya, ataupun merencanakan dan menggunakan

berbagai strategi penyelesaian pada saat menghadapi masalah yang rumit serta

kebuntuan. Dalam situasi seperti ini dimana tersedia berbagai kemungkinan

untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, kelenturan dalam memilih dan

menggunakan strategi yang lain, sering harus muncul. Artinya, ketika

tertumbuk pada kebuntuan, seseorang tidak segan dan memutuskan untuk

mengganti strateginya dengan strategi yang lain.

2) Flexibility (kelenturan) dapat dipandang juga sebagai suatu variasi yang

sesungguhnya menunjukkan kekayaan ide atau alternatif dan usaha dari yang

Page 19: Contoh Penelitian Kualitatif

17

bersangkutan dalam membangun gagasan menuju pada solusi yang

diharapkannya. Kadang-kadang ia ingin memperoleh solusi cara yang singkat

atau praktis informal, tetapi juga ia dapat menginginkan cara yang formal.

3) Originality (Keaslian) dipandang sebagai munculnya gagasan dari yang

bersangkutan tanpa memperoleh bantuan dari orang lain. Keaslian ini muncul

dalam berbagai bentuk, dari yang sederhana atau yang informal untuk

kemudian dapat dikembangkan menjadi lebih lengkap. Originalitas dalam hal

ini adalah relatif. Karena bagi yang bersangkutan hal tersebut adalah sesuatu

yang original (baru bagi dirinya), namun untuk orang lain tidaklah sesuatu

yang baru.

4) Elaboration (Keterampilan Memperinci): ciri-ciri keterampilan memperinci

adalah mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk,

menambahkan atau memperinci secara detil subjek, gagasan atau situasi

sehingga menjadi lebih menarik.

B. Gaya Kognitif

Secara psikologis terdapat perbedaan cara seseorang memproses dan

memberlakukan kegiatannya, perbedaan ini dapat mempengaruhi aktivitas belajar

siswa di sekolah. Perbedaan ini dikenal dengan nama gaya kognitif (Rahman,

2008). Gaya kognitif merujuk pada cara siswa memperoleh informasi dan

menggunakan strategi untuk merespon suatu tugas. Disebut sebagai gaya dan

tidak sebagai kemampuan karena merujuk pada bagaimana siswa memproses

informasi dan memecahkan masalah serta bukan merujuk pada bagaimana cara

terbaik dalam memproses informasi dan memecahkan masalah (Nurdin, 2005).

Page 20: Contoh Penelitian Kualitatif

18

Kogan (Warli, 2009) mendefinisikan gaya kognitif sebagai variasi individu

dalam gaya merasa, mengingat, dan berpikir, atau sebagai cara membedakan,

memahami, menyimpan, menjelmakan, dan memanfaatkan informasi. Sedangkan

Coop (Nurdin, 2005) mengemukakan bahwa istilah gaya kognitif merujuk pada

kekonsistenan pola yang ditampilkan seseorang dalam merespon berbagai situasi

dan penedekatan intelektual dan/atau strategi dalam menyelesaikan masalah.

Nasution (2000) mengemukakan bahwa gaya kognitif adalah cara yang

konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau

informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan masalah. Sedangkan Winkel

(1996) mengemukakan pengertian gaya kognitif sebagai cara unik yang

digunakan seseorang dalam mengamati dan beraktivitas mental dibidang kognitif,

yang bersifat individual dan sering tidak disadari dan memiliki kecenderungan

untuk bertahan terus.

Suryanti (2014) berpendapat bahwa gaya kognitif adalah gaya siswa dalam

berfikir yang melibatkan kemampuan kognitif dalam kaitannya menerima,

menyimpan, mengolah dan menyajikan informasi, dimana gaya tersebut akan

terus melekat dengan tingkat konsistensi yang tinggi serta akan mempengaruhi

perilaku dan aktivitas siswa baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan beberapa uraian definisi gaya kognitif tersebut, disimpulkan

bahwa gaya kognitif adalah karakteristik siswa dalam hal merasa, mengingat,

mengorganisasikan, memproses, dan pemecahan masalah.

Para psikolog mengembangkan berbagai jenis gaya kognitif diantaranya

berdasarkan konseptual tempo (kecepatan dalam berpikir) yakni gaya kognitif

Page 21: Contoh Penelitian Kualitatif

19

reflektif-impulsif. Kagan dan Kogan (Warli, 2009) mendefinisikan reflektif-

impulsif adalah derajat/tingkat subjek dalam menggambarkan ketepatan dugaan

penyelesaian masalah yang mengandung ketidakpastian jawaban. Mengacu pada

definisi impulsif-reflektif tersebut, terdapat dua aspek penting yang harus

diperhatikan dalam mengukur impulsif-reflektif, yaitu: Aspek pertama, dalam

mengukur impulsif reflektif dilihat dari variabel waktu yang digunakan siswa

dalam menyelesaikan masalah. Aspek kedua, frekuensi siswa dalam memberikan

jawaban sampai mendapatkan jawaban betul.

Sesungguhnya bila aspek waktu (variabel waktu) dibedakan menjadi dua,

yaitu cepat dan lambat, kemudian aspek frekuensi menjawab dibedakan menjadi

cermat/akurat (frekuensi menjawab sedikit) dan tidak cermat/tidak akurat

(frekuensi menjawab banyak), maka siswa dapat dikelompokkan menjadi 4

(empat) kelompok yakni Reflektif, Impulsif, Fast Accurate dan Slow Inaccurate.

Nama gaya kognitif ini adalah reflektif-impulsif, menurut Warli (2009) mungkin

proporsi anak yang menempati kategori reflektif dan impulsif itu terbesar. Lebih

lanjut, Warli mengutip beberapa hasil penelitian terdahulu dalam tulisannya,

seperti: penelitian Reuchlin di tahun 2005 menemukan proporsi anak impulsif-

reflektif sebesar 70%, demikian juga penelitian Rozencwajg & Corroyer di tahun

2005 menemukan proporsi anak impulsif-reflektif sebesar 76,2%.

Kagan (Widadah, dkk., 2013) berpendapat bahwa siswa yang memiliki

karakteristik menggunakan waktu yang relatif lama dalam menyelesaikan

masalah, tetapi cermat atau teliti sehingga jawaban yang diberikan cenderung

benar dan unik (tidak umum), disebut siswa yang bergaya kognitif reflektif. Siswa

Page 22: Contoh Penelitian Kualitatif

20

yang memiliki karakteristik menggunakan waktu yang relatif singkat dalam

menyelesaikan masalah, tetapi kurang cermat sehingga jawaban cenderung salah,

disebut siswa yang bergaya kognitif impulsif. Siswa yang fast accurate adalah

siswa yang memiliki karakteristik menggunakan waktu singkat dalam menjawab

masalah, tetapi cermat/teliti sehingga jawaban yang diberikan cenderung benar,

sedangkan siswa slow inaccurate adalah siswa yang memiliki karakteristik

menggunakan waktu yang lama dalam menjawab masalah, tetapi tidak/kurang

cermat sehingga jawaban cenderung salah.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa siswa yang bergaya kognitif

reflektif cenderung lebih berhati-hati dalam menyelesaikan masalah apabila

memiliki waktu yang diperkirakan cukup untuk menyelesaikannya guna

mempertimbangkan setiap keputusan yang akan diambil berdasarkan pada alasan

yang jelas dan rasional, sedemikian sehingga solusi yang diberikan cenderung

benar. Siswa yang bergaya kognitif impulsif cenderung cepat dalam mengambil

keputusan untuk menyelesaikan masalah tanpa disertai pertimbangan yang jelas

dan rasional akibatnya cenderung melakukan kesalahan dalam memutuskan solusi

suatu permasalahan. Siswa yang bergaya kognitif fast accurate cenderung cepat

dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah, keputusan diambil

berdasarkan pertimbangan yang jelas dan rasional sedemikian sehingga solusi

yang diputuskanpun cenderung benar. Sedangkan siswa yang bergaya kognitif

slow inaccurate cenderung lambat dalam mengambil keputusan terhadap solusi

suatu permasalahan serta keputusan yang diambil tidak melalui pertimbangan

yang matang akibatnya solusi yang diputuskan cenderung salah.

Page 23: Contoh Penelitian Kualitatif

21

C. Matematika Nonrutin

Hartatiana dan Darmawijoyo (2011) berpendapat bahwa ada dua jenis

masalah dalam matematika yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin. Masalah

atau soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama

atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. Sedangkan dalam masalah nonrutin

untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih

mendalam. Sementara masalah nonrutin sering membutuhkan pemikiran yang

lebih jauh, karena prosedur matematika untuk menyelesaikannya tidak sejelas

dalam masalah rutin. Soal-soal nonrutin merupakan soal yang sulit dan rumit,

serta tidak ada metode standar untuk menyelesaikannya. Akibatnya guru tidak

dapat mengajari siswa prosedur-prosedur khusus untuk menyelesaikan soal-soal

tesebut, guru hanya mengarahkan dan membantu siswa dalam mengembangkan

kemampuan problem solving yang nantinya mungkin dapat membantu mereka

dalam menciptakan strategi mereka sendiri.

Holmes (Wardhani, 2010) mengungkapkan perbedaan masalah rutin dan

masalah nonrutin dalam matematika. Masalah rutin dapat dipecahkan dengan

metode yang sudah ada. Masalah rutin sering disebut sebagai masalah

penerjemahan karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi

simbol-simbol. Masalah rutin dapat membutuhkan satu, dua atau lebih langkah

pemecahan. Lebih lanjut, Holmes (Wardhani, 2010) menguraikan pendapat

Charles bahwa masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena

hidup ini penuh dengan masalah rutin. Oleh karena itu tujuan pembelajaran

Page 24: Contoh Penelitian Kualitatif

22

matematika yang diprioritaskan terlebih dahulu adalah siswa dapat memecahkan

masalah rutin.

Untuk masalah nonrutin Holmes (Wardhani, 2010) menguraikan pendpat

dari Kouba et.al yang menyatakan bahwa masalah nonrutin kadang mengarah

kepada masalah proses. Masalah nonrutin membutuhkan lebih dari sekadar

penerjemahan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan prosedur

yang sudah diketahui. Masalah nonrutin mengharuskan siswa untuk membuat

sendiri metode pemecahannya. Harus merencanakan dengan seksama bagaimana

memecahkan masalah tersebut. Strategi-strategi seperti menggambar, menebak

dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang perlu dilakukan. Holmes

(Wardhani, 2010) menyatakan bahwa, masalah nonrutin dapat berbentuk

petanyaan open ended sehingga memiliki lebih dari satu solusi atau pemecahan.

Masalah tersebut kadang melibatkan situasi kehidupan atau membuat koneksi

dengan subyek lain.

Menueurt Budhayanti, dkk., (2008) masalah tidak rutin adalah masalah yang

disusun dengan maksud untuk memperluas wawasan sebagai aplikasi suatu

konsep dalam memecahkan masalah nyata yang dihadapi, baik masalah yang

berhubungan secara langsung dengan konsep tertentu maupun dengan disiplin

ilmu yang lain. Selanjutnya Budhayanti, dkk., (2008) menguraikan pendapat

Polya yang menyatakan bahwa memecahkan masalah rutin tidak memberikan

kontribusi pada perkembangan mental siswa dan untuk memberikan kesempatan

bagi siswa mengembangkan pemikiran tingkat tinggi dalam proses pemahaman,

analisis eksploratif, dan penerapan konsep-konsep matematika, masalah nonrutin

Page 25: Contoh Penelitian Kualitatif

23

harus digunakan. Namun, siswa umumnya takut mengeluarkan ide untuk

memecahkan masalah nonrutin karena masalah ini biasanya tidak standar (tidak

biasa/tidak baku), yang melibatkan solusi yang tidak biasa dan tak terduga.

Menurut Yeo (Musdhalifah, 2013) masalah matematika nonrutin adalah

masalah kompleks yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih

lanjut dan mengaitkan beberapa konsep matematika yang telah dipelajari karena

menyajikan situasi baru yang belum pernah dijumpai siswa sebelumnya. Masalah

nonrutin merupakan masalah yang kompleks tetapi dapat dijangkau dan tidak

menuntut tingkatan matematika tertentu yang tinggi, mengharuskan siswa untuk

menggunakan strategi heuristik untuk mencapai masalah, memahami, serta

menemukan penyelesaiannya.

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa masalah

matematika nonrutin merupakan masalah matematika yang tidak dapat diketahui

secara langsung prosedur yang digunakan dalam menyelesaikannya. Oleh sebab

itu, masalah nonrutin memungkinkan diselesaikan dengan prosedur-prosedur yang

tidak biasa dan tanpa harus terikat pada aturan-aturan tertentu.

D. Pemecahan Masalah Matematika

Menurut Turmudi (2009) pemecahan masalah artinya proses yang

melibatkan suatu tugas yang metode pemecahannya belum diketahui lebih dahulu.

Sementara menurut Woolfolk (Suwasti, 2016) pemecahan masalah didefinisikan

sebagai memformulasikan jawaban baru, yang lebih dari sekadar penerapan

sederhana dari aturan-aturan yang sudah dipelajari sebelumnya untuk mencapai

suatu tujuan. Sementara pemecahan masalah dalam matematika, Nasriadi (2016)

Page 26: Contoh Penelitian Kualitatif

24

mendefinisikannnya sebagai suatu proses atau sekumpulan aktifitas siswa yang

dilakukan untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan. Lebih lanjut Suharna

(2013) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan proses

yang meliputi prosedur: memahami masalah, memikirkan rencana/ merencanakan,

melaksanakan rencana, dan evaluasi terhadap hasil pemecahan.

Menurut Turmudi (2009) dalam pemecahan masalah matematika untuk

mengetahui penyelesaiannya siswa hendaknya memetakan pengetahuannya dan

melalui proses tersebut siswa cenderung mengembangkan pengetahuan baru

tentang matematika. Melalui pemecahan masalah dalam matematika siswa

diharapkan memperoleh cara-cara berfikir, kebiasaan untuk tekun dan

menumbuhkan rasa ingin tahu, serta percaya diri dalam situasi tak dikenal yang

akan mereka gunakan di luar kelas.

Zhu (2007) berpendapat bahwa pemecahan masalah tidak sekadar

membutuhkan pengetahuan (kemampuan kognitif) untuk merepresentasikan

situasi permasalahan, menyusun prosedur penyelesaian masalah, memproses

berbagai jenis informasi yang berbeda, dan menjalankan kemampuan komputasi.

Namun, diperlukan kemampuan mengidentifikasi masalah serta pengelolaan

berbagai strategi yang mungkin digunakan. Oleh karena itu, pemecahan masalah

dapat melatih kemampuan analisis, eksplorasi dan aplikasi dari konsep

matematika serta melatih kemampuan berpikir siswa.

Pemecahan masalah merupakan komponen yang sangat penting dalam

matematika (Susanto dalam Ansori dan Aulia, 2015). Secara umum, dapat

dijelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan proses menerapkan

Page 27: Contoh Penelitian Kualitatif

25

pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya ke dalam situasi yang baru.

Pemecahan masalah juga merupakan aktivitas yang sangat penting dalam

pembelajaran matematika karena tujuan yang ingin dicapai dalam pemecahan

masalah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Wardhani dkk.,

(2010) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah pengelolaan masalah

dengan suatu cara sehingga berhasil menemukan tujuan yang dikehendaki.

Polya mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah yaitu

memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan

melakukan pengecekan kembali semua langkah yang telah dikerjakan.

Selanjutnya Susanto (Ansori dan Aulia, 2015) menguraikan pendapat dari Polya

yang menyatakan bahwa ada empat langkah dalam pedekatan pemecahan

masalah, yaitu:

a. Memahami masalah

Tahap kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa

menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan.

Beberapa pertanyaan perlu dimunculkan kepada siswa untuk membantunya dalam

memahami masalah ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara lain:

1) Apakah yang diketahui dari soal?

2) Apakah yang ditanyakan soal?

3) Apakah saja informasi yang diperlukan?

b. Merencanakan penyelesaian

Pendekatan pemecahan masalah tidak akan berhasil tanpa perencanaan yang

baik. Pada perencanaan pemecahan masalah, siswa diarahkan untuk dapat

Page 28: Contoh Penelitian Kualitatif

26

mengidentifikasi strategi-strategi peme-cahan masalah yang sesuai untuk

menyelesaikan masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul ke-pada siswa untuk

membantunya dalam merencanakan penyelesaian adalah:

1) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya?

2) Rumus mana yang dapat digunakan dalam masalah ini?

3) Perhatikan apa yang ditanyakan?

4) Apakah strategi tersebut berkaitan dengan permasalahan yang akan

dipecahkan?

c. Melaksanakan rencana

Jika siswa telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah

menentukan strategi pemecahannya maka langkah selanjutnya adalah

melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan.

Kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan siswa

melakukan perhitungan matematika akan sangat membantu siswa untuk

melaksanakan tahap ini.

d. Memeriksa kembali

Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah

terakhir dari pendekatan pemecahan masalah matematika. Langkah ini penting

dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan

ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanyakan. Langkah penting

yang dapat dijadikan pedoman untuk dalam melaksanakan langkah ini, yaitu:

1) Mencocokkan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan.

2) Dapatkah diperiksa kebenaran solusinya.

Page 29: Contoh Penelitian Kualitatif

27

Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa pemecahan

masalah matematika merupakan upaya siswa untuk menyelesaikan permasalahan

yang dihadapinya dengan menggunakan konsep dan keterampilan matematika

dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang dimiliki saat solusi

atau metode penyelesaiannya belum tampak jelas.

Karakteristik pemecahan masalah nonrutin pada penelitian ini diadaptasi

dari langkah polya yang telah dirumuskan oleh Lutfiananda (2016). Langkah

karakteristik pemecahan masalah lebih diperjelas agar diperoleh informasi yang

lebih detail dan mendalam, agar informasi yang diperoleh tidak sekadar pada

strategi atau solusi namun juga cara berpikir, kesulitan atau proses lain yang

memungkinkan terjadi. Kriteria pemecahan masalah matematika nonrutin yang

dimaksud ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kriteria Pemecahan Masalah Matematika Nonrutin

Langkah Uraian Indikator

Memahami

masalah

Membaca masalah

nonrutin yang

diberikan dan

memahami

maksudnya

Dapat mengucapkan kembali

permasalahan yang diberikan dengan

kalimat sendiri.

Mengidentifikasi

informasi atau

syarat yang sudah

terpenuhi maupun

yang belum

terpenuhi dari soal.

a. Dapat menentukan informasi atau

syarat yang sudah terpenuhi dari

masalah yang diberikan.

b. Dapat menentukan informasi atau

syarat perlu yang masih belum

terpenuhi dari masalah yang

diberikan.

c. Dapat menentukan informasi yang

tidak diperlukan dari masalah yang

diberikan.

Mengidentifikasi

apa yang

ditanyakan dari

masalah yang

a. Dapat menentukan tujuan yang ingin

dicapai dari masalah yang diberikan.

b. Dapat menentukan keterkaitan antara

informasi yang telah diketahui

Page 30: Contoh Penelitian Kualitatif

28

Langkah Uraian Indikator

diberikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Merancang

strategi

Menyusun rencana

atau strategi

pemecahan

masalah.

Dapat mengaitkan infromasi yang

diperoleh pada tahap sebelumnya atau

dari pengalaman untuk menyusun strategi

pemecahan masalah sebagai pedoman

dalam emmecahkan masalah.

Melaksa-

nakan

strategi.

Melaksanakan

strategi pemecahan

masalah yang telah

disusun untuk

mendapatkan

solusi.

a. Dapat menerapkan strategi pemecahan

masalah yang telah disusun dengan

konsep matematika maupun

komputasi yang benar untuk

mendapatkan solusi.

b. Dapat menerapkan strategi pemecahan

masalah yang telah disusun untuk

menjawab semua pertanyaan pada

masalah dengan menggunakan semua

informasi atau syarat yang ada.

Memeriksa

kembali

Memeriksa

kembali setiap

langkah pemecahan

masalah yang telah

dilaksanakan.

a. Dapat menunjukkan kesesuaian

langkah pemecahan masalah dengan

informasi atau syarat yang ada dan

strategi yang telah disusun.

b. Dapat menunjukkan kesesuaian solusi

pemecahan masalah yang diperoleh

dengan informasi atau syarat yang

diketahui dan ditanyakan.

c. Dapat menemukan alternatif strategi

pemecahan masalah dengan

menggunakan informasi yang ada.

E. Langkah-Langkah Berpikir Reflektif dalam Pemecahan Masalah

Matematika Nonrutin

Langkah-langkah berpikir reflektif dalam pemecahan masalah matematika

yang digunakan pada penelitian ini diadaptasi dari delapan langkah berpikir

kreatif yang dirmuskan oleh Primrose (Kashinath, 2013) sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah

Tahap ini dilakukan untuk memahami tujuan yang akan dicapai dari

pemecahan masalah tersebut. Jika terdapt istilah dalam soal yang menimbulkan

Page 31: Contoh Penelitian Kualitatif

29

perbedaan penafsiran maka terlebih dahulu diperjelas agar diperoleh pernyataan

yang pasti dan dapat dipahami dengan baik.

2. Menganalisis masalah

Tahap menganalisiw masalah dilakukan untuk memperoleh informasi yang

diketahui dan ditanyakan dalam soal dan memperjelas interpretasi atau penafsiran

terhadap masalah sehingga mempermudah dalam menyusun strategi.

3. Menentukan kriteria

Tahap ini dilaksanakan dengan menggambarkan secara ringkas karakteristik

kemungkinan jawaban. Karakteristik tersebut disusun disertai alasan rasional

untuk mengklasifikasikan informasi yang perlu diperhatikan agar mengarah

kepada solusi yang diharapkan.

4. Menganalisis informasi

Tahap ini dilaksanakan dengan mengidentifikasi informasi yang telah

diketahui pada soal dan yang masih diperlukan untuk mendapatkan solusi.

5. Mengusulkan solusi pemecahan masalah

Tahap ini dilaksanakan dengan mengusulkan sebanyak mungkin

kemungkinan solusi yang berbeda. Kemungkinan solusi tersebut diperiksa

kesesuaiannya dengan informasi yang telah dianalisis untuk diperoleh alasan

rasional yang mendukung kemungkinan jawaban tersebut.

6. Menentukan solusi pemecahan masalah

Selanjutnya dengan banyak kemungkinan solusi yang diperoleh, akan

ditentukan solusi sebenarnya dari masalah tersebut. Pemilihan solusi tentunya

memperhatikan kesesuaian dengan informasi pada soal dan disertai alasan yang

Page 32: Contoh Penelitian Kualitatif

30

rasional. Solusi pemecahan yang dimaksud juga dimungkinkan lebih dari satu

jawaban.

7. Menerapkan solusi pemecahan masalah

Setelah menentukan solusi pemecahan masalah, selanjutnya dipilih metode

menggunakan operasi matematika untuk memperoleh solusi. Pelaksanaan strategi

juga disertai analisis agar penerapannya tepat.

8. Menganalisis kembali

Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap solusi yang diperoleh. Hal

tersebut dilaksanakan dengan memeriksa setiap langkah penyelesaian dari awal

hingga diperoleh solusi yang sesuai dengan ketentuan dari masalah yang

diberikan.

Berdasarkan definisi proses berpikir reflektif dan kriteria pemecahan

masalah nonrutin sebelumnya maka diperoleh karakteristik proses berpikir

reflektif dalam pemecahan masalah. Hal tersebut dilakukan agar informasi yang

diperoleh dapat diuraikan lebih lengkap dan sistematis. Karakteristik proses

berpikir reflektif pemecahan masalah matematika nonrutin dalam penelitian ini

ditunjukkan dalam Tabel 2.2 (Lutfiananda, 2016).

Tabel 2.2. Karakteristik Proses Berpikir Reflektif Pemecahan Masalah

Langkah Indikator Pemecahan Masalah Proses Berpikir Reflektif

Memahami

masalah

a. Dapat mengucapkan kembali

permasalahan yang diberikan

dengan kalimat sendiri.

b. Dapat menentukan informasi

atau syarat yang sudah

terpenuhi dari masalah yang

diberikan.

c. Dapat menentukan informasi

Mengidentifikasi Masalah

a. Menyatakan masalah dengan

kalimat sendiri atau melalui

representasi simbol-simbol

dengan cermat dan detail

(Elaboration-Berpikir Kreatif).

b. Mengidentifikasi fakta-fakta

yang diberikan dengan jelas dan

Page 33: Contoh Penelitian Kualitatif

31

Langkah Indikator Pemecahan Masalah Proses Berpikir Reflektif

atau syarat perlu yang masih

belum terpenuhi dari masalah

yang diberikan.

d. Dapat menentukan informasi

yang tidak diperlukan dari

masalah yang diberikan.

e. Dapat menentukan tujuan

yang ingin dicapai dari

masalah yang diberikan.

f. Dapat menentukan keterkaitan

antara informasi yang telah

diketahui dengan tujuan yang

ingin dicapai.

logis (Clarification-Berpikir

Kritis).

Menganalisis Masalah

c. Menemukan pertanyaan yang

penting dalam soal berdasarkan

informasi yang dibutuhkan.

(Assesment-Berpikir Kritis).

d. Menentukan informasi yang

diperlukan dan yang masih

belum terpenuhi disertai alasan

yang logis dan jelas (Assesment-

Berpikir Kritis).

e. Menghubungkan informasi

yang diperoleh dengan

pengetahuan yang dimiliki

untuk memahami situasi

(Elaboration-Berpikir Kreatif).

Merancang

strategi

Dapat mengetahui informasi

yang diperoleh pada tahap

sebelumnya atau dari

pengalaman untuk menyusun

strategi pemecaahan masalah

sebagai pedoman dalam

memecahkan masalah

Menentukan Kriteria

a. Merepresentasikan masalah

dalam simbol-simbol

(Inference-Berpikir Kritis).

Menganalisis Informasi

b. Menyusun strategi pemecahan

masalah disertai dengan alasan

yang logis dan jelas (Inference-

Berpikir Kritis).

Mengusulkan Solusi Pemecahan

Masalah

c. Menghubungkan informasi

yang diketahui dengan konsep

atau pengalaman yang dimiliki

(Elaboration-Berpikir Kreatif).

d. Mampu mengusulkan berbagai

solusi untuk pemecahan

masalah dengan tepat (Fluency-

Berpikir Kreatif).

Melaksanakan

strategi.

a. Dapat menerapkan strategi

pemecahan masalah yang

telah disusun dengan konsep

matematika maupun

komputasi yang benar untuk

mendapatkan solusi.

b. Dapat menerapkan strategi

Menentukan Solusi Pemecahan

Masalah

a. Menerapkan strategi pemecahan

masalah disertai alasan yang

logis dan jelas (Inference-

Berpikir Kritis).

b. Mampu memberikan solusi

Page 34: Contoh Penelitian Kualitatif

32

Langkah Indikator Pemecahan Masalah Proses Berpikir Reflektif

pemecahan masalah yang

telah disusun untuk menjawab

semua pertanyaan pada

masalah dengan menggunakan

semua informasi atau syarat

yang ada.

yang beragam dengan tepat

(Flexibility-Berpikir Kreatif).

c. Mampu memberikan solusi

yang berbeda atau solusi yang

jarang/tidak terpikirkan oleh

siswa yang lain (Originality-

Berpikir Kreatif).

Menerapkan Solusi Pemecahan

Msalah

d. Mengkomunikasikan

pelaksanaan strategi pemecahan

masalah dengan representasi

simbol-simbol (Inference-

Berpikir Kritis).

Memeriksa

kembali

a. Dapat menunjukkan

kesesuaian langkah

pemecahan masalah dengan

informasi atau syarat yang ada

dan strategi yang telah

disusun.

b. Dapat menunjukkan

kesesuaian solusi pemecahan

masalah yang diperoleh

dengan informasi atau syarat

yang diketahui dan

ditanyakan.

c. Dapat menemukan alternatif

strategi pemecahan masalah

dengan menggunakan

informasi yang ada.

Menganalisis Kembali

a. Menghubungkan apa yang telah

dilakukan dan apa yang masih

dapat dilakukan untuk

mengembangkan pemecahan

masalah yang telah dilakukan

(Elaboration-Berpikir Kreatif).

b. Membedakan antara kesimpulan

yang didasarkan pada logika

yang valid/tidak valid

(Strategies-Berpikir Kritis)

c. Menyampaikan alternatif

strategi atau solusi dari

pemecahan masalah dengan

disertai alasan yang logis dan

jelas (Strategies-Berpikir

Kritis).

d. Memeriksa kembali alternatif

solusi yang diberikan.

F. Aturan Pencacahan

Aturan pencacahan merupakan salah satu pokok bahasan matematika di

kelas XI SMA yakni pada bab VIII semester genap berdasarkan kurikulum 2013,

sebelumnya aturan pencacahan terintegrasikan dalam materi peluang. Kaidah

pencacahan membantu dalam memecahkan masalah untuk menghitung berapa

Page 35: Contoh Penelitian Kualitatif

33

banyaknya cara yang mungkjin terjadi dalam suatu percobaan. Kaidah pencacahan

meliputi aturan pengisian tempat, permutasi dan kombinasi (Nurhadi, 2013).

1. Aturan Pengisian Tempat

Jika suatu kejadian dapat terjadi dalam m cara dan kejadian kedua dapat

terjadi dalam n cara, pasangan kejadian dapat terjadi dalam mn cara. Prinsip ini

dapat digeneralisasikan untuk memasukan banyak kejadian yang dapat terjadi

dalam n1, n2, n3, . . . nk cara. Banyaknya k kejadian dapat terjadi dalam n1, n2, n3, .

. . nk cara.

Contoh: Gunakan Asas Perkalian untuk menyelesaikan masalah ini.

Setiap Minggu sebuah surat kabar mempublikasikan daftar 15 buku fiksi

terbaik dan 10 buku non fiksi terbaik. Dalam berapa cara yang berbeda dalam

memilih satu buku fiksi dan non fiksi dari daftar?

Penyelesaian

Buku fiksi dapat dipilih dalam 5 cara dan buku non fiksi dalam 10 cara.

Buku fiksi dan non fiksi dapat dipilih dalam 15 x 10 cara, atau 150 cara.

2. Permutasi

a. Definisi: Permutasi

Permutasi dari sejumlah objek adalah susunan objek dalam urutan berhingga.

b. Definisi: Notasi Faktorial

Simbol n! dengan n bilangan asli, dibaca “n faktorial” digunakan untuk

menyatakan perkalian dari n bilangan asli pertama, yaitu ( )(

)

Demikian juga, 0! = 1

Page 36: Contoh Penelitian Kualitatif

34

Contoh:

1) 5! = 1.2.3.4.5.= 120

2) 3! (7-5)! 3!.2! = 6.2 = 12

3) 241

24

1

4.3.2.1

!0

!4

4) Penugasan kepada 4 karyawan untuk mengemudikan 3 kendaraan dapat

dilakukan dengan 24 cara. Jika dikaitkan dengan informasi soal ini dan

notasi faktorial maka diperoleh 1

4.3.2.1

!1

!4

)!34(

!424

c. Definisi: Notasi nPr

Banyaknya permutasi dari n objek diambil r unsur pada suatu saat adalah nPr

=)!(

!

rn

n

dalam kasus r = n diperoleh nPn = n!

1) Permutasi dengan pengulangan

Permutasi dengan pengulangan adalah permutasi dari n objek

diambil r tetapi dari n objek tersebut ada beberapa yang terulang.

Banyaknya permutasi dari n objek dengan n1 objek sama, n2 objek

lain sama, … dan nr objek lain lagi sama adalah =!!...!.,

!

2 rnnn

n

2) Permutasi siklik

Banyaknya permutasi siklik dari n objek yang ditempatkan dalam

bentuk melingkar adalah (n-1)!

3) Sampel Terurut

Jika sebuah bola diambil dari wadahnya sebanyak r kali maka yang

dipilih adalah sampel terurut berukuran r.

Page 37: Contoh Penelitian Kualitatif

35

a) Sampling dengan pengambilan

Banyaknya cara untuk pemilihan sebanyak r kali dari n objek

adalah n.n.n … n = nr

b) Sampling tanpa pengembalian

Pemilihan sampel sebanyak r tanpa pengembalian dari n objek

merupakan permutasi n objek diambil r, banyak cara yang diperoleh.

nPr = n(n-1) (n-2) … (n – r + 1) = )!(

!

rn

n

3. Kombinasi

Kombinasi adalah pengaturan sejumlah berhingga objek yang dipilih tanpa

memperhatikan urutannya. Banyaknya kombinasi dari n objek diambil r unsur

pada suatu saat adalah )!(!

!

!

Pr

rnr

n

r

n

dalam kasus atau ,

dan . Kombinasi ( ) atau

n

r

G. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Immas Metika Alfa Lutfiananda (2016) yang

berjudul “Ana-lisis Proses Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan

Masalah Non Rutin di Kelas VIII SMP Islamic International School Pesantren

Sabilil Muttaqien (IIS PSM) Magetan Ditinjau dari Kemampuan Awal” yang

menyelidiki bagaimana proses berpikir reflektif siswa SMP dalam

memecahkan masalah matematika nonrutin berdasarkan kemampuan awal

matematikanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perbedaan proses

berpikir reflektif siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah

dalam memecahkan masalah matematika non-rutin yang diberikan.

Page 38: Contoh Penelitian Kualitatif

36

Terdapat hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu proses

berpikir reflektif siswa menentukan pengambilan strategi dalam memecahkan

masalah matematika nonrutin. Penelitian ini akan meneliti bagaimana berpikir

reflektif siswa SMA dalam memecahkan masalah matematika nonrutin pada

materi Peluang ditinjau dari gaya kognitif siswa. Perbedaan penelitian ini

dengan Immas Metika Alfa Lutfiananda (2016) yaitu subjek penelitiannya

dipilih berdasarkan kemampuan awal siswa, sedangkan pada penelitian yang

akan dilaksanakan subjek penelitian dipilih berdasarkan gaya kognitif

konseptual tempo siswa. Selain itu, subjek penelitiannya siswa SMP,

sedangkan penelitian ini subjek penelitian yang direncanakan adalah siswa

SMA kelas XI dalam memecahkan masalah nonrutin pada materi peluang.

Peneliti memilih subjek berdasarkan gaya kognitif konseptual

temponya, sebab mengingat adanya perbedaan gaya kognitif reflektif, gaya

kognitif impulsif, gaya kognitif fast accurate dan gaya kognitif slow

inaccurate tersebut, peneliti tertarik untuk melihat keterkaitan atau hubungan

antara keempat gaya kognitif tersebut dengan berpikir reflektif.

Selain itu, peneliti menggunakan subjek penelitian siswa SMA karena

sejauh ini, berdasarkan penelusuran peneliti pada jurnal-jurnal penelitian

mengenai proses berpikir reflektif siswa, pada umumnya peneliti terdahulu

memilih siswa SMP sebagai subjeknya. Beberapa peneliti mengungkapkan

bahwa hal tersebut disebabkan oleh, teori perkembangan kognitif dari Piaget

yang menyatakan siswa SMP berada pada tahap operasional formal, sehingga

mampu berpikir lebih abstrak dan mampu untuk menyatakan hubungan-

Page 39: Contoh Penelitian Kualitatif

37

hubungan yang ada, seperti menceritakan kembali apa yang telah dilakukan

(dalam pikirannya). Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan hal yang berbeda

yakni menerapkannya kepada siswa SMA kelas XI.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Nasriadi (2016) yang berjudul

“Berpikir Reflektif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika

Ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif”. Bertujuan untuk mengetahui

bagaimana berpikir reflektif siswa SMP dalam memecahkan masalah

matematika ditinjau dari perbedaan gaya kognitif. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan perbedaan proses berpikir reflektif siswa yang bergaya kognitif

reflektif dan bergaya kognitif implusif dalam memecahkan masalah

matematika yang diberikan.

Terdapat hubungan dengan penelitian yang dilakukan yaitu proses

berpikir reflektif siswa menentukan pengambilan strategi dalam memecahkan

masalah matematika ditinjau dari gaya kognitif. Penelitian ini akan meneliti

bagaimana berpikir reflektif siswa SMA dalam memecahkan masalah

matematika nonrutin pada materi peluang ditinjau dari gaya kognitif.

Perbedaan penelitian ini dengan Ahmad Nasriadi (2016) yaitu subjek

penelitiannya siswa SMP, sedangkan penelitian ini subjek penelitiannya

adalah siswa SMA, jenis masalah yang diberikan dalam pemecahan masalah

tidak dijelaskan secara detail sedangkan penelitian ini memfokuskan pada

jenis masalah nonrutin dan kemapuan proses berpikir refletif siswa ditinjau

dari gaya kognitifnya hanya pada gaya kognitif reflektif dan gaya kognitif

impulsif sedangkan penelitian ini meninjau dari empat gaya kognitif

Page 40: Contoh Penelitian Kualitatif

38

berdasarkan konseptual tempo (reflektif, impulsif, fast accurate dan slow

inaccurate).

Peneliti menggunakan jenis masalah nonrutin sebab berdasarkan kajian

literatur, masalah nonrutin dianggap tepat untuk menggalih kemampuan

proses berpikir reflektif siswa dalam pemecahan masalah matematika. Melalui

masalah nonrutin siswa tidak bisa menebak langsung prosedur yang

digunakan dalam penyelesaian masalah. Namun, siswa harus menggunakan

kemampuan berpikirnya untuk menggalih terdahulu informasi yang diketahui

dan yang masih dibutuhkan, menghu-bungkan informasi tersebut untuk

sampai pada solusi yang diharapkan.

H. Kerangka Pikir

Pemecahan masalah menjadi salah satu prinsip dasar dalam pembelajaran

matematika bagi siswa kelas XI dikarenakan siswa menjadi lebih aktif, inistif,

kreatif dan mandiri dalam proses belajar. Masalah matematika yang bersifat

nonrutin menjadi salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan matematika

siswa. Masalah nonrutin membuat siswa berpikir lebih mendalam terkait konsep

yang digunakan strategi dan alternatif solusi terbaik disertai dengan argumen yang

rasional. Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa, guru

sebaiknya membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir yang salah

satunya berpikir reflektif.

Proses berpikir reflektif merupakan kegiatan berpikir matematis secara aktif,

terus menerus dan penuh pertimbangan untuk memahami masalah disertai dengan

alasan yang jelas dan rasional yang bertujuan untuk menarik suatu kesimpulan

Page 41: Contoh Penelitian Kualitatif

39

atau memecahkan masalah dengan menghubunkan informasi yang ada dengan

pengetahuan terdahulu yang dimiliki, merepresentasikan masalah dengan simbol-

simbol, mengkomunikasikan secara matematis, menalar dan memecahkan

masalah. Selain melibatkan kemampuan berpikir reflektif, dalam pemecahan

masalah ikut serta melibatkan gaya kognitif siswa, sebab pemecahan masalah

dapat dipahami sebagai suatu proses kognitif yang memerlukan usaha dan

konsentrasi pikiran, karena dalam memecahkan masalah siswa mengumpulkan,

mengidentifikasi dan menganalisis informasi yang relevan dan akhirnya

mengambil keputusan. Perbedaan gaya kognitif siswa memungkinkan terjadinya

perbedaan kecepatan dan keakuratan memahami informasi pada masalah yang

diberikan sehingga berimplikasi pada proses pengolahan informasi dan

pengambilan keputusan untuk memperoleh solusi. Gaya kognitif siswa

dikategorikan: gaya kognitif reflektif, impulsif, fast accurate dan slow inaccurate.

Kemampuan berpikir reflektif merupakan hal yang diperlukaan saat

menghadapi masalah karena siswa dapat memeriksa kembali dan berpikir ulang

tentang pemecahan masalah yang telah dilakukan dan bagaimana seharusnya

strategi yang tepat dan sesuai untuk mendapatkan solusi. Melalui proses berpikir

reflektif dapat diketahui proses siswa dalam memecahkan suatu masalah dengan

lebih mendalam karena proses berpikir reflektif tidak hanya menuntut jawaban

namun juga konsep, fakta dan alasan yang logis, serta pengambilan keputusan

yang rasional dalam setiap langkah yang dilakukan.

Untuk mendapatkan informasi tentang proses berpikir reflektif siswa dalam

memecahkan masalah matematika nonrutin, dalam penelitian ini digunakan teknik

Page 42: Contoh Penelitian Kualitatif

40

wawancara. Siswa diberikan tugas pemecahan masalah matematika nonrutin

kemudian diwawancara terkait proses berpikir reflektif yang dilakukan saat

memecahkan masalah tersebut. Wawancara dilaksanakan sebanyak dua kali untuk

memperoleh data yang valid. Hasil wawancara yang diperoleh selanjutnya

dianalisis. Analisis hasil wawancara terkait proses berpikir reflektif dalam

memecahkan masalah dilaksanakan berdasarkan karakteristik proses berpikir

reflektif dalam memecahkan masalah nonrutin yang telah ditentukan.

Dengan adanya pembahasan tentang proses berpikir reflektif dalam

memecahkan masalah nonrutin pada setiap kategori kemampuan awal, diharapkan

dapat diperoleh informasi tentang kelebihan dan kekurangan tentang proses

berpikir reflektif maupun keterampilan pemecahan masalah siswa. Dengan

demikian, untuk selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan tersendiri bagi

guru, sekolah dan pihak terkait untuk memaksimalkan potensi yang ada dan

menyelesaikan hal-hal yang masih perlu diperbaiki.

Page 43: Contoh Penelitian Kualitatif

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge

Kabupaten Bone pada semester genap tahun ajaran 2016/2017.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggambarkan data kualitatif dan

dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendalam serta terperinci

mengenai berpikir reflektif siswa SMA dalam memecahkan masalah matematika

nonrutin ditinjau dari gaya kognitif siswa.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dipilih dari siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu

Siattinge pada semester genap tahun ajaran 2016/2017. Pemilihan siswa kelas XI

dikarenakan siswa dianggap mempunyai pengetahuan dan pengalaman pada

materi matematika dasar, selain itu siswa dianggap mampu mengkomunikasikan

pemikiran secara lisan maupun tulisan dengan baik sehingga upaya eksplorasi

proses berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah nonrutin dapat

dilakukan. Penentuan subjek dalam penelitian menggunakan teknik purposive

sampling yakni merupakan suatu cara pengambilan subjek dengan pertimbangan

tertentu (tingkat kemampuan, jenis kelamin dan kemampuan siswa dalam

berkomunikasi).

Page 44: Contoh Penelitian Kualitatif

42

Untuk menentukan subjek penelitian, maka peneliti melakukan pemilihan

subjek dengan cara menggunakan instrumen tes gaya kognitif MFFT (Mathcing

Familiar Figures Test) yang dikembangkan oleh Warli (2010) yang sudah teruji

validitas dan reliabelitasnya. Subjek penelitian yang akan dipilih adalah sebanyak

empat orang siswa. Tes gaya kognitif diberikan kepada seluruh siswa kelas XI

MIA SMAN 1 Tellu Siattinge secara perorangan kemudian siswa dikelompokkan

menjadi empat kelompok, yaitu kelompok reflektif, impulsif, fast accurate dan

slow inaccurate. Setelah keempat kelompok tersebut terisi, kemudian dipilih 1

siswa dari masing-masing kelompok. Penggolongan siswa kedalam satu tipe gaya

kognitif yakni: satu siswa yang bergaya reflektif diambil dari kelompok siswa

reflektif yang catatan waktunya paling lama dan paling cermat (paling banyak

benar) dalam menjawab seluruh masalah. Satu siswa bergaya impulsif diambil

dari kelompok siswa impulsif yang catatan waktunya paling singkat tetapi paling

tidak cermat/akurat (paling banyak salah) dalam menjawab seluruh masalah. Satu

siswa yang bergaya fast accurate diambil dari kelompok siswa fast accurate yang

catatan waktunya paling cepat dan paling cermat (paling banyak benar) dalam

menjawab seluruh masalah. Satu siswa bergaya slow inaccurate diambil dari

kelompok siswa impulsif yang catatan waktunya paling lama dan paling tidak

cermat/akurat (paling banyak salah) dalam menjawab seluruh masalah.

Selain itu, penetapan subjek penelitian juga diambil dengan

mempertimbangkan tingkat kemampuan matematika yang setara, berjenis kelamin

sama, dan kemampuan berkomunikasi yang baik agar pengungkapan proses

berpikir reflektif siswa berjalan seperti yang diharapkan. Data kemampuan

Page 45: Contoh Penelitian Kualitatif

43

matematika diperoleh dari nilai tes kemampuan matematika siswa. Kemampuan

matematika subjek penelitian dikatakan setara jika nilai tes kemampuan

matematika keduanya berada pada selang 0 sampai 10 dengan skala 0 sampai 100.

untuk kemampuan komunikasi siswa berdasarkan pertimbangan guru matematika

kelas XI MIA SMAN 1 Tellu Siattinge yang mengacu pada kriteria pemilihan

subjek dalam penelitian ini yakni mampu mengkomunikasikan pemikiran secara

lisan dan tulisan dengan baik, mampu menunjukkan ekspresi verbal ketika

mengerjakan soal, serta mempunyai cukup pengetahuan dan pengalaman tentang

materi matematika dasar.

D. Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data hasil tes gaya

kognitif berdasarkan konseptual tempo siswa yakni reflektif, impulsif, fast

accurate dan slow inaccurate, hasil tes tertulis siswa dalam memecahkan masalah

matematika nonrutin pada materi aturan pencacahan yang diberikan dan data hasil

wawancara berdasarkan jawaban tertulis siswa. Sumber data utama dalam

penelitian ini adalah subjek penelitian yakni siswa kelas XI MIA SMAN 1 Tellu

Siattinge Tahun Ajaran 2016/2017.

Subjek penelitian diwawancarai berdasarkan jawaban tertulis dari masalah

matematika nonrutin yang diberikan. Sumber data lain dalam penelitian ini adalah

guru matematika sebagai informan awal, hasil atau transkrip wawancara subjek

penelitian, atau catatan observasi. Dokumen tetang kemampuan matematika siswa

juga digunakan untuk menentukan subjek penelitian.

Page 46: Contoh Penelitian Kualitatif

44

E. Tehnik Pengumpulan Data

Berdasarkan data yang diperlukan dalam penelitian maka tehnik

pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara langsung kepada siswa

yang memenuhi kriteria sebagai subjek. Waktu wawancara ditentukan dengan

menyesuaikan jadwal belajar siswa melalui informasi atau saran guru.

Wawancara dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi tentang proses

berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah matematika nonrutin. Teknik

wawancara dalam penelitian ini adalah adalah teknik wawancara mendalam yakni

bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal dan bisa

dilakukan berulang pada ojek yang sama. wawancara dalam penelitian ini bersifat

semi terstruktur yakni wawancara dengan garis besar pertanyaan yang telah

disiapkan peneliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. instrumen utama

Instrumen utama dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah

peneliti sendiri. Karena pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara untuk

menggali lebih mendalam tentang berpikir reflektif siswa dalam memecahkan

masalah ditinjau dari gaya kognitif siswa. Jadi hanya penelitilah yang

berhubungan langsung dengan subjek penelitian, dan hanya peneliti yang mampu

memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan melalui observasi dan

wawancara. Sehingga tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.

b. Instrumen pendukung

1) Tes MFFT

Tes MFFT diberikan kepada calon subjek untuk mendapatkan subjek

penelitian yang bergaya kognitif reflektif dan subjek penelitian yang bergaya

Page 47: Contoh Penelitian Kualitatif

45

kognitif impulsif. Soal tes terdiri dari 13 butir soal dengan 8 macam gambar

dimana hanya ada satu gambar yang benar-benar sama dengan gambar utama.

Soal tes menggunakan MFFT yang sudah dimodifikasi oleh Warli (2010) yang

sudah di uji validitas dan reabilitasnya.

Untuk penelitian ini siswa akan diberi tes 13 soal dengan waktu ( ) 14,6

menit. Jawaban siswa dikatakan banyak salahnya jika jawaban salah ( ) soal

atau soal sehingga jawaban dikatakan banyak benarnya jika jawaban yang

salah soal atau soal. Jadi, siswa dikategorikan reflektif jika

menit dan soal, siswa dikategorikan impulsif jika menit dan

soal, siswa dikatakan fast accurate jika menit dan soal dan

siswa dikatakan slow inaccurate jika dan .

2) Tes pemecahan masalah

Tes pemecahan masalah berupa soal cerita. Tes pemecahan masalah

diberikan kepada subjek penelitian yang bertujuan untuk menilai berpikir reflektif

siswa dalam penyelesaian masalah. Tes pemecahan masalah yang diberikan

kepada subjek penelitian ada dua, yaitu berupa masalah 1 dan masalah 2. Kedua

masalah tersebut adalah masalah yang setara.

3) Pedoman wawancara

Secara garis besar pertanyaan yang ingin disampaikan dalam kegiatan

wawan cara ini tidak disusun secara terstruktur. Pertanyaan yang diajukan

disesuaikan dengan kondisi hasil kerja subjek didik setelah mengerjakan soal yang

diberikan. Pedoman wawancara merujuk pada deskriptor dari berpikir reflektif.

Page 48: Contoh Penelitian Kualitatif

46

Untuk mengetahui proses berpikir reflektif siswa dalam memecahkan

masalah, maka dilakukan tes tertulis (tugas pemecahan masalah) dan wawancara.

Tes tertulis adalah pemberian tugas pemecahan masalah matematika, sedangkan

wawancara yang dilakukan mengacu pada langkah-langkah polya yaitu: a)

memahami masalah, b) membuat rencana c) melaksanakan rencana dan d)

memeriksa kembali.

Wawancara tidak hanya dilakukan untuk memverifikasi data hasil tes tulis,

termasuk juga di dalamnya menggali informasi baru yang mungkin tidak

diperoleh pada tes tertulis, bisa saja yang dipikirkan siswa tidak dituliskannya, hal

ini mungkin bisa terungkap pada wawancara. Agar tidak ada informasi yang

terlewatkan dan data yang diperoleh terjamin keabsahannya, maka dilakukan

perekaman suara saat wawancara.

F. Validasi Data

Untuk menguji kreadibilitas data (kepercayaan terhadap data), peneliti

melakukan triangulasi. Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah

triangulasi metode. Untuk triangulasi metode, informasi yang diperoleh dicek

kembali derajat kepercayaannya melalui metode yang berbeda dalam suatu

penelitian kualitatif. Data yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah data

hasil tes tertulis dengan hasil wawancara. Data dikatakan valid jika data yang

diperoleh dari metode tes sama dengan data yang diperoleh dari metode

wawancara. Data dari hasil tes tertulis yang berbeda dengan data dari hasil

wawancara kemudian dikatakan sebagai data yang tidak valid dan akan direduksi

dalam penelitian.

Page 49: Contoh Penelitian Kualitatif

47

G. Teknik Analisis Data

Selanjutnya Data yang diperoleh diperoleh dari hasil kerja siswa dianalisis

dengan menggunakan tahap-tahap kegiatan dalam menganalisis data kualitatif

yaitu tahap reduksi data, tahap penyajian data dan tahap penarikan kesimpulan.

Dalam penelitian ini analisis secara keseluruhan dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan bentuk analisis yang bertujuan untuk menajamkan,

menyeleksi, memfokuskan, mengabstaksikan, dan mentransformasikan data

mentah yang diperoleh di lapangan menjadi data bermakna. Dalam penelitian ini

data mentah yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan direduksi untuk

mendapatkan data yang benar-benar dibutuhkan dalam mendeskripsikan berpikir

reflektif siswa dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari perbedaan

kemampuan awal.

b. Tahap penyajian data

Kumpulan data setelah direduksi diorganisir dan dikategorikan. Pada tahap

ini data lebih sederhana disajikan dalam bentuk naratif yang lebih ringkas,

sehingga memungkinkan untuk ditarik kesimpulan dari data tersebut.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah kegiatan merangkum data serta memeriksa

kebenaran data yang telah dikumpulkan tentang bagaimana berpikir reflektif siswa

dalam memecahkan masalah metematika ditinjau dari perbedaan kemampuan

awal.

Page 50: Contoh Penelitian Kualitatif

48

DAFTAR PUSTAKA

Ansori, Hidayah dan Irsanti Aulia. 2015. Penerapan Model Pembelajaran

Missouri Mathematics Project (MMP) Terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Siswa di SMP. Edu-Mat Jurnal Pendidikan Matematika, (Online),

Vol.3, No.1, (http://ppjp.unlam.ac.id, diakses 25 November 2016).

Budhayanti, Clara Ika Sari, Josef Tjahjo Baskoro, Edy Ambar Roostanto dan

Bitman Simanullang. 2008. Bahan Ajar Cetak, Pemecahan Masalah

Matematika. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Dapartemen Pendidikan

nasional.

Dewey, John. 1910. “How We Think”. Boston: D.C. Heath & Co.; selections

from Part One, “The Problem of Training Thought,”spelling and grammar

modestly modernized, (Online), (http://rci.rutgers.edu/~tripmcc/phil/dewey-

hwt-pt1-selections.pdf, diakses 6 November 2016).

Gurol. Aysun. 2011. Determining the reflective thinking skills of pre-service

teachers in learning and teaching process. Energy Education Science and

Technology Part B: Social and Educational Studies, (Online), Vol.3, No.3,

(http://www.yarbis1.yildiz.edu, diakses 29 Oktober 2016).

Jacob, S. M. & Sam, H. K. 2008. “Measuring Critical Thinking in Problem

Solving Through Online Discussion Forums in First Year University

Mathematics”. Proceedings of the Internasional Multiconference of

Engineers and Computer Scientists 2008, Vol. 1, Hongkong.

Lutfiananda, Immas Metika Alfa. 2016. Analisis Proses Berpikir Reflektif Siswa

dalam Memecahkan Masalah Matematika Non Rutin di Kelas VIII SMP

Islamic International School Pesantren Sabilil Muttaqien (IIS PSM) Magetan

Ditinjau dari Kemampuan Awal. Tesis tidak diterbitkan. Surakarta: PPs

Universitas Sebelas Maret.

Marchis, I. 2012. “Non-Routine Problems in Primary Mathematics Workbooks

from Romania”. Acta Didactica Napocensia, (Online), Vol.5, No.3,

(http://dppd.ubbcluj.ro , diakses 5 November 2016).

Masamah, Ulfa, Imam Sujadi dan Riyadi. 2015. Proses Berpikir Reflektif Siswa

Kelas X MAN Ngawi dalam Pemecahan Masalah Berdasarkan Langkah

Krulik dan Rudnick Ditinjau dari Kemampuan Awal Matematika. JMEE,

(Online), Vol.5, No.1 (https://eprints.uns.ac.id, diakses 4 November 2016).

Musdhalifah, Umi, Sutinah dan Ika Kurniasari. 2013. Analisis Kesalahan Siswa

Kelas VII dalam Memecahkan Masalah Non Rutin yang Terkait Dengan

Bilangan Bulat Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika di SMPN 31

Surabaya. Universitas Negeri Surabaya, (Online), (http://ejournal.unesa.ac.id

/article/6282/30/article.pdf, diakses 6 November 2016).

Nasriadi, Ahmad. 2016. Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan Masalah

Matematika Ditinjau dari Perbedaan Gaya Kognitif. Prodi Pendidikan

Page 51: Contoh Penelitian Kualitatif

49

Matematika, STKIP Bina Bangsa Getsempena, (Online), Vol.3, No.1, (http://

numeracy.stkipgetsempena.ac.id, diakses 17 Oktober 2016).

Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nindiasari, Hepsi, Yaya Kusumah, Utari Sumarmo dan Jozua Subandar. 2014.

Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Reflektif Matematis Siswa SMA. Edusentris Jurnal Ilmu Pendidikan dan

Pengajaran, (Online), Vol.1, No.1 (http://ejournal.sps.upi.edu, diakses 4

November 2016).

Nindiasari. 2011. Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk Meningkatkan

Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa

Sekolah Menengah Atas (SMA). Makalah dipresentasikan dalam Seminar

Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, (Online),

(http://eprints.uny.ac.id73781p-23.pdf, diakses 6 November 20016).

Noer, Sri Hastuti. 2008. Problem-Based Learning dan Kemampuan Berpikir

Reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Semnas Matematika dan

Pendidikan Matematika, (Online), (http://eprints.uny.ac.id , diakses 17

Oktober 2016).

Nurdin. 2005. Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif

Guru dan Gaya Kognitif Siswa pada Kelas II SMU Negeri 3 Makassar. Jurnal

Pendidikan don Kebudayaan,(Online), No. 055, (http://www.pdii.lipi.go.id/,

diakses 2 November 2016).

Nurhadi. 2013. Permutasi, Kombinasi dan Peluang. http://blog.uny.ac.id/nurhadi

/files/2013/09/Bab-4.-Permutasi-Kombinasi-Peluang.pdf. Diakses 18 Desem-

ber 2016.

Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014.

Rahman. A. 2008. Analisis Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Perbedaan

gaya Kognitif Secara Psikologis dan Konseptual tempo pada siswa Kelas X

SMA Negeri 3 Makassar. Jurnal Pendidikan don Kebudayaan,(Online), No.

072, (http://www.pdii.lipi.go.id/, diakses 2 November 2016).

Ratnawati, Heri. 2009. Pengaruh kemampuan Awal dan Kemampuan Berpkir

Logis/Penalaran terhadap Kemampuan Matematika (Studi Komparasi

Sensitivitas Program Lisrel 8.51 dan Amos 6.0). Makalah, (Online), (http://

staff.uny.ac.id, diakses 5 November 2016).

Sabandar, Jozua. 2009. Berpikir Reflektif dalam pembelajaran Matematika. Prodi

Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI, (Online),

(http://file.upi.edu, diakses 31 Agustus 2016).

Saragih, Sehatta. 2008. Mengembangkan Keteram-pilan Berpikir Matematika.

Semnas matematika dan pendidikan Matematika 2008. Universitas Negeri

Yokyakarta.

Page 52: Contoh Penelitian Kualitatif

50

Suandito, Billy, Darmawijoyo dan Purwoko. 2009. Pengembangan Soal

Matematika Non Rutin di SMA Xaverius 4 Palembang. Jurnal Pendidikan

Matematika, (Online), Vol.3, No.2, (http://ejournal.unsri.ac.id, diakses 17

Oktober 2016).

Suharna, Hery, Toto Nusantara, Subanji dan Santi Irawati. 2013. Berpikir

Reflektif Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. KNPM V,

Himpunan Matematika Indonesia, (Online), Vol.1, No.1 (http://fmipa.um.

ac.id, diakses 31 Agustus 2016).

Suharna, Hery. 2012. Berpkir Reflektif (Reflective Thinking) Siswa SD

Berkemampuan Matematika Tinggi dalam Pemahaman Masalah Pecahan.

Makalah Dipresentasikan dalam Seminar Nasional matematika dan

Pendidikan Matematika. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Suryanti, Nunuk. 2014. Pengaruh Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar

Akuntansi Keuangan Menengah 1. JURNAL Ilmiah Akuntansi dan Humanika,

(Online), Vol.4, No.1, (http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJA/article

/download/4601/3529, diakses 30 Oktober 2016).

Suwasti, Petra. 2016. Aktivitas Metakognisis Siswa SMA dalam Memecahkan

Masalah Program Linear Ditinjau dari Gaya Kognitif Reflektif-Implusif dan

Jenis Kelamin. Tesis tidak diterbitkan. Surakarta: PPs Universitas Sebelas

Maret.

Tisngati, Urip. 2015. Proses Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Pemecahan

Masalah pada Materi Himpunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Berdasarkan

Langkah Polya. Jurnal Pendidikan Matematika, (Online), Vol.8, No.2,

(http://ejurnal.iainmataram.ac.id/index.php/beta, diakses 17 Oktober 2016).

Tuanakotta, Theodorus M. 2011. Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Salemba

Empat.

Turmudi. 2009. Pemecahan Masalah Matematika. Materi Disampaikan dalam

Rangka Pengembangan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di IAIN

Arraniri Banda Aceh, (Online), (http://file.upi.edu, diakses 7 November

2016).

Wahyudi dan Inawati Budiono. 2012. Pemecahan Masalah Matematika. Salatiga:

Widya Sari Press.

Wardhani, Sri, Sapon Suryo Purnomo dan Endah Wahyuningsih. 2010. Modul

Matematika SD Program Bermutu, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika di SD. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan,

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

(PPPPTK) Matematika.

Warli. 2009. Pembelajaran Kooperatif Berbasis Gaya Kognitif Reflektif-Impulsif

(Studi Pendahuluan Pengembangan Model KBR-I). Prosiding Seminar

Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA,

Page 53: Contoh Penelitian Kualitatif

51

Universitas Negeri Yogyakarta, (Online), (http:eprints.uny.ac.id, diakses 28

Oktober 2016).

Widadah, Sofifil, Dian Septi Nur Afifah dan Suroto. 2013. Profil Metakognisi

Siswa dalam Menyelesaikan Soal Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Berdasarkan Gaya Kognitif. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI

Sidoarjo, (Online), Vol.1, No.1, (http://iej.com.au, diakses 7 November

2016).

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Zhu, Zheng. 2007. “Gender Differencen in Mathematical Problem Solving,

Patterns: A Review of Literature. International Education Jurnal, (Online),

Vol.8, No.2, (http://iej.com.au, diakses 7 November 2016).