cerpen.docx

20
Kembali pada peristiwa pagi tadi. Cha Sik meminta maaf karena ia terlihat seperti preman yang sedang berkeliling menagih uang. Sambil membungkukkan badan segala XD “Tapi apa yang salah dengan pakaianku?” tanyanya polos. “Jika Nyonya memberitahu, Nyonya akan melihat gaya berpakaianku meningkat.” “Kau ini bodoh atau kau ingin mempermalukannya (Yoo Seul)?” Tidak keduanya, jawab Cha Sik sambil tersenyum. Yoo Seul yang sudah memilihnya. Jadi ini adalah tekadnya untuk tidak mengecewakan Yoo Seul. “Aku tidak bisa tiba-tiba berpakaian dengan baik, tapi aku akan berusaha sebaik-baiknya hingga Nyonya menyukai cara saya berpakaian,” kata Cha Sik tegas sambil membungkukkan badan. Ia memegang tangan Yoo Seul dan memasukkannya ke saku jasnya. Mereka pun pergi.

Upload: irfan-aprilian-k-popers-namja

Post on 08-Jul-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bahasa

TRANSCRIPT

Page 1: cerpen.docx

Kembali pada peristiwa pagi tadi. Cha Sik

meminta maaf karena ia terlihat seperti

preman yang sedang berkeliling menagih uang.

Sambil membungkukkan badan segala XD

“Tapi apa yang salah dengan pakaianku?”

tanyanya polos. “Jika Nyonya memberitahu,

Nyonya akan melihat gaya berpakaianku

meningkat.”

“Kau ini bodoh atau kau ingin

mempermalukannya (Yoo Seul)?”

Tidak keduanya, jawab Cha Sik sambil

tersenyum. Yoo Seul yang sudah memilihnya.

Jadi ini adalah tekadnya untuk tidak

mengecewakan Yoo Seul.

“Aku tidak bisa tiba-tiba berpakaian dengan

baik, tapi aku akan berusaha sebaik-baiknya

hingga Nyonya menyukai cara saya

berpakaian,” kata Cha Sik tegas sambil

membungkukkan badan.

Ia memegang tangan Yoo Seul dan

memasukkannya ke saku jasnya. Mereka pun

pergi.

Ibu masih mengomel sendiri. Tapi setelah

keduanya pergi, ia melihat mereka dengan

tatapan melembut. Sepertinya ia mulai

Page 2: cerpen.docx

tersentuh dengan sikap Cha Sik.

Dalam perjalanan, Yoo Seul bertanya adakah

yang Cha Sik inginkan. Ia merasa ia berhutang

banyak pada Cha Sik juga atas perlakuan

ibunya. Ia merasa tak enak dan ia tak tahan

merasa berhutang pada orang lain.

“Tidak apa, kau tidak perlu minta maaf” kata

Cha Sik. Tapi lalu ia mendapat ide. Ia berkata

ada sesuatu yang ia ingin Yoo Seul lakukan

dibandingkan dengan minta maaf.

Cha Sik membawanya ke depan piano nyentrik

dalam terowongan. Cha Sik ingin mendengar

Yoo Seul bermain piano.

“Tidak mau. Sudah kubilang aku berhenti main

piano.”

“Ayolah, kau bilang kau ingin impas tapi

ternyata itu tidak benar. Kau berhutang banyak

padaku tapi sepertinya kau biasa saja. Kau ini

berlawanan dengan kata-katamu sendiri.”

“Baik! Aku akan mainkan untukmu!” kata Yoo

Seul kesal.

Cha Sik dengan gembira membimbing Yoo Seul

ke depan piano. Dalam hatinya Yoo Seul

bertanya-tanya apakah ia bisa memainkannya.

“Kuharap kau memainkan lagu yang kutahu,”

Page 3: cerpen.docx

kata Cha Sik.

“Memangnya ada lagu yang kautahu?” sergah

Yoo Seul.

Yoo Seul menekan beberapa tuts dan berkata

suaranya persis seperti suara Cha Sik. Murahan

dan jelek.

“Hei! Apa kau dan ibumu bersekongkol

mengataiku!” protes Cha Sik. Ia berkata ini sih

bukan permintaan maaf namanya.

Yoo Seul menjawabnya dengan memainkan

jarinya pada piano.

“Whoah, daebak!!” seru Cha Sik kagum.

Yoo Seul melarang Cha Sik memberitahu

siapapun kalau ia memainkan piano di sana.

Cha Sik berkata ia akan membawa rahasia ini

ke kuburnya.

“Memangnya Ibumu ini kuburanmu?” ujar Ibu

sambil tersenyum geli saat Cha Sik

menceritakan kejadian itu malam harinya.

Keduanya sedang menempel iklan jasa menulis

ibu di tiang-tiang listrik.

Apa maksudnya, tanya Cha Sik bingung. Ini

anak pinter atau ngga sih hahaha^^

“Kau bilang kau akan membawa rahasia itu ke

kuburmu tapi sekarang kau membocorkannya

Page 4: cerpen.docx

pada Ibu.”

Membocorkan? Cha Sik tidak terima. Ia berkata

ia membagi rahasia ini hanya dengan ibunya.

Ibu berkata jika Cha Sik menyimpan rahasia

darinya maka Cha Sik sudah dewasa. Sekarang

ia tidak yakin apakah Cha Sik sudah dewasa.

“Iya..iya..maaf aku sudah seperti anak kecil.

Aku akan jadi dewasa. Jadi aku tidak akan lagi

membagi rahasia dengan ibu. Senang

sekarang?” Cha Sik merajuk.

“Aduh, Tuan Jeong…Tuan Jeong, kau ngambek

lagi. Apa kau ngambek?” tanya Ibu. Cha Sik

cemberut tak mau menjawab.

“Jadi bagaimana? Apa ia bermain piano dengan

baik?” tanya ibu pelan.

Haha..Cha Sik langsung berceloteh mengenai

kehebatan Yoo Seul. Menurutnya Yoo Seul

adalah pianis terbaik ke-2 setelah ayahnya.

“Apa Ibu tahu rasanya? Seperti pelangi yang

terdengar indah. Luar biasa indah….hingga

mengubah manusia menjadi malaikat, dan

membuat dunia menjadi seperti surga,” Cha Sik

memejamkan matanya mengingat kembali

suara indah yang diperdengarkan Yoo Seul

melalui alunan pianonya. Yoo Seul memainkan

Page 5: cerpen.docx

Symphony No. 9 Beethoven (yang kemudian

bagian akhirnya digunakan pada lagu Joyful

Joyful We Adore Thee).

Cha Sik berkata ia merasa sangat bahagia hanya

dengan melihatnya. Seperti pelangi yang tak

pernah ia inginkan untuk berlalu.

“Pasti sangat indah,” kata ibu.

“Iya, dan Ibu tahu apa yang lucu? Aku mulai

mendengar lagu yang sama dalam mimpi-

mimpiku akhir-akhir ini.”

Ibu bertanya mimpi apa itu. Cha Sik menahan

senyumnya sambil berkata ia tidak tahu karena

ia lupa begitu ia bangun. Heee…mencurigakan

;p

“Kau bilang kau lupa tapi bagaimana kau ingat

musiknya?”

“Aku tidak tahu, aku hanya ingat musiknya,”

kata Cha Sik.

Ibu mendapat telepon dari seorang kliennya

yang marah-marah karena tidak diterima

bekerja. Menurut klien itu, ia tidak diterima

bekerja di mana pun gara-gara CV yang dibuat

ibu. Ibu terpaksa berkata ia akan

mengembalikan uang klien tersebut.

Cha Sik kesal setelah mendengar hal itu. Ia

Page 6: cerpen.docx

hendak memarahi balik klien ibunya. Tapi

ibunya menenangkannya. Ia berkata mungkin

kliennya memang benar.

“Bagaimana bisa ia benar? Ia seharusnya tidak

menyalahkan Ibu padahal salahnya sendiri ia

tidak mendapat pekerjaan.”

“Jujur saja, jika ibu menulis CV yang bagus, ibu

tidak akan hidup seperti ini pada usia seperti

ini. Aku seharusnya sudah bekerja dan bisa

membeli rumah,” giliran Ibu yang terlihat

sedih.

Dan kesedihan ibunya adalah kesedihan Cha

Sik. Tapi ia tidak akan membiarkan ibunya

larut dalam kesedihan.

“Nyonya Jung,” bujuknya. “Ibu, tunggulah. Aku

akan mencari banyak uang, membeli bangunan

dan membuat Ibu pemilik gedung paling kaya.

Dan ibu tidak perlu melakukan ini lagi. Ibu

tidak perlu lagi berkeliaran malam-malam

menempel poster. Ibu tidak akan menerima

telepon seperti tadi lagi. Ibu tidak perlu

memasak dan bersih-bersih. Dan aku akan

membuat Ibu pergi jalan-jalan dan belanja ke

luar negeri,” katanya sungguh-sungguh.

Ibu tersenyum. Ia bisa merasakan betapa

Page 7: cerpen.docx

bagusnya Yoo Seul memainkan piano. Karena

kata-kata Cha Sik tadi terdengar seperti pelangi

itu. Pelangi yang membuat dunia terlihat

seperti surga. Cha Sik tersenyum senang.

Murid-murid perempuan di kelas Yoo Seul

mengganti seragam mereka dengan seragam

olahraga di kelas. Sementara para murid pria

disuruh keluar di saat mereka berganti pakaian.

Gyoo Sun (murid yang melihat Jin Mok

membenahi sandal Yoo Seul) menyadari Yoo

Seul tidak ada di kelas. Tapi yang lain tidak

peduli karena Yoo Seul memang terbiasa

berganti pakaian sendirian di tempat lain. Gyoo

Sun tetap khawatir karena Yoo Seul sekarang

tidak bisa melihat.

Cha Sik mengantar Yoo Seul ke kelas kosong.

Tadinya ia hendak berjaga-jaga di kelas itu tapi

tentu saja Yoo Seul mengusirnya.

Setelah menutup pintu, Yoo Seul mulai melepas

seragamnya. Ia tidak tahu kalau ada murid

iseng yang merekamnya dengan ponsel.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil

murid iseng tersebut. Untunglah Yoo Seul baru

membuka seragam luarnya. Ia cepat-cepat

berjongkok begitu mendengar suara.

Page 8: cerpen.docx

Orang itu membawa si murid iseng pergi

dengan alasan tidak tahu di mana kelas

olahraga hari ini. Ia adalah Jin Mok yang

memergoki perbuatan memalukan murid iseng

tersebut.

Setelah jauh, Jin Mok menegur murid tersebut

dengan keras. Murid itu berkata ia hanya

mengambil foto sambil lewat. Jin Mok merebut

ponsel murid tersebut lalu membantingnya ke

lantai.

“Bersyukurlah aku tidak membawanya ke

polisi,” kata Jin Mok.

Tapi murid itu berkata apa yang ia lakukan

bukanlah apa-apa. Ia menyalahkan Yoo Seul

yang mengundang perbuatan semacan itu

karena berganti pakaian di tempat terbuka.

“Dan lagi ia tidak bisa melihat, jadi ia tidak

akan tahu.”

Jin Mok marah dan menyerang murid tersebut.

Keduanya hampir berkelahi jika tidak

dipisahkan oleh murid-murid lain.

Jin Mok pulang dengan tangan berbalut perban

akibat pertengkaran tadi. Ia bergabung dengan

keluarganya untuk makan malam. Ayahnya

bertanya apakah ia sudah siap untuk bermain

Page 9: cerpen.docx

piano dalam acara pernikahan salah satu

kerabat mereka.

Jin Mok menunjukkan tangannya yang terluka

dan berkata sepertinya akan sulit baginya

untuk bermain piano. Ibunya bertanya apa

yang sudah terjadi.

“Ada ketidaksepahaman dengan seorang

teman,” jawab Jin Mok menenangkan.

Tapi yang lebih dikhawatirkan ayahnya adalah

Jin Mok yang tidak bisa bermain pada

pernikahan itu. Ia menyuruh ibu Jin Mok

menelepon kerabat mereka untuk memberitahu

situasi ini.

“Apakah mereka bisa mencari gantinya dalam

waktu 2 hari?” ujarnya. Ia menyuruh kakak Jin

Mok untuk mencari soal itu.

“Apakah hanya itu yang Ayah khawatirkan?”

tanya Jin Mok. “Apakah Ayah lebih

mengkhawatirkan hal itu daripadaku? Puteramu

yang seorang pianis terluka tangannya.

Tidakkah Ayah seharusnya bertanya bagaimana

dan kenapa aku bisa terluka? Seorang Ayah

seharusnya seperti itu.”

Ayahnya menghela nafas panjang dan bertanya

apakah Jin Mok sedang merengek lagi.

Page 10: cerpen.docx

“Iya, aku merengek lagi. Kukira Ayah akan

khawatir padaku begitu melihat tanganku,” kata

Jin Mok emosi.

Ayah bertanya apakah Jin Mok merengek

seperti ini karena tidak cukup percaya diri

sebagai pianis.

“Biasanya seorang pengecut merasa terluka jika

diabaikan. Mereka memohon dan merengek

minta perhatian. Seperti yang kaulakukan

sekarang. Kau membodohi dirimu dan mulai

bermain piano karena menganggap dirimu

tidaklah buruk. Jika kau terus membodohi

dirimu sendiri, kau hanya semakin terluka. Kau

akan kehilangan kepercayaan diri dan pada

akhirnya kau akan semakin merengek. Apa

Ayah salah?”

Jin Mok terdiam.

Ia melampiaskan kekesalannya dengan bermain

piano kuat-kuat meski tangannya terluka.

Cha Sik melihat para murid mengerubungi

sebuah poster. Karena penasaran, ia bergabung

dengan mereka. Itu adalah poster kompetisi 2

piano.

“Bukankah itu saat 2 orang memainkan piano

bersama-sama?” tanyanya.

Page 11: cerpen.docx

“Memangnya kaupikir 12 orang memainkan 2

piano?” Sang Pil balik bertanya dengan ketus.

“Apa ini untuk tahun ini?” Cha Sik terus

bertanya

“Memangnya kau pikir mereka akan menempel

poster untuk tahun kemarin? Kau ini…”

Cha Sik mendekati poster itu. Kompetisi akan

diadakan 3 bulan lagi. Ia menyentuh poster itu.

“Ini seperti mimpiku. Apa yang harus

kulakukan agar aku bisa ikutan?” tanyanya

bersemangat.

“Dilahirkan kembali,” jawab Jin Mok mendekat.

Murid-murid yang lain tertawa membenarkan.

“”Berhenti bercanda dan beritahu aku apa yang

harus kulakukan,” protes Cha Sik kesal.

Jin Mok berkata ia tidak bercanda. Tidak masuk

akal untuk orang tak berotak seperti Cha Sik

ingin ikut kompetisi. Cha Sik berkeras ia

dilahirkan berbakat.

“Atas dasar apa? Apa peramal yang mengatakan

kau berbakat seni? Atau golongan darahmu

sesuai dengan takdir seorang seniman?” olok

Jin Mok.

Murid-murid yang lain ikut mengolok Cha Sik.

Akhirnya Cha Sik tak tahan lagi dan berkata

Page 12: cerpen.docx

ayahnya adalah Hyun Myung Sae. Semua

terdiam.

“Bagaimana? Apa masih tedengar seperti

seperti gurauan? Apa sekarang aku terlihat

berbeda?” tanya Cha Sik.

“Hei, kau itu harus berpikir lebih dulu sebelum

berbohong,” kata Sang Pil. “Hyun Myung Sae

itu tidak menikah. Bagaimana bisa kau

mengarang cerita seperti itu?”

Cha Sik memperlihatkan foto ibunya bersama

Hyun Myung Sae. Apa sekarang mereka

percaya?

Gyoo Sun berkata jika hanya foto itu buktinya

maka akan ada jutaan anak yang mengaku anak

Hyun Myung Sae karena pianis itu selalu

berfoto dengan fans-nya setelah pertunjukan.

Murid lain mengaku bibinya juga memiliki foto

seperti itu. Ada juga yang menganggap foto itu

hasil rekayasa.

Ada yang berkata Cha Sik bisa dituntut Hyun

Myung Sae karena merusak nama baiknya. Dan

ada yang mengolok Cha Sik terlalu banyak

nonton TV.

“Delusional seperti ini merupakan penyakit

jiwa, tahu?”

Page 13: cerpen.docx

Diolok dan diejek seperti itu membuat Cha Sik

marah.

“Jika aku memenangkan juara pertama

kompetisi ini, apakah itu akan membuktikan

aku puteranya?!” tantangnya.

“Juara pertama itu berlebihan. Aku akan

percaya jika kau bisa melewati tahap awal,”

kata Jin Mok. Murid-murid lain setuju.

Oke setuju, kata Cha Sik. Ia pergi setelah

menepuk bahu Jin Mok.

Setelah Cha Sik pergi, murid-murid

membicarakannya. Gyoo Sun bertanya-tanya

apakah Cha Sik akan lolos tahap awal. Tidak

mungkin, kata Sang Pil.

“Dia tidak akan bisa menemukan partner.”

“Bagaimana jika ia berpasangan dengan Yoo

Seul?” tanya Gyoo Sun.

“Yoo Seul? Dia akan berkata begini: apa kau

gila?” Sang Pil meniru gaya Yoo Seul.

Dan itulah yang dikatakan Yoo Seul ketika Cha

Sik memberitahunya perihal kompetisi itu. Ia

menyuruh Cha Sik mencari dokter jiwa.

“Aku lebih dari normal saat ini,” kata Cha Sik.

“Tidak. Sejak aku bertemu denganmu, kau tidak

pernah normal. Apa kau tahu apa artinya

Page 14: cerpen.docx

normal? Bagaimana bisa kau selalu gila?”

Cha Sik berkata waktu kompetisi masih 3 bulan

lagi dan lagi mereka hanya perlu memainkan

satu lagi. Jika ia latihan mati-matian, ia akan

bisa bermain cukup baik untuk ikut kompetisi.

Yoo Seul berkata masalahnya bukan Cha Sik

anak Hyun Myung Sae atau bukan.

“Bahkan anak Mozart tidak akan bisa

melakukannya. Aku tidak tertarik terlibat dalam

taruhanmu. Jika kau ingin orang-orang percaya

kau puteranya, ikuti tes DNA. Itu lebih masuk

akal.”

“Apa kau pikir aku akan kalah?”

“Apa aku pikir kau akan kalah? Cobalah berpikir

dari sudut pandangku. Jika aku berlatih lompat

galah selama 3 bulan untuk mengikuti

kompetisi, apa menurutmu aku akan menang?”

Tidak, Cha Sik mengakui. Yoo Seul berkata

beberapa hal memang tidak bisa dipaksalan.

Kompetisi adalah untuk pianis yang sudah 10

tahun belajar piano.

“Berpikir kau bisa menyusul dalam waktu 3

bukan hanya ceroboh, tapi tak sopan.”

“Begitu…kau benar, aku tak sopan. Aku minta

maaf,” kata Cha Sik pelan.

Page 15: cerpen.docx

Sikap Cha Sik yang tak biasanya membuat Yoo

Seul jadi tak enak hati. Apalagi sepanjang

perjalanan pulang, Cha Sik sangat diam.

Cha Sik teringat percakapan malam itu dengan

ibunya. Sebenarnya ia ingat mimpinya namun

tidak menceritakan pada ibunya. Ia menyimpan

rahasia dari ibunya.

“Dalam mimpiku, aku bermain piano dengan

Yoo Seul. Dalam mimpiku aku tidak terlihat

seperti berandalan dan tidak terlihat seperti

preman. Tentu saja, aku mungkin terlihat

seperti seorang playboy, tapi aku tetap terlihat

sebagai pianis hebat.

Dalam mimpiku, Yoo Seul tidak kehilangan

penglihatannya. Terkadang ia melihatku dan

tersenyum. Dan senyumnya sangat menawan.

Mimpi itu begitu indah hingga aku ingin hidup

di dalam mimpi itu.”

Ia menghentikan sepedanya di depan piano

nyentrik dalam terowongan. Yoo Seul bertanya

mengapa Cha Sik berhenti.

“Yoo Seul, jika aku bisa memainkannya apakah

itu artinya aku memiliki potensi?” tanyanya.

“Bagaimana kau bisa memainkannya?

Berhentilah bicara omong kosong.”

Page 16: cerpen.docx

“Jadi jika aku bisa memainkannya, tolong

berikan persetujuanmu, ya?”

Yoo Seul bertanya bagaimana bisa Cha Sik

begitu percaya diri seperti ini. Ia terpikir

sesuatu dan turun dari sepeda sambil

tersenyum mengerti.

“Cha Sik, kau pasti berpikir aku gampangan ya?

Apa aku terlihat mudah tertipu? Aku tahu ada

seseorang di sini yang akan memainkan piano

untukmu sementara kau berpura-pura

memainkannya.

Jangan coba-coba membodohiku. Siapa

sekutumu? Sebaiknya kau mengaku. Gyoo Sun?

Sang Pil? Tidak mungkin Jin Mok, kan?? Tidak

mungkin…psikopat itu tidak akan berurusan

dengan orang sepertimu.”

Cha Sik turun dari sepeda. Lalu menggendong

Yoo Seul dan mendudukkannya di depan piano.

Yoo Seul meronta-ronta pada awalnya.

Cha Sik meraih tangan Yoo Seul dan

menaruhnya di tangannya sendiri. Lalu ia mulai

menekan tuts piano. Yoo Seul terpaku. Itu

adalah melodi Symphony No. 9 yang pernah ia

mainkan.

“Itu adalah mimpi yang sangat singkat. Tapi itu

Page 17: cerpen.docx

adalah mimpi yang akan kuingat seluruh

hidupku. Aku tidak bisa membiarkannya hanya

menjadi mimpi.”

Ternyata Cha Sik telah berlatih sendiri bermain

piano. Mulai dari posisi jari dan cara menekan

tuts. Berhari-hari ia berlatih. Berkali-kali ia

gagal tapi ia tidak putus asa dan mencoba lagi.

Hingga jarinya terluka dan penuh perban.

Bahkan pada malam hari saat tak ada siapapun

ia berlatih sendirian.

“Meski membutuhkan waktu lama, aku bertekad

untuk menjadi pianis betulan.”

Cha Sik menyelesaikan permainan pianonya

dengan baik. Perasaan Yoo Seul campir aduk

mendengarnya.

“Apa kau masih tidak percaya padaku?” tanya

Cha Sik.

“Kurasa aku percaya padamu.”

“Mari kita mengikuti kompetisi bersama, Yoo

Seul.”

Yoo Seul mengangguk sambil tersenyum. Cha

Sik balas tersenyum.

“Mimpiku mulai menjadi kenyataan….”