potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode tpc

23
I.PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perlu kita ketahui bahwa, bahan pangan secara umum memiliki sifat mudah rusak, sehingga memiliki waktu simpan yang relative pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan tersebut tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan makanan tersebut, selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan). Masalah tersebut menyebabkan berbagai metode pengawetan pangan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Suatu penggunaan bahan pengawet pada makanan memiliki keuntungan dan kerugian. Di satu sisi dengan adanya pengawet, bahan makanan dapat dibebaskan dari aktivitas mikrobia baik yang bersifat patogen maupun yang menyebabkan kerusakan bahan pangan. Bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang akan masuk bersama makanan. Penggunaan bahan pengawet bila dosisnya tidak diatur, akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya.

Upload: henry-lahagu

Post on 15-Feb-2016

55 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

wkwk

TRANSCRIPT

Page 1: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perlu kita ketahui bahwa, bahan pangan secara umum memiliki sifat mudah

rusak, sehingga memiliki waktu simpan yang relative pendek. Makanan dapat

dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan

makanan tersebut tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau

kebusukan makanan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim

yang ada pada bahan makanan tersebut, selain itu perubahan secara fisika-kimia juga

dapat memengaruhi kebusukan makanan). Masalah tersebut menyebabkan berbagai

metode pengawetan pangan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan bahan

pangan.

Suatu penggunaan bahan pengawet pada makanan memiliki keuntungan dan

kerugian. Di satu sisi dengan adanya pengawet, bahan makanan dapat dibebaskan dari

aktivitas mikrobia baik yang bersifat patogen maupun yang menyebabkan kerusakan

bahan pangan. Bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang

merupakan bahan asing yang akan masuk bersama makanan. Penggunaan bahan

pengawet bila dosisnya tidak diatur, akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya.

Salah satu senyawa alami yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan

pengawet alami adalah kitosan yang berasal dari limbah kulit udang. Kitosan adalah

senyawa organik turunan kitin, berasal dari biomaterial kitin yang dewasa ini banyak

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain membersihkan dan menjernihkan

air, serta pengawet bahan makanan.

Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya

yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak, selain itu, kitosan

juga sekaligus melapisi produk yang diawetkan, sehingga terjadi interaksi yang

minimal antara produk dan lingkungan Kitosan tidak beracun, mudah mengalami

biodegradasi dan bersifat polielektrolitik.

Kitosan dapat diperoleh dari beberapa makhluk hidup. Salah satu sumber

kitin/kitosan yang melimpah adalah kulit udang. Udang merupakan salah satu bahan

Page 2: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

pangan yang banyak disukai. Pada penelitian yang akan dilakukan, kulit udang dogol

akan digunakan sebagai sumber kitosan. Kulit udang dogol berpotensi digunakan

sebagai sumber kitosan karena udang dogol merupakan salah satu jenis udang di

Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara mengaplikasikan kitosan dalam makanan uji ?

2. Bagaimana kitosan dengan kontrol sebagai pengawet makanan ?

3. Bagaimana kerusakan bahan pangan dengan uji organoleptik dan metode

TPC?

1.3 TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengaplikasikan kitosan dalam makanan uji (sampel)

2. Mengamati dan membandingkan potensi kitosan dengan kontrol sebagai

pengawet makanan

3. Mengetahui identifikasi kerusakan bahan pangan dengan uji organoleptik dan

metode TPC

1.4 MANFAAT PRAKTIKUM

1. Praktikan dapat mengaplikasikan kitosan dalam makanan uji (sampel)

2. Praktikan dapat mengamati dan membandingkan potensi kitosan dengan

kontrol sebagai pengawet makanan

3. Praktikan dapat mengetahui cara identifikasi kerusakan bahan pangan dengan

uji organoleptik dan metode TPC

Page 3: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KITOSAN

Khitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan

kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.

Chitosan merupakan produk diasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan

enzim kitin diacetilase (Rismana,2001). Chitosan (CS), derivat deasetilasi dari chitin

terdiri atas satuan-satuan glukosamine yang terpolimerisasi oleh rantai ß-1,4-

glikosidic (Simunek et al,2006). Chitosan (poli-ß-1,4-glucosamine) disiapkan secara

komersial dengan deasetilase basa kitin yang didapat dari eksoskeleton crustacea

laut, chitosan mempunyai nilai pKa kiira-kira 6,3 pada nilai pH lebih rendah,

molekulnya bersifat kation karena protonasi dari grup amino. Laporan selanjutnya,

terindikasikan bahwa ketika chitosan dilarutkan dalam garam, air suling, atau media

labolatorium, menunjukkan aktivitas antimikrobial melawan strain-strain berfilamen

dari fungi, yeast, bakteri (Rhoades and Roller,2000).

Chitosan (poly-β-1,4-glucosamine) adalah serat alami yang dibuat dari kulit

udang/rajungan dengan struktur molekul menyerupai selulosa (serat pada sayuran dan

buah-buahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2, dimana gugus hidroksi (OH)

pada C-2 digantikan oleh gugus amina (NH2).

Gambar 1. Stuktur Molekul Chitosan

Chitosan adalah produk alamiah yang merupakan turunan dari polisakarida

chitin. Pada chitosan terdapat gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, sehingga

chitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Chitosan juga dapat digunakan

sebagai pengawet alami yang dapat melapisi (coating) agar kandungan bahan

makanan tidak keluar. Chitosan yaitu chitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya

Page 4: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer D-

glukosamin yang mampu berikatan dengan protein. Pemberian chitosan yang tinggi

meningkatkan kadar protein di dalam bahan, hal ini disebabkan oleh kemampuan

chitosan berikatan dengan asam amino sehingga terjadi perubahaan pada strukrur

asam amino itu sendiri. Naiknya kadar protein disebabkan karena molekul chitosan

memiliki gugus N yang sama dengan protein sehingga chitosan mampu berikatan dan

membentuk senyawa asam amino yang banyak. Kemampuan chitosan yang dapat

mengabsorbsi air, sehingga kadar air menurun yang dapat meningkatkan pengawetan

bahan. Pengikatan air mengakibatkan menurunnya aktivitas mikroba karena mikroba

tidak dapat menggunakan air pada bahan makanan sehingga pertumbuhannya

terhambat. Pemberian chitosin pada bahan pangan dapat meningkatakna kadar

protein, kadar lemak sebaliknya kadar air mengalami penurunan.

2.2 Demineralisasi

Demineralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kadar mineral (CaCO3)

dengan menggunakan asam konsentrasi rendah seperti asam klorida, untuk

mendapatkan kitin (Yunizal dkk., 2001). Mineral organik yang terikat pada bahan

dasar, yaitu CaCO3 sebagai mineral utama dan Ca(PO4)2 dalam jumlah minor.

Menurut Hartati (2002), pada proses demineralisasi perbandingan antara pelarut dan

cangkang udang adalah 6 : 1. Selanjutnya diaduk sampai merata dan didiamkan

selama 13 jam. Kemudian dipanaskan pada suhu 90°C selama satu jam. Larutan lalu

disaring dan didinginkan sehingga diperoleh residu padatan yang kemudian dicuci

dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80°C selama 24 jam atau

dijemur sampai kering. Kitin dari hasil isolasi berbentuk serbuk maupun serpihan

(Hartati, 2002).

2.3 Deproteinase

Deproteinasi merupakan tahap awal dari isolasi kitin. Deproteinasi bertujuan

mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan pemanasan

yang cukup (Yunizal dkk., 2001). Larutan alkali encer yang digunakan seperti NaOH

Page 5: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

dan KOH. Namun lebih sering digunakan NaOH karena lebih mudah dan efektif.

Larutan NaOH digunakan untuk melarutkan protein yang terkandung di dalam kulit

udang (Eka, 2007). Efektifitas prosesnya tergantung pada suhu dan konsentrasi

NaOH yang digunakan.

2.4 Deasetilasi

Deasetilase (CDA) merupakan salah satu enzim pendegradasi kitin selain

kitinase. Perbedaanya yaitu, kitinase adalah enzim yang dapat menghidrolisis kitin

secara acak pada ikatan glikosidiknya, sedangkan kitin deasetilase adalah enzim yang

dapat mengkonversi kitin menjadi kitosan. Degradasi kitin untuk menghasilkan

kitosan dapat dilakukan secara termokimia dengan menggunakan alkali kuat pada

suhu tinggi. Dengan menggunakan proses ini, hasil yang diperoleh belum memuaskan

karena mutu kitosan yang dihasilkan masih beragam. Selain itu, proses termokimia

juga menghasilkan limbah dan produk samping yang berpotensi menjadi toksikan

bagi lingkungan (Tsigos et al., 2000). Degradasi kitin untuk menghasilkan kitosan

juga dapat dilakukan secara enzimatis yaitu menggunakan enzim kitin deasetilase

(CDA). Keunggulan dari teknik ini yaitu lebih mudah dikendalikan, terurai secara

biologis (biodegradable), sesuai lingkungan (biocompatible) dan dapat membentuk

oligomer atau polimer (Tsigos et al., 2000).

Enzim kitin deasetilase (CDA) dapat ditemukan pada bakteri, kapang, kamir,

cacing dan serangga yang mempunyai kandungan kitosan pada dinding sel atau

eksoskeletonnya. Proses enzimatis diharapkan akan lebih mudah dikendalikan, lebih

efisien, spesifik dan meminimalkan produk samping. Sejumlah penelitian telah

dilakukan untuk mengisolasi, mempurifikasi dan mengkarakterisasi kitin deasetilase

dari sejumlah mikroba. Aplikasi enzim ini pada berbagai jenis dan kondisi substrat

masih memberikan hasil yang beragam dengan parameter hasil yang belum

memuaskan (Tsigos et al., 2000).

Page 6: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

2.5 Manfaat Chitosan

Chitosan mempunyai kegunaan yang sangat luas, tercatat sekitar 200 jenis

penggunaannya, dari industri pangan, bioteknologi, farmasi, dan kedokteran, serta

lingkungan. Di industri penjernihan air, kitin telah banyak dikenal sebagai bahan

penjernih. Kitin juga banyak digunakan di dunia farmasi dan kosmetik, misalnya

sebagai penurun kadar kolesterol darah, mempercepat penyembuhan luka, dan

pelindung kulit dari kelembaban.

Sifat chitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi

lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya.

Chitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehinga lemak

dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori. Sifat

khas chitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan LDL

kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serm darah.

Peneliti Jepang menjuluki chitosan sebagai suatu senyawa yang menunjukkan zat

hipokolesterolmik yang sanagt efektif. Dengan kata lain, chitosan mampu

menurunkan tingkat kolesterol dalam serum denagn efektif dan tanpa menimbulkan

efek samping (Rismana,2001).

Beberapa tahun yang lalu, chitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan

penggunaannya untuk aplikasi biomedis, seperti artificial skin, penembuh luka, anti

koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber.

Baru-baru ini, penggunaan chitosan dan derivatnya telah diterima banyak perhatian

sebagai tempat penggantungan sementara untuk proses mineralisai, atau pembentukan

tulang stimulin endokrin (Irawan,2007).

Page 7: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

II. MATERI & METODE

3.1 MATERI PRAKTIKUM

3.1.1 Waktu & Tempat Praktikum

Hari/Tanggal : Kamis 3 Desember 2015

Waktu : 16.00 – 21.00

Tempat : Lab. Kimia, Gedung E Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

3.1.2 Alat Praktikum

Tabel 1. Alat

No Nama Alat Gambar Fungsi

1. Gelas Baker Sebagai wadah campuran

2.Pengaduk Alat menghomogenkan

campuran

3. ThermometerIndikator suhu/pengukur

suhu

4. Kompor Alat pemanas campuran

Page 8: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

5.Loyang Wadah saat pengeringan

sampel

6.Tissue

Untuk membersihkan wadah

7.Kertas Saring

Untuk menyaring sampel

8.Alat Tulis Untuk mencatat hasil

praktikum

3.1.3 Bahan Praktikum

Tabel 2. Bahan

No Nama Bahan Gambar Fungsi

1.Cangkang Kerang

Sebagai sampel uji

2.Hcl 1 N Pelarut dalam proses

demineralisasi

Page 9: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

3.N2OH 3,5% Pelarut dalam proses

deproteinase

4.NaoH Pelarut dalam proses

deasetilisasi

5 H2O2

Pelarut dalam proses

bleaching

6 AquadestPembilas untuk

menetralkan pH

3.2 Metode Praktikum

3.2.1 Demineralisasi

Disiapkan cangkang kerang yang telah dihaluskan,

ditimbangkan sebanyak 300 gram lalu dimasukkan

ke gelas beker.

HCL 1N disiapkan sebanyak 900mL kemudian

campurkan ke dalam gelas beker yang sudah berisi

bubuk cangkang

Page 10: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

3.2.2 Deproteinase

Campuran tersebut dipanaskan 90ºC selama 60

menit sembari diaduk secara berkala agar proses

demineralisasi berlangsung dengan sempurna.

Setelah dipanaskan, campuran tersebut disaring

menggunakan kertas saring

Kemudian sampel di bilas menggunakan aquades

atau dicuci 3-5 kali untuk menetralkan pH dan

dianginkan

1800 ml NaOH 3,5% ditambahkan ke cangkang

kerang yang sudah di demineralisasi.

Kemudian campuran dipanaskan dengan suhu

90oC dan di aduk secara berkala agar proses

deproteinase berlangsung secara sempurna

(selama 60 menit).

Page 11: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

3.2.3 Proses Deasetilasi

Kitin ditambahkan dengan NaOH, lalu dipanaskan pada suhu

80o C selama 1 jam

Kitin yang sudah dipanaskan berubah

menghasilkan kitosan

Lalu, kitosan dicuci menggunkan aquadest sebanyak 2

kali dan disaring

Masukkan kembali larutan NaOH 35% sebanyak

90 pada sisa bubuk cangkang yang ada di gelas

beker. kemudian di panaskan dengan suhu 90ºC

kembali selama 30 menit.

Setelah 30 menit pemanasan, campuran di

dekantasi menggunakan kertas saring.

Sampel di bilas menggunakan aquadest sampai pH

netral.

Page 12: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

Selanjutnya, kitosan dikeringkan di atas alumunium

foil dan dihasilkan bubuk/ serbuk kitosan.

Page 13: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

III. HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan kitosan dengan 2 tekstur yang

berbeda yaitu dengan tekstur kasar (gambar 1.) dan tekstur halus (gambar 2.).

Gambar 1. Kitosan dengan tekstur kasar

Gambar 2. Kitosan dengan tekstur halus

Page 14: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

4.2 PembahasanBerdasarkan praktikum yang dilakukan, produk kitin dan kitosan dibuat

dari bahan dasar cangkang kerang. Cangkang kerang yag digunakan adalah

kerang simping, warna cangkang kerang simping yang berwarna merah muda

kecoklatan, menjadikan hasil produk kitin masih berwarna putih kecoklatan.

Kitin merupakan bahan yang mirip dengan sellulosa yang sama-sama memiliki

sifat-sifat dalam hal kelarutannya dan reaktifitasnya yang rendah. Kitin yang

berwarna putih, keras, tidak elastis, polisakarida yang mengandung nitrogen.

Kitin dapat larut dalam HCl, H2SO4, H3PO4, dikoloroasetat, trikloroasetat dan

asam formiat. Kitin juga larut dalam larutan pekat garam netral yang panas

(Synowiecki,2003).

Bentuk kitin masih dalam bentuk basah karena tidak sampai pada tahap

pengeringan. Untuk memperoleh hasil produk kitosan, dilakukan bleaching

agar hasil produk kitosan berwarna putih. Kitosan adalah padatan amorf putih

yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu.

Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi.

Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai

vikositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil destilasi kitin, larut

dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat

membentuk gel dalam n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam

formulasi pelepasan obat terkendali.

Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat

deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus

amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan

Nasilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting (Kumar, 2000).

Hasil produk kitosan berupa serbuk putih halus.

Page 15: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

IV. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum Potensi Kitosan Sebagai Pengawet Alami

Makanan Menggunakan Metode TPC (Total Plate Counter), dapat diambil beberapa

kesimpulan yaitu :

1. Kitosan digunakan sebagai pengawet alami pada bahan makanan tahu

2. Kitosan mampu mengawetkan tahu dan tidak mengubah citarasa dari tahu

3. Pengamatan bakteri pada media dilakukan dengan metode TPC (Total Plate

Contol) dan jumlah bakteri banyak ditemukan pada bahan uji yang tidak

memakai kitosan sebahgai pengawet

5.2 Saran

Setelah melakukan praktikum Potensi Kitosan Sebagai Pengawet Alami

Makanan Menggunakan Metode TPC (Total Plate Counter), dapat diambil beberapa

saran yaitu :

1. Asisten sebaiknya mendampingi praktikan saat melakukan praktikum

2. Modul disesuaikan dengan sistematika praktikum

Page 16: potensial chitosan dan karagenan sebagai pengawet alami makanan menggunakan metode TPC

DAFTAR PUSTAKA

Altschul, A.M. 1976. New Protein Food. Academic Press Ltd. London

Eka rahmawati. 2007. Pemanfaatan Kitosan Hasil Deasetilasi Kitin Cangkang

Bekicot Sebagai Adsorben Zat Warna Remazoll Yellow. Sripsi. Jurusan Kimia.

Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

Hartati, F. K., 2002. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Deproteinasi

Menggunakan Enzim Protease Dalam Kitin Dari Cangkang Rajungan (Portunus

Pelagicus), Biosain, 2.

Muzzarelli RAA. Chitin. Oxford: Pergamon Press; 1977. Prashanth KVH,

Tharanathan RN. Chitin/chitosan: modifications and their unlimited application

potential—an overview. Trends Food Sci Technol 2007;18:117–31.

Rinaudo, M., 2006, Chitin and Chitosan: Properties and Applications, Prog. Polym.

Sci., 31, 603–632.

Tsigos I, Bouriotis V (1995) Purification and characterization of chitin deasetilase

from Colletotrichum lindemuthianum. J Biol Chem, 270: 26286-26291 Winan.

2010. Chitin & Chitosan. Winan08’s blog

(http://winan08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/chitin-chitosan/,diakses tanggal 12

Desember 2015)

Yunizal et al, (2001), "Extraction of Chitosan from the Head White shrimp

(Penaeus merguensis). "J. Agric. Vol. 21 (3), p 113-117