chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

9
Proposal Lolos PKMM Dikti 2008. http://[email protected] PELATIHAN PEMBUATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN DI KELURAHAN PUCANGSAWIT Rosa Dewi Pratiwi, Ari Eka Suryaningsih, Siska Ela Kartika, Fauzi Alhidayat, Heri Widodo. Pembimbing Budi Hastuti, S.Pd., M.Si. Universitas Sebelas Maret, Surakarta LATAR BELAKANG Bahan pengawet merupakan bahan tambahan makanan yang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen. Dengan demikian pengawet diperlukan dalam pengolahan makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Hingga kini, penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah semakin luas, tanpa mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen. Sesuai SK Menkes RI No. 722 th 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Food and Drugs Administration (FDA), keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan pengawet. Jika dicerna oleh manusia atau hewan, termasuk potensi menyebabkan kanker. Pengawet tidak boleh digunakan untuk mengelabui konsumen dengan merubah tampilan makanan dari seharusnya. Contohnya pengawet yang mengandung sulfite dilarang digunakan pada daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada daging sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut merupakan daging segar atau sudah tidak segar lagi.

Upload: chemicalyayang2932

Post on 26-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

Proposal Lolos PKMM Dikti 2008. http://[email protected]

PELATIHAN PEMBUATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI

BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN

PADA MAKANAN DI KELURAHAN PUCANGSAWIT

Rosa Dewi Pratiwi, Ari Eka Suryaningsih, Siska Ela Kartika,

Fauzi Alhidayat, Heri Widodo.

Pembimbing

Budi Hastuti, S.Pd., M.Si.

Universitas Sebelas Maret, Surakarta

LATAR BELAKANG

Bahan pengawet merupakan bahan tambahan makanan yang dibutuhkan untuk

mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi

sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai

dengan harapan konsumen. Dengan demikian pengawet diperlukan dalam pengolahan

makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Hingga kini,

penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah semakin luas,

tanpa mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen.

Sesuai SK Menkes RI No. 722 th 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan,

yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah

atau menghambat fermentasi pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang

disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Food and Drugs Administration (FDA),

keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin

dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam

makanan dari penggunaan pengawet. Jika dicerna oleh manusia atau hewan, termasuk

potensi menyebabkan kanker.

Pengawet tidak boleh digunakan untuk mengelabui konsumen dengan merubah

tampilan makanan dari seharusnya. Contohnya pengawet yang mengandung sulfite

dilarang digunakan pada daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah

pada daging sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut

merupakan daging segar atau sudah tidak segar lagi.

Page 2: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

Akhir-akhir ini, hampir semua masyarakat di Indonesia mengalami rasa was-

was untuk mengonsumsi makanan, khususnya makanan basah seperti mie, bakso, dan

kemudian bertambah luas kekhawatiran itu, yakni takut mengonsumsi ikan segar dan

ikan yang diasinkan. Padahal, ikan segar maupun yang diasinkan selama ini

merupakan sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika itu

formalin menguat maka ketakutan pun menebar di seantero nusantara. Penyebab dari

semua kekhawatiran tersebut tidak lain karena jumlah makanan tersebut terdapat

kandungan berbahaya (racun) yang berupa formalin.

Para ahli menegaskan bahwa formalin adalah sama sekali bukan bahan

pengawet pada makanan dan justru racun yang berbahaya bagi yang

mengonsumsinya, baik dalm jumlah sedikit apalagi banyak. Kasus ditemukannya

formalin dalam beberapa produk makanan, tidak hanya menyadarkan masyarakat

untuk lebih selektif dan mengonsumsi makanan. Namun, di sisi lain juga membuat

kita meninjau kembali bagaimana seharusnya penggunaan pengawet dalam makanan

dan produk olahan lainnya. Hal ini menimbulkan wacana terhadap alternatif bahan

pengawet yang lebih aman bagi kesehatan tubuh manusia.

Saat ini budidaya udang telah berkembang dengan pesat sehingga udang

dijadikan komoditas ekspor non migas yang dapat dihandalkan dan merupakan biota

laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang pada umumnya dimanfaatkan sebagai

bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi. Udang di Indonesia pada umunya

diekspor ke luar negeri setelah dibuang kepala, ekor, dan kulitnya.

Di pasar Gede Surakarta, setiap harinya dapat menghasilkan satu ton limbah

udang. Limbah ini biasanya di jual Rp 5.000 tiap 50 kg yang nantinya akan

dimanfaatkan untuk pakan bebek. Sebenarnya limbah ini dapat bernilai ekonomis

tinggi jika dimanfaatkan menjadi senyawa chitosan. Chitosan dari limbah udang ini

dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet alami. Chitosan adalah produk turunan

dari polimer kitin, yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan,

khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35%-50% dari total

berat udang. Kadar chitin dalam berat udang berkisar antara 60%-70% dan bila

diproses menjadi chitosan menghasilkan 15%-20%. Kulit udang mengandung protein

(25%-40%), kitin (15%-20%) dan kalsium karbonat (45%-50%) (Marganof, 2003).

Kadar kitin dalam berat udang bekisar 60%-70% dan bila diproses menjadi khitosan

menghasilkan yield 15%-20%. Khitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa

dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2. Kemampuan dalam menekan

Page 3: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

pertumbuhan bakteri disebabkan khitosan memiliki poli kation bermuatan positif yang

mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Allan dan Hadwiger, 1979

dalam El Grauth et al. 1991).

Chitosan yang ada di Indonesia adalah hasil ekspor dari India, Korea dan

Jepang. Indonesia sebagai negara penyedia udang seharusnya mampu mengolah

limbah udang yang dihasilkan menjadi chitosan karena murah dan pembuatannya

relatif mudah. Oleh karena itu kami tergerak untuk mengadakan penyuluhan

pembuatan khitosan di Kelurahan Pucangsawit, Surakarta. Masyarakat Pucangsawit

mendukung sepenuhnya rencana ini karena selain memberi ilmu pengetahuan bagi

masyarakat tetapi juga membantu mengatasi problem dampak pencemaran limbah

udang khususnya bau dan estetika lingkungan karena selama ini sisa limbah udang

banyak yang dibiarkan membusuk begitu saja. Limbah yang sebanyak itu, jika tidak

ditangani secara tepat, akan meningkatkan biological oxygen demand dan chemical

oxygen demand yang akan merugikan kesehatan manusia.

TUJUAN KEGIATAN

1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat Kelurahan Pucangsawit tentang

jenis-jenis pengawet makanan yang tidak aman untuk kesehatan.

2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat Kelurahan Pucangsawit tentang

bahaya yang ditimbulkan oleh bahan pengawet tersebut bila dikonsumsi

manusia.

3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat Kelurahan Pucangsawit bahwa

Chitosan merupakan salah satu jenis pengawet makanan alami yang aman

dikonsumsi?

4. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat Pucangsawit bahwa limbah

udang dapat dimanfaatkan sebagai Chitosan.

5. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat Pucangsawit tentang cara

mengolah limbah udang untuk dimanfaatkan sebagai Chitosan.

LUARAN YANG DIHARAPKAN

1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat Kelurahan Pucangsawit tentang jenis-

jenis pengawet makanan yang tidak aman bagi kesehatan serta bahaya yang

ditimbulkan dari penggunaan pengawet tersebut.

Page 4: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

2. Adanya peningkatan pengetahuan masyarakat Kelurahan Pucangsawit tentang

Chitosan sebagai pengawet makanan alami yang aman bagi kesehatan.

3. Adanya pengetahuan masyarakat Kelurahan Pucangsawit bahwa limbah udang

dapat digunakan sebagai alternatif pembuatan Chitosan.

4. Jasa pelatihan pembuatan Chitosan dari limbah udang sebagai bahan pengawet

alami untuk memperlama daya simpan pada makanan .

5. Chitosan dari limbah udang yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet

alami ataupun dijadikan sebagai alternatif berwirausaha.

KEGUNAAN PROGRAM

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat Kelurahan Pucangsawit tentang jenis-

jenis pengawet makanan yang tidak aman bagi kesehatan serta bahaya yang

ditimbulkan dari penggunaan pengawet tersebut.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat Kelurahan Pucangsawit tentang

Chitosan sebagai pengawet makanan alami yang aman bagi kesehatan.

3. Memotivasi masyarakat Kelurahan Pucangsawit agar senantiasa memilih

pengawet alami yang aman untuk kesehatan dalam memperlama daya simpan

makanan.

4. Memotivasi masyarakat Kelurahan Pucangsawit agar dapat memproduksi

Chitosan sendiri yang dapat dijadikan wirausaha baru.

GAMBARAN MASYARAKAT SASARAN

Daerah Pucangsawit terletak di pinggiran kota Surakarta. Masyarakat di

Kelurahan Pucangsawit ini memiliki 15 RW dan 56 RT. Ada 13.677 jiwa yang tinggal

disini. Setengah dari penduduknya masuk dalam usia produktif. Namun, masih

banyak usia produktif yang tidak produktif. Ada 650 jiwa usia 20 tahun sampai 30

tahun yang masih berstatus pengangguran. Pendidikan di masyarakat ini masih

tergolong rendah. Mayoritas masyarakatnya hanya lulus SD dan tidak tamat SD.

Hanya 2.200 jiwa yang lulus SMU dan ironisnya ada 450 jiwa yang tidak sekolah. Hal

ini berdampak pada pola hidup mereka. Secara ekonomi kehidupan mereka menengah

ke bawah. Mata pencaharian mereka beragam. Namun, mayoritas adalah buruh baik

buruh bangunan ataupun buruh pabrik dan pedagang, sebagian kecil yang lain sebagai

pegusaha, pensiunan dan pegawai negeri sipil. Walaupun tingkat pendidikan mereka

rendah namun antusias mereka untuk maju dan berkembang sangatlah tinggi. Hal ini

Page 5: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

terbukti dengan keaktifan mereka mengikuti penyuluhan-penyuluhan seperti

penyuluhan kesehatan, lingkungan dan ketrampilan yang biasanya diadakan satu

bulan sekali di Kelurahan. Perkumpulan ibu-ibu PKK dan karang taruna Kelurahan

Pucangsawit juga masih aktif dilakukan.

Kita tahu bahwa makanan yang diperjualbelikan saat ini jarang sekali yang

murni, tanpa bahan pengawet. Padahal banyak diantara masyarakat yang sudah sering

menggunakan dan mengonsumsi bahan pengawet tanpa mengetahui bahan pengawet

itu aman atau tidak. Masih banyak masyarakat yang acuh terhadap masalah ini, di

Pasar Gede Surakarta misalnya masih banyak ditemukan makanan yang seharusnya

tidak layak jual karena tak layak konsumsi. Daging yang tidak terjual habis dalam

satu hari kemudian disuntik dengan pengawet sehingga tampilan daging masih tetap

segar, padahal masyarakat belum mengetahui dengan pasti apakah bahan pengawet

yang digunakan aman dikonsumsi.

Oleh karena itu kami tergerak untuk mengadakan penyuluhan pembuatan

Chitosan dari limbah udang sebagai bahan pengawet alami di Kelurahan Pucangsawit.

Penyuluhan ini dilaksanakan dengan mengumpulkan ibu-ibu PKK, remaja karang

taruna dan pedagang makanan (tahu, mie, daging, dan ikan segar). Dengan adanya

penyuluhan ini diharapkan seluruh elemen masyarakat Pucangsawit menjadi lebih

selektif memilih bahan pengawet dan menanamkan sifat produktif khususnya untuk

mereka yang masih menganggur dengan berwirausaha membuat Chitosan. Bahan

baku Chitosan adalah limbah udang, bahan ini mudah didapatkan di pasar Gede

Surakarta yang letaknya hanya 10 km dari Pucangsawit. Hal ini dapat membantu

masalah lingkungan yang selama ini belum teratasi karena limbah udang yang saat ini

belum ditangani dengan baik hanya mengganggu estetika lingkungan dan bau.

METODE PELAKSANAAN PROGRAM

1. Ceramah dan Penyuluhan

Metode ceramah digunakan untuk memberikan pengetahuan tentang jenis-

jenis pengawet makanan yang tidak aman untuk dikonsumsi dan bahaya yang

ditimbulkan dari penggunaan pengawet tersebut serta menjelaskan bahwa

Chitosan merupakan salah satu alternatif pengawet alami yang aman bagi

kesehatan sekaligus cara pembuatannya.

Page 6: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

2. Tanya jawab

Selain ceramah dan penyuluhan juga diadakan sesi tanya jawab berkaitan

dengan materi yang disampaikan.

3. Observasi langsung

Observasi langsung dilakukan dengan mendatangi langsung daerah tempat

pengabdian untuk memperoleh data.

4. Work Shop

Work shop dilakukan dengan cara praktik langsung pembuatan Chitosan dari

limbah udang.

PEMBUATAN KHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN

PENGAWET ALAMI PADA MAKANAN

a.Deproteinasi

Diblender

sampai halus

Diayak

Direndam dalam larutan

NaOH 1M perb 1: 5 untuk

cangkang: larutan dikeringkan

Limbah udang

basah dikeringkan

Mengaduk 1 jam

Dipanaskan 90 C

selama 1 jam didinginkan

Dicuci dengan air

samapi Ph netral

Page 7: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

b. Demineralisasi

Mengaduk 1 jam

Dipanaskan 90 C

selama 1 jam

Limbah udang hasil

deproteinasi

Didinginkan dan

disaring

Dicuci dengan air

samapi pH netral

Dikeringkan

Direndam dalam larutan

CH3COOH 1M perb 10: 1 untuk

pelarut: hasil deproteinasi

kitin

Page 8: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

c. Khitin menjadi Chitosan

d. Proses pengawetan makanan

Chitosan yang sudah jadi dilarutkan dalam asam cuka perdagangan 15%

kemudian diaduk selama 5 menit dan oleskan Chitosan tersebut pada

makanan.

Mengaduk 1 jam

kitin

Didinginkan dan

disaring

Dicuci dengan air

sampai pH netral

Dikeringkan

Direndam dalam larutan NaOH

1M perb 20: 1 untuk pelarut: kitin

(hasil tahap demineralisasi)

Chitosan

Dipanaskan140 C

selama 90 menit

Page 9: chitosan-pengawet-makanan-alami1_2.pdf

GAMBAR CHITOSAN

Udang kering diblender Chitosan Pengawetan tahu dengan

Chitosan