case report anak

26
BAB I PENYAJIAN KASUS I. Identitas Pasien: Nama: An. M.R.M Usia: 7 tahun Jenis Kelamin: Laki- laki Alamat: Langosari Rt 02/ Rw 04, kecamatan pamengpeuk, kabupaten Bandunng Anak ke- : 1 dri 3 bersaudara Pendidikan: SD kelas 1 Pekerjaan: Pelajar Agama: Islam Suku Bangsa: Sunda Tangal masuk RS: 19/ 12/ 2013 Nomor RM: 457943 II. Identitas Orang Tua Nama Ayah: C.M Pekerjaan: buruh Pendidikan terakhir: SMA Penghasilan: tidak tetap Nama Ibu: S. W Pekerjaan: ibu rumah tangga Pendidikan terakhir:SMP Penghasilan: tidak tetap III. Data dasar: 1

Upload: indah-frysdia-lestari

Post on 21-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

case report tifoid anak

TRANSCRIPT

BAB I

PENYAJIAN KASUS

I. Identitas Pasien:

Nama: An. M.R.M

Usia: 7 tahun

Jenis Kelamin: Laki- laki

Alamat: Langosari Rt 02/ Rw 04, kecamatan pamengpeuk, kabupaten Bandunng

Anak ke- : 1 dri 3 bersaudara

Pendidikan: SD kelas 1

Pekerjaan: Pelajar

Agama: Islam

Suku Bangsa: Sunda

Tangal masuk RS: 19/ 12/ 2013

Nomor RM: 457943

II. Identitas Orang Tua

Nama Ayah: C.M

Pekerjaan: buruh

Pendidikan terakhir: SMA

Penghasilan: tidak tetap

Nama Ibu: S. W

Pekerjaan: ibu rumah tangga

Pendidikan terakhir:SMP

Penghasilan: tidak tetap

III. Data dasar:

A. Anamnesis (alloanamnesis) oleh ibunya tanggal 19/ 12/ 2013

Keluhan utama

Panas Badan

Riwayat penyakit sekarang

Os datang dengan keluhan panas badan yang sudah dirasakan sejak 10 hari

SMRS. Awalnya Panas badan lebih dirasakan pada malam hari dan sejak 2 hari

1

SMRS ibu os merasa panas anaknya menjadi terus- menerus tinggi pagi sama

dengan malam. Panas tidak hilang timbul, tidak didahului dengan menggigil dan

Os tidak pernah berpergian keluar kota sebelum sakit. Panas tidak disertai dengan

batuk lama, munculnya keringat pada malam hari dan penurunan berat badan

yang drastis. Panas tidak disertai dengan mimisan, gusi berdarah, nyeri tenggorok,

pilek ataupun ruam kemerah- merahan pada kulit. Os mengeluh sakit kepala

terutama pada bagian depan kepala. Os mengeluh nyeri pada perut terutama

bagian ulu hati dan Os merasa mual tetapi tidak sampai muntah. Os sudah tidak

BAB sejak 4 hari SMRS, kentut (+), BAB berdarah (-). BAK dalam batas normal,

tidak berwarna seperti air teh ataupun kehitaman. Nafsu makan os menurun sejak

sakit.

Riwayat terapi

Ibu os mengaku tidak memeriksakan anaknya, ibu os hanya membeli obat

warung untuk menurunkan panas badan anaknya. Saat meminum obat panas badan

sedikit turun tetapi setelah obat habis os kembali panas.

Riwayat penyakit dahulu

Os belum pernah mengalami penyakit dengan gejala serupa seperti saat ini. Os

pernah melakukan pengobatan TB paru selama 6 tahun saat usia 2 tahun. Riwayat

asma dan alergi disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Pada keluarga OS, bapak Os pernah mengalami gejala yang serupa dengan Os

2 bulan yang lalu tetapi saat ini telah sembuh.

Riwayat Pribadi

Riwayat kehamilan dan Persalinan

Pasien dikandung cukup bulan dan sesuai masa kehamilan. Ibu pasien

memeriksakan kandungannya dengan teratur. Ibu tidak pernah sakit saat

mengandung. Pasien lahir secara normal dibantu oleh paraji. Pasien lahir

langsung menangis dengan berat lahir 3000gram, panjang badan 48 cm.

Riwayat PascaLahir

Pasca lahir, Os tidak terdapat kelainan dan tidak dirawat di RS

2

Riwayat Makanan

0-6 bulan

ASI + susu formula, yang diberikan saat Os menangis

6-9 bulan

ASI + susu formula+ buah-buahan + bubur susu. Os diberikn bubur susu

sachet 2x/hari. Buah- buahan tidak rutin diberikan.

9-12 bulan

ASI + buah-buahan + bubur nasi. Bubur nasi berisikan kecap krupuk dan

ayam suir yang diberikan 2x/hari. Buah- buahan tidak rutin diberikan.

12-24 bulan

ASI + nasi + lauk pauk. Os memakan nasi 2x/hari dengan lauk- pauk yang

sama dengan yang dimakan anggota keluarga.

Riwayat makan saat ini

Os makan 2x sehari, os sulit untuk makan dan senang terhadap mie instan.

os tidak menyukai sayur- sayuran, os sering jajan sembarangan di sekolah,

os meminum susu 1 kotak kecil/ hari. Saat sakit os lebih susah makan.

Riwayat Tumbuh Kembang

Menurut ibunya os terlihat kurus tetapi tingginya sama seperti teman- teman

sebayanya.

Motorik kasar

Tengkurap: 4 bulan

Merangkak: 6 bulan

Duduk : 9 bulan

Berdiri: 13 bulan

Berjalan: 18 bulan

Motorik halus

Makan & minum sendiri: 2 tahun

Kemampuan berbahasa

Berbicara mama & papa: 12 bulan

Sosial

Menangis saat didekati orang yang tidak dikenal: 10 bulan

3

Riwayat Imunisasi

Ibu os mengakui telah diimunisasi lengkap hingga usia 9 bulan di posyandu

BCG : 1x, usia 1 bulan

DPT/ hepatitis B : 3x, usia 2, 3, 4 bulan

Polio : 4x, usia 1,2, 3, 4 bulan

Campak : 1x, usia 9 bulan

Keadaan Sosial dan Lingkungan

Bapak os seorang buruh dan ibu os seorang ibu rumah tangga. Penghasilan

kedua orang tua tidak tetap. Os tinggal di kontrakan yang berisikan ruang

keluarga dan 2 kamar tidur. Kamar mandi dan jamban terletak di luar dan

digunakan oleh 2 anggota keluarga begitupula dengan dapur yang digunakan

untuk memasak.

IV. Pemeriksaan fisik

Kesan umum

Keadaan umum : compos mentis

Kesan sakit : tampak sakit sedang

Tanda- Tanda Vital

Tekanan darah : 110/80

Nadi : 96 x/ menit

Respirasi : 18x/ menit

Suhu : 37,7 0c

Status Gizi:

Berat badan : 17 kg

Tinggi Badan : 116 cm

BB/U : -3 SD -2 (underweight)

TB/U : -1 SD ( normal)

BMI : 17/ (1,16)2 = 11,61

BMI/ U : -3 SD -2

Simpulan status gizi : Kurus

Pemeriksaan Fisik:

4

Kepala: normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)

KGB: tidak teraba pembesaran KGB pada submentalis, sublingualis,

submandibula, preaurikular. Supraclavicula, infraclavicula dan axila

Telinga: bentuk normal, serumen (-/-), cairan (-/-), darah (-/-)

Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-) discharge (-)

Mulut: coated tongue (+) tepi lidah hiperemis, tremor (-)

Leher: simetris, pembesaran tiroid (-)

Thoraks

Inspeksi: bentuk dan gerak simetris, iktus cordis tidak terlihat, sela iga

melebar (-)

Palpasi:

Ekspansi dada: simetris hemitoraks Ka=Ki

fremitus taktil simetris Ka= Ki

iktus cordis teraba di ICS 5 LMCS, pulsasi (+) vibrasi (-)

Perkusi:

Sonor pada seluruh lapang paru

Batas paru hati ICS 6 LMCD

Peranjakan paru positif

Batas Jantung:

Atas: ICS 3 LPSS

Kanan: ICS 5 LSD

Kiri: ICS 5 LMCS

Auskultasi

Paru: VBS Ka= Ki, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung:

BJ1 & BJ2 murni regular, pada katup mitral dan trikuspid BJ1>

BJ2, pada katup aorta dan pulmonal BJ2 > BJ1

Murmur (-), gallops (-)

Abdomen

Inspeksi: datar, simetris, tidak terlihat pelebaran pembuluh darah vena,

umbilicus tidak menonjol.

Auskultasi: Bising usus (+) normal

5

Palpasi: hepar, lien, ginjal tidak membesar, Nyeri tekan epigastrium (+) ,

Defens Muscular (-)

Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen, daerah redup hepar 9 cm.

Ekstermitas: Akral panas (+), udem (-/-), CRT< 2”

V. Diagnosis klinis

Demam Tifoid

VI. Diagnosis banding

Demam tifoid

TB paru

Malaria

leptospirosis

Demam Dengue

VII. Pemeriksaan penunjang

Darah rutin

Hb: 12,3 g/dL

Hematokrit: 37

Leukosit: 15. 300

Trombosit: 377.000

Widal

S Typhi O 1/320

S paratyphi AO 1/40

S paratyphi BO 1/320

S paratyphi CO 1/40

S Thyphi H 1/40

S paratyphi AH 1/40

S paratyphi BH 1/320

S paratyphi CH 1/40

Kimia darah

SGOT: 22,9

SGPT: 15,7

VIII. Resume

Anamnesis: Febris (+) tension headache frontalis (+) nausea (+) obstipasi (+)

6

TTV: febris (+)

Status gizi: kurus (+)

Pemeriksaan Fisik : NTE (+), akral panas (+)

Pemeriksaan penunjang:

Darah rutin: leukositosis (+)

Widal (+)

IX. Diagnosa kerja

Demam Tifoid

X. Ajuan pemeriksaan tambahan

Feses rutin

Kultur biakan empedu

XI. Penatalaksanaan

Umum

Bedrest

Diet lunak rendah serat

Kalori {(22,7 x 17) + 495}x 1,5 = 1. 321 kal/hari

Cukup minum: 1,5- 2,5 liter/ hari

Khusus

IVFD RL 25 gtt

Paracetamol syr 3x 1 ½ cth

Kloramfenikol 4 x 2 cth

Edukasi

Membiasakan keluarga cuci tangan sebelum dan sesudah makan

Memasak dan minum dengan menggunakan air yang bersih

Orang tua harus mengawasi anaknya agar tidak jajan sembarangan

Memberitahukan ibu tentang makanan seimbang agar anak memiliki status

gizi yang baik dan tidak mudah sakit

XII. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

7

BAB II

ANALISIS KASUS

1. Mengapa pasien didiagnosis Demam Tifoid?

Pada pasien ini penegakan diagnosis didasari oleh anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis, ditemukan adanya gejala panas yang dialami pasien sejak 10

hari sebelum masuk Rumah Sakit. Panas tinggi pada perabaan terutama pada malam hari.

Poin ini memenuhi salah satu komponen kriteria penegakkan diagnosis demam tifoid yaitu

demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari) dengan sifat demam yang naik secara

bertahap lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari. Panas

yang naik turun dan terus menerus menggambarkan demam yang bersifat remitten juga

bersifat kontinu.

Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi

menyeluruh. Demam disebabkan karena salmonella thypi. Salmonella thypii adalah bakteri

gram negatif , mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif

anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dri oligosakarida, flagelar antigen (H)

yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yng terdidi dari sakarida. Mempunyai

mikro molekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan

dinamakan endotoksin1. Endotoksin ini merangsang pembentukan dan pelepasan zat pirogen

oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Demam yang tinggi dapat menimbulkan sakit kepala, sakit kepala pada demam tifoid

biasanya terjadi di daerah frontal. Sakit kepala juga merupakan salah satu tanda gangguan

sistem saraf pusat. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya

terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.

Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan

biasanya keluar lagi dimuntahkan lewat mulut. Mual dapat juga disebabkan karena ebagian

kuman dihancurkan di lambung oleh asam lambung maka terjadilh peningkatan asam

lambung.1 Diare atau obstipasi terjadi karena sifat bakteri yang menyerang saluran cerna

menyebabkan gangguan penyerapan cairan.1

8

Gambaran klinis demam tifoid, pada minggu pertama didapatkan:1

Demam (meningkat perlahan terutama pada sore hingga malam hari)

Nyeri kepala

Pusing

Nyeri otot

Anoreksia

Mual

Muntah

Obstipasi atau diare

Perasaan tidak enak diperut

gambaran klinis pada minggu kedua, berupa:1

Demam

Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1oc tidk diikuti peningktan denyut nadi

8x/menit). pada demam typoid denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang

seharusnya, hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard.1 Bradikardi

relatif jarang dijumpai pada anak 2

Typhoid tongue (kotor ditengah, tepi dan ujung hiperemis serta tremor)

Hepatomegali.

Spenomegali.

Pada anak indonesia lebih banyak dijumpai heptomegli dibandingkan splenomegali. 2

Meteroismus (perut kembung)

Kulit, Rose spot, adalah suatu ruam makulopapular yang khas untuk tipoid, berukuran

1 – 5 mm. Sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung

pada orang kulit putih dan tidak pernah dilaporkan terjadi pada anak Indonesia.

Biasanya muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan 2 – 3 hari.

Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis

Berdasarkan pemeriksaan Fisik, Pada pemeriksaan mulut ditemukan ada lidah kotor.

Khas lidah pada penderita demam tifoid adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

bergetar atau tremor tetapi pada pasien ini lidah tidak tremor. Pada pemeriksaan abdomen,

ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium. Sebagaimana diketahui bahwa bakteri Salmonella

typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran

9

pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, menyebabkan bakterimia

kemudian akan masuk melalui sirkulasi portal dari usus kemudian berkembang biak di hati

dan limpa, akibatnya menekan lambung. Hal inilah yang menyebabkan adanya rasa nyeri

ketika epigastrium ditekan.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis yang menandakan terdapatnya

infeksi pada tubuh. Pada demam tifoid leukosit dapat normal, menurun maupun meningkat.

Leukosit yang menurun dapat disebabkan karena efek kuman yang menekan sumsum tulang.

Pemeriksaan serologi test WIDAL diperoleh titer S Typhi O 1/320, S paratyphi BO

1/320, S paratyphi BH 1/320. Tes Widal dilakukan untuk mengukur antibodi terhadap antigen

O dan H pada Salmonella Typhi. Tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari

kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes

widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)

menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Peningkatan titer uji WIDAL

empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi WIDAL

tunggal dengan titer antibodi O 1:320 atau titer antibodi H 1:640 menyokong diagnosis

demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.

Pemeriksaan penunjang pada Demam tifoid:3,4

a. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan

usus atau perforasi.

Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.

LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

b. Urinalis

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)

Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

c. Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan

sampai hepatitis Akut.

10

d. Imunorologi

Widal

Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam

darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini

merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama

di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat

(rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan

adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile aglutinin.

Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil

positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-

faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies

lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor

rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain

penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang

dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit

imunologik lain.

Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan

mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam

tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.

Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin OD) sangat membantu dalam

diagnosis walaupun ± 1/3 penderita memperlihatkan titer yang tidak bermakna

atau tidak meningkat. Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial

tiap minggu dengan kenaikan titer sebanyak 4 kali. Beberapa laporan yang ada

tiap daerah mempunyai nilai standar Widal tersendiri, tergantung endemisitas

daerah tersebut. Misalnya : Surabaya titer OD > 1/160, Yogyakarta titer OD >

1/160, Manado titer OD > 1/80, Jakarta titer OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD

1/320.

Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM

Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih

sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/

Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui.

Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan:

Bila lgM positif menandakan infeksi akut;

11

Jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/

daerah endemik.

e. Mikrobiologi

Kultur biakan empedu

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam

Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti

untuk Demam Tifoid/ Paratifoid.

Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid,

karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu

antara lain jumlah darah terlalu sedikit (kurang dari 2mL), darah tidak segera

dimasukan ke dalam media biakan empedu (darah dibiarkan membeku dalam

spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah

masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan

sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera

diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara

2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan

bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk

stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. Biakan tinja dilakukan pada

minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat

mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.

f. Biologi molekular

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan

DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik.

Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit

(sensitivitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang

digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

12

2. Apa saja yang merupakan diagnosis banding dari Demam Tifoid?

Pada saat melakukan anamnesis, kita harus memikirkan dignosis banding. Diagnosis

banding dapat dipikirkan dari keluhan utama. Diagnosis banding tersebut harus disingkirkan

untuk mendapatkan sebuah diagnosis klinis. Keluhan utama pada kasus ini adalah demam

yang lebih dari 7 hari.

Diagnosis Banding Demam > 7 hari:

Demam Tifoid

Malaria

Leptospirosis

TB paru

Tumor

Panas yang tidak hilang timbul membedakan jenis panas pada malaria. Pada malaria

biasanya panas juga didahului oleh mengigil. Batuk perlu ditanyakan untuk menyingkirkan

adanya infeksi saluran pernapasan ataupun kemungkinan TB paru yang mana panas dapat

muncul sebagai salah satu manifestasi klinisnya. TB paru pada anak jarang datang dengan

keluhan batuk maka penting kita tanyakan juga tentang nafsu makan, ada tidaknya keringat

malam, dan penurunan berat badan yang drastis. Leptospirosis dapat disingkirkan dengan

tidak terdapatnya ruam- ruam merah pada kulit, ikterik pada mata dan tidak terdapat riwayat

kontak terhadap hewan seperti tikus, anjing ataupun ternak. Mimisan dan gusi berdarah yang

merupakan tanda- tanda perdarahan ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan DBD

karena Os memiliki panas yang terus- menerus tinggi sejak 2 hari SMRS dikhawatirkan

terjadi percampuran infeksi karena daerah merupakan daerah endemik DBD.

3. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada demam tifoid?

Kemungkinan komplikasi harus ditanyakan dalam anamnesis, dibuktikan ada

tidaknya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Keluhan yang tidak disertai adanya penurunan kesadaran, BAB berdarah, Nyeri perut

sebelah kanan, serta Os yang masih dapat buang gas meskipun sudah tidak BAB sejak 4 hari

SMRS menyingkirkan kemungkinan komplikasi dari demam tifoid. Pada pemeriksaan fisik

tidak ditemukan adanya hepatomegali, splenomegali, dan nyeri perut pada seluruh bagian.

Pada pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya anemia ataupun peningkatan enzim

transminase.

13

Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid: 1

a. Komplikasi intestinal

Perdarahan usus

Perforasi usus

Ileus paralitik

b. Komplikasi ekstraintestinal

Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis.

Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi

intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.

Komplikasi paru: pneuomonia, empiema dan pleuritis.

Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.

Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.

Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer,

sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

4. Bagaimana terapi pada Demam Tifoid?

Untuk terapi, Tirah baring sempurna terutama pada fase akut. Pasien harus berbaring

di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan

berjalan. Masukan cairan dan kalori perlu diperhatikan. Dahulu dianjurkan semua makanan

saring, sekarang semua jenis makanan pada prinsipnya lunak, mudah dicerna, mengandung

cukup cairan , kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak

menimbulkan banyak gas. Makanan saring / lunak diberikan selama istirahat mutlak

kemudian dikembalikan ke makanan bentuk semula secara bertahap bersamaan dengan

mobilisasi. Misalnya hari I makanan lunak, hari II makanan lunak, hari III makanan biasa,

dan seterusnya

Pemberian IVFD berdasarkan kebutuhan pasien akibat adanya demam berlebihan,

muntah dan diare yang tentu saja menyebabkan cairan tubuh berkurang. Pemberian

paracetamol diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing.

Paracetamol sebagai anti piretik berfungsi sebagai penghambat prostaglandin. Suhu badan

diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Pada keadaan demam

keseimbangan terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke normal. Peningkatan suhu tubuh pada

14

keadaan patologik diawali dengan pelepasan suatu zat pirogen endogen atau suatu sitokin

seperti IL-1 yang memacu pelepasan prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik

hipotalamus, selain itu PGE-2 menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral.

Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin.

Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya

patogenesis infeksi salmonella typhii berhubungan dengan keadaan bakteriemia.2 Obat-obat

pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/ amoksisilin dan kotrimoksasol. Munculnya

resistensi Salmonella typhi terhadap ampisilin, kloramfenikol, dan trimetroprim-

sulfametoksazol mengakibatkan obat-obatan ini perlu waktu yang lebih lama untuk

mendapatkan efektivitas penuh. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi ketiga. Obat-

obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. 2

Oral Parenteral

Tanpa Komplikasi

• Kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/hari selama 14-21 hari

• Amoksisilin 75-100 mg/kgbb/hari selama 14 hari

• Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari selama 14-21 hari

• Ampisilin 75-100 mg/kgbb/hari selama 14 hari

Terapi alternatif tanpa komplikasi

• Sefiksim (MDR) 15-20 mg/kgbb/hari selama 7-14 hari

• Azitromisin 8-10 mg/kgbb/hari selama 7 hari

• TNP-SMX 8/40 mg/kgbb/hr

Dengan komplikasi

Kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari selama 14-21 hariAmpisilin 100mg/kgbb/hari selama 14 hriSeftriakson 75mg/kgbb/hari atau sefotaksim 80mg/kgbb/hari selama 10-14 hari

Kortikosteroid

Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran,gangguan

sirkulasi dan gejala berkepanjangan. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3

dosis hingga kesadaran membaik.

15

Monitoring

Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari 4-5 setelah pengobatan

demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber

infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah

menegakan diagnosis.

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu

makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat

dilanjutkan dirumah.

Selain terapi secara umum dan khusus, edukasi kepada orang tua juga harus diberikan

untuk mengurangi angka kekambuhan yang akan terjadi. Secara umum, untuk memperkecil

kemungkinan tercemarnya S.typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas

makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhii di dalam air akan mati

apbila dipanasi setinggi 57oc untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi / korinisasi.

Untuk makan, pemanasan sampai suhu 57oc beberapa menit dan secara merata dapat

mematikn kuman salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/ daerah tergantung

pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta

kesadaran individu terhadap higiena pribadi.2

5. Bagaimana Prognosis untuk demam tifoid?

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan

sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitsnya >

10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya

komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis,

dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortilitas yang tinggi. Relaps dapat timbul

beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya

menjadi karier kronis. 2

16

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo, djoko. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p.1774-1775

2. Garna, Herry dan Heda Melinda N. Pedoman Diagnosis dan Terapi edisi 4. 2012.

Bandung : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD.

3. Diagnosis laboratorium demam tifoid by Dr.Luci Liana,SpPK. des 2010. Available from:

http://www.abclab.co.id .

4. Pengenalan demam tifoid. Available from: http://davidraja.multiply.com/reviews/item/56

17

18