case report anak sn fix

44
Case Report Session Sindroma Nefrotik Oleh : Fadhil el Naser 1010312099 Aufa Azri Dany 1010312072 Preseptor dr. Metrizel, Sp.A. BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUD ACHMAD MOCHTAR

Upload: fadhil-el-naser

Post on 10-Apr-2016

73 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sip

TRANSCRIPT

Case Report Session

Sindroma Nefrotik

Oleh :

Fadhil el Naser 1010312099

Aufa Azri Dany 1010312072

Preseptor

dr. Metrizel, Sp.A.

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD ACHMAD MOCHTAR

BUKITTINGGI

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sindrom nefrotik (SN) adalah kelainan keadaan klinik yang khas yang

ditandai oleh proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema yang biasanya disertai

dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala

klinis akibat kehilangan protein secara masif melalui ginjal. Sindrom nefrotik

bukanlah merupakan sebuah penyakit melainkan menifestasi klinis dari berbagai

kelainan yang terjadi pada glomerulus . Kelainan glomerulus yang dapat

menyebabkan sindroma nefrotik secara umum dapat dibagi menjadi primer

(idiopatik) dan sekunder. SN idiopatik lebih sering berhubungan dengan kelainan

intrinsik pada ginjal dan tidak berkaitan dengan kelainan sistemik. Sementara SN

sekunder lebih sering mengikuti penyakit sistemik seperti sistemik lupus

eritematosus, henoch-schonlein purpura, keganasan, infeksi HIV, diabetes mellitus

dan lain-lain. Di Eropa dan Amerika Serikat dilaporkan kejadian tahunan penyakit

tersebut adalah 2 per 100.000 anak usia < 16 tahun.8 Angka prevalensi kurang lebih

15,5 per 100.000 orang usia <16 tahun. Angka tersebut lebih tinggi pada anak-anak

Asia dan Afrika. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia

<14 tahun.9 Perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

Pada anak-anak, sindrom nefrotik kelainan minimal merupakan suatu penyakit

primer pra sekolah dengan puncak insidensi terjadi pada usia 3-4 tahun, walaupun

dapat juga terjadi pada semua umur. Kejadian sindroma nefrotik anak adalah 15 kali

lebih sering daripada orang dewasa. Sebagian besar kasus (80%) sindroma nefrotik

primer terjadi pada anak dan disebabkan oleh jenis lesi minimal.10 Usia terjadinya

penyakit tersebut tergantung kepada jenis sindroma nefrotiknya.

Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi minimal,

nefropati membranosa, mesangial proliferatif difus, glomerulosklerosis fokal

segmental, glomerulonefritis membranoproliferatif. Di klinik, pasien SN biasanya

datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites,

efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu

makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati kemungkinan

terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Pada SN kelainan minimal ditemukan 22%

dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan

peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.11

Kebanyakan SN pada anak memberikan respon terhadap pengobatan

kortikosteroid, hanya 10%-20% yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan

kortikosteroid. Disebut SN sensitif steroid (SNSS) bila penderita memberikan respon

dan terjadi remisi dalam 4 minggu pengobatan dengan kortikosteroid , sedangkan bila

tidak mengalami remisi disebut SN resisten steroid (SNRS). Walaupun persentasi

SNRS dalam jumlah kecil, namun jika tidak tertangani dengan baik dapat

berkembang menjadi gagal ginjal terminal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada

anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria

masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Proteinuria masif adalah

apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.

Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain

gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai juga keadaan hipertensi,

hematuri, bahkan azotemia. 6,7

Pada anak penyebab SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik

( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau

sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic

Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut

NIL (Nothing In Light Microscopy).6

2.2 Epidemiologi

Sindrom nefrotik yang terjadi pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering

ditemukan bentuk nefropati lesi minimal (75%-85%). Umur rata-rata sindrom

nefrotik anak adalah 2,5 tahun, 80% diagnosis dibuat pada usia dibawah 6 tahun.

Laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan laki-laki dan

wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun.3

2.3 Etiologi

Sebab yang pasti belum diketahui.2-4 akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit

autoimun suatu reaksi antigen antibodi. Para ahli membagi etiologi menjadi :2

1. Sindrom nefrotik bawaan. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena

reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah

edema pada masa neonatus.

2. Sindrom nefrotik sekunder. Disebabkan oleh :

a. malaria kuartana, penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,

purpura anafilaktoid.

b. GN akut atau GN kronis, trombosis vena renalis.

c. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,

sengatan lebah, racun oak, air raksa.

d. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

3. Sindroma nefrotik idiopatik.2 Kebanyakan (90%) anak yang menderita

nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik.3 berdasarkan

histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop

biasa dan elektron, Churg dkk. Membagi dalam 4 golongan, yaitu :2

a. Kelainan minimal. Glomerulus tampak normal dengan mikroskop biasa.

Tampak foot processus sel epitel berpadu dengan mikroskop elektron.

Secara imunofluoresensi tiidak terdapat IgG atau Ig beta -1C pada dinding

kapiler glomerulus. Banyak terdapat pada anak.

b. Nefropati membranosa. Semua glomerulus menunjukkan penebalan

dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering pada anak.

c. Glomerulonefritis proliferatif.

- Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus. Proliferasi sel mesangial

dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel

menyebabkan kapiler tersumbat.

- Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening). Terdapat

proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular

- Dengan bulan sabit (crescent). proliferasi sel mesangial dan penempatan

fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin

beta-1C atau beta-1A rendah.

- Lain-lain. Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.

4. Glomerulosklerosis fokal segmental. Sklerosis glomerulus paling menyolok.

Sering disertai atrofi tubulus.2

2.4 Patofisiologi 3

Reaksi antigen dan antibodi menyebabkan permeabilitas membrane basalis

glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh

kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia yang

diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik lainnya seperti sembab,

hiperliproproteinemia dan lipiduria.

Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :

1. Proteinuria (albuminuria)

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya

sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum benar-benar

diketahui secara pasti. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya

muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus

dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin

yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.

Terdapat peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli,

disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria

(albuminuria). Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria

(albuminuria) sangatlah komplek, diantaranya:

- Konsentrasi plasma protein

- Berat molekul protein

- Electrical charge protein

- Integritas barier membrane basalis

- Electrical charge pada filtrasi barrier

- Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus

- Degradasi intratubular dan urin

2. Hipoalbuminemia

Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati

ruangan ekstra vascular (EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat

molekulnya 69.000.

Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan

sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari

hepar bertujuan meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan

komposisi protein dalam ruangan ekstra vascular (EV) dan intra vascular (IV).

NORMAL SINDROM NEFROTIK

Sintesis albumin dalam hepar normal sintesis albumin meningkat

IV EV IVEV

Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat

hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini

mungkin disebabkan beberapa faktor :

- kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan

usus (protein losing enteropathy)

- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu

makan menurun dan mual-mual

- Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal

Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma

albumin menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti

oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang

terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi

filtrasi natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan

hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+

kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang

Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat

rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang

berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi

bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme

sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat

dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretic yang

mengandung antagonis aldosteron.

3. Sembab

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-

kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, secara

klinis hal ini dinamakan dengan sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin

disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan

retensi natrium dan air.

Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :

a. Jalur langsung/direk

Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung

menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan

sembab.

b. Jalur tidak langsung/indirek

Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan

penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:

- Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron

Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan

kelenjar adrenal untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone

aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium

sehingga ekskresi ion natrium menurun.

- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.

Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin,

menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan

tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan

angiotensin.

2.5 Manifestasi klinis

Edema merupakan gejala klinis yang menonjol,kadang-kadang mencapai 40%

berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan terhadap infeksi

sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia, dan

hipertensi ringan. Proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gram/hari.

Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach. Produksi urin berkurang, berat jenis

urin meninggi selama edema masih banyak.

Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Didapatkan pula hiperkolesterolemia,

kadar fibrinogen meninggi, sedangkan kadar ureum normal. Pada 10 % kasus

terdapat defisiensi faktor IX. Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium dalam

darah sering rendah.2

2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,  perut,

tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan

lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.1-2

Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak

mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang 

ditemukan hipertensi.2

Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria

mikroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun.3 Pada pemeriksaan darah

didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah

yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin

umumnya  normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.2

2.8 Penatalaksanaan

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah

tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada

5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu

10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan

sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Istilah respon terapi sindrom nefrotik terhadap steroid

Remisi

 

Kambuh

 

Kambuh tidak sering

 

Kambuh sering

 

Responsif-steroid

Dependen-steroid

 

Resisten-steroid

 

Responder lambat

Proteinuria negatif, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3

hari berturut-turut.

Proteinuria > +2 atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari

berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam

periode 12 bulan.

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau

4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi

steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid

dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi

prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari

tanpa tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-

steroid.

 

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

 

 PROTOKOL PENGOBATAN

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan

untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari

dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan

dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi

hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

CD =4 minggu

AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)

Stop

Mg 1 2 3 4 5 6 7 8

Remisi Remisi

Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)

CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari

ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari

berturut turut dalam 1 minggu

AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari

Sindrom nefrotik serangan pertama

1.      Perbaiki keadaan umum penderita :

Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2

gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr.

Kalori rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila

tanpa edema, diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-

gejala gagal ginjal. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet

terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau

albumin konsentrat.

Atasi infeksi.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema

anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu

aktivitas. Metode yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema

ialah merangsang diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin)

0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2

mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau perlu.

Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid

atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat

antihipertensi.

2.     Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau

kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu

waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan.

B. Perbaiki keadaan umum penderita.

Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan

sampai remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)

CD

AD/ID Tapp.Off

Stop

Mg1 2 3 4

Remisi Remisi

Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu

pengobatan prednisone

CD pred CD imunosupresan + IDpred

(40mg/m2/hr)

ID pred

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8

Remisi (-)

Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan

selanjutnya dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan

prednisone 40 mg/m2/hr secara ID)

Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali

dalam waktu 6 bulan pertama.

CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr

1 2 3 4 5 6 7 8

Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2

mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4

kali dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,

prednison dihentikan.

Sindrom nefrotik kambuh sering

adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4

kali dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis

prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,

kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama

1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison

dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3

mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu

siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi

anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen,

terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.

2.9 Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas

6 tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal, misalnya pada focal

glomerulosklerosis, membranoproliferatif glomerulonefritis mempunyai

prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi

respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira

50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi

respons lagi dengan pengobatan steroid.

2.10 Komplikasi

a. Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia

b. Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang

menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.

c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga

terjadi peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus

lebih sering terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan

kortikosteroid.

d. Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : An.R

Umur : 6 tahun 9 bulan

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Sungai Puar, Palembayan

Agama : Islam

Nomor MR : 41.XX.XX

ANAMNESIS (Alloanamnesis dari ibu kandung)

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 6 tahun 9 bulan sejak tanggal

12 Desember 2015 di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Achmad Mochtar, Bukit

Tinggi dengan:

Keluhan Utama:

Bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk RS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk RS.

Sembab awalnya tampak pada di kedua kelopak mata, kemudian perut

membesar dan diikuti dengan sembab pada kaki. Kemudian sembab tampak

pada seluruh tubuh pasien. Sembab tampak terus-menerus dan semakin

bertambah.

Pasien mengeluh gatal pada kedua-dua matanya.

Demam tidak ada. Batuk dan Pilek tidak ada.

Keluhan sesak napas tidak ada. Tidak ada keluhan sesak napas baik ketika

beraktivitas maupun tidur.

Buang air kecil tidak lancar, tidak berwarna air cucian daging atau berpasir.

Buang air besar lancar, konsistensi padat 1-2 x sehari.

Nyeri perut tidak ada. Mual dan muntah tidak ada.

Riwayat minum obat-obatan TB dan jamu dalam jangka waktu lama tidak

ada.

Nafsu makan masih baik

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pernah dirawat pada bulan Juli, September, Oktober dan November 2015 di

RSUD Dr. Achmad Mochtar dengan keluhan sembab pada seluruh tubuh

dan pasien didiagnosis menderita penyakit Sindroma Nefrotik Resisiten

Steroid. Pasien pulang dengan izin dokter dan teratur minum obat.

Tidak ada riwayat sakit kuning.

Tidak ada riwayat penyakit jantung atau kebiruan sewaktu kecil.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit ginjal atau yang

behubungan dengan penyakit pasien.

Riwayat Kehamilan Ibu:

Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat

Kontrol ke bidan secara teratur

Tidak ada riwayat minum obat-obatan atau mendapat penyinaran

Hamil cukup bulan.

Riwayat Persalinan:

Anak keempat dari empat bersaudara, lahir spontan ditolong oleh bidan,

cukup bulan, berat lahir 3500 gram, panjang 50 cm, langsung menangis

Riwayat Nutrisi:

Diberi ASI usia 0-20 bulan

Bubur susu usia 6-8 bulan

Nasi tim 8-18 bulan

Nasi biasa 10 bulan-sekarang, frekuensi 3x sehari, porsi setengah piring,

telur 3x seminggu, ikan setiap hari, daging 1x 2 minggu dan sayur setiap

hari.

Kesan minuman dan minuman : kualitas dan kuantitas cukup.

Riwayat Imunisasi:

BCG : umur 1 bulan, scar (+)

DPT : umur 2, 4, 6 bulan

Polio : umur 2, 4, 6 bulan

HiB : umur 2, 4, 6 bulan

Hepatitis : umur 0, 1, 6 bulan

Campak : umur 9 bulan

Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Higiene dan Sanitasi Lingkungan:

Rumah permanen

Jamban di dalam rumah

Pekarangan cukup luas

Sumber air dari sumur gali

Sampah dibuang dan dibakar di belakang rumah

Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan kurang.

Riwayat Tumbuh Kembang:

Pertumbuhan gigi pertama: usia 5 bulan

Perkembangan psikomotor:

o Tengkurap : 3 bulan

o Duduk : 6 bulan

o Berdiri : 9 bulan

o Berjalan : 13 bulan

o Bicara : 18 bulan

Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : composmentis cooperatif

Tekanan darah: 110/80 mmHg

Nadi : 95 x/menit

Napas : 25 x/menit

Suhu : 36.1oC

Tinggi badan : 103 cm

Berat Badan : 18 kg (dengan edema)

Edema : Ada

Anemis : Tidak ada

Ikterus : Tidak ada

BB/U : 90%

TB/U : 89%

BB/TB : 112%

Pemeriksaan Khusus:

Kulit : akral teraba hangat, perfusi baik, tidak pucat, tidak ikterik, tidak

sianosis.

KGB : tidak teraba pembesaran KGB.

Kepala : bentuk bulat simetris, rambut hitam dan tidak rontok. Lingkar

kepala tidak dinilai

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor

diameter 3mm, refleks cahaya +/+ normal, edema palpebra +/+

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Mulut : mukosa mulut dan bibir basah.

Tenggorokan : Tonsil T1 – T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher : KGB tidak membesar, JVP sulit dinilai

Thoraks:

Paru:

Inspeksi : normochest, simetris, retraksi tidak ada

Palpasi : fremitus tidak dinilai

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung:

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung normal, tidak ada tanda pembesaran jantung

Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada, murmur tidak ada

Abdomen:

Inspeksi : distensi ada, Lingkar Perut : cm

Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai

Perkusi : undulasi (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : tidak ditemukan kelainan

Alat kelamin : tidak ada kelainan, edema scrotum tidak ada

Anus : rectal toucher tidak dilakukan

Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis (-), edema pretibia +/+,

edema dorsum pedis +/+, pitting edema.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin:

Hb : 13.7 gr/dl

Leukosit : 20,380/mm3

Hitung jenis : 0/0/93/19/5/1

Hematocrit : 38%

Trombosit : 792.000/mm3

Kesan: leukositosis dan trombositosis

Kimia Klinik

Ureum: 45 mg/dl

Kreatinin: 0,2 mg/dl

Total protein: 3,4 g/dl (menurun)

Albumin: 1,2 g/dl (menurun)

Kolesterol: 728 mg/dl (meningkat)

Globulin: 2,6 g/dl

Kesan: hypoalbuminemia dan hiperkolesterolemia

Urinalisis

Makroskopis

• Warna: kuning

• Kekeruhan: (+)

• BJ: 1,010

• pH: 6,5

Mikroskopis

• Leukosit: 2-4 /LPB

• Eritrosit: 0-1 /LPB

• Silinder: granuler (+)

• Kristal: (-)

• Epitel: gepeng (+)

Kimia

• Protein : (++++)

• Glukosa: (-)

• Bilirubin : (-)

• Urobilinogen : (+)

Kesan: proteinuria

Diagnosis Kerja

- Sindrom nefrotik resisten steroid

Diagnosis Banding :

- ISK

Tatalaksana

- Makanan biasa diet nefrotik 1300 kkal, protein 24 gram/hari, garam 1

gram/hari

- Lasix 1x18mg IV

- KCL 2x 250mg

- Ceftriaxon 1x900mg IV

- Prednison 3-2-2

Follow Up

Tanggal Perjalanan Penyakit15 Desember 2015

S/ keadaan wajah masih sembab, perut masih asites, makan habis 1 porsi, sesak napas tidak ada, nyeri perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada, batuk tidak ada, BAK warna kuning keruh, jumlah lebih kurang 460cc, BAB ada.

O/ KU : sedang, Kesadaran : composmentisNadi : 89 x/menitNapas : 22 x/menittekanan darah : 110/70 mmHgsuhu : 36.6oCBB : 17 kgLingkar perut : 59 cmMata : edema palpebral +/+, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterikThoraks : cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan

Abdomen : distensi (+), undulasi (+), bising usus (+) normalEkstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema pretibial +/+, edema dorsum pedis +/+

A/ Sindrom nefrotik resisten steroid

P/ -Makanan biasa diet nefrotik 1300 kkal, protein 24 gram/hari, garam 1 gram/hari

- CPA 355 mg dalam NaCl 0,9% 250 cc, 14 tts/ menit (makro)- Captopril 3x 6,25 mg, - Calnic syr 3 x cth I

Balance cairan InputPeroral = 900ccParenteral =

Total = 900 cc

OutputIWL = 340 ccUrin = 460 cc

Total = 800 cc

Balance = +100 ccDiuresis = 0.108 cc/kgBB/24jam

Tanggal Perjalanan Penyakit16 Desember 2015

S/ keadaan wajah masih sembab, perut masih asites, makan habis 1/2 porsi, sesak napas tidak ada, nyeri perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada, batuk tidak ada, BAK warna kuning keruh, jumlah lebih kurang 500cc, BAB ada.

O/ KU : sedang, Kesadaran : composmentisNadi : 89 x/menitNapas : 22 x/menittekanan darah : 110/70 mmHgsuhu : 36.6oCBB : 17 kgLingkar perut : 59 cmMata : edema palpebral +/+, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterikThoraks : cor dan pulmo tidak ditemukan kelainanAbdomen : distensi (+), undulasi (+), bising usus (+) normalEkstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema pretibial +/+, edema dorsum pedis +/+

A/ Sindrom nefrotik resisten steroid

P/ -Makanan biasa diet nefrotik 1300 kkal, protein 24 gram/hari, garam 1 gram/hari

- Captopril 3x 6,25 mg, - Calnic syr 3 x cth I

Balance cairan InputPeroral = 900ccParenteral =

Total = 900 cc

OutputIWL = 340 ccUrin = 500 cc

Total = 840 cc

Balance = +60 ccDiuresis = 0.147 cc/kgBB/24jam

17 Desember 2015

S/ keadaan wajah masih sembab, perut masih asites, makan habis 1/4 porsi, sesak napas tidak ada, nyeri perut tidak ada, mual dan muntah tidak ada, batuk tidak ada, BAK warna kuning keruh, jumlah lebih kurang 550 cc, BAB ada.

O/ KU : sedang, Kesadaran : composmentisNadi : 86 x/menitNapas : 21 x/menittekanan darah : 110/70 mmHgsuhu : 36.8oCBB : 17 kgLingkar perut : 56 cmMata : edema palpebral +/+ sudah minimal, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterikThoraks : cor dan pulmo tidak ditemukan kelainanAbdomen : distensi (+), undulasi (+), bising usus (+) normalEkstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema pretibial +/+, edema dorsum pedis +/+

A/ Sindrom nefrotik resisten steroid

P/ -Makanan biasa diet nefrotik 1300 kkal, protein 24 gram/hari, garam 1 gram/hari

- Albumin 1,44

- Ondansentron 2 x 7,5 mg- Lasix 1 x 20 mg iv- KCl 2 x 250 mg iv

Balance cairan InputPeroral = 600ccParenteral =

Total = 600 cc

OutputIWL = 400 ccUrin = 550 cc

Total = 950 cc

Balance = -350ccDiuresis = 1.04 cc/kgBB/24jam

BAB IV

DISKUSI

Telah dirawat seorang anak laki-laki usia 6 tahun 9 bulan sejak tanggal 12

Desember 2015 di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Achmad Muchtar, Bukittinggi

dengan diagnosis Sindroma Nefrotik Resisten Steroid. Sesuai dengan data

epidemiologi, penderita sindroma nefrotik anak 15 kali lebih sering dibandingkan

dewasa, dengan prevalensi 15,5 per 100.000 orang usia ≤ 16 tahun dan lebih tinggi

tingkat kejadiannya pada daerah Asia dan Afrika. Di Indonesia dilaporkan 6 per

100.000 anak pertahun mengalami SIndroma Nefrotik dengan perbandingan angka

kejadian Pria lebih sering mengalaminya disbanding wanita dengan perbandingan

2:1.

Definisi Sindroma Nefrotik adalah kelainan klinik yang khas ditandai dengan

kehilangan protein secara masif, hyperbilirubinemia, dan edema yang biasanya diikuti

hiperkolesterolemia. melalui ginjal. Pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan

sedimen urin “protein uria +4” menandakan protein urin yang masif. Dari hasil

pemeriksaan serum plasma didapatkan albumin 1,2 gr/dl dan kolesterol 700 gr/dl

yang menandakan “hypoalbuminemia dan hiperkoleterolemia”. Dan pada pasien juga

didapatkan oedema palpebral, pretibial dan asites. Data tersebut sesuai dengan

kriteria diagnosis berdasarkan “Konsensus Sindroma Nefrotik IDAI”.

Proteinuria merupakan tanda kegagalan filtrasi dari glomerulus akibat

peningkatan permeabilitas membrane glomerulus. Salah satu protein yang terbuang

ke urin adalah albumin. Jika berlangsung terus menerus makan akan mengakibatkan

hypoalbuminemia sehingga terjadi penurunan tekanan onkotik plasma dan

peningkatan tekanan hidrostatik plasma mengakibatkan cairan dalam intravaskuler

cenderung akan tertarik ke ruang interstitial sehingga menimbulkan manifestasi

edema pada pasien terlihat pada pasien ini adalah adanya edema palpebral, pretibial

dan Asites.

Kehilangan Albumin mengakibatkan aktivitas Lipoprotein Lipase menurun.

Akibatnya hidrolisis kolesterol pada VLDL, IDL atau LDL menjadi trigliserida

menjadi menurun, sehingga terjadi peningkatan Kolesterol dalam darah, dan hal

tersebut sesuai dengan yang dialami oleh pasien ini.

Sindroma Nefrotik Resisten Steroid adalah keadaan proteinuria ≥+2 atau ≥40

mg/m2 yang tetap timbul setelah pemberian Steroid Full Dose 2 mg/kgbb/hr selama 4

minggu. Pasien ini telah dirawat pada bulan Juli 2015 dan mendapat terapi Steroid

Inisial, kemudian pasien diberi terapi lanjutan Alternating Dose Steroid selama 1

bulan. Pada Bulan September 2015 didapatkan pasien proteinuria +3 dengan edema

sehingga kemudian pasien diterapi dengan terapi Sindroma Nefrotik Relaps. Setelah

4 minggu mendapat terapi SN Relaps pasien kembali diperiksa dan didapatkan

proteinuria +3 pada bulan November 2015. Pada bulan November 2015 pasien

diterapi dengan Sindroma Nefrotik Resisten Steroid karena tidak ada remisi meskipun

telah diberikan terapi prednisone 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Pasien diberikan terapi sesuai dengan anjuran “Tatalaksana Sindroma

Nefrotik”, terapi awal dianjurkan kortikosteroid, dan jenis steroid yang dapat

diberikan adalah prednisone. Pada pasien ini deiberikan prednisone terapi inisial

sesuai anjuran ISKDC adalah 2 mg/kgbb/hari dalam dosis terbagi selama 4 minggu

dan diperoleh remisi pada pasien sehingga kemudian diterapi dengan dosis

alternating. Namun setelah 4 minggu pengobatan diperiksa hasil labor,proteinuria +3

pada pasien dan masih terdapat edema pada pasien sehingga dilakukan terapi SN

Relaps. Pada terapi SN Relaps pasien diterapi dengan Prednison Full Dose setiap hari

sampai remisi selama 4 minggu dan Alternating Dose Prednison hinggan 4 minggu

kemudian, namun pada pasien tidak terjadi remisi karena tetap diperoleh proteinuria

+3 dan Edema pada pasien, sehingga pasien pada bulan November dinyatakan

sebagai SN Resisten Steroid dan diterapi dengan Siklofosfamid Puls dose 335 mg

dalam NaCl 0,9% dengan 14 tts/menit (makro).

Pasien juga diberikan diuretic sebagai terapi tambahan untuk restriksi cairan

selama edema berat. Diberikan furosemide 1-3 mg/kgbb/hari sesuai terapi menurut

“Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik pada Anak” dan infus Albumin 20-25%

untuk menarik cairan dari jaringan interstitial.

Untuk memantau perkembangan pasien selama terapi deilakukan pengukuran

Berat Badan, Lingkar Perut,Tekanan Darah dan Balance Cairan. Follow up terakhir

diperoleh Berat Badan pasien masih 17 kg tidak terdapat perubahan yang signifikan.

Sementara lingkar perut terdapat penurunan dari 59 cm menjadi 56 cm, ini

menandakan terjadi perbaikan pada pasien dengan penurunan jumlah akumulasi

cairan didaerah peritoneum yang dinamakan dengan asites, hal ini didukung dengan

data balance cairan yang awalnya +100 cc dengan diuresis 0,108cc/kgbb/24 jam

menjadi -350 cc dengan diuresis 1,04 cc/kgbb/24 jam hal ini menandakan cairan lebih

banyak keluar dibandingkan yang masuk sehingga diharapkan akumulasi cairan

dalam tubuh dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi,Wiguno. Sindrom Nefrotik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Internal Publishing. 2009. Hal.999-1007.

2. Hassan,Rusepno.dkk. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Hal. 832-835.

3. Bergstein,Jerry M. Nefrologi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.3 Edisi

15.Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC.2000. Hal.1828-1829.

4. Mansjoer, Arif.dkk.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media

Aesculapius.2000. Hal.488-489.

5. RSCM dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia.Penuntun Diit Anak.Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama. Hal.81-92.

6. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2.

Edited by Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta.

2007.

7. Staf Pengajar IKA FK UH. Standar Pelayanan Medik BIKA FKUH. Edited by

Dr. Syarifudin Rauf,dkk. BIKA FKUH. Makassar.2009

8. El Bakkali L, Rodrigues Pereira R, Kuik DJ, Ket JCF, van Wijk Jae.

Nephrotic syndrome in the netherlands: A population-based cohort study and

a review of literature. Pediatr Nephrol. 2011;26:1241-46

9. Wila Wirya IGN: penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis

sindrom nefrotik primer pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14

Oktober 1992.

10. International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic Syndrome in

children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory

characteristics at time of diagnosis. Kidney Int. 1978;13:159-65

11. International Study of Kidney Disease in Children. Identification of patients

with minimal change nephrotic syndrome from initial response to prednisone.

J pediatr 1981;98:561-64

12. International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic Syndrome in

children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory

characteristics at time of diagnosis. Kidney Int. 1978;13:159-65