character building punyo yuk ita

104
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang terjadi secara terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah jati diri seorang siswa untuk lebih maju dan berkembang dalam ilmu pengetahuan. Dengan adanya perkembangan zaman, dunia pendidikan terus berubah secara signifikan sehingga banyak merubah pola piker banyak orang, dari pola pikir yang masih sederhana menjadi lebih modern. Dan hal ini sangat berpengaruh pada kemajuan pendidikan di Indonesia . Di zaman sekarang ini, banyak sekolah-sekolah yang sudah jarang nilai-nilai luhur pancasila terhadap para siswa. Contoh yang paling mudah didapatkan adalah guru sudah tidak dekat dengan murid begitu pun juga dengan halnya siswa-siswi. Banyak di antara mereka yang acuh tak acuh terhadap keberadaan guru. Situasi dan lingkungan yang tidak baik seperti ini akan menjadi faktor pemicu pembentukan karakter seorang siswa ke arah yang menyimpang. Hilangnya nilai saling menghormati, sopan santun, kepedulian, dan lain-lain. Oleh karena itu, tidaklah aneh jika siswa-siswi belakangan ini banyak diberitakan tawuran antarsekolah, bullying, pelecehan seksual, dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya karakter berkebangsaan pada generasi muda sekarang ini. Mungkin hal ini terlihat mengerikan tetapi pada 1

Upload: hendra-wijaya-saputra

Post on 05-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Character building

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1. 1. Latar BelakangPendidikan merupakan suatu proses yang terjadi secara terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah jati diri seorang siswa untuk lebih maju dan berkembang dalam ilmu pengetahuan. Dengan adanya perkembangan zaman, dunia pendidikan terus berubah secara signifikan sehingga banyak merubah pola piker banyak orang, dari pola pikir yang masih sederhana menjadi lebih modern. Dan hal ini sangat berpengaruh pada kemajuan pendidikan di Indonesia.Di zaman sekarang ini, banyak sekolah-sekolah yang sudah jarang nilai-nilai luhur pancasila terhadap para siswa. Contoh yang paling mudah didapatkan adalah guru sudah tidak dekat dengan murid begitu pun juga dengan halnya siswa-siswi. Banyak di antara mereka yang acuh tak acuh terhadap keberadaan guru. Situasi dan lingkungan yang tidak baik seperti ini akan menjadi faktor pemicu pembentukan karakter seorang siswa ke arah yang menyimpang. Hilangnya nilai saling menghormati, sopan santun, kepedulian, dan lain-lain. Oleh karena itu, tidaklah aneh jika siswa-siswi belakangan ini banyak diberitakan tawuran antarsekolah, bullying, pelecehan seksual, dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya karakter berkebangsaan pada generasi muda sekarang ini. Mungkin hal ini terlihat mengerikan tetapi pada kenyataannya hal inilah yang terjadi dan seharusnya kita menentangnya.

Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang serta nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti, sebaliknya bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang tidak atau kurang berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang baik.

Munculnya pendidikan karakter ini dilatarbelakangi oleh semakin terkikisnya karakter sebagai bangsa Indonesia, dan sekaligus sebagai upaya pembangunan manusia Indonesia yang berakhlak budi pekerti yang mulia. Maka dari itu, perlu dicetuskan pendidikan karakter bangsa sebagai wujud pendidikan karakter kebangsaan kepada peserta didik.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan karakter seharusnya tidak berdiri sendiri tetapi berintegrasi dengan pelajan-pelajaran yang ada dengan memasukkan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa Indonesia. Pendidikan karakter bangsa dapat dimulai dengan menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada para siswa berdasarkan nilai moral yang luhur serta pembiasaan yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Para pelajar seharusnya dipertegas dalam proses pendidikannya agar jati diri atau karakter bangsa tidak hilang.Di era globalisasi yang di tandai dengan kemajuan dunia ilmu informasi dan teknologi, memberikan banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang. Dunia pendidikan yang secara filosofis di pandang sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik (humanisasi), sekarang sudah mulai bergeser atau disorientasi. Demikian terjadi salah satunya dikarenakan kurang siapnya pendidikan untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat. Sehingga pendidikan mendapat krisis dalam hal kepercayaan dari masyarakat, dan lebih ironisnya lagi bahwa pendidikan sekarang sudah masuk dalam krisis pembentukan karakter (kepribadian) secara baik. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya. Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai (transfer of value). Artinya bahwa Pendidikan, di samping proses pertalian dan transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangka internalisasi nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi pendidikan. Perlu kita sadari bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan juga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan sistem sosial disebabkan di dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu dengan cara melakuakan perubahan-perubahan susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri. Sehingga pendidikan sebagai agen perubahan sosial diharapkan peranannya mampu mewujudkan perubahan nilai-nilai sikap, moral, pola pikir, perilaku intelektual, ketrampilan, dan wawasan para peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.1. 2. Rumusan MasalahBerdasarkan deskripsi di atas, maka dapat ditarik rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanapengertian pendidikan dan pembentukan karakter?2. Bagaimana hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter?3. Bagaimana implementasi pendidikan karakter?

1. 3. Tujuan PenulisanDari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis menulis makalah ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan dan pembentukan karakter.

2. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter.

3. Untuk menambah wawasan khasanah keilmuan tentang wacana implementasi pendidikan karakter.

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Konsep Dasar Pendidikan dan Karakter 2.1.1. Pengertian PendidikanPendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Berbicara pendidikan sangat erat kaitannya dengan kemajuan peradaban manusia. Karena pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tidak pernah bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara alamiah. Dalam hal ini, pendidikan bukanlah proses yang diorganisasikan dan direncanakan secara sistematis, melainkan merupakan bagian kehidupan yang memang telah berjalan sejak manusia itu ada. Kedua, pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara di segaja, direncanakan, dan didesain dengan sistematis berdasarkan aturan-aturan yang berlaku terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.

Tujuan-tujuan pendidikan misalnya secara umum orang memahami bahwa tujuan pendidikan adalah mengarahkan manusia agar berdaya, berpengetahuan, cerdas, serta memiliki wawasan ketrampilan agar siap menghadapi tantangan kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses pendidikan. Misalnya, kita sering memahami bersama secara universal bahwa pendidikan itu berkaitan dengan kegiatan yang terdiri dari proses dan tujuan berikut.1. Proses pemberdayaan (empowerment), yaitu ketika pendidikan adalah proses kegiatan yang membuat manusia menjadi lebih berdaya menghadapi keadaan yang lemah menjadi kuat.

2. Proses pencerahan (enlightment) dan penyadaran (conscientization), yaitu ketika pendidikan merupakan proses mencerahkan manusia melalui dibukanya wawasan dengan pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu.

3. Proses memberikan motivasi dan inspirasi, yaitu suatu upaya agar para peserta didik tergerak untuk bangkit da berperan bukan hanya sekedar karena arahan dan paksaan, melainkan karena diinspirasi oleh apa yang dilihatnya yang memicu semangat dan bakatnya.

4. Proses mengubah perilaku, yaitu bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai yang luhur dan ideal yang diharapkan mengatur perilaku peserta didik kearah yang lebih baik. Akan tetapi, proses realitas yang terjadi dan sering kita jumpai adalah proses danout putpendidikan tidak sesuai dengan cita-cita yang indah semacam itu. Mislanya, kita justru melihat realitas pendidikan yang terkesan menghasilkan manusia-manusia yang kehilangan potensi dirinya, manusia yang serakah, merusak dan penindas baru bagi kaum yang lemah, serta manusia-manusia yang justru mengisi sistem yang mengarahkan menuju tatanan yang malah tidak memanusiakan manusia.2.1.2. Pengertian Pembentukan KarakterHakekat karakater ialah Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.Sementara Winnie, memahami bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya denganpersonality. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Dalam hal ini akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral.

Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Untuk memahami makna pembangunan karakter dan mengapa hal itu penting, ada suatu kisah yang menarik yang akan penulis sampaikan. Suatu ketika, ada seorang pendidik yang mengusulkan kepada seorang kepala sekolah agar dalam penerimaan peserta didik baru tidak menggunakan tes ujian masuk dalam model apapun. Reaksi sang kepala sekolah menjadi tekaget-kaget luar biasa. Kalau penerimaan peserta didik baru tidak melalui tes terdahulu, pasti sekolah ini nanti akan banyak diisi oleh peserta didik yang bodoh-bodoh dan nakal-nakal. Terus bagaimana kualitas lulusan kita nanti. Demikian alasan sang kepala sekolah.

Kemudian, ia menjelaskan alasannya kepada kepala sekolah tersebut. Alasannya begini: para peserta didik baru itu pada dasarnya tidak ada yang bodoh, tidak ada yang nakal, tidak ada yang kekurangan sifatnya. Dengan demikian, setelah para peserta didik baru yang masuk tanpa tes itu diterima, mereka kemudian akan menjalani penelitian kecerdasan yang dimiliki masing-masing. Hal ini dalam istilah ilmi psikologi pendidikan disebutMulti Intelegences Research(MIR). Tindakan tersebut digunakan untuk mengetahui gaya belajar peserta didik, sebuah data yang sangat penting yang harus diketahui oleh para guru yang akan mengajar mereka.

Menurut penulis, cerita pendidik tersebut memang ada benarnya juga. Pendidikan adalah proses pembangunan karakter. Jadi, sudah seharusnya tak menjadi sebuah masalah bagi siapa pun yang akan masuk di dalamnya (sekolah). Pembangunan karakter adalah prose membentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik.Senada dengan kata-kata filosof kaliber Plato (428-347 SM), beliau mengatakan Jika Anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya sederhana: Pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berperilaku baik.2.1. 3. Pengertian Pendidikan Karakter

Kata karakter berasal dari bahasa Yunani to mark yang berarti menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Kata pendidikan berasal dari bahasa Latin Pedagogi, yaitu dari kata paid artinya anak dan agogos artinya membimbing. Jadi, istilah pedagogi dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar anak. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development.

Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen ,watak. Adapun berkarakter adalah Berkepribadian , berperilaku, bersifat , bermartabat, dan berwatak.

Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).

Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.

Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY ,2008) karakter mengacu kepada serangkaian sikap. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.2.1.4. Cara Membentuk Karakter

Membentuk karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Seorang siswa tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Ada tiga pihak yang mempunyai peran penting, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi. Pertama, seorang siswa mengerti baik dan buruk. Ia mengerti tindakan apa yang harus diambil serta mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Kedua, ia mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, seorang siswa tidak mau menyontek ketika ulangan tengah berlangsung. Karena menyontek adalah kebiasaan buruk, ia tidak mau melakukannya. Ketiga, siswa di dalam lingkungannya mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya.

Karakter-karakter yang baik harusnya dapat dipelihara. Hal pertama yang dapat dilakukan untuk membentuk karakter seorang siswa adalah dirumah. Ketika usia mereka di bawah tujuh tahun adalah masa terpenting dalam menanamkan karakter pada anak. Dalam hal ini, orang tua (keluarga) perlu menanamkan karakter tersebut sehingga pembangunan watak, akhlak atau karakter bangsa (nation and character building,), mulai tumbuh dan dapat berkembang dalam kesehariannya.

Selanjutnya, dalam membangun karakter seorang siswa, pihak sekolah perlu memperhatikan aturan dan tata tertib yang berlaku disekolah. Di era globalisasi ini, banyak sekolah yang sudah jarang sekali menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila sehingga hubungan antara guru dan siswa tidak begitu akrab. Begitu juga dengan banyaknya siswa yang acuh tak acuh dengan keberadaan guru, tidak menghormati guru, dan lain-lain. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu memperhatikan pembinaan sikap dan karakter masing-masing siswa dengan cara membina dan meningkatkan intelektualisme dan profesionalisme. Selain itu, pihak sekolah juga dapat menerapkan nilai-nilai karakter pada siswa dengan membuat aturan dan tata tertib yang dapat menumbuhkan karakter-karakter baik, misalnya dengan membuat kantin kejujuran. Dalam hal ini, sekolah dapat menumbuhkan karakter kejujuran pada setiap siswa. Pendidikan karakter sangat baik diterapkan, terutama bagi seorang siswa. Dengan adanya pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang siswa akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan seorang siswa dalam menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Selain itu, pendidikan karakter adalah kunci keberhasilan individu.

Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI (kejujuran dan rasa tanggung jawab), PIKIR (kecerdasan), RAGA (kesehatan dan kebersihan), serta RASA (kepedulian) dan KARSA (keahlian dan kreativitas).

2.1.5. Tujuan , Fungsi , dan Media Pendidikan Karakter Sebernarnya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan takut akan Tuhan. Adapun fungsi-fungsi pendidikan karakter, antara lain:

a. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik , dan berperilaku baik.

b. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.

c. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Pendidikan karakter di lakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

2.1.6. Dampak Pendidikan Karakter

Berdasarkan buletin Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership, diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Begitu juga halnya dengan buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001). Buku ini mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Seorang siswa yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Siswa yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis. 2.1.7. Prinsip PendidikanKarakterBerikut ini adalah 11 prinsip-prinsip pendidikan karakter.

a. Komunitas sekolah mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai inti etika dan kinerja sebagai landasan karakter yang baik.

b. Sekolah berusaha mendefinisikan karakter secara komprehensif, di dalamnya mencakup berpikir (thinking), merasa (feeling), dan melakukan (doing).

c. Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif, intensif, dan proaktif dalam pengembangan karakter.

d. Sekolah menciptakan sebuah komunitas yang memiliki kepedulian tinggi.(caring)

e. Sekolah menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswanya untuk melakukan berbagai tindakan moral (moral action).

f. Sekolah menyediakan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang, dapat menghargai dan menghormati seluruh peserta didik, mengembangkan karakter mereka, dan berusaha membantu mereka untuk meraih berbagai kesuksesan.

g. Sekolah mendorong siswa untuk memiliki motivasi diri yang kuat

h. Staf sekolah ( kepala sekolah, guru dan TU) adalah sebuah komunitas belajar etis yang senantiasa berbagi tanggung jawab dan mematuhi nilai-nilai inti yang telah disepakati. Mereka menjadi sosok teladan bagi para siswa.

i. Sekolah mendorong kepemimpinan bersama yang memberikan dukungan penuh terhadap gagasan pendidikan karakter dalam jangka panjang.

j. Sekolah melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter

k. Secara teratur, sekolah melakukan asesmen terhadap budaya dan iklim sekolah, keberfungsian para staf sebagai pendidik karakter di sekolah, dan sejauh mana siswa dapat mewujudkan karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.8. Indikator Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada siswa dan membiasakan mereka dengan kebiasaan yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Berikut 18 indikator pendidikan karakter bangsa sebagai bahan untuk menerapkan pendidikan karakter pada siswa:

a. Religius, adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagaiorang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

c. Toleransi, adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

d. Disiplin, adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja Keras, adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif, adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri, adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis, adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

j. Semangat kebangsaan, adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dankelompoknya.

k. Cinta tanah air, adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

l. Menghargai prestasi, adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat/komuniktif, adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai, adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya

o. Gemar membaca, adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial, adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung jawab, adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.2. Hubungan Antara Pendidikan dan Pembentukan KarakterManusiahanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukan diri (character) yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lain,begitu kata Immanuel Kant. Artinya bahwa, pendidikan dan pembentukan karakter sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai hal yang niscaya dan saling berhubungan.

John Dewey, misalnya, pada tahun 1961, pernah berkata juga. Sudah merupakan hal lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak atau karakter merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah.Pendidikan karakter pada hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar negara).

Sejalan dengan implementasi pendidikan karakter, UNESCO dalam empat pilar pendidikan secara implisit sebenarnya juga menyinggung perlunya pendidikan karakter. Seperti kita ketahui ada empat pilar pendidikan yang diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan diseluruh dunia, yang meliputi;learning to know, learning to do, learning to be,danlearning to live together. Dua pilar terakhirlearning to be,danlearning to live togetherpada hakekatnya adalah implementasi dari pendidikan karakter.

Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Pendidikan karakter dimulai dari lingkungan keluarga karena lingkungan inilah yang pertama kali dikenal oleh seseorang sejak ia lahir. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh karena merupakan dasar dari pembentukan karakter seseorang. Selanjutnya lingkungan tempat tinggal, lingkungan pergaulan dan sampai pada lingkungan pendidikan (sekolah).Pentingnya pendidikan karakter itu sendiri jika dilihat dari berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang mendahulukan hak pribadi daripada kewajiban sebagai bangsa. Pada akhirnya berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu tumbuhnya pandangan sempit seperti kesukubangsaan (ethnicity) dan unsur SARA lainnya. Kerancuan ini menyebabkan masyarakat frustasi dan cenderung meluapkan jati diri dan tanggung jawab tanpa kendali dalam bentuk "amuk massa atau amuk sosial".

Pentingnya proses Pendidikan Karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut:

Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong.

Dalam pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti yang sudah disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan Maka dengan adanya pendidikan karakter diharapkan dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena yang namanya pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang.

Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan yang diharapkan dengan adanya pendidikan karakter(character education)tersebut sesuai dengan Teori taksonomi Bloom dimana pendidikan memiliki tiga domaian yaitu Domaian Kognitif, Afektif Psikomotor atau menurut bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah lain dengan tiga domain yang maksudnya sama yaitu cipta, rasa dan karsa. Sebagaimana uraian diatas tersimpul bahwa ada 4 Pilar Dasar Nilai Moral yang tercermin dalam pendidikan karakter seperti dalam gambar berikut :

Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan. Pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan.2. 3. Posisi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan NasionalDalam kebijakan nasional ditegaskan, antara lain bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dipisahkan dari pembangunan nasional.

Secara ekplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3 menegaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Potensi peserta didik yang akan dikembangkan seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab pada hakikatnya dekat dengan makna karakter. Senada dengan sembilan pilar pendidikan karakter yang telah dilansir oleh Kementrian Pendidikan Nasional antara lain.(1). Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2). Kemandirian dan Tanggung jawab, (3). Kejujuran dan Diplomatis, (4). Hormat dan Santun, (5). Dermawan, Suka tolong menolong, dan Gotong royong, (6). Percaya diri dan Kerja keras, (7). Kepemimpinan dan Keadilan, (8). Baik dan Rendah hati, dan (9). Toleransi, Perdamaian, dan Kesatuan.

Disamping itu pelaksanaanya juga harus tetap memperhatikan K4 (kesehatan, kebersihan, kerapian, dan keamanan). Dengan demikian pengembangan potensi tersebut juga harus menjadi landasan implementasi pendidikan karakter di Indonesia.2. 4. Implementasi Pendidikan Karakter di IndonesiaSebelum pada implementasi di Indonesia, sebaiknya kita mengetahui hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Hal ini yang selanjutnya menghasilkan sebuah Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dinyatakan sebgai berikut:

a) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.b) Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komperhensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.

c) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.d) Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.

Kemudian bagaimana implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter harus meliputi dan berlangsung pada.

a) Strategi dan Metodologi Pendidikan KarakterStrategi disini dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi dalam kaitannya dengan model tokoh, serta strategi dalam kaitannya dengan metodologi. Dalam kaitannya dengan kurikulum, startegi yang umum dilaksanakan adalah mengintergrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar.Artinya, tidak membuat kurikulum pendidikan karakter tersendiri. Strategi yang kaitannya dengan model tokoh yang sering dilakukan dunia pendidikan di negara-ngara Barat adalah bahwa seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah harus mampu menjadi model teladan yang baik (uswah hasanah).

Dalam kaitannya dengan metodologi, strategi yang umum diimplementasikan pada pelaksanaan pendidikan karakter di negara-negara Barat antara lain adalah strategi pemanduan, pujian dan hadiah, definisikan dan latihan, penegakan disiplin, dan juga perangai bulan ini. Dan strategi lain yang harus dipraktekan oleh guru pada umumnya ialah keaktifan guru bimbingan dan konseling sebagai pendidik karakter.

Strategi pengembangan karakter yang diterapkan di Indonesia yang dirancang oleh Kementrian Pendidikan Nasional (2010), antara lain. Melalui transformasi budaya sekolah dan habituasi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Menurut para ahli bahwa implementasi strategi pendidikan karakter melalui transformasi budaya dan perikehidupan sekolah, dirasakan efektif dari pada harus mengubah dengan menambahkan materi pendidiakan karakter kedalam muatan kurikulum.2.4.1. Tips untuk Menerapkan Pendidikan Karakter di SekolahBerikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah.

a. Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.

b. Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.

c. Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.

d. Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.

e. Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan

f. Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran

g. Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai

2.5. Peningkatan Kualitas PendidikDalam Membangun Pendidikan Berbasis KarakterBerbagai usaha untuk menyebarluaskan pendidikan karakter semakin gencar dilakukan. Semua pihak tak terkecuali harus turut ambil bagian untuk melaksanakan program tersebut. Pemerintah, masyarakat, sekolah, dan lingkungan keluarga harus ikut berpartisipasi, menyumbangkan diri untuk menyukseskan pendidikan berbasis karakter tersebut. Kesadaran dari diri sendiri untuk terus memperbaiki, membenahi kualitas diri dalam rangka membangun karakter harus selalu ditanam dan dipupuk.

Guru sebagai pelaku dalam proses pendidikan di sekolah memegang peran vital untuk menumbuhkembangkan karakter peserta didiknya. Keberhasilan pendidikan karakter di lingkungan sekolah sangat dipengaruhi oleh karakter dari pendidik atau guru. Sehingga sudah sepantasnya guru senantiasa menyadari untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan atau usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga mampu mendidik dan membangun karakter peserta didiknya dengan baik.

Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas pendidik dalam rangka membangun pendidikan yang berkarakter antara lain :

a. Memunculkan motivasi atau hasrat untuk melakukan suatu perubahanIf you want to change the world, first you have to change yourselfKalau kita ingin merubah sesuatu, maka pertama kali yang kita lakukan adalah merubah diri kita sendiri. Perubahan itu sangat penting karena hakekatnya tidak ada yang tidak berubah dalam dunia ini. Hakekatnya yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Seorang pendidik harus selalu tanggap dengan perubahan zaman dan mampu menjalankan perubahan tersebut dengan cara-cara yang inovatif dan sesuai dengan perubahan itu sendiri. Kita akan menjadi makhluk yang tertinggal bila kita hanya berdiri mematung. Padahal, perubahan zaman sangatlah cepat. Sebuah ayat Al-Quran menyebutkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, sebelum bangsa itu mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri.

Seorang pendidik yang peduli dengan keadaan bangsanya yang carut marut, peduli dengan keberlangsungan generasi penerusnya dan ingin mengubah keadaan bangsanya menjadi lebih baik lagi, maka harus ada motivasi atau hasrat untuk melakukan suatu perubahan. Perubahan pada diri sendiri ke arah yang lebih baik lagi, menjadi sosok guru yang ideal, berakhlak/berkarakter, dan profesional yang mencintai dan menjalankan profesinya dengan sebaik mungkin. Dengan begitu, pendidikan berbasis karakter akan mudah dijalankan.

b. Mencintai profesinya sebagai pendidikJika kamu tidak mencintai pekerjaan yang sedang kamu lakukan, kamu akan sakit secara fisik, mental, atau spiritual. Bahkan, bisa jadi kamu akan membikin orang lain ikut sakit. (Lorraine Monroe)

Seorang pendidik harus menyadari bahwa profesinya adalah mulia. Seorang guru yang mencintai profesinya karena memang sudah panggilan jiwa untuk mengantarkan peserta didiknya menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter, akan bisa mengalirkan spirit positif pada peserta didiknya. Guru mengajar dengan mental sebagai pendakwah sekaligus pengasuh-bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat upah bulanan.

Bila seorang pendidik mencintai profesinya, otomatis dia juga akan menyayangi peserta didiknya layaknya anaknya sendiri sehingga pendidik akan mampu menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran. Sesungguhnya penciptaan emosi positif dalam lingkungan yang menyenangkan adalah prasyarat dari pendidikan berkarakter.

Bila seorang pendidik mencintai profesinya, maka ia akan menjalankan profesinya dengan penuh kecintaan. Sehingga guru otoriter, killer, pilih kasih, dan sebutan negatif lainnya akan tergantikan dengan guru yang sabar, penyayang, tidak sombong, baik, dan sebutan positif lainnya.

c. Senantiasa belajar dan menuntut ilmuPendidik harus senantiasa menambah ilmu, wawasan, dan pengetahuan berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan profesinya. Bisa ditempuh dengan cara: 1) membaca banyak referensi tentang pendidikan. Banyak sekali referensi berkaitan dengan dunia pendidikan yang sepertinya wajib dibaca oleh pendidik sebelum melakoni profesinya. 2) mengikuti seminar atau pelatihan berkaitan dengan profesinya. 3) mengikuti perlombaan-perlombaan sesuai dengan profesinya untuk dapat membuktikan kemampuannya.

d. Meneladani sikap dan perilaku Rasulullah dan Nabinya Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Al-Ahzab: 21)Perlu disadari keteladanan adalah sebuah pendekatan yang paling ampuh. Tanpa ada keteladanan, apa yang disampaikan seorang pendidik tidak akan membekas pada diri peserta didiknya. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mampu memberikan teladan atau contoh yang baik bagi peserta didiknya.

Telah disebutkan dalam Al Quran bahwa suri teladan yang baik adalah Rasulullah, maka seorang pendidik tidak perlu repot-repot mencari siapa sosok teladan yang mampu membimbing dan mengarahkan dirinya ke arah kebaikan. Selain Rasulullah, nabi, sahabat, ustad, dan orang-orang yang berjalan di jalan Allah Swt patutlah dijadikan teladan dalam kehidupan seorang pendidik.

Disebutkan dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a yang menuturkan pesan Rasulullah Anakku aku akan mengajarkan beberapa hal : 1)Jagalah Allah, maka dia akan menjagamu; 2) Jagalah Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu; 3)Jika kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. 4)ketahuilah, andai seluruh umat manusia bersepakat untuk membantumu, mereka tidak akan dapat membantumu, kecuali bila apa yang mereka bantu itu telah ditetapkan Allah. Sebaliknya, andai mereka bersepakat untuk tidak membantumu, maka mereka tetap tidak akan dapat mencelakaimu kecuali atas kehendak Allah. Kala itulah pena pencatat amal tidak dipergunakan lagi dan buku catatan amal juga telah mengering dari tinta pena (HR At Tirmidzi).

Dari hadis tersebut, seorang pendidik dapat memetik hikmah dan meneladani sikap dan perilaku Rasulullah atas apa yang dilakukan kepada anak didiknya, yaitu:

a. Seorang guru harus cinta dan sayang pada anak-anak didiknya. Seperti apa yang dilakukan Rasulullah pada Ibnu Abbas, beliau memanggilnya dengan sebutan anakku

b. Rasulullah Saw memerintahkan anak didiknya untuk tetap taat kepada Allah dengan menjauhi larangannya.

c. Allah akan menolong orang mukmin walau dalam kondisi sulit bila ia menunaikan kewajiban kepada Allah.

d. Rasulullah menyeru untuk selalu menanamkan akidah dalam diri anak didiknya dengan tetap memohon kepadaNya.

e. Mengajarkan optimisme kepada anak didik beliau dalam menghadapi hidup dengan keberanian dan cita-cita menjadi pribadi yang bermanfaat bagi umat.

Selain itu, seorang pendidik juga dapat meneladani sikap dan perilaku nabinya, seperti Luqman Al Hakim. Sikap dan perilaku tersebut meliputi: Menjauhi kemusyrikan (Qs Luqman : 13); Menghormati orang yang lebih tua (Qs Luqman : 14); Mendirikan shalat ( Qs Luqman: 17); Beramar makruf nahi mungkar (Qs Luqman: 17); Tidak sombong dan tidak angkuh (Qs. Luqman: 18); Berjalan dan bersuara secara wajar (Qs. Luqman : 19).

Hal ini menyimpulkan bahwa seorang pendidik bila ingin membangun karakter peserta didik, maka dia harus membangun terlebih dahulu keteladanan dalam dirinya. Pendidikan berkarakter bisa dilaksanakan bila dalam diri pendidik terdapat suri teladan yang baik.e. Membentuk kebiasaan yang baik dan positif dalam hidupnyaKarakter tidak bisa diperoleh dengan spontan dan instan, tapi membutuhkan proses. Karakter adalah hasil dari kebiasaan-kebiasaan yang kita tumbuhkembangkan setiap waktu. Untuk membangun karakter peserta didik, maka pendidik perlu melakukan kebiasaan-kebiasaan (habits forming) yang baik dan positif dalam hidupnya, baik di rumah, di masyakarat, ataupun di sekolah dengan cara mengamalkan perbuatan-perbuatan sesuai dengan agama dan tata nilai/norma yang berlaku.

Dorothy Law Nolte dalam Dryden dan Vos (2000: 104) menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupannya. Anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarkannya dan akhirnya akan menjadi kebiasaan dalam hidupnya. Jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat baik, maka diharapkan ia akan menjadi anak yang selalu berbuat baik, dan sebaliknya.

Pendidik harus mampu mengajari peserta didik lewat kebiasaan-kebiasaan yang baik. Kemerosotan moral yang kemudian memunculkan pendidikan berbasis karakter dilatarbelakangi oleh sistem pendidikan yang kurang mengedepankan karakter, tetapi lebih mengembangkan intelektual. Pendidikan karakter ini menjadi suatu proses yang harus dijalankan untuk meniadakan kebiasaan-kebiasaan yang kurang kondusif. Oleh karena itu, pendidik diharapkan mampu menjalankan proses internalisasi nilai-nilai yang diperoleh lewat pembiasaan diri untuk bisa masuk ke dalam hati. Nilai-nilai karakter seperti menghargai orang lain, disiplin, jujur, sabar, amanah, tidak sombong, dan lainnya dapat diintegrasikan dan diinternalisasikan ke dalam pembelajaran di lingkungan sekolah.2.6. Penerapan Kurikulum Berbasis Karakter pada Sekolah Karakter dapat dikembangkan dalam kurikulum adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor).

Kurikulum itu sendiri adalah jantungnya pendidikan curriculum is the heart of education . Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya, meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia , serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikutu pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab

Pendidikan karakter adalah Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Tahapan Pengembangan kurikulum melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter melalui tahapan yaitu :

1. Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah/Madrasah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah/Madrasah 2. Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah/madrasah , orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3. Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan 4. Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5. Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah/ Madrasah 6. Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana Keteladanan Penghargaan dan pemberdayaan 7. Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah/ madrasah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa nilai dalam pembelajaran belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan.

Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan berikut:1. Pembentukan Tim Penggerak 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter dengan Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan (Buku Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter) 4. Penyiapan bahan sosialisasi berupa bahan/materi pelatihan untuk pelaksanaan pendidikan karakter dengan waktu/masa pelatihan yang bervariasi berupa booklet, leaflet diperuntukan bagi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di setiap satuan pendidikan 5. Contoh-contoh best practice pelaksanaan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan

Penerapan pendidikan karakter melibatkan staf/karyawan Sekolah/ Madrasah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para peserta didik memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif basis dari pendidikan karakter. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pengembangan kurikulum berbasis pendidikan karakter.

Pendidikan Karakter/ Budi Pekerti adalah suatu program (Sekolah/Madrasah dan luar Sekolah/Madrasah ) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber moral serta disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan . pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan pesrta didik yang berlangsung sepanjang hayat.The golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas.

Pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Juga tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, dan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Karena adanya krisis ekonomi dan moral yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Sebuah mimpi panjang yang melenakan jika konsep pendidikan masih seperti ini.

Karakter dapat dikembangkan dalam kurikulum masih bersifat pencanangan dalam arti kebijakannya dulu. Ditjen Pendidikan Dasar sebetulnya sudah merintis program-program pendidikan karakter. Pendidikan karakter dimensinya berbagai macam, ada dimensi kreativitas, kejujuran, kedisiplinan. pendidikan karakter yang menekankan dimensi disiplin. Pendidikan antikorupsi, kita juga sudah terapkan. Juga ada pendidikan lingkungan hidup. Ini sebetulnya merupakan dimensi-dimensi pendidikan karakter yang sudah diterapkan di jenjang pendidikan dasar.

2.6.1. Jenis Karakter yang Menjadi Basis Kurikulum

Karakter yang perlu menjadi basis pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kreativitas, apalagi nilai-nilai lain yang diangkat sehingga siswa menginternalisasi nilai-nilai tersebut Jika dilihat, sebenarnya, karakter bukan pada aspek kognitif, tapi aspek afektifnya. Cuma aspek afektif tidak bisa teraktualisasi secara maksimal tanpa ada kognitif. Orang menjadi jujur, juga harus tegas. Karena definisi kejujuran itu memerlukan pertimbangan-pertimbangan intelektual sehingga dia bisa tidak kelihatan naif saat jujur. Kreativitas juga sebuah aspek yang non-kognitif, tetapi untuk bisa kreatif orang juga harus cerdas dalam mengaktualisasikan kreativitas tersebut. 2.6.2. Grand Desain Penerapan Pendidikan Karakter dalam Kurikulum

Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Terminologi karakter itu sendiri sedikitnya memuat dua hal: values (nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. Karakter yang baik pada gilirannya adalah suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, di luar persoalan apakah baik sebagai sesuatu yang asli ataukah sekadar kamuflase. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal, seperti kejujuran. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu siswa mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti (Curriculum Corporation, 2003: 33).

Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacam ini. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.

Disain Sasaran Pendidikan Karakter adalah seluruh Sekolah/Madrasah di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga Sekolah/Madrasah , meliputi para peserta didik, Tenaga Pendidik dan Kependidikann , dan pimpinan Sekolah/Madrasah menjadi sasaran program ini. Sekolah/Madrasah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke Sekolah/Madrasah lainnya.

Disain pengembangan Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Disain dari Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di Sekolah/Madrasah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di Sekolah/Madrasah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan Sekolah/Madrasah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di Sekolah/Madrasah secara memadai.

Disain Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen Sekolah/Madrasah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di Sekolah/Madrasah. Melalui program telah didisain ini diharapkan lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya Sekolah/Madrasah. Dan pada tataran Sekolah/Madrasah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya Sekolah/Madrasah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga Sekolah/Madrasah, dan masyarakat sekitar Sekolah/Madrasah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

Dan tak kalah pentingnya bahwa desain dari pengintegrasian Program imtaq ditetapkan sebagai salah satu program pengembangan diri wajib, artinya merupakan jenis pengembangan diri yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik. Program imtaq juga dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memberikan nilai akhlak mulia bagi peserta didik, namun hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sekolah/ Madrasah itu sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dapatlah dijadikan suatu acuan dalam pengembangan pendidikan karakter di satuan pendidikan, yang merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional, dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Desain Program ini disusun dan ditetapkan setelah melalui tahapan sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari dewan pendidik dan stakeholder sekolah Madrasah lainnya (komite Sekolah/ Madrasah dan orang tua peserta didik). Salah satu cara yang dapat dipercaya adalah penerapan Pendidikan karakter untuk mencegah merosotnya nilai-nilai moral dan etika pada generasi penerus bangsa, harus dimulai sejak usia dini karena pada usia dini, anak masih dapat dibentuk dan diarahkan sesuai dengan keinginan kita.

Adapun prosedur mendisain cara mengimplementasikan pendidikan karakter mulai dari pendidikan anak usia dini yaitu penciptaan lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, memperkenalkan pentingnya cinta, melalui metode pembiasaan, metode keteladanan, metode bercerita, pengurangan kegiatan yang mengembangkan kognitif dan diganti dengan kegiatan yang mengembangkan afektif, serta pemanfaatan permainan tradisional. Sekolah Madrasah dituntut mengembangkan pendidikan berkarakter melalui pengembangan intelligence guotient, emotional quotient, dan spiritual quotient pada diri peserta didik dalam proses pembelajarannya. Disain dari Nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa diidentifikasi dan berangkat dari empat sumber dan pilar dasar yang sangat fundamental dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Nilai-nilai itu mencakup tujuh belas aspek nilai, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, dan peduli lingkungan. Disain pengembangannya bisa dilakukan melalui kegiatan Intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri. Disain dari Keterlaksanaan program didukung oleh beberapa faktor pendukung. Misalnya: 1) adanya motivasi dan dukungan dari warga sekolah (peserta didik, guru dan pegawai); 2) motivasi dan dukungan dari orang tua peserta didik dan masyarakat,

Disain dari Basis Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran baru yang berdiri sendiri ,bukan pula dimasukkan sebagai standar kompetensi dan kompetensi dasar baru,tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran yang sudah ada,pengembangan diri dan budaya sekolah serta muatan lokal. oleh karna itu,guru dan sekolah perlu mengintegrasi nilai nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter kedalam kurikulum, silabus, dan rencana program pembelajaran (RPP) yang sudah ada . Adapun Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter adalah : 1. Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti ,dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun kemasyarakat 2. Melalui semua mata pelajaran pengembangan diri dan budaya sekolah ,serta muatan lokal 3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan .satu hal yang selalu harus diingat bahwa suatu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan ranah kongnitif,afektif dan psikomotorik 4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.guru harus merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan mencari sumber informasi ,dan mengumpulkan informasi dari sumber memgolah informasi yang sudah dimiliki,dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi dikelas , sekolah,dan tugas-tugas diluar Sekolah/Madrasah .

Pemahaman mengenal arti pendidikan karakter akan ikut menentukan isi pendidikan karakter bagi pengikut paham yang mengartikan pendidikan moral untuk menjadikan seseorang berkarakteter,maka isi pendidikan merupakan pilihan yang paling tepat untuk mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat.bahan pendidikan yang diperkirakan tidak sesuai dengan tujuan karakter tidak dimasukkan dalam kurikulum.kalaupun terpaksa disebut dalam isi pelajaran,maka bahan pelajaran itu disebut close area,yaitu bahan pelajaran tabu dan secret untuk dibicarakan ,seperti yang berkenaan dengan ras,politik,dan kesukuan. Oleh karna itu ,pilihan isi pelajaran harus tersaring dan terseleksi secara ketat ,yaitu bahan pelajaran yang sudah masuk dalam appa yang disebut public culture.bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan karakter sebagai pendidikan tenteng karakter,penyusunan isi pelajaran hamper tidak ada pembatasan. bahan pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah nyata dalam kehidupan sehari hari .paham ini percaya bahwa penalaran moral dan konflik kongnitif (cognitive conflict) dalam membicarakan moral ,suatu hal yang sangat penting dalam menumbuhkan inteligensi. Paham ini percaya bahwa penyusunan isi bahan pelajaran yang menekankan pada segi kognitif pada akhirnya akan mengembangkan moral kognitif (cognitive moral development). Namun paham ini tidak percaya terhadap tingkat keberhasilan penanaman nilai moral seperti dikemukakan oleh durkheimian,sociological ethcists yang meramalkan akan terjadi internalisasi melalui proses pengkondisian dan latihan moral.penemuan atau kesimpulan kholberg tentang tahap- tahap perkembangan moral (pre-conventional,conventional,post-conventional,autonomus, principle levels) membuktikan bahwa teori internalisasi dari suatu bukuyang beranggapan benar ternyata tidak sesuai dengan perkiraan kalangan durkheimian.oleh karna itu ,ia menggunakan istilah cognitive development untuk merujuk pada asumsi mengenai teori pilihan tentang moral seperti telah dikemukakan oleh Dewey (1909),mead (1934), Baldwin (1906) dan Piaget (1932) Bahaya penyusunan bahan seperti di atas dapat terjadi transfer negative yang menimbulkan pilihan sikap yang tidak positif terhadap kawasan nilai-nilai sentral yang dicapai.hal ini bisa terjadi manakala guru kekurangan bahan dan pengetahuan untuk membahas sesuatu topik yang problematis.

Berkaitan dengan penyajian materi pendidikan karakter di Sekolah/Madrasah muncul paham yang menghendaki agar materi pendidikan karakter disampaikan dengan memperhatikan faktor psikologi anak,sehingga dapat menjamin tingkat keberhasilan tujuan pendidikan. Paham ini berpendapat bahwa untuk mencapai terjadinya internalisasi moral,hendaknya pada tahap permulaan dikembangkan pengkondisian dan latihan moral disajikan dengan baik dan menarik,walaupun hanya dengan teknik ceramah ,hal ini menghasilkan internalisasi.penalaran moral dan penyajian pendidikan moral dan langkah langkah berpikir ilmuan sosial hanya akan menimbulkan kegaduhan saja, di lain pihak ,paham yang mementingkan perkembangan penalaran moral tidak setuju kalau pendidikan budi pekerti atau moral menekankan pada pengkondisian dan latihan moral dalam rangka upaya internalisasi nilai moral,seperti dianut para Durkheimian.

Paham yang didukung oleh faculty psychology ini hanya menimbulkan kebosanan dan menyebabkan jenis- jenis berpikir yang kurang berkembang.Dengan perkataan lain,keadaan ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak konstruktif bagi seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang menyangkut moral ,yang oleh para ahli kesehatan mental dianggap bisa menimbulkan psikosomatik,tanpa alasan. Oleh karna itu ,pihak ini cenderung untuk menggunakan cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam pendidikan budi pekerti dan tidak mengikuti cara transmisi nilai-nilai budi pekerti yang pasti benar.cognitive development sebagai pusat pendekatan dalam pendidikan budi pekerti akan di jadikan dorongan agar seseorang dapat melakukan reksturisasi dalam pengalaman dirinya melalui berbagai pengalaman dalam melakukan pilihan moral dan pertimbangan moral (moral choice and moral judgement).Paham ini pada dasarnya mengikuti aliran fieldpsycology dan convigurational psychology,proses pengambilan keputusan dan pendekatan masalah dapat di kembangkan suatu pengalaman belajar yang membiasakan seseorang untuk mampu menyusun konnsteruksi berpikir serta mendorong perkembangan penalaran moral maupun berpikir ilmiah. Banyak orang berpikir,pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam mendidik karakter atau budi pekerti adalah guru dan guru pendidikan budi pekerti.Pikiran demikian jelas kurang tepat karena masalah karakter/budi pekerti/moral ini akan berkaitan satu dengan lainbaik program pendidikan disekolah maupun masalah lingkungan,terutama masalah keadilan.perlakuan yang tidak adil dapat berupa keputusan hakim atau pejabat Negara,juga tindakan seseorang.Masyarakat bisa memiliki pertimbangan moral yang berbeda-beda. Seseorang bisa saja mengambil sikapkomplasen,agnostic,regresif-liberal,bahkan radikalsekalipun terhadap ketidak adilan. Pendidikan karakter atau budi pekerti sangatlah luas sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala ia hanya menjadi tanggung jawab guru. Oleh karna itu, timbul gagasan tentang pentingnya kurikulum tersembunyi[hidden curriculum] dealam pendidikan karakter/budi pekerti,yang tidak secara eksplisit di tulis dalam kurikulum.Pendapat ini beranggapan bahwa seluruh kegiatan guru,orang tua, masarakat, dan negara di harapkan untuk membantu dan melakukan pelayanan ekstra dalam memmbantu pencapaian tujuaqn pendidikan karakter/budi pekerti. Guru bidang studi dapat mengaitkan masalah bidang studinya dengan karakter/budi pekerti.Demikian pula kepala sekolah dan orang tua dapat berbuat sesuatu dalam kaitannya dalam masalah karakter/budi pekerti, walupunmaasalah lingkungan masarakat seperti keadilan,kemakmuran,keamanan,dan kesetia kawanan sosiai mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral seseorang.Dengan perkataan lain, pandangan ini menuntut adanya tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap keberhasilan pendidikan budi pekerti.2.7. Aplikasi Pendidikan Karakter di SekolahPentingnya Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter dalam hal ini Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.

Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah, akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat.

Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. oleh karena itu, sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui pengembangan budaya sekolah (school culture). Pedoman ini ditujukan kepada semua warga pada setiap satuan pendidikan(dasar sampai menengah) melalui serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yang bersifat komprehensif. Perencanaan di tingkat satuan pendidikan pada dasarnya adalah melakukan penguatan dalam penyusunan kurikulum. Sedangkan pelaksanaan dan penilaian tidak hanya menekankan aspek pengetahuan saja, melainkan juga sikap perilaku yang akhirnya dapat membentuk akhlak mulia. Pedoman ini dikembangkan berdasarkan atas pengalaman beberapa satuan pendidikan yang telah mengimplementasikannya. Hasil-hasil pengalaman itu diperoleh melalui pelaksanaan (piloting) yang dilakukan Pusat Kurikulum.

2.7.1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP)

Pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus tertera dalam KTSP mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

a. Tahapan Pengembangan

Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan perlu melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar. Prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1) Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitmen bersama antara seluruh komponen warga sekolah (tenaga pendidik dan kapendidikan serta komite sekolah). 2) Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. 3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan. 4) Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan penetapan nilai-nilai pendidikan karakter. 5) Membuat perencanaan dan program pelaksanaan pendidikan karakter, yang berisi: Pengintegrasian melalui pembelajaran, Penyusunan mata pelajaran muatan lokal Kegiatan lain, Penjadwalan dan penambahan jam belajar di sekolah Pentingnya Pengembangan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter dalam hal ini Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah, akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat.

6) Melakukan pengkondisian, seperti: Penyediaan sarana, Keteladanan, Penghargaan dan pemberdayaan 7) Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi Untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan karakter perlu dilakukan penilaian keberhasilan dengan menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga dan kondisi sekolah/instansi yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus melalui berbagai strategi. Supervisi dilakukan mulai dari menelaah kembali perencanaan, kurikulum, dan pelaksanaan semua kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yaitu: Implementasi program pengembangan diri berkaitan dengan pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah Kelengkapan sarana dan prasarana pendukung implementasi pengembangan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Implementasi nilai dalam pembelajaran Implementasi belajar aktif dalam pembelajaran Ketercapaian Rencana Aksi Sekolah berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa Penilaian penerapan nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa pada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik (sebagai kondisi akhir) Membandingkan kondisi awal dengan kondisi akhir dan merancang program lanjutan.8) Melakukan penyusunan KTSP yang memuat pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa. Mendata kondisi dokumen awal (mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dokumen I. Merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa di dalam (latar belakang pengembangan KTSP, Visi, Misi, Tujuan Sekolah, Struktur dan Muatan Kurikulum, Kalender Pendidikan, dan program Pengembangan Diri) Mengitengrasikan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam dokumen II (silabus dan RPP)b. Penyiapan Perangkat dalam rangka Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Satuan PendidikanTerkait dengan penyiapan perangkat itu telah dilakukan kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pembentukan Tim Penggerak Tingkat Nasional, Tingkat Propinsi, Tingkat Kabupaten/Kota, dan Tingkat Satuan Pendidikan 2. Pemetaan kesiapan pelaksanaan pendidikan karakter di PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SLB dan PKBM untuk setiap Kabupaten/Kota (Sumber: Bantuan Teknis Profesional Tim Pengembang Kurikulum di Tingkat Propinsi dan Kab/Kota, 2010; ToT Tingkat Utama dan Tingkat Nasional terhadap 1.200 orang peserta dari unsur-unsur unit Utama Kemendiknas, Dinas Pendidikan Provinsi & Kab/Kota, P4TK; LPMP; dan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta) 3. Menyiapkan bahan pelaksanaan pendidikan karakter pada setiap satuan pendidikan

c. Pengintegrasian dalam mata pelajaranPengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan Indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan; c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP; e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.

d. Pengembangan Proses PembelajaranPembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.

1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kgnitif, afektif, dan psikmtr. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, Toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga Kependidikan di sekolah itu, direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah adalah lomba vcal grup antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidat bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya dan karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, pameran ft hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai narasumber untuk berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang berhubungan dengan budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti leh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

e. Penilaian Hasil BelajarPenilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada Indikator. Sebagai contoh, Indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan serang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Mdel anecdtal recrd (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menlng pemalas, memberikan bantuan terhadap rang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kntrversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.

2.7.2. Indikator Sekolah dan KelasAda 2 (dua) jenis Indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama, Indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, Indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif serang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.

Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika serang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang dikembangkan dalam Indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kmpleks antara satu jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih kmpleks. Misalkan,membagi makanan kepada teman sebagai Indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi membagi makanan, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya. Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik. Untuk mengetahui bahwa suatu sekolah itu telah melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan budaya dan karakter bangsa, maka ditetapkan Indikator sekolah dan kelas antara lain seperti berikut ini.

2.7.3. Keterkaitan jenjang Kelas dan IndikatorNILAIINDIKATOR

7 910- 12

Religius:Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.Mengagumi kebesaran Tuhan melalui kemampuan manusia dalam melakukan sinkronisasi antara aspek fisik dengan aspek kejiwaan.Mensyukuri keunggulan manusia sebagai makhluk pencipta dan penguasa dibandingkan makhluk lain

Mengagumi kebesaran Tuhan karena kemampuan dirinya untuk hidup sebagai anggota masyarakat.Bersyukur kepada Tuhan karena menjadi warga bangsa Indonesia.

Mengagumi kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan berbagai alam semesta.Merasakan kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan berbagai keteraturan di alam semesta.

Mengagumi kebesaran Tuhan karena adanya agama yang menjadi sumber keteraturan hidup masyarakat.Merasakan kebesaran Tuhan dengan keberagaman agama yang ada di dunia.

Mengagumi kebesaran Tuhan melalui berbagai pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran.Mengagumi kebesaran Tuhan melalui berbagai pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran.

Jujur:Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai rang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.Tidak menyontek ataupun menjadi plagiat dalam mengerjakan setiap tugas.Melaksanakan tugas sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di sekolah.

Mengemukakan pendapat tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi.Menyebutkan secara tegas keunggulan dan kelemahan suatu pokok bahasan.

Mengemukakan rasa senang atau tidak senang terhadap pelajaran.Mau bercerita tentang permasalahan dir