catatan kuliah
DESCRIPTION
catatan kuliah sedimentologiTRANSCRIPT
DIKTAT KULIAH
SEDIMENTOLOGI
Disusun oleh:
Dessie Yanti Sihotang
270110140084
FAKKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JL. RAYA BANDUNG-SUMEDANG KM. 21 JATINANGOR 45363
2014/2015
coal
Oil & Gas
coal bed methane (cbm)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Mata Kuliah Sedimentologi
a. Untuk membekali mahasiswa dengan berbagai keahlian dalam memahami proses
pembentukan batuan sedimen.
b. Membekali lulusan agar mampu bersaing dan cepat beradaptasi dengan Industri yang
bergerak dalam Bidang Mineral, Energi dlsb.
1.2 Pengertian Sedimentologi
Sedimentologi adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan deskripsi,
klasifikasi dan asal muasal dari batuan sedimen. Hasil pelapukan, pengikisan permukaan
bumi merupakan bahan utama sedimen. Sedimen tersebut akan mengalami transportasi
dan mengendap kemudian mengalami lithifikasi sehingga terbentuk batuan sedimen.
Dalam kerak bumi batuan sedimen persentasinya lebih sedikit atau sekitar 7,9%
dibanding dengan batuan beku dan metamorf, tetapi dipermukaan bumi jumlah batuan
sedimen lebih banyak atau sekitar 66% dibandingkan dengan batuan lainnya walaupun
diperkirakan hanya 5% volume bagian terluar bumi, meskipun kelihatannya kecil namun
batuan sedimen sangat penting, karena didalamnya terekam informasi tentang sejarah
bumi dimasa lampau dan secara umum memiliki potensi sebagai sumber daya energy dan
mineral seperti bahan bakar fosil, batubara, minyak dan gas. “The present is the key to
the past is the key to the picture” (James Hutton, 1788)
WeatheringLithification
Transport
Erotion
Sedimentary rock
Deposition
Studi batuan sedimen dan lapisan batuan memberikan informasi tentang bawah
permukaan, sumber dalam studi ini antara lain literatur, penelitian dilapangan, core, dan
data geofisika. Literatur dapat berupa buku dan bacaan yang berhubungan dengan studi
batuan sedimen sedangkan penelitian yang dilakukan dilapangan dapat berupa singkapan
(outcrops) yang tersingkap di permukaan. Singkapan (outcrops) dibagi dua yaitu
consolidated sediments ( sudah menjadi batuan sedimen) dan unconsolidated sediments
(masih dalam bentuk sedimen). Core adalah bagian silinder yang merupakan bahan atau
substansi yang diambil dari bawah permukaan tanah pada kedalaman tertentu. Core dapat
juga dikatakan sebagai sample inti. Sample core dapat diperoleh dengan cara pengeboran
menggunakan bor khusus, ada dua jenis yaitu hand operated (pengoperasian alat dengan
tangan) dan power driven (dorongan tenaga listrk). Deskripsi core meliputi warna, ukuran
butir, bentuk butir, pemilahan, kemas, fragmen, matriks komposisi, struktur sedimen, dan
tebal lapisan dari data yang diperoleh tersebut maka dapat dilakukan anlisis terhadap
batuan sedimen yang tentunya dibantu dengan data geofisika seperti data seismik dan log.
literature outcrop core seismic
Proses pembentukan batuan sedimen atau sedimentasi akan terus berlangsung dari
awal bumi terbentuk hingga tidak ada lagi kehidupan dibumi (kiamat). Sumber,
klasifikasi maupun deskripsinya akan selalu sama yang membedakan adalah umurnya.
Proses sedimentasi yang terjadi zaman dulu juga terjadi hari ini, hasil dari proses
sedimentadi dimasa lampau sudah membentuk batuan sedimen membentuk singkapan
seperti yang bisa kita lihat dipantai dan ditempat-tempat tertentu lainnya sementara proses
sedimentasi hari ini dapat kita lihat pada air sungai yang keruh ketika hujan, sungai
tersebut membawa partikel sedimen dari sumbernya.
Sumber partikel sedimen dapat berasal dari jenis batuan mana saja seperti batuan
beku, batuan metamorf dan batuan sedimen itu sendiri. Batuan tersebut akan tersingkap
dipermukaan bumi karena pengaruh dari aktivitas tektonik yang mengakibatkan batuan
uplift (terangkat ke permukaan). Batuan yang berada diatas permukaan bumi akan kontak
dengan atmosfir dan kemudian akan mengalami pelapukan (wheathering). Batuan beku
(granit misalnya) berada jauh dibawah permukaan bumi dalam pengaruh tekanan yang
tinggi, ketika ada aktivitas tektonik batuan tersebut terangkat dan terlepas dari tekanan,
dan rekahan yang terbentuk cenderung akan mengakibatkan bagian luar batuan
mengembang karena atmosfir dan lama kelamaan partikel batuan akan lepas disepanjang
rekahan proses ini dikenal juga dengan eksfoliasi.
Pelapukan merupakan proses alamiah akibat bekerjanya gaya-gaya alam baik secara
fisik maupun kimiawi yang menyebakan terjadinya pemecahan, penghancuran dan
transformasi bebatuan dan mineral-mineral penyusunnya menjadi material lepas (regolit)
di permukaan bumi. Regolit ini mempunyai kedalaman dan ketebalan yang bervariasi,
tergantung intensitas dan ekstensitas proses pelapukan yang terjadi. Pelapukan ada 3 jenis
yaitu pelapukan fisika/mekanik, kima dan biologi.
Pelapukan fisik (disintegrasi) merupakan proses mekanik yang menyebabkan batuan
massif pecah hingga hancur terfragmentasi menjadi partikel-partikel kecil tanpa ada
perubahan kimiawi sama sekali. Proses ini sangat dominan pada kondisi suhu rendah
seperti di kutub atau pada kondisi suhu tinggi di padang pasir. Proses pelapukan fisik
terutama dipicu oleh perubahan suhu secara drastis. Batuan yang tersusun oleh berbagai
mineral yang beraneka sifat fisik dan kimawi apabila tiba-tiba terpapar oleh perubahan
suhu drastis, akan terjadi kontraksi dan ekspansi antarfraksi penyusunnya, sehingga
timbul retakan-retakan yang kemudian memicu pecah hancurnya bebatuan ini. Kecepatan
proses ini tergantung pada kondisi fisik batuan. Batuan berpermukaan kasar lebih cepat
dari pada yang halus, bebatuan berwarna gelap lebih banyak menyerap panas sehingga
lebih cepat dari pada yang berwarna terang.
Pelapukan atau transformasi kimiawi umunya merupakan proses yang menyertai
proses pelapukan fisik dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam komposisi kimiawi
maupun komposisi mineral (dekomposisi) penyusun permukaan fragmen-fragmen batuan.
Melalui proses ini bagian permukaan fragmen-fragmen dapat kehilangan sebagian
mineral penyusunnya atau mengalami perubahan komposisi kimiawinya, yang kemudian
menyebabkan terbentuknya mineral-mineral sekunder. Mekanisme yang terlibat dalam
transformasi kimiawi ini meliputi pelarutan (solubilitasi), hidratasi, hidrolisis, oksidasi,
reduksi, karbonatisasi, dan asidifikasi (pengasaman). Pelapukan organis adalah proses
penghancuran massa batuan dengan bantuan organisme makhluk hidup dan tumbuhan.
Pada umumnya pelapukan organis dipengaruhi oleh pembusuknya sisa tumbuhan yang
dapat membentuk asam gambut yang berakibat rusaknya batuan, pengrusakan oleh
binatang-binatang kecil di dalam tanah serta pengrusakan batuan oleh aktiviras manusia
dengan segala peralatannya baik alat tradisonal maupun mekanik.
Produk dari pelapukan dapat berupa partikel padat sisa pelapukan (terrigenous
siliciclastics), mineral sekunder seperti lempung dan oksida besi, dan ion yang terlarut
baik air permukaan atau air bawah tanah seperti Ca2+, SO42-, Na+, Mg2+, dan K+. Produk
pelapukan sangat penting dalam membantu mendeskripsi batuan sedimen, sedimen hasil
pelapukan ini memiliki ukuran butir yang berbeda-beda. Berikut klasifikasi ukuran butir
oleh Udden-Wentworth
(Udden 1914, Wentworth 1922).
Semakin jauh suatu sedimen ditansport maka semakin kecil ukuran butirnya dan
bentuk butirnya juga akan semakin membundar, namun bisa saja bentuk butir suatu sedimen
dari sumbernya sudah membundar tanpa dipengaruhi oleh transportasi. Misalnya granit
karena mengalami tekanan yang sama besar terhadapnya (release pressure) maka bentuk
butirnya membundar atau melembar dan ketika masuk ke kolom air kemudian mengalami
transportasi yang tidak begitu jauh juga bentuk butirnya telah membundar karena dari
awalnya juga membundar.
BAB II
TRANSPORTASI SEDIMEN
Sedimen hasil pelapukan yang telah mengalalami erosi atau pengikisan/pelepasan dari
batuan sumbernya akan mengalami transportasi oleh media pembawa seperti air, udara dan
es. Akan tetapi beberapa transportasi hasil pelapukan dapat juga berlangsung tanpa bantuan
suatu media, tetapi hanya dengan tenaga gravitasi saja. Ketika energi kinetik lebih kecil dari
pada gravity maka sedimen akan terendapkan sedangkan apabila energi kinetik lebih besar
maka sedimen akan terangkat atau terdorong.
Sifat-sifat transportasi sedimen berpengaruh terhadap sedimen itu sendiri yaitu
mempengaruhi struktur sedimen yang terbentuk. Hal ini penting untuk diketahui karena
sebenarnya struktur sedimen merupakan suatu catatan tentang proses yang terjadi sewaktu
sedimen tersebut diendapkan. Umumnya proses itu merupakan hasil langsung dari gerakan
media pengangkut. Namun demikain sifat fisik (ragam ukuran, bentuk dan sifat jenis) butiran
sedimen itu sendiri mempunyai pengaruh pada proses mulai erosi, transportasi dan
pengendapan. Dua sifat yang mempengaruhi media ketika mengangkut sedimen adalah berat
jenis dan kekentalan. Keduanya akan mempengaruhi kemampuan dan kecepatan aliran.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya proses transportasi
akan mempengaruhi tekstur dari batuan sedimen.
Contohnya longsor yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi,
terjadi interaksi antar partikel sedimen dimana partikel
sedimen yang berpindah dipengaruhi oleh gerakan
sedimen diatasnya, dalam pengertian lain partikel sedimen mendorong sedimen yang lainnya
dan dalam jarak yang pendek sehingga bentuk butir batuannya dominan menyudut dan
pemilalhannya buruk seperti yang diperjelas pada gambar diatas.
Mekanisme transportasi sedimen pada fluida, dapat dipengaruhi oleh laminar flow (aliran
laminar) dan turbulent flow (aliran turbulen). Aliran laminer adalah aliran fluida yang
bergerak paralel atau lurus tanpa adanya perpotongan satu dengan yang lainnya, memiliki
viskositas tinggi dan kecepatan alirannya relatif rendah serta perpindahan sedimen yang
dibawanya biasanya bergerak menggelinding atau saltasi. Aliran laminer tergambar sebagai
filament panjang yang mengalir sepanjang aliran. Sedangkan aliran tuurbulen adalah aliran
yang bergerak berpotongan atau membentuk pusaran air, sehingga partikel sedimen yang
dibawa bergerak secara acak dan tidak stabil serta viskositasnya yang rendah dan
kecepatannya berfluktuasi sehingga menghasilkan gesekan yang relatif tinggi.
Fluid viscous forces
Fluid inertial forces
Re ==
Re=
mRvr
Untuk menentukan pergerakan fluida bergerak laminer atau turbulen dapat diketauhui
dengan Reynold number (angka Reynold). Angka Reynold merupakan bilangan yang tidak
berdimensi dan penting dalam mekanika fluida untuk menentukan kriteria aliran dominan
suatu fluida yaitu menunjukkan perbandingan antar gaya-gaya inersial terhadap gaya akibat
viskositas fluida. Angka Reynold dirumuskan sebagai berikut
Dimana: Re = geometry of flow (e.g., water depth)
Re > 2000 (turbulent flow)
Re = 500-2000 (laminar flow)
V = flow velocity
r = fluid density
m = dynamic viscosity
Proses transportasi adalah proses perpindahan/pengangkutan material yang diakibatkan
oleh tenaga kinetis yang ada pada fluida sebagai efek dari gaya gravitasi. fluida mengangkut
material hasil erosinya dengan berbagai mekanisme, yaitu
Traksi, yaitu sedimen yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
Rolling, yaitu sedimen akan terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
Saltasi, yaitu sedimen akan terangkut dengan cara meloncat pada dasar sungai.
Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur
dengan air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
Solution, yaitu pengangkutan sedimen larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
Rolling dan saltasi merupakan bagian dari bedload yaitu sedimen yang terangkut secara
menggelinding atau melompat disubstrat. Mekanisme rolling akan mengangkut sedimen
Re ~ 500- Re
dengan terus menerus kontak dengan substrak (bergulir) sedangkan pada mekanisme saltasi
terjadi serangkaian naik dan turun dengan ketinggian 100-500 diameter butiran tetapi
tergantung pada substraknya.
Fluida sebagai media transportasi dapat berupa air dan udara. Transportasi partikel di
dalam air sejauh ini merupakan mekanisme transportasi yang palingsignifikan. Air mengalir
di permukaan lahan di dalamchannel dan sebagai aliran permukaanoverland flow”. Arus-arus
di laut digerakkan oleh angin, tidal dan sirkulasi samudra. Aliran-aliran ini cukup kuat untuk
membawa material kasar di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus dalam
suspensi. Material dapat terbawa di dalam air sejauh ratusan atau ribuan kilometer sebelum
terendapkan.
Udara juga merupakan media transportasi terpenting. Angin berhembus di atas lahan
mengangkat debu dan pasir kemudian membawanya sampai jarak yang jauh. Kapasitas angin
untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah dari udara. Perbedaan
densitas antara media dan sedimen klastik berpengaruh terhadap keefektifan media dalam
menggerakkan sedimen. Selain air dan udara es juga dapat dimasukkan sebagai media
transportasi berupa fluida karena selama periode yang panjang es bergerak melintasi
permukaan lahan walaupun gerakannya sangat lambat karena memiliki viskositas yang
tinggi.
Kecepatan fluida dimana partikel akan naik ke dalam aliran dapat disebut sebagai
kecepatan kritis. Jika gaya yang bekerja pada partikel di dalam aliran telah diketahui maka
hubungan sederhana antara kecepatan kritis dan massa partikel dapat diperkirakan. Gaya seret
“drag force” yang diperlukan untuk menggerakkan partikel di sepanjang aliran akan
meningkat seiring massa, karena akan memerlukan gaya angkat untuk membawa partikel
naik ke dalam aliran. Pada kecepatan sedang “moderate” butir pasir dapat tersaltasi, butiran
bergerak rolling dan kerakal tetap tidak bergerak tetapi jika kecepatan meningkat gaya yang
bekerja pada partikel-partikel ini bertambah dan pasir lebih halus mungkin tersuspensi,
butiran tersaltasi dan kerakal bergerak rolling. Hubungan linear sederhana seperti ini juga
bekerja untuk material lebih kasar tetapi ketika ukuran butir halus terlibat maka akan semakin
komplek.
Gambar disamping merupakan gaya
yang bekerja di dalam aliran menurut
Middleton dan Southrd, 1978 & Collinson
dan Thomson 1982
Gaya yang bekerja pada partikel adalah fungsi dari viskositas dan densitas media fluida
seperti halnya massa partikel. Fluida berviskositas lebih tinggi menggunakan gaya seret dan
angkat yang lebih besar untuk kecepatan aliran tertentu. Dua fluida yang sangat penting
adalah air dan udara. Aliran air dapat mentransportasikan klastik sebesar bongkah pada
kecepatan yang terekam dalam sungai, bahkan pada badai dengan kekuatan angin yang
sangat tinggi, partikel mineral dan batuan terbesar yang terbawa kemungkinan besar
berukuran sekitar satu milimeter. Pembatasan ukuran partikel yang terbawa angin adalah satu
kriteria yang mungkin digunakan untuk membedakan material yang diendapkan oleh air dari
yang ditransportasikan dan diendapkan oleh angin. Fluida berviskositas lebih tinggi seperti es
dan aliran debris dapat mentransportasikan bongkah berukuran beberapa meter hingga
puluhan meter panjangnya.
Jika kecepatan berubah selama suatu periode aliran, ukuran klastik yang terendapkan
akan mencerminkan perubahan dalam kekuatan aliran. Aliran yang menurun dari 20cm/s ke
1cm/s diawali pengendapan pasir kasar tapi akan segara progresif mengendapkan pasir
sedang dan halus akibat turunnya kecepatan. Lapisan pasir yang terbentuk dari penurunan
aliran ini akan menunjukkan reduksi dalam ukuran butir dari kasar di dasarnya hingga halus
di bagian atasnya. Pola perubahan ukuran klastik dalam suatu lapisan tunggal ini disebut
sebagai gradasi normal”normal grading”. Sebaliknya, peningkatan dalam kecepatan aliran
seiring waktu mungkin menghasilkan peningkatan ukuran butir ke arah atas pada suatu
lapisan, dikenal sebagai gradasi terbalik “reverse grading. Normal grading lebih umum
karena banyak aliran alami yang dimulai dengan sentakan yang kuat diikuti oleh penurunan
secara gradual kecepatan alirannya. Aliran yang secara gradual bertambah kecepatannya
seiring waktu yang menghasilkan reverse grading jumlah frekuensinya sedikit. Material yang
diendapkan dari air statis juga menampakkan gradasi, perhitungan hubungan antara ukuran
butir dan kecepatan pengendapan dijelaskan dengan hukum Stoke. Partikel yang lebih besar
memiliki kecepatan terminal yang besar dan terendapkan lebih cepat dari butir-butir yang
lebih kecil.Gradasi dapat terjadi di variasi setting lingkungan yang bermacam-macam,
normal grading adalah karakteristik penting dari banyak endapan arus turbidit tapi mungkin
juga hasil dari badai di paparan kontinen, limpah banjir di lingkungan fluvial dan setting
delta top.
Sangat berguna menggambarkan perbedaan antara gradasi yang ada di dalam suatu
lapisan tunggal dan gradasi yang terdapat pada sejumlah lapisan. Suatu pola beberapa lapisan
yang dimulai dengan ukuran klastik kasar di lapisan terendah dan material lebih halus di
lapisan yang tertinggi disebut sebagai menghalus ke atas “fining-upward “. Pola yang
sebaliknya dengan lapisan terkasar di atas adalah rangkaian mengasar ke atas “corsening-
upward.
Gravitasi merupakan agen utama yang mengakibatkan transportasi pada landslides
dan massflow. Pada pergerakan masa subaeria (falls, slides, slumps, avalanches, mudflows,
dan subaerial debris flows) dan submarine debris flow transportasi terjadi ketika gaya yang
menahan (resisting force) terlampaui. Pada falls, slides, slumps dan avalanches, retakan
dihasilkan ketika batuan kehilangan gaya kohesi antara partikelnya yang kemudian bergerak
dan berhenti ketika energinya habis. Sedimen yang dihasilkan berupa breksi yang terpilah
buruk, tidak berlapis.
Pada transportasi ini partikel sediment tertransport langsung oleh pengaruh gravitasi,
disini material akan bergerak lebih dulu baru kemudian medianya. Jadi disini partikel
bergerak tanpa batuan fluida, partikel sedimen akan bergerak karena terjadi perubahan energi
potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang termasuk dalam sediment gravity flow antara
lain adalah debris flow, grain flow dan arus turbid. Deposisi sediment oleh gravity flow akan
menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sediment oleh fluida flow karena pada
gravity flow transportasi dan deposisi terjadi dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi.
Batuan sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan mempunyai sortasi yang
buruk dan memperlihatkan struktur deformasi.
Pada debris flows, mudflows dan olisostrom seluruh masa diendapkan sekali.
Pergerakannya biasanya berlangsung ketika terdapat air yang mengakibatkan gaya gesek
antar partikel mengecil dan mengakibatkan massa meluncur dan terendapkan dengan tidak
beraturan. Produk yang dihasilkan terpilah buruk, banyak material lumpur dan lapisan
biasanya tebal serta massive.
Sedimen yang bergerak karena pengaruh gaya gravitasi ini, ada 4 macam yaitu:
Debris flow / Mud flows (interparticle interaction)
Debris flow dan mudflow merupakan aliran sedimen gravitasi pada tipe aliran
fluida Bingham Plastic, dimana aliran ini terdiri atas campuran partikel yang berukuran pasir
halus dan lempung yang membentuk lumpur dengan kekentalan yang memungkinkan untuk
mengangkut material yang berukuran sangat kasar seperti boulder. Aliran ini sering terjadi
pada daerah yang beriklim kering (arid) atau agak kering (semiarid) setelah terjadinya hujan
yang lebat. Contoh yang sering terjadi pada daerah gunungapi adalah aliran lahar yang
disusun oleh material hasil erupsi gunungapi.
Ciri sedimen hasil mud flows:
o Dominan terdiri atas sedimen berukuran matrik (matrix-dominated sediment)
o sortasi jelek
o pejal (tak berlapis)
Grain flows (grain interaction)
Grain flow adalah aliran dari butiran sediment yang inkohesif yang terdapat pada
lereng yang curam. Aliran ini terjadi ketika akumulasi sedimen melebihi gaya gesek antar
partikel dan ketika gempa bumi terjadi. Endapan yang dihasilkan berupa pasir yang terpilah
baik, tak berstruktur sampai berlaminasi berlangsung secara lokal.
Ciri sedimen hasil grain flows:
Liquefied flow
Grain collision
Grain flow Debris flow
Matrix strength & buoyancy
Turbulence
Turbidity flow
Buoyancy
o Dominan terdiri atas fragmen sedimen (fragment dominated-sediment)
o terpilah baik dan bebas lempung
Fluidized flows
Aliran cairan kental terjadi apabila material sedimen lepas mengalir bersama dengan
cairan sebagai suspensi dan membentuk cairan dengan kekentalan tinggi. Cairan ini dapat
mengalir dengan kecepatan tinggi pada kemiringan sekitar 3 derajat.
Ciri sedimennya:
o tebal, non-graded clean sand
o bersortasi jelek
o batas atas dan bawahnya kabur
o umumnya terdapat struktur sedimen dish structures, pipes, dan sand volcano.
Turbidity Current
Arus turbidit adalah aliran cepat menuruni lereng yang dipicu oleh tingginya densitas
relatif terhadap fluida lingkungan. Tingginya densitas ini disebabkan oleh melimpahnya
partikel yang tersuspensi. Turbulensi menjaga turbiditas yang kemudian menjadi gaya untuk
mempertahankan aliran tetap bergerak. Arus turbidit bersifat tiba-tiba dan tidak lama,
biasanya dipicu oleh adanya gempa bumi atau badai di laut. Arus ini dapat memindahkan
partikel ribuan kilometer ke bawah pada lereng submarin. Kemungkinan mayoritas atau
semuanya terkumpul pada suatu alur, seperti submarine canyon. Setelah partikel melewati
mulut channel, aliran menyebar dan melemah, arus turbidit collapse dan mengendapkan
partikel tersuspensinya.
Arus turbidit membutuhkan waktu dan jarak yang cukup untuk berkembang menjadi
gerakan cepat. Massa turbulen mempunyai bagian kepala (bagian paling tebal pada aliran),
tubuh (ketebalan seragam), dan ekor (ketebalan dan konsentrasi sedimen berkurang). Bagian
kepala memiliki kecepatan yang lebih rendah dibanding bagian tubuh, jadi sedimen yang
tersuspensi bergerak dari tubuh ke kepala, lalu menjalar dan kembali ke tubuh lagi.
BAB III
TEKSTUR BATUAN SEDIMEN
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan dari
beberapa centimeter sampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari yang sangat halus
sampai yang sangat besar dan beberapa proses yang penting lainnya. Batuan sedimen tidak
hanya terbentuk dari hasil pelapukan dari fragmen-fragmen silikat, tetapi juga berasal dari
presipitat kimia dan biologi, dan alokhem.
Fragmen-fragmen silica berasal dari hasil pelapukan batuan yang telah ada
sebelumnya seperti metamorf, batuan beku dan batuan sedimen itu sendiri. Contohnya adalah
kuarsa dan feldspar ukuran butir pasir, kerikil, rijang, mineral lempung dan batu-batu
gneissic. Batuan ini didominasi oleh butir sehingga disebut juga silisiklastik. Alokem adalah
batuan yang diendapkan dari larutan dalam cekungan pengendapan, biasanya sebagai akibat
dari aktivitas biologis kemudian iangkut sebagai padatan dalam cekungan pengendapan
Contohnya bahan skeletal (kerang rusak atau seluruh dan bagian keras lainnya baik dari
tumbuhan dan hewan), ooliths, pelet feses, fragmen penecontemporaneous sedimen karbonat
terkikis dalam cekungan dan mengalami rework untuk membentuk kerikil dan butiran pasir,
dan mikrokristalin karbonat. Presipitat kimiawi dan biologi adalah batuan sedimen yang
bertekstur kristalan, dan dihasilkan dari reaksi kimia anorganik atau reaksi kimia karena
aktivitas kehisupan binatang-binatang ataupun tumbuh-tumbuhan. Presipitat ini membentuk
seluruh batuan atau menyemen butiran-butiran menjadi suatu batuan. Karena proses tersebut
maka ditafsirkan presipitat sebagai autigenik, oleh karena itu batuan ini terbentuk secara in-
situ dan terkristalisasi.
Sebagai seorang geologist tentunya kita harus mampu mengklasifikasi jenis-jenis
batuan sedimen tersebut sehingga kita dapat mengetahui kapan dan dimana batuan tersebut
diendapkan. Kita juga dapat mengetahui umur serta komposisi mineral batuan tersebut
melalui penelitian lebih lanjut di laboratorium.
Oleh karena itu salah satu parameter yang penting dalam mengklasifikasi dan
mengelompokan batuan sedimen adalah tekstur karena tekstur dapat menunjukan proses
transportasi dari batuan sedimen. Tekstur batuan sediment adalah segala kenampakan yang
menyangkut butir sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir dan orientasi. Tekstur batuan
sedimen mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah dialami batuan
tersebut terutama proses transportasi dan pengendapannya, tekstur juga dapat digunakan
untuk menginterpetasi lingkungan pengendapan batuan sediment. Secara umum batuan
sedimen dibedakan menjadi dua, yaitu batuan sedimen klastik dan non-klastik.
Batuan sedimen klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan
kembali detritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf
dan sedimen itu sendiri. Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam
dua golongan besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara terbentuknya
batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang terbentuk dilingkungan darat
maupun dilingkungan laut. Batuan yang ukurannya besar seperti breksi dapat terjadi
pengendapan langsung dari ledakan gunungapi dan di endapkan disekitar gunung tersebut
dan dapat juga diendapkan dilingkungan sungai dan batuan batupasir bisa terjadi
dilingkungan laut, sungai dan danau. Semua batuan diatas tersebut termasuk ke dalam
golongan detritus kasar. Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau,
serpih dan batua lempung dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya di
endapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam.
Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun secara
kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelah
pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, prosess- proses yang
berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi.
Contohnya; Breksi, Konglomerat, Standsstone (batu pasir), dan lain-lain. Setelah
pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, proses proses-proses yang
berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi.
Diagenesis terjadi di mana mineral batuan menjadi tidak stabil sebagai akibat dari perubahan
kondisi atau kimia. Ketidakstabilan biasanya terjadi pada kontak butir dan dalam ruang pori
antara butir. Perubahan tekanan dan suhu menyebabkan mineral baru untuk membentuk atau
yang sudah ada sebelumnya mineral menjadi dimodifikasi sebagai sedimen (atau batu)
menyesuaikan dengan kondisi keseimbangan baru.
Proses diagenesis antara lain:
1. Kompaksi sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari berat
beban di atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu
dengan yang lain menjadi rapat.
2. Sementasi
Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi
mengikat butir-butir sedimen dengan yang lain. Sementasi makin efektif bila derajat
kelurusan larutan pada ruang butir makin besar.
3. Rekristalisasi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari
pelarutan material sedimen selama diagenesa atu sebelumnya. Rekristalisasi sangat umum
terjadi pada pembentukan batuan karbonat.
4. Autigenesis
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya mineral
tersebut merupakan partikel baru dlam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang umum
diketahui sebagai berikut: karbonat, silica, klorita, gypsum dan lain-lain.
5. Replacement
Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan
volume asal.
6. Larutan (Solution)
Biasanya pada urutan karbonat akibat adanya larutan menyebabkan terbentuknya rongga-
rongga di dalam jika tekanan cukup kuat menyebabkan terbentuknya struktur iolit.
7. Bioturbation
Bioturbation mengacu pada kegiatan fisik dan biologis yang terjadi pada atau dekat
permukaan sedimen yang menyebabkan sedimen menjadi campuran. Penggalian oleh
organisme dapat meningkatkan pemadatan sedimen dan biasanya menghancurkan setiap
laminasi atau bedding dan Selama proses bioturbasi ini, endapan mineral dari beberapa
organisme bertindak sebagai semen.
Batuan sedimen Non-Klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil
penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses
pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan
kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil
reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 = CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen
oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang
laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai
akibat penurunan daratan menjadi laut. Contohnya; Limestone (batu gamping), Coal
(batubara), dan lain-lain.
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan
organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik
(Pettjohn, 1975). Menurut R.P. Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi
enam golongan yaitu:
1. Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini
antara lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan tempat pengendapan
batuan ini di lingkungan sungai dan danau atau laut.
2. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut dangkal
sampai laut dalam. Yang termasuk ked ala golongan ini adalah batu lanau, serpih, batu
lempung dan Nepal.
3. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan
cangkang moluska, algae dan foraminifera. Atau oleh proses pengendapan yang merupakan
rombakan dari batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses
pertama biasa terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses kedua di
endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini banyak sekali
macamnya tergantung pada material penyusunnya.
4. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan kimiawi
untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert), radiolarian dan tanah
diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
5. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang
cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang
tertutup, sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsure-unsur tertentu. Dan faktor
yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk suatu endapan dari
larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu
garam.
6. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan.
Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang
tebsl di atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan. Lingkungan
terbentuknya batubara adalah khusus sekali, dimana harus memiliki banyak sekali tumbuhan
sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
Untuk mengetauhui nama suatu batuan sedimen tentu dilakukan deskripsi. Hal yang
perlu dideskripsi antara lain:
1. Komposisi
Komponen penyusun batuan silisiklastik antara lain:
Butiran (grain), yaitu butiran klastik yang
tertransport yang berupa mineral, fosil atau
fragmen batuan (litik).
Masa dasar (matrix), yaitu berukuran lebih
halus dari butiran (< 1/16 mm) dan
diendapkan bersama-sama dengan butiran.
Semen (cement), yaitu material berukuran
halus yang mengikat butiran dan matrik, diendapkan setelah fragmen dan matrik,
contoh : semen karbonat, silika, oksida besi, lempung, dll.
2. Grain size (ukuran butir)
Besar Butir adalah ukuran/diameter
butiran, yang merupakan unsur utama
dari batuan sedimen klastik, yang
berhubungan dengan tingkat energi pada
saat transportasi dan pengendapan. Klasifikasi besar butir menggunakan skala
Wentworth. Besar butir ditentukan oleh:
o Jenis pelapukan : pelapukan kimiawi (butiran halus)
o Pelapukan mekanis (butiran kasar)
o Jenis transportasi
o Waktu/jarak transportasi
o Resistensi
Ketika data grain size telah dimasukkan kedalam histogram, maka dapat diketahui
bagaimana distribusi ukuran butir sedimen dan dapat juga memperkirakan lingkungan
pengendapannya.
3. Grain shape (bentuk butir)
Bentuk butir merujuk pada morfologi eksternal partikel. Tingkat kebundaran butir
dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis proses transportasi dan jarak transport.
Butiran dari mineral yang resisten seperti kuarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar
dibandingkan butiran dari mineral kurang resisten seperti feldspar dan pyroxene. Butiran
berukuran lebih besar daripada yang berukuran pasir. Jarak transport akan mempengaruhi
tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang sama, makin jauh jarak transport butiran akan
makin bundar.
Pembagian kebundaran :
o Well rounded (membundar baik) Semua permukaan konveks, hamper
equidimensional, sferoidal.
o Rounded (membundar) Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung
dan tepi butiran bundar.
o Subrounded (membundar tanggung) Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung
yang membundar.
o Subangular (menyudut tanggung) Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-
ujung tajam.
o Angular (menyudut) Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam.
o Very angular (sangat menyudut) Permukaan konkaf dengan ujungnya yang sangat
tajam
4. Kemas (fabric)
Kemas merupakan sifat hubungan antar butir sebagai fungsi orientasi butir dan
packing, secara umum dapat memberikan gambaran tentang arah aliran dalam sedimentasi
serta keadaan porositas dan permeabilitas batuan. Di dalam batuan sedimen kalstik dikenal
dua macam kemas yaitu kemas terbuka, yaitu butiran tidak saling bersentuhan
(mengambang di dalam matrik) dan kemas tertutup yaitu butiran saling
bersentuhan satu sama lain.
5. Pemilahan (sorting)
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen,
artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka, pemilahan semakin baik.
Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan sedimen klastik. Beberapa istilah yang
biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan, yaitu :
Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar
Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen
6. Porositas
Definisi porositas sendiri adalah perbandingan antara volume rongga dengan
volume total batuan yang dinyatakan dalam persen. Porositas dapat diketahui dengan
meneteskan air ke permukaan batuan. Istilah - istilah yang dipakai ialah porositas
baik (batuan menyerap air), porositas sedang (di antara baik-buruk), dan porositas
buruk (batuan tidak menyerap air).
7. Kekompakan
Kekompakan adalah sifat fisik dari batuan. Beberapa istilah yang dipakai
dalam kekompakan batuan adalah:
Dense : sangat padat
Hard : keras dan padat
Medium hard : agak keras tetapi masih dapat digores dengan jarum baja
Soft : lunak, mudah tergores dan dipecahkan
Friable : keras tetapi dapat diremas dengan tangan
Spongy : berongga
Contoh deskripsi batuan sedimen
Texture: Chemical
Grainsize: No grainsize
Composition: Calcite
Rockname: Limestone
Texture: Biologic
Grainsize: No grainsize
Composition : calcite, almost entirely shell and skeletal fragments
Rockname: Coquina
Texture: Biologic
Grainsize :No grainsize
Composition: calcite with some shell and skeletal fragments
Rockname: Fossiliferous Limestone
Jadi kesimpulannya dalam mempelajari tekstur adalah kita dapat memahami sumber
batuan asal (provenance), memahami diagenesa, mengetahui arah arus purba dan mugkin
juga mengetahui tektonik setting sehingga memahami sejarah batuan terebut.
BAB IV
STRUKTUR BATUAN SEDIMEN
Struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar,
merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan sedimen dan diakibatkan oleh proses
pengendapan dan keadaan energi pembentuknya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu
pengendapan maupun setelah proses pengendapan. Struktur sedimen dibedakan menjadi dua
jenis yaitu struktur sedimen primer dan struktur sedimen sekunder
1. Struktur sedimen primer
Struktur ini terbentuk karena proses sedimentasi atau juga dapat dikatakan sebagai
struktur yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya batuan sedimen, sehingga struktur
ini dijadikan arah penentuan muda atau tidaknya suatu lapisan (young in direction)
karena dapat menggambarkan mekanisme pengendapannya. Struktur yang terbentuk saat
proses pengendapan sedang berlangsung termasuk lapisan mendatar, lapisan silang, laminasi,
dan laminasi silang yang mikro yaitu adanya kesan riak.
a. Perlapisan dan laminasi
Perlapisan dan laminasi merupakan karakteristik utama dari batuan sedimen, menjadi
penciri dasar batuan sedimen dibandingkan batuan lain. Struktur terbentuk dikarenakan
adanya perubahan pada pola sedimentasi meliputi perubahan komposisi, ukuran butir, bentuk,
orientasi, dan kemas sedimen. Perlapisan dan laminasi sendiri dapat dibedakan lagi
berdasarkan ketebalan yang lebih rinci. Apabila ketebalan kurang dari 1 cm disebut laminasi
sedangkan lebih dari 1cm disebut perlapisan. Perlapisan yang terdiri dari layer atau
penjajaran partikel lebih tipis dalam tubuh batuan sedimen disebut perlapisan datar / planar
stratified. Sekumpulan planar stratified sendiri yang memiliki kemiripan disebut
dengan bedsets. Jika bedsets saling memiliki kemiripan struktur internal (komposisi, tekstur,
struktur) disebut dengan simple bedsets, apabila terdiri dari kumpulan layer yang memiliki
karakteristik yang berbeda tetapi masih berhubungan secara genetis disebut composite
bedsets.
b. Lapisan silang (Cross stratification )
Cross stratification adalah struktur perlapisan sedimen dimana terdapat adanya sudut
yang jelas antar layer- layer internalnya dengan bidang batas perlapisan. Dalam struktur ini
apabila yang bersilangan berukuran perlapisan disebut cross-bediing sedangkan bila
berukuran laminasi disebut cross-lamination (Lewis dan McConchie, 1994). Berdasarkan
bentuk lapisan yang bersilang struktur ini dapat dibedankan menjadi 2 yaitu planar cross
stratification jika perlapisan dominan adalah perlapisan yang planar, dan through cross
stratification jika yang dominan adalah perlapisan yang berbentuk lengkung (palung).
c. Graded Bedding dan reverse bedding
Graded bedding adalah struktur sedimen dimana perlapisan dicirikan dengan perubahan
ukuran butir secara vertikal dengan bergradasi/ bertahap. Terbagi menjadi Gradasi
normal (normal gradding) dan gradasi terbalik reverse grading. Normal gradding itu sendiri
adalah gradasi ukuran butir pada bagian bawah kasar semakin keatas semakin halus.
Perlapisan yg menunjukkan kenampakan sebaliknya dimana pada bagian bawah suatu lapisan
memiliki ukuran butir yang halus kemudian semakin keatas memiliki ukuran butir yang lebih
kasar disebut dengan reverse grading.
d. Gelembur gelombang (ripple mark)
Ripple mark adalah struktur primer perlapisan sedimen yang menunjukan adanya
permukaan seperti ombak atau begelombang yang disebabkan adanya pengikiran oleh kerja
air, dan angin. Pada awalnya lapisan batuan sedimen tersebut datar dan horizontal karena
adanya pengaruh kerja air dan angin menyebabkan bagian-bagian lemah terbawa air atau
angin sehingga menyisahkan cekungan-cekungan yang membentuk seperti gelombang.
Ketika kecepatan aliran kritis untuk mengerakkan butir-butir pasir telah tercapai maka
mulailah terjadi saltasi. Jika aliran melewati suatu
lapisan pasir diamati terlihat bahwa butir-butir
mulai tersusun dalam kelompok (clusters).
Kelompok-kelompok ini tingginya hanya
beberapa butir, tapi ketika telah terbentuk
kelompok ini menciptakan tingkat-tingkat (steps)
yang mempengaruhi aliran di dalam boundary
layer. Aliran dapat divisualisasikan sebagai garis-
aliran (streamline) di dalam fluida, garis imajiner
yang menunjukkan arah aliran seperti pada gambar diatas. Streamline berada sejajar dengan
dasar yang rata atau sisi-sisi pipa silindris, tapi jika terdapat ketidakteraturan (irregularity),
seperti penanggaan (steps) di dasar karena akumulasi butir-butir, streamline berkumpul dan
tingkat transportasi meningkat. Di bagian teratas dari steps, streamline terpisah dari
permukaan dasar dan daerah pemisahan lapisan batas (boundary layer separation) terbentuk
di antara titik pemisahan aliran (flow separation point) dan titik pengikatan aliran (flow
attachment point) di hilirnya. Di bawah streamline ini terdapat daerah yang disebut
gelembung pemisahan (separation bubble) atau zona pemisahan (separation zone). Perluasan
aliran di atas steps menghasilkan peningkatan tekanan dan tingkat transportasi sedimen
tereduksi, menghasilkan pengendapan di atas sisi bawah angin (lee side) dari steps.
Waves dihasilkan dalam tubuh air oleh angin yang bekerja pada permukaan atau oleh
input energi dari gempabumi, longsoran
(landslide) atau fenomena yang serupa. Semua
tubuh air, dari kolam hingga samudra, adalah
subjek pembentukan gelombang yang
dihasilkan oleh angin pada permukaan. Tinggi
dan energi gelombang ditentukan oleh kekuatan
angin dan fetch (permukaan air yang dilewati
ketika gelombang dihasilkan dari hembusan
angin. Waves yang dihasilkan dalam samudra
terbuka dapat berjalan baik diluar daerah dimana waves terbentuk. Bentuk gelombang
sederhana melibatkan pergerakan osilasi (oscillatory) permukaan air; tidak ada jaring
pergerakan air horizontal. Bentuk gelombang bergerak melewati permukaan air dengan
perilaku yang terlihat ketika kerakal dijatuhkan ke dalam air yang tenang. Ketika gelombang
memasuki air yang sangat dangkal amplitudonya meningkat dan gelombang pecah,
menciptakan pergerakan horizontal gelombang yang terlihat di pantai danau dan laut.
Pergerakan osilasi permukaan puncak dari tubuh air dihasilkan oleh gelombang yang
menghasilkan jalan sirkuler bagi molekul air dalam lapisan puncak seperti yang ditunjukkan
pada gambar disamping. Pergerakan sirkuler ini kumpulan serangkaian sel-sel sirkuler di
dalam air di bawah. Dengan meningkatnya kedalaman gesekan internal mereduksi
pergerakan dan efek gelombang permukaan berakhir. Kedalaman dimana gelombang
permukaan mempengaruhi tubuh air disebut wave base, Di dalam laut dangkal, dasar tubuh
air berinteraksi dengan gelombang. Gesekan menyebabkan pergerakan sirkuler pada
permukaan menjadi terubah ke dalam bentuk eliptical yang dasarnya merata menjadi osilasi
horizontal. Osilasi horizontal ini mungkin menghasilkan wave ripples dalam sedimen.
Pada energi rendah rolling grain ripples terbentuk seperti gambar dibawah. Kecepatan
puncak pergerakan butir adalah pada titik tengah
(mid-point) tiap osilasi, menurun hingga nol pada
tepi-tepi. Butir-butir tersapu menjauh dari tengah
dimana lembah terbentuk ke tepi-tepi dimana
puncak ripples terbangun. Rolling grain ripples
adalah dicirikan oleh lembah yang luas dan
puncak yang tajam. Pada energi yang lebih tinggi
butir-butir dapat terjaga sementara waktu dalam
suspensi selama setiap osilasi. Vortex ripples ini memiliki puncak yang lebih membundar tapi
sebaliknya simetri. Dimana gelombang bergerak menuju laut dangkal pergerakan ke depan
dan ke belakang menjadi tak seimbang dan wave ripples asimetris mungkin terbentuk.
Dalam penampang melintang wave
ripples umumnya simetri. Lamina di dalam
tiap ripples miring (dip) ke dua arah dan
saling tumpang tindih. Karakteristik ini
terlihat dalam cross lamination yang
dihasilkan oleh akumulasi sedimen yang
dipengaruhi oleh gelombang. Wave ripples
dapat terbentuk dalam semua sedimen non-
kohesif dan secara prinsip terlihat dalam lanau kasar dan semua ukuran pasir. Jika energi
gelombang cukup tinggi wave ripples dapat terbentuk dalam material bergradasi kerikil
(gravel) termasuk endapan butiran (granule) dan kerakal (pebble). Ripples kerikil ini
memiliki panjang gelombang beberapa meter dan ketinggiannya puluhan centimetre.
e. Mud crack: bentuk retakan poligonal pada permukaan lapisan lumpur (mud).
f. Rain mark: kenampakan pada permukaan sedimen karena tetesan air hujan.
2. Struktur sedimen sekunder
Struktur batuan sedimen sekunder terjadi pada saat sebelum dan sesudah sedimentasi.
Struktur batuan sedimen sekunder merefleksikan lingkungan pengendapan, keadaan dasar
permukaan, lereng, dan kondisi permukaan. Contoh struktur sedimen sekunder antara lain
a. Load cest
Load Cest adalah struktur primer yang terjadi akibat adanya cacat pada permukaan batuan
yang terjadi karena adanya gaya gravitasi sehingga permukaan batuan tersebut runtuh oleh
batuan di atasnya dan membentuk sebuah lubang
b. Flute cast
Flute Cast adalah struktur primer yang terjadi akibat adanya penggerusan oleh angin
maupun air sehingga timbul cekungan atau gelombang pada permukaan batuan tersebut.
c. Convolute Bedding
Convolute bedding adalah struktur sedimen yang paling tidak berstruktur dikarenakan
pengaruh energi gelombang bolak-balik dan tidak menentu sehingga menghasilkan alur
sedimentasi yang sulit untuk diprediksi
d. Flame Structure
Flame structure adalah struktur yang membentuk load cast, akan tetapi material-
materialnya adalah hasil kontak antara pasir dengan lempung. Kenampakan struktur ini
terlihat dari bergabungan pasir dengan lempung akibat adanya penekanan.
e. Struktur bioturbasi
Bioturbasi disebut juga struktur batuan sedimen organik yaitu terjadi akibat proses
biogenik atau organisme. Struktur batuan sedimen organik ditandai dengan adanya sisa-sisa
organisme yang menempel pada batuan.
Struktur sedimen sangat penting untuk dipelajari terutama dalam mempelajari pasir dan
batu pasir sama pentingnya dengan mempelajari tekstur dan mineralogy, sebagian besar
struktur sedimen hanya dapat dipelajari dengan jelas apabila melakukan pengamatan pada
singkapan sehingga tidak perlu dilakukan pengamatan secara mikroskopik. Struktur sedimen
jarang ditemukan dengan kondisi ideal ketika akan digunakan untuk menentukan litologi,
fasies, dan sekuen vertikal-jelasnya untuk memetakan struktur sedimen harus dilakukan
dengan sangat cermat dan teliti baik secara vertikal maupun lateral terhadap tubuh batu pasir,
fasies, atau cekungan sediment. Ketika struktur sedimen dapat digunakan sebagai penunjuk
informasi maka pengukuran dan pemetaan wajib untuk dilakukan.
BAB IV
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Lingkungan pengendapan adalah suatu daerah di permukaan bumi dimana terdapat
sesuatu bahan yang terendapkan atau terdapat suatu deposit. Lingkungan pengendapan dapat
dibedakan dengan daerah sekitarnya berdasarkan karakteristik biologi, kimia, dan fisiknya.
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika dan
kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu. Oleh
karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai
contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan
mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel. Ketika sungai
banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah limpah banjir
(floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah
tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen
channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur
internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili
oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa
pembentukan tanah. Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan,
istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus
yang mencerminkan kondisi terbentuknya. Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan
dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang
dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup tersedia informasi
fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin
menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya.
Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain,
termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk
bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan. Fasies pengendapan
batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen
terakumulasi.
Secara umum lingkungan pengendapan dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
1. Lingkungan pengendapan darat (terestrial)
2. Lingkungan pengendapan transisi
3. Lingkungan pengendapan laut (marine)
1. Lingkungan Pengendapan Darat (terestrial)
Lingkungan darat (terestrial atau kontinental) dibagi menjadi beberapa lingkungan
pengendapan secara umum: fluvial (aluvial fan dan sungai), danau (lakustrin), gurun (sistem
aeolian) dan glasial.
a. Fluvial System
CLASSIFICATION OF ENVIRONMENTS BY DEPOSITIONAL
PROCESSES
TERRESTRIAL TRANSITIONAL MARINE
Fluvial System
Alluvial Fan
Braided River
Meandering River
Lake
Delta Complex
Beach
Lagoon
Tidal Flat
Dunes
Shelf (storm and tidal
dominated)
Submarine fan
Basin
Carbonate
Tidal Flat
Lagoon
Carbonate Barrier (reef)
Shelf
Basin
Bentang lahan fluvial merupakan bentang lahan yang terutama dihasilkan oleh aliran
air (sungai). Di sebagian besar tempat di dunia, aliran air di permukaan bumi merupakan
tenaga yang paling penting dalam proses pembentukan bentang lahan, kecuali di beberapa
tempat yang tertutup salju (daerah kutub). Meskipun di daerah yang beriklim kering dan
gurun, tenaga air yang mengalir masih, meskipun jumlahnya sedikit, tetap merupakan tenaga
destruktif penting dalam proses geomorfik.
Sebagian besar daerah pertanian yang subur di dunia merupakan hasil pro-ses fluvial
(hasil pergerakan oleh air mengalir). Daerah fluvial merupakan daerah yang sangat kompleks,
merupakan hasil transportasi dan deposisi bahan sedimen yang sifatnya berbeda-beda ke arah
vertikal maupun horizontal. Pola tanah yang terbentuk mungkin dapat sangat sederhana pada
daerah deposisi bagian bawah, atau sangat kompleks pada tempat yang dekat dengan aliran
air, misalnya pada teras sungai (river terraces). Dengan kata lain, keragaman tanah pada
sistem fluvial tergantung pada posisinya relatif terhadap lingkungan pengendapan.
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai
lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok
(meandering). Pertama Sungai lurus (Straight), Sungai lurus umumnya berada pada
daerah bertopografi terjal mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini
berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi
mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai pengendapan
sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity).
Kedua Sungai kekelok (Meandering), pada sungai tipe ini erosi secara umum
lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan
erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran
sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi
sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan
pengendapan pada kelokan tepi dalam.
Ketiga Sungai teranyam, Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri
dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi
pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai.
Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang
baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir).
Keempat Sungai anastomasing, energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan
yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam
(braided), aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam
lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah
beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali
pada induk sungai pada jarak tertentu.
b. Danau (Lacustrin)
Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak
berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas
yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya
delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau
juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga.
Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini
dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya. Danau dapat
terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran
dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming
(penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai
penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.
Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi lingkungan lacustrin
menjadi dua yaitu danau permanen dan danau ephemeral. Danau permanen mempunyai 4
model dan danau ephemeral mempunyai 2 model seperti yang terlihat pada gambar.
Profil Lacustrine
Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh endapan klastika yang
terletak di daerah pegunungan. Danau ini mempunyai hubungan dengan lingkungan delta
sungai yang berkembang ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen suspensi
berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan model lainnya adalah berupa
varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada endapan danau periglasial, varves berbentuk
perselingan antara lempung dan lanau. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es,
sedangkan lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada air sungai yang
mengallir ke danau. Contoh danau ini adalah Danau Costance dan Danau Zug di Pegunungan
Alpen. Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di dataran rendah dengan
iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh sungai dalam jumlah yang sedikit. Endapan
karbonat terbentuk pada daerah yang jauh dari mulut sungai disekitar pantai. Cangkang-
cangkang molluska dijumpai pada endapan pantai, yang dapat membentuk kalkarenit jika
energi gelombang cukup besar. Kearah dalam dijumpai adanya ganggang merah
berkomposisi gampingan. Contoh danau ini adalah Danau Schonau di Jerman dan Danau
Great Ploner di Kanada Selatan. Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan
sapropelite (lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang dikelilingi oleh karbonat di
daerah dangkal. Endapan pantai berupa ganggang dan molluska. Danau permanen model ke
empat dicirikan oleh adanya marsh pada daerah dangkal yang kearah dalam menjadi
sapropelite. Contoh dari danau ini adalah Danau Gytta di Utara Kanada.
Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka waktu yang pendek di
daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan hanya terjadi sesekali dalam setahun.
Danau playa antar-gunung pada bagian dekat pegunungan berupa fan alluvial piedmont yang
kearah luar berubah menjadi pasir dan lempung. Ciri dari danau playa ini adalah lempung
berwarna merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan gamping. Contoh danau ini
adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania.
Karena adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral ini dapat membentuk endapan evaporite
pada lingkungan sabkha. Contoh dari danau ini adalah Danau Soda di Amerika Utara dan di
Gurun Sahara dan Arab.
c. Alluvial fan
Dataran alluvial merupakan dataran yang terbentuk akibat proses-proses geomorfologi
yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara lain iklim, curah hujan, angin, jenis batuan,
topografi, suhu, yang semuanya akan mempercepat proses pelapukan dan erosi. Hasil erosi
diendapkan oleh air ketempat yang lebih rendah atau mengikuti aliran sungai. Dataran
alluvial menempati daerah pantai, daerah antar gunung, dan dataran lembah sungai. Daerah
alluvial ini tertutup oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu ataupun
dari daerah yang lebih tinggi letaknya. Dataran aluvial contohnya adalah aluvial fan.
Aluvial fan atau yang biasa disebut kipas aluvial
adalah kenampakan pada mulut lembah yang berbentuk
kipas yang merupakan hasil proses pengendapan atau
merupakan akhir dari sistem erosi-deposisi yang dibawa
oleh sungai yang mana rempah batuan dipindahkan dari
bagian yang kedap air ke bagian yang lain. Atau dapat
diartikan pula bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari bukit atau
pegunungan, dan masuk ke dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan
yang drastis, sehingga terjadi pengendapan material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas
aluvial, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat
pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya material kasar diendapkan dekat
kemiringan lereng, sementara yang halus terendapkan lebih jauh pada pedataran.
2. Lingkungan Pengendapan Transisi
Lingkungan pengendapan transisi adalah semua lingkungan pengendapan yang berada
atau dekat pada daerah peralihan darat dengan laut. Lingkungan pengendapan transisi
antara lain;
a. Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada
“lacustrine” atau “marine coastline”. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat
komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi
delta, faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim,
kedalaman air dan subsiden. Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai
sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system.
Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak
dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam
beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas,
sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi
distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches,
eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats.
Ketika sebuah sungai memasuki laut dan
terjadi penurunan kecepatan secara drastis,
yang diakibatkan bertemunya arus sungai
dengan gelombang, maka endapan-endapan
yang dibawanya akan terendapkan secara
cepat dan terbentuklah sebuah delta. Deposit
(endapan) pada delta purba telah diteliti
dalam urutan umur stratigrafi, dan sedimen
yang ada di delta sangat penting dalam
pencarian minyak, gas, batubara dan
uranium. Delta - delta modern saat ini berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk
delta yang besar diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan sedimen yang
tinggi.
b. Tidal Flat
Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut yang rendah
dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang
surut dengan amplitudo yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang
sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut terbuka biasanya
hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini, seperti pada laut mediterania yang
ketinggian pasang surutnya hanya berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini
berkisar antara beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada
elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi
tiga zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal .
Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat (Boggs, 1995)
Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut yang rendah dan biasanya
selalu digenangi air secara terus menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan
pengaruh gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload dengan
ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal. Pengendapan
pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal
channel dan bar. Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan
sungai meandering. Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai
tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari, tergantung dari
kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang
baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal
merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga
merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah
ini umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang
surut tinggi sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat).
Pada daerah dengan pasang surut lemah disertai adanya aktivitas ombak pada endapan
pasir intertidal dapat menyebabkan terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal
didominasi oleh perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser,
wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan
dengan kondisi energi yang rendah (Reading, 1978) Zona supratidal berada diatas rata-rata
level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah darat, zona ini
sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang ditutupi oleh
endapan marsh garam, dengan perselingan antara lempung dan lanau (mud flat) serta sering
terkena bioturbasi (skolithtos).
Pada daerah beriklim kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya
ditoreh oleh tidal channel (incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di
sepanjang alur sungainya. Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh
arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya
akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin.
Suksesi endapan pada lingkungan tidal flat umumnya memperlihatkan sistem progadasi
dengan penghalusan ke atas sebagai refleksi dari batupasir pada pasang surut rendah
(subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal dan intertidal bagian atas).
Blok diagram silisiklastik pada
lingkungan tidal flat (Dalrymple,
1992 dalam Walker & James, 1992
c. Rawa
Rawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang
merupakan tanah lumpur dengan kadar air relative tinggi. Wilayah rawa yang luas
terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Irian Jaya). Daerah berawa-rawa
terjadi mengikuti perluasan daratan karena meditasi akuatis. Oleh karena itu, rawa dapat
dijumpai pada tempat-tempat yang syarat-syarat sedimentasi akuatisnya memungkinkan,
misalnya daerah-daerah pantai Papua (Irian Jaya), pantai utara Jawa, pantai timur
Sumatera dan pantai Kalimantan. Bila sungai dipasok lebih banyak sedimen dari pada
kemampuan sungai untuk membawa sedimen tersebut, maka akan diendapkan material
berlebih pada dasar kanal sebagai sand and gravel bars. Pengendapan ini mendorong
sungai untuk memecah kanal menjadi dua atau lebih kanal sehingga terbentuklah pola
sungai teranyam (braided river).
d. Lagoon
Lagun atau Lagoon adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan
dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar
dengan pantai. Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi
rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama
luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W.
Sellwood, 1990).
Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun dipengaruhi oleh arus
pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara
klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat - laut dengan salinitas air dari tawar
(fresh water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya
pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun.
Lagun di daerah kering memiliki salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di
daerah basah (humid), hal ini dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang
berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci mengenai aspek
lingkungan pengendapannya, lagun akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap
stratigrafi minyak. Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang
energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan
mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun.
e. Pantai dan barrier island
Pantai dan barrier island adalah pulau yang tidak terlalu luas dan terletak sejajar
dengan garis pantai dengan kata lain dapat menjadi penyangga suatu daratan
dibelakangnya. Daerah dibelakang barrier islan adalah lagoon dimana memiliki energy
yang rendah dan memungkinkan pembentukan daerah terumbu seperti reef flat.
3. Lingkungan Pengendapan Laut (Marine)
Lingkungan pengendapan laut adalah semua lingkungan pengendapan yang berada di laut
atau samudera.
a. Laut Dangkal (Shelf Environment)
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah
laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi
lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental
epeiric). Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati
daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam.
Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan
material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki
laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement).
Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental juga
sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya pada tahap awal
pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada
daerah ini (Einsele, 1992). Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada
pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah
ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga seringkali
terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini
tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal. Skema
penampang lingkungan pengendapan laut (Boggs, 1995) Ada enam faktor yang
mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu:
1. Kecepatan dan tipe suplai sedimen
2. Tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf
3. Fluktuasi muka air laut
4. Iklim
5. Interaksi binatang – sedimen
6. Faktor kimia
Pasir shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun
kadang-kadang daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah,
seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai (Drake et al,
1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf modern umumnya
sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang dijumpai bongkah-
bongkah relict pada beberapa daerah.
b. Reefs
Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat berbeda dari bagian
lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan paparan (shelf). Terumbu ini umumnya
dijumpai pada bagian pinggir platform paparan luar (outershelf) yang hampir menerus
sepanjang arah pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan
gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu berkembang seperti
massa yang menyusur sepanjang garis pantai diatas, juga dapat berkembang sebagai
“patch” yang terisolir dalam paparan bagian dalam atau innershelf . Istilah lain untuk
terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan “carbonate buildup” atau “bioherm”. Tetapi
para pekerja karbonat tidak menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya dibatasi untuk
carbonat-buildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni organisme, atau carbonat -
buildup lainnya yang tidak memiliki inti kerangka yang kaku. Wilson (1975)
menggunakan istilah carbonat-buildup untuk tubuh yang secara lokal, terbatas secara
lateral, merupakan hasil proses relief tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan
pembentuk internalnya.
c. Continental slope dan continental rise
Continental slope dan continental rise terletak pada dasar laut dari continental
shelf. Continental slopeadalah bagian paling curam pada tepi kontinen. Continental
slope melewati dasar laut menuju continental rise, yang punya kemiringan yang lebih
landai. Continental rise adalah pusat pengendapan sedimen yang tebal akibat dari arus
turbidity.
d. Abyssal plain
Abyssal plain merupakan lantai dasar samudera. Pada dasarnya datar dan dilapisi
oleh very fine-grained sediment, tersusun terutama oleh lempung dan sel-sel organisme
mikroskopis seperti foraminifera, radiolarians,dan diatom.
Referensi
Pettijohn F. J. 1975. Sedimentary Rocks: Harper & Row Publishers, New YorkEvanston-San
Fransisco-London.
Reading, H. G., 1978. Sedimentary Environments and Facies. Elsevier: New York.
Selley,R.C., 1985, Ancient Sedimentary Environments, Third Edition. Cornell University
Press, New York
Boggs, Sam, J. R., 1995, Principles of Sedimentology and Stratigraphy, University of
Oregon, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey
Nichols, Gary. 2009. Sedimentology and Stratigraphy. Wiley-Blackwell. UK
Hangky. Radolf. 2010. Lingkungan Pengendapan.
http://valentinomalau31.blogspot.com/2010/12/lingkungan-pengndapan.htm
https://anggerdumas.wordpress.com/2012/05/27/aliran-laminer-dan-turbulen/
http://www.academia.edu/11144273/Mekanisme_Transportasi_Sedimentasi
https://wingmanarrows.wordpress.com/2012/02/22/struktur-sedimen-dan-perlapisan/