catatan pojok; pilar

2
Pilar Setelah membangun dan/ meletakkan sebuah pondasi dalam sebuah proses pembangunan, maka langkah selanjutnya adalah menghadirkan pilar, agar tercipta sebuah bangunan yang utuh. Pilar; tiang penguat pada sebuah bangunan. Pilar dibangun untuk menyangga, menjadi penyangga berdirinya sebuah bangunan. Tanpa hadirnya sebuah pilar, mustahil sebuah bangunan itu akan dapat berdiri tegak, kokoh, gagah yang tak goyah sebab terjangan badai angin. Maka pilar adalah suatu hal yang penting adanya. Menghadirkan pilar dalam sebuah bangunan, menyatukannya serta menserasikannya, sehingga dapat menjadi satu kesatuan utuh, adalah urgensitas membangun. Bukan sembarang pilar yang mampu bertahan kokoh menopang terjangan badai. Pilar yang telah dibubuhi dan dibalut bahan- bahan yang berkualitas lah yang pada akhirnya tidak mudah goyah, terkikis. Ia bertahan bak karang di lautan. Layaknya sebuah bangunan/ pembangunan integritas pendidikan bangsa Indonesia. Pondasi pendidikan bangsa ditanamkan sejak kecil oleh orang tua dalam lingkungan keluarga. Di mana dalam keluarga dipupuk rasa ketaatan kepada Sang Pencipta dan orang tua, kasih sayang, dan kejujuran, agar dapat menjadi pribadi makhluk Tuhan yang baik. Disusul pendidikan formal Sekolah Dasar yang ditempuh oleh seorang anak melalui Pendidikan Kewaarganegaraan-nya. Di dalam Sekolah Dasar diajarkan sikap tenggang rasa, toleransi dan gotong royong, agar dapat menjadi manusia yang dapat bersosialisasi dengan baik. Pondasi yang ditanamkan dari dua lingkup lingkungan yang berbeda namun saling melengkapi ini, akan menjadi lengkap dengan hadirnya pilar-pilar penguat. Kemudian pilar yang bagaimana yang semestinya dihadirkan? Dalam dunia pendidikan, setidaknya manusia menempuh pendidikan formal selama tiga belas tahun. Mulai pendidikan TK, SD, SMP dan SMA. Setelah itu menempuh pendidikan strata satu, magister, doctoral. Setelah cukup mengeyam pendidikan sampai SMA/ strata satu/ magister dan/ doctoral, seorang manusia memasuki dunia pekerjaan -pengejawantahan atas keilmuan yang didalami sehingga mempunyai rupa keahlian tersendiri- baik dalam institut Negara maupun swasta. Tidak menafikan dalam dunia pekerjaan yang sarat akan materi, tidak jarang ditemukan laku suap dan korupsi. Berbagai macam bentuk cara, laku dan hasil yang menggoda, menuntut seorang manusia untuk bertahan dan mempertahankan diri dengan keras dan kuat. Pertahanan inilah yang merupakan pilar penguat pondasi. Menjadi tidak bernilai, akademik dan intelektualitas seseorang yang didapat dari jenjang pendidikan yang tidak sebentar, apalagi ditambah biaya yang tidak sedikit dihabiskan, jika pada akhirnya hanya berakhir dalam jeruji besi. Maka sepanjang pendidikan yang ditempuh serta keilmuan yang didapat, tidak dapat dijadikan barometer seseorang berlaku baik sesuai undang- undang kehidupan yang ada.

Upload: choiriya-safina

Post on 28-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pilar; tiang penguat pada sebuah bangunan. Pilar dibangun untuk menyangga, menjadi penyangga berdirinya sebuah bangunan. Tanpa hadirnya sebuah pilar, mustahil sebuah bangunan itu akan dapat berdiri tegak, kokoh, gagah yang tak goyah sebab terjangan badai angin.

TRANSCRIPT

Page 1: Catatan Pojok; Pilar

PilarSetelah membangun dan/ meletakkan sebuah pondasi dalam sebuah proses pembangunan, maka langkah selanjutnya adalah menghadirkan pilar, agar tercipta sebuah bangunan yang utuh. Pilar; tiang penguat pada sebuah bangunan. Pilar dibangun untuk menyangga, menjadi penyangga berdirinya sebuah bangunan. Tanpa hadirnya sebuah pilar, mustahil sebuah bangunan itu akan dapat berdiri tegak, kokoh, gagah yang tak goyah sebab terjangan badai angin. Maka pilar adalah suatu hal yang penting adanya. Menghadirkan pilar dalam sebuah bangunan, menyatukannya serta menserasikannya, sehingga dapat menjadi satu kesatuan utuh, adalah urgensitas membangun. Bukan sembarang pilar yang mampu bertahan kokoh menopang terjangan badai. Pilar yang telah dibubuhi dan dibalut bahan-bahan yang berkualitas lah yang pada akhirnya tidak mudah goyah, terkikis. Ia bertahan bak karang di lautan. Layaknya sebuah bangunan/ pembangunan integritas pendidikan bangsa Indonesia. Pondasi pendidikan bangsa ditanamkan sejak kecil oleh orang tua dalam lingkungan keluarga. Di mana dalam keluarga dipupuk rasa ketaatan kepada Sang Pencipta dan orang tua, kasih sayang, dan kejujuran, agar dapat menjadi pribadi makhluk Tuhan yang baik. Disusul pendidikan formal Sekolah Dasar yang ditempuh oleh seorang anak melalui Pendidikan Kewaarganegaraan-nya. Di dalam Sekolah Dasar diajarkan sikap tenggang rasa, toleransi dan gotong royong, agar dapat menjadi manusia yang dapat bersosialisasi dengan baik. Pondasi yang ditanamkan dari dua lingkup lingkungan yang berbeda namun saling melengkapi ini, akan menjadi lengkap dengan hadirnya pilar-pilar penguat.

Kemudian pilar yang bagaimana yang semestinya dihadirkan?Dalam dunia pendidikan, setidaknya manusia menempuh pendidikan formal selama tiga belas tahun. Mulai pendidikan TK, SD, SMP dan SMA. Setelah itu menempuh pendidikan strata satu, magister, doctoral. Setelah cukup mengeyam pendidikan sampai SMA/ strata satu/ magister dan/ doctoral, seorang manusia memasuki dunia pekerjaan -pengejawantahan atas keilmuan yang didalami sehingga mempunyai rupa keahlian tersendiri- baik dalam institut Negara maupun swasta. Tidak menafikan dalam dunia pekerjaan yang sarat akan materi, tidak jarang ditemukan laku suap dan korupsi. Berbagai macam bentuk cara, laku dan hasil yang menggoda, menuntut seorang manusia untuk bertahan dan mempertahankan diri dengan keras dan kuat. Pertahanan inilah yang merupakan pilar penguat pondasi. Menjadi tidak bernilai, akademik dan intelektualitas seseorang yang didapat dari jenjang pendidikan yang tidak sebentar, apalagi ditambah biaya yang tidak sedikit dihabiskan, jika pada akhirnya hanya berakhir dalam jeruji besi. Maka sepanjang pendidikan yang ditempuh serta keilmuan yang didapat, tidak dapat dijadikan barometer seseorang berlaku baik sesuai undang-undang kehidupan yang ada.

Balutan sikap, sifat, perilaku yang terpuji merupakan penopang segala bujukan keburukan. Sudah semestinya intelektual seseorang dibalut dan dihias dengan laku perbuatan yang terpuji, agar tidak senyawa dengan para koruptor yang berlatar belakang akademik dan intelektualitas tinggi. Keduanya, intelektual dan akhlak karimah, menjadi semacam satu kesatuan utuh yang kudu disatukan dan diserasikan, agar keduanya sama-sama bernilai sesuai nilainya. Maka pondasi di sini adalah segala bentuk penanaman, pelajaran dan pengajaran sikap, kemudian pilarnya berwujud akademik dan intelektual seseorang itu sendiri. Pilar ini perlu dibalut dan berbahan dasar kuat, yaitu akhlak karimah. Karena pencarian ilmu sejatinya tidak lain adalah pencarian kebijakan. Semakin berilmu seseorang itu, semakin bijak pula laku, perkataan dan perbuatannya. Sebagai mahasiswa, kita agaknya perlu mengingat kembali perkataan bapak Pendidikan Nasional, Ki. Hajar Dewantara ; “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mbagun Karso, Tut Wuri Handayani”. Figur seseorang yang baik adalah tidak hanya mampu menjadi suri tauladan dan berinovasi, namun juga mampu memberikan semangat dan contoh moral yang baik bagi sesama.