case report paru

37
BAB I PENDAHULUAN Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara maju, prevalensi dan angka rawat inap dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%. Penelitian yang dilakukan oleh Anggia (2005) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25-34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki (52,86%). 1,2 1

Upload: 1234resmidebby

Post on 17-Jan-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

by

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Paru

BAB I

PENDAHULUAN

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi

masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara

maju, prevalensi dan angka rawat inap dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial

dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan

dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner

namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-

15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan

laki-laki.

Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan

berkisar 3-8%. Penelitian yang dilakukan oleh Anggia (2005) di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma

adalah 25-34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih

banyak dari pada laki-laki (52,86%).1,2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang

menyebabkan terjadinya peningkatan respon saluran nafas dan menimbulkan gejala

1

Page 2: Case Report Paru

episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama

malam hari dan atau dini hari dan seringkali bersifat reversibel baik secara spontan

maupun dengan pengobatan.3

2.2 Etiologi

Perkembangan asma dan alergi dipengaruhi oleh genetik. Sampai saat ini 8

genom dan 100 gen sudah ditemukan yang berhubungan dengan perkembangan alergi

dan asma. Hasil meta-analisis seluruh sampel keturunan orang-orang Eropa, adanya

hubungan antara asma dengan nukleotida polymorphic tunggal pada lokus 17q21 dan

lokus 1q13. Lokus ini mengekspresikan Natural Killer Cell (NK sel) dan dendritic

cell yang dapat berinteraksi dengan reseptor Tumor Necrosis Factor α (TNF α) dan

nukleotida polymorphic tunggal yang berhubungan dengan penyakit asma.4

2.3 Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma sangat bervariasi antara satu

individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi

udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, dan lain

sebagainya.4

Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE

dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya

histamin, prostaglandin, leukotrien, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.

Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena

saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiperresponsif terhadap bermacam-

macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena

adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.

Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan

dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.4,5

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka

(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut

2

Page 3: Case Report Paru

dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat

berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan:4

Otot polos menghubungkan cincin tulang rawan akan

berkontraksi/memendek/mengkerut.

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan.

Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran

napas.

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.

Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk

membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas

yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang

sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat

mengeluarkan napas.4,5

Gambar 1. Patofisiologi Asma5

3

Page 4: Case Report Paru

Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma.

Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat

dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate

(PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara

saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara

yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer

maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan

derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena

ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru

yang membesar dan diafragma yang mendatar.4

2.4 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host)

dan faktor lingkungan.3

A. Faktor pejamu:

1. Predisposisi genetik

2. Alergik (atopi)

3. Hiperesponsif jalan napas

4. Jenis kelamin

5. Ras/etnik

B. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu

dengan predisposisi asma

1. Alergen di dalam ruangan mite domestik, alergen binatang, alergen

kecoa, jamur (fungi, mold, yeasts)

2. Alergen di luar ruangan tepung sari bunga, jamur (fungi, mold, yeasts)

3. Bahan lingkungan kerja

4. Asap rokok perokok aktif dan perokok pasif

4

Page 5: Case Report Paru

5. Polusi udara polusi udara di luar dan di dalam ruangan

6. Infeksi parasit

7. Status sosioekonomi

8. Diet dan obat

9. Obesitas

C. Faktor lingkungan mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-

gejala asma menetap

1. Alergen di dalam dan di luar ruangan

2. Polusi udara di dalam dan di luar ruangan

3. Infeksi pernapasan

4. Exercise dan hiperventilasi

5. Perubahan cuaca

6. Sulfur dioksida

7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan

8. Ekspresi emosi yang berlebihan

9. Asap rokok

10. Iritan (parfum, bau-bau merangsang, household spray)

2.5 Klasifikasi Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis derajat asma dapat dibagi :3,4,6

1. Intermiten

a. Gejala klinis < 1 kali/minggu

b. Gejala malam ≤ 2 kali/bulan

c. Tanpa gejala di luar serangan

d. Serangan berlangsung singkat

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≥ 80% nilai prediksi

atau arus puncak ekspirasi (APE) ≥ 80% nilai terbaik

f. Variability APE < 20%

5

Page 6: Case Report Paru

2. Persisten Ringan

a. Gejala > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari

b. Gejala malam > 2 kali perbulan

c. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≥ 80% nilai prediksi

atau arus puncak ekspirasi (APE) ≥ 80% nilai terbaik

e. Variability APE 20% - 30%

3. Persisten Sedang

a. Gejala setiap hari

b. Gejala malam > 1 kali/minggu

c. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60% - 80% nilai

prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60% - 80% nilai terbaik

e. Variability APE > 30%

4. Persisten Berat

a. Gejala terus menerus

b. Gejala malam sering

c. Sering kambuh

d. Aktivitas fisik terbatas

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≤ 60% nilai prediksi

atau arus puncak ekspirasi (APE) ≤ 60% nilai terbaik

f. Variability APE > 30%

Global Initiative For Asthma (GINA) 2011 mengklasifikasikan asma menjadi

asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol. Klasifikasi asma menurut

GINA sebagai berikut:6

1. Asma terkontrol

a. Tidak ada gejala di siang hari (gejala < 2x/minggu)

b. Tidak ada aktivitas yang terbatas

6

Page 7: Case Report Paru

c. Tidak ada gelaja pada malam hari

d. Tidak membutuhkan obat pelega (< 2x/minggu)

e. Fungsi paru (APE/FEV1) normal

2. Asma terkontrol sebagian

a. Gejala di siang hari > 2x/minggu

b. Aktivitas terbatas

c. Terdapat gelaja pada malam hari

d. Membutuhkan obat pelega lebih 2x/minggu

e. Fungsi paru (APE/FEV1) nilai prediksi/terbaik < 80%

3. Asma tidak terkontrol

Asma tidak terkontrol memiliki 3 > gambaran asma terkontrol sebagian.

Berdasarkan serangan akut, asma diklasifikasikan menjadi 4:3,6

Gejala dan

Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan

Mengancam

Jiwa

Ringan Sedang Berat

Sesak napas

Posisi

Cara

berbicara

Kesadaran

Frekuensi

napas

Nadi

Berjalan

Dapat tidur

terlentang

Satu kalimat

Mungkin

gelisah

< 20/menit

< 100

Berbicara

Duduk

Beberapa kata

Gelisah

20-30/menit

100-120

Istirahat

Duduk

membungkuk

Kata demi kata

Gelisah

>30/menit

>120

Mengantuk,

gelisah,

kesadaran

menurun

Bradikardia

7

Page 8: Case Report Paru

Pulsus

paradoksus

- 100 mmHg +/- 10-20

mmHg

+ >25 mmHg -

Gejala dan

Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan

Mengancam

Jiwa

Ringan Sedang Berat

Otot bantu

napas dan

retraksi

suprasternal

Mengi

APE

PaO2

PaCO2

SaO2

-

Akhir

ekspirasi

paksa

>80%

>80 mmHg

<45 mmHg

>95%

+

Akhir ekspirasi

60-80%

60-80 mmHg

<45 mmHg

91-95%

+

Inspirasi dan

ekspirasi

<60%

<60 mmHg

>45mmHg

<90%

Kelelahan otot

torakoabdominal

paradoksal

Silent Chest

2.6 Gambaran klinis

8

Page 9: Case Report Paru

Gambaran klinis asma yang sering yaitu batuk, mengi, sesak napas, dan rasa

berat di dada.1 Serangan asma biasanya diawali dengan gejala yang kurang jelas,

seperti batuk yang sifatnya nonproduktif dan selanjutnya akan mengeluarkan sekret

berbentuk mukoid, putih, atau purulen. Gejala lain seperti pilek atau bersin juga

sering terjadi. Suara mengi dapat terdengar pada kedua fase pernapasan yang akan

semakin menonjol, ekspirasi memanjang, takipnea, dan hipertensi sistolik ringan.

Pada serangan berat dan berlangsung lama, maka suara suara pernapasan adventisial

akan menghilang dan suara mengi tinggi yang disertai otot bantu pernapasan aktif,

sehingga menimbulkan denyut nadi paradoksal. Hal ini dapat dipakai untuk

menentukan derajat obstruksi saluran napas.6

2.7 Diagnosis

Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan gejala yang bersifat episodik, berupa

batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada, dan variabiliti yang berkaitan dengan

cuaca.3,6,8

1. Anamnesis

a. Gejala bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa

pengobatan

b. Gejala dapat berupa batuk, berdahak, sesak napas, dan rasa berat di dada

c. Gejala timbul/memburuk terutama malam hari/dini hari

d. Diawali faktor pencetus bersifat individual

e. Adanya respon terhadap pemberian bronkodilator

f. Adanya riwayat keluarga menderita asma

g. Adanya riwayat alergi/atopi

h. Ditemukannya penyakit lain yang memberaktan

2. Pemeriksaan fisik

a. Mengi pada auskultasi

9

Page 10: Case Report Paru

b. Pada saat serangan, akan terlihat pasien dalam keadaan sesak napas,

mengi, dan hiperventilasi akibat dari kontraksi otot polos saluran napas,

edema, dan hipersekresi mukus.

c. Pada serangan ringan, mengi akan terdengar saat ekspirasi paksa

d. Pada serangan berat, mengi tidak dapat terdengar (silent chest) dan disertai

dengan gejala lain, misalnya sianosis, gelisah, sukar berbicara, takikardi,

hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu pernapasan.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Spirometri

Dalam menilai faal paru, banyak parameter dan metode yang digunakan,

tetapi yang menjadi standar adalah pemeriksaan spirometri dan arus

puncak ekspirasi (APE). Pengukuran volume ekspirasi paksa (VEP1) dan

kapasitas vital paksa (KVP) melalui prosedur standar yang bergantung

pada kemampuan penderita . Untuk mendapatkan nilai akurat, diambil

nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi

saluran pernapasan dapat diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau

VEP1 < 80% nilai prediksi, sedangkan anak-anak VEP1/KVP < 90%.

Manfaat pemeriksaan spirometri:

Untuk menilai obstruksi jalan napas dengan nilai rasio VEP1/KVP

< 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Bersifat reversibiliti, yaitu ada perbaikan VEP1 > 15% secara

spontat atau setelah dilakukan inhalasi bronkodilator (uji

bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14

hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2

minggu.

Dapat menilai derajat berat asma.

b. Arus Puncak Respirasi (APE)

Pemeriksaan ini dapat menggunakan spirometri atau dengan alat peak

expiratory flow meter (PEF). Alat PEF ini dapat digunakan di rumah

10

Page 11: Case Report Paru

untuk memantau kondisi asma pasien. Manfaat APE dalam diagnosis

asma, yaitu:

Bersifat reversibiliti, yaitu terdapat perbaikan nilai APE > 15%

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau

bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi setelah

pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

Variability, menilai variasi diurnal APE harian selama 1-2 minggu.

c. Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus sebaiknya dilakukan pada penderita dengan gejala

asma dan faal aparu normal. Uji ini mempunyai sensitivitas yang tinggi

tetapi spesifisitasnya rendah. Hasil positif dapat ditemukan pada penyakit

lain seperti rinitis alergika, PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik.

d. Pengukuran Status Alergi

Komponen alergi dalam asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji

kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut dapat membantu

untuk mengetahui faktor pencetus.

e. Foto toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain.

Pada serangan asma ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

memperlihatkan adanya kelainan.

f. Darah

Pada asma, eosinofil total akan meningkat di dalam darah.

g. Analisa Gas Darah

Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan pada pasien asma yang sangat

berat dan ditemukan hiperkapnia dengan PaCO2 > 45 mmHg, hipoksemia,

dan asidosis respiratorik.

11

Page 12: Case Report Paru

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada pasien asma, yaitu:

Dewasa:

Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Bronkitis kronik

Gagal jantung kongestif

Disfungsi laring

Obstruksi mekanis (misalnya tumor laring atau benda asing)

Emboli paru

Anak:

Benda asing saluran napas

Pembesaran kelenjar limfe

Tumor

Stenosis trakea

Bronkiolitis

2.10 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksaan asma adalah sebagai berikut:3,6

Menghilangkan dan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversible

Mencegah kematian karena asma

12

Page 13: Case Report Paru

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol apabila:

Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam]

Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

Kebutuhan bronkodilator minimal (idealnya tidak diperlukan)

Variasi harian APE < 20%

Nilai APE normal atau mendekati normal

Efek samping obat minimal (tidak ada)

Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat

Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen:

1. Edukasi

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan menilai faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat

Penatalaksaan asma bronkial terdiri dari non farmakologi dan farmakologi.

Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari:

1. Edukasi

2. Menghindari faktor pencetus

Penatalaksanaan Farmakologi

13

Page 14: Case Report Paru

Obat asma pada prinsipnya terbagi atas dua, yaitu obat pelega dan obat

pengontrol. Obat pelega digunakan pada saat serangan asma, sedangkan obat

pengontrol digunakan untuk mencegah serangan asma.

1. Pengontrol (Antiinflamasi)

Kortikosteroid inhalasi

Merupakan pilihan bagi asma serangan ringan sampai berat dan

merupakan medikasi jangka panjang paling efektif untuk mengontrol

asma.

Kortikosteroid sistemik

Diberikan melalui oral atau parenteral. Biasanya dipakai sebagai

pengontrol asma persisten berat setiap hari atau selang sehari. Hal-hal

yang harus diperhatikan dalam pemberian steroid oral:

Prednison, prednisolon, atau metilprednisolon dapat digunakan

karena mempuyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh

yang pendek, dan efek striae pada otot minimal

Digunakan dalam bentuk oral, bukan parenteral

Digunakan selang sehari atau sekali sehari pagi hari

Kromalin

Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Kromalin

merupakan antiinflamasi nonsteroid yang menghambat pelepasan

mediator dari sel mast yang diperantarai IgE.

Metilsantin

Obat ini dapat dikombinasikan dengan β2 agonis kerja singkat dan

merupakan bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

seperti antiinflamasi.

β2 agonis kerja lama

Salmaterol dan formaterol termasuk di dalam β2 agonis kerja lama

inhalasi yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pemberian

14

Page 15: Case Report Paru

inhalasi pada preparat ini menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik

dibandingkan dengan preparat oral.

Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma relatif baru dengan pemberian secara oral.

Leukotriene dapat juga bersifat bronkodilator, mempunyai efek

antiinflamasi, dan dapat menurunkan kebutuhan dosis kortikosteroid

inhalasi penderita asma persisten sedang sampai berat.

Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial8

15

Page 16: Case Report Paru

2. Pelega (Bronkodilator)

β2 agonis kerja singkat

Obat yang termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin,

fenoterol, dan prokaterol, mempunyai waktu kerja yang cepat.

Formaterol mempunyai onset yang cepat dan durasi lama. Pemberian ini

dapat secara inhalasi atau oral. Obat ini merupakan terapi pilihan pada

serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-

induced asthma.

Kortikosteroid sistemik

Dapat diberikan melalui oral atau parenteral. Obat ini biasanya

digunakan pad asma persisten berat setiap hari atau selang sehari.

16

Page 17: Case Report Paru

Metilsantin

Antikolinergik

Mekanisme kerja antikolinergik memblok efek penglepasan asetilkolin

dari saraf kolinergik pada jalan napas. Pemberiannya secara inhalasi.

Efeknya lama, membutuhkan 30-60 menit untuki mencapai efek

maksimum.

Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat

apabila tidak tersedia β2 agonis.

Tabel 2. Obat-obat bronkodilator pada asma bronkial8

17

Page 18: Case Report Paru

Algoritma penatalaksanaan serangan asma di Rumah Sakit3

18

Page 19: Case Report Paru

β2 agonis β2 agonis

BAB III

19

Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi.

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan awal Oksigenasi dengan nasal kanul Inhalasi β2 agonis kerja singkat (nebulisasi) setiap 20 menit dalam 1 jam atau β2 agonis injeksi

(Terbutalin 0,5 ml SK atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK) Kortikostreroid sistemik:

- Serangan asma berat- Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkoldilator- Dalam kortikosteroid oral

Penilaian ulang setelah 1 jamPem. Fisik, saturasi O2, dan pem. Lain atas indikai

Respons baik- Respons baik dan stabil dalam

60 menit- Pem. Fisik normal- APE > 70%/prediksi nilai terbaik- Saturasi O2 > 90% (95% pada

anak)

Respons tidak sempurna- Risiko tinggi distres- Pem. Fisik: gelaja ringan-

sedang- APE > 50% tetapi < 70%- Saturasi O2 tidak ada

perbaikan

Respons buruk dalam 1 jam- Risiko tinggi distress- Pem fisik: berat, gelisah, dan

kesadaran menurun- APE <30%- PaCO2 >45%- PaO2 <60%

Pulang- Pengobatan dilanjutkan dengan

inhalasi β2 agonis- Membutuhkan kortikosteroid oral- Edukasi penderita:

- Memakai obat yang benar- Ikuti rencana pengobatan

selanjutnya

Di Rawat di RS

- Inhalasi β2 agonis ± anti-kolinergik

- Kortikosteroid sistemik- Aminofilin drip- Terapi O2 pertimbangkan

nasal kanul atau masker venturi

- Pantau APE, sat. O2, nadi, kadar teofilin

Di Rawat di ICU

- Inhalasi β2 agonis ± anti-kolinergik

- Kortikosteroid IV- Pertimbangkan β2 agonis injeksi

SC/IM/IV- Terapi O2 menggunakan masker

venturi- Aminofilin drip- Mungkin perlu intubasi dan

ventilasi mekanik-

i

PulangBila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi

Perbaikan Di Rawat di ICUBila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

Tidak perbaikan

Page 20: Case Report Paru

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. J

JK : Laki-laki

Umur : 41 tahun

No RM : 84 93 55

Agama : Islam

Alamat : Pekanbaru

Pekerjaan : Tidak bekerja

Masuk RS : 05 Oktober 2014

Pemeriksaan : 06 Oktober 2014

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Sesak napas semakin memberat sejak 1 hari SMRS. (sebelum masuk rumah sakit)

Riwayat Penyakit Sekarang

15 Tahun yang lalu pasien sering mengeluhkan sesak napas karena pasien

memiliki riyawat penyakit asma. Sesak napas timbul apabila cuaca dingin, debu,

atau saat aktivitas berat. Biasanya, jika sesak, pasien menggunakan inhaler untuk

mengurangi sesaknya.

7 bulan SMRS, pasien pernah di rawat di RS dengan keluhan yang sama. Sesak

dirasakan pasien saat istirahat ataupun beraktivitas. Sesak napas dirasakan >1x

dalam seminggu dan gejala sesak napas pada mlam hari >2x dalam sebulan. Bila

sesak kambuh, pasien tidur menggunakan empat bantal untuk mengurangi

sesaknya.

1 bulan SMRS, pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih, kadang-

kadang batuk kering yang dirasakan hilang timbul.

20

Page 21: Case Report Paru

3 hari SMRS, pasien pernah mengeluhkan demam, keringat dingin, dan berat

badan menurun. Mual dan muntah disangakal.

1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas saat istirahat dan dan terdengar

bunyi ‘ngik’. Sesak tidak hilang menggunakan inhaler.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit asma (+) sudah 15 tahun

Riwayat penyakit stroke (-)

Riwayat penyakit DM (-)

Riwayat penyakit jantung sejak kecil tidak diketahui

Riwayat operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga memiliki keluhan yang sama (kakek pasien asma)

Riwayat penyakit hipertensi (-)

Riwayat penyakit DM (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan kebiasaan

Tidak bekerja

Riwayat merokok (+), tetapi sudah berhenti 1 tahun yang lalu. Merokok satu

hari 5 batang.

Riwayat konsumsi alkohol (+)

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : komposmentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 62 x/menit

Nafas : 24 x/menit

Suhu : 36,00C (aksila)

21

Page 22: Case Report Paru

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 70 kg

Kulit dan wajah: tidak sembab

Mata kiri dan kanan

Mata tidak cekung

Konjungtiva : Tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Pupil : bulat, isokor 3mm/3mm, reflex cahaya +/+

Telinga DBN (dalam batas normal)

Hidung DBN

Leher pembesaran kgb (-)

Thoraks Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan

Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : wheezing (+/+)

Thoraks Jantung

Inspeksi : ictus cordis terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung kiri SIK V linea midklavikula sinistra

batas jantung kanan SIK IV linea parasternal dekstra

Auskultasi : S1=S2 murmur (-) gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : perut agak buncit

Auskultasi : BU (+) 5 x/menit

Perkusi : timpani pada seluruh abdomen

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas

atas oedem (-/-)

22

Page 23: Case Report Paru

bawah oedem (-/-)

akral hangat, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah rutin

WBC : 17,6 mm3

RBC : 6,76 mm3

HGB : 16,4 gr/dL

HCT : 47,5 %

2. Kimia Darah

GDS : 92 mg/Dl

3. Foto Toraks

Corakan vaskuler normal

Tidak ada infiltrat/perselubungan homogen

CTR < 50%

RESUME

23

Page 24: Case Report Paru

Tn J, laki-laki, 41 tahun, tidak bekerja, datang ke IGD RSUD Arifin Achmad dengan

keluhan sesak napas semakin memberat satu hari yang lalu sebelum masuk rumah

sakit. Dari anamnesis, didapatkan sesak napas yang muncul saat pasien istirahat

disertai adanya keluhan batuk berdahak berwarna putih, kadang-kadang batuk kering.

Sesak napas dirasakan >1x dalam seminggu dan gejala sesak napas malam hari

dirasakan >2x dalam sebulan. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas, dan

apabila sesak kambuh, pasien tidur menggunakan empat bantal untuk mengurangi

sesaknya. Pasien telah didiagnosis menderita asma sejak 15 tahun yang lalu dan

sering menggunakan inhaler untuk mengurangi sesaknya. Pada riwayat penyakit

keluarga, didapatkan kakek pasien memiliki riwayat menderita asma. Pasien

mengkonsumsi rokok lebih kurang lima batang dalam sehari, namun kebiasaan

merokok ini sudah berhenti sejak satu tahun yang lalu dan pasien kadang-kadang juga

mengkonsumsi alkohol. Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, didapatkan

wheezing saat ekspirasi dan leukosit yang meninggi.

DAFTAR MASALAH

Asma bronkial derajat persisten ringan serangan sedang

RENCANA PEMERIKSAAN

1. Spirometri

2. Analisa gas darah

PENATALAKSANAAN

Non farmakologi:

1. Istirahat/tirah baring

2. Hindari faktor pencetus

Farmakologi:

1. Oksigen nasal kanul 3-5 L

2. IVFD Ringer Laktat + aminofilin 1 ampul drip 20 tpm

3. Nebulizer combivent + fumicort

24

Page 25: Case Report Paru

4. Injeksi ceftriaxone 1x2 gr

5. Injeksi Ranitidin 2x1 ampul

6. Ambroxol syrup 3x1

PEMBAHASAN

Pada pasein ini ditegakkan diagnosis asma bronkial derajat persisten ringan serangan

sedang karena adanya keluhan sesak napas yang timbul apabila terpapar debu, cuaca

dingin, atau beraktivitas berat. Bila sesak napas timbul, akan terdengar suara ‘ngik’.

Sesak timbul pada saat istirahat atau beraktivitas. Gejala sesak napas >1x dalam

seminggu dan gejala sesak napas malam hari >2x dalam sebulan. Hal ini sesuai

dengan kriteria klasifikasi derajat asma persisten ringan berdasarkan gambaran klinis.

Pada pasien ini juga didapatkan keluhan sesak yang bertambah jika pasien berbicara

dan hanya dapat mengucapkan beberapa kata saat pasien sesak. Hasil pemeriksaan

fisik didapatkan frekuensi napas 24x/menit dan pada auskultasi ditemukan wheezing

saat ekspirasi. Hal ini sesuai dengan kriteria beratnya serangan asma sedang.

Serangan asma pasien diduga dipicu akibat infeksi saluran napas, yang didukung

pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit yang meninggi.

FOLLOW UP

25

Page 26: Case Report Paru

Tanggal S O A P06/10/14

07/10/14

-Sesak +

batuk kering

-Batuk

dada terasa

panas + agak

nyeri

Sesak (+)

berkurang,

batuk kering,

dada sakit

saat menarik

napas

TD: 130/80 mmHg,

RR: 24/menit, Nadi:

96x/menit, T: 35,6oC

Auskultasi : wheezing

(+) saat ekspirasi

TD: 110/70 mmHg,

RR: 30x/menit, nadi:

98x/menit, T: 37,2oC,

Wheezing (+) saat

ekspirasi

Asma

bronkial

derajat

persisten

ringan

serangan

sedang

Asma

bronkial

derajat

persisten

ringan

serangan

sedang

O2 nasal kanul 3-5 L

IVFD RL 20 tpm

Nebu

combivent+fumicort

Salbutamol 2x1

Metilprednisolon

Inj. Ceftriaxone

Ambroxol tab 3x1

O2 nasal kanul 3-5 L

Nebu

combivent+fumicort

IVFD RL +

aminofilin 1 amp

drip 20 tpm

Inj. ceftriaxone

Ambroxol 3x1

Ranitidin tab 2x1

Tanggal S O A P

26

Page 27: Case Report Paru

08/10/14

09/10/14

-Sesak +

batuk kering

Dada sakit

saat menarik

napas sudah

berkurang

Batuksesak

Batuk sedikit

dahak warna

putih

Dada tidak

sakit lagi saat

menarik

napas

TD: 110/70 mmHg,

RR: 19/menit, Nadi:

70x/menit, T: 36.0oC

Auskultasi : wheezing

(+) saat ekspirasi

TD: 110/80 mmHg,

RR: 17x/menit, Nadi:

88x/menit, T: 37,2oC,

Wheezing (+) saat

ekspirasi

Asma

bronkial

derajat

persisten

ringan

serangan

sedang

Asma

bronkial

derajat

persisten

ringan

serangan

sedang

O2 nasal kanul 3-5 L

IVFD RL 20 tpm

Salbutamol 2x1

Metilprednisolon 2x1

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Ambroxol tab 3x1

O2 nasal kanul 3-5 L

Nebu

combivent+fumicort

IVFD RL + aminofilin

1 amp drip 20 tpm

Inj. Ceftriaxone

Metilprednisolon 2x1

Ambroxol 3x1

Ranitidin tab 2x1

27