case mola hidatidosa

36
I. IDENTITAS Pasien Nama Nn. A Umur 18 th Pendidikan SMA Pekerjaan IRT Agama Islam Suku Sunda Alamat TAROGONG No.CM 01616562 Masuk RS 22 JULI 2013 Keluar RS 25 JULI 2013 Jam Masuk RSU 11.10 WIB Ruangan VK/ Kalimaya II. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Juli 2013 A. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir B. Anamnesa khusus : G 1 P 0 A 0 merasa hamil 5 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS. Perdarahan bergumpal-gumpal dan membasahi lebih kurang 1 duk/hari tanpa rasa nyeri. Perdarahan disertai jaringan seperti daging dirasakan lebih kurang 10 jam 1

Upload: haruno-rosydz

Post on 18-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

case mola

TRANSCRIPT

Page 1: Case Mola Hidatidosa

I. IDENTITAS

Pasien

Nama Nn. A

Umur 18 th

Pendidikan SMA

Pekerjaan IRT

Agama Islam

Suku Sunda

Alamat TAROGONG

No.CM 01616562

Masuk RS 22 JULI 2013

Keluar RS 25 JULI 2013

Jam Masuk RSU 11.10 WIB

Ruangan VK/ Kalimaya

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Juli 2013

A. Keluhan utama :

Perdarahan dari jalan lahir

B. Anamnesa khusus :

G1P0A0 merasa hamil 5 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS.

Perdarahan bergumpal-gumpal dan membasahi lebih kurang 1 duk/hari tanpa rasa nyeri.

Perdarahan disertai jaringan seperti daging dirasakan lebih kurang 10 jam SMRS, dan keluar

gelembung – gelembung seperti telur ikan juga diakui pasien. Riwayat panas badan

disangkal, Riwayat minum obat – obatan disangkal. Riwayat minum jamu-jamuan disangkal.

1

Page 2: Case Mola Hidatidosa

C. Riwayat Obstetri

Kehamila

n keTempat Penolong

Cara

Kehamilan

Cara

PersalinanBB Lahir

Jenis

KelaminUsia

Keadaan

H/M

HAMIL

SAAT INI

D. Riwayat Perkawinan :

Status : Belum menikah

E. Haid

HPHT : Maret 2013

Siklus haid : Tidak teratur

Lama haid : 7 hari

Banyaknya : biasa

Dismenorea : (-)

Menarche usia : 14 tahun

F. Riwayat kontrasepsi

Kontrasepsi terakhir : Tidak Pernah

G. Prenatal Care :

Pasien tidak pernah melakukan prenatal care

H. Keluhan selama kehamilan

Tidak merasakan keluhan apapun selama hamil

I. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM,

penyakit tiroid, Asma Bronchial, epilepsy disangkal dan riwayat hipertensi sebelum dan

selama kehamilan disangkal.

2

Page 3: Case Mola Hidatidosa

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 110/60 mmHg

Nadi : 120 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 360C

Kepala : Konjungtiva Anemis : +/+ Sklera ikterik : -/-

Leher : Tiroid : t.a.k KGB : t.a.k

Cor : Bunyi jantung I-II murni dan regular, gallop (-), murmur (-)

Pulmo : VBS ka=ki, Rh -/-, Whz -/-

Abdomen : cembung, lembut

Hepar dan Lien: dbn

Ekstremitas : Edem -/-, varieses -/-

B. STATUS OBSTETRIK.

Pemeriksaan luar

Inspeksi : cembung, simetris

Tinggi fundus : teraba setinggi pusat

Inspekulo : fluksus +

Pemeriksaan dalam :

Vulva : Dalam batas normal

Vagina : Dalam batas normal

Portio : lunak , tebal

Ostium uteri eksternum : terbuka

Corpus uteri : sebanding dgn gravida 24 mg

Parametrium kanan-kiri : lunak , massa (-) ,

Cavumdouglas : tidak menonjo,tidak

teraba ,NT(-)

3

Page 4: Case Mola Hidatidosa

Diagnosis awal:

Mola Hidatidosa + suspek tirotoksikosis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab: 22/07/2013

Urine

Tes Kehamilan Negatif

1. HEMATOLOGI

Darah rutin

Hb : 6,5 gr/dl

Hematokrit : 19 %

Leukosit : 13.100 /mm3

Trombosit : 486.000 /mm3

Eritrosit : 2,46 juta/mm

2. PEMERIKSAAN USG

Tampak gambaran vesikuler pada corpus uteri “ MOLA HIDATIDOSA

3. DIAGNOSIS KERJA

Mola hidatidosa + suspek tirotoksikosis + anemia

Rencana Pengelolaan :

Pasang infus

Periksa Hb , Ht , leukosit , trombosit, βhcg

Sedia darah , cross match

USG

LS evakuasi mola hidatidosa

Informed consent

Konsul anestesi untuk dilakukan kuretase

Observasi KU , tanda vital , perdarahan

Propanolol 3x10mg

Ptu 3x100 mg

Konsul ipd

4

Page 5: Case Mola Hidatidosa

FOLLOW UP

23 Juli 2013

Keluhan : -

KU : CM

T : 100/60 mmHg

N : 110 x/ menit

R : 20 x/ menit

S : 36,4 º C

Mata CA+/+ SI -/-

Abdomen : Datar, tegang, NT (+)

Perdarahan pervaginam : (+) seperti telur ikan

BAB/BAK : - / diuresis 600cc

D/ Mola hidatidosa

Rencana : kuretase hari ini

Sedia darah

Ambil darah

23 Juli 2013 (pukul 17.00 wib)

Keluhan : panas badan

KU : CM

T : 110/60

R : 24

N : 130

S : 38.8 º C

Rencana : Paracetamol 500mg 3x1

PTU 3x100mg

5

Page 6: Case Mola Hidatidosa

V. LAPORAN KURETASE

Kuretase

Tanggal kuretase : 23 JULI 2013

Jam kuretase : 15.00 mulai kuretase

Operator : dr. Sarah

Ahli Anestesi : Dr. Hj. Hayati Usman Sp.An

Assisten I : teh neneng

Assisten Anestesi : asti

Diagnosa Pra Kuret : Mola hidatidosa + susp.tirotiksikosis + anemia

Diagnosa Post Kuret : Mola hidatidosa

Indikasi Operasi : Mola Hidatidosa

Jenis Tindakan : Kuretase

Jenis Anestesi : Nu

Desinfeksi kulit : Povidone iodine 10%

Jaringan dikirim ke PA

Laporan Operasi Lengkap

1) penderita diletakkan dalam posisi lithotomi.

2) Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya,

dipasang spekulum bawah yang dipegang oleh asisten.

3) Dengan pertolongan spekulum atas, bibir depan prtio dijepit dengan fenster klem.

Sonde masuk sedalam 13 cm uterus.

4) Dilakukan kuretase secara sistematis dan hati-hati sampai cavum uteri bersih

dengan vakum kuret dan sendok kuret nomor 10.

5) Berhasil dikeluarkan jaringan mola hidatidosa sebanyak 100gr.

6) Perdarahan 40 cc

LAPORAN PATOLOGI ANATOMI

Menurut bagian PA , hasil PA nya belum diserahkan oleh dokter nya . Sehingga belum

bisa dilaporkan .

6

Page 7: Case Mola Hidatidosa

OBSERVASI

Tanggal 24 JULI 2013

Tanggal S O A P

24 Juli 2013 - KU : CM

T:100/60 mmHg

N: 100 x/ menit

R: 20 x/ menit

S: 36,4 º C

Mata : CA+/+ SI -/-

Abdomen:Datar,

lembut, NT (-),

DM (-),

TFU : tidak teraba

Perdarahan

pervaginam : (-)

sedikit

BAB/BAK: - / +

d/ mola

hidatidosa post

kuretase

-cefadroxil

2x500mg

- as.mefenamat

3x500mg

- sf 2x1

- bila hb post

transfusi >8

blpl

25 Juli 2013 - KU : CM

T:100/70 mmHg

N: 100 x/ menit

R: 20 x/ menit

S: 36,4 º C

Hb post kuretase

7,2g/dL

d/ post kuretase

a/i mola

hidatidosa

cefadroxil

2x500mg

- as.mefenamat

3x500mg

- sf 2x1

- metergin 3x1

- ptu 3x100mg

-propanolol

3x10mg

- blpl

26 Juli 2013 - KU : CM

T:100/60 mmHg

N: 80 x/ menit

R: 20 x/ menit

d/ post kuretase

a/i mola

hidatidosa

cefadroxil

2x500mg

- as.mefenamat

3x500mg

7

Page 8: Case Mola Hidatidosa

S: 36 º C

Mata : CA+/+ SI -/-

Abdomen:Datar,

lembut, NT (-),

DM (-),

TFU : tidak teraba

Perdarahan

pervaginam : (-)

sedikit

BAB/BAK: + / +

Hb : 8,3g/dL

- sf 2x1

- metergin 3x1

- ptu 3x100mg

-propanolol

3x10mg

- blpl

TERAPI SELANJUTNYA ( setelah pasien boleh pulang )

Follow Up:

Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, penderita kontrol setiap 2 minggu.

dalam tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan,

enam bulan terakhir, kontrol tiap dua bulan

PERMASALAHAN

1. Bagaimanakah cara mendiagnosis mola hidatidosa ?

2. Bagimanakah cara penatalaksanaan mola hidatidosa pada pasien ini?

3. Bagaimanakah prognosis dari pasien dengan mola hidatidosa ?

PEMBAHASAN

1. Bagaimanakah cara mendiagnosis mola hidatidosa ?

Definisi

Molahidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestational yang secara histologik ditandai

dengan proliferasi sel trofoblas, vili korialis yang avaskular dan mengalami degenerasi

hidrofi, , yang secara klinis tampak sebagai gelembung-gelembung. Proliferasi sel trofpblas

pada molahidatidosa dapat berupa proliferasi sitotrofovlas, sinsiotrofoblas ataupun

intramediate trofoblas dengan proporsi yang berbeda paqda tiap kasus.

8

Page 9: Case Mola Hidatidosa

Klasifikasi

Molahidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

a. Molahidatidosa komplit

Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami

degenerasi hidropik yang menyerupai anggur hingga sama sekali tidak ditemukan unsur

janin. Secara mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai

hyperplasia dari kedua lapisan trofoblas.

Kadang – kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y (dispermi)

sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap

androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar dizigotik yang

terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK.

Secara makroskopis MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista atau

gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3cm, berdinding

tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalau

ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti

serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK disebut juga kehamilan

anggur. Tangkai tersebut melekat pada endometerium.

Umumnya seluruh endometerium dikenai, bila tangkainya putus terjadilah perdarahan.

Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut diliputi oleh darah merah atau coklat tua

yang sudah mengering. Sebelum ditemukan USG, MHK dapat mencapai ukuran besar

sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.

9

Page 10: Case Mola Hidatidosa

Gambar: Molahidatidosa komplit

2. Molahidatidosa parsialis

MHP harus dipisahkan dari MHK, karena keduanya terdapat perbedaan yang

mendasar, baik dilihat dari segi patogenesisnya (sitogenetik), klinis, prognosis, maupun

gambaran PA-nya.

Pada MHP hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik

sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya

plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan

akan mati dalam rahim, walaupun dalam kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus

MHP yang janinnya hidup sampai aterm.

Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK, kita tidak mengetahui dengan

tepat berapa insidensinya, apa yang menjadi faktor resikonya dan bagaimana penyebaran

penyakitnya.

10

Page 11: Case Mola Hidatidosa

Gambaran Mola hidatidosa parsialis Mola hidatidosa komplit

Kariotipe Paling sering

69, XXX, atau 69, XXY

46, XX. Atau 46, XY

Patologi

Fetus

Amnion, sel-sel darah fetal

Edema vili

Proliferasi trofoblast

Sering ada

Sering ada

Fokal, bervariasi

Fokal, bervariasi dari ringan

sampai sedang

Tidak ada

Tidak ada

Diffuse

Bervariasi dari ringan sampai

berat

Gambaran Klinis

Diagnosa

Ukuran uterus

Kista theca-lutein

Komplikasi medis

Abortus tertunda

Lebih kecil dari usia kehamilan

Jarang

Jarang

Kehamilan mola

50% lebih besar dari usia

kehamilan

25-30%

Sering

11

Page 12: Case Mola Hidatidosa

Etiologi dan Faktor resiko

Walaupun molahidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih

belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Molahidatidosa dapat terjadi pada semua

wanita dalam masa reproduksi, pasien termuda yang pernah dilaporkan berusia 12 tahun

(Bobrow) dan tertua 57 tahun (A Pearson). Di RSHS yang termuda 15 tahun dan yang tertua

53 tahun.

Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. Acosta

Sison, menganggap bahwa MH adalah suatu kehamilan patologis, sedangkan faktor yang

menyebabkan ovum patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein).

Acosta Sison mengaitkan dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan MH,

yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang kurang

mengkonsumsi protein.

Reynold mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke-13 dan ke-21,

mengalami asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang

merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan

kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan mengalami

perubahan hidropik.

WHO Scientific Group, 1983 berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri

juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian MH dan kehamilan kembar tetapi multiparitas

tidak merupakan faktor resiko.

Laporan dari Amerika Serikat (1970 – 1977) mengatakan bahwa insidensi MH pada kulit

hitam hanya setengahnya dari wanita kulit lainnya. Menurut Teoh, di Singapura, insidensi

MH pada wanita Euroasian, dua kali lebih tinggi dari China, Melayu dan India. Di Indonesia

yang terdiri dari berpuluh-puluh etnis, sampai sekarang belum ada yang melaporkan adanya

perbedaan insidensi antar suku bangsa. Yang ada hanya laporan dari pusat pendidikan.

Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian Kajii et al

dan Lawler et al, menunjuakn bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan

Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada

kemungkinan pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami

gangguan proses meosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang

kosong atau yang intinya tidak aktif.

12

Page 13: Case Mola Hidatidosa

Dapat disimpulkan:

a. Umur : < 20 tahun dan > 35 tahun

b. Etnik : mongoloid > kaukasus

c. Genetik

d. Malnutrisi : intake karoten yang rendah, defisiensi vitamin A, kekurangan protein

e. Riwayat mola hidatidosa sebelumnya

f. Riwayat sosialekonomi

g. Paritas

Patogenesis

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

a. Teori missed abortion

Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah

sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah

gelembung-gelembung.

b. Teori neoplasma dari Park

Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi

reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

c. Studi dari Hertig

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat

akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada

minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak

adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama

pembentukan cairan.

Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik umumnya

kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya

tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil

konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX.

Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal dari ayah - tidak ada unsur ibu

(Diploid Androgenetik). Kadang-kadang pembuahan terjadi oleh 2 sperma 23 X atau 23 Y

(dispermi) sehingga menjadi 46 XX atay 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi

13

Page 14: Case Mola Hidatidosa

tetap androgenetik.

Sementara MHP biasanya bersifat triploid sebagai hasil pembuahan satu ovum normal

dan dua sperma/dispermia (Diandrogenetik). Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY.

Embrio biasanya mati pada semester pertama

Manifestasi klinis

Molahidatidosa komplit adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh

karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa,

yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan muntah. Ada beberapa laporan yang mengatakan

bahwa MHK, lebih sering terjadi hiperemesis, dan keluhannya lebih hebat dari kehamilan

biasa. Kemudian perkembangannya mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran uterus

14

Page 15: Case Mola Hidatidosa

terdai melalui dua fase, yaitu fase aktif, sebagia akibat pengaruh hormonal, dan fase pasif,

akibat hasil pembesaran kehamilan. Pada MHK tidak demikian, vili korialis yang mengalami

degenerasi hidropik, berkembang dengan cepat mengisi kavum uteri. Akibatnya uterus ikut

membesar pula, sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya

amenorea.

Pada kehamilan biasa , segmen bawah rahim (SBR baru terbentuk pada kehamilan yang

sudah besar (semester tiga). Pada MHK, karena pengisian kavum uteri oleh gelembung mola

berlangsung cepat, maka pembentukan SBR, sudah terjadi pada kehamilan yang lebih muda

(24 minggu). Kemudian karena kehamilan ini abnormal badan akan berusaha untuk

mengeluarkannya, terjadilah perdarahan pervaginam. Bedanya dengan abortus biasa adalah

pada abortus biasa besarnya uterus sama dengan lamanya amenorea. Perdarahan pada MHK

dapat berupa bercak – bercak sedikit intermiten atau sekaligus banyak, sehingga dapat

menyebabkan syok hipovolemik. Adakalanya perdarahan disertai dengan gelembung mola

sehingga mempermudah diagnosis

Di samping uterus yang lebih besar, pada MHK ditemukan peningkatan kadar hCG

(human choriogonadotrophin). Pada kehamilan biasa kadarnya naik terus sampai usia

kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah mencapai umur 85 hari. Pada MHK

seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan trofoblas. Oleh karena itu, berbeda dengan kehamilan

15

Page 16: Case Mola Hidatidosa

biasa, pada MHK tidak ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan trofoblas atau

sebelum gelembung mola keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus meningkat, sampai bisa

mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml

Sudah lama diketahui bahwa MHK kadang-kadang ditemukan perubahan pada kelenjar

tiroid, baik anatomis maupun fungsional. Walaupun ada peningkatan kadar plasma tiroksin,

tetapi gejala klinik yang ditimbulkan tidak selalu disertai dengan tiroktosikosis.

Pada kehamilan normal, plasenta membentuk Thyroid Stimulating Peptide yang disebut

Human Chorionic Thyrotropin (hCT). Pada trimester pertama, T4 meningkat antara 7 – 12

ng/100 ml, sedangkan T3 peningkatannya tidak terlalu banyak. Karena pengaruh estrogen,

terjadi peningkatan kadar TBG sehingga tidak terjadi tirotoksikosis.

Pada mola hidatidosa terjadi perubahan kadar hormon tiroid. Kadar T4 dalam serum

biasanya melebihi 12 ng/100 ml, tetapi TBG sendiri rendah, akibatnya T4 dan T3 bebas lebih

tinggi. Karena itu pada mola terjadi tirotoksikosis.

Pada mola, kadar hCG (human chorionic gonadotropin) dalam darah sangat tinggi yang

dan ini mempunyai efek stimulasi terhadap tiroid. Pada kehamilan biasa puncak hCG

biasanya tidak melebihi 100.000 mUI/ml yang tercapai antara minggu 8-12 dan kemudian

menurun kembali dan bertahan sekitar 10.000-20.000 mIU/ml sampai waktu melahirkan. Pada

mola hidatidosa kadar hCG, sebagian besar diatas 300.000mIU/ml bahkan dapat mencapai

kadar diatas 12.000.000 mIU/ml. Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif

antar kadar hCG dan tingginya fungsi tiroid.

Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa terjadinya hiperfungsi tiroid terjadi akibat

adanya stimulator yang dibentuk dalam jaringan trofoblas. Hershman menyebutnya sebagai

molar thyrotropin. Yang masih kontroversial adalah substansi zat tersebut. Yang jelas ada

korelasi positif antara tingginya kadar hCG dengan meningkatnya kadar T3 dan T4. Setelah

jaringan mola dievakuasi, kadar hCG akan menurun secara drastis. Hali ini diikuti dengan

turunnya T4 dan T3 sampai kembali ke kadar normal.

Sehubungan dengan fenomena ini banyak pakar yang menganggap bahwa stimulator itu

adalah hCG sendiri. Molar thyrotropin secara imunologis berbeda dari TSH, hCT dan LATSS.

Adanya Aktivitas Stimulasi Tiroid (AST) dari hCG serta ciri-ciri stimulatornya telah

dibuktikan melalui penelitian invitro maupun in vivo. Dikatakan bahwa struktur dan reseptor

hCG dan TSH adalah homolog, sedangkan derajat AST-nya dipengaruhi metabolisme hCG

16

Page 17: Case Mola Hidatidosa

sendiri. Yang lebih poten adalah hCG varian yang kehilangan gugusan beta CTP-nya yang

merupakan hasil proses deglikosiasi atau desialisasi.

Hasil penelitian di atas dapat menerangkan mengapa pada kehamilan biasa tidak terjadi

tirotoksikosis. Pada kehamilan biasa kadar hCG yang rendah akan meningkatkan sedikit T4

dan menekan TSH, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan tirotoksikosis.

Diagnosis tiroktosikosis pada MHK dipersulit karena sering disertai adanya penyuli-

penyulit, seperti preeklamsi, payah jantung, emboli paru dan anemia yang masing-masing

dapat memberikan gejala seperti tiroktosikosi. Untuk membantu masalah ini Sri Hartini

Kariadi (1992) mengajukan rumus fungsi diskriminan diagnosa tirotoksikosis pada mola

hidatidosa sebagai berikut:

a. D = - 8,376128 + 0,52505870 FU – 0,01926897 Nadi

FU = fundus uteri dalam minggu

Nadi = dalam kali/menit

Bila D< 0 atau kalau D hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya menunjukkan

tirotoksikosis. Derajat ketepatannya 87,5%

b. D = +3552928 – 0,4749675 FU + 0,003115562 Nadi + 0,01638073 Khol

Khol = Kholesterol darah dalam mg%

Bila D< 0 atau kalau hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya, menunjukkan

tirotoksikosis. Derajat ketepatan 90,63%

Diagnosis

a. Anamnesis

Wanita mengeluh :

- terlambat haid (amenorea)

- mual dan muntah yang berlebihan

- adanya perdarahan pervaginam

- perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea

- walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak

b. Klinis Ginekologi

- uterus lebih besar dari tuanya kehamilan

- tidak ditemukan tanda pasti kehamilan, seperti detak jantung anak, balotemen atau

gerakan anak

17

Page 18: Case Mola Hidatidosa

c. Laboratorium

Kadar B-hCG lebih tinggi dari kehamilan normal. Pada penyakit trofoblas

gestasional kadar hCG serum berlipat ganda lebih tinggi dari pada kadar hCG pada

kehamilan normal. Pemeriksaan hCG merupakan cara yang paling bermanfaat baik untuk

diagnosis maupun untuk melakukan pemantauan pada penderita penyakit trofoblas.

Human chosionic gonadotropin adalah hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh

placenta yang mempunyai aktifitas biologis yang mirip LH. Sebagian besar hCG di

produksi di plasenta namun sintesanya juga terjadi pada ginjal janin. Molekul Human

chorionic gonadotropin memiliki 2 rantai asam amino yakni rantai α hCG terdiri atas 92

asam amino dan rantai β hCG terdiri atas 145 asam amino yang satu sama lain berikatan

secara nonkovalen.

Rantai α hCG mirip dengan rantai α dari FSH , LH dan TSH yang merupakan

hormon hormon glycoprotein yang dihasilkan oleh lobus anterior hypophysis. Pada

kehamilan normal pemeriksaan terhadap β hCG dengan pereaksi yang menggunakan

antibodi monoklonal terhadap β hCG cukup dilakukan secara kualitatif dengan

menggunakan urine sebagai spesimen. Pemeriksaan hCG serum secara kuantitatif pada

kehamilan normal menunjukkan bahwa kadar hCG mencapai puncaknya pada trimester

pertama kehamilan, yakni pada hari ke 60-70 kehamilan sebesar 100.000 mIU/ml. Pada

mola hidatidosa dan pada tumor trofoblas`gestasional umumnya kadar hCG jauh lebih

tinggi dari pada`kadar puncak hCG pada kehamilan normal..

Pemantauan kadar hCG pada penderita penyakit trofoblas gestasional dianjurkan

dengan cara RIA/IRMA sedangkan bila menggunakan EIA/ ELISA harus dipilih dengan

hati-hati karena pada penyakit trofoblas gestasional molekul hCG yang utuh ( intact

hCG ) dapat terurai menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil seperti free -

hCG ,nicked - hCG , nicked - hCG without CTP dan core – hCG, sehingga bila

pereaksi yang dipakai hanya dapat mendeteksi rantai α hCG saja maka kadar hCG yang

terukur lebih rendah dari kadar total hCG yang sebenarnya akibat adanya hook effect

d. USG

- Molahidatidosa komplit: tidak tampak kantung janin maupun bagian dari janin.

Seluruh cavum uteri berisi gambaran vesikuler.

- Molahidatidosa parsial: tampak gambaran vesikuler di plasenta dengan IUFD

18

Page 19: Case Mola Hidatidosa

e. Patologi Anatomi

Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil pemeriksaan patologi anatomi

- Molahidatidosa komplit: villi chorialis besar, bulat, hidropik, avaskuler, sisterna (+),

proliferasi sel sito- dan sinsitio trofoblas dengan inti atipik.

- Molahidatidosa parsial: villi chorialis hidropik avaskuler, ukuran bervariasi, masih

ditemukan villi normal, sel trofoblas terutama sinsitio.

Pembahasan

Pada pasien ini di diagnosis molahidatisosa karena ditemukan:

a. Dari anamnesa didapatkan :

Pasien merasa hamil 5 minggu tidak haid

Pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS , dan telah

menghabiskan 1 duk per hari

19

Page 20: Case Mola Hidatidosa

Perdarahan disertai keluar gelembung – gelembung seperti telur ikan

b. Dari pemeriksaan ginekologis

Inspekulo : fluksus + perdarahan pervaginam

Pemeriksaan dalam OUE : terbuka

Corpus uteri ukurannya sebanding dengan gravida 24 – 25 minggu yaitu sekitar sejajar

dengan umbilikus sedangkan penderita mengaku bahwa usia kehamilannya baru 5

bulan

c. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan :

USG : didapatkan gambaran vesikuler

2. Terapi yang diberikan pada pasien ini :

a. perbaikan keadaan umum

Sebelum dilakukan tindakan evakuasi Mola , keadaan umum penderita hars distabilkan terlebih

dahulu . Tergantung pada bentuk penyulitnya . Kepada penderita harus diberikan :

Transfusi darah - untuk mengatasi syok hipovolemik

Anti hipertensi / konvulsi seperti pada terapi pre eklamsi , eklamsi , tapi pada pasien

ini tidak ditemukan penyulit yang demikian

b. Evakuasi jaringan

Kuretase vakum

Tidak langsung : bila gelembung mola belum keluar

Jam 05.00: pasang Laminaria stift

Setelah KU, dinding uterus dibersihkan dengan kuret tajam.

Untuk PA, diambil jaringan yang melekat pada dinding uterus.

Laporan harus mencakup : jumlah jaringan, darah, diameter gelembung, ada tidaknya

bagian janin

c. Jenis kemoterapi :

Pemberian kemoterapi profilaksis merupakan kebijakan yang masih diperlukan dinegara-

negara yang sedang berkembang. Di RSHS dianut pemberian kemoterapi profilaksis pada “ Mola

Risiko Tinggi “dengan pemberian kemoterapi tunggal berupa:

20

Page 21: Case Mola Hidatidosa

o MTX 20 mg/hari I.M dan Folic Acid 5 mg/ hari I.M yang diberikan 12 jam setelah

pemberian Methotrexate kedua-duanya diberikan 5 hari berturut-turut.

o Actinomycin D 0,5 mg / hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut

Kemoterapi profilaksis hanya diberikan 1 rangkaian, selanjutnya penderita dipantau

dengan tata cara follow up yang berlaku bagi mola risiko rendah pasca evakuasi,

Keberatan dari pemberian sitostatika profilaktik adalah efek samping obat dan

kemungkinan terjadinya resistensi bila kelak diperlukan pemberian sitostatika untuk

terapi TTG.

Namun untuk negara kita yang sebagian besar masyarakatnya golongan sosio ekonomis

rendah dan ketaatan penderita untuk mengikuti follow up secara ketat sulit diharapkan,

sehingga kebijakan diatas sebagai upaya untuk mengurangi kejadian koriokarsinoma pasca

mola dapat dipertanggung jawabkan apalagi bila penderita masih membutuhkan fungsi

reproduksinya dan menderita mola risiko tinggi dengan kriteria :

o Kadar hCG turun sangat lambat

o Kadar hCG mula-mula menunjukkan penurunan namun kemudian naik lagi.

o Kadar hCG mula-mula menurun namun kemudian mendatar dan tidak turun

lagi

- Histerektomi

Dilakukan terutama pada pasien yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan

untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas yang tinggi merupakan

faktor predisposisi untuk terjadi keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun

dengan anak hidup 3. Tidak jarang bahwa pada sedian histerektomi bila dilakukan

pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya keganasan berupa mola invasif atau

koriokarsinoma.

Pembahasan

Pada pasien ini diberikan :

Cefadroksil 2x500mg

As. Mefenamat 3x500mg

Metergin 3x0,25mg

21

Page 22: Case Mola Hidatidosa

d. Pengawasan Lanjut:

Tujuan dari pengawasan lanjut ada dua :

- apakah proses involusi berjalan secara normal anatomis, laboratoris & fungsional

(involusi uterus, turunnya kadar β-hCG dan kembalinya fungsi haid)

- adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat dini.

Lama pengawasan :1 tahun. Pasien dianjurkan jangan hamil dulu. Tidak dianjurkan memakai

IUD atau suntikan. Akhir pengawasan : bila setelah pengawasan 1 tahun, kadar ß-HCG dalam

batas normal atau bila telah hamil lagi.

- Mulai minggu ke 2 sampai dengan minggu ke-12 pasca evakuasi jaringan

molahidatidosa; penderita dianjurkan untuk melakukan follow up setiap 2 minggu :

Pemeriksaan pemeriksaan yang dilakukan adalah :

o Pemeriksaan HCG

o Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksan – pemeriksaan

1. Besar dan involusi uterus

2. Ada tidaknya perdarahan

3. Ada tidaknya tanda-tanda metastasis ( vagina , paru-paru dll )

Bila pada setiap kali follow up kadar HCG menurun dan kurvanya mengikuti pola

kurva regresi HCG yang sama dengan pola kurva regresi HCG “ normal “ dan

secara klinis tidak ada tanda-tanda atau gejala-gejala pertumbuhan baru jaringan

trofoblas; maka follow up dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu ke 12

pasca evakuasi jaringan molanya dan bila pada minggu ke 12 kadar HCG < 5 mIU/ml

dilanjutkan dengan follow tahap berikutnya.

22

Page 23: Case Mola Hidatidosa

Diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas dengan pemeriksaa

HCG ditetapkan dengan kriteria yang dianjurkan oleh Mozisuki dkk ( 27 ) yakni :

o Kadar CG > 1000 mIU/ml pada minggu ke 4

o Kadar HCG > 100 mIU/ml pada minggu ke 6

o Kadar HCG > 30 mIU/ml pada minggu ke 8

Bila HCG melebihi batas-batas diatas dan atau secara klinis ada tanda-tanda

pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya pederita dikelola sebagai Tumor

Trofoblas Gestasional. Pemeriksaan CT SCAN juga dilakukan bila ada kecurigaan

atau tanda tanda metastasis ke Otak.

Sebaliknya bila kadar HCG mengikuti pola kurva regresi yang normal dan tidak

terdapat tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas secara klinik , maka follow up

selanjutnya

- Mulai bulan ke 4 sampai dengan bulan ke 6 , follow up dilakukan setiap bulan , dengan

tata cara follow up yang sama dengan yang sebelumnya.Pada bulan ke -6 dilakukan

thorax foto AP untuk menyingkirkan kemungkinan adanya metastasis di paru-paru.

Bila perkembangan menunjukkan kearah yang baik maka dilanjutkan

- Mulai bulan ke 8 sampai dengan bulan ke 12 dianjurkan follow up setiap 2 bulan

sekali. Bulan ke -12 dilakukan lagi thorax foto AP untuk maksud yang sama dengan

diatas.

Kriteria penghentian follow up:

- Penderita dianjurkan utuk tidak hamil sampai 12 bulan pasca evakuasi mola.

- Penderita dianggap ” sembuh “ bila sampai dengan follow up 12 bulan tidak ada tanda

23

Page 24: Case Mola Hidatidosa

tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas atau bila penderita ternyata sudah hamil

normal lagi kurang dari 12 bulan setelah evakuasi mola. Adanya kehamilan normal

dibuktikan dengan berbagai cara pemeriksaan termasuk USG.

- Pengertian “ sembuh “ tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi TTG dimasa yang

akan datang karena sifat sel trofoblas yang “ dormant “.

Cara kontrasepsi yang dianjurkan

DI RSHS selama follow up ampai dengan 12 bulan pasca mola hidatidosa penderita

dianjurkan menggunakan KB Kondom. Tidak dianjurkan memakai IUD karena efek

samping perdarahan pada akseptor IUD akan menyulitkan diagnosis adanya pertumbuhan

baru jaringan trofoblas sedangkan penggunaan KB hormonal tidak dianjurkan karena

dampaknya terhadap timbulnya TTG pasca mola masih controversil ,sehingga dianggap

lebih aman menggunakan KB kondom.

3.Prognosis pada pasien ini adalah

Remisi dilaporkan terjadi pada 45-65% kasus. Faktor yang bertanggung jawab terhadap

peningkatan mortalitas:

1. Choriocarcinoma ekstensif pada diagnosis awal.

2. Ketidaktepatan penanganan awal

3. Kegagalan kemoterapi

Kemoterapi yang diberikan tidak berpengaruh terhadap fertilitas dan apabila terjadi

kehamilan, tidak meningkatkan resiko anomali pada janin. Umumnya yang menjadi ganas

adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi, seperti :

1. Ukuran uterus > 20 minggu

2. Umur penderita > 35 tahun

3. Hasil PA ( Kuretase ) menunjukkan gambaran proliferasi trofoblas berlebihan

4. HCG pra evakuasi > 100.000 mIU/ml

Pembahasan :

Pada pasien ini :

Prognosis quo ad vitam pada pasien ini ad bonam karena pasien ini mendapatkan

penanganan yang adekuat . Kematian jarang terjadi (<1%).

Prognosa Quo ad functionam pasien ini ad bonam karena Mola hidatidosa berulang

jarang terjadi. Kehamilan pasca mola umumnya berlangsung normal.

24

Page 25: Case Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa dapat menyebabkan kematian melalui :

Perdarahan akut serta anemis hebat.

Infeksi atau sepsis

Transformasi keganasan koriokarsinoma

Perforasi oleh destruens karena gelembung menembus dinding rahim

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:

2002. Hal 1051.

2. Cuningham, Gary et al. Williams Obstetric 21st edition: Gestational Thropoblastic Disease.

Mc Graw Hill: New York. 76:454-460. 2003

3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi Edisi 2:

Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit buku kedokteran

EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005

4. William W. Beck,jr. Obstrics and Gynecology 2nd edition. Gestational Trophoblastic Disease.

John Wiley & Sons: USA.19: 193-196

5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Pedoman Diagnosis dan

Terapi Obstetri dan Ginekologi RS. DR. Hasan Sadikin. Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran UNPAD: Bandung. 2: 241-245.2005

6. Keith LG, Lopez-Zeno JA, Luke B. Twin Gestation In : Sciarra JJ ed, Gynecology and

Obstetri, vol 2, rev ed, Philadelphia, JB. Lippincott Company. 1995; 75:1-14

7. Martaadisoebrata D,Penyakit trofoblas`ganas dan hipertiroidisme,Kongres Nasional Perkeni

I,Jakarta,1986.

8. Bratakoesoema D.S ,Perkembangan diagnosis , Klasifikasi dan Pengelolaan Penyakit

Trofoblas Gestasional Masa Kini,PIT POGI XI,Semarang, 11 – 14 Juli l999.

9. WHO ,Gestational trophoblastic diseases,Report of a WHO Scientific Group,World Health

Organization Technical Series 692 ,WHO Geneve 1983

10. Kariadi SH. Identifikasi Penduga Potensial untuk Diagnosis Tiroktosikosis Pada Penderita

Mola Hidatidosa. Disertasi UNPAD 1992.

25

Page 26: Case Mola Hidatidosa

11. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi Edisi 2:

Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit buku kedokteran

EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005

26