chapter i

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan peradaban modern eksistensi suatu perusahaan atau dunia usaha terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian dunia usaha hingga saat ini adalah soal tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Sebagai bagian dari konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan tanggung jawab sosial perusahaan mengalami rumusan konseptual yang terus berubah, sejalan dengan perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri. Pada awalnya dan untuk waktu yang sangat panjang, dunia usaha barang kali tidak perlu atau tidak pernah berfikir mengenai tanggung jawab sosial. Hal ini karena proposi teori klasik, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith tugas korporasi diletakkan semata-mata mencari keuntungan, “the only duty of the corporation is to make profit. 1 Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Secara perlahan ideologi “ the only duty of the corporation is to make profit” yang dianut oleh korporasi telah berubah dengan munculnya kesadaran kolektif bahwa kontiunitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa dukungan yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya seperti, manajer, konsumen, 1 Sofyan Djalil, Kontek Teoritis dan Praktis Corporate Social Responsibility, Jurnal Reformasi Ekonomi Vol.4. No.1 Januari-Desember 2003, hal.4. Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Upload: vina-khansa

Post on 30-Jul-2015

24 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter I

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan peradaban modern eksistensi suatu perusahaan atau dunia usaha

terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian

dunia usaha hingga saat ini adalah soal tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate

Social Responsibility) yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Sebagai

bagian dari konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan

tanggung jawab sosial perusahaan mengalami rumusan konseptual yang terus

berubah, sejalan dengan perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri.

Pada awalnya dan untuk waktu yang sangat panjang, dunia usaha barang kali tidak

perlu atau tidak pernah berfikir mengenai tanggung jawab sosial. Hal ini karena

proposi teori klasik, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith tugas korporasi

diletakkan semata-mata mencari keuntungan, “the only duty of the corporation is to

make profit.1 Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah

meningkatkan keuntungan.

Secara perlahan ideologi “ the only duty of the corporation is to make profit”

yang dianut oleh korporasi telah berubah dengan munculnya kesadaran kolektif

bahwa kontiunitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa dukungan

yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya seperti, manajer, konsumen,

1 Sofyan Djalil, Kontek Teoritis dan Praktis Corporate Social Responsibility, Jurnal Reformasi

Ekonomi Vol.4. No.1 Januari-Desember 2003, hal.4.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 2: Chapter I

buruh dan anggota masyarakat. Inti dari pandangan ini adalah bahwa dunia usaha

tidak akan sejahtera jika stakeholdernya juga tidak sejahtera.2

Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki sisi tangung jawab

ekonomis kepada para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan

menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah, seperti

membayar pajak, memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan), dan ketentuan lainnya. Namun, jika perusahaan ingin eksis dan

ekseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial.3

CSR pertama kali muncul dalam diskursus resmi-akademik sejak hadirnya

tulisan Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen tahun 1953 (Harper

and Row, New York). CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu kewajiban pelaku

bisnis untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan berbagai tindakan

yang harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Singkatnya,

konsep CSR mengandung makna, perusahaan atau pelaku bisnis umumnya memiliki

tanggung jawab yang meliputi tanggung jawab legal, ekonomi, etis, dan lingkungan.

Lebih khusus lagi, CSR menekankan aspek etis dan sosial dari perilaku korporasi,

seperti etika bisnis, kepatuhan pada hukum, pencegahan penyalahgunaan kekuasaan

dan pencaplokan hak milik masyarakat, praktik tenaga kerja yang manusiawi, hak

2 Eddie Riyadi, Tanggung Jawab Bisnis Terhadap Ham, (diakses tanggal 16 Januari 2008,

http://www.elsam.or.id. 3 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Surabaya : CV.Ashkaf Media

Grafika, 2007), hal.xxiii.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 3: Chapter I

asasi manusia, keamanan dan kesehatan, perlindungan konsumen, sumbangan sosial,

standar-standar pelimpahan kerja dan barang, serta operasi antar negara.4

Wacana CSR semakin terasa dengan diterbitkannya buku ”Silent Spring”

karangan Rachel Carson yang membahas pertama kalinya tentang persoalan

lingkungan dalam tataran global. Karyanya menyadarkan bahwa tingkah laku

korporasi mesti dicermati sebelum berdampak menuju kehancuran.Sejak itu,

perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat

perhatian kian luas.Pemikiran korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam

The future Capitalism yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Menurutnya,

kapitalisme-yang menjadi mainstream saat itu tidak hanya berkutat pada masalah

ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis

apa yang nantinya disebut sustainable society. 5

Di era 1970 an CSR dianggap sebagai isu marjinal tetapi kemudian para

pebisnis dan pemimpin pemerintahan menyadari sepenuhnya bahwa mustahil

membebankan seluruh pemecahan masalah kemiskinan dan kerusakan lingkungan

dipundak pemerintah, sementara di lain sisi, pihak perusahaan punya kekuatan yang

hampir sama dengan pemerintah karena kemampuan ekonominya.6

Di Indonesia kesadaran para pelaku bisnis dalam menerapkan CSR relatif baru,

yaitu awal 1990. Adanya anggapan para pelaku bisnis di Indonesia bahwa tanggung

4 Eddie Riyadi, op.cit ., 5 Yusuf Wibisono, op.cit., hal. 5. 6 Eddie Riyadi, loc.cit.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 4: Chapter I

jawab sosial dipandang sebagai aktivitas yang bersifat buang-buang biaya. Padahal

program CSR justru memberikan banyak keuntungan pada perusahaan.7

Secara perlahan dalam dunia usaha di Indonesia mulai muncul spektrum baru

berkaitan dengan pentingnya dunia usaha mempertajam kesadaran mereka tentang

tanggung jawab sosial perusahaan. Korporasi harus memandang bahwa tanggung

jawab sosial perusahaan perlu diupayakan di lingkungan internal dan eksternal

perusahaan. Dalam lingkup internal perusahaan, implementasi CSR merupakan

keputusan strategis perusahaan yang secara sadar di desain sejak awal untuk

menerapkan lingkungan kerja yang sehat, kesejahteraan karyawan, aspek bahan baku

dan limbah yang ramah lingkungan, serta semua aspek dalam menjalankan usaha

dijamin tidak menerapkan praktek-praktek jahat. Dalam lingkup eksternal

implementasi CSR harus dapat memperbaiki dalam aspek sosial dan ekonomi pada

lingkungan sekitar perusahaan pada khususnya serta lingkungan masyarakat pada

umumnya. Tanggung jawab eksternal ini menjadi kewajiban bersama antar entitas

bisnis untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan yang

berkelanjutan. Maka tidak berlebihan seperti judul dalam konperensi CSR,

bahwa dalam sebuah entitas bisnis, responsible business is good business. 8

Pembangunan industri sebenarnya memiliki dampak positif dapat

menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi

aset pembangunan nasional maupun daerah. Namun kenyataan selama puluhan

7 http://www.masyarakatmandiri.org, (diakses tanggal, 11 September 2008) 8 Ibid.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 5: Chapter I

tahun praktik bisnis dan industri korporasi Indonesia cenderung memarginalkan

masyarakat sekitar, tetap tidak bisa ditampik. Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, mengenai permasalahan dan agenda

pembangunan, menegaskan bahwa telah terjadi ekses negatif dari pembangunan,

yaitu kesenjangan antar golongan pendapatan, antar wilayah dan antar kelompok

masyarakat.9

Masyarakat yang sejak awal telah miskin, kenyataannya semakin

termarginalkan dengan kehadiran berbagai jenis korporasi. Korporasi tidak

melaksanakan CSR secara baik terhadap masyarakat. Alih-alih melibatkan dan

memberdayakan masyarakat sekitar dengan melakukan community

development,10 korporasi cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Jika

pun ada program yang dilakukan oleh korporasi, biasanya bersifat charity, seperti

memberi sumbangan, santunan, sembako, dan lain-lain. Program charity ini menjadi

dalih bahwa mereka juga memiliki kepedulian sosial. Dengan konsep charity,

kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula, tetap marginal.

Charity menjadi program yang tidak tepat sasaran karena tidak bisa memutus rantai

kemiskinan.11

9 Oky Syaiful R.Harahap, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http: //www. sarwono. net/

artikel.php?id (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008) 10 Baca Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial,

Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains, 2007) hal.234 bahwa Arif Bidimanta menyatakan Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna tercapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya.

11 Oky Syaiful R.Harahap., op.cit

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 6: Chapter I

Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat

merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para

pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang

harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi, dalam hal

ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang

terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan

subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab

hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, dimana tanggung jawab moral ini

dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut.12

Dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu

sendiri, diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya punya

tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer

perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung

jawab dan kewajiban moral kepada orang banyak dan pihak lain yang berkaitan

dengan kegiatan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer

perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan

hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur masyarakat setempat

dan seterusnya.Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer

12 I Nyoman Tjager, et al, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas

Bisnis Indonesia), (Jakarta : PT. Prehalindo, 2002), hal. 142

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 7: Chapter I

perusahaan tidak hanya tertuju kepada shareholders (pemegang saham) tetapi juga

kepada stakeholders pada umumnya.13

Selain itu perusahaan sebagai subjek hukum seyogyanya juga menjadi mahluk

sosial yang pemperhatikan lingkungan sosialnya sehingga perusahaan itu tidak

dirasakan sebagai sesuatu yang asing di lingkungannya. Hal ini sangat penting,

terutama jika kita berbicara tentang perusahaan raksasa yang terkadang merupakan

“negara dalam negara” karena besarnya. Banyak perusahaan raksasa yang justru

berprilaku sebagai penguasa daerah dan mendikte pemerintah daerah. Satu dan lain

hal karena pemerintahan daerah sangat bergantung pada perusahaan raksasa tersebut,

baik itu pajak, retribusi, lapangan kerja, realisasi maupun pembangunan masyarakat

(Community Development).14

Mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial di dalam pengertian

good governance, yang subtansi dan pelaksanaanya menunjang pembangunan yang

stabil dengan syarat yang utama efisiensi dan pemerataan. Dalam pelaksanaannya,

good governance mengandalkan rule of law terutama yang mencakup bidang

ekonomi dan politik, penentuan kebijakan yang transparan, pelaksanaan kebijakan

yang accountable, birokrasi yang berkualitas dan juga masyarakat yang capable.15

13 Erni R. Ernawan, Business Ethics : Etika Bisnis, (Bandung : CV. Alfabeta, 2007), hal.28 14 Todung Mulia Lubis, Corporate Responsibility, http://www.com.id.org, (diakses pada

tanggal, 18 Januari 2008) 15 Emil Salim, Good Governance dan Masyarakat Warga, Jurnal Transparansi Edisi 15/Des

1999, Jurnal Transparansi Online http://www.transparansi.or.id/ majalah/edisi15/15 berita (diakses pada tanggal, 18 Januari 2008)

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 8: Chapter I

Mochtar Kusumaatmadja mencatat bahwa hukum sebagai sarana pembangunan

bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur

arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan.

Dalam konteks perusahaan, berarti hukum berperan penting tidak hanya terhadap

pemegang saham (shareholders), tapi juga mengatur berbagai pihak (stakeholders)

dalam kegiatan korporasi agar berjalan sesuai dengan koridor keadilan sosial, selain

untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi secara teratur.16

Harapan adanya peraturan yang baik serta dijalankannya law enforcement.

Peraturan yang baik berarti peraturan yang memenuhi nilai-nilai yang hidup dan

berkembang di masyarakat (living law). Bukan saja masyarakat sekitar lokasi

perusahaan, melainkan juga masyarakat dunia usaha itu sendiri. Beberapa korporasi

mulai sadar akan pentingnya menjalankan tanggung jawab sosial terhadap

masyarakat, tapi lebih banyak lagi korporasi yang mangkir dari kewajibannya itu.

Karena itu perlu suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur konsep dan

jenis CSR dalam rangka law enforcement dan peningkatan ekonomi lokal dan

nasional. 17

Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai CSR diatur dalam Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Sebagai pengganti Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam Undang-undang

PT Nomor 40 Tahun 2007, pasal 74 ayat (1) menyatakan perseroan yang

16 Oky Syaiful R. Harahap, op.cit. 17 ibid

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 9: Chapter I

menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya

alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan lingkungannya. Ayat (2)

berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan

yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat (3) menyatakan

perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) berbunyi ketentuan

lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan

pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa CSR, sangat dipandang perlu dan

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari korporasi.

Diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas ini, mengisyaratkan bahwa CSR awalnya bersifat sukarela menjadi sebuah

tanggung jawab yang diwajibkan. Namun Undang-undang Perseroan Terbatas secara

eksplisit tidak mengatur berapa jumlah nominal dan atau berapa besaran persen laba

bersih dari suatu perusahaan yang harus disumbangkan. Karena, pengaturan lebih

lanjut merupakan domain daripada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai manifestasi

dari Undang-undang, dan saat ini Peraturan Pemerintah tersebut masih dibahas oleh

pemerintah.18

Jauh Sebelum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan

Terbatas ini diundangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menerapkan

18 Andi Firman, Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan, http://www. kutaikartanegara. com/ forum/

viewtopic (diakses tanggal, 18 Januari 2008)

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 10: Chapter I

CSR yang diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,

lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sebagai manipestasinya

telah dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003

tanggal 17 Juni 2003 dan Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003

tanggal 16 September 2003. Dengan demikian BUMN dapat dikatakan telah jelas

aturan mainnya karena sudah ada Undang-undang tersendiri. BUMN merupakan

perusahaan yang dimiliki oleh negara, bahkan pola CSR mereka sudah rinci aturan

pelaksananya.

Praktik CSR oleh BUMN ini menarik untuk dikaji disebabkan oleh faktor

pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan kedermawanan sosial BUMN

ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena sifat dan statusnya sebagai

perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh motif pengurangan pajak (tax

deduction) sebagaimana menjadi pengharapan perusahaan-perusahaan swasta.

Kendati pajak tetap merupakan kewajiban bagi BUMN, kewajiban ini tidak serta

merta mempengaruhi kelancaran kegiatan atau operasi BUMN.Kedua, terdapat

instrumen ”pemaksa” berupa kebijakan pemerintah; dimana melalui Kepmen BUMN

Nomor: Kep-236/MBU/2003, perusahaan BUMN menjalankan Program Bina

Lingkungan (PKBL). Sehingga dengan praktik derma yang imperatif tersebut

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 11: Chapter I

dimungkinkan bahwa potensi rata-rata sumbangan sosial perusahaan-perusahaan

BUMN lebih besar dari perusahaan-perusahaan swasta.19

BUMN merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi strategis

negara-negara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai pengaruh utama dalam

pembangunan negara-negara dunia ketiga. Setidaknya, BUMN diperlukan dalam

pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan menempatkan dirinya untuk

berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas ekonomi. 20

Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis tertarik menganalisis Implementasi

Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap masyarakat di lingkungan PTPN

IV (Studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan

BUMN?

2. Bagaimanakah implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan

PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?

3. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility terhadap

masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?

19 Fajar Nussahid, Praktik Kedermawanan Sosial BUMN : Analisis terhadap Model

Kedermawanan PT.Krakatau Steel, PT.Pertamina dan PT.Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang Vol.1 No.2, Januari 2006 hal.5

20 Ibid, hal.8

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 12: Chapter I

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan

penulis, penelitian mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility terhadap

masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir belum pernah dilakukan.

Namun penelitian yang membahas tentang Corporate Social Responsibility sudah

pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Adapun yang membedakan penelitian

penulis dengan peneliti sebelumya, adalah sebagai berikut :

1. Corporate Social Responsibility yang dianalisa dari Undang-undang Perseroan

Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, selanjutnya:

2. Corporate Social Responsibility, dengan landasan hukum Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007, Tentang Penanaman Modal.

Secara subtansial yang membedakan penelitian penulis dengan peneliti

terdahulu adalah sebagai berikut :

1. penelitian ini difokuskan pada BUMN, dengan landasan yuridis Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2003, Tentang Badan Usaha Milik Negara dan

Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep.236/MBU/2003, tentang Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan yang wajib dilaksanakan oleh BUMN.

2. penelitian menitik beratkan pada aspek implementasi

Dengan demikian penelitian ini merupakan hal yang baru dan asli karena sesuai

dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 13: Chapter I

untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun terkait dengan topik dan

permasalahan dalam penelitian ini.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui peraturan-peraturan mengenai Corporate Social Responsibility

yang berlaku pada BUMN.

2. Untuk mengetahui implementasi Corporate Social Responsibility dalam

permberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan PTPN IV Unit Kebun

Dolok Ilir Kabupaten Simalungun.

3. Untuk mengetahui dampak implementasi Corporate Social Responsibility pada

masyarakat dan lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten

Simalungun.

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu

pengetahuan, khususnya hukum perusahaan dan hukum bisnis di Indonesia.

Diharapkan juga penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan

perangkat peraturan mengenai CSR khususnya badan usaha yang berbentuk BUMN,

umumnya dan bentuk badan usaha perseroan lainnya.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 14: Chapter I

Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada kalangan pelaku bisnis di semua

sektor usaha untuk dapat lebih membuka cakrawala berpikir berkaitan dengan CSR

dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan bina lingkungan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi

yang dominan di masyarakat dan harus mengambil tanggung jawab untuk

kepentingan bersama, setiap keputusan yang dibuat. Setiap tindakan yang diambil

haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut… demikian ungkapan Dr.

David C. korten penulis Buku laris berjudul When Corporations Rule the World. Apa

yang ditandaskan Korten itu melukiskan betapa nyata tindakan yang diambil

korporasi membawa dampak terhadap kualitas kehidupan manusia, terhadap individu,

masyarakat dan seluruh kehidupan di bumi ini. Fenomena ini kemudian bisa

menjadikan wacana dan warna CSR.21

Kerangka teori tesis ini mengunakan teori utilitas (utilitarisme) yang

dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart

Mill. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos= tujuan), sebab

menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan

perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-

apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.22 Teori utilitas merupakan

21 http://www.bi.go.id (diakses pada tanggal 18 Januari 2008) 22 K.Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, (Yogyakarta : Kanisius, 1989),

hal.67

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 15: Chapter I

pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak

pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatestnumber). Artinya,

bahwa hal ini benar didefinisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik

atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat

pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan

hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism

(dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme

karena sangat berpotensi pada hasil perbuatan.23

Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam

meniali baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan-baik buruknya-tergantung

pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan

mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran,

kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik.

Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat,

perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan

seluruh kualitas moralnya.24

Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu

harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai

keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam

rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan

23 Erni R. Ernawan, op.cit., hal.93 24 K.Bertens, op.cit,.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 16: Chapter I

adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang

mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan

yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya merupakan

tanggung jawab moril individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu

membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi

atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam

melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama

sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau

perusahaan. 25

Persoalannya adalah apakah perusahaan dengan sukarela atau dengan

ikhlas menciptakan perubahan dalam lingkungan masyarakat di tempat

perusahaan itu berada. Karena pada dasarnya dunia usaha memegang teguh

adagium-bahwa tugas pokok pebisnis adalah mencari untung sebesar-besarnya.

Di sinilah pentingnya moralitas dalam kegiatan ekonomi menurut Adam

Smith dalam bukunya “Theory of Moral Sentiments”, mengungkapkan bahwa

kegiatan ekonomi yang bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, maka

perusahaan harus dapat mengimplementasikan nilai keadilan dalam

25 Ibid.,hal.66

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 17: Chapter I

kebijakan perusahaan karena negara hanya berlaku sebagai ” impartial

spectator”.26

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith, Guru Besar dalam bidang

Filsafat moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun

1750,27 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan

bahwa” tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of

justice to secure from injury).28 Prinsip keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan

yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama.29

Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang

bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan.

Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia,

yaitu individu-individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan

bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekedar

26 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Dalam

Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 17 April 2004, hal 11, menerangkan bahwa Adam Smith sekaligus sebagai ahli teori hukum “Bapak Ekonomi Modern” telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice).Dalam Prolog dari Neil Mac Cormick ”Adam Smith On Law”, bahwa yang dimakud “impartial Spectator” adalah bahwa peran Negara atau Pemerintah itu hanya sebatas fungsinya sebagai “penonton”

27 Ibid, hal.4-5. 28 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Sebagaimana dikutif dari D.W. Proh, “A. text-book of

Jurisprudence”, London: Sweet & Mazwell, 1966 hal 221, (Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V , 2000

29 John Rawls, A theory of Justice, (London : Harvard University Press, 1971), hal.23-24.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 18: Chapter I

akumulasi bagian-bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan

dapat membantu mencapai sasaran kolektif.30

Keberadaan suatu perusahaan akan selalu berinteraksi dengan masyarakat

sekitar yang kemudian menimbulkan kepentingan-kepentingan yang kadang saling

bertentangan. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat, ini akan

menimbulkan persoalan wajar tidak wajar, patut tidak patut, yang pada akhirnya

pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat.31

Pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat dalam kegiatan sosial dan kegiatan

ekonomi perusahaan dapat terjadi karenanya hukum diperlukan untuk melindungi hak

masyarakat tersebut. Roscoe Pound menyatakan bahwa tugas pokok pemikiran

modern adalah “rekayasa sosial”. Untuk memudahkan dan menguatkan tugas

rekayasa sosial, Roscoe Pound menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial,

untuk kesinambungan hukum yang berkembang melalui daftar kepentingan yang

mengalami perkembangan, sehingga tiga kepentingan harus dilindungi, yaitu,

kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan pribadi.32

Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung lama dan dalam jangka panjang

bisnis harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi

masyarakat itu apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat

30 Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan

Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi Bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 2007) hal. 114

31 Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, hal.1

32 Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Idealisme dan Problem Keadilan, Jilid 2 (terjemahan Achmad Nasir Budiman dan Sulemen Daqib) (Jakarta : Rajawali Pers, 1990) hal.140.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 19: Chapter I

dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar,

yang bertitik dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi definisi

dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa

kegiatan usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan

yang lebih bermutu. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan

kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelola bisnis.33 Adanya

konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk nyata perusahaan

untuk memberi kesenangan dan kebahagiaan bagi masyarakat dan juga merupakan

perbuatan etis. Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan

bukan hubungan bisnis. Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki

tanggung jawab sosial atau CSR.34

CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung

jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksud

adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan

tidak memperhitungkan untung atau rugi.35

Konsep CSR sebenarnya relatif baru. Bahkan dalam teori korporasi klasik, akar-

akar konsep CSR sulit ditemukan. Namun demikian persoalan CSR jika dicari akar-

33 O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, September

2003), hal.55 34 Apoan Simorangkir, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep dan Wujud Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deliserdang, Disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1

35 K.Bertens, op.cit., hal.296-297

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 20: Chapter I

akar teoritisnya, konsep CSR mendapat pijakan yang relatif kuat karena dua

perkembangan berikut ini:

Pertama, dalam realitasnya agen pemerintah tidak selamanya bisa menjalankan

kesejahteraan masyarakat secara memuaskan. Kedua, pasar terkadang gagal

mengalokasikan sumber daya secara efisien.36 Hal itu terjadi apabila, salah satu

tindakan agen pasar, ternyata menimbulkan dampak bagi kesejahteraan atau kondisi

pihak lainnya. Sayangnya, dampak ini terkadang tidak diperhatikan oleh agen yang

bersangkutan. Kegiatan ekonomi atau perusahaan seyogyanya dapat memberikan

dampak positif bagi perubahan masyarakat di lingkungan perusahaan itu sendiri.

Perubahan tersebut tentunya dilandasi oleh kemauan yang tulus yang lahir dari

dalam diri pelaku usaha/perusahaan. Hal ini tentunya bertujuan pengelolaan sumber

daya ekonomi dan sosial dalam pelaksanaanya menunjang pembangunan yang stabil

dengan syarat utama yaitu efisien dan pemerataan.37

Dalam Pengertian yang luas, CSR dipahami sebagai konsep yang lebih

“manusiawi” dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena

itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi bisnis, harus menjunjung

tinggi moralitas.38

Untuk itu terdapat tiga pilar penting dalam merangsang pertumbuhan CSR

yang mampu mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan. Yang pertama adalah

mencari bentuk CSR yang efektif untuk mencapai tujuan yang diharapkan (unsur

36 Sofyan Djalil, op.cit., hal.4. 37 Ibid 38 Fajar Nussahid, op.cit.,hal.5

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 21: Chapter I

lokalitas), yang kedua mengkakulasi kapasitas SDM dan institusi untuk merangsang

pelaksanaan CSR (masyarakat, pembuat UU, pekerja, pelaku bisnis), dan yang ketiga

adalah peraturan dan perundangan serta kode etik dalam dunia usaha. Pada akhirnya

tiga pilar ini tidak akan mampu bekerja dengan baik tanpa dukungan sektor publik

untuk menjamin bahwa pelaksanaan CSR oleh perusahaan sejalan dan seiring dengan

strategi pengembangan dan pembangunan sektor publik.39

Dalam konteks inilah CSR berusaha bagaimana korporasi sebagai agen

ekonomi selalu patuh terhadap hukum dan peraturan, peduli terhadap persoalan sosial

di sekitarnya, peduli terhadap perlindungan lingkungan hidup, kesehatan kerja dan

sebagainya. Korporasi harus meminimalkan eksternalitas negatif yang harus

ditanggung masyarakat. Dan korporasi harus bertindak sebagai good corporate

citizenship.40

Konsep CSR di Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru karena CSR sudah

dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya

yang kelasik CSR masih dipersepsikan sebagai idiologi yang bersifat amal (charity)

dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan.

Disamping itu masih banyak pihak yang mengidentikkan CSR dengan Community

Development (CD). CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community

Development (CD) karena sesungguhnya secara historis keberadaan Community

Development (CD) dan CSR sangat berbeda. Community Development (CD)

39 Dyah Pitaloka, Memperkuat CSR, Memberantas Kemiskinan, http:// www. suaramerdeka. com/ harian/0708/02/opi04.htm (diakses pada tangal 18 Januari 2008)

40 Ibid, hal.5

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 22: Chapter I

merupakan kerelaan perusahaan untuk memberikan berbentuk benefit bagi

masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, sedangkan CSR muncul sebagai sebuah

reaksi atas tuntutan masyarakat yang didasarkan pemikiran bahwa keberadaan

perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak-hak masyarakat

setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar memberikan

berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha.41

Definisi CSR secara etimoligi di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai

tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR Madang juga disebut

sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usa.

Namun apabila disebut salah satunya darinya, konotasinya pastilah kembali kepada

CSR. Kendati tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah

kesamaan, yaitu kesinambungan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan

perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan, (konsep economic, sustainability,

environment sustainability dan social sustainability) . 42

Pandangan lebih komprehensif mengenai CSR dikemukakan oleh Carrol yang

mengemukakan teori Piramida CSR. Menurutnya, tangung jawab perusahaan dapat

dilihat berdasarkan empat jenjang (ekonomis, hukum, etis dan filantrofis) yang

merupakan satu kesatuan.43

41 Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social

Responsibility (CSR) berbasis HAM, dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.1-2

42 Yusuf Wibisono, op.cit., hal.8 43 Fajar Nursahid, op.cit., hal.7

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 23: Chapter I

Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang

menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang

mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan

hubungan baik dengan semua stakeholders.44

Implementasi CSR merupakan salah satu penerapan prinsip Good Corporate

Governance (GCG) yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada

publik.45 Intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang

mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti

sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan

direksi demi tercapainya tujuan korporasi (perusahaan). Dan dalam arti luas, yaitu

mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara

proporsional. GCG juga, dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan

dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

Di Indonesia lebih dari sepuluh tahun terakhir hubungan antara perusahaan

dengan masyarakat sekitar telah dipertanyakan. Terutama dalam konteks kontribusi

dan peranannya dalam membantu penyelesaian masalah sosial masyarakat seperti

kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakadilan. Hal ini didasari oleh sejumlah fakta

berkenaan dengan banyaknya konflik antara perusahaan dan masyarakat, baik dalam

44 Badaruddin, Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi,

disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel Medan, hal.2

45 Muh Arief Effendi, CSR Melalui Community Development, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id, (diakses tanggal 18 januari 2008), Lihat juga Undang-undang No. 19 Tahun 2003, tentang BUMN Pasal 2 butir e .

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 24: Chapter I

soal hak-hak sumber daya, kesempatan kerja maupun ketimpangan sosial ekonomi.

Dalam teori realitis (teori organ) yang menganggap bahwa keberadaan suatu

perusahaan yang berbadan hukum dalam suatu tata hukum, sama saja layaknya

dengan keberadaan manusia selaku subjek hukum. Jadi badan hukum bukanlah hanya

hanyalan semata dari hukum sebagaimana diajarkan dalam teori fiksi akan tetapi

benar adanya dalam kehidupan hukum. Dalam hal ini badan hukum tersebut

bentindak lewat organ-organnya.46

Lebih jauh, Garriga dan Mele memetakan teori-teori dan konsep-konsep

mengenai CSR. Dalam kesimpulannya, Garriga dan Mele menjelaskan CSR

mempunyai fokus pada empat aspek utama, yakni mencapai tujuan untuk

mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, kedua menggunakan kekuatan bisnis

secara bertanggungjawab, ketiga, mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan sosial,

keempat, berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang

beretika. secara praktis dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok teori yang

berdimensi profit, politis, sosial, dan nilai-nilai etis. 47

Dalam pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang

menyatakan: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

serta mewujudkan keadilan sosial ….” Selanjutnya juga tercermin dalam Pasal 33

46 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya di dalam Hukum

Indonesia,, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal,4. 47 Teddy Lesmana, CSR Untuk Kesejahteraan Rakyat, http://www.media-indonesia.com ,

(diakses tanggal 18 Januari 2008)

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 25: Chapter I

ayat (3) UUD 1945, menyatakan, “ Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Lebih lanjut peran sosial BUMN dapat dilihat dari dimensi ganda yang melekat

padanya. Menurut hasil diskusi Kelompok Tangiier pada 1981, sebuah institusi

digambarkan sebagai BUMN jika mempunyai dua dimensi: dimensi publik (public

dimension) dan dimensi badan usaha. Dimensi publik, BUMN mengsyaratkan bukan

saja pemilikan dan pengawasan oleh publik, tetapi juga menggambarkan konsep

mengenai public purpose (bertujuan publik, masyarakat). Sementara dimensi badan

usaha bertautan dengan konsep komersial (bidang usaha).48

Sejalan dengan hal tersebut landasan hukum telah diterbitkan oleh Kementerian

BUMN yaitu : Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/ 2003 tanggal 17

Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Pelaksanaan

Bina Lingkungan. Dana dari program kemitraan ini diambilkan dari penyisihan

1-3 persen laba bersih yang diperoleh BUMN. Kita berharap agar kebijakan tersebut

menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan kondisi lingkungan sosial

masyarakat sekitar BUMN berdomisili. 49

Selanjutnya berdasarkan Lampiran Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-

433/MBU/ 2003 tanggal 16 September 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program

Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan antara lain

48 Fajar Fajar Nussahid, op.cit., hal.8 49 Muh Arief Effendi, op.cit.,

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 26: Chapter I

diatur mengenai pembentukan Unit PKBL yang merupakan bagian dari

organisasi perusahaan secara keseluruhan. Fungsi PKBL adalah melakukan

pembinaan berupa evaluasi, penyaluran, penagihan, pelatihan, monitoring, promosi,

dan fungsi administrasi dan keuangan. Masalah koordinasi telah diatur dalam

Pasal 11 ayat (1) butir b keputusan Menteri BUMN tersebut, minimal dalam bentuk

menyampaikan daftar calon mitra binaan yang akan diberikan dana

pinjaman kepada BUMN koordinator untuk menghindari duplikasi

pinjaman.

Apabila program ini dapat di implementasikan dengan sebaik mungkin dan

dikelola secara optimal, maka keberadaan program kemitraan dapat menjangkau

pengusaha kecil (mitra binaan) secara lebih luas, sehingga multiplier effect-nya

dapat dinikmati secara nasional. Sudah saatnya perusahaan meningkatkan

kepedulian terhadap masyarakat sekitar sebagai bentuk tanggung jawab sosial

perusahaan terhadap publik, sehingga perusahaan dapat mempertahankan

sustainable company. Akhirnya semoga program CSR tersebut dapat dikelola

secara profesional dan transparan sehingga CSR benar-benar bermanfaat

bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat disekitar lokasi perusahaan.

Yang pada akhirnya akan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat

luas.

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 27: Chapter I

G. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian yaitu Implementasi Corporate Social

Responsibility (CSR), pada masyarakat di Lingkungan PTPN IV, maka lokasi

penelitian dilakukan di Unit Kebun Dolok Ilir yang berada di Kabupaten

Simalungun. Dasar dari penelitian pada PTPN IV ini adalah bahwa PTPN VI adalah

salah satu BUMN yang merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi

strategis negara berkembang. Pemilihan lokasi ini didasarkan kepada keberadaan Unit

Kebun Dolok Ilir merupakan salah satu unit terbesar dari PTPN IV. Dekatnya jarak

dengan objek penelitian, tepatnya di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera

Utara.

2. Spesifikasi Penelitian

Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian ini adalah jenis, sifat dan

pendekatan penelitian yang digunakan. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif

analisis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

(menggambarkan) secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap populasi tertentu

atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu,50

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Metode

yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji peraturan-

peraturan hukum mengenai Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR),

50 Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997),

hal. 36

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 28: Chapter I

terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV (studi pada Unit Kebun Dolok Ilir di

Kabupaten Simalungun).

Penelitian tentang Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR), pada

masyarakat dan Lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten

Simalungun, ini bersifat deskriptif analisis karena akan menggambarkan dan

menerangkan permasalahan hukum yang berkaitan dengan Implementasi CSR,

kemudian akan dianalisis secara cermat apa saja yang menjadi dampak atau akibat

yang timbul dari implementasi CSR terhadap masyarakat dan lingkungan pada PTPN

IV Unit Kebun Dolok Ilir di Kabupaten Simalungun.

Menurut Hillway dalam bukunya introduction to Research, penelitian tidak lain

dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati

dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat

terhadap masalah tersebut.51

3. Sumber Data

Sumber Utama diperoleh dari data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

1. Bahan hukum primer, terdiri dari : Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

BUMN, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas dan

Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep.236/MBU/2003, tentang Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan.

51 J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Bandung : PT.Rineka Cipta, 2003)

hal.1

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 29: Chapter I

2. Bahan hukum sekunder, seperti: hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,

hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang

memberi petunjuk mapun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder,

seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-

bahan primer, sekunder dan tersier penunjang di luar bidang hukum, misalnya

yang berasal dari bidang ekonomi, filsafat dan lainnya yang dipergunakan untuk

melengkapi atau menunjang data penelitian.

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya dipilih guna

memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian tentang kaedah-

kaedah hukum yang mengatur masalah CSR BUMN dalam Program Kemitraan dan

Bina Lingkungan, selanjutnya disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi

yang selaras dengan permasalahan yang ditelaah dalam tesis ini.

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian

lapangan field research untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil

yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari informan, laporan-laporan

perusahaan, dan lain-lain yang relevan dengan objek telaah penelitian ini.52

Selain itu peneliti juga melakukan observasi langsung, ke lokasi tempat

dilaksanakannya CSR di PTPN IV Unit kebun Dolok Ilir.

52 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982)

hal.24

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008

Page 30: Chapter I

Dalam penelitian ini nantinya mungkin saja akan bersinggungan dengan disiplin

ilmu lainnya, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena

persfektif disiplin lainnya hanya merupakan ilmu pembantu.

4. Alat Pengumpulan data

Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan studi dokumen, dan wawancara. Kegiatan wawancara

dilakukan terhadap narasumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan

rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dijelaskan. Sehingga dengan adanya

wawancara diharapkan dapat memperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang

masalah yang diteliti.

5. Analisis Data

Setelah data sekunder diperoleh, maka dilakukan pengeditan data, sehingga

keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan

menjajaki kembali sumber datanya yang didukung oleh data primer dari beberapa

informan.

Setelah proses pengeditan data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya

pengolahan data baik primer maupun sekunder dianalisis dengan mempergunakan

metode induktif melalui pendekatan kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban

yang ada dalam penelitian ini .

Eka N.A.M.Sihombing : Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Sebagai Implementasi Hak Asasi Manusia Di Kota Medan, 2008