yuk menulis

16

Upload: arif

Post on 18-Aug-2015

50 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Yuk menulis
Page 2: Yuk menulis

AMINAH, NASABAH BANK SAMPAHBagi kebanyakan orang, sampah adalah barang yang menjijikkan yang

mesti dijauhi. Namun bagi Aminah (58 tahun) sampah justru sangat berarti. Sehari-hari warga Kelurahan Rajawali, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, itu mengumpulkan sampah di sekitar rumahnya untuk dijual.

”Lumayan, bisa dapat tambahan duit buat hidup,” kata perempuan yang sehari-hari berjualan rokok dan kopi itu. Sejak September, Aminah semakin rajin mengumpulkan sampah. Barang buangan itu tak lagi dijual ke pengepul. Aneka sampah yang dikumpulkan itu ”ditabung” di Bank Sampah Rajawati yang mulai aktif sejak pertengahan tahun ini. Bank sampah merupakan lembaga yang dibentuk dengan tujuan mengajak warga mengurangi volume sampah melalui melikah dan memanfaatkan sampah yang bernilai ekonomi. Warga bisa menyetor sampah yang sudah dipilah ke lembaga itu dan dibayar senilai sampah yang disetorkan.

Dengan bank sampah itu, Aminah tak lagi menjual sampah setiap hari. ” Sekarang saya setor setiap mimggu saja. Lebih enak karena uangnya terkumpul dan enggak langsung habis. Apalagi, ini kan uangnya ditabung dulu minimal sebulan,” katanya.

Dua bulan menjadi nasabah Bank Sampah Rajawali, saldo tabungan Aminah mencapai Rp300.000. ”Rasanya senang banget bisa punya tabungan. Orang kayak saya ini mana bisa punya tabungan kalau enggak ada bank sampah,” katanya minggu lalu. Di antara 635 nasabah Bank Sampah, Aminah disebut sebagai nasabah teladan karena paling rajin menabung.

Page 3: Yuk menulis

PROLOG”Aku kehilangan dua anak, ibu, dan seluruh harta benda

akibat tsunami. Aku memang mendapat kepuasan batin sebagai wartawan foto, namun sekaligus perasaan gagal sebagai ayah dan anak,” kata Bedu Saini, 38 tahun, wartawan Serambi Indonesia.

Sebuah rumah kecil di Lambaro Skep, kecamatan kuta Alam, Banda Aceh, Minggu pagi 26 Desember 2004. Bedu Saini tengah bersantai di dalam rumah sambil menonton TV bersama ibunya, Rawani (65 tahun) serta dua anaknya, Nisrina Alifa (6) dan Qatrum Nada (4). istrinya, Khalidah (35) menggendong si bungsu, bayi laki-laki berusia empat bulan yang belum diberi nama.

Keluarga muda ini baru mengontrak rumah itu empat bulan yang lalu, pindah dari kontrakan lama di kajhue, Aceh Besar. Sudah 14 tahun Bedu bekerja di Serami Indonesia, namun dia masih harus pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lainnya.

Page 4: Yuk menulis

ANAK-ANAK PANTAI YANG “TERHEMPAS” BADAI

Sama dengan kakak-kakaknya, Aldiran (14 tahun), Rico (10 tahun), Rickey (8 tahun), Chichi (5 tahun),begitu juuga Reka Chintya tidur sebilik dengan kedua orangtuanya..

Lima nama anak yang terdengar manis itu bukanlah nama anak-anak kota, tapi anak keluarga nelayan miskin yang hanya sekolah sampai kelas III SD yang tinggal di bilik sewaan Rp20 ribu per bulan di pinggir pantai Pasir Purus, Kotamadya Padang, Sumatera Barat. Reka, bayi usia delapan bulan itu, hanya bisa menggeliat sambil memeluk ibu atau kakaknya jika ia merasa kedinginan tidur di lantai ubin di kamar berukuran 2 x 3 meter itu. Ia pun acap terbangun tengah malam, bukan karena lapar seperti bayi-bayi lainnya yang selalu minta susu, tapi digendong oleh kakak-kakaknya untuk menghindari banjir akibat hempasan badai laut yang menerobos rumah gubuk mereka.

Tak ada kasur, apalagi selimut untuk anak-anak itu, karena ibunya, Ny Nursyamsi (34 tahun), hanya mendapat uang belanja untuk tiga kali makan dari suaminya. “Itu kalau suami pergi ke laut. Kalau cuaca buruk, berarti dia di rumah, dan tak ada jatah belanja,” kata istri nelayan itu.

Reka, katanya menambahkan, adalah anak gagal KB, karena ia tak sanggup lagi membayar uang suntik Rp20 ribu setiap tiga bulan. Untuk makan sehari-hari, ibu muda itu menerima upah mencuci pakaian dari dua rumah, yang lokasinya hanya beberapa meter dari gubuknya.

Page 5: Yuk menulis

“TATO” DAN KEHIDUPAN “SIKALABAI” DI MENTAWAI

Perempuan di mana pun agaknya sama saja, tak bisa lepas dari asesoris, untuk melengkapi kecantikan mereka.

“Sikalabai” – perempuan—di Kepulauan Mentawai, 100 kilometer sebelah barat Pulau Sumatera, gugusan daerah terpencil yang hanya bisa dijangkau 10 – 15 jam dengan kapal ferry pada malam hari, juga lekat dengan berbagai perhiasan, bahkan kalau bisa dibawa mati.

Perhiasan itu berupa tato di pergelangan tangan, jari dan bahu, serta lehernya, bahkan di betis, yang menggambarkan berbagai asesoris. “Semuanya itu bukan sekadar untuk gaya, tapi juga lambang kesetiaan,” kata Maria, ibu tiga anak dari suku Sagaelok, Kecamatan Siberut Selatan, Mentawai.

Di pergelangan tangannya terlihat “gelang-gelang” berupa lukisan garis hitam yang dibuatnya semasa gadis dengan cara menusuk kulitnya dengan jarum halus yang lebih dulu diberi warna hitam yang diambil dari gumpalan asap lampu minyak yang dipadatkan. Di betis dan bahunya terlihat lukisan bunga, sementara di lehernya pun ada “untaian kalung” berupa garis lengkungan hitam.

Begitu juga dengan Agustina dari suku Sakaliau di kecamatan yang sama, selain mengenakan sekitar 15 kalung manik-manik yang diuntainya sendiri, juga mengenakan asesoris abadi yang dibuat seperti Maria. Ibu lima anak yang usianya sekitar 40-an ini mengaku, dengan tato terasa lengkaplah kecantikannya.

Berbeda dengan Maria, lukisan yang melekat di tubuh Agustina lebih berani dan kreatif. Garisnya tidak hanya satu lengkungan, tapi berderet-deret mirip gelang keroncong yang dikenakan anak gadis zaman sekarang. Kalung tato Agustina di leher pun lebih dari lima baris.

Page 6: Yuk menulis

ATLIT PEMUSIK YANG BANGGA DIPANGGIL ”SIR..”

Anak muda itu bersahaja, dan hampir setiap hari dapat dipastikan memakai baju olahraga. Dimulai ketika jam sekolah berdering, ia pun bergegas ke lapangan sambil berlari-lari kecil, dan tangannya melambaikan ke sejumlah anak SD.”Sir... sir,” begitu ia disapa muridnya sambil mengikutinya berlari mengelilingi lapangan sekolah. Yusuf Satryo (30 tahun) langsung tersenyum lebar dan hatinya sangat berbunga-bunga ketika dipanggil oleh murid-muridnya yang masih kecil. Lulusan FPOK UNJ tahun 2005 ini adalah guru olahraga di SD Boarding International School di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Semula, mantan atlit renang ini tidak menyangka, kalau jalan hidupnya nanti akan menadi guru olahraga. ”Saya masuk FPOK, hanya karena tidak suka belajar yang berat-berat. Saya cuma mau berenang, kalau perlu setiap hari,” katanya sambil menunjukkan prestasinya di tingkat nasional yang pernah diraihnya. Peraih medali emas . kejuaraan nasional ini juga pemain musik di grup band Balige dan Back to School, sebagai penyanyi sekaligus pencipta lagu dan penabuh drum. Sekarang ini, ayah satu anak perempuan ini bertekad bulat untuk terus menjadi guru olahraga, karena panggilan ”sir..sir” dari para muridnya dianggapnya sebagai tambahan darah merah dalam hidupnya.

Musiknya beraliran keras dan memekakkan telinga, dan hampir setiap akhir pekan, guru olahraga ini akan masuk ke studio untuk latihan musik. Saat dia ”manggung” dengan pakaian ala punk, maka tak seorang pun akan menyangka bahwa dia adalah guru olahraga di SD, karena dia terlihat sangat garang dengan suara berat sambil berjingkrak-jingkrak di atas panggung. Potret Yusuf Satryo di panggung akan sangat berbeda 100 persen dengan saat dia berpakaian olahraga di halaman sekolah dengan murid – murid SD. Ya, Usup-- begitu nama kecilnya -- di panggung adalah penyanyi punk, tapi dia akan berubah menjadi sosok guru yang sangat lembut dan sayang dengan muridnya yang selalu memanggilnya ”sir”.

Page 7: Yuk menulis

KARAPAN SAPI, WISATA BERDARAH ?Hampir semua wisatawan yang bercampur baur dengan penduduk

setempat berteriak-teriak agal histeris ketika mengetahui kuda poni yang menjadi idolanya akhirnya masuk garis finish dengan penuh kemenangan.

Begitu juga jokinya yang umumnya adalah anak-anak pun seperti kesurupan, karena sangat berbahagi, ketika sapi tunggangan nya berhasil menang. Itulah sebagian kecil pemandangan karapan sapi di kawasan Sumenep, Madura yang diselenggarakan hampir setiap bulan.

Sapi yang memang dipelihara untuk lomba itui dengan asupan makanan sagat bergizi seperti satu kilogram telur danm lain-lain, merupakan objek wisata yang selalu ditunggu-tunggu wisatawan. Namun di balik itu, ada kekekuatiran atau lebih tepatnya keprihatinan di balik kegemuruhan suara wisatawan yang menyaksikan karapan sapi Madura yang sangat terkenal ini. Bahkan pemda setempat sempat membuat peraturan daerah untuk menghentikan karapan sapi ini, namun tidakm pernah berhasil.

Ada apa gerangan? Inilah konflik wisata budaya, antara objek wisata dan luka darah binatang yang tentu saja sangat menyakitkan binatang tersebut. Para joki itu akan dilengkapi dengan cambuk yang semua ujungnya ada paku-paku tajam bahkan pisau kecil berduri untuk mencambuk para sapi jika mereka berlari lambat, hanya untuk mengejar lawannya... (Artini, 1014)

Inilah wisata yang berdarah-darah.....

Page 8: Yuk menulis

KALAU REMAJA SEDANG GALAU….Susah diatur plus ngeyel, dandanannya alay, keinginannya nggak jelas, lebih hafal

lagu-lagu yang sedang hits daripada pelajaran, suka marah=marah dan mendengar music yang memekakkan telinga. Tiba-tiba saja dia jatuh cinta dengan temannya dan besoknya mendadak menangis karena diejek teman di kelas. Ketika keluarga sedang terlelap tidur, tiba-tiba saja dia menyetel musik yang memekakkan dan dia pun berjingkrak-jingkrak semaunya.

Di sisi lain, dia mulai susah diajak ngobrol, jalan-jalan ke mal, tapi kalau ada temannya yang bertandang ke rumah, wow…. betapa dia sangat bahagia.

Itulah gambaran anak manis yang kemarin masih suka dipeluk-peluk, tapi sekarang dia berubah menjadi abege yang menjengkelkan, suka aneh-aneh, susah diatur dan juga seringkali merepotkan orang tua.

Adriana S. Ginanjar, psikolog yang namanya sangat lekat dengan pengasuhan anak austik, mengungkapkan masalah kegalauan anak remaja dalam buku kecil Masa Galau Remaja Austik (2014) sebagai pegangan para orang tua yang memiliki anak Spectrum Austistik (SA) yang sedang beranjak remaja

. Buku yang disajikan dengan bahasa ringan ini memberi petunjuk bahwa masa remaja yang penuh kegalauan adalah suatu tahapan perkembangan secara fisik dan emosional yang mesti dilalui seorang anak menuju dewasa. Si Unyil yang imut-imut akan mengalami masa remaja, dan dia bisa berubah menjadi remaja yang “horror”. Orang tua sebenarnya tidak perlu risau, karena masa meledak-ledak pada tahapan remaja merupakan tanda - tanda normal bahwa anak-anak sedang menuju masa aktualisasi potensi diri mereka.

Page 9: Yuk menulis

TV MENEBAR KEKERASAN Seorang bocah umur tujuh tahun asyik sendiri menonton film

seri Amerika, Robocop, di bilik orang tua mereka. Pembantu rumah masuk, dan mematikan TV yang sedang menayangkan program lokal.Sang anak bereasi cepat, tapi amat mengejutkan. Sebelum pembantu sadar, si anak pergi mengambil pistol kaliber 22 dari laci, dan menembak si “inang” di kepala. Wanita malang itu mati seketika.

Komentator menyalahkan pembunuhan tragis yang terjadi di Manila Februari lalu, kepada penanggung jawab film keras yang ditonton si anak. Kurang sebulan kemudian, seorang anak usia delapan tahun juga telah menembak dan melukai parah seorang saudaranya. Secara lugu, ia menceritakan kepada polisi bahwa ia hanya “melakukan apa yang dilihatnya di TV”.

Para pakar mengingatkan agar jangan tergesa-gesa menarik kesimpulan. Tapi mereka sependapat, dua tragedi itu bukti kesalahan fatal TV Pilipina.

“Orang tua harus melepaskan anggapan bahwa mereka bisa melindungi anak-anak dari pengaruh kekerasan yang makin banyak ditayangkan di TV,” ujar Fenydelos Angeles-Bautista, pendidik anak dan direktur “Batibot”, program TV pendidikan anak

Page 10: Yuk menulis

BERANI MELAWAN ROKOK Seorang pelatih biola di Taman Suropati, Jakarta Pusat, yang sejuk rindang,

terus menggesek biola sambil di mulutnya ada rokok, meski ia sedang berada di tengah-tengah anak-anak yang sedang berlatih.

Di pojok taman yang asri itu juga terlihat beberapa pasangan kekasih di bawah pohon rindang dengan selimut asap rokok. Yang perempuan hanya diam saja ketika teman laki-lakinya mengepulkan asap rokok seenaknya. Tak ada yang berani menolak perokok.

Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei di negeri ini sampai sekarang masih berkutat pada satu pertanyaan yang sampai sekarang tak terjawabkan. Mengapa orang Indonesia suka sekali merokok? Pergilah ke pasar tradisional, terminal, atau tempat hiburan, dan kafe-kafe, maka tempat itu akan terasa sesak karena penuh asap rokok.

Sopir-sopir bis angkutan umum ber-AC, sopir mikrolet, sopir oplet, juga tidak peduli, sambil menyetir juga mengepulkan asap rokok dari mulut dan hidungnya. Penumpang hanya pasrah melihat sopir merokok. Apalagi si sopir bajaj, yang posisi duduknya sangat dekat dengan penumpang, tokh juga terus merokok dan tidak peduli dengan penumpangnya adalah anak sekolah atau ibu yang membawa bayi.

Anak-anak SD dan pelajar remaja saja juga sudah jadi perokok. Mereka memilih tidak membeli tiket kereta api, tapi duduk dengan tenang sambil mengepulkan asap rokoknya di atas gerbong kereta api. Harga rokok memang murah sekali, cukup dijangkau dengan uang jajan anak-anak. Menurut Hakim Sorimuda Pohan,SpOG dari Indonesia Tobacco Control Network, para perokok ini sebenarnya termasuk kelompok masyarakat kurang beradab, karena tidak memenuhi aturan .

Page 11: Yuk menulis

ANAK KECIL ITU “LENGKET” DENGAN PENGASUH

Suasana di ruang tunggu F7 di bandara Soekarno Hatta cukup ramai. Ada yang ber selfie ria, ada yang ngobrol dengan suara keras, ada yang duduk melamun, ada yang baca koran, dan ada yang nonton TV airport. Mereka semua sedang menunggu pengumuman keberangkatan pesawat Garuda Indonesia menuju Batam.

Masing-masing sibuk dengan kebutuhannya sendiri. Coba tengok di pojok. Seorang laki-laki setengah baya terus saja menciumi anak majikannya yang usianya sekitar tujuh tahun. Bocah laki-laki itu diam saja, tapi sekali-sekali dia menepis muka laki-laki itu. Keduanya duduk di belakang orang tuanya, sehingga pemandangan yang cukup mencurigakan itu luput dari pantauannya. Mereka berdua merasa anaknya aman-aman saja bersama pengasuh laki-laki itu, sementara baby sitter nya yang lain sibuk bercengkerama dengan temannya.

Laki-laki itu terus saja menempelkan wajahnya ke pipi anak itu, sambil tangannya membelai-belai rambutnya. Inikah bentuk kasih sayang pengasuh laki-laki kepada anak majikannya ? Gambaran itu terus berlanjut di tempat duduk di atas pesawat, sehingga penumpang lain pun merasa jengah.

Page 12: Yuk menulis

AIR UNTUK ANAKZulfikar (11 tahun) bersama lima anak lainnya terus berlarian mengejar

debur ombak pantai sambil memungut barang-barang bekas yang terhempas di pinggir pantai. Sekilas pintas mereka tampak bahagia saling berkejaran dengan hempasan ombak, karena setiap bunyi gemuruh ombak berarti ada harapan.

Namun, lihatlah badannya, kulitnya, wajahnya. Mereka yang tinggal di kampung nelayan Cilincing, Jakarta Utara, ini adalah anak-anak yang kering kerontang meski dekat dengan limpahan air laut tapi jauh dari air bersih

Panas tengah hari tidak mengusik mereka untuk terus berlari di pinggir pantai dengan kaki telanjang sambil mencari barang-barang bekas, padahal tanpa terasa sebenarnya tenggorokannya sudah mulai kering. Namun, anak-anak tetaplah anak-anak, kalau sudah berkumpul dengan sesama teman, maka rasa dahaga pun sirna.

Tapi lihatlah, kulit hitam Zulfikar yang kena panas matahari tapi penuh korengan, begitu juga anak-anak lainnya, dengan bibir kering dan rata-rata kurus itu, adalah potret anak-anak yang kurang sehat. Hanya keceriaan sebagai anak-anak yang membuat mereka kelihatan baik-baik saja, padahal mereka sebenarnya sudah dapat diketegorikan anak kurang gizi.

Apakah Zulfikar dan kawan-kawannya memang tidak haus? Anak nelayan itu hanya tersenyum sambil menjelaskan bahwa tidak ada air minum di rumah. “Rasa haus jadi hilang kalau kumpul dengan teman-teman, sambil makan gorengan atau makanan lain,” ujarnya.

Page 13: Yuk menulis

DI BALIK MUSIK REMAJA Mereka menyerbu halaman yang tak begitu luas di depan

panggung, lalu langsung ber-pogo dance-- mengikuti lagu Andai dan Dub Dab yang dimainkan lima anak gadis pelajar STM Bhayangkari jurusan Elektro.

Meski bergoyang di tempat yang sempit bahkan saling menyemburkan ludah ke udara, namun tak satu pun yang tersinggung apalagi marah. Mereka terus saja bergoyang sampai dua lagu yang memekakkan telinga itu selesai.

“Kalau di tempat lain, jangankan kena ludah, saling lirik saja, pastilah terjadi tawuran,” kata seorang pelajar yang melihat teman-teman sebayanya dari sekolah lain saling bersatu dalam musik yang digelar di Sanggar Krida Wanita Jaya Raya (Sangkrini) TMII, Minggu lalu (18/8).

Sebanyak 10 finalis kelompok musik remaja, hasil seleksi dari 178 grup peserta Festival Band Pelajar Se-Jabotabek 11-18 Juli kelihatannya cukup berhasil memukau para penonton yang sebagian terbesar adalah pelajar dari berbagai sekolah.

Page 14: Yuk menulis

BALADA BUSWAYPagi itu terasa sangat sejuk, karena baru pukul 5.30, tapi begitu ketika

kaki melangkah masuk ke dalam mobil angkutan berekor panjang yang dikenal sebagai busway, maka mulai berubah menjadi pengap. Busway memang ber AC, namun penumpangnya penuh sesak. Mau kemanakah mereka gerangan? Oh, inikah mereka yang gila kerja dan harus mengejar waktu kerja,, atau karyawan dan karyawati yang disiplin, atau apa?

Sederetan perempuan yang duduk di bagian kanan busway asyik bermain hp, gadget, dan lainnya, dan sederetan lagi anak-anak gadis yang duduk terkantuk-kantuk, bahkan terlihat hanyut di dalam mimpinya karena ada yang mulutnya sedikit menganga.

Di seberang bangku mereka, duduk laki-laki muda seperti orang kantoran yang juga terkantuk-kantuk karena goyangan busway yang melaju pelan di jalurnya. Di depannya ada ibu-ibu muda yang bergelantungan, ibu setengah tua yang akan menuju kantor, dengan satu tangan memegang gantungan di dekat kepalanya dan satu tangan lainnya memegang tas. Inilah balada busway, tempat berkumpulnya ketidakadilan, ketidakpekaan, ketidakpedulian dengan sesama. Ada tulisan prioritas tempat duduk untuk orang tua, ibu hamil, ibu dengan anak kecil atau orang cacat yang tertempel di dinding kaca bis tersebut.

Inilah agaknya error komunikasi yang dimaksudkan oleh pakar komunikasi dunia, Shannon and Weaver, karena pesan itu tidak nyambung alias tidak dibaca, meski di depan mata.

Page 15: Yuk menulis
Page 16: Yuk menulis