cbd-dm-i

39
CASE-BASED DISCUSSUION SEORANG LAKI-LAKI 18 TAHUN DENGAN KELUHAN KEPALA PUSING Oleh : Radit Hartantyo Mayangkara 01.207.5412 Pembimbing: Dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD-FINASIM KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ADYATHMA TUGUREJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

Upload: radit-radovzky-mayangkara

Post on 14-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

DM

TRANSCRIPT

CASE-BASED DISCUSSUIONSEORANG LAKI-LAKI 18 TAHUN DENGAN KELUHAN KEPALA PUSING

Oleh :

Radit Hartantyo Mayangkara

01.207.5412

Pembimbing:

Dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD-FINASIMKEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ADYATHMA TUGUREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2014HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Radit Hartantyo Mayangkara

NIM: 012075412

Universitas: Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Pembimbing: Dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD-FINASIM

Judul : SEORANG LAKI-LAKI 18 TAHUN DENGAN KELUHAN KEPALA PUSING

Pembimbing,

Dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD-FINASIMDAFTAR MASALAHNoMasalah aktifTanggalKeterangan

1.Lemas07 Februari 2014

2.Dyspepsia07 Februari 2014Nyeri perut disertai mual

3.Kepala pusing07 Februari 2014

NoMasalah inaktifTanggalKeterangan

1.Jamkesmas07 Februari 2014

STATUS PASIENSTATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas

Nama :Tn. Juni CaturUmur :18 tahun

Jenis Kelamin:Laki-lakiAgama:Islam

Pekerjaan:PelajarAlamat : Kalialam Baru RT 03 / RW 07No. CM:

Tanggal Masuk : 07 Februari 2014Tanggal pemeriksaan: 07 Februari 2014Ruang: AnggrekB. Keluhan Utama :

Kepala PusingC. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dari IGD RS Tugurejo dengan keluhan nyeri perut. Keluhan sudah dirasakan pasien sejak 1 hari SMRS.

Satu hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri perut. Pasien akan muntah jika pada saat menkonsumsi makanan atau minuman. Pasien merasakan perut seperti penuh. Nyeri yang dirasakan pasien menjalar sampai ulu hati. Mual dirasa ketika menjalani aktifitasnya sebagai pelajar. Hal tersebut berlangsung selama 30 menit. Pasien mengaku tidak bisa melakukan aktifitas karena merasa badan lemas. Mual bertambah jika beraktifitas dan berkurang dengan beristirahat. Pasien juga merasakan pusing dan leher kenceng-kenceng sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga merasakan berat badannya mengalami penurunan dari 40 kg menjadi 35 kg dalam waktu kurang lebih 2 minggu. Pasien juga merasakan sering haus dan sering BAK terutama di malam hari. Pasien sering lemas setelah bangun tidur, sering merasa haus dan lapar, dan hampir setiap malam sering BAK > 4 kali. Air kencing berbusa, warna kuning. D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat tekanan darah tinggi

: Disangkal Riwayat sakit gula

: Disangkal Riwayat sakit jantung

: Disangkal

Riwayat sakit asma

: Disangkal

Riwayat alergi

: Disangkal

Riwayat operasi

: Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

-Riwayat tekanan darah tinggi: Disangkal

- Riwayat sakit gula

: Diakui- Riwayat asma

: Disangkal

- Riwayat sakit jantung

: Disangkal

F. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat minum jamu

: Disangkal

- Riwayat minum obat-obatan

: Disangkal

- Riwayat minum-minuman suplemen: Diakui, minuman soda 2-3 botol/hari-Riwayat merokok

: DisangkalG. Riwayat Sosial EkonomiPasien sebagai pelajar. Saat ini, pasien berobat dengan biaya dari JAMKESMAS.H. Riwayat Gizi

Sebelum sakit pasien mengaku makan tidak teratur dan sering membeli makanan di pinggir jalan. Nafsu makan tidak mengalami perubahan setelah di rawat di rumah sakit.I. Anamnesis Sistem Keluhan utama:Nyeri Perut Kepala:Sakit kepala (-), pusing (+), nggliyer (+), jejas (-), leher kaku (+) Mata:Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),

pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).

Hidung:Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

Telinga:Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),

keluar cairan (-), darah (-).

Mulut:Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-).

Tenggorokan:Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).

Sistem respirasi:Sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)

Sistem kardiovaskuler:nyeri dada (-), berdebar-debar (-),

keringat dingin (-) Sistem gastrointestinal:Mual (+), muntah (-), perut mules (-), diare (-), nafsu makan menurun (-), BB turun (+). Sistem muskuloskeletal:Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-). Sistem genitourinaria:Sering kencing (+), nyeri saat kencing (-),keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih, anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-).

Ekstremitas: Atas:Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar eritema (-)

Bawah:Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),

kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-), bengkak (-) kedua kaki

Sistem neuropsikiatri:Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-)

Sistem Integumentum:Kulit kuning (-), pucat (-)II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Februari 2014 :

1. Keadaan Umum

Baik, kesadaran compos mentis

2. Status Gizi

Cukup

3. Tanda Vital

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

Respirasi : 21 x/menit

Suhu

: 37 C (peraxiller)

4. Kulit

Ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), vesikel (+)

5. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)

6. Wajah

Simetris, moon face (-)

7. Mata

Konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+) normal, arcus senilis (-/-), katarak (-/-)

8. Telinga

Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi pendengaran (-/-)

9. Hidung

Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau baik

10. Mulut

Sianosis (-), bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi (-)

11. Leher

Simetris, deviasi trachea (-), KGB membesar (-),

tiroid membesar (-), nyeri tekan (-).

12. Thoraks

Normochest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis (-), spider nevi (-), sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial linea midclavicularis sinistra.

Perkusi : batas jantung

kiri bawah : ICS V, 2 cm ke medial linea midclavicularis sinistrakiri atas : ICS II linea sternalis sinistra

kanan atas : ICS II linea sternalis dextra

pinggang jantung: SIC III linea parasternalis sinistra

Kesan

: konfigurasi jantung normal

Auskultasi

: BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)

Pulmo:

Depan

Inspeksi:

Statis : normochest, simetris kanan kiri, retraksi (-)

Dinamis : simetris, retraksi (-)

Palpasi:

Statis

: simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada yang tertinggal

Dinamis: Pengembangan paru simetris, tidak ada yang

tertinggal

Fremitus:Sterm fremitus kiri=kanan

Perkusi:

Kanan

: sonor

Kiri

: sonor

Auskultasi:

Kanan

: Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan Wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-)

Kiri : Suara dasar vesikuler (+) normal, suara tambahan wheezing (-), ronki basah kasar(-), ronki basah halus(-)

Belakang:

Inspeksi:

Statis : normochest, simetris kanan kiri, retraksi (-)

Dinamis : simetris, retraksi (-), pergerakan paru simetris

Palpasi:

Statis

: simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada yang tertinggal

Dinamis: Pengembangan paru simetris, tidak ada yang

tertinggal

Fremitus: stem fremitus kiri=kanan

Perkusi:

Kanan

: sonor

Kiri

: sonor

Auskultasi:

Kanan

: Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan

Wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-)

Kiri : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing (-), ronki basah kasar(-), ronki basah halus(-)

13. Punggung

Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)

14. Abdomen

Inspeksi: dinding perut sejajar dinding dada,

spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-)

Auskultasi: peristaltik (+) normal, Bising usus (+) normal

Perkusi: pekak beralih (-), pekak sisi (-), timpani di semua kuadran abdomen

Palpasi

: supel, nyeri tekan epigastrik (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri menjalar ke punggung (-), turgor kembali cepat

15. Genitourinaria

Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

16. Kelenjar getah bening

Tidak membesar

17. Ekstremitas

Akral dingin ektremitas atas (-/-) ektremitas bawah (-/-)

Oedem ektremitas atas (-/-) ektremitas bawah (-/-)

18. Integumen

gatal (-), papul eritem disertai vesikel skuama (-)III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Hematologi

Darah Rutin (08-02-2014)PemeriksaanHasilNilai Normal

Lekosit7.913.8 10.6

EritrositH 6.644.4 5.9

Hemoglobin16.9013.2 17.3

Hematokrit45.9040 52

MCVL 69.1080 100

MCHL 25.5026 34

MCHCH 36.8032 36

Trombosit 351150 440

RDW14.9011.5 14.5

Eosinofil absolute L 0.010.045 0.44

Basofil absolute 0.030 0.02

Neutrofil absolute4.821.8 8

Limfosit absolute2.440.9 5.2

Monosit absolute0.610.16 1

Eosinofil 0.102 4

Basofil 0.400 1

Neutrofil 61.0050 70

Limfosit 30.8025 40

Monosit 7.702 8

Kimia Klinik (Serum)

PemeriksaanHasilNilai Normal

Glukosa PuasaH 350125 mg/dl (350)14. Pemeriksaan darah serum Creatinin ( L 0.69 )1. Abnormalitas 4,5,6,7,9,10,11,12,13,14( DM tipe 12. Abnormalitas 1,2,8 ( DyspepsiaDAFTAR MASALAH

1. Diabetes Melitus tipe 12. DyspepsiaRencana Pemecahan Masalah

Problem I. Diabetes Melitus Tipe 2

Assesment

Ass. Etiologi :

kerusakan sel beta pankreas Ass. Faktor Resiko:

Riwayat keturunan keluarga yang menderita DM

Obesitas

Hipertensi

Hiperlipidemia ( HDL >35 mg/dl)

Kurang Olahraga

Ass. Komplikasi

Komplikasi mikrovaskular (retinopati, nefropati, neuropati)

Komplikasi makrovaskular ( penyakit jantung koroner, stroke)

Nonvaskular komplikasi (diare, gastroparesis)

Ulcus diabetikum

Ass. Penatalaksanaan :

Edukasi pasien tentang penyakitnya

Perencanaan makan

Latihan jasmani

Obat

Ip Dx :

Kadar gula darah puasa (126 mg/dl)

Kadar gula darah sewaktu (200 mg/ dl)

Kadar gula darah 2jam post pandrial ( 200 mg/dl)

Ip Tx :

Non medkamentosa.

Kebutuhan kalori

Perempuan 48 tahun, BB=80kg, TB=165cm, bekerja sebagai ibu rumah tangga

Kalori basal = 25 kal/kgBB (Wanita)

BMI = 29,38 kg/m2

BBI = (165-100)-10% = 65-6,5 = 58,5 kg

Jumlah kebutuhan kalori per hari

Kebutuhan kalori basal : 58,5 x 30

= 1755 kal

Koreksi

Umur (-5%)

Aktifitas fisik dan pekerjaan (+10%)

Berat badan (-20%)

Total = 1755-87,75+175,5-351=1491,5 kal

Makanan dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), sore (25%), dan 2-3 porsi makanan ringan (10-15%).

Diet dan gaya hidup

Komposisi : Karbohidrat 60- 70%

Protein 10 15 %

Lemak 20 25 %

Prinsip : - anjuran makan seperti makan sehat empat sehat 5 sempurna

Anjuran mengurangi makanan tinggi kalori,lemak, dan gula

Teratur dalam jumlah jadwal dan jenis makan

Jumlah kalori disesuaikan dengan : pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, kegiatan jasmani.

Latihan jasmani

Latihan jasmani dengan prinsip CRIPE (continous, rhythmical, interval. Progressive, endurance)

Medikamentosa

Infus RL 20 tpm

Metformin tab 500 mg 3x1

IpMx :

Cek KU dan tanda Vital

Cek GDS tiap harinya

Ip Ex

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita

Memberi penjelasan tentang pentingnya menjaga pola makan dan olah raga secara teratur.Problem II. Dyspepsia

Asessment

Ass. Etiologi

Infeksi bakteri H.pylori,duodenitis,tukak peptic,gastritis,NSAID

Ass. Faktor Risiko

Stress(meningkatkan HCL), konsumsi makanan asam serta pedas dalam jangka waktu yang cukup lama

Ass. Komplikasi

Perdarahan,anemia kronis.

Ass. Penatalaksanaan

Laboratorium(darah)

widal

UBT

USG

EGD

Ip. Dx.

Pemeriksaan Lab KOHIp.Tx

Inj Ranitidin

Domperidon tab 3 x 10 mg

Ip.Mx

KU

TTV

Ip.Ex

Makan teratur jangan telat makan

istirahat yang cukup

jangan stress

V. ALUR KETERKAITAN MASALAH

PEMBAHASANDIABETES TIPE I

Definisi

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel -pankreas yang didasari proses autoimun.

Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti sypon menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan mellitus berasal dari kata meli yang berarti madu.Etiologi

Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).

Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:

1. Hipotesis sinar matahari

Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan" Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak menyebabkan efek samping imunosupresi.

3. Hipotesis Susu Sapi

Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe, Zimmet, & Williams, 2001).4. Hipotesis POP

Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik yang persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi jurnal oleh Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik dalam tingkat rawat inap untuk diabetes dari populasi yang berada di tempat Kode ZIP yang mengandung limbah beracun (Kouznetsova, Huang, Ma, Lessner, & Carpenter, 2007). 5. Hipotesis Akselerator

Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan bagian sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih dulu. Hipotesis akselerator menyatakan bahwa peningkatan berat dan tinggi anak-anak pada abad terakhir ini telah "dipercepat", sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan tipe 1 dengan menyebabkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk produksi insulin. Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini belum merata diterima oleh profesional diabetes (O'Connell, Donath, & Cameron, 2007).

Patogenesis

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke tipe 1 DM. Berbagai lokus gen telah dipelajari untuk menentukan hubungan mereka dengan DM tipe 1. Pada awalnya diduga bahwa antigen B8 dan B15 HLA kelas I sebagai penyebab diabetes karena meningkat pada frekuensi di penderita diabetes dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, baru-baru fokus telah bergeser ke lokus HLA-DR kelas II dan ditemukan bahwa DR3 dan DR4 lebih menonjol daripada HLA-B pada DM tipe 1. Akhirnya lokus alel HLA DQ telah terlibat dalam kerentanan penyakit, melalui analisis Pembatasan fragmen panjang polimorfisme (RFLP) dan disekuensi langsung, dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) untuk memperkuat urutan DNA spesifik, telah meningkatkan pemahaman kami tentang kompleks HLA dan keterlibatan alel HLA dalam kerentanan penyakit. Bukti diajukan menunjukkan bahwa kemampuan untuk memberikan kerentanan atau resistensi terhadap DM tipe 1 berada dalam residu asam amino tunggal dari rantai b-HLA-DQ. Penggunaan lokus spesifik oligonukleotida untuk menyelidiki derivat dari rantai b-HLA urutan DQ telah membantu untuk memperjelas hubungan antara subtipe DR4 dan jenis DM tipe 1 terkait DQ alel. Ditemukan bahwa hanya mereka positif DR4 haplotipe yang membawa alel DQW8 pada lokus HLA DQ yang terkait dengan DM tipe 1. Perbandingan urutan rantai-b-DQ dari DM tipe 1 dan kontrol menunjukkan bahwa haplotype yang positif dengan penyakit ini berbeda dengan yang secara negatif berhubungan dengan asam amino dari posisi 57 dalam domain pertama rantai b-HLA-DQ. Pada haplotype yang positif memiliki alanin, valin atau serin pada posisi 57,sedangkan haplotype negatif memiliki asam aspartat ditemukan pada posisi 57 tapi beberapa pengamatan tidak mendukung hipotesis "posisi 57". Yang terpenting adalah ditemukan DQW4 dan DQW9 spesifik yang memiliki asam aspartat pada posisi 57, di Jepang pasien DM tipe 1 sangat berhubungan dengan DQW4 dan DQW9, ini menunjukkan bahwa mekanisme lain harus terlibat untuk menjelaskan kerentanan terhadap DM tipe 1 di beberapa kelompok. Hubungan yang diamati antara DM tipe 1 dan HLA telah ditafsirkan sebagai konsekuensi dari keterlibatan fungsional molekul HLA kelas II pada DM tipe 1. Keterlibatan rantai b-DQ itu sendiri atau sebuah heterodimer DQ a/b dapat menunjukkan bahwa fungsi presentasi antigen molekul kelas II adalah relevan untuk kerentanan DM tipe 1. Setelah pendekatan "seleksi epitop" untuk menjelaskan fenomena autoimun Nepons telah menyarankan model dimana alel HLA kelas II mempengaruhi kerentanan IDDM sebagai berikut: a). susunan dimer kelas II yang dikode oleh beberapa kompleks HLA setiap individu, bervariasi afinitasnya untuk peptida tertentu yang dapat menimbulkan autoimun ke sel beta; b). hanya dimer kelas II tertentu, produk dari gen rentan yang benar-benar mempromosikan autoimunitas untuk sel beta setelah mengikat peptida, c). individu rentan jika produk dari gen kerentanan mengikat peptida lebih kuat dari produk-produk gen tidak rentan yang ada dalam individu tersebut. Dengan demikian, dalam model ini produk-produk dari alel HLA tertentu yang berkaitan dengan DM tipe 1 karena mereka mengikat dan menyajikan peptida khusus untuk merangsang respon imun terhadap sel beta pankreas. Antigen yang terlibat dalam tipe 1 DM meliputi antigen 64kD, asam glutamat dekarboksilase (GAD) dan antigen sitoplasma sel islet. Antibodi sel islet (ICA) mengikat komponen sitoplasma sel islet pada bagian pankreas manusia dan endapan antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari ekstrak sel islet. Sedangkan antibodi 64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel beta tertentu di dalam islet, beberapa sera ICA positif telah dijelaskan untuk bereaksi dengan semua sel islet. Antigen target dari Antibodi 64kDa diidentifikasi sebagai GAD enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel beta memproduksi antibodi IgG yang terikat ke antigen sitoplasma sel islet yang ditemukan. Anehnya semua monoklonal antibodi yang diproduksi oleh baris, dikenali GAD target autoantigen. Dengan demikian, GAD mungkin target antigen utama pada DM tipe 1, makanya antibodi untuk GAD dijadikan penanda sensitif untuk perkembangan diabetes, walaupun antibodi GAD ada dalam individu yang rentan secara genetik tetapi yang tidak mungkin untuk mengembangkan disease. Antibodi juga bereaksi dengan insulin dapat juga dideteksi dalam klinis pada periode prediabetik yang laten, tetapi autoantibodi insulin memiliki sensitivitas lebih rendah sebagai penanda untuk perkembanagn diabetes dibandingkan antibodi GAD atau ICA. Kontribusi dari autoantigens disebutkan di atas untuk induksi dan atau kelangsungan penyakit masih harus diklarifikasi. Jelas, bahwa identifikasi dari autoantigens dalam DM tipe 1 adalah penting baik untuk tujuan diagnostik dan untuk potensi intervensi terapi imun dalam proses penyakit.Berikut ini dijelaskan mekanisme penurunan pengaturan yang telah dianalisis dalam model hewan DM tipe 1, melalui tiga model hewan untuk tipe DM 1, yaitu tikus BB, tikus NOD dan tikus MLD STZ dengan diabetes yang diinduksi, telah meningkatkan kemampuan kita untuk memahami proses yang menyebabkan kerusakan sel beta. Namun, karena semua kesimpulan yang diambil dari model hewan didasarkan pada asumsi analogi dengan penyakit manusia, maka analogi perlu divalidasi lebih teliti. Aktivasi antigen islet kepada sel T CD4+ spesifik menunjukan prasyarat mutlak bagi perkembangan diabetes di semua model hewan DM tipe 1. Sel T CD4+ spesifik untuk islet yang berasal dari tikus NOD diabetes, saat disuntikkan ke tikus prediabetes atau nondiabetes, menginduksi insulitis dan diabetes. Dilaporkan juga bahwa sel T CD4+ cukup untuk menimbulkan insulitis sedangkan sel T CD8+ berkontribusi pada kerusakan yang lebih parah. Temuan ini bersama dengan bukti bahwa insulitis di pencangkokan kronis dibandingkan penyakit pada host dapat terjadi dengan tidak adanya sel T CD8+ menunjukkan bahwa sel T CD4+ mungkin hanya sel imunokompeten yang diperlukan dalam proses penyakit. Namun, tampaknya hanya satu subset sel T CD4+ yang bertanggung jawab untuk induksi penyakit. Penurunan regulasi respon autoimun diabetogenik oleh sel limpa berasal dari hewan yang dirawat dengan adjuvan juga dapat dijelaskan oleh subset sel T CD4+ saling mempengaruhi. Hasil awal oleh kelompok Lafferty (akan diterbitkan) menunjukkan bahwa perlakuan awal dengan ajuvan tidak menghalangi respon autoimun, melainkan dapat menyimpang respon dari profil sitokin Th-1 ke Th-2. Bahkan, tingkat tinggi sitokin tipe Th-1 yaitu IL-2 dan interferon gamma ditemukan berkorelasi atau dan untuk meningkatkan induksi diabetes autoimun model eksperimental. Sel Th-1 menghasilkan produk yaitu IFN-gamma yang akan mengaktifkan makrofag. Pada penelitian dengan model hewan DM tipe 1 menggunakan mikroskopis elektron untuk mengamati pankreas menunjukkan bahwa makrofag adalah sel pertama yang menyerang islets.

Dalam penelitian in vitro dan studi pada perfusi pankreas menunjukkan bahwa Interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF-), dua sitokin terutama diproduksi oleh makrofag, menyebabkan perubahan struktural sel beta pankreas dan menekan kapasitas sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Namun, tampaknya bahwa IL-1 dan TNF tidak berkontribusi dengan aktivitas sitotoksik makrofag. Interferon gamma merupakan aktivator kuat untuk makrofag dalam mensintesis nitrat oksida. Pada saat ini, ada bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas sintesis Nitrat oksida terlibat dalam perkembangan diabetes DM tipe 1, dimana data ini menunjukkan untuk pertama kalinya, bahwa nitrat oksida dapat menjadi faktor patogen dalam autoimunitas dan disarankan kemungkinan adanya kelas baru pada agen immunofarmakologi, dimana mampu memodulasi sekresi nitrat oksida untuk dapat diuji dalam pencegahan perkembangan DM tipe 1.

Meskipun bukti yang kuat untuk hubungan dengan faktor genetik, tingkat kesesuaian untuk DM tipe 1 adalah mengherankan rendah pada anak kembar identik. Kesesuaiannya kurang dari 100% pada kembar identik untuk DM tipe I telah memberikan kontribusi ke sebuah penelusuran faktor lingkungan yang terkait dengan penyakit. Satu-satunya yang jelas bahwa faktor lingkungan meningkatkan risiko untuk perkembangan diabetes tipe 1 adalah infeksi rubella congenital, dimana sampai 20% dari anak-anak tersebut di kemudian hari mengembangkan diabetes. Pengamatan ini menunjukan bahwa selain temuan bahwa urutan asam amino dari rantai DQ-b juga ditemukan di protein envelope virus rubella yang akan mendukung mimikri antigen virus sebagai faktor etiologi dalam DM tipe I. Peran faktor lingkungan juga disarankan oleh analisis respon imun terhadap protein susu sapi, dimana hampir semua pasien DM tipe 1 memiliki antibodi ke peptida serum albumin sapi dan menunjukkan respon sel T untuk peptida serum albumin sapi yang sama dengan protein yang ada di permukaan sel beta di pankreas, dibandingkan dengan hanya sekitar 2% dari kontrol.

Pada saat terjadi kekurangan insulin akibat kerusakan dari sel beta di pankreas, maka hiperglikemia berkembang sebagai hasil dari tiga proses: (1) peningkatan glukoneogenesis (pembuatan glukosa dari asam amino dan gliserol), (2) glikogenolisis dipercepat (pemecahan glukosa disimpan) dan (3) pemanfaatan glukosa oleh perifer jaringan.

Glycolysis vs Gluconeogenesis

Gluconeogenesis

Gejala Klinis

Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun

Hiperglikemia ( 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria

Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus segera dirawat inap.

Diagnosis

Anamnesis

Gejala klinis

Laboratorium :

Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl dan 2 jam setelah makan > 200 mg/dl. Ketonemia, ketonuria. Glukosuria Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji toleransi glukosa oral (oral glucosa tolerance test). Kadar C-peptide. Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin auto-antibody), Anti GAD (Glutamic decarboxylase auto-antibody).

Penatalaksanaan

Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap.

Insulin

Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari.

Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih. Gejala hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan insulin menurun selama fase honeymoon. Pada keadaan ini, dosis insulin harus diturunkan bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.

Diet o Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

o Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55%

karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.

o Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali m

akanan kecil sebagai berikut :

20% berupa makan pagi.

10% berupa makanan kecil.

25% berupa makan siang.

10% berupa makanan kecil.

25% berupa makan malam.

10% berupa makanan kecil.

Pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dan lain-lain.

Komplikasi

Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5, berupa : nefropati, neuropati, dan retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe 1.

Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :

1. mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.

2. menunda end stage renal disease dan dengan ini memperpanjang umur penderita.

Adanya mikroalbuminuria merupakan parameter yang paling sensitif untuk identifikasi penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik. Mikroalbuminuria mendahului makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1 selama > 5 tahun, dianjurkan skrining mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya nefropati diabetik.Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada).

Pemantauan

Ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun kronis, baik dilakukan selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri di rumah, meliputi :

Keadaan umum, tanda vital.

Kemungkinan infeksi.

Kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan glukometer) setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari.

Kadar HbA1C (setiap 3 bulan).

Pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl).

Mikroalbuminuria (setiap 1 tahun).

Fungsi ginjal.

Funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas).

Tumbuh kembang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mortensen HB, et al. Multinational study in children and adolescents with newly diagnosed type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA status, and autoantibodies on residual beta-cell function and glycemic control 12 months after diagnosis. Pediatric Diabetes 2010: 11: 218226.

2. Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes. McGill University Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 5171

3. Irland NB. The story of type 1 diabetes. Nursing for womens health, volume 14, 2010; 327-338

4. Al Homsi MF, Lukic ML. An Update on the pathogenesis of Diabetes Mellitus. Faculty of Medicine and Health Sciences, UAE University, Al Ain, United Arab Emirates; 2000

5. Netty EP. Diabetes Mellitus Tipe I dan Penerapan Terapi Insulin Flexibel pada Anak dan Remaja. Diajukan pada Forum Komunikasi Ilmiah (FKI) Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. February 13, 2002.

Anamnesis

Nyeri perut

Mual

Muntah

Leher kenceng-kenceng

Polifagia

Poliuri

Nocturia

Penurunan berat badan

DM Tipe I

Pemeriksaan Penunjang Gula Darah Puasa : 350

Terapi

Pemeriksaan fisik:

Nyeri tekan ulu hati

Dyspepsia