choledocholithiasis

33
BAB I PENDAHULUAN Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. 1 Batu empedu di Indonesia merupakan penyakit yang sering menyerang saluran pencernaan. Namun penyakit ini sering tidak mendapat perhatian dari penderitanya karena minimnya gejala yang tampak pada penderitanya. Pasien- pasien yang memiliki batu empedu jarang mengalami komplikasi. Walaupun demikian, bila batu empedu telah menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 1 Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. 1 Sekitar 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran 1

Upload: nissashibly

Post on 21-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cutcytcy

TRANSCRIPT

Page 1: choledocholithiasis

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara

publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.1

Batu empedu di Indonesia merupakan penyakit yang sering menyerang saluran

pencernaan. Namun penyakit ini sering tidak mendapat perhatian dari penderitanya

karena minimnya gejala yang tampak pada penderitanya. Pasien-pasien yang

memiliki batu empedu jarang mengalami komplikasi. Walaupun demikian, bila batu

empedu telah menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk

mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu

tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi

batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.1

Sekitar 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran

empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di

dalam saluran empedu intra-atau-ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu.1

Perjalanan batu empedu belum sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi

akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptomatik.1

Referat ini dibuat untuk memberikan pengetahuan mengenai definisi, etiologi,

menifestasi klinis, patofisiologi dan penatalaksanaan dari batu saluran empedu

sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan baik serta menatalaksana penyakit batu

saluran empedu dengan tepat.

1

Page 2: choledocholithiasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Batu empedu (gallstones atau biliary calculus) merupakan gabungan dari

beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan

dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu

(koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.2

2.2. Anatomi

Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris dan hati tumbuh

bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana tonjolan

tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan

menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis

(ductus choledochus) dan bagian cranialnya menjadi hati dan ductus hepaticus

biliaris.3

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan

panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung empedu

mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti

kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior

hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung

rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan

arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang

berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus

comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea

dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral

hati.

2

Page 3: choledocholithiasis

Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2

cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali

membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur

pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4

Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale

dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri.

Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang

disebut kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus

interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara

duktus sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah

belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum

descendens. Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan

ductus pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga

keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung

dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut

choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung

distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam

duodenum.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan.

V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang

sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak

dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi

lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici

coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.3

3

Page 4: choledocholithiasis

Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.3. Fisiologi

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari. Diluar

waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di

sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah

memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.4 Kandung empedu mensekresi

glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa,

sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat meningkatkan kelarutan kalsium,

sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium. Pengaliran cairan empedu

diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu,

dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan

disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu akan

berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum.2,5

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,

karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu

membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel

4

Page 5: choledocholithiasis

yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah

pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak

yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk

buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari

penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel-

sel hati.

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)

cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam

empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.

Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat

ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.5

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam

duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa

duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu

berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus

coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang

kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting

untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi

lemak.

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

a. Hormonal :

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung

empedu.

b. Neurogen :

5

Page 6: choledocholithiasis

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum

dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung

empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 

Komposisi cairan empedu:

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit -   -  

 

1. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam

yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah :

a. Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat

dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah

menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

b. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin

yang larut dalam lemak

6

Page 7: choledocholithiasis

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman

usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam

empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan

sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam

empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada

daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam

empedu akan terganggu.4

2. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.

Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang

segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh

albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh

glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada

malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

2.4 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang

dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh

dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya

berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan

untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Jenis Kelamin.

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap

peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang

menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.

7

Page 8: choledocholithiasis

Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat

meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas

pengosongan kandung empedu.

2. Usia.

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya

usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

3. Berat badan (BMI).

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi

untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar

kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam

empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

4. Makanan.

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah

operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari

empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

5. Riwayat keluarga.

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

6. Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit

berkontraksi.

7. Penyakit usus halus.

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn

disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

8. Nutrisi intravena jangka lama.

8

Page 9: choledocholithiasis

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak

terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang

melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi

meningkat dalam kandung empedu.6

2.5. Etiologi

2.5.1 Batu Kolestrol

Batu kolestrol berhubungan dengan jenis kelamin wanita, ras Eropa,

penduduk asli Amerika, dan penambahan usia. Faktor risiko lainnya : Obesitas,

kehamilan, kandung empedu yang statis, obat, dan keturunan.

Metabolik sindrom, resistensi insulin, tipe 2 DM, hiperlipidemia sangat

berhungan dengan peningkatan sekresi kolestrol dan merupakan faktor risiko major

dari terjadinya batu kolestrol.

Batu kolestrol lebih sering pada wanita dengan kehamilan yang berulang.

Karena tingginya progesterone. Progesteron menurunkan motilitas kandung empedu,

sehingga terjadi retensi dan meningkatnya kosentrasi empedu pada kandung empedu.

Penyebab lain statisnya kandung empedu, pemberian nutrisi secara parenteral,

penurunan berat badan yang cepat (diet, gastric bypass surgery).2,3

Pemakaian estrogen meningkatkan risiko terjadi batu kolestrol. Clofibrate atau

golongan –fibrate meningkatkan eliminasi kolestrol via sekresi empedu. Analog

somatostatin menurunkan proses pengosongan pada kandung empedu.4

2.5.2 Batu Pigmen

9

Page 10: choledocholithiasis

Batu pigmen terjadi pada penderita dengan high heme turnover. Penyakit

hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen adalah sickle cell anemia, hereditary

spherocytosis, dan beta-thalasemia.6

Pada penderita sirosis hepatis, hipertensi portal menyebabkan splenomegali,

sehingga meningkatkan hemoglobin turnover. Setengah dari penderita sirosis

memiliki batu pigmen.4

2.6. Patofisiologi batu empedu

1. Batu Kolesterol

Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya

kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus.

Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari

90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu

kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan

berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan

inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik

micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan

lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan

persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol.7

Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam tiga tahap:

a. Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang

tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle

yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi

lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol

terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 :

30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa

mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

10

Page 11: choledocholithiasis

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan

lecithin jauh lebih banyak.

- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi

supersaturasi.

- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.

- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan

ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi

enterohepatik).

- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar

chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan

batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain

menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu

heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas

pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang

menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk

bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung

empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan

dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal

kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.

11

Page 12: choledocholithiasis

Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada

pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena

pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang

berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar

dipompa keluar. 

2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat.

Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium

bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras

dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah

bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil

kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu

kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu

empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam .2. bilirubin pigemen

kuning yang berasal dari pemecahan heme, aktiv disekresikan ke empedu oleh sel

liver. Kebanyakan bilirubin dalam empedu dibentuk dari konjugat glukorinide yang

larut air dann stabil. Tetapi ada sedikit yang terdiri dari bilirubin tidak terkkonjugasi

yang tidak larut dengan kalsium.

Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan

mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen

abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan

predisposisi pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin

tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara

Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi

bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis

sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang

12

Page 13: choledocholithiasis

dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong

pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.2

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit

yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan

infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi

unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b

glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal

cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja

glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh

bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa

55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris

lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu

adalah dari cacing tambang. 

3. Batu campuran

Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini

sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat

majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar

metabolisme yang sama dengan batu kolesterol.7,8

2.6 Diagnosis

Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent

stone) tidak memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru

memberikan gejala ikterus cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya

13

Page 14: choledocholithiasis

sementara, karena yang sering menimbulkan sumbatan sebagian, jarang

menimbulkansumbatan total.2,8

Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier (cholecystitis

akut sering disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus), suatu nyeri yang sangat

spesifik. Sekitar ¾ penderita mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan atas

berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Lokasi nyeri bisa juga di kiri

dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik empedu yang intermiten, sehingga

membuat gelisah penderita. Kadang-kadang sifat nyeri tersebut menetap yang

menjalar ke punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai muntah. Pada

palpasi teraba nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.2,8

Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau

berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat

dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

2.7.1. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat

terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan

ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin

serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat

sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat – Oksalat Transaminase )

dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat – Piruvat Transaminase )

merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit.

Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan

dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi saluran empedu.

14

Page 15: choledocholithiasis

Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar yang sangat

tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena sel ductus

meningkatkan sintesis enzym ini.

Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik dan

alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan

dengan peningkatan kadar bilirubin.

Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K

tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat

diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.7,8

2.7.2. Pemeriksaan radiologis

a. Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang

kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat

dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan

lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di

fleksura hepatica.

b. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu

yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun

sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi

karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa

nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi

biasa.4

15

Page 16: choledocholithiasis

c. Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga

dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan

ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan

hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.

Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung

empedu.4

d. Kolangiografi transhepatik perkutan

Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi dibagian atas

kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal dapat dimasuki

oleh jarum baru yang "kecil sekali" Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis

merupakan kontraindikasi.4

e. Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic

retrograde kolangiopankreatograft)

Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula

Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat

diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi tambahan yang

berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma yang

menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal

dibandingkan kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan

komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar atau

mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik, ERCP

semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk mengobati penyebab

penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus

yang tertinggal).8

f. CT scan

16

Page 17: choledocholithiasis

CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik

dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound masih

meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.8

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1. Konservatif

Lisis batu dengan obat-obatan

Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan

mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan

timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya

ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat

untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12

bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran

batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.

Disolusi kontak

Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut

kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah

angka kekambuhan yang tinggi.

Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy = ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun

yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang

benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.Efektifitas ESWL

memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.

2.8.2. Penanganan operatif

Open kolesistektomi

17

Page 18: choledocholithiasis

Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik.Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi

trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas

pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian

secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 %

sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %.

Kolesistektomi laparoskopik

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan

lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan

biaya yang lebih murah.Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang.Kontra

indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi

tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.Komplikasi yang

terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma

duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya

berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan

lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,

cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk

aktifitas olahraga.

2.9 Komplikasi

Jika batu empedu tidak di keluarkan dan menghambat duktus choledochus,

komplikasi yang akan terjadi adalah

Kolangitis, dan kadang disertai sepsis

Pankreatitis

Bile duct injury dan sirosis

Liver dysfunction/failure

Fistula billiary enteric

18

Page 19: choledocholithiasis

2.10 Prognosis

Prognosis choledocholithiasis tergantung pada gejala klinis dan berat

komplikasinya.Choledocholithiasis dengan endoskopik atau pembedahan, maka

prognosisnya baik. Tanpa pengobatan 55% pasien mengalami komplikasi.

BAB III

KESIMPULAN

19

Page 20: choledocholithiasis

Batu empedu dapat ditemukan di dalam kandung empedu itu sendiri, atau

dapat juga ditemukan di saluran-saluran empedu, seperti duktus sistikus atau duktus

koledokus. Sekitar 80% pasien dengan batu empedu, biasanya asimtomatis.

Sedangkan pada yang simtomatik, keluhan utamanya biasa berupa nyeri di daerah

epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium, dan kolik bilier.Penyebab dari batu

empedu ini belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan ada 3 faktor predisposisi

terpenting, yaitu: Gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan komposisi

empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Adanya faktor resiko

terbentuknya batu empedu dikenal dengan 4F yaitu fatty, fourty, fertile dan female.

Ada banyak cara untuk mendeteksi batu empedu, tetapi yang paling akurat

dan sering digunakan adalah ultrasonografi. Tindakan operatif atau kolesistektomi

merupakan terapi pilihan pada pasien dengan batu empedu.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: choledocholithiasis

1. Lesmana L. Batu Empedu. In: Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 1.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000: 479-81.

2. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery 8th edition.

2007. US : McGraw-Hill Companies.

3. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th

edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.

4. Heuman DM. Cholelithiasis. 2011. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.

com/article/175667-overview.

5. Silbernagl S, Lang F. Gallstones Diseases. 2000. In : Color Atlas of

Pathophysiology. New York : Thieme,p:164-7.

6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

1. 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 767-73.

7. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th

edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.

8. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :

Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier.

9. Welsby PD, Qlintang S. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC,

2009.h.92-102.

10. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P:

586-588.

11. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process

Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991.

12. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih

Bahasa Adji Dharma, Edisi II.P: 329-330.

21