contoh laporan anestesi

4
Pasien, An. SP, 14 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi tonsilektomi pada tanggal 25 April 2013 dengan diagnosis pre operatif tonsilitis kronis. Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 24 April 2013. Dari anamnesis terdapat keluhan nyeri tenggorokan yang kambuh-kambuhan dirasakan sejak 3 bulan terakhir dan bertambah berat sejak 3 hari yang lalu. Karena sering kambuh, dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 18x/menit; suhu 36,8 O C. Dari pemeriksaan laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 24 April 2013 dengan hasil: Hb 11,6 g/dl; golongan darah A; AL 6.90 L; ureum 16,9 mg/dl; kreatinin 0,63 mg/dl; SGOT 17 U/L; SGPT 8 U/L; GDS 79 mg/dL dan HBsAg (-). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA I. Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu 2cc/kgBB/jam, sehingga kebutuhan per jam dari penderita adalah 82 cc/jam. Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 6 x maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 6 jam ini adalah 492 cc/6jam.

Upload: voenda-apriliani

Post on 31-Dec-2014

205 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

contoh laporan

TRANSCRIPT

Page 1: CONTOH LAPORAN ANESTESI

Pasien, An. SP, 14 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi

tonsilektomi pada tanggal 25 April 2013 dengan diagnosis pre operatif tonsilitis kronis.

Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 24 April 2013. Dari anamnesis terdapat keluhan

nyeri tenggorokan yang kambuh-kambuhan dirasakan sejak 3 bulan terakhir dan bertambah

berat sejak 3 hari yang lalu. Karena sering kambuh, dokter menganjurkan untuk dilakukan

operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80

mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 18x/menit; suhu 36,8OC. Dari pemeriksaan laboratorium

hematologi yang dilakukan tanggal 24 April 2013 dengan hasil: Hb 11,6 g/dl; golongan darah

A; AL 6.90 L; ureum 16,9 mg/dl; kreatinin 0,63 mg/dl; SGOT 17 U/L; SGPT 8 U/L; GDS

79 mg/dL dan HBsAg (-). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA I.

Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu 2cc/kgBB/jam,

sehingga kebutuhan per jam dari penderita adalah 82 cc/jam. Sebelum dilakukan operasi

pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi

lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek

samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring mengalami

penurunan selama anestesia. Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini

yaitu 6 x maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 6 jam ini

adalah 492 cc/6jam.

Operasi Tonsilektomi dilakukan pada tanggal 25 April 2013. Pasien dikirim dari

bangsal anggrek ke ruang IBS. Pasien masuk keruang OK 2 pada pukul 09.20 dilakukan

pemasangan NIBP dan O2 dengan hasil TD 122/76 mmHg; Nadi 79x/menit, dan SpO2 99%.

Dilakukan injeksi sulfas atropin 0,25 mg dan fentanyl 50 mg. Pemberian sulfas atropin

bertujuan untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus sementara fentanyl yang

merupakan obat opioid yang bersifat analgesic dan bisa bersifat induksi. Penggunaan

premedikasi pada pasien ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan

pemberian analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir.

Selanjutnya pasien ini diberikan atracurium bromide 10 mg dan lipuro 80 mg untuk

merelaksasikan otot-otot pernapasan. Karena dilakukan operasi tonsilektomi, maka dokter

anestesi memilih untuk dilakukan intubasi endotrakeal agar tidak mengganggu operator

sepanjang operasi dilakukan dan supaya pasien tetap dianestesi dan dapat bernafas dengan

adekuat.

Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi

yang menghantarkan gas (sevoflurane) dengan ukuran 2vol% dengan oksigen dari mesin ke

Page 2: CONTOH LAPORAN ANESTESI

jalan napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan

pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah

dilakukannya pemasangan endotrakheal tube. Penggunaan sevofluran disini dipilih karena

sevofluran mempunyai efek induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding dengan gas

lain, dan baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas sehingga digemari untuk

induksi anestesi dibanding gas lain (halotan). Efek terhadap kardiovaskular pun relatif stabil

dan jarang menyebabkan aritmia.

Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka dialirkan

sevofluran 2 vol%, oksigen sekitar 50 ml/menit sebagai anestesi rumatan. Ventilasi dilakukan

dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit. Sesaat setelah operasi selesai gas anestesi

diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan dan untuk membangunkan

pasien. Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi

hampir selesai.

Operasi selesai tepat jam 10:05 WIB. Lalu mesin anestesi diubah ke manual supaya

pasien dapat melakukan nafas spontan. Gas sevo dihentikan karena pasien sudah nafas

spontan dan adekuat. Kemudian dilakukan ekstubasi endotracheal secara cepat untuk

menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.

Total cairan yang diberikan pada pasien ini sejumlah 750 cc Ringer Laktat.

Perdarahan pada operasi ini kurang lebih 25 cc. Pada pukul 09.45 WIB, sebelum selesai

pembedahan dilakukan pemberian analgetik., injeksi ketorolac 30 mg diindikasikan untuk

penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur

pembedahan.

Pada pukul 10.05 WIB, pembedahan selesai dilakukan, dengan pemantauan akhir TD

121/70mmHg; Nadi 85x/menit, dan SpO2 99%. Pembedahan dilakukan selama 30 menit

dengan perdarahan ± 25 cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room).

Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan adekuat

serta kesadaran compos mentis. Tekanan darah selama 15 menit pertama pasca operasi stabil

yaitu 118/70 mmHg.