010 nautika

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah bumi kita sebagian besar adalah lautan sehingga alat transportasi laut sangat dibutuhkan untuk pengangkutan di laut khususnya untuk lokasi pengeboran lepas pantai, termasuk negara Qatar, yang terletak di Lintang 25 30 0 U Bujur 51 55 00 T, Negara ini mempunyai pengeboran minyak yang tersebar di beberapa wilayah, seperti di Halul Island dan Al Sheheen Field yang dioperasikan oleh perusahaan setempat maupun oleh negara lain. Dalam menunjang pengoperasian pengeboran minyak, dibutuhkan kapal dengan tipe tertentu, yang dirancang sedemikian rupa termasuk Kapal Anchor Handling. Salah satu yang menjadi pekerjaan utamanya adalah melakukan rig move di area lepas pantai (offshore), di mana rig ini digunakan untuk melakukan pengeboran minyak di Jacket atau platform yang di bawahnya terdapat sumur minyak. Pekerjaan lainnya adalah untuk meletakkan jangkar dari instalasi offshore di dasar laut, supaya tongkang atau alat instalasi penunjang pengeboran, dapat bertahan pada posisi yang dikehendaki, kemudian mengambil jangkar tersebut apabila pekerjaan telah selesai dilaksanakan. Kapal anchor handling juga biasa digunakan untuk membantu pekerjaan instalasi pemasangan platform, di samping juga sebagai penunjang operasi di lokasi pengeboran minyak. Pengalaman penulis sebagai Mualaim1 di kapal MV. Rawabi 13, menunjukkan bahwa bekerja di kapal-kapal yang beroperasi di lepas pantai umumnya dan khususnya di kapal MV. Rawabi 13, sering menemui hambatan dalam pengoperasiannya, yang disebkan karena

Upload: muzayin-akhmad

Post on 06-Nov-2015

213 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Upaya Meningkatkan Keterampilan Crew Dalam Pelaksanaan Anchor Handling Dan Rig Move Kapal AHTS Rawabi 13

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Wilayah bumi kita sebagian besar adalah lautan sehingga alat

    transportasi laut sangat dibutuhkan untuk pengangkutan di laut

    khususnya untuk lokasi pengeboran lepas pantai, termasuk negara

    Qatar, yang terletak di Lintang 25 30 0 U Bujur 51 55 00 T, Negara ini

    mempunyai pengeboran minyak yang tersebar di beberapa wilayah,

    seperti di Halul Island dan Al Sheheen Field yang dioperasikan oleh

    perusahaan setempat maupun oleh negara lain.

    Dalam menunjang pengoperasian pengeboran minyak,

    dibutuhkan kapal dengan tipe tertentu, yang dirancang sedemikian

    rupa termasuk Kapal Anchor Handling. Salah satu yang menjadi

    pekerjaan utamanya adalah melakukan rig move di area lepas pantai

    (offshore), di mana rig ini digunakan untuk melakukan pengeboran

    minyak di Jacket atau platform yang di bawahnya terdapat sumur

    minyak. Pekerjaan lainnya adalah untuk meletakkan jangkar dari

    instalasi offshore di dasar laut, supaya tongkang atau alat instalasi

    penunjang pengeboran, dapat bertahan pada posisi yang

    dikehendaki, kemudian mengambil jangkar tersebut apabila pekerjaan

    telah selesai dilaksanakan. Kapal anchor handling juga biasa

    digunakan untuk membantu pekerjaan instalasi pemasangan

    platform, di samping juga sebagai penunjang operasi di lokasi

    pengeboran minyak.

    Pengalaman penulis sebagai Mualaim1 di kapal MV. Rawabi 13,

    menunjukkan bahwa bekerja di kapal-kapal yang beroperasi di lepas

    pantai umumnya dan khususnya di kapal MV. Rawabi 13, sering

    menemui hambatan dalam pengoperasiannya, yang disebkan karena

  • 2

    kapal yang di pesan oleh pencharter kurang memenuhi standar

    yang telah di tetapkan oleh pencarter, sumber daya manusia juga

    dalam hal ini Crew kapal kurang memadai dan memiliki pengalaman

    dalam melaksanakan pekerjaan anchor handling. Misalnya sering

    terjadi kesalahan dalam melakukan prosedur kerja, karena crew

    yang bersangkutan baru pertama kali bekerja dengan tipe anchor

    handling. Hal ini juga dapat mencakup kesalahan komunikasi

    dengan instansi terkait,seperti pihak Rig, Platform station,

    Accommodation Barge atau pencharter yang umumnya

    menggunakan bahasa Inggris, kadang terjadi miskomunikasi atau

    salah paham dalam menerima instruksi pencharter sehingga

    mendatangkan teguran-teguran pada pihak kapal maupun pemilik

    kapal.

    Di lain hal adanya sebagian crew yang tidak melaksanakan

    perawatan-perawatan kapal secara berkala, sehingga plan

    maintenance system (PMS) tidak berjalan dan juga tidak

    maksimalnya dukungan perusahaan dalam pelaksanaan perawatan

    kapal seperti penyediaan suku cadang.

    Dari kekurangan-kekurangan yang terjadi di kapal yang

    menyangkut crew di kapal serta berdasarkan pengalaman yang

    penulis dapatkan penulis tertarik memilih judul: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN CREW DALAM PELAKSANAAN ANCHOR HANDLING DAN RIG MOVE KAPAL AHTS Rawabi 13.

    B. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

    1. Tujuan Penulisan

    Untuk mengetahui kendala-kendala dan faktor-faktor

    penyebab keterlambatan maupun kesalahan pada saat

    pelaksanaan Anchor Handling dan Rig Move, agar dapat

  • 3

    meningkatkan kinerja semua personel dan mencegah komplain

    dari pihak pencharter.

    2. Manfaat penulisan

    a. Bagi Dunia Akademis

    Dapat menambah wawasan bagi pembaca yang

    ingin menambah wawasan di bidang kelautan terutama kapal-

    kapal AHTS yang bekerja di lepas pantai. Dapat memberi

    sumbangan pengetahuan bagi para pembaca dan bagi Pasis

    yang ingin bekerja di kapal AHTS.

    b. Bagi Dunia Praktisi

    Bagi Nakhoda dan awak kapal sebagai bahan masukan

    tentang bagaimana meningkatkan keterampilan kerja awak

    kapal dan mengurangi tingkat kecelakaan di atas kapal. Bagi

    perusahaan kapal sebagai sumbangsih saran kepada

    perusahaan dalam menyeleksi awak kapal yang handal dan

    berkualitas serta memenuhi semua persyaratan yang berlaku.

    C. Ruang Lingkup

    Peranan kapal Anchor Handling saat pengeboran minyak di

    lepas pantai sangat membantu dalam menunjang kelancaran

    pekerjaan pengeboran karena luasnya permasalahan kerja terutama

    untuk kapal anchor handling dan rig move, maka penulis membatasi

    penelitian ini hanya yang mencakup KURANG LANCARNYA PELAKSANAAN ANCHOR HANDLING DAN RIG MOVE dimana

    penulis bertugas sebagai Mualim 1 di AHTS Rawabi 13.

  • 4

    D. Metode penyajian

    1. Metode Pengumpulan Data

    a. Pengalaman Lapangan

    Studi pengalaman lapangan merupakan suatu metode

    pengkajian hasil pengalaman lapangan baik melalui

    pengamatan, penyelidikan dan penelitian secara langsung

    pada obyek yang dijadikan topik, sewaktu penulis bekerja

    pada kapal MV Rawabi 13.

    .

    b. Studi Kepustakaan

    Pengumpulan data melalui data sekunder seperti

    mencari dan mengumpulkan data yang ada Hubungannya

    dengan judul Makalah Ini untuk dapat mengetahui pemecahan

    masalah ini melalui kajian buku-buku,dokumen,jurnal dan

    bahan bukan tertulis lainya.

    2. Metode Analisis Data

    Metode yang penulis gunakan adalah melalui pengamatan

    langsung penulis selama bekerja diatas kapal dan kemudian

    membandingkannya dengan penyebab-penyebab dari

    permasalahan yang terjadi selama penulis bekerja diatas kapal

    kemudian dipaparkan (deskriptif) sebagaimana adanya yang

    selanjutnya disimpulkan secara kualitatif.

  • 5

    BAB II FAKTA DAN PERMASALAHAN

    A. Fakta

    1. Data Kapal

    Kapal MV.RAWABI 13 adalah milik RAWABI SWIBER

    OFFSHORE SERVICES berkantor pusat di Saudi Arabia yang

    menjadi objek penelitian yang penulis ambil. Kapal AHTS Rawabi

    13 berbendera Tuvalu termasuk dalam klasifikasi American

    Bureau of Shipping (ABS) dimana penulis bekerja sebagai Mualim

    1 sejak dari bulan Februari-July 2014

    Kapal AHTS Rawabi 13 adalah kapal dengan tipe AHTS,

    Multi Purpose, Fire Fighting Ship-1, DP-1,Offshore Support

    Vessel, Standby / Res cue operation, dibangun pada tahun 2013

    di ASL Shipyard Batam Indonesia Kapal ini memiliki bobot 1.714

    Gross Tonnage (GT), dengan ukuran panjang keseluruhan /

    Length Over All (LOA); 59,85 meter, Lebar; 14,95 meter

    mempunyai draft 5.10 meter. Kapal AHTS Rawabi 13

    menggunakan salah satu sistem penggerak Z-Drive Maneuvering

    System, termasuk dalam golongan Azimuth Stern Drive (ASD)

    yang baling- balingnya bisa berputar 360 derajat, memiliki

    tenaga sebesar 2x2240 KWatau 4.480 BHP Pada putaran 1.000

    RPM, mempunyai Bollard Pull Depan 50 Ton sedangkan

    Belakang 55 Ton. Kapal ini adalah jenis kapal Anchor Handling

    and Towing (AHTS) yang dirancang khusus untuk menunjang

    kegiatan operasi pengeboran minyak lepas pantai dan berfungsi

  • 6

    sebagai kapal pedukung, yang beroperasi di pengeboran lepas

    pantai Al Shaheen Field Qatar di operasikan oleh Maersk Oil

    Qatar (MOQ).

    Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan Rawabi 13 selama

    dicharter oleh MOQ antara lain mendistribusikan material-

    material yang dibutuhkan oleh Platform, Acomodation, Anchor

    Handling operation dan Rig move.

    Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, maka penulis dapat

    melihat bahwa betapa penting peranan kapal Rawabi 13 dalam

    menunjang kelancaran kegiatan eksplorasi dan produksi minyak

    dan gas bumi di lepas pantai Al shaheen field Qatar. Oleh sebab

    itu, sangat penting bagi kapal untuk memiliki perwira-perwira yang

    mempunyai pengetahuan luas tentang prosedur-prosedur kerja

    dan pengenalan lokasi yang cukup dimana kapal beroperasi,

    serta mempunyai kecakapan dan keterampilan dalam bekerja

    yang mengutamakan keselamatan diri sendiri, orang lain, kapal

    serta lingkunganya.

    2. Fakta dan Kondisi

    a. Pada Bulan April 2014 Kapal Melakukan Towing Pipe

    terhadap Barge Swiber Quish dan saat tiba di lokasi oil field

    akan dilakukan serah terima barge ke kapal lain,saat kapal

    sedang melakukan pemendekan tali tiba-tiba tali stetcher

    terbelit ke baling-baling mengakibatkan kapal harus offhire

    dan menunggu penyelam dari darat untuk melepaskan lilitan

    tali dari propeller. Hal ini. Hal ini diakibatkan kurangnya

    koordinasi antara anjungan dan ABK di dek yang tidak

    menyesuaikan kecepatan winch dengan kapal dalam

    menghibob tali.

  • 7

    b. Pada April 2014, penulis mengalami keterlambatan waktu

    kerja saat melakukan pekerjaan rig move ARB 1 di mana ABK

    tidak paham tentang apa yang akan dilakukan saat

    connecting tali sehingga rig move Master yang langsung

    melihat kondisi tersebut dari helidek langsung memberi

    teguran kepada pihak kapal, hal ini terjadi disebabkan karena

    ABK kurang menguasai dan memahami penggunaan alat-alat

    configurasi towing line dan semua peralatan pendukung untuk

    pekerjaan tersebut.

    c. Pada Juni 2014, penulis mengalami keterlambatan waktu

    kerja saat melakukan pekerjaan rig move Rowan midleton,

    saat itu rig akan inclining experiment karena rig tersebut baru

    mengalami perubahan bangunan dalam pemasangan

    helideck karena sebelumnya tidak ada, yang dilaksanakan di

    Khalid port sharjah, UAE. Keterlambatan waktu itu terjadi

    disebabkan karena tow wire untuk Rig move tidak tertata dan

    tergulung dengan rapi di wire drum. Hal ini disebabkan karena

    alat spooling guide macet dan tidak bisa berputar, sehingga

    harus membongkar dan memperbaiki alat tersebut, kemudian

    wire tadi di area seluruhnya ke laut untuk ditata dan disusun

    kembali, akibatnya kapal mengalami keterlambatan sampai 6

    jam.

    B. Permasalahan

    1. Identifikasi Masalah

    a. Plan Maintenance System yang tidak berjalan

    Pekerjaan anchor handling atau Rig move yang

  • 8

    membutuhkan waktu lama, kadangkala membuat setiap crew

    menjadi jenuh, yang bisa berpengaruh kepada kondisi fisik

    setiap Individu yang mengakibatkan kurangnya rasa tanggung

    jawab crew tersebut. Faktor kelelahan juga bisa berpengaruh

    pada kondisi dari setiap crew sehingga pelaksanaan

    perawatan secara berkala tidak berjalan. Dalam pekerjaan di

    wilayah pengeboran minyak mempunyai pekerjaan beragam

    dan disesuaikan dengan kondisi dan permintaan pencharter

    itu sendiri, misalnya kapal yang dirancang untuk anchor

    handling tetapi kapalnya hanya dipakai untuk running cargo

    (minsupply barang ke platform) dan peralatan anchor

    handling tidak pernah digunakan, mengakibatkan perawatan-

    perawatan terhadap peralatan anchor handling menjadi

    terbengkalai dan tidak dilaksanakan meskipun sudah ada di

    jadwal PMS. Salah satunya penulis pernah menemukan stern

    roller dan capstan macet karena tidak pernah dilumasi dan

    dites yang tentu saja akan menjadi kendala ketika nantinya

    kapal itu difungsikan untuk pekerjaan anchor handling.

    b. Kurangnya keterampilan crew dalam pelaksanaan anchor handling dan Rig move

    Selama penulis bekerja di atas kapal Rawabi 13

    mengevaluasi awak kapal, baik yang baru naik, khususnya

    departemen dek dalam pelaksanaan tugas dan tanggung

    jawab sesuai dengan tugas masing-masing.

    Keterampilan awak kapal dalam melaksanakan tugas-

    tugas di atas kapal sangat berpengaruh terhadap

    keberhasilan setiap pelayarannya. Beberapa kecelakaan dan

    lambannya kelancaran operasi kapal AHTS yang banyak

    terjadi di karenakan kurangnya keterampilan awak kapal

  • 9

    dalam mengoperasikan peralatan kapal. Keadaan ini sering

    terjadi karena banyak awak kapal yang baru pertama kali

    bekerja di Anchor handling maupun coba-coba tanpa

    mempertimbangkan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi.

    Dalam melakukan perekrutan crew perusahaan pelayaran

    kurang melakukan seleksi yang benar karena hanya

    berdasarkan pada standar gaji yang rendah sehingga sulit

    untuk mendapat crew yang berpengalaman. Demi

    mendapatkan awak kapal yang bermutu tentu perusahaan

    juga harus dapat memberikan gaji tambahan bagi crew yang

    lebih berpengalaman, maupun pengajian menurut senioritas

    sehingga dengan demikian ada perbedaan bagi yang

    bertahan lama di perusahaan maupun yang baru naik diatas

    kapal

    c. Kurangnya koordinasi antar Crew dengan Mualim I

    Antar crew seharusnya perlu koordinasi yang efektif

    supaya dapat melakukan pekerjaan dengan lancar dan aman.

    Kecelakaan kerja yang sering terjadi di atas kapal, sering

    terjadi karena kurangnya koordinasi antar crew dan mualim I

    sendiri dari pengamatan penulis lakukan bahwa crew tersebut

    kurang kontrol dan konsentrasi dalam melaksanakan

    pekerjaanya. salah satunya penulis pernah melihat adanya

    crew yang tidak konsentrasi ketika melakukan transfer drum

    saat kapal berada di Al shaheen field ke kapal lain di mana

    crew tersebut tidak memasukkan hook atau cradle pengait

    drum dalam posisi yang benar mengakibatkan drum tersebut

    terjatuh yang hampir mencelakai dirinya sendiri.

    d. Hambatan Cuaca Buruk Dalam Pekerjan Anchor Handling

  • 10

    Pelaksanaan anchor handling sangat dipengaruhi

    oleh faktor luar seperti cuaca yang buruk, walaupun salah

    satu karakteristik dari suatu kapal AHTS yakni dapat berolah

    gerak dengan baik dan sempurna pada saat cuaca yang

    buruk. Meskipun demikian pekerjaan anchor handling yang

    dilakukan pada waktu cuaca yang tidak bagus sangat

    membahayakan khususnya terhadap anak buah kapal yang

    bekerja di atas dek kapal AHTS, karena kadangkala pada

    saat cuaca buruk ombak yang tinggi masuk naik ke atas dek

    kapal dan dapat menyeret apa yang ada di atas dek.

    Oleh karena itu di dalam prosedur pelaksanaan Anchor

    Handling harus selalu dilakukan observasi keadaan cuaca

    yang akan terjadi sehingga dapat meminimalisasi terhadap

    kendala-kendala serta hambatan-hambatan pada saat

    pelaksanaan Anchor handling, Walaupun pengamatan cuaca

    itu tidak benar seratus persen tergantung dari akurasi

    peralatan yang digunakan pada saat pengamatan

    2. Masalah Utama

    Dengan melihat Identifikasi masalah di atas kapal, penulis

    mengambil dua masalah utama tersebut yaitu :

    a. Plan Maintenance System (PMS) Belum Berjalan b. Kurangnya Keterampilan Crew Dalam Pelaksanaan

    Anchor Handling Dan Rig Move

  • 11

    BAB III PEMBAHASAN

    A. Landasan Teori

    Bagi crew kapal untuk memperoleh ketrampilan dan disiplin ilmu

    yang sesuai haruslah melalui training atau pelatihan secara formal,

    biasanya training yang diisyaratkan oleh IMO (International Maritime

    Organisation) yang telah menetapkan aturan-aturan yang berlaku bagi

    negara-negara yang menjadi anggotanya, dimana aturan-aturan itu

    tercantum di dalam :

    1. STCW 78 amandemen 95

    2. Amandemen SOLAS (ISM Code)

    3. Faktor-faktor keselamatan kerja.

    (Sistem Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, Suardi

    Rusdi, 2007 : 8).

    Untuk dapat menganalisis penyebab dan menganalisis

    pemecahan masalah tentang kurangnya ketrampilan dan disiplin crew

    kapal dalam pekerjaan anchor handling dan Rig move, maka

    sebelumnya perlu diketahui apa sebenarnya maksud istilah

    ketrampilan dan disiplin itu sendiri.

    Keterampilan yaitu hal-hal atau kecakapan yang kita kuasai

    karena kita melatih secara terus-menerus suatu pekerjaan atau tugas

    tertentu (kamus bahasa Indinesia modern. Anwar, 2002: 381).

    Disiplin merupakan suatu ketaatan pada ketentuanketentuan

    atau aturan-aturan yang berlaku atau aturan-aturan yang sudah

    disepakati. (kamus pintar bahasa Indonesia, Hermawan SS, 2013 :

    150).

    Jadi dapat diketahui cara mendapatkan ketrampilan untuk ABK

    dalam pekerjaan anchor handling adalah :

  • 12

    Kita dapat memperhatikan faktorfaktor yang dapat

    mempengaruhi keterampilan yang biasa kita lihat adalah :

    1. Tidak adanya kesungguhan dan kedisiplinan pada ABK untuk

    mendalami pekerjaan anchor handling dan Rig move.

    2. Tidak adanya kesadaran pada ABK untuk belajar tentang

    pekerjaan anchor handling dan Rig move.

    3. ABK tidak pernah taat untuk pelatihan tentang tata cara pekerjaan

    anchor handling dan Rig move.

    Berdasarkan factor-faktor di atas, sebenarnya setiap anak buah

    kapal memang di tuntut melaksanakan kewajiban kerja sesuai

    perjajian yang telah di sepakati sebelumnya dengan perusahaan

    tempat dia bekerja. Dan agar selalu meningkatkan ketrampilan diri

    untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam mencapai target

    perusahaan yang di inginkan.

    Guna kelancaran operasional tanpa melupakan tentang

    keselamatan pekerjaan. Jadi kurangnya ketrampilan dan kedisiplinan

    crew kapal untuk anchor handling akan dapat mengganggu dan

    menghambat kelancaran pelaksanaan keseluruhan kegiatan yang

    ditargetkan perusahaan.

    Kompetensi menurut STCW 1978 Hal lain yang penulis jadikan acuan tentang pentingnya

    kompetensi adalah berdasarkan STCW 1978 amandemen 2010

    (International convention on standards of training, certification and

    watchkeeping for seafarers, 1995) Regulation I/14 alinea 4 dan 5

    yaitu : 1. Para pelaut yang akan ditugaskan pada setiap kapal-kapalnya

    mengenal akan tugas-tugas khusus yang diberikan kepada

    mereka dan semua penataan kapal, instalasi, prosedur prosedur

    perlengkapan dan karasteristik dengan tugas-tugas rutin dan

    keadaan darurat.

  • 13

    2. Awak kapal selengkapnya dapat secara efektif

    mengkoordinasikan tugas-tugas mereka dalam suatu situasi

    darurat dan dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi yang vital

    terhadap keselamatan dan pencegahan pencemaran.

    3. Kompetensi

    Berdasarkan ISM Code tentang keselamatan yaitu :

    a. ISM Code Elemen 6.3 :

    Perusahaan harus menyusun prosedur yang berkaitan

    dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan, harus

    diberikan pengenalan (familiarisasi), tentang tugas-tugas

    yang baru.

    b. ISM Code Elemen 6.4 :

    Perusahaan harus memastikan agar seluruh personil

    yang terlibat dalam sistem manajemen keselamatan

    perusahaan memliki pengertian yang cukup mengenai

    aturan,peraturan,

    c. ISM Code Elemen 6.5 :

    Perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur

    untuk mengenal setiap pelatihan yang mungkin disyaratkan

    dalam menunjang sistem manajemen keselamatan dan

    memastikan bahwa pelatihan yang dimaksud, diberikan

    kepada semua personil terkait.

  • 14

    B. Analisis Penyebab Masalah

    Dalam permasalahan yang penulis bahas di dalam makalah ini,

    maka penulis mengambil beberapa penyebabnya yaitu sebagai

    berikut :

    1. Plan Maintenance system (PMS) tidak berjalan

    Penyebabnya adalah :

    a. Terbatasnya suku cadang yang tersedia di kapal.

    Dalam operasi di lokasi pengeboran minyak di mana

    Kapal AHTS bekerja tidak mengenal waktu, maka bukan tidak

    mungkin apabila terjadi suatu kerusakan pada peralatan kapal

    yang sangat penting maka pekerjaan akan tertunda yang bisa

    berakibat offhire yang mana saat terjadi offhire adanya

    tekanan dari pencharter supaya kapal segera diperbaiki

    sehingga pelaksanaanya tidak maksimal

    Selain penyebab penyebab diatas juga sering terjadi

    penyebab- penyebab lain sebagai berikut:

    1) Sulit mendapatkan suku cadang, karena tidak tersedia

    dinegara kapal beropeasi.

    2) Pengiriman suku cadang yang tidak tepat waktu.

    3) Kurangnya kerja sama dari team mekanik

    4) Pelaporan dari pihak kapal yang kurang jelas.

    5) Sulitnya transportasi dalam pengiriman suku cadang.

    Dalam pengawasan PMS di atas kapal di awasi

  • 15

    sepenuhnya oleh Nakhoda yang tentu saja harus didukung

    oleh manajemen perusahaan, tetapi program yang

    direncanakan senantiasa tidak berjalan, karena susahnya

    jangkauan ke lokasi di mana kapal berada juga banyaknya

    Armada yang harus diurus oleh port engineer/Port captain

    sehingga setiap permintaan yang dikirim dari kapal kadang

    terbengkalai karena kesibukan mengurus kapal lain.

    Salah satu contoh penulis pernah mengalami wire melorot

    dari winch, sehingga kapal hampir menabrak kapal lain yang

    ada di sekitar dan melakukan pekerjaan yang sama yang

    tentu saja hal ini sangat berbahaya. Penyebab dari

    melorotnya wire ini karena kanvas daripada rem sudah tipis

    sedangkan baut untuk menyetel kanvas rem telah habis.

    Setelah Penulis check SMS form dari kapal ternyata masalah

    ini telah dilaporkan sebelumnya dan penulis, juga telah

    mengirim kembali Deffect report dan diikuti dengan

    permintaan barang kekantor, tetapi perusahaan berdalih

    susahnya mendapan suku cadang dengan tipe sama di

    negara kapal di mana beroperasi dan harus di datangkan dari

    luar Negara lain.

    b. Tidak adanya waktu khusus untuk melakukan perawatan.

    Untuk mencapai target yang di kehendaki oleh

    pencharter maka kapal dikehendaki harus selalu dalam

    kondisi yang terbaik setiap saat. Untuk menjaga supaya kapal

    tetap dalam kondisi terbaik tentu pihak kapal harus selalu

    melakukan perawatan secara berkala, yang tentu saja sulit

    karena kerja di lokasi pengeboran yang beroperasi secara

    terus menerus.

    Hal inilah yang menjadi kendala terhadap harus

  • 16

    dapatnya mengatur dalam melaksanakan pekerjaan maupun

    perawatan peralatan yang ada di kapal.

    Pernah penulis mengalami kerusakan pada sistim ME

    kapal, saat itu RPM tidak bisa dinaikkan dan untuk

    memperbaiki harus menunggu suku cadang dan teknisi dari

    darat, maka pencharter memberi batas tiga jam untuk

    memperbaiki, tentu saja waktu ini tidak cukup karena harus

    mencari suku cadang dari negara dimana kapal dibangun dan

    memerlukan proses 5 hari kerja termasuk dalam pengiriman,

    sehingga kapal harus offhire dan pencharter meminta pemilik

    kapal mencari pengganti kapal dengan tipe yang sama.

    Apabila crew hendak melakukan perawatan kapal saat

    operasi tidak ada pihak kapal harus meminta izin dari

    beberapa instansi terkait seperti rig move Master, Radio

    room, sampai Platform supervisor yang tentu saja

    memerlukan waktu dalam menunggu jawaban dari pencharter

    sebelum melakukan perawatan. Kendala ini menjadi

    pengalaman buat penulis, dalam melakukan setiap perawatan

    di kapal, penulis sering memanfaatkan waktu senggang,

    seperti penggantian peralatan tali towing, tugger wire maupun

    peralatan yang lain secara diam- diam tanpa ada izin dari

    instansi terkait dikarenakan susahnya mendapat persetujuan

    untuk melakukan perawatan secara khusus.

    2. Kurangnya keterampilan crew dalam pelaksanaan anchor handling dan rig move.

    Penyebabnya adalah :

    a. Minimnya Pengalaman yang dimiliki Crew.

  • 17

    Pengalaman crew dalam melaksanakan tugas di atas

    kapal sangat mendukung setiap keberhasilan operasional

    suatu kapal. Apabila ada crew yang bekerja di atas kapal

    belum mempunyai pengalaman yang cukup maka akan

    menimbulkan masalah dalam pengoperasian kapal. Hal ini

    bisa terjadi karena adanya crew yanag baru pertama kali

    bekerja diatas kapal terutama apabila pergantian crew lebih

    dari satu orang tentu saja bisa menjadi hambatan dalam

    pengoperasian kapal.

    Banyaknya crew yang berpengalaman keluar dan

    mencari perusahaan yang memberikan intensif lebih,

    sehingga mennyulitkan sebagian perusahaan dalam mencari

    pengganti crew dengan pengalaman yang sama, sehingga

    pihak pemilik kapal banyak menyerahkan pengaturan crew

    kepada setiap agen dari lokasi Negara crew berasal. hal ini

    menjadi kendala sebab ada sebagian agen yang tidak selektif

    dalam perekrutan dan hanya mengirim crew berdasarkan

    hubungan kekerabatan dengan mengabaikan pengalaman

    yang dimiliki.

    Dari pengalaman sering kali terjadi hambatan

    operasioanal yang timbul oleh sumber daya manusia yang

    kurang mampu atau trampil dalam bekerja, baik perwira

    maupun anak buah kapalnya, masalah ini timbul karena:

    1) Minimnya pengalaman crew dengan type kapal dan

    operasi yang sama Perusahaan atau agent tidak selektif

    dalam penerimaan crew.

    2) Belum adanya pelatihan khusus dari badan pendidikan

    mengenai pengoperasian kapal-kapal anchor handling

    dan rig move.

  • 18

    3) Jarangnya perusahaan yang member pelatihan kepada

    crew yang baru diterima.

    4) Adanya crew yang sifatnya coba-coba walaupun yang

    bersangkutan sudah menyadari tidak mempunyai

    pengalaman dengan type anchor handling.

    Hal tersebut yang kadang terjadi di kapal tempat penulis

    bekerja, sebagian dari crew di atas kapal kurang memiliki

    pengalaman, khususnya untuk kapal anchor handling atau rig

    move, sehingga Nakhoda perwira sering mengalami kesulitan

    dalam mengoperasikan kapal karena crew yang kurang

    memahami tugas masing-masing.

    b. Awak kapal kurang memahami prosedur kerja

    Dalam melakukan setiap pekerjaan prosedur kerja perlu

    dilaksanakan, supaya nantinya dalam setiap pekerjaan tidak

    mengalami kendala. Agar hal tersebut bisa tercapai, maka

    setiap crew diatas kapal harus membiasakan mengikuti setiap

    prosedur yang ditetapkan perusahaan seperti mengikuti

    setiap langkah atau ketentuan dalam SMS dari perusahaan.

    Dalam pelaksanaan setiap operasi kapal seperti anchor

    handling atau rig move ada sebagian crew yang kurang

    memahami mengenai prosedur yang dalam melaksanakan

    pekerjaan tersebut.

    Adapaun kesalahan dalam prosedure ini diakibatkan

    beberapa hal dibawah ini.

    1) Adanya sebagian crew yang terburu-buru sehingga ada

    prosedur yang terlewatkan.

    2) Hambatan dalam berkomunikasi dikarenakan

    kemampuan terhadap bahasa yang dipakai yaitu bahasa

  • 19

    inggris.

    3) Kurangnya disiplin dan kerjasama sesama Crew di atas

    kapal .Kurangnya pembiasaan pelatihan.

    4) Adanya sebagian Crew tidak mau bertanya dan berpura-

    pura sudah mempunyai pengalaman.

    Faktor-faktor yang penulis sebut di atas yang membuat

    kendala dalam prosedur pelaksanaan anchor handling di

    kapal penulis seperti crew yang terburu-buru dalam

    melaksanakan pekerjaan, salah satunya penulis pernah

    mengalami kesalahan dalam pengoperasian winch, saat itu

    tali sudah terpasang dan mau di area (Pay out) supaya siap

    untuk menarik rig, pada saat winch akan dilepas operator

    winch sudah memutar tombol pada release dan melepas

    winch brake,operator winch melaporkan ke Master bahwa

    clutch sudah out. Master yang tidak bisa melihat secara

    visual kondisi winch apakah clutch telah keluar dan ternyata

    belum keluar (clutch out) dan Nakhoda sudah terlanjur

    mundur dengan kecepatan tinggi sehinga ketika saat ada

    tekanan pada tali mengakibatkan winch tersebut tersentak

    sehingga mengalami kebocoran minyak hydrolic. Hal inilah

    merupakan masalah yang timbul dikapal karena kesalahan

    prosedur. adanya sebagian kesalahan operasi dikarenakan

    adanya sebagian crew yang segan untuk bertanya, karena

    ingin menutupi kekurangan dan berpura-pura sudah

    mempunyai pengalaman. masalah seperti ini sering terjadi

    dimana crew tersebut tidak menyadari saat kerja nanti

    apabila terjadi kesalahan prosedur bisa mencelakai dirinya,

    crew dan bahaya terhadap keselamatan kapal.

  • 20

    C. Analisis Pemecahan Masalah

    Dari penyebab masalah yang sudah dikemukakan di atas maka

    pemecahannya sebagai berikut :

    1. Plan maintenance sistem (PMS) yang tidak berjalan

    Pemecahannya:

    a. Perusahaan menyiapkan suku cadang yang cukup.

    MV Rawabi 13 sebagai kapal yang telah menerapkan

    ISM Code didalamnya memuat aturan - aturan standar

    termasuk PMS sehingga kapal dapat melaksanakan

    perawatan secara terencana, Dengan adanya sistem

    perawatan terencana (Plan Maintenance System) seperti

    yang di haruskan dalam sistim manajemen keselamatan,

    maka hasil pelaksanaan pekerjaan dapat dipertanggung

    jawcrewan sesuai dengan manajemen keselamatan yang

    telah ditentukan oleh perusahaan.

    Dalam melakukan perawatan kapal supaya tidak terjadi

    pemborosan waktu dan material maka setiap CREW perlu

    mengadakan:

    1) Adanya perencanaan pekerjaan pemeliharaan.

    2) Di lakukannya inventarisasi alat yang di gunakan.

    3) Pengontrolan pelaksanaan pemeliharaan selama

    perawatan dilakukan.

    4) Evaluasi hasil pekerjaan setelah selesai di laksanakan.

    5) Melakukan dokumentasi terhadap pekerjaan yang

    dilakukan (Maintenance record)

  • 21

    Untuk menjamin terlaksananya hal di atas perusahaan

    hendaknya menyiapkan suku cadang yang cukup supaya

    crew bisa melaksanakan perawatan secara terencana

    pengiriman teknisi ke kapal yang siap dikirim setiap saat

    apabila ada permintaan dari pihak kapal dan bila ada

    permintaan suku cadang yang sifatnya mendesak dapat

    segera diberikan ukur lain dari keberhasilan sistem

    manajemen keselamatan sesuai prosedur ISM Code adalah

    tidak adanya catatan hal tersebut atau ketidak sesuaian pada

    waktu di adakan audit baik dari internal perusahaan ataupun

    eksternal perusahaan seperti Quality inspection maupun

    annual inspection oleh kelas kapal.

    b. Menyediakan waktu khusus untuk melakukan perawatan secara terencana.

    Untuk menjaga dan mempertahankan supaya kapal tetap

    dalam kondisi terbaik maka perlu disesuaikan antara

    pekerjaan dan sistem perawatan secara berkesinambungan.

    Pihak pencharter dengan pemilik kapal harus berkordinasi

    dalam menentukan program perawatan kapal dengan

    menyediakan waktu perawatan (maintenance day) terhadap

    kapal tersebut di mana waktu ini dipakai untuk melakukan

    segala pekerjaan yang tertunda menurut PMS dikarenakan

    kesibukan kapal di lokasi pengeboran minyak. Jadi untuk

    memecahkan masalah dalam melakukan perawatan secara

    terencana beberapa hal yang perlu dilakukan adalah

    sebagian berikut:

    1) Menyediakan waktu khusus (Maintenance day) untuk

  • 22

    kapal minimal satu kali dalam sebulan (Job for repair)

    2) Pihak pencharter dalam hal ini rig move Master

    hendaknya memberitahukan rencana kerja untuk hari

    berikutnya dan berapa lama pekerjaan tersebut

    direncanakan sehingga pihak kapal dapat mengatur

    apabila ada kesempatan melakukan perawatan ringan.

    3) Pihak pencharter hendaknya memberi waktu yang cukup

    apabila ada perbaikan terhadap peralatan di kapal

    sehingga hasilnya maksimal.

    4) Pihak perusahaan harus mengirimkan tehnisi darat

    apabila waktu perawatan sudah ditentukan.

    5) Pihak kapal hendaknya mengirimkan detail peralatan

    yang akan diperbaiki ke perusahaan yang kemudian

    perusahaan mengajukan ke pihak pencharter

    Dengan adanya hal-hal yang di atas, maka diharapkan

    apabila ada kerusakan, dapat segera ditangani untuk

    menghindari kapal down time dalam jangka waktu yang lama.

    2. Kurangnya keterampilan crew dalam pelaksanaan anchor

    handling

    Pemecahannya:

    a. Perusahaan menyediakan program training untuk crew baru.

    Untuk dapat bekerja dengan baik dikapal tipe AHTS

    hendaknya setiap crew membekali diri sendiri mengenai

    pengetahuan tentang AHTS dengan banyak bertanya

    kepada rekan yang lebih berpengalaman sehingga nantinya

  • 23

    apabila sudah di atas kapal dapat segera memahami

    pekerjaan apabila melihat operasi tersebut.

    Dalam penerimaan dan seleksi crew perusahaan atau

    agen pelayaran hendaknya lebih selektif dalam menempatkan

    setiap Crew yang akan bekerja diatas kapal. Apabila ada

    salah satu crew yang kurang pengalaman maka hendaknya

    perusahaan menempatkan crew tersebut di kapal yang

    tingkat resiko pekerjaannya kurang sehingga crew tersebut

    akan dilatih mengenai sistim kerja sampai menguasai

    mengenai sistim pekerjaan yang ada. Sebelum naik di atas

    kapal hendaknya crew tersebut dibekali pelatihan di darat

    yang bertujuan untuk membekali pelaut menguasai tentang

    keselamatan kerja dan terampil menggunakan peralatan yang

    berkaitan dengan anchor handling.

    Adapun latihan-latihan tersebut adalah:

    1) Basic offshore safety.

    2) Hydro sulphide (H2S).

    3) Helicopter safety training.

    Dengan dibekalinya setiap crew tersebut diharapkan

    pihak kapal, tidak akan mengalami kesulitan memberikan

    pengenalan mengenai prosedur kerja diatas kapal, termasuk

    menyediakan program khusus mengenai pengenalan kerja

    dan lokasi terhadap crew baru, di mana kapal beroperasi

    sampai benar- benar menguasai pekerjaan yang ada,

    sebelum crew yang digantikan akan sign off (pulang).

  • 24

    b. Melakukan Familiarisasi mengenai prosedur kerja

    Untuk memastikan setiap crew yang baru naik di atas

    kapal memahami prosedur, maka perusahaan sudah

    meginstruksikan setiap perwira senior di atas kapal untuk

    melakukan familiarisasi terhadap crew tersebut. Bentuk

    familiarisasi ini biasanya mengenai alat-alat keselamatan di

    kapal, susunan dari penataan-penataan kapal, juga termasuk

    tugas rutin maupun tugas dalam keadaan darurat. Tujuannya

    familiarisasi ini supaya semua Crew yang baru naik

    mengetahui semua peralatan yang dipakai, untuk operasi

    kapal dan bagaimana cara pengoperasiaan alat-alat kerja

    tersebut, sehingga tingkat kecelakaan kerja di atas kapal

    dapat di minimalisir.

    Dalam pengoperasian kapal AHTS sangat dibutuhkan

    perhatian khusus sehubungan dengan pekerjaan tersebut

    untuk menghindari resiko kesalahan kecelakaan yang cukup

    tinggi. Resiko kecelakaan dalam pengoperasian kapal AHTS

    biasanya terjadi pada kegiatan-kegiatan seperti :

    1) Kegiatan Rig Move

    Kegiatan menunda di mana sebuah Jack Up Rig

    dari satu tempat ke tempat lain ditunda oleh kapal AHT

    karena Jack Up Rig tidak mempunyai mesin penggerak

    yang lokasinya berada di daerah pengeboran minyak

    yang biasanya dibutuhkan 3 (tiga) buah tipe AHTS untuk

    menarik Rig tersebut ke tempat tujuan dan dalam

    pelaksanaannya ke 3 (tiga) AHT ini harus mengikuti

    instruksi yang dipimpin oleh Rig move Master.

  • 25

    2) Kegiatan Kerja Jangkar

    Dalam kegiatan ini memang dibutuhkan pengalaman

    dan keterampilan khusus dalam penanganan kerja

    jangkar sebab resiko kecelakaannya cukup tinggi.

    Contohnya pada saat AHTS akan memindahkan jangkar

    daripada Pipe Lay Barge yang hendak melaksanakan

    kegiatannya. Jangkar tersebut biasanya mempunyai

    berat 10-15 Ton dan tiap jangkar yang sudah di let go

    memiliki sebuah Buoy di lengkapi dengan pennant wire

    dan pick up rope.

    Untuk memindahkan jangkar ini terlebih dahulu

    mengangkat Buoy ke atas dek kemudian pennant wire

    yang sudah terhubung ke jangkar, setelah itu jangkar di

    heave up (diangkat) hingga jangkar tersebut bergantung

    di Stern Roller. Selama kegiatan ini berlangsung Nakhoda

    melaporkan pada Barge Master dan jangkar tersebut

    dibawa oleh kapal AHTS dan di let go pada posisi target

    yang ditentukan sesuai order dari Anchor foreman.

    3) Resiko kecelakaan dapat terjadi selama kegiatan

    berlangsung biasanya dari :

    a) Pada saat pengambilan Buoy dari barge terutama

    apabila ada ombak atau alun resiko CREW terkena

    barge crane maupun buoy itu sendiri.

    b) Dalam proses connecting and disconnecting daripada

    buoy dan jangkar dengan work wire.

    4) Kategori pekerjaan anchor handling meliputi :

    a) Running anchor

    Maksudnya proses mengambil jangkar dari

  • 26

    crane barge diletakkan diatas dek kapal ataupun di

    stern roller kemudian membawa jangkar tersebut dan

    meletakkannya pada posisi yang telah ditentukan di

    dasar laut.

    b) Retrieving anchors

    Maksudnya proses pengangkatan kembali

    jangkar dari dasar laut, diletakkan di atas dek kapal

    ataupun di stern roller dan kemudian dibawa kembali

    ke crane barge.

    c) Chasing/graphing anchor

    Adalah proses pekerjaan untuk mencari dan

    mengangkat jangkar yang putus, apabila pennant wire

    (tali kawat baja) untuk menghubungkan buoy dan

    jangkar putus.

    5) Sistim pelaksanaannnya dapat dibagi :

    a) Sistim pelampung/buoy terdiri dari :

    (1) Curucifix buoy (pelampung yang bagian atas

    terdapat palang berbentuk salib dan bagian

    bawah ada mata atau tempat segel) untuk

    menghubungkan ke pennant wire.

    (2) Suit case buoy yaitu (pelampung yang

    bagian tengah berlobang poros terusan sebagai

    tempat lewat wire)

  • 27

    b) Sistem permanent chain chaser (PCC), yaitu suatu

    sistim yang menggunakan ring/gelang baja yang

    disambung dengan tali kawat baja 60 mm atau

    70mm. Dengan panjang kira-kira 25 meter sampai 50

    meter dan dipasang permanen pada rantai atau tali

    kawat jangkar.

    6) Pengenalan prosedur daripada kapal AHTS dalam

    pelaksanaan Rig Move

    Kapal AHTS adalah kapal yang dirancang khusus

    dengan didukung oleh peralatan-peralatan yang ada di

    atasnya untuk melaksanakan kerja jangkar (anchor handling)

    maupun rig move. Dalam hal ini penulis akan menguraikan

    tahapan-tahapan dalam melakukan rig move. Dalam

    pelaksanaan rig move harus disiapkan beberapa check list

    seperti tersebut dibawah ini:

    1) Towing Preparation Check List

    Suatu daftar pengecekan alat-alat penundaan

    apakah alat tersebut ada dan dalam keadaan baik untuk

    dipergunakan dalam kegiatan menunda (towing).

    2) Toolbox talk

    Dalam setiap akan melakukan pekerjaan biasanya

    di dek crew yang terlibat dalam kegiatan melakukan

    Toolbox talk yaitu diskusi mengenai rencana pekerjaan

    yang akan dilakukan, tugas masing masing, peralatan

    apa yang akan digunakan termasuk alat keselamatan

  • 28

    untuk setiap kegiatan.

    3) Job Safety Analysisn (JSA)

    Uraian suatu pekerjaan yang akan dilakukan mulai

    dari jenis-jenis pekerjaan maupun tingkat bahaya

    sampai pada penanganan dari bahaya tersebut tercantum

    dalam Risk Assesment. Setelah RA ini selesai dianalisis

    bersama crew yang terlibat maka Nakhoda

    menandatangani dan menyerahkan copy kepada pihak

    rig gunanya untuk mencocokan cara penanganan

    daripada pekerjaan tersebut, sehingga tidak terjadi

    kesalah pahaman di dalam operasional antara pihak kapal

    dan pihak jack up rig. Untuk memperlancar kegiatan ini

    Biasanya kapal diberi portable radio dengan channel

    pribadi supaya komunikasi antara rig dan kapal tidak

    terganggu oleh kapal lain :

    a) Beberapa macam pekerjaan dalam pelaksanaan rig

    Move, Pelaksanaan inclining experiment pada rig

    yang baru selesai dibangun atau mengalami

    perubahan bangunan seperti pemasangan helideck:

    (1) Rig move yang dilakukan untuk delivery dari satu

    pelabuhan ke pelabuhan lain,

    (2) Rig yang dikirim antar negara dimana rig ini harus

    dimuat ke dock wise atau heavy lift vessel. jack

    up rig ditarik dari dry dock atau pelabuhan dan

    ditarik ke dock wise yang berada di tengah laut.

    (3) Rig move dari satu platform ke platform lainya

    seperti yang penulis lakukan di lokasi al shaheen

    field.

  • 29

    Disini akan penulis bahas cara operasi rig move

    dari satu platform ke platform lain, dalam proses

    ini perlu penulis ceritakan mengenai susunan atau

    configurasi towing line.

    Dalam operasi ini diperlukan 3 AHTS untuk

    melakukan penundaan dengan HP 5000-13000.

    Untuk susunan tali yang paling depan atau tug no 1

    diperlukan Chaving chain, 2 Wire bridle 60 mm,Delta

    atau tri plate, pennant wire 60 mm, 8 Bow Shackel

    yang disesuaikan dengan kapasitas Bollard Pull.

    Karena bollard pull kapal penulis 50 Ton maka

    diperlukan shackle dengan SWL 120 Ton yang sudah

    diberi kode warna yaitu warna hitam dan

    dihubungkan ke tow 60 mm wire. Pada jack up rig

    tertentu kadang susunan tali ini sudah tersedia dan

    tergantung di helidek dan siap di area untuk di

    sambungkan tug tow wire.

    Untuk AHTS yang berada di sebelah kiri dan

    kanan mempunyai susunan tali yang sama yaitu

    pennant wire,tali stretcher dan dihubungkan ke tow

    wire, di sini penulis uraikan untuk AHTS paling depan

    (main tug).

    Saat pengiriman tali pennant wire dari jack up

    rig ke atas kapal, Kapal harus berusaha sedekat

    mungkin dengan rig dan mempertahankan posisi

    sehingga saat rig mengarea pennat wire ke dek,

    Crew bisa leluasa dan konsentrasi dalam melakukan

    poses connecting line tanpa khawatir dengan

    pergerakan kapal yang bisa membahayakan mereka.

    Persiapan crew di dek yaitu terdiri dari 1 Perwira

    dan 3 AB dimana AB 1 berada di dekat stern roller

  • 30

    siap untuk mengambil pennant wire, AB 2 stanby di

    tugger mengontrol tugger,AB 3 siap dengan boat

    hook dan tali buangan atau tali anak, Perwira didek

    melakukan komunikasi dengan anjungan.

    Jack up rig menurunkan Pennant wire dan di

    ujungnya sudah ada (wire strop). AB 3 mengaitkan

    wire strop lalu diambil AB 1 dan menghubungkan

    ujung wire strop dengan tuggers saat bersamaan

    anjungan menaikkan towing pin, AB 2 menghibob

    tugger wire yang diarahkan AB 1, AB 3 merapikan

    peralatan dek seperti boat hook dan peralatan lain

    , anjungan menaikkan towing pin AB 1 Membuat

    stopper yang terhubung dengan capstan dan

    mengarahkan ujung pennat wire ke shark jaw untuk

    menahan pennant wire anjungan menaikkan shark

    jaw AB 2 mengarea tugger wire, AB 1 dan 3 siap

    untuk menyambung ke tow wire.

    Setelah pennant wire terhubung dengan tali

    towing maka crew di dek memasang Gog line untuk

    menghindari tali towing menyentuh crash rail dan

    membatasi gerakan tow wire, kemudian

    menyingkirkan semua peralatan yang ada di dek

    setelah itu crew menyingkir ke belakang crash rail

    dan Nakhoda memberitahu ke rig move Master

    bahwa tali telah terikat dan terhubung dengan tali

    towing kapal dan siap menunggu instruksi

    selanjutnya,

    Setelah semua tug terikat maka rig move Master

    memberi tahu semua kapal untuk siap-siap menarik

    rig, supaya tidak terjadi kesalahan dalam

    berkomunikasi maka standar untuk komunikasi

  • 31

    umumnya sudah sama dan biasanya hal ini telah

    diberitahukan saat pre operation meeting.

    Disini penulis uraikan mengenai komunikasi

    utama yang sering penulis gunakan dalam rig move.

    b) Komunikasi utama:

    (1) Alter course to port/starboar (heading 0-360)

    (2) Increase/Decrease Power to present

    (3) Push/Pull with persen power

    (4) Reduce to Minimum Power Slack off

    all strain on tow gear

    (5) Easy down Reduce power slowly

    (6) Slack away towline/Heave up tow

    line

    (7) Pay out/retrieve tow line

    (8) Follow me round as barge alter course

    the Master of tug should move in the

    same direction.

    Setelah rig dekat dengan platform dan main tug

    berada di depan mendekati platform dengan

    kecepatan minimal, saat semua tug mendekati

    Platform maka rig move Master menyuruh semua tug

    boat untuk memendekkan tali, kemudian tug nomor 1

    stop, tug nomor 2 dan 3 memutar rig sampai

    posisi buritan rig berhadapan dengan platform. Untuk

    mendekati platform tug nomor 2 dan 3 menarik rig ke

    arah platform sedangkan tug nomor 1 tetap dengan

    minimum power dan siap menarik setiap saat apabila

    diorder rig move Master setelah rig move Master

  • 32

    merasa sudah pada posisi yang diinginkan maka

    Rig mulai menurunkan kakinya untuk menahan

    supaya rig tidak bergeser lagi, setelah dilakukan

    pengecekan ulang dan rig sudah pada posisi yang

    dikehendaki maka rig mulai menurunkan kakinya dan

    memulai preload operation.

    Setelah rig sudah naik dan siap melakukan

    pengeboran maka Rig move Master memerintahkan

    semua Tug untuk melego semua tali towing.

  • 33

    BAB IV PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penulis

    menyimpulkan sebagai berikut :

    1. Tidak berjalannya PMS karena kurangnya kesadaran crew dan

    tidak maksimalnya dukungan dari perusahaan.

    2. Tidak tersedianya waktu khusus untuk melakukan perawatan

    sehingga PMS tidak berjalan dengan maksimal.

    3. Perusahaan atau agen kurang selektif dalam penerimaan crew

    khusus untuk pengalaman operasi anchor handling dan rig move.

    B. Saran

    Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran

    sebagai berikut:

    1. Sebaiknya perusahaan memberi pengarahan pada crew sebelum

    naik kapal pentingnya melakukan PMS, guna menjaga

    kesinambungan kapal, tentu saja didukung perusahaan dalam

    penyediaan suku cadang.

    2. Sebaiknya pemilik kapal hendaknya berkoordinasi dengan

    pencharter untuk menyediakan waktu khusus untuk perawatan.

    3. Sebaiknya semua crew yang baru naik di atas kapal diberi

    pengarahan dan pengenalan semua prosedur kerja di kapal.

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    International Maritime Organization ( 2010 ), SOLAS Consolidated, Edition 2010, London.

    International Maritime Organization ( 1996 ), STCW95 London,

    Including 2010 Manila Amandement

    Istopo. Capt. (2010) Kamus Istilah Pelayaran Dan Perkapalan, PustakaBeta, Jakarta

    Michael Hankok (1996), Towing Part 4, DNV (Det Norske Veritas) Michael hankok (1996), Procedure anchor Handling part 3, DNV (det Norske Veritas)

    Nawawi, Hadari, Prof. Dr (2005) Manajemen Personalia,Manajemen Sumber Daya Manusia. Gajah Mada University Press. Jakarta

    R. Moedjiman , SH (2006), Prosedur Penulisan Makalah,

    Penerbit BP3IP Jakarta.

    Rozaimi Yatim ,Capt. ( 2003 ), Kodefikasi Manajemen Keselamatan Internasional ( ISM CODE ), Penerbit Yayasan Bina Citra Samudra Jakarta.

    .