case report edit

24
CASE REPORT Disusun oleh : Ati Rachmawati Fenny Sestriani Novrialdy K.P Pembimbing : dr. Hj. Hayati Usman,Sp.An KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.SLAMET GARUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 17 DESEMBER 2010

Upload: fenny-sestriani

Post on 30-Jun-2015

167 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: case report edit

CASE REPORT

Disusun oleh :

Ati Rachmawati

Fenny Sestriani

Novrialdy K.P

Pembimbing :

dr. Hj. Hayati Usman,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.SLAMET GARUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

17 DESEMBER 2010

BAB I

STATUS PASIEN

Page 2: case report edit

A. RESUME

Seorang wanita berusia 36 tahun datAng ke IGD rumah sakit dr.slamet garut, pasien

hamil 13 minggu dan pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah karena tidak bisa

buang air kecil sejak 3 jam SMRS. Setelah pemeriksaan pasien tersebut di diagnosa

sebagai kehamilan ektopik terganggu. Rencana tindakan adalah salphingektomi.

Keadaan hemodinamik pasien pada saat operasi dan pasca operasi dapat dikontrol

dengan baik.

B. DATA UMUM

Nama : Ny. Nia

Umur : 36 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : kp. Sogo/ congkong, leles

No. RM : 01355449

MRS : 14 Desember 2010

Tgl Operasi : 15 Desember 2010

Diagnosa : G2P1A0 kehamilan ektopik terganggu

Tindakan : Salphingiektomi

Operator : dr. nunik

Bagian : Obgyn

Anestesi : Hj. Hayati Usman, dr., SpAn.

C. PEMERIKSAAN PRA BEDAH

1. Anamnesa

Page 3: case report edit

Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah

Anamnesa Khusus :

Pasien tidak ditemukan suara serak, gangguan menelan, sesak nafas, mengorok pada saat

tidur, riwayat asma, penyakit jantung, diabetes miletus, penyakit hati, penyakit ginjal, dan

hipertensi disangkal. Pasien memiliki riwayat penyakit paru. Pasien tidak memiliki

kebiasaan merokok, mengkonsumsi obat- obatan terlarang dan alcohol. Pasien mengaku

belum pernah melakukan operasi dan tidak memakai gigi palsu.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : komposmentis

Tekanan darah : 125/63 mmhg

Nadi : 113 x / menit

Respirasi : 24 x / menit

Suhu : afebris

Kepala :

Mata : konjungtiva anemis

Sclera : ikterik (-)

Mallampati score : I

Buka mulut : 4 cm

Tiromental distance : 5 cm

Leher :

JVP : tidak meningkat

Pergerakan dan ekstensi tidak terbatas

Page 4: case report edit

Toraks

paru :

inspeksi : bentuk tidak simetris, gerak paru kanan tertinggal

palpasi : fremitus vocal dan taktil tidak simetris kiri dan kanan

perkusi : terdengar suara redup lapang paru kanan,dan sonor di

lapang paru kiri

auskultasi : VBS kanan menurun , tidak ada suara tambahan sepeti

ronki dan wheezing

jantung

bunyi jantung I dan II regular , murmur ( - ) , gallop ( - )

Abdomen

Cembung lembut, hepar dan lien sulit teraba, perut tegang.

Ekstremitas

Tidak terdapat udem pada kedua ekstremitas

Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah rutin

Page 5: case report edit

Hemoglobin : alat rusak

Hematokrit : alat rusak

Leukosit : alat rusak

Trombosit : alat rusak

Eritrosit : alat rusak

Pemeriksaan urin : kehamilan positif

Inform consent

Izin tindakan anastesi dan operasi telah dimengerti dan ditandatangani oleh pasien dan

keluarganya .

Kesimpulan

Seorang wanita 36 tahun dengan kehamilan berusia 13 minggu datang ke IGD dengan keluhan

tidak bisa buang air kecil 3 jam SMRS. Dilakukan pemeriksaaan, didiagnosis sebagai kehamilan

ektopik terganggu, lalu diputuskan untuk dilakukan salphingektomi. Operasi menggunakan

tekhnik anestesi umum. Status fisik ASA pasien tersebut adalah ASA III karena pasien

menderita penyakit efusi pleura et causa tb paru dan konjungtiva anemis. Izin operasi sudah

dimengerti dan ditandatangani oleh pasien dan keluarga.

D. PROSEDUR ANESTESI

Premedikasi

Page 6: case report edit

Ondansetron 4mg jam 11.00 hasilnya memuaskan

Anestesi Umum

1. Persiapan pra Anestesi

Persiapan Alat :

S ( scope ) : stethoscope dan laryngoscope

T ( tube ) : Pipa trakea no 6, 5 : 7 : dan 7, 5

A ( airway ) : pipa mulut faring (/ orofaringeal airway )

T ( tape ) : plester

I ( Introducer ) : stylet C

C ( conector ) : penyambung antara pipa dan peralatan

S ( suction ) : Penghisap

Tensi meter dan monitor EKG

Tabung gas N2O dan O2 terisi dan terbuka

Spuit 10 ml kosong

Persiapan Obat

Fentanyl : 50 mikrogram

Propofol : 100 mg

Page 7: case report edit

roculax : 25 mg

kalnex ; 250 mg

ketorolac

Pasien dipasang monitor :

Tensi : 125/63 mmHg HR : 113 x/mnt SpO2 : 99 % dengan udara bebas

2. Induksi anestesi

Setelah preoksigenisasi dgn O2 100%. Pasien diberikan obat anestesi dengan urutan

sebagai berikut :

Fentanyl : 50 mikrogram

Propofol : 100 mg

Roculax : 25 mg

Intubasi : telah dilakukan secara oral menggunakan tube no 6,5 dengan balon

dan tidak terdapat kesulitan saat intubasi

Saat dan pasca intubasi :

Tensi : 130/70mmHg

HR : 110x/mnt

SpO2 : 99-100%

Rumatan :

Tidal volume : 50 x 8 = 400 mL

L/menit : 400 x 14 = 5,6 L

Page 8: case report edit

N2O ( 2,5 liter / menit ) + O2 ( 2,5 liter / menit ) + isofluran 2 vol %

Respirasi : pada awalnya pasien belum bernapas spontan , sehingga

menggunakan ventilator dengan tidal volume 400 ml , RR 14 x / menit

Posisi : supine

E. MONITORING

Monitoring selama operasi ( 1 jam 30 Menit )

Tekanan darah : Tertinggi 125 / 70 mmHg

Terendah 100/60 mmHg

Nadi : Tertinggi 115 x / menit

Terendah 105 x / menit

Saturasi oksigen : 99 %

PERHITUNGAN RENCANA PEMBERIAN CAIRAN :

BB : 50 KG

Puasa : 8 Jam

Page 9: case report edit

Lama operasi : 1,5 jam

Perdarahan : 300 cc

Cairan yang sudah diberikan : widahes dan 1 RL

Kebutuhan cairan maintenance untuk pasien dengan berat badan 50 kg

4 cc x 10 = 40

2 cc x 10 = 20

1 cc x 30 = 30

+

= 90 cc per jam

Pasien telah puasa 8 jam, maka deficit cairan :

8 jam x 90 cc/jam = 720 cc

Estimated Blood Volume :

70 cc/kgBB x 50 kg = 3500 cc

% perdarahan :

300 x 100 % = 8,57% (perdarahan ringan)

3500

Stress Operasi : operasi besar : 6 – 8 cc/kg

8 cc/kg x 50 kg = 400 cc

400 cc x 1,5 jam (lama operasi) = 600 cc

Total cairan :

Perdarahan + Maintenance + stress operasi : 300 cc + 720 cc + 600 cc = 1620 cc

Cairan sisa :

Page 10: case report edit

Total cairan – cairan yang sudah diberikan : 1620 cc – 1000 cc = 620 cc

Cairan pasca op :

(24 jam – (puasa + lama operasi)) x maintenance : (24-(8+1,5)) x 90 cc = 1305 cc

Kebutuhan cairan post operasi :

Cairan sisa + cairan post op : 620 + 1305 = cc/jam / 4 = 33 gtt/menit

Sisa waktu 14,5

KEADAAN PASCA BEDAH

INSTRUKSI POST OPERASI

1. Pemberian Oksigen 2 Liter, selama 6 jam

2. Pemberian cairan ringer laktat sebanyak 3 kolf dengan kecepatan tetesan 3gtt/menit.

Pasien masuk recovery room dengan keadaan :

Keadaan umum : compos mentis masih dalam pengaruh obat anestesi

Tekanan darah : 110/60 mmHg (tekanan darah yang terbaca di monitor sebelum

masuk RR)

Nadi : 110 kali/menit

Respirasi : 15 kali/menit

Dan dipasang O2 3 liter/menit.

Pasien diobservasi selama 45 menit kemudian pindah ruangan. Selama observasi tidak

ditemukan komplikasi mual muntah.

Aldrette score total 9 didapatkan kurang lebih 45 menit setelah observasi di RR.

Diuresis kurang lebih 100 cc selama 1 ½ jam.

Page 11: case report edit

BAB II

PERMASALAHAN

Kehamilan ektopik terganggu adalah Suatu kehamilan disebut kehamilan ektopik bila zigot

terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga

Page 12: case report edit

abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul

gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan

penurunan keadaan umum pasien.

Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus,

fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum

kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar.

Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif

sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi

interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian

tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi

korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan

merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang,

dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi,

ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.

Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat

pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar

dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa

trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular

dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella.

Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan,

suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang

dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: 1) hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, 2)

abortus ke dalam lumen tuba, dan 3) ruptur dinding tuba.

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan

ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil

konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan

terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan

Page 13: case report edit

(hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga

berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.

Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica

adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih

lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif,

sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.

Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai

darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah

kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri

cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae,

ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma

ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar

lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka

kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari

tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen.

Manifestasi Klinik Kehamilan Tuba

Gejala Subjektif

Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan perdarahan per

vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi secara tiba-tiba.

Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat nyeri akibat

ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada satu sisi, tetapi setelah

darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh.

Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari abortus tuba.

Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua. Keterlambatan menstruasi

tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau

menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita

tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Page 14: case report edit

Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi

diafragma oleh hemoperitoneum.

Temuan objektif

Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan umum yang buruk

karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat. Darah yang masuk ke dalam

rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan tanda-tanda

rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire). Bila

perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda anemia pada pasien.

Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya hematokel

retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio).

Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.

BAB III

PEMBAHASAN

Page 15: case report edit

Anesthesia pada pasien kehamilan ektopik terganggu

Penatalaksanaan anesthesia pada penderita penyakit system kardiovaskuler berpedoman kepada

beberapa factor, yang merupakan prinsip dasar yaitu :

1. Oksigenasi harus dipertahankan dengan cukup

2. Curah jantung dipertahankan dengan batas – batas yang memungkinkan perfusi jaringan

berlangsung lancer dan memadai

3. Tekanan darah sistemik berkisar dalam batas – batas yang tidak menimbulkan gangguan

aliran darah ke otak, koroner, liver dan ginjal

4. Keteptan dalam melakukan resusitasi cairan untuk menggantikan perdarahan yang terjadi

selama operasi berlangsung.

Agar keempat factor diatas terpenuhi maka diperlukan pengetahuan patofisiologi penyakit

kehamilan ektopikn terganggu dan pengaruh obat anesthesia terhadap pnyakit tersebut.

Prinsip penatalaksanaan anesthesia :

1. Penilaian prabedah :

a. Riwayat perjalanan penyakit dan penyebabnya

b. Data mengenai obat – obat yang sering diminum atau dipakai seperti obat –

obatan analgesic, anti emetic, obat-obatan terapi penyakit paru yang sangan

hepatotoksik dan lain – lain. Obat – obat ini akan memperngaruhi pemberian

anesthesia umum

c. Pemeriksaan laboratorium, EKG, foto thoraks, USG, HCG.

d. Pengobatan prabedah atau anesthesia pada KET terutama dalam mengatasi

perdarah yang mungkin akan berlebihan.

2. Premedikasi

Page 16: case report edit

Tergantung penilaian pra bedahnya. Umumnya Premedikasi yang diberikan berupa Cendantron 4

mg, ketorolac 30 mg, methyl prednisolon 125 mg diberikan secara intravena dalam waktu 5

menit sebelum induksi anestesi.

3. Anesthesia

Prinsip umum anesthesia pada penderita kehamilan ektopik terganggu :

Denyut jantung atau nadi, tekanan darah dipertahankan dalam batas – batas

normal

Perfusi atau oksigenasi cukup memadai

Gunakan obat anastesia yang seminimal mungkin memicu perdarahan.

Gunakan volantine yang sedikit memicu perubahan keseimbangan gas darah

untuk meminimalisir kerja paru – paru yang sudah tidak optimal.

Menjaga saturasi oksigen tetap stabil.

Saat – saat tindakan anesthesia yang dapat menimbulkan resiko tinggi dilakukan dengan

hati – hati yaitu saat :

Induksi

Intubasi

Pasca bedah

Monitoring yang seksama (monitoring, EKG, tekanan darah, tekanan vena sentral,

tekanan arteri pulmonalis dan lain – lain)

Perlakuan atau pertimbangan khusus pada penderita penyakit Kehamilan Ektopik

Terganggu :

Page 17: case report edit

Kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat insisi atau akibat

kesulitan dalam pengerjaan laparatomi.

Persiapan darah segar, koloid, serta cairan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi

perdarahan sedang atau berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief,Said A, dkk (2001) : Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua, Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif Universita Indonesia, Jakarta.

2. http://ruslanpinrang.blogspot.com/2009/03/decompensasi-cordis-gagal-jantung.html

Page 18: case report edit