catatan kecil atas peraturan menteri keuangan nomor 191/pmk.010/2015 tentang penilaian kembali...

8
www.futurumcorfinan.com Page 1 Catatan Kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan Catatan: Versi yang sedikit berbeda dari tulisan ini telah dimuat dalam Tabloid Kontan Edisi Nomor 13 XX, 2015 (halaman 31) dengan judul Manfaat Revaluasiperiode tanggal 21-27 Desember 2015. Pendahuluan Sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid V, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015 dan Tahun 2016 (selanjutnya PMK), yang diundangkan sejak tanggal 20 Oktober 2015. Sukarnen Suwanto DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Upload: futurum2

Post on 14-Jan-2017

604 views

Category:

Economy & Finance


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 1

Catatan Kecil atas Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 191/PMK.010/2015

tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk

Tujuan Perpajakan

Catatan: Versi yang sedikit berbeda dari tulisan ini telah dimuat dalam Tabloid Kontan Edisi

Nomor 13 – XX, 2015 (halaman 31) dengan judul “Manfaat Revaluasi” periode tanggal 21-27

Desember 2015.

Pendahuluan

Sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid V, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian

Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun

2015 dan Tahun 2016 (selanjutnya PMK), yang diundangkan sejak tanggal 20 Oktober 2015.

Sukarnen Suwanto

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH

TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN

TERTULIS DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

Page 2: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 2

Pada intinya, PMK di atas memberikan perlakuan khusus kepada Wajib Pajak (WP) berupa

penurunan/keringanan tarif pajak penghasilan (PPh) bersifat final atas selisih lebih nilai aktiva

tetap hasil [perkiraan] penilaian kembali di atas nilai sisa buku fiskal semula, dari semula 10%

menjadi 3%, 4% dan 6% tergantung pada periode pengajuan permohonan tersebut kepada

Direktur Jenderal Pajak.

Bagi WP, ini dapat dibaca bahwa dengan penurunan tarif PPh, jumlah PPh yang wajib dibayarkan

menjadi jauh lebih kecil. Bahasa sederhananya, mendapat diskon lumayan besar, yaitu 70%

apabila pengajuan permohonan dilakukan sebelum tanggal 31 Desember 2015.

Catatan atas PMK Nomor 191/PMK.010/2015

Beberapa catatan kecil terkait ketentuan PMK di atas yang perlu dipertimbangkan pihak WP.

Pertama, PMK perlakuan khusus ini diterbitkan di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi

dalam negeri, yang diperkirakan tidak akan mencapai 5% dalam tahun 2015, dan sekitar 5%-

5,3% pada tahun 2016, dan rendahnya pertumbuhan ekonomi global. Tingkat inflasi domestik

juga bahkan di bawah 3% pada tahun 2015, yang secara tidak langsung menunjukkan rendahnya

permintaan dan antusiasme konsumen untuk membelanjakan uangnya. Pertumbuhan kredit

perbankan yang di bawah 20% (year-on-year) dan stagnannya harga-harga komoditas dan

properti. Dengan kata lain, pasar secara keseluruhan sedang tidak dalam kondisi up atau bullish.

Kondisi ini diperkirakan tidak akan jauh berbeda pada tahun 2016, periode akhir dimana

pengajuan permohonan atas penilaian kembali aktiva tetap masih dapat menikmati penurunan

tarif PPh final, berupa diskon 60% (sampai dengan tanggal 30 Juni 2016) dan 40% (sampai

dengan tanggal 31 Desember 2016).

Dengan kondisi saat ini (dan kemungkinan diikuti oleh berkurangnya pasar aktif atau transaksi di

pasar bagi aktiva tetap tertentu), diperkirakan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tidak akan

mengalami kenaikan yang signifikan, namun guna memanfaatkan celah waktu yang diberikan

oleh PMK ini, pihak WP dapat terdorong untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya.

Penilaian kembali aktiva tetap lebih banyak diistilahkan sebagai revaluasi aktiva tetap, sehingga

secara implisit, diharapkan nilai aktiva tetap akan naik kalau dilakukan penilaian kembali (padahal

belum tentu). Katakan komposisi aktiva tetap pihak WP yang itemnya cukup signifikan adalah

tanah, bangunan dan mesin peralatan pabrik. Kemungkinan yang nilainya akan mengalami

Page 3: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 3

kenaikan tinggi adalah item tanah. Kelompok bangunan dan mesin peralatan pabrik belum tentu

karena masih perlu memperhatikan usia aktiva, kelayakan, dan lain-lain.

Kalaupun katakan ada kenaikan nilai [pasar atau wajar] aktiva tetap tersebut, hal ini belum tentu

menguntungkan secara komersial bagi pihak WP. Kenaikan nilai aktiva tetap yang tercermin

dalam kenaikan nilai aktiva neto atau ekuitas (= aktiva minus liabilitas), namun tidak diikuti dengan

kenaikan laba bersih (di tengah-tengah kondisi ekonomi domestik dan internasional yang tidak

kondusif), justru akan menurunkan tingkat imbal hasil atas nilai aktiva neto/ekuitas (umum dikenal

sebagai RONA, Return on Net Assets, atau ROE, Return on Equity). Penurunan tingkat imbal

hasil ini dapat dibaca kurang sehat oleh pihak eksternal, dengan melihat bahwa selama ini tingkat

imbal hasil bisnis perusahaan WP tampak lebih baik, hanya karena angka aktiva neto/ekuitas

perusahaan menggunakan harga/biaya perolehan historis dan bukan nilai pasar atau nilai

wajarnya. Dari sudut pandang manajemen keuangan, kenaikan nilai wajar aktiva sebaiknya diikuti

dengan kenaikan kemampuan mencetak laba yang lebih tinggi dari aktiva yang bersangkutan.

Namun kenaikan nilai wajar aktiva tetap yang hanya secara di atas kertas tanpa masuknya arus

kas riil ke dalam perusahaan, justru meningkatkan resiko perusahaan. Ini dapat dibaca pihak

eksternal bahwa nilai bisnis perusahaan lebih rendah daripada nilai aktivanya, atau pihak

manajemen perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan secara maksimal aktiva

yang ada dalam kendalinya guna untuk mendatangkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi bagi

pihak pemegang saham perusahaan.

Kedua, dikatakan bahwa dengan menilai kembali aktiva tetap perusahaan mengikuti nilai

wajar/pasar aktiva tersebut, diharapkan adanya kenaikan nilai aktiva neto (ekuitas), yang

berimplikasi : (i) perbandingan angka jumlah pinjaman kepada ekuitas (debt-to-equity ratio) juga

akan membaik (baca: akan menjadi lebih rendah), dan (ii) nilai aktiva tetap yang bisa dijadikan

agunan akan meningkat, dengan demikian kapasitas meminjam (borrowing capacity) atau

potensi pembiayaan yang bisa diperoleh oleh pihak WP akan menjadi lebih besar. Inipun perlu

dicermati lebih lanjut.

Mengingat institusi perbankan bukanlah merupakan institusi pegadaian, maka tentunya dalam

analisa pengajuan kredit pihak WP, institusi bank akan lebih menitikberatkan pada kapabilitas

menghasilkan arus kas dari bisnis yang akan didanai oleh pihak bank tersebut. Adanya jika nilai

aktiva tetap yang menjadi agunan meningkat, tidak serta merta, pihak bank akan memberikan

plafon kredit yang lebih tinggi. Kembali, pihak bank bukan merupakan pegadaian. Pengembalian

Page 4: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 4

pinjaman dibayar dengan arus kas bisnis dan bukan dengan pengambil-alihan aktiva tetap

agunan.

Kalau selama ini aktiva tetap tidak direvaluasi karena terkendala tarif PPh final yang dianggap

tinggi, yaitu 10%, hal ini masih perlu dilihat kembali dari sisi komersial. Terlepas adanya revaluasi

atau tidak atas aktiva tetap, dalam pengajuan kredit, jelas aktiva tetap akan selalu di-appraise

nilai pasar atau nilai wajarnya. Dengan kata lain, terkait nilai aktiva tetap yang dijadikan agunan,

pihak bank akan lebih melihat pada laporan penilaian aktiva tetap, dan tidak semata-mata pada

nilai aktiva tetap yang tercantum pada neraca WP, terlepas apakah aktiva tetap tersebut telah

dinilai kembali mengikuti PMK di atas. Proses appraisal ini juga secara berkala diminta oleh pihak

bank sebagai bagian dari manajemen resiko kredit pihak bank. Nilai plafon pinjaman dan jumlah

penarikan fasilitas pinjaman sudah mempertimbangkan nilai wajar atau nilai pasar kini dari aktiva

tetap yang dijadikan agunan. Artinya adanya revaluasi atau tidak yang dilakukan oleh pihak WP

untuk memanfaatkan tarif PPh 10% tidak akan banyak berpengaruh bagi kapasitas meminjam

pihak WP.

Ketiga, dari penilaian kembali aktiva tetap tersebut diharapkan akan diperoleh nilai aktiva tetap

yang lebih tinggi guna mencerminkan kondisi pasar yang terkini dari aktiva tetap tersebut dilihat

dari sudut pandang partisipan pelaku pasar. Kalau mempertimbangkan juga implikasi ke depan,

dengan nilai aktiva tetap yang lebih tinggi, maka nilai yang dapat disusutkan ke depan juga akan

lebih besar, yang akan berdampak pada biaya penyusutan yang lebih tinggi yang dilaporkan

dalam SPT PPh pihak WP, dan diharapkan PPh perusahaan WP menjadi lebih rendah.

Bagaimana kalau penilaian kembali aktiva tetap tersebut menghasilkan nilai aktiva tetap yang

lebih tinggi atau signifikan, hanya pada item tanah? Mengingat item tanah pada umumnya tidak

disusutkan, ekspektasi manfaat ekonomis berupa PPh Badan yang lebih rendah di masa depan,

praktis tidak ada.

Keempat, penilaian kembali aktiva tetap menurut PMK ini bisa jadi tidak banyak pengaruhnya

bagi pembukuan akuntansi pihak WP. Sejak terbitnya PSAK 16 (revisi 2007, kemudian revisi

2011) tentang Aset Tetap, saat ini dikenal 2 (dua) model pengukuran aktiva tetap sesudah item

aktiva tetap diakui, yaitu (i) model biaya perolehan [historis] dan (ii) model revaluasi dengan

menggunakan nilai wajar1. Dapat diperkirakan sebagian besar WP di Indonesia masih memilih

1 Dalam standar akuntansi internasional, tidak dinyatakan bahwa nilai wajar dan nilai pasar adalah sinonim.

Page 5: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 5

pembukuan aktiva tetap mengikuti model biaya perolehan [historis]. Dengan model ini, praktis,

pihak WP tidak melakukan revaluasi aktiva tetap untuk dibukukan dan dicerminkan dalam laporan

keuangan komersialnya. Artinya apa? Penilaian kembali aktiva tetap yang dimanfaatkan menurut

PMK di atas, tidak akan berdampak kepada meningkatnya nilai aktiva tetap dan aktiva neto (atau

ekuitas) pihak WP dalam laporan keuangan komersialnya. Tentunya, pembayaran PPh final yang

berupa pengeluaran kas, tetap dibukukan, yang tercermin, bahkan meningkatnya biaya non-

operasional pihak WP. Artinya, laba usaha pihak WP justru akan mengalami penurunan.

Bagi pembukuan pihak WP yang telah mengadopsi model revaluasi, proses revaluasi aktiva tetap

secara periodik atau dengan keteraturan yang cukup reguler telah dilakukan selama ini guna

memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dengan jumlah yang ditentukan

dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan, dan telah tercermin dalam

laporan keuangan komersial pihak WP. Pengukuran kinerja laba bersih perusahaan

dibandingkan nilai wajar aktiva neto (atau ekuitas) sudah menggambarkan kondisi saat laporan

keuangan tersebut disajikan. Adanya penilaian kembali aktiva tetap mengikuti PMK di atas tidak

berpengaruh banyak bagi pengukuran kinerja perusahaan yang bersangkutan.

Kelima, PMK ini tetap mesti dibaca sebagai satu kesatuan dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 79/ PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan

Perpajakan. Yang relevan adalah bahwa aktiva tetap yang telah direvaluasi tersebut tidak

diperbolehkan untuk dialihkan atau dijual, kecuali pengalihan bersifat force majeur berdasarkan

keputusan/kebijakan Pemerintah atau keputusan Pengadilan, atau dalam rangka penggabungan,

peleburan, atau pemekaran usaha yang mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Untuk aktiva tetap kelompok 1 (satu) dan kelompok 2 (dua) praktis tidak ada pilihan dialihkan

hingga berakhirnya masa manfaat aktiva tetap yang bersangkutan (masing-masing 4 tahun dan

8 tahun). Sedangkan lamanya larangan pengalihan ini untuk kelompok 3 (tiga), kelompok 4

(empat), bangunan, dan tanah adalah sebelum lewat jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. Secara

hitung-hitungan komersial, pilihan melakukan revaluasi aktiva tetap, terutama untuk bangunan

dan tanah yang potensi hasil nilai revaluasi akan relatif signifikan, akan dapat memberikan

“keringanan pajak” di kemudian hari, kalau aktiva tetap tersebut dapat dialihkan karena harga

perolehan aktiva tetap telah dinaikkan berdasarkan angka revaluasi, sehingga selisih lebih

(berupa capital gain) antara nilai pengalihan aktiva tetap di kemudian hari dengan nilai sisa buku

fiskal, diharapkan akan rendah. Namun adanya pembatasan untuk menunggu hingga lewat 10

(sepuluh) tahun, dapat mengakibatkan banyak hal bisa terjadi, terutama perkembangan kondisi

Page 6: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 6

pasar dan lokasi aktiva tetap tersebut. Apakah ini berarti dari sudut pandang perpajakan, karena

namanya saja “aktiva tetap”, bisa jadi dipandang bahwa memang tidak diperuntukkan untuk

dijual, tapi dipergunakan dalam kegiatan komersial perusahaan. Tampaknya demikian,

mengingat penilaian kembali aktiva tetap [hanya] dapat dilakukan terhadap aktiva tetap berwujud

yang dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

yang merupakan Objek Pajak. Dengan kata lain, aktiva tetap tersebut memberikan kontribusi

pada saat revaluasi aktiva tetap dilakukan kepada kegiatan komersial perusahaan WP secara

umum.

Bagaimana kalau larangan pengalihan ini tidak dipatuhi, misalnya ada calon pembeli yang tertarik

untuk membeli bangunan dan tanah tersebut sebelum lewat 10 (sepuluh) tahun, maka

konsekuensinya, atas capital gain tersebut dikenakan tambahan tarif PPh yang bersifat final

sebesar tarif tertinggi PPh Wajib Pajak badan dalam negeri yang berlaku pada saat penilaian

kembali (dalam hal ini 25%) dikurangi 10%, atau ada tambahan 15%. Kalau ini terjadi, praktis,

tidak ada keringanan pajak yang diperoleh pihak WP, bahkan dalam hal ini, pihak WP telah

membayar terlebih dahulu 10%, dan karena bersifat final, tertutup pintu untuk menggabungkan

capital gain tersebut dengan penghasilan bruto lainnya pihak WP terkait perhitungan penghasilan

kena pajak. Di sini, belum tentu pihak WP akan membayar pajak atas capital gain tersebut, kalau

mungkin saja pihak WP sedang mengalami kerugian atau memiliki kompensasi kerugian fiskal

yang cukup besar.

Keenam, ada perbedaan perlakuan selanjutnya atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap

antara ketentuan perpajakan dengan standar akuntansi internasional dan di Indonesia. Menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, angka selisih lebih penilaian kembali

aktiva tetap diperbolehkan untuk kemudian dibagikan sebagai saham bonus kepada pihak

pemegang saham perusahaan WP. Namun di lain pihak, menurut standar akuntansi internasional

dan di Indonesia, angka selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap hanya dapat dipindahkan ke

akun Saldo Laba (tanpa melalui Laporan Laba Rugi), sejalan dengan penggunaan aktiva tersebut

atau sekaligus pada saat aktiva tersebut dihentikan pengakuan pada Neraca pihak WP, dan tidak

dapat dibagikan sebagai saham bonus kepada pihak pemegang saham perusahaan WP. Suatu

perbedaan perlakuan yang cukup signifikan baik dari sudut pembukuan maupun legal.

Page 7: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 7

Secara keseluruhan, tidak mudah memahami nilai substansi komersial dari ketentuan penilaian

kembali atas aktiva tetap menurut PMK ini. Mungkin sudah tepat judul PMK itu sendiri, dimana

dicantumkan “untuk Tujuan Perpajakan”. WP perlu membaca judul tersebut dengan seksama!

~~~~~~ ####### ~~~~~~

Page 8: Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan

www.futurumcorfinan.com

Page 8

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date

of writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication

have been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not

make any representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for

any loss arising from the use hereof. This material has been prepared for general informational

purposes only and is not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional

advice. Please refer to your advisors for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission

of the authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at

www.futurumcorfinan.com.

© FUTURUM. All Rights Reserved