concursus realis 2

11
 BAB I Pendahuluan a. Latar belakang Melakukan perumusan ketentuan KUHP terh ada p sua tu perbuatan tind ak pidana merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh seorang hakim agar dapat mempertimbangkan pemidanan yang sesuai dengan perbuatan tindak pidana yang dimaksud. Hal ini mutlak dilakukan oleh hakim, karena tanpa adanya perumusan terhadap suatu perbuatan, maka setiap tindak pidana bisa dikenakan pemidanaan yang dapat mengecewakan pihak korban atau malah memberatkan pihak terdakwa. Perumusan tersebut juga diterapkan sebagai mekanisme dalam upaya pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap orang. Peru musan ini juga menjad i pen ting , kare na dala m seti ap perk ara pida na kadangkala muncul suatu bentuk perbuatan yang tidak hanya satu perbuatannya, dengan kata lain perbuatan yang dimaksud merupakan hasil dari penggabungan beberapa tindakan. Di samping itu perbuatan tersebut juga terkadang menyebabkan beberapa akib at, sehingga terd akwa bisa dike nak an beberapa sank si dari pasal yang berbeda-beda. Sehingga tanpa perumusan, terdakwa dimungkinkan mendapat proses hukuman yang sangat memberatkannya. Dan dengan adanya perumusan maka terdakwa bisa dik enakan sanksi sesuai dengan tin dakannya itu tanpa mengura ngi hak asasi yan g dimiliki ole hnya. Seperti halnya dalam masal ah pengga bun gan beb erap a tind akan ata u leb ih dike nal den gan istil ah same nlo op. Dalam mempelajari rumusan di dalam samenloop memang tidak mudah. Diperlukan pemahaman mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri 1 . Rumusan dari samenlo op itu sendiri dapat dilihat dalam Bab ke-VI dari Buku ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam pasal 63 sampai den gan pasa l 71 KUHP, yait u berkena an den gan pen gatu ran men gen ai bera t ring ann ya huk uman yang dap at dija tuhk an oleh seo rang hak im terh ada p 1 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia,  Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997. Hlm 671

Upload: gilang-ramadhan

Post on 12-Jul-2015

449 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 1/11

 

BAB I

Pendahuluan

a. Latar belakang

Melakukan perumusan ketentuan KUHP terhadap suatu perbuatan tindak

pidana merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh seorang hakim agar dapat

mempertimbangkan pemidanan yang sesuai dengan perbuatan tindak pidana yang

dimaksud. Hal ini mutlak dilakukan oleh hakim, karena tanpa adanya perumusan

terhadap suatu perbuatan, maka setiap tindak pidana bisa dikenakan pemidanaan

yang dapat mengecewakan pihak korban atau malah memberatkan pihak terdakwa.Perumusan tersebut juga diterapkan sebagai mekanisme dalam upaya pengakuan

terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap orang.

Perumusan ini juga menjadi penting, karena dalam setiap perkara pidana

kadangkala muncul suatu bentuk perbuatan yang tidak hanya satu perbuatannya,

dengan kata lain perbuatan yang dimaksud merupakan hasil dari penggabungan

beberapa tindakan. Di samping itu perbuatan tersebut juga terkadang menyebabkan

beberapa akibat, sehingga terdakwa bisa dikenakan beberapa sanksi dari pasal

yang berbeda-beda. Sehingga tanpa perumusan, terdakwa dimungkinkan mendapatproses hukuman yang sangat memberatkannya. Dan dengan adanya perumusan

maka terdakwa bisa dikenakan sanksi sesuai dengan tindakannya itu tanpa

mengurangi hak asasi yang dimiliki olehnya. Seperti halnya dalam masalah

penggabungan beberapa tindakan atau lebih dikenal dengan istilah samenloop.

Dalam mempelajari rumusan di dalam samenloop memang tidak mudah. Diperlukan

pemahaman mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal

yang mengatur masalah samenloop itu sendiri1. Rumusan dari samenloop itu sendiri

dapat dilihat dalam Bab ke-VI dari Buku ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam pasal 63sampai dengan pasal 71 KUHP, yaitu berkenaan dengan pengaturan mengenai

berat ringannya hukuman yang dapat dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap

1 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997. Hlm

671

Page 2: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 2/11

 

seorang tertuduh yang telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana, yang

perkaranya telah diserahkan kepadanya untuk diadili secara bersama-sama

Hakim dalam menghadapi perkara samenloop harus memperhatikan dengan

 jelas mengenai fakta-fakta, apakah seorang pelaku telah melakukan hanya satu

tindakan pidana atau telah melakukan lebih dari satu tindakan pidana. Apabila

pelaku itu hanya melakukan satu tindak pidana dan dengan melakukan tindakan

tersebut, tindakannya itu ternyata telah memenuhi rumusan-rumusan dari beberapa

ketentuan pidana, atau dengan perkataan lain apabila dengan melakukan satu

tindak pidana itu, tertuduh ternyata telah melakukan beberapa tindak pidana, maka

dapat disebut eendaadse samenloop atau concursus idealis ataupun apa yang oleh

Prof. Van Hamel juga telah disebut sebagai samenloop  van strafbepalingen atau

gabungan ketentuan-ketentuan pidana.2

Untuk mengetahui seperti apa perumusan ketentuan yang ada mengatur suatu

tindak pidana gabungan, maka diperlukan suatu pengkajian berbentuk studi kasus.

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana suatu kasus dapat

dikategorikan sebagai bentuk pidana gabungan serta bagaimana menentukan jenis

tindak pidana gabungan yang terdapat dalam kasus tersebut. Oleh karena itu, dalam

kesempatan kali ini penulis mencoba menyusun sebuah makalah mengenai kasus

tindak pidana yang berwujud Concursus. Dengan adanya makalah ini diharapkan

dapat memberikan penjelasan mengenai tindakan pidana gabungan yang terjadi

pada kasus ini. Khususnya pengetahuan tentang unsur yang terdapat dalam kasus

sehingga memenuhi unsur dari tindakan pidana gabungan.

2 Ibid, Hlm 672

Page 3: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 3/11

 

b. Ringkasan Kasus Posisi

AST seorang pengangguran warga Desa Pasar Sorkam, Tapanuli Tengah,

berniat untuk melakukan pencurian karena tergiur melihat kediaman bidan desa

yang mewah.

AST pada hari Rabu, tanggal 1 April 2009 sekitar pukul 10.00 WIB ia mengamati

rumah Dewi syahputri yang berprofesi sebagai bidan desa.

AST kemudian memastikan situasi di sekitar rumah bidan desa itu, karena

melihat tidak ada aktivitas di dalam rumah AST menyusup ke dalam rumah,

Pada saat AST hendak memulai kejahatannya di ruang tamu. AST kepergok

dengan bidan.

Akibatnya, terjadi perkelahian tidak seimbang antara AST dan bidan.

AST menghantam korban dengan benda tumpul hingga bersimbah darah

karena kepalanya pecah dan mukanya lembam.

Setelah bidan tewas dengan leluasa, AST menjarah harta benda di dalam

rumah, seperti telepon seluler, perhiasan dan uang tunai.

Hasil kejahatan tersebut digunakannya untuk berfoya-foya. Tanpa ragu, ia

membelanjakan uang hasil kejahatan itu untuk membeli sejumlah barang

elektronik

c. Identifikasi masalah

Dalam makalah yang disusun ini penulis merumuskan dua masalah yang

menjadi gambaran permasalahan yang terjadi di dalam kasus yang dibahas oleh

penulis. Dua masalah tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan oleh penulis.

1. Seperti apa unsur-unsur yang terdapat dalam kasus ini sehingga akhirnya

kasus ini menjadi tindak pidana yang berbentuk tindak pidana gabungan

terkait dengan rumusan pasal yang terdapat pada ketentuan KUHPidana ?2. Dalam tindak pidana gabungan dikenal 3 macam bentuk. Bagaimanakah

bentuk tindak pidana gabungan yang terjadi dalam kasus ini ?

Page 4: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 4/11

 

BAB II

Pembahasan

A. Bentuk-Bentuk

Sebelum melakukan identifikasi terhadap kasus ini, ada kalanya perlu ditelaah

terlebih dahulu bentuk yang terdapat di dalam tindak pidana gabungan. Penelaahan

ini dilakukan supaya dari masing-masing bentuk tindak pidana dapat diketahui

perbedaan serta perbandingannya untuk kemudian menjadi arahan untuk

mengetahui tindak pidana yang terdapat dalam kasus ini. Tindak Pidana Gabunganmemiliki beberapa bentuk, antara lain :

1. Gabungan dalam satu perbuatan (Eendaadse Samenloop/Concursus Idealis)

Eendaadse Samenloop3 terjadi apabila seseorang melakukan satu perbuatan,

tetapi dengan satu perbuatan itu ia melanggar beberapa peraturan pidana yang

berarti ia telah melakukan beberapa tindak pidana.Hal ini diatur dalam pasal 63

KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang 

dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu, jika berbeda-bedayang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum,

diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus

itulah yang dikenakan.

Di antara para sarjana terdapat perbedaan pendapat mengenai apa yang

dimaksud dengan satu tindakan. Sebelum tahun 1932, Hoge Raad  barpendirian

yang ternyata dalam putusannya, bahwa yang dimaksud dengan satu tindakan

dalam pasal 63 ayat (1) KUHP adalah tindakan nyata atau tindakan materiil.Taverne4 bertolak pangkal dari pandangan hukum pidana bahwa tindakan itu

terdiri dari dua/lebih tindakan yang terdiri sendiri yang mempunyai sifat yang

berbeda yang tak ada kaitannya satu sama lain dapat dibayangkan keterpisahan

3 Ibid, hlm. 673

4 Ibid, hlm. 679

Page 5: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 5/11

 

masing-masing. Akibat dari pendirian Hoge Raad  ini, makna dari pasal 63 ayat (1)

menjadi sempit. Hanya dalam hal-hal terbatas masih apat dibayangkan kemanfaatan

dari ketentuan pasal tersebut.

Pendirian Hoge Raad  bersandar kepada sifat atau ciri yang terdapat pada

tindakan tersebut, namun belum secara tegas dapat diketahui apa yang dimaksud

dengan satu tindakan dan beberapa perbuatan.

Modderman mengatakan bahwa dilihat dari sudut badaniah tindakan itu

hanyalah satu saja akan tetapi dari sudut rohani ia merupakan pluralitas (ganda).

Sedangkan Pompe mengutarakan bahwa apabila seseorang melakukan satu

tindakan pada suatu tempat dan saat, namun harus dipandang merupakan beberapa

tindakan apabila tindakan itu mempunyai lebih dari satu tujuan atau cukupan.

Ketentuan dalam pasal 63 ayat (2) sesuai dengan asas lex spesialis derogat 

lex general , yang artinya ketentuan khusus mengenyampingkan ketentuan yang

umum. Yang dimaksud dengan ketentuan pidana khusus adalah jika pada tindak

pidana khusus itu termuat atau tercakup semua unsur-unsur yang ada pada tindak

pidana umum, akan tetapi padanya masih ada unsur lainnya atau suatu kekhususan.

Pemidanaan dalam hal concursus idealis menggunakan stelsel absorpsi murni yaitu

dengan salah satu pidana yang terberat.

2.  Gabungan dalam beberapa perbuatan (Meerdaadse Samenloop/concursus

realis)

Meerdaadse Samenloop5  terjadi apabila seseorang melakukan beberapa

perbuatan, dan tiap-tiap perbuatan tindak pidana sendiri-sendiri dan terhadap

perbuatan-perbuatan tadi diadili sekaligus. Hal ini diatur dalam pasal 65, 66, 70

dan 70 bis KUHP. Menurut ketentuan yang termuat dalam KUHP, concursus realis

dibedakan antara jenis tindak pidana yang dilakukan. Tindak pidana kejahatan

termuat dalam pasal 65 dan 66 KUHP. Sedangkan tindak pidana pelanggaran

termuat dalam pasal 70 dan 70 bis.

Pasal 65 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam

dengan pidana pokok sejenis dan sistem pemidanaan menggunakan sistem

5 Ibid, hlm. 674

Page 6: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 6/11

 

absorpsi diperberat. Pasal 66 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan

yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis dan sistem pemidanaanya

 juga menggunakan absorpsi diperberat.

Perbedaan antara pasal 65 dan 66 KUHP terletak pada pidana pokok yang

diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang timbul karena perbuatan-

perbuatannya itu yaitu apakah pidana pokok yang diancamkannya itu sejenis atau

tidak. Sedangkan pasal 70 KUHP mengatur apabila seseorang melakukan beberapa

pelanggaran atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang

merupakan kejahatan dan pelanggaran.

Jika pasal 65 dan 66 menyebutkan tentang gabungan kejahatan dengan

kejahatan, pasal 70 memberi ketentuan tentang gabungan kejahatan dengan

pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran. Dalam hal ini maka

kejahatannya dijatuhkan hukumannya sendiri, sedangkan bagi masing-masing

pelanggarannya pun dikenakan hukuman sendiri-sendiri dengan pengertian bahwa

  jumlah semuanya dari hukuman kurungan yang dijatuhkan bagi pelanggaran-

pelanggaran itu tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan mengenai

hukuman kurungan pengganti denda tidak lebih dari delapan bulan. Pasal 70 bis

menentukan kejahatan-kajahatan ringan dianggap sebagai pelanggaran. Bagi

masing-masing kejahatan ringan tersebut harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri

dengan ketentuan bahwa jika dijatuhkan hukuman penjara maka jumlah semua

hukuman tidak boleh lebih dari delapan bulan.

3. Perbuatan berlanjut (Voorgezette Handeling )6

Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan beberapa perbuatan

itu merupakan tindak pidana sendiri. Tetapi di antara perbuatan itu ada yang

hubungan sedemikian eratnya satu sama lain sehingga beberapa perbuatan itu

harus dianggap sebagai satu peruatan lanjutan. Hal ini diatur dalam pasal 64 KUHP

dan pemidanaannya menggunakan sistem absorpsi.

6 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama,

2003 Hlm. 147

Page 7: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 7/11

 

Terdapat beberapa pendapat mengenai perbuatan berlanjut tersebut. Ada

sarjana yang memberikan pengertian bahwa perbuatan berlanjut adalah apabila

seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan delik,

tetapi beberapa perbuatan yang masing-masing delik itu seolah-olah digabungkan

menjadi satu delik.

Sedangkan Simons mengatakan bahwa KUHP yang berlaku sekarang tidak

mengenal vorgezette handeling  sebagaimana diatur dalam pasal 64 KUHP yang

merupakan bentuk gabungan dalam concursus realis. Hanya tentang pemidanaan

pasal 64 KUHP menyimpang dari ketentuan pasal 65 KUHP dan 66 KUHP. Menurut

pasal 65 KUHP dan 66 KUHP yang dijatuhkan adalah satu pidana yang terberat

ditambah dengan sepetiganya. Sedangkan menurut pasal 64 KUHP yang dijatuhkan

hanya satu pidana yang diperberat. Oleh karena itu, Simons menganggap pasal 64

KUHP sebagai pengecualian terhadap concursus realis/ meerdaadse samenloop.

Adapun ciri-ciri dari perbuatan berlanjut7 adalah:

1. Tindakan-tindakan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu

kehendak jahat;

2. Delik-delik yang terjadi itu sejenis; dan

3. Tenggang waktu antara terjdinya tindakan-tindakan tersebut tidak terlampau

lama.

Persoalan mengenai sejauh mana cakupan dari satu kehendak jahat tersebut

erat hubungannya dengan delik dolus/ culpa dan delik materil/ formil. Untuk delik

dolus dalam hubungannya dengan delik materiil/ formal tidak ada persoalan

mengenai cakupan dari sau kehendak jahat tersebut.

B. Identifikasi

Dalam kasus ini pelaku mempunyai sebuah niat untuk mencuri. Hal ini

membuat anggapan bahwa pelaku sebenarnya hanya melakukan satu tindakan

pidana. Namun pada faktanya dalam aksinya melakukan pencurian menjadi

terhambat. Hal ini disebabkan oleh kepanikan pelaku akibat dipergoki oleh bidan

yang bersangkutan. Pelaku menjadi bingung dan akhirnya ia memutuskan untuk

7 Ibid,

Page 8: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 8/11

 

melakukan kekerasan pada bidan tersebut untuk tujuan melemahkannya. Sehingga

yang perlu diperhatikan dalam kasus ini ketika pelaku melakukan tindakan

kekerasan maka pelaku melakukan perbuatan pidana yang tidak sejenis. Upayanya

untuk melemahkan ditujukan pada niat awal untuk mencuri barang berharga milik

bidan desa. Perbuatan pelaku ini juga bisa disebut dengan istilah perampokan.

Sehingga di dalam kasus ini terdapat beberapa fakta hukum yang memenuhi unsur-

unsur yang mengacu pada concursus realis dan juga perbuatan yang berkelanjutan.

Perbuatan terdakwa ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana

yang berbentuk concursus realis. Dikatakan seperti ini karena pada saat yang

bersamaaan pelaku tindak pidana melakukan dua tindakan yang masing-masing

perbuatannya memenuhi dua unsur serta rumusan delik yang terdapat dalam

masing-masing ketentuan pidananya, sehingga pelaku bisa dikenakan suatu

perhitungan sangsi pidana yang dasarnya dalam Pasal 65 ayat 1 KUHP , yang

memperikan penjelasan hendaknya dijatuhkan suatu gematigde cummulatie van

straffen, seperti yang dimaksud di dalam memori van Toelichting8 terdapat

penjelasan yang menegaskan beratnya hukuman itu pada dasarnya selalu dibuat

lebih berat sesuai dengan bertambah lamanya atau bertambah beratnya hukuman

sendiri. Dua tahun hukuman penjara merupakan hukuman yang lebih berat daripada

dua kali satu tahun penjara atau hukuman kurungan

Dengan demikian, maka hukuman yang terberat yang dapat dijatuhkan kepada

seorang tertuduh yang secara berturut-turut telah melakukan suatu pencurian yang

diancam dengan hukuman penjara dan suatu menghilangkan nyawa orang lain yang

diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun tahun itu

bukanlah hasil penjumlahan keduanya melainkan salah satu hukuman pokok yang

berat ditambah dengan sepertiganya, dalam hal ini untuk dua macam tindak pidana

yang telah dilakukannya tersebut, perkara tertuduh telah diajukan untuk diadili

secara bersama-sama oleh pengadilan.

Namun jika lebih cermat lebih seksama lagi kasus ini juga bisa masuk kedalam

suatu perbuatan yang berkelanjutan. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan antara

perbuatan yang berkelanjutan dengan concursus realis. Kemiripan itu meliputi :

8 Lamintang, Op Cit, Hlm. 700

Page 9: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 9/11

 

1. Adanya beberapa perbuatan yang dilakukan.

2. Perbuatan itu merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri

Dan yang menjadi perbedaan antara perbuatan yang berkelanjutan dengan

concursus realis adalah :

1. Adanya Jangka waktu antara perbuatan yang satu dengan yang lain

berlangsung relatif lama pada concursus realis sedangkan jangka waktu

antara perbuatan satu dengan yang lain dalam perbuatan yang berkelanjutan

cenderung lebih singkat.

2. Dalam concursus realis subjek atau pelaku kejahatan melakukan suatu

perbuatan tindak pidana yang tidak saling berhubungan (tidak memiliki

hubungan kausal), sedangkan dalam perbuatan yang berkelanjutan, pelaku

melakukan suatu perbuatan berdasarkan alasan-alasan tertentu yang

menyebabkan dirinya tidak bisa melakukan perbuatan awal tanpa melakukan

perbuatan yang lain.

Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 64 KUHP yang menegaskan kata hubungan

antara perbuatan-perbuatan. Untuk mengetahui sampai di mana eratnya hubungan

antar beberapa perbuatan ini tidak ada penjelasan (memorie van toelichting) dari

KUHP belanda mengatakan bahwa ini merupakan soal faktual yang penentuannya

diserahkan kepada kebijaksanaan pada pelaksana undang-undang9.

9 Wirjono Prodjodikoro, Op cit 

Page 10: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 10/11

 

BAB III

Penutup

Kesimpulan

Kasus ini memiliki beberapa unsur yang memenuhi rumusan suatu tindak

pidana gabungan. Hal ini dilihat dari beberapa macam kriteria pokok dalam tindak

pidana gabungan yang juga terdapat dalam kasus ini, unsur-unsur tersebut yakni :

1. Adanya beberapa perbuatan yang merupakan tindak pidana, yakni pencurian

yang diatur dalam pasal 365 KUHP dengan penghilangan nyawa manusia

pasal 338 KUHP.2. Masing-masing perbuatan yang merupakan tindak pidana dilakukan oleh

satu orang pelaku. Atau dengan kata lain pelakunya sama. Dalam kasus ini

perbuatan dilakukan oleh Seorang pengangguran yang berinisial AST dan ia

telah melakukan dua perbuatan yang merupakan tindak pidana.

3. Ketika diadili dalam pengadilan melalui rumusan-rumusan tertentu sehingga

penjatuhan pidana tidak tergantung pada jumlah tindakan pidana yang telah

dilakukan.Kemungkinan untuk penjatuhan pidana yang dapat dikenakan

kepada pelaku melalui rumusan pemidanaan adalah ancaman hukumanpidana selama 15 Tahun.

Dalam kasus ini, terdapat bentuk tindak pidana gabungan yang berkelanjutan.

Hal ini dikarenakan adanya unsur-unsur yang memenuhi tindak pidana yang

berkelanjutan. Walaupun pada kenyataannya sangat mirip dengan concursus realis

namun terlihat dari jangka waktu antara perbuatan satu dengan perbuatan yang lain

dilakukan. Dalam kasus ini Rentang waktu pembunuhan bidan dengan pencurian

tidak lama. Di samping itu juga antara tindak pidana pembunuhan dengan tindak

pidana pencurian memiliki hubungan yang erat. Hubungan itu berlangsung karenaadanya motif dari pelaku untuk melemahkan korban sehingga ia bisa leluasa untuk

melakukan tindak pidana pencurian. Unsur Jangka waktu dan hubungan antara

perbuatan membuat terpenuhinya suatu unsur dari tindak pidana yang

berkelanjutan.

Page 11: Concursus realis 2

5/12/2018 Concursus realis 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/concursus-realis-2 11/11

 

Daftar Pustaka

[Textbook]

Lamintang P.A.F, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya

Bakti, 1997.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung, Refika

Aditama, 2003

[Kasus]

Surat Dakwaan, Pengadilan Negeri Tapanuli Tengah, No REG. PERK. PDM-

23/TAPTENG/EPO/05/09